NAVIGATION
195. Page
Kalimah ini adalah mengenai surga. Kalimah ini mempunyai dua maqam.
Mengisyaratkan kepada sebahagian latifah-latifah surga. Tetapi, bukan pembahasan tentang penetapan kewujudan surga yang ditetapkan kewujudannya dalam bentuk yang sangat qat’i melalui dua belas hakikat yang qat’i pada Kalimah Kesepuluh dan dengan cara yang sangat terang melalui petunjuk qat’i Kalimah Kesepuluh berbahasa arab yang kesimpulan dan asasnya berkesinambungan dan sangat kokoh pada maqam kedua[1]. Kalimah ini, hanya membicarakan tentang beberapa keadaan surga yang menjadi sebab tentang pertanyaan, jawaban dan kritikan. Sekiranya taufiq Ilahi membantu, sesudah ini satu kalimah yang besar akan ditulis mengenai hakikat yang agung itu. Insya-Allah.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
]وَبَشِّرِ الَّذ۪ينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ اَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هٰذَا الَّذِى رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَاُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَلَهُمْ فِيهَا اَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ[
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbauat kebajikan, bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai. Setiap kaliu mereka diberi rezeki buah-buahan dari surga, mereka berkata, “inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu”. Mereka tela diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan disana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya. (Q.S. Al-Baqarah, 2:25)
(Berikut) ialah jawaban-jawaban ringkas tentang sebagian pertanyaan berkenaan surga yang baqa’. (Sebenarnya) penjelasan ayat-ayat al-Quran berkenaan surga yang lebih indah dari surga, lebih halus dari bidadarinya dan lebih enak dari Salsabilanya tidak meninggalkan apa-apa perkataan lagi siapa pun untuk menyatakan sesuatu tambahan. Tetapi kami akan menceritakan tentang beberapa anak tangga untuk mendekatkan pengertian mengenai ayat-ayat yang bersinar, azali, abadi tinggi dan indah itu, dan beberapa poin dari contoh sebagian bunga untuk contoh dari surga al-Quran itu. Kami akan mengisyaratkan dengan lima pertanyaan dan jawaban yang tersirat. Ya, sebagaimana surga adalah sumber semua kelezatan maknawi ia juga sumber kelezatan jasmani.
Pertanyaan Pertama: Apakah hubungan antara tubuh yang ada kecacatan, kekurangan, berubah-rubah, tidak tetap dan kesakitan dengan keabadian dan surga? Memperhatikan roh mempunyai kelezatan-kelezatan yang tinggi dan mencukupi untuknya, maka mengapakah Allah mewajibkan Hasyir jasmani untuk kelezatan jasmani?
196. Page
Jawaban: Karena tanah adalah padat dan gelap dibandingkan dengan air, udara dan cahaya, tetapi karena ia merupakan tempat tumbuh dan asas bagi semua jenis masnuat Ilahi, maka ia mengatasi semua unsur lain secara maknawi; sebagaimana nafsu manusia yang pekat melebihi semua latifah insaniah berdasarkan rahasia keuniversalannya dengan syarat penyuciannya, maka seperti itu juga jasmani. Ia adalah cermin tajalli nama Ilahi yang paling syumul, meliputi dan paling kaya. Alat-alat yang akan menimbang dan menarik himpunan semua khazanah rahmat untuk perhitungan berada pada jasmani.
Contoh: Sekiranya indra rasa pada lidah tidak menjadi dasar bagi neraca-neraca berbagai jenis makanan pada rasa rezeki, niscaya, tanpa dia rasai setiap makanan tersebut tentu ia tidak akan dapat mengenalinya.. (Walaupun ia) merasai namun tidak mungkin dapat menimbangnya. Malah, kelengkapan-kelengkapan untuk merasai dan mengetahui serta menikmati dan mengenali tajalli kebanyakan nama Ilahi juga pada jasmani. Fasilitas yang ada dalam jasmani bisa merasai kelezatan yang beraneka ragam dan terlalu berbeda.
Memperhatikan tentang qat’i (kepastian) alam semesta dan dari keuniversalan manusia bahwa as-Sani’ alam semesta ini ingin memperkenalkan semua khazanah rahmat-Nya, ingin memberitahu semua tajalli nama-Nya dan ingin merasakan semua jenis ihsanat-Nya melalui alam semesta ini seperti yang telah diisbatkan dalam Kalimah Kesebelas, sudah tentu, negara kebahagiaan yang merupakan kolam terbesar alam semesta yang mengalir, pameran agung hasil-hasil yang dibuat di laboratorium alam semesta ini dan gedung abadi ladang dunia ini akan sedikit menyerupai alam semesta ini. Ia akan memelihara semua asas-asas jasmani dan rohaninya. Sudah tentu juga as-Sani’ul Hakim dan al-‘Adilur Rahim itu akan memberikan kelezatan-kelezatan yang layak kepada mereka sebagai bayaran kepada tugas-tugas alat-alat jasmani, sebagai ganjaran karena pengabdiannya dan sebagai pahala atas ibadah-ibadah khusus mereka. Jika tidak, ia akan menjadi sesuatu yang bertentangan dengan hikmah, keadilan dan rahmat-Nya dan tentu tidak sesuai dengan keindahan rahmat dan kesempurnaan keadilan-Nya dan menjadi tidak sesuai.
Pertanyaan Kedua: Seandainya tubuh terkait dengan kehidupan, maka bagian-bagiannya selalu dipasang dan dibuka dan dihukum dengan kefanaan serta tidak mungkin menerima keabadian. Adapun makan minum fungsinya untuk mengekalkan diri sendiri dan pergaulan suami isteri untuk menyambung generasi lalu masing-masing menjadi asas di alam ini. Maka tidak ada kebutuhan untuk itu semua di alam abadi dan di alam ukhrawi. Namun, mengapakah itu semua menjadi kelezatan-kelezatan paling utama di surga?
Jawaban: Sesungguhnya tubuh sudah ditetapkan sebagai benda hidup sesudah itu musnah. Kematian di alam ini karena ketidak seimbangan antara pendapatan dan pengeluaran. Pendapatan dari zaman kanak-kanak sehingga usia kematangan banyak. sesudah itu pengeluaran bertambah dan keseimbangan mulai menghilang. Ia juga akan mati. Manakala di alam keabadian, zarah-zarah tubuh akan kekal dan tidak terkena oleh penggantian dan
197. Page
penguraian ataupun keseimbangan tetap kekal.[1] Pendapatan dan pengeluaran adalah seimbang. Tubuh benda hidup yang seperti putaran berterusan menjadi abadi bersama dengan penggunaan labor kehidupan jasmani untuk berlezat-lezatan. Sebenarnya makan dan minum serta pergaulan suami isteri di dunia ini datang dari suatu keperluan dan melakukan suatu tugas. Tetapi berbagai kelezatan seperti itu telah ditinggalkan ke dalamnya sebagai bayaran segera kepada tugas itu dan menjadikannya sesuatu yang diutamakan diatas yang lain. Memperhatikan dasar bagi kelezatan-kelezatan yang menakjubkan seperti ini dan berbeda-beda di negara kesakitan ini ialah makanan dan pernikahan, sudah tentu kelezatan-kelezatan itu mendapat nilai yang sangat tinggi lalu menjadi sumber kelezatan yang paling universal dan menghidupkan yang layak dengan surga dan sesuai dengan keabadian dengan meningkatkan bayaran ukhrawi tugas duniawi sebagai kelezatan baginya dan dengan menambahkan keperluan duniawi juga seperti selera ukhrawi yang menawan di surga yang merupakan negara kelezatan dan kebahagiaan.
Ya, menurut rahasia [وَمَا هٰذِهِ الْحَيَوةُ الدُّنْيَا اِلاَّ لَهْوٌ وَلَعِبٌ وَاِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِىَ الْحَيَوَانُ], bahan-bahan yang kaku, tidak ada perasaan dan tidak hidup di negara dunia ini adalah berperasaan dan bernyawa di sana. Pohon-pohon di sana juga seperti manusia di sini, batu-batu di sana seperti hewan-hewan di sini memahami perintah dan melakukannya. Seandainya kamu berkata kepada sebatang pokok “bawakan aku buah sekian-sekian…” ia akan membawanya. Jika kamu berkata kepada batu sekian-sekian “mari…” ia akan datang. Memperhatikan batu dan pohon mendapat bentuk yang tinggi seperti ini, sudah tentu di samping memelihara hakikat jasmani mereka, (surga juga) mewajarkan makan dan minum dan pernikahan menerima bentuk yang lebih tinggi dari derjat-derjat duniawi seperti mana tingginya derjat surga dibanding dunia.
Pertanyaan Ketiga: Menurut rahasia: اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ اَحَبَّ seorang sahabat akan berada bersama sahabatnya di surga. Walhal, seorang badwi biasa, semenit di dalam Suhbah Nabawiyyah melahirkan kecintaan kerana Allah. Maka dengan rasa cinta itu dia patut berada di samping Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam di surga. Namun bagaimanakah limpahan Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam menerima limpahan yang tidak ada batasnya bisa bersatu dengan limpahan seorang badwi biasa?
Jawaban: Kami mengisyaratkan hakikat yang tinggi itu melalui satu perumpamaan seperti berikut:
Seorang kenamaan telah menyediakan jamuan yang sangat besar dan tempat makan bersantai yang sangat indah di sebuah kebun yang sangat mempesona dan berseri dalam bentuk yang sangat hebat. Disana terdapat semua kelezatan pada makanan yang akan dirasai oleh indra rasa, meliputi semua kecantikan yang akan disukai oleh indra penglihatan dan merangkumi semua yang sangat menarik dan menyenangkan daya khayalan dan begitulah
198. Page
seterusnya. Beliau telah meletakkan di dalamnya setiap benda yang akan membelai dan memuaskan semua indra lahir dan batin.
Sekarang terdapat dua orang sahabat. Mereka pergi ke jamuan itu bersama-sama. Mereka duduk dalam kamar dan meja makan yang sama. Tetapi kerana indra rasa salah seorangnya kurang maka dia mendapat kelezatan yang juz’i. Matanya juga tidak melihat dengan baik. Indra penciumannya hilang. Dia tidak paham dengan seni-seni yang mengagumkan. Dia tidak mengetahui benda-benda yang hebat. Berdasarkan kemampuannya, dia hanya menikmati dan memnafaatkan satu dari seribu bahkan sejuta benda di tempat wisata itu. Seorang lagi, semua perasaan lahir dan batinnya, akal, hati, rasa dan latifah-latifahnya telah terbuka dengan sangat sempurna dan di tahap yang tinggi sehingga dia merasai dan menikmati semua kehalusan, keindahan, kelembutan dan kehebatan secara berbeda-beda dan walaupun dia mengecap kelezatan yang berbeda-beda, namun dia tetap duduk bergandengan dengan sahabatnya itu.
Memperhatikan masalah seperti ini terjadi di dunia yang bercampur-baur, menyakitkan dan sangat sempit ini dan terdapat perbedaan dari tanah sampai ke bintang kejora ketika yang paling kecil dan yang paling besar bersama, sudah tentu di surga yang merupakan negara kebahagiaan dan keabadian, ketika sahabat bersama sahabatnya dengan cara yang yang telah disebutkan sebelum ini, setiap orang menurut kemampuan sendiri mengambil bagian dari hidangan ar-Rahmanur Rahim sebanyak apapun yang mereka mampu. Walaupun surga yang mereka diami berlainan, namun ia tidak menghalang mereka untuk berada bersama-sama. Walaupun delapan tingkat surga tinggi dari satu sama lain, namun atap semuanya adalah ‘Arasy yang agung.
Sebagaimana terdapat rumah-rumah berpagar dari fondasi ke puncaknya , di dalam satu dengan yang lain dan tinggi antara satu dengan yang lain di sekeliling bukit yang berbentuk tirus. Walaupun rumah-rumah itu lebih tinggi antara satu dengan yang lain tetapi keadaan itu tidak menjadi penghalang antara satu dengan lain untuk melihat matahari. Masing-masing bisa menemui antara satu dengan yang lain dan memandang kepada satu dengan yang lain. Seperti itulah juga di surga. Riwayat Hadith yang bermacam-macam mengisyaratkan bahwa surga-surga juga adalah dalam bentuk yang hampir seperti ini.
Pertanyaan Keempat: Di dalam Hadith telah disebutkan bahwa para bidadari telah memakai tujuh puluh helai pakaian surga, namun sumsum di dalam tulang-tulang betisnya tetap kelihatan. Apakah maksudnya? Apakah makna yang ada? Kecantikan yang bagaimanakah ia?
Jawaban: Artinya sangat cantik dan kecantikannya sangat menawan. Ia seperti berikut: Kecantikan dan keindahan di dunia yang bodoh, mati, kaku dan kebanyakannya adalah kulit ini hanya kelihatan indah oleh mata dan sekiranya ia tidak menjadi penghalang kepada ulfah (kebiasaan), maka ia mencukupi.
Walhal di surga yang indah, hidup, gemilang, semua intipati tanpa kulit dan isi tanpa balutan, semua indra manusia seperti mata dan latifah-latifah mereka ingin menikmati bagian rasa yang berbeda-beda dan kelezatan yang bermacam-macam dari bidadari-bidadari yang
199. Page
terjadi dari jenis yang halus dan dari wanita-wanita duniawi di surga yang datang dari dunia yang seperti bidadari dan lebih cantik dari bidadari.
Artinya Hadith mengisyaratkan bahawa asas kenikmatan bagi perasaan dan latifah dimulai dari kecantikan pakaian surga yang paling atas sehingga ke sumsum di dalam tulang. Ya, melalui ungkapan mereka memakai tujuh puluh helai pakaian surga dan sumsum tulang di betis mereka kelihatan, Hadith yang mulia mengisyaratkan bahwa sebanyak apapun indra, kehendak, daya dan latifah yang menerbitkan keindahan dan menyanjung kenikmatan, terpesona dengan perhiasan dan merindui keindahan ada pada insan, maka para bidadari adalah lengkap dengan setiap jenis perhiasan maddi dan maknawi serta kecantikan dan keindahan yang bisa menggembirakan lalu memuaskan kesemuanya serta membelai setiap satu persatu secara berasingan lalu membahagiakannya.
Artinya, apabila para bidadari telah memakai tujuh puluh jenis bahagian-bahagian perhiasan surga dalam bentuk yang tidak akan menutupi satu sama lain karena ia bukan dari jenis yang satu, maka mereka memperlihatkan bahagian-bahagian kecantikan dan keindahan yang berbeda yang tentunya tujuh puluh martabat lebih (cantik dan indah) dibanding dengan tubuh, diri dan anggota badan mereka sendiri. Mereka memperlihatkan hakikat isyarat ayat وَفِيهَا مَا تَشْتَهِيهِ الْاَنْفُسُ وَتَلَذُّ الْاَعْيُنُ.
Malah Hadith as-Syarif menjelaskan bahwa di surga tidak ada bahan-bahan yang tidak perlu, kulit dan sisa, maka setelah ahli surga makan dan minum tidak ada sisa kotoran. Memperhatikan pohon-pohon yang merupakan benda hidup yang paling biasa di dunia ini tidak mengeluarkan sisa kotoran walaupun mereka makan dengan banyak, maka mengapakah ahli surga yang merupakan tingkatan hidup yang paling tinggi tidak bisa tanpa sisa kotoran?
Pertanyaan Kelima: Dalam Hadith as-Syarif telah dinyatakan bahwa suatu tempat seluas dunia diberikan kepada sebagian ahli surga dan ratusan ribu mahligai dan ratusan ribu bidadari dikurniakan kepadanya. Mengapakah benda-benda sebanyak ini diberikan kepada seorang manusia? Apakah keperluannya? Bagaimanakah ia bisa terjadi? Apakah arti semua ini?
Jawaban: Sekiranya insan hanyalah satu kewujudan yang tidak bernyawa ataupun merupakan makhluk tumbuhan yang hanya terdiri dari perut ataupun hanya terdiri dari satu makhluk jasmani dan tubuh hewan yang terikat, berat, sementara dan ringkas, maka dia tidak layak dan tidak mungkin memiliki mahligai dan bidadari sebanyak itu. Tetapi insan, adalah mukjizat qudrat yang sangat universal sehingga di dunia yang fana ini dan dalam umur yang pendek ini dan dari sudut sebagian keperluan latifah-latifahnya yang belum terbuka, maka seandainya seluruh kerajaan dunia, harta dan kelezatannya diberikan kepadanya niscaya rasa tamaknya tidak akan pernah sirna.
Walhal di negara kebahagiaan yang abadi, sudah tentu penerimaan insan yang memiliki kemampuan yang tidak terkira dan mengetuk pintu rahmat yang tidak bertepi melalui bahasa kebutuhan yang tidak ada akhirnya dan melalui tangan kehendak yang tidak berkesudahan kepada kurnia Ilahi yang diterangkan di dalam Hadith adalah masuk akal, benar dan hakikat.
200. Page
Kami akan memperhatikan hakikat tinggi ini melalui sebuah teropong perumpamaan. seperti berikut: Walaupun kebun dan ladang di Barla ini mempunyai tuan yang berbeda-beda seperti kebun di lembah ini[1], namun karena ia mencari makanannya di Barla, maka setiap unggas, burung dan lebah yang hanya memiliki makanan sekadar satu tapak tangan bisa berkata bahwa semua kebun dan ladang di Barla adalah milikku walaupun mereka sekedar mengambil angin dan berwisata. Ia menetapkan dan memasukkan Barla ke dalam pemilikannya. Perkongsian oleh yang lain-lain tidak merusakkan ketetapannya ini.
Manusia yang merupakan insan bisa berkata: “Al-Khaliq-ku telah menjadikan dunia ini sebagai sebuah rumah bagiku. Matahari ialah lampuku. Bintang-bintang ialah listrikku. Permukaan bumi adalah buaianku yang telah dihamparkan dengan permadani yang berbunga dan berwarna-warni. Lalu dia bersyukur kepada Allah. Perkongsian makhluk-makhluk lain tidak merusakkan keketapannya ini. Sebaliknya makhluk-makhluk itu menghiasi rumahnya dan mereka ibarat perhiasan-perhiasan rumah itu. Seandainya seorang manusia dari sudut keinsanannya bahkan jika seekor burung turut mengaku ia berkuasa dan mendapat nikmat yang besar dalam wilayah yang agung sebegini di dunia yang sempit ini, maka bagaimanakah pengurniaan satu pemilikan yang seluas lima ratus tahun kepadanya di negara kebahagiaan yang luas dan abadi boleh dipandang jauh dari akal?
Sebagaimana matahari berada dalam kaca yang sangat banyak secara serentak dalam bentuk yang sama di negara dunia yang hitam dan gelap ini, seperti itu juga keberadaan seseorang yang nuraninya berada di banyak tempat dalam keadaan serupa pada masa yang sama. Sebagaimana telah diisbatkan dalam Kalimah Keenam Belas: Oleh karena keberadaan Jibril ‘Alaihis Salam di bintang dan di bumi, di sisi Nabi dan di hadirat Ilahi pada masa yang sama, perjumpaan Rasul Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan umatnya yang bertaqwa di Mahsyar dan kemunculan baginda di dunia pada maqam yang tidak terkira pada masa yang sama, penampakan para wali Abdal yang merupakan golongan para wali yang melakukan pekerjaan selama setahun dan menyaksikannya dalam satu minit di dalam mimpi serta sentuhan dan hubungan semua orang dari sudut hati, roh dan khayalannya dengan tempat-tempat yang sangat banyak pada masa yang sama adalah dimaklumi dan disaksikan, maka sudah tentu di surga yang nurani, bebas, luas dan abadi, keberadaan di seratus ribu tempat pada masa yang sama, sambil bercengkrama dengan seratus ribu bidadari lalu pengecapan kenikmatan dalam seratus ribu bentuk oleh ahli surga yang tubuh mereka pada kekuatan dan keringanan roh dan pada kelajuan hayalan sesuai dengan surga abadi dan rahmat yang tanpa penghujung itu. Ia adalah kebenaran dan hakikat sebagaimana yang telah diberitahu oleh al-Mukhbirus Sadiq Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Di samping itu, hakikat-hakikat yang agung itu tidak bisa ditimbang melalui neraca akal kita yang kecil.
Mengetahui perkara-perkara yang tinggi maknanya adalah tidak memerlukan akal yang sempit ini. Kerana neraca ini tidak dapat menanggung beban seberat itu.
201. Page
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ
رَبَّنَا لَا تُواخِذْنَا اِنْ نَسِينَا اَوْ اَخْطَاْنَا
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى حَبِيبِكَ الَّذِى فَتَحَ اَبْوَابَ الْجَنَّةِ بِحَبِيبِيَّتِهِ وَ بِصَلاَتِهِ وَ اَيَّدَتْهُ اُمَّتُهُ عَلَى فَتْحِهَا
بِصَلَوَاتِهِمْ عَلَيْهِ عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَ السَّلاَمُ اَللّٰهُمَّ اَدْخِلْنَا الْجَنَّةَ مَعَ الْاَبْرَارِ بِشَفَاعَةِ حَبِيبِكَ الْمُخْتَارِ آمِينَ
Tentang Neraka
Sebagaimana telah diisbatkan dalam Kalimah Kedua dan Kedelapan, keimanan membawa benih surga maknawi dan kekufuran menyembunyikan benih neraka maknawi. Sebagaimana kekufuran adalah benih neraka, seperti itu juga neraka ialah buahnya. Sebagaimana kekufuran menjadi sebab seseorang masuk ke dalam neraka, ia juga penyebab kewujudan dan pewujudan neraka. Karena, jika seorang penguasa kecil mempunyai kehormatan, kemegahan dan kemuliaan yang kecil lalu seseorang yang biadab berkata kepadanya secara tidak hormat: Engkau tidak mungkin dan tidak akan dapat menghukum aku!”, sudah tentu sekiranya di situ tidak ada penjara sekalipun, penguasa itu akan membina sebuah penjara khusus untuk si biadab itu dan akan mencampakannnya ke dalamnya. Karena dengan mengingkari neraka, orang kafir mendustai pemilik kehormatan, kemegahan dan kemuliaan yang sangat hebat dan Dzat yang sangat besar dan sangat berkuasa dan menyandarkan-Nya kepada kelemahan, menuduh-Nya sebagai penipu dan lemah, mengusik kehormatan-Nya dengan sombong, menyebabkan kemegahan-Nya disentuh dengan dahsyat dan mengganggu kemuliaan-Nya secara penuh keengkaran. Sudah tentu kewujudan neraka disebabkan kekufuran yang mengandung pendustaan dan penyandaran kelemahan dilevel ini, maka neraka akan dijadikan dan orang kafir itu akan dilemparkan ke dalamnya.
[رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّار]
“Ya Rabb kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia. Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka” (Q.S. Ali Imraan, 3:191)
Risalah La Siyama. Telah dimasukkan ke dalam Himpunan Masnawi an-Nuri