NAVIGATION
113. Page
Kalimah ini mempunyai dua maqam
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ
[اِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُومِنِينَ كِتَابًا مَوْقُوتًا]
“Sesungguhnya solat itu adalah satu ketetapan yang telah ditentukan waktunya ke atas orang-orang yang beriman.”
Sadaqa man nataqa (Benarlah Siapa yang telah mengatakannya.)
Suatu hari, seseorang yang berusia lanjut, berbadan besar dan tinggi kedudukannya berkata kepadaku: “Solat itu bagus. Tetapi mengulanginya lima kali setiap hari terasa banyak. Dan membosankan!”
Beberapa lama sesudah orang itu mengucapkan itu, aku mendengar nafsuku sendiri. Aku rasakan ia mengucapkan kata-kata yang sama! Lalu aku merenung dan merasakan bahwa ia telah mempelajari masalah yang sama dari syetan melalui telinga kemalasan. Ketika itu aku memahami bahwa orang tersebut seolah-olah telah menuturkan kata-kata mewakili semua nafsu amarah atau telah disuruh untuk menyampaikannya. Ketika itu aku berkata: “memperhatikan nafsuku adalah al-ammarah (sentiasa menyuruh kejahatan) dan siapa yang tidak memperbaiki nafsunya tidak akan dapat merobah orang lain, maka aku mulai dengan diri sendiri.
Aku berkata: “Wahai nafsu! Dengarlah lima peringatan dariku sebagai ganti dari kata-kata yang engkau ucapkan dalam kejahilan yang murakkab, di atas kasur kemalasan dan dalam tidur kelalaian itu.
Wahai nafsu yang malang! Apakah umurmu abadi? Apakah engkau memiliki jaminan pasti bahwa engkau akan terus hidup sehingga tahun depan, hatta esok hari sekalipun? Yang membuatmu bosan shalat berulang-ulang sebagai ilusi dan prasangkamu bahwa kamu akan hidup selama-lamanya [1]. Demi kesenangan, engkau mengada-ngada. Kalaulah engkau memahami bahwa umurmu adalah sedikit dan berlalu pergi secara sia-sia, niscaya engkau akan membelanjakan satu dari dua puluh empatnya untuk pengabdian yang indah, menarik, damai dan dirahmati yang akan menjadi sebab kebahagiaan bagi kehidupan abadimu yang hakiki. Maka shalat itu tidak akan pernah membosankan bahkan menjadi sebab untuk membangkitkan suatu kerinduan yang sejati dan kenikmatan yang indah.
114. Page
Wahai nafsuku yang rakus! Setiap hari engkau memakan roti[1], meminum air dan menghirup udara untuk bernafas. Apakah semua perbuatan itu membosankan engkau? Tidak! Karena kebutuhan dan kecanduan dan engkau merasa tidak membosankan bahkan engkau menikmatinya. Oleh sebab itu sepatutnya solat yang merupakan penarik dan pengundang makanan bagi hatiku, air kehidupan bagi rohku dan angin semilir bagi latifah rabbaniyyah-ku yang merupakan sahabatmu di rumah tubuhku juga tidak membosankanmu.
Ya! Sesungguhnya santapan dan kekuatan bagi hati yang suka kesenangan dan diuji dengan pelbagai jenis kedukaan dan kesakitan yang tidak ada batasnya, terpesona dan dipenuhi kecintaan dengan kelezatan dan cita-cita yang tidak berujung dapat diperoleh melalui permohonan kepada ar-Rahiimul Kariim yang berkuasa di atas segala sesuatu.
Ya, sesungguhnya air kehidupan roh yang saling berkait dengan hampir keseluruhan maujudat (entitas) yang mencetuskan ratapan perpisahan dan pergi dengan cepat di atas dunia yang fana ini dapat diminum dengan cara menghadap ke arah mata air rahmat al-Ma’budul Baqi dan al-Mahbubus Sarmadi melalui solat sebagai ganti segalanya.
Ya, di tengah keadaan duniawi yang menantang, menekan, susah, sementara, gelap dan melemaskan ini, sudah tentu rahasia kemanusiaan yang berakal dan latifah rabbaniyyah yang bercahaya yang menginginkan keabadiaan secara fitrah, merupakan cermin bagi Dzat yang azali dan abadi dan memiliki kehalusan dan kelembutan yang sangat menakjubkan sangat membutuhkan pernafasan. Maka, hanya melalui jendela solat ia bisa bernafas.
Wahai nafsuku yang tidak sabar! Apakah engkau gelisah pada hari ini setelah memikirkan kesukaran ibadah, solat dan musibah pada hari-hari yang telah berlalu? selanjutnya memperlihatkan ketidaksabaran setelah membayangkan tugas ibadat, khidmat solat dan kesakitan musibah pada hari yang mendatang itu dan apakah kamu menganggap merupakan suatu kebijaksanaan?
Orang-orang yang tidak sabar sepertimu sama seperti pemimpin tentara yang dungu berikut:
Kekuatan sayap kanan musuh telah berhadapan dengan kekuatan tentara peminpin tersebut yang berada di sebelah kanan. Walaupun ketika itu dia telah mempunyai kekuatan yang mantap, namun dia tetap mengirim sejumlah besar kekuatannya ke sayap kanan tersebut lantas melemahkan markas. Malah, sekalipun tidak ada tentara musuh di sayap kiri bahkan belum datang lagi, dia memberi arahan “tembak!”. Dia melemahkan kekuatan markas secara
115. Page
keseluruhan. Lantas pihak musuh memahami keadaan dan menyerang markas dan mengkucar-kacirkannya.
Ya, engkau (nafsuku) serupa seperti ini. Karena kesusahan hari-hari yang telah berlalu telah bertukar menjadi rahmat pada hari ini. Kesakitannya telah pergi dan kelezatannya masih ada. Kesukarannya telah menyertai kemuliaan dan kesusahannya telah bertukar menjadi pahala.
Jika demikian, sepatutnya engkau tidak bosan darinya bahkan punya semangat baru, kenikmatan yang segar dan keghairahan yang sungguh untuk meneruskan.
Memperhatikan masa depan yang belum jelas, maka memikirkan dari sekarang lalu mendatangkan kebosanan dan kejemuan adalah kegilaan seperti menjerit dan berteriak (meminta tolong) karena memikirkan kelaparan dan kehausan pada masa depan.
Melihat hakikat seperti ini, jika engkau orang yang berakal, maka dari sudut ibadah fikirkanlah hari ini saja dan katakanlah “aku sedang membelanjakan satu jamnya kepada suatu khidmat yang pahalanya sangat besa, bebannya sangat sedikit, menarik, cantik dan mulia.” Pada masa itu, kejemuanmu yang pahit akan berubah menjadi keghairahan yang manis.
Justeru itu, wahai nafsuku yang tidak sabar! Engkau dipertanggungjawabkan dengan tiga jenis kesabaran.
Pertama: Sabar atas ketaatan.
Kedua: Sabar untuk tidak melakukan maksiat.
Ketiga: Sabar menghadapi musibah.
Justeru jika akalmu ada, jadikanlah hakikat yang kelihatan pada perumpamaan dalam peringatan ketiga ini sebagai pedoman.
Ucapkanlah “Ya Sabur!” dengan berani dan pikulllah tiga kesabaran itu di atas bahumu.
Sekiranya engkau tidak membagikan kekuatan sabar yang dianugerahkan Allah kepadamu di jalan yang salah, ia akan mencukupi untuk menghadapi setiap kesusahan dan musibah. Maka bertahanlah dengan kekuatan itu.
Wahai nafsuku yang bingung! Apakah menurutmu menunaikan ubudiyah itu tidak ada hasilnya?Apakah ganjarannya sedikit sehingga ia membosankanmu? Sedangkan, jika seseorang memberi beberapa keping wang kepadamu ataupun menakutkanmu, niscaya dia bisa memaksamu untuk bekerja sampai malam dan engkau akan bekerja tanpa jemu.
Nah, apakah sholat yang menjadi santapan dan kekayaan hatimu yang lemah dan fakir di dewan pertamuan dunia ini, makanan dan cahaya di kuburmu yang pasti menjadi tempat tinggalmu dan jaminan dan saat engkau berada di Mahsyar yang tidak lain tidak bukan merupakan mahkamahmu serta menjadi nur dan buraq di atas Titian Sirat yang mau tidak mahu pasti dilintasi itu, menurutmu tidak ada hasilnya? Atau apakah ganjarannya sedikit?
116. Page
Seandainya seseorang menjanjikanmu hadiah bernilai seratus lira, maka dia memperkerjakanmu selama seratus hari, maka engkau bergantung kepada orang itu yang kemungkinan akan memungkiri janjinya. Malah engkau bekerja tanpa jemu.
Lalu, bagaimana dengan Dzat yang telah berjanji denganmu, mustahil untuk dingkarinya, Dia menjanjikanmu ganjaran seperti syurga dan suatu hadiah seperti kebahagiaan abadi, kemudian jika Dia menggunakanmu dalam satu tempo yang sangat singkat dan dalam tugas yang sangat baik, namun jika engkau tidak berkhidmat ataupun melakukannya tidak sepenuh hati bagaikan terpaksa ataupun engkau meragui janji-Nya dan meremehkan hadiah-Nya dengan kebosanan dan khidmatmu yang rendah mutunya, maka tidakkah engkau memikirkan bahwa engkau adalah sangat layak kepada suatu pengajaran yang sangat keras dan suatu siksaan yang amat dahsyat? Tidakkah ketakutan dari penjara abadi seperti neraka memberikanmu keghairahan untuk melakukan pengabdian yang paling ringan dan sedikit sedangkan di dunia, kerana takutkan penjara, engkau melakukan kerja dan bakti tanpa jemu dalam kerja yang paling berat?
Wahai nafsuku yang menyembah dunia! Adakah kejemuanmu di dalam ibadat dan kekuranganmu di dalam solat itu berasal dari banyaknya kesibukan duniawi atau disebabkan kekurangan waktu karena mencari nafkah? Apakah engkau diciptakan untuk dunia semata? lalu engkau menghabiskan seluruh waktumu untuknya?
Engkau tahu bahwa engkau lebih hebat dari hewan dari segi persediaan namun tidak dapat menyaingi burung pipit dari sudut keupayaan memperoleh keperluan duniawi. Jadi, mengapa engkau tidak Paham dari masalah ini dan tugas asalmu bukanlah bergelut seperti hewan bahkan berusaha untuk kehidupan kekal yang hakiki seperti insan yang hakiki? Di samping itu, kesibukan duniawi yang engkau nyatakan itu kebanyakannya adalah kesibukan-kesibukan yang bukan milikmu yang tidak memberikan manfaat apapun.
Engkau meninggalkan hal yang paling penting, lalu menghabiskan waktu dengan informasi yang paling tidak berguna, engkau seolah-olah memiliki umur ribuan tahun. Contohnya engkau menghabiskan waktumu yang bernilai dengan benda-benda yang tidak berharga seperti persoalan tentang bagaimanakah bentuk lingkaran di sekeliling planet Zuhal (saturnus)dan berapakah bilangan ayam di Amerika. Katanya engkau mendapat kesempurnaan dari ilmu astronomi dan statistik.
Jika engkau berkata, perkara yang menghalang dan menjemukanku adalah sholat dan ibadat, sebaliknya urusan-urusan penting untuk mencari rezki dan kekayaan. Jika begitu, maka aku juga boleh berkata kepadamu: Bayangkan bahwa engkau berkerja dengan upah harian sebanyak seratus kurusy. Kemudian jika seseorang datang dan berkata: “Mari, galilah tempat itu selama sepuluh minit, kamu akan menemui sebutir permata atau zamrud yang bernilai seratus lira.”
Kemudian, jika engkau berkata: “Tidak, aku tidak akan datang karena sepuluh kurusy dari upah harianku akan dipotong dan nafkahku akan kurang”, sudah tentu engkau mengetahui bahwa ia adalah satu alasan yang amat bodoh.
Sama seperti itu, engkau berkerja di kebunmu untuk nafkahmu. Jika engkau meninggalkan sholat fardu, semua hasil usahamu hanya terbatas kepada nafkah duniawi, tidak bernilai dan tidak berkat.
117. Page
Sebaliknya, jika engkau menggunakan waktu luangmu untuk sholat yang merupakan sumber istirahat roh dan kelapangan hati, waktu itu bersama-sama dengan nafkah duniawi yang berkat, engkau akan menjumpai dua kali lipat keuntungan yang menjadi dasar nafkah ukhrawi dan bekalan akhiratmu:
Pertama: Melalui satu niat yang baik, engkau mendapat satu habuan dari zikir setiap tumbuhan dan pokok apakah yang berbunga atau berbuah yang ditanam di kebunmu.[1]
Kedua: Apa saja yang memakan hasil panen dari kebun ini apakah hewan atau manusia; apakah lembu atau lalat; apakah pembeli atau pencuri akan menjadi sedekah untukmu. Tetapi dengan syarat berikut: jika engkau bertindak atas nama ar-Razzaqul Haqiqi dan dalam lingkungan keizinan-Nya dan seandainya engkau memandang dirimu sendiri sebagai petugas yang mendistribusikan harta-Nya kepada makhluk-makhluk-Nya.
Karena itu perhatikanlah, betapa ruginya orang yang meninggalkan sholat. Dia kehilangan harta yang amat penting. Dia juga terhalang dari dua kesuksesan dan dua kekayaan yaitu memberi minat berusaha yang sangat besar dan menjamin kekuatan maknawi yang besar dan pada hakikatnya orang ini sudah bangkrut. Bahkan apabila dia sudah tua, dia akan bosan dan jemu dengan kerja di perkebunan.
Dia akan berkata: “Apa lagi keperluannya? Aku pasti akan pergi meninggalkan dunia. Mengapa aku perlu bersusah mati-matian?”
Lalu dia akan mencampakkan dirinya ke dalam kemalasan.
Tetapi orang yang pertama akan berkata: “Bersama dengan ibadat yang lebih banyak, aku akan berusaha mencari yang halal. Supaya aku dapat mengirim lebih banyak cahaya ke dalam kubur dan mendapatkan bekalan yang lebih banyak untuk akhiratku.”
Hasilnya: Wahai nafsu! Ketahuilah bahwa hari kemaren telah berlalu dari tanganmu. Esok, Tidak ada jaminan bahwa engkau memilikinya. Jika begitu, ketahuilah bahwa umur hakikimu ialah hari di mana kamu berada. Maka peruntukkanlah paling kurang satu jam dari harimu - seperti wang simpanan - untuk masjid atapun sejadah yang merupakan satu tabung akhirat yang didasarkan untuk masa depan sebenarnya.
Ketahuilah juga bahwa setiap hari baru ialah pintu alam baru untukmu dan untuk setiap orang. Jika engkau tidak mendirikan sholat, hari itu akan berlalu dalam keadaan yang gelap dan tidak terurus. Ia akan menjadi saksi yang menentangmu di alam akhirat. karena, setiap orang mempunyai alamnya yang khusus.
Keadaan alam itu adalah menurut hati dan amalan seseorang itu. Sesungguhnya istana megah yang kelihatan di cerminmu adalah berdasarkan warna cermin. Jika cermin itu hitam, maka istana itu kelihatan hitam. Jika merah ia kelihatan merah.
Ia juga berdasarkan keadaan kaca. Sekiranya kaca cermin itu rata, maka kelihatan bahwa istana itu cantik.Jika tidak rata, maka kelihatan istana itu jelek.
Sebagaimana memunculkan benda-benda halus yang kelihatan kasar, seperti itulah engkau mengubah bentuk alammu sendiri dengan hati, akal, amalan dan jiwamu. Engkau bisa menjadikannya sebagai saksi pembelaan atau tuduhan terhadapmu.
118. Page
Jika engkau mendirikan sholat dan jika engkau menghadap as-Sani’ Dzul Jalal alam itu dengan sholatmu itu, niscaya alam yang memandangmu itu akan segera bercahaya. Seolah-olah sholatmu itu adalah lampu listrik dan niatmu untuk sholat pula suis lampu yang merubah kegelapan alam itu dan memperlihatkan bahwa pergantian dan pergerakan di dalam kesembrautan yang bercampur aduk di dalam dunia yang kacau balau itu adalah keteraturan yang berhikmah dan tulisan qudrat yang bermakna. Ia akan memancarkan suatu cahaya dari nur-nur yang sangat gemilang bagi ayat “اَللّٰهُ نُورُ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضِ” ke dalam hatimu. Ia menerangi alammu hari itu dengan pantulan cahaya nur itu. Ia akan menjadikannya sebagai saksi pembelamu dengan kenuranian.
Awas! Jangan sekali-kali berkata di manakah sholatku dan di manakah hakikat sholat itu? kerana sebutir biji kurma adalah seperti sebatang pohon kurma. Ia menyifatkan pohonnya sendiri. Sebagaimana perbedaan hanyalah menurut keringkasan dan keterperincian, walaupun seseorang yang awam sepertimu dan sepertiku tidak dapat merasai sholat seperti seorang wali yang besar, namun dia tetap mempunyai ganjaran dari cahaya itu.
Terdapat suatu rahasia dari hakikat itu walaupun engkau tidak menyadarinya. Tetapi perkembangan dan cahayanya adalah berbeda-beda menurut tahap-tahapnya. Berapa banyak terdapat peringkat-peringkat semenjak biji kurma sampai ke tahap ia menjadi sepohon kurma yang sempurna, maka begitulah juga dalam derjat sholat. Terdapat peringkat-peringkat yang lebih banyak. Tetapi pada setiap peringkat itu terdapat dasar hakikat kenuranian tersebut.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مَنْ قَالَ اَلصَّلاَةُ عِمَادُ الدِّينِ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِٓ اَجْمَعِينَ
Maqam ini mengandungi lima jenis obat untuk lima luka hati
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ
[رَبِّ اَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَاَعُوذُ بِكَ رَبِّ اَنْ يَحْضُرُونِ]
119. Page
Katakanlah “Ya Tuhanku aku berlindungkepadaMu dari bisikan setan. Dan aku juga berlindung (pula) kepadaMu wahai Tuhan dari kedatangan mereka kepadaku” (Q.S. Almukminun: 97-98)
Wahai saudara yang ditimpa penyakit waswas! Tahukah kamu perasaan waswasmu menyerupai apa? Ia menyerupai musibah. Semakin kamu mempedulikannya semakin ia mengembang. Jika kamu tidak mempedulikannya ia akan mengempis. Jika kamu menganggapnya besar, ia akan membesar. Jika kamu menganggapnya kecil, ia akan mengecil. Jika kamu takut, ia menjadi semakin parah dan menyebabkan kamu jatuh sakit. Jika kamu tidak takut ia menjadi ringan dan kekal tersembunyi. Jika kamu tidak tahu masalahnya, ia akan selalu semakin kuat. Jika kamu tahu masalahnya dan mengenalinya, ia akan menghilang.
Sebab itu, aku akan menerangkan lima aspek waswas dari sekian banyak aspek waswas kerap terjadi itu. Mungkin ia bisa menjadi penawar untuk mengobati diriku dan dirimu. karena waswas itu seperti berikut: Kejahilan akan mengundangnya dan ilmu akan mengusirnya. Ia datang jika kamu tidak mengenalinya dan hilang jika kamu mengenalinya.
Aspek Pertama: Mula-mula setan meletakkan syubhah ke dalam hati. Kalau hati tidak menerimannya, ia akan berubah dari syubhah kepada cacian. Setan menggambarkan terbayang padanya sejumlah lintasan pikiran dan bisikan yang bertentangan dengan adab. Ia menyebabkan hati akan berkata “aduhai!” dan menjatuhkannya ke dalam rasa putus asa. Orang yang waswas menyangka bahwa hatinya tidak beradab kepada Rabb-nya. Lalu dia merasai kegelisahan dan debaran yang dahsyat. Untuk menyelamatkan diri dari masalah ini, dia melarikan diri dari hadirat Ilahi dan mau tenggelam dalam kelalaian.
Penawar bagi luka ini ialah: Dengarlah wahai yang tekena waswas yang buntu! Jangan bimbang, karena, apa yang datang kepada pikiranmu bukan cacian bahkan hayalan. Seperti menghayalkan kekufuran bukanlah kekufuran; menghayalkan cacian juga bukanlah cacian. Karena menurut ilmu mantiq, menghayalkan bukanlah hukum. Cacian pula ialah hukum. Di samping itu, kata-kata yang kotor itu bukanlah kata-kata hatimu, karena hatimu merasa sedih dan menyesal karenanya.
Bahkan ia datang dari al-lummah asy-syaitaniyyah (tempat bisikan syaitan) yang berada hampir dengan hati. Kemudaratan waswas ialah menyangka kemudaratan. Yakni, dengan menganggap ia adalah bermudarat, maka hatinya mendapat mudarat, karena dia menganggap suatu hayalan yang tidak ada hukum sebagai hakikat. Malah dia menyangka pekerjaan setan itu sebagai perbuatan hatinya sendiri. Dia menyangka kata-kata setan itu adalah dari dirinya sendiri. Oleh sebab dia merasai kemudaratan maka dia jatuh ke dalam kemudaratan. Sebenarnya itulah yang dikehendaki oleh setan.
Aspek Kedua: Ketika sejumlah makna keluar dari hati, ia masuk ke dalam hayalan tanpa memakai gambaran dan dari situlah mereka memakai gambaran. Hayalan, senantiasa menenun gambaran-gambaran di bawah sesuatu sebab. Ia meninggalkan gambaran untuk perkara yang diutamakannya di atas jalan. Makna apapun yang keluar akan dibungkus oleh hayalan dengan bentuk tadi, dikaitkan padanya, dihias, atau ditutup dengannya.
120. Page
Seandainya makna dan isinya suci dan bersih namun gambaran adalah kotor dan keji, maka hanya ada sentuhan. Orang yang ditimpa waswas keliru di antara sentuhan dan pemakaian lalu dia berkata: “Aduhai!” dan “Betapa rusaknya hatiku. Kehinaan dan kekejian nafsu ini menjadikanku sebagai hamba yang (layak) diusir.” Maka setan mendapat banyak manfaat dari perasaan yang sebegini.
Penyembuh bagi luka ini ialah: Dengarlah wahai saudara yang was-was! Sebagaimana, najis yang terdapat dalam perutmu tidak memberi efek dan membatalkan taharah lahir (kesucian luaran) yang merupakan wasilah adab kebersihan bagi sholatmu, begitu juga kedekatan makna-makna suci dengan gambaran yang kotor tidak akan memberi kemudaratan.
Contohnya kamu sedang bertafakkur tentang ayat-ayat Ilahi. Tiba-tiba suatu penyakit, ataupun suatu keinginan, ataupun sesuatu yang menggelisahkan seperti rasa mau terkencing menganggu perasaanmu. Sudah tentu hayalanmu, akan memikirkan dan mencari keperluan-keperluan serta penyelesaian untuk mengobati penyakit dan menyelesaikan masalah yang dihadapi. Ia akan menimbulkan gambaran yang jelek yang sesuai dengan keperluan tersebut dan angan-angan yang datang akan melintas di tengah-tengahnya. Sesungguhnya langsung tidak ada suatu kesalahan atau kotoran atau kemudaratan dan ataupun hal yang berbahaya dari angan-angan yang muncul. Tetapi, yang berbahaya ialah menfokuskan perhatian dan menyangka itu adalah kemudaratan.
Aspek Ketiga: Terdapat sebagian hubungan tersembunyi di antara benda-benda. bahkan terdapat kaitan pada benda-benda yang tidak pernah kamu sangka. Ya, apakah memang ada ataupun hayalanmu telah membuat ikatan itu berdasarkan bagian aktivitas yang kamu lakukan dan telah mengikat antara satu sama lain. Dari rahasia hubungan inilah maka kadang-kadang melihat sesuatu yang suci bisa mengingatkan sesuatu yang kotor. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Ilmu Bayan: Sifat berlawanan yang menjadi sebab kejauhan di alam nyata ialah, sebab kedekatan di dalam hayalan. Yakni: Perantara antara himpunan bentuk-bentuk bagi dua benda yang berlawanan ialah satu hubungan berbentuk hayalan. Bagi lintasan fikiran yang datang melalui hubungan ini dinamakan sebagai tada’i al-afkar (mendatangkan satu benda atau fikiran lain bagi satu fikiran atau satu benda kepada fikiran).
Contohnya: Ketika kamu sedang sholat, bermunajat di hadapan ka’bah dan di hadirat Ilahi, walaupun kamu dalam keadaan merenungi ayat-ayat al-Quran; tada’i al-afkar ini akan memegang dan membawamu kepada perkara-perkara yang tidak bermanfaat yang keji yang paling jauh. Sekiranya kepalamu ditimpa dengan tada’i al-afkar begini, janganlah kamu bimbang! Bahkan ketika kamu sadar, kembalilah. Jangan kamu pernah berkata: “Alangkah malangnya! Aku telah lakukan kesalahan” dan terus memikirkan tentangnya. Ini supaya hubungan yang lemah itu, tidak menjadi kuat. Karena semakin kamu terkesan dan mempedulikannya, lintasan yang lemah itu akan bertukar menjadi suatu kekuatan. Ia menjadi suatu penyakit hayalan.
Jangan takut, ia bukanlah penyakit hati. Lintasan yang begini pula biasanya (berlaku) tanpa sengaja. Terutama, ia lebih kerap pada insan-insan pemarah yang sensitif. Setan, senantiasa memanfaatkan sumber waswas yang begini.
121. Page
Penyembuh luka ini ialah: Biasanya tada’i al-afkar tanpa sengaja. Tiada pertanggungjawaban padanya. Pada tada’i juga terdapat kehampiran, tiada sentuhan dan percampuran. Oleh sebab itu sifat fikiran tidak mempengaruhi dan tidak memudaratkan satu sama lain.
Sebagaimana ilham setan dan malaikat mempunyai kehampiran di sudut-sudut hati dan kedekatan dan keberadaan abrar (orang baik) dan fujjar (orang jahat) di satu tempat tidak memudaratkan, begitu juga, seandainya hayalan-hayalan keji yang kamu tidak mau masuk ke dalam fikiranmu yang suci melalui desakan tada’i al-afkar; ia tidak memudaratkan. Melainkan jika ia dilakukan dengan sengaja ataupun sangat sibuk dengannya melalui sangkaan mudarat, kadang-kadang membuat hati menjadi letih. Untuk menghiburkan dirinya sendiri, fikiran menjadi sibuk dengan sesuatu perkara yang tidak jelas. Maka setan mendapat peluang, lalu menabur dan menyuburkan perkara-perkara keji di kepadanya.
Aspek Keempat: Sejenis waswas yang berasal dari sikap mencari-cari bentuk amalan yang paling bagus yaitu semakin seorang itu memfokuskan perhatian melalui sangkaan taqwa, maka keadaan menjadi semakin runyam.
Bahkan sudah mencapai satu tahap, di mana ketika orang itu mencari amalan yang lebih aula (utama), dia jatuh kepada perkara yang haram. Kadang-kadang,karena melaksanakan suatu amalan sunnah, menyebabkan dia meninggalkan satu kewajiban.
Dia berkata: “Apakah amalku sudah sah?” lalu mengulanginya. Keadaan ini akan berketerusan. Maka dia terjatuh ke dalam keadaan terlalu putus asa. Lalu setan mengambil kesempatan dari keadaan ini dan mencederakannya. Terdapat dua penyembuh untuk luka ini:
Penyembuh Pertama: Perasaan waswas begini sesuai dengan golongan mu’tazilah Mereka berkata: Dari sudut akhirat, Jika terdapat husun (kebaikan) pada perbuatan dan benda maka ia diperintahkan kerana husun. Namun seandainya terdapat qubuh (keburukan) pada perbuatan maka ia dilarang kerana qubuh itu. Berarti husun dan qubuh pada semua benda dan pada titik pandangan akhirat dan hakikat masalah berbentuk Dzati; maka amar (perintah) dan nahi (larangan) Ilahi adalah berdasarkannya. Menurut mazhab ini, waswas seperti berikut muncul pada setiap amalan yang dilakukan oleh insan: “Apakah amalku telah dilakukan dalam bentuk yang paling sempurna?”
Tetapi Ahli Sunnah wal Jamaah yang merupakan mazhab yang benar berkata: “Allah Subhanahu wa Taala memerintahkan satu perkara maka ia menjadi hasan (baik). Dia melarangnya, maka ia menjadi qabih (buruk). Artinya, kebaikan terjadi melalui perintah manakala keburukan (terjadi) melalui larangan. Husun dan qubuh memperhatikan pemahaman mukallaf dan menjadi tetap menurutnya. Husun dan qubuh bukanlah pada aspek lahir dan memandang dunia, bahkan pada aspek yang memandang kepada akhirat.
Contohnya, kamu sudah sholat ataupun sudah berwuduk. Sedangkan, satu sebab yang akan membatalkan sholat dan wudukmu terdapat padanya. Tetapi kamu langsung tidak sadar tentang itu. Maka, sholat dan wudukmu sah dan hasan. Mu’tazilah berkata: “Ia adalah qabih dan fasid pada hakikat. Tetapi boleh diterima darimu. Karena kamu jahil (tidak tahu) dan ada uzur.” Jadi, berdasarkan mazhab Ahli Sunnah, janganlah merasa waswas terhadap amalan yang telah kamu kerjakan menurut lahir syariat dengan berkata: “Apakah ia sudah sah?” Tetapi, katakanlah: “Apakah ia sudah diterima? Janganlah takbur dan merasa ujub.
122. Page
Penyembuh Kedua: Tiada kesulitan dalam agama “لاَ حَرَجَ فِى الدِّينِ”. Memperhatikan empat mazhab adalah benar; memandangkan memahami kesalahan yang menyebabkan istighfar lebih diutamakan terhadap orang yang waswas begini dibandingkan bersandar kepada amalan soleh yang mengakibatkan kesombongan, yakni dari orang yang waswas begini menganggap amalannya sebagai baik lalu jatuh ke dalam kesombongan, maka adalah lebih baik sekiranya dia melihat amalannya sebagai kurang lalu beristighfar.
Memperhatikan hal begini, buanglah rasa waswas lalu berkatalah kepada setan: “Hal ini satu kesusahan. Mengetahui hakikat paling benar sangat sulit. Ia berlawanan dengan kemudahan yang ada dalam agama. Ia bertentangan dengan prinsip “لاَ حَرَجَ فِى الدِّينِ” dan “اَلدِّينُ يُسْرٌ”. Sudah pasti amalanku yang begini adalah sesuai dengan mazhab yang benar. Ia sudah cukup bagiku.
Malahan, sekurang-kurangnya, ia adalah wasilah (perantara) atas doa dengan penuh rasa rendah diri agar kesalahanku diampunkan dan amalanku yang cacat diterima dengan cara berlindung di bawah belas kasihan Ilahi melalui istighfar dan tadharru’(rayuan) karena aku tidak dapat menunaikan ibadah dengan cara yang selayaknya sambil mengakui kelemahanku.”
Aspek Kelima: Perasaan waswas yang datang dalam bentuk keraguan pada masalah-masalah keimanan. Kadang-kadang orang yang ditimpa waswas keliru antara menghayalkan dan memikirkan. Yakni: Dia bertawahhum (menyangka) bahwa keraguan yang datang atas hayalan adalah keraguan yang telah masuk ke dalam akal lalu dia menganggap akidahnya telah rosak.
Malah, kadang-kadang dia menganggap bahwa satu keraguan yang disangkakannya adalah satu perasaan syak yang memudaratkan keimanan. Kadang-kadang dia menganggap bahwa satu keraguan yang terlintas adalah satu keraguan yang telah masuk ke dalam tasdiq akal (pengakuan akal). Kadang-kadang dia menganggap pemikirannya pada satu masalah kufur sebagai kekufuran. Yakni dengan memahami sebab-sebab kesesatan, dia menganggap bahwa putaran dan kajian daya pikir serta pertimbangannya yang tidak berpihak adalah menyalahi keimanan. Justeru, kerana takut dari tanggapan-tanggapan tersebut yang merupakan akibat talqinat (bisikan) setan, dia berkata: “Aduhai! Hatiku sudah rusak dan akidahku sudah sesat.” Karena kebanyakan masalah ini tanpa niat, lantas, karena dia tidak dapat membetulkannya melalui ikhtiar, maka dia jatuh ke dalam rasa putus asa.
Penawar bagi luka ini ialah: Sebagaimana menghayalkan kekufuran bukanlah kekufuran; maka meragukan kekufuran juga bukanlah kekufuran. Sebagaimana menggambarkan kesesatan bukanlah kesesatan, maka memikirkan kesesatan juga bukanlah kesesatan. Karena takhayyul, tawahhum, tasawwur dan tafakkur adalah berbeda dan berlainan dengan tasdiq (pengakuan) akal dan iz’an (keyakinan) hati. Pasalnya, aktivitas membayangkan, menghayalkan dan memikirkan merupakan sesuatu yang relatif bebas. Karenanya ia tidak disertai kesengajaan yang berasal dari kehendak manusia serta tidak tunduk pada ukuran keagamaan. Sementara pembenaran (Tasdiq) dan ketundukan (iz’an) tidak demikian.. Keduanya adalah mengikut satu neraca. Sebagaimana takhayyul, tawahhum, tasawwur dan tafakkur bukanlah tasdiq dan iz’an, masalah itu juga tidak dihitung sebagai keraguan dan kesangsian. Tetapi jika ia sampai ke tahap
123. Page
yang tetap kerana sering diulang-ulang tanpa keperluan, ketika itu sejenis keraguan yang sebenar boleh lahir darinya.
Lalu karena selalu berseberangan atas nama prosedur rasional yang netral dan objektivitas, orang yang mendapatkan bisikan tersebut secara tidak sadar tergelincir dalam kondisi sebagai oposisi. Pada saat itulah ia tidak mau melakukan berbagai tugasnya terhadap Tuhan sehingga binasa. Sebab dalam benaknya tertanam kondisi yang menyerupai pihak yang mewakili musuh setan.
Barangkali di antara bentu was-was yang paling berbahaya ialah ketika orang terkena was-was itu tidak dapat memahami sesuatu yang bersifat mungkin secara zatnya dan yang bersifat mungkin secara akal. Yakni dengan benaknya ia merasa dan dengan akalnya ia meragukan hal yang bersifat mungkin. Padahal terdapat sebuah kaedah dalam ilmu kalam yang berbunyi “Suatu yang bersifat mungkin tidak bertentangan dengan kaedah ilmiah. Karena itu, tidak ada pertentangan dan kontradiksi antara sesuatu yang bersifat mungkin secara zatnya dan sesuatu yang bersifat aksiomatis”.
Contohnya: Kekeringan Laut Hitam ke dalam bumi pada minit ini adalah mungkin pada dirinya dan itu adalah kemungkinan melalui imkan dzati. Hanya saja kita menganggap secara yakin dan mengetahui tanpa keraguan bahwa laut itu ada di tempatnya, dan kemungkinan (imkan dzati) itu tidak memberi keraguan kepada kita, tidak mendatangkan keraguan dan tidak merusakkan keyakinan kita.
Contohnya lagi:kemungkinan pada matahari untuk tidak terbenam pada hari ini ataupun tidak terbit pada esok hari. Sedangkan kemungkinan ini tidak memudaratkan keyakinan kita dan tidak pernah mendatangkan keraguan.
Justeru, seperti ini juga, contoh waham-waham (keraguan) yang datang pada sudut imkan dzati terhadap terbenamnya kehidupan duniawi dan terbitnya kehidupan ukhrawi yang merupakan hakikat-hakikat keimanan tidak mungkin memudaratkan keyakinan iman.
Malah kaedah masyhur iaitu “لاَ عِبْرَةَ لِلْاِحْتِمَالِ الْغَيْرِ النَّاشِئِ عَنْ دَلِيلٍ” (Kermungkinan yang tidak berdasarkan dalil tidak dapat dijadikan pegangan).
Jika kamu berkata: Berdasarkan hikmah apakah maka waswas yang memudaratkan dan mengganggu orang mukmin menjadi musibah kepada kami?
Jawaban: Dengan syarat tidak sampai kepada ifrat (keterlaluan) serta tidak mengaku menang, perasaan waswas akan menimbulkan kesadaran, penyeru kepada penelitian dan wasilah (jalan) kepada keseriusan. Ia membuang sifat tidak peduli dan meninggalkan sifat ketidak seriusan. Karena itulah al-Hakimul Mutlaq, menyerahkan waswas ke tangan setan sebagai cemeti semangat kepada kita di negara ujian dan medan musabaqah (perlombaan) ini. Ia memukul kepala manusia. Seandainya ia sangat menyakitkan, maka (kita) perlu mengadu kepada al-Hakimur Rahim dan perlu berkata “اَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ”.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَليمُ الْحَكيم ُ
رَبِّ اشْرَحْ لِى صَدْرِى وَيَسِّرْ لِى اَمْرِى وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِنْ لِسَانِى يَفْقَهُوا قَوْلِى
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى الذَّاتِ الْمُحَمَّدِيَّةِ اللَّطِيفَةِ الْاَحَدِيَّةِ شَمْسِ سَمَاءِ الْاَسْرَارِ وَ مَظْهَرِ الْاَنْوَارِ وَ مَرْكَزِ مَدَارِ الْجَلاَلِ وَ قُطْبِ فَلَكِ الْجَمَالِ اَللّٰهُمَّ بِسِرِّهِ لَدَيْكَ وَ بِسَيْرِهِ اِلَيْكَ امِنْ خَوْفِى وَ اَقِلْ عُثْرَتِى وَ اَذْهِبْ حُزْنِى وَ حِرْصِى وَ كُنْ لِى وَ خُذْنِى اِلَيْكَ