Kalimah Kedelapan Belas

108. Page

KALIMAH KEDELAPAN BELAS

Kalimah ini mempunyai dua Maqam. Maqam keduanya belum ditulis. 


Maqam Pertama:

 

Maqam pertama terdiri dari tiga Poin.

Poin Pertama:

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذ۪ينَ يَفْرَحُونَ بِمَا اَتَوْا وَيُحِبُّونَ اَنْ يُحْمَدُوا بِمَا لَمْ يَفْعَلُوا فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ اَلِيمٌ

 

“janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka dipuji atas perbuatan yang tidak mereka lakukan, janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa mereka akan lolos dari azab. Mereka akan mendapat azab yang pedih” (Q.S., Ali Imraan:188)

 

Poin ini adalah tamparan mendidik bagi nafsu amarahku.

 

Wahai nafsu dunguku yang terpesona dengan kebanggaan, gila dengan kemasyhuran, sangat suka pujian dan tiada tandingan dalam kesombongan! Sekiranya seruan benih kecil yang merupakan penyebab buah tin memberikan ribuan biji buah dan panggilan tangkai hitam kering yang kecil pada anggur yang ratusan gugus dilekatkan padanya bahwa semua buah dan tangkai itu sebagai kemampuan mereka sendiri dan semua yang memberi manfaat dari mereka perlu memuji dan menghormati tangkai dan benih itu merupakan panggilan yang benar, maka kemungkinan engkau juga (wahai nafsu) mempunyai hak untuk bermegah dan sombong disebabkan nikmat-nikmat yang diberikan ke padamu.


Walhal, engkau senantiasa layak kepada celaan. Karena engkau bukanlah seperti benih dan tangkai itu. Karena kewujudan bagian ikhtiarimu, engkau mengurangkan nilai nikmat itu melalui sikap bermegahmu. Engkau memusnahkannya dengan kesombonganmu dan engkau menihilkan dengan sikap kufur nikmatmu dan engkau merampasnya dengan menjadikannya sebagai milikmu. Tugasmu bukanlah bermegah tetapi bersyukur. Yang sesuai denganmu ialah sifat tawadhuk dan rasa malu bukannya menyukai popularitas. Hakmu bukanlah pujian tetapi istighfar dan penyesalan. Kesempurnaanmu bukannya sikap mementingkan diri bahkan mementingkan hidayah. Ya di dalam tubuhku engkau menyerupai asal muassal yang ada di dunia. Kalian berdua telah diciptakan untuk menerima kebaikan dan untuk menjadi tempat rujukan kejahatan. Maksudnya kalian berdua bukanlah pelaku dan sumber bahkan kalian merupakan munfail (objek) dan tempat (berlaku). Kalian hanya mempunyai satu akibat. Karena itu kalian menjadi sebab kejahatan kerana kalian tidak menerima kebaikan yang datang dari kebaikan mutlak dalam.


Kalian berdua juga telah diciptakan sebagai tabir supaya keburukan lahir yang cantiknya tidak kelihatan disandarkan kepada kalian lalu kalian menjadi wasilah (penghubung) kepada penyucian Dzat Muqaddas Ilahi. Karena kalian telah memakai satu bentuk yang sama sekali berlawanan dengan tugas fitrah kalian. Walaupun kalian telah mengubah kebaikan kepada kejahatan disebabkan ketidakmampuan kalian, namun kalian seolah-olah bersekutu dengan al-Khaliq kalian. Artinya, sikap menyanjung nafsu dan tabiat adalah sangat bodoh dan zalim.


109. Page

Janganlah juga berkata: “Aku ialah penerima. Sesungguhnya yang menerima keindahan akan menjadi indah.” Maka, oleh sebab engkau tidak identik dengan keindahan, maka engkau bukanlah penerima tetapi lalu lintas.


Janganlah juga berkata: “Aku telah dipilih dari kalangan makhluk. Buah-buah ini diperlihatkan melaluiku. Artinya aku mempunyai keistimewaan.” Tidak! Hasya! Bahkan, mula-mula ia diberikan kepadamu. Karena engkau lebih bangkrut, lebih membutuhkan dan lebih sakit berbanding dengan orang lain, maka mula-mula ia diberikan kepadamu.[1]


Poin kedua:

Poin ini menjelaskan satu rahasia ayat اَحْسَنَ كُلَّ شَيْئٍ خَلَقَهُ. Ia seperti berikut: Pada setiap benda, bahkan pada benda-benda yang nampak paling jelek pasti memiliki satu sudut kecantikan yang hakiki. Ya, setiap benda dan setiap peristiwa di alam semesta, apakah ia sendiri memang cantik maka ia disebut sebagai husnu bizzat ataupun ia cantik dari sudut natijah (hasil) maka ia disebut sebagai husnu bilghair. Terdapat sebagian peristiwa yang pada lahiriahnya jelek dan semraut tetapi di sebalik itu terdapat kecantikan dan keteraturan yang sangat terang.


Contoh: Di sebalik hujan badai dan tanah berlumpur di musim bunga, tersembunyi senyuman bagi bunga-bunga yang indah dan tumbuh-tumbuhan yang tersusun. Di sebalik kemusnahan dan kehancuran bunga dan dedaunan di musim gugur. Di samping terdapat kepergian hewan-hewan kecil yang halus yang merupakan teman bunga-bunga yang manja dari tugas kehidupan untuk memelihara mereka dari kesempitan dan kesengsaraan peristiwa-peristiwa musim dingin yang merupakan penerima tajalli-tajalli sifat Jalaal as-Subhan, terdapat juga penyediaan tempat untuk satu musim bunga yang menawan, segar dan indah di sebalik hikmah musim dingin itu. Terdapat begitu banyak kemekaran bunga artifisial yang bersembunyi di bawah hikmah peristiwa ribut, gempa bumi dan wabah penyakit. Lantaran peristiwa-peristiwa lahiriah kelihatan menyengsarakan, maka sebagian benih-benih persediaan yang tidak dapat tumbuh dan membiak seperti benih, bertunas lalu menjadi cantik.


Seolah-olah setiap perubahan umum dan peralihan yang menyeluruh merupakan hujan yang mengandung arti tersendiri. Tetapi kerana insan memuja apa yang lahir dan mementingkan diri sendiri maka dia melihat kepada lahiriah lalu menghukumnya dengan keburukan. Dari sudut sikap mementingkan diri sendiri dan dengan cara menghukum melalui kesimpulan yang hanya memandang kepada dirinya, manusia menghukum bahwa (perkara yang kelihatan buruk itu) sebagai buruk. Walhal,sebenarnya tujuan satu benda yang merujuk kepada manusia hanyalah satu, namun yang merujuk kepada nama-nama as-Sani’nya adalah beribu-ribu.


Contoh: Manusia beranggapan bahwa rumput dan pohon berduri yang merupakan salah satu mukjizat besar qudrat al-Fatir sebagai memudaratkan dan tidak berarti. Padahal tumbuh-tumbuhan berduri itu merupakan para pahlawan yang telah dipersiapkan dari kalangan tumbuh-tumbuhan dan pohon. Contoh lain: Gangguan burung Elang terhadap burung pipit secara lahirnya tidak sesuai dengan rahmat. Padahal kemampuan burung pipit itu meningkat melalui gangguan itu.

 

[1] Sesungguhnya aku juga sangat menyukai sikap Said Baru menutup mulut dan mendiamkan nafsunya setahap ini dalam perdebatan ini dan aku mengucapkan ribuan Barakallah.

110. Page

Contohnya lagi: Mereka menganggap salju sebagai sangat dingin dan tawar. Padahal di sebalik tabir kedinginan yang tawar itu terdapat tujuan panas yang begitu banyak dan kesimpulan hasilnya yang begitu manis seperti gula yang tidak dapat diuraikan.


Di samping sikap mementingkan diri dan menyanjung apa yang lahir, manusia menghukum setiap benda melalui wajah yang memandang dirinya, dia menganggap sangat banyak benda yang merupakan adab sebagai menyalahi etika. Contoh: Alat kelamin manusia. Pada pandangan manusia, membicarakan tentangnya adalah sesuatu yang mengaibkan. Tetapi, tabir keaiban itu adalah pada wajahnya yang memandang manusia. Sebaliknya wajah-wajah yang memandang kepada penciptaan, kesenian dan tujuan-tujuan fitrah adalah tabir-tabir yang jika dipandang melalui pandangan hikmah, maka ia merupakan adab itu sendiri. Keaiban tidak pernah sesuai dengannya. Justeru, sesetengah ungkapan al-Quranul Hakim yang merupakan sumber bagi segala adab adalah dari sudut wajah-wajah dan tabir-tabir ini.


Sesungguhnya terdapat wajah-wajah cantik yang melihat kesenian dan penciptaan yang sangat indah dan berhikmah di bawah wajah-wajah lahir. Perhatikanlah makhluk-makhluk dan peristiwa-peristiwa yang kelihatan jelek dimata kita, namun kalau merujuk kepada as-Sani’nya maka terdapat tabir-tabir yang sangat indah yang menyembunyikan hikmah-hikmahnya. Terdapat begitu banyak kesemrautan dan kekacauan dari segi lahir, namun merupakan tulisan suci yang sangat tersusun.


Poin ketiga:

[انْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُونِى يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ] memperhatikan kecantikan seni di alam semesta benar-benar wujud dan qat’i, sudah tentu kesahihan risalah Ahmadiyyah (Nabi Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam) perlu ada melalui satu keqat’ian di level tertentu. Karena keindahan seni dan hiasan bentuk pada masnuat yang indah itu menunjukkan bahwa terdapat yang penting dan talab tazyin (keinginan untuk menghias) yang kuat pada pencipta mereka. Kehendak serta keinginan itu pula, memperlihatkan bahwa pada as-Sani’ itu terdapat satu mahabbah yang tinggi dan minat yang suci terhadap kesempurnaan seni yang telah dilahirkan pada hasil seni-Nya. Mahabbah dan minat itu mau lebih banyak menghadap dan memberi perhatian kepada insan yang merupakan diri yang paling bercahaya dan sempurna di kalangan masnuat. Insan adalah buah pohon penciptaan yang memiliki akal. Buah merupakan bagian yang pandangannya umum dan perasaannya menyeluruh yang paling lengkap, paling jauh dan paling banyak. Seseorang yang pandangannya umum dan perasaannya menyeluruh, tidak lain dan tidak bukan ialah seseorang yang paling tinggi dan paling bersinar yang menjadi mukhatab kepada Seniman Dzul Jamaal itu, bertemu dengan-Nya dan menggunakan perasaan menyeluruhnya dan pandangan umumnya semata-mata untuk menyembah as-Sani’nya, untuk mengagumi hasil seni-Nya dan mensyukuri nikmat-Nya.


Sekarang kelihatan terdapat dua papan tanda dan dua daerah.

Pertama: Daerah rububiyyah yang sangat hebat dan tersusun serta papan tanda seni yang sangat kemas dan rapi. 


111. Page

Kedua: Daerah ubudiyyah yang sangat bercahaya dan berbunga dan papan tanda tafakkur, pujian, syukur dan keimanan yang sangat luas dan lengkap. Daerah kedua berupaya bertindak atas nama daerah pertama. Maka dipahami secara lahir bahwa ketua daerah itu yang berkhidmat untuk semua maksud memelihara kesenian as-Sani’ itu adalah sangat rapat dengan as-Sani’ itu dan secara sekilas pandang dipahami bahwa beliau adalah sangat dicintai dan diterima-Nya.


Mungkin akal dapat menerima bahwa Seniman masnuat yang indah ini yang suka memberi nikmat yang menyukai kesenian setahap ini bahkan mempedulikan setiap jenis rasa di dalam mulut, tidak mempedulikan hasil seni terindah-Nya yang menghadap kepada-Nya dengan penuh sanjungan melalui riuh-rendah kekaguman yang boleh menggemakan langit dan bumi serta melalui alunan kesyukuran dan takbir dalam penghargaan yang bisa membawa daratan dan lautan ke dalam juzbah; tidak bicara dengannya; dan tidak menjadikannya sebagai rasul dengan penuh perhatian serta tidak mau keadaannya yang baik tidak merebak kepada yang lain juga?


Kalla! (tidak, sama sekali tidak.) Tidak bicara dengannya dan tidak menjadikannya sebagai Rasul adalah tidak mungkin.

 

[اِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللّٰهِ الْاِسْلاَمُ ]

[مُحَمَّدٌ رَسُوُل اللّٰهِ وَالَّذ۪ينَ مَعَهُ]

 

Di dalam tahanan yang memilukan dan sunyi, inilah tangisan-tangisan yang meratap untuk sekeping hati yang menangis di waktu subuh.

 

Pada dinihari berhembus bayu tajalli

Bangunlah wahai mataku di waktu dini hari

Wahai yang memohon ‘inayah di pintu Ilahi

Diniharilah tempat bertaubat bagi mereka yang berdosa

 

Bangunlah wahai hatiku di waktu subuh

 Bertaubatlah mohonlah keampunan di pintu Ilahi.

 

سَحَرْ حَشْرِيسْت دَرُو هُشْيَارْ دَرْ تَسْبِيحْ هَمَه شَىْ

بَخَوابِ غَفْلَتْ سَرْسَمْ نَفْسَمْ حَتَّى كَىْ

عُمُرْ عَصْرِيسْت سَفَرْ بَاقَبْر مِى بَايَدْ زِهَرْ حَىْ

 بِبَرْخِيزْ نَمَازِى چُو نِيَازِى گُو بِكُنْ آوَازِى چُونْ نَىْ


 بَگُو يَا رَبْ پَشِيمَانَمْ خَجِيلَمْ شَرْمسَارَمْ اَزْ گُنَاهْ بِى شُمَارَمْ

پَرِيشَانَمْ ذَلِيلَمْ اَشْك بَارَمْ اَزْ حَيَاتْ بِى قَرَارَمْ

غَرِيبَمْ بِى كَسَمْ ضَعِيفَمْ نَاتُوَانَمْ عَلِيلَمْ عَاجِزَمْ اِخْتِيَارَمْ بِى اِخْتِيَارَمْ

 اَلْاَمَانْ گُويَمْ عَفُوْ جُويَمْ مَدَدْ خَواهَمْ زِدَرْگَاهَتْ اِِلٰهِى

(Bahasa Parsi)