Kalimah Kedua Puluh Sembilan

202. Page

KALIMAH KEDUA PULUH SEMBILAN

 

Tentang Kebaqaan Roh, Malaikat dan Hasyir

 

 

اَعُوذُ بِاللّٰهِ مِنَ الشَّـيْطَانِ الرَّجِيمِ

بِسْـمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

 

[تَنَزَّلُ الْمَلٰئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ]

 

“Pada malam itu turun para malaikat dan Ruh (Jibril) dengan izin Tuhanmu untuk mengatur semua urusan” (Q.S. Al-Qadr, 97:4)

 

[قُلِ الرُّوحُ مِنْ اَمْــرِ رَبِّى]

 

“Katakanlah (Hai Muhammad) Ruh itu termasuk urusan Tuhanku” (Q.S.Al Israa’, 17:85)

 

Maqam ini terdiri dari dua tujuan utama dan satu mukadimah.

 

Mukaddimah:

Boleh dikatakan bahwa kewujudan para Malaikat dan Rohaniyyun adalah sepasti kewujudan manusia dan hewan. Ya, sebagaimana telah diterangkan dalam ‘Anak Tangga Pertama Kalimah Kelima Belas’, secara pasti, hakikat selalu mewajarkan dan meyakinkan, hikmah menginginkan kewujudan penduduk langit seperti bumi. Para penduduk itu sewajarnya mempunyai akal. Para penghuni itu juga perlu sesuai dengan langit itu. Menurut syariat, para penghuni (langit) yang sangat banyak jenis itu dinamakan sebagai malaikat dan Rohaniyyun. Ya, hakikat menghendaki demikian. Karena, bersama dengan kekerdilan dan kehinaannya, jika dibandingkan dengan langit, pemenuhan bumi kita ini dengan makhluk-makhluk yang berakal dan kadang-kadang dikosongkan lalu dimeriahkan kembali dengan makhluk-makhluk berakal yang baru mengisyaratkan secara jelas bahwa langit yang memiliki bintang-bintang yang hebat bagaikan istana-istana yang indah itu juga semestinya penuh dengan makhluk-makhluk bernyawa yang merupakan cahaya bagi cahaya kewujudan dan makhluk berakal yang merupakan cahaya bagi benda hidup dan makhluk-makhluk yang ada akal. Makhluk-makhluk itu juga ialah para penonton istana alam ini, para pengkaji kitab alam semesta ini dan juru bicara kesultanan rububiyyah ini seperti manusia dan jin. Mereka mewakili zikir-zikir maujudat alam semesta yang besar dan menyeluruh melalui ubudiyyah mereka yang menyeluruh dan umum.

 

Ya, keadaan alam semesta ini memperlihatkan kewujudan mereka. Karena penataan alam semesta dan seni hiasannya yang sangat halus yang tidak terhitung, dan tidak tertandingi kecantikannya dan dengan ukiran yang penuh hikmah secara jelas menginginkan pandangan dan menuntut kewujudan para pemikir dan pemuja serta para pemberi penghargaan yang 

203. Page

kagum sesuai kondisinya. Ya, sudah tentu kecantikan menginginkan seorang pencinta. Makanan diberikan kepada yang lapar.Karena itu, makanan dan santapan hati di dalam kecantikan seni yang tidak bertepi itu tentunya memandang kepada para malaikat dan rohaniyyin dan memperlihatkan mereka. Penghiasan yang tidak terkira ini menginginkan tugas tafakkur dan ubudiyyah yang tidak berkesudahan. Sedangkan insan dan jin hanya bisa melakukan satu saja dari sejuta tugas yang tidak berujung, pemantauan yang berhikmah dan ubudiyyah yang luas itu. Ini berarti, untuk tugas dan ibadah yang tidak berkesudahan dan sangat bermacam-macam memerlukan jenis-jenis malaikat dan rohaniyyin yang tidak terhitung bilangannya supaya masjid besar alam ini dipenuhi dan dimeriahkan dengan saf mereka. Ya, pada setiap sudut dan kawasan di alam semesta ini terdapat satu golongan dari golongan rohaniyyin dan malaikat yang ditugaskan dengan tugas ubudiyyah masing-masing. Melalui isyarat sebagian riwayat Hadith dan melalui hikmah penyusunan alam ini, boleh dikatakan bahwa diawali dari sebagian planet, benda-benda kaku yang bergerak sehingga kepada tetes-tetes hujan, semuanya adalah bahtera dan kenderaan bagi sebagian malaikat. Malaikat-malaikat itu menaiki planet-planet tersebut dengan keizinan Ilahi. Mereka menonton alam syahadah dan menjelajahinya dan mereka mewakili zikir dan wirid kenderaan mereka itu.



Boleh juga dikatakan bahawa sebagian makhluk bernyawa, sebagaimana telah diisyaratkan dalam sebuah Hadith , roh ahli surga akan memasuki perut burung-burung hijau di alam barzakh dan akan berjalan-jalan di surga. Berawal dari burung-burung surga yang dinamakan “طيُورٌ خُضْرٌ”, (burung-burung hijau) sampai lalat, semua itu pesawat bagi roh. Roh-roh itu masuk ke dalam makhluk-makhluk tersebut dengan perintah al-Haq. Mereka berjalan-jalan di alam jasmani. Mereka menyaksikan mukjizat fitrah pada alam jasmani melalui pancaindera seperti mata dan telinga pada jasad yang bernyawa itu. Mereka mengucapkan tasbih khusus mereka. Sebagaimana hakikat menghendaki demikian, begitu juga yang dilakukan oleh hikmah. Karena, al-Fatirul Hakim selalu menjadikan kehidupan yang latif dan pemilik kesadaran yang bercahaya melalui perbuatan yang giat dari tanah yang hitam dan sedikit kaitannya dengan roh dan dari air yang keruh dan sangat sedikit hubungannya dengan nur kehidupan itu. Maka, sudah tentu terdapat sebagian makhluk berakal yang sangat layak kepada roh dan sangat cocok dengan kehidupan bagi lautan cahaya itu hatta bagi laut kegelapan, dari unsur-unsur yang latif seperti udara dan listrik. Bahkan terdapat sangat banyak.

 

Tujuan Pertama:

Membenarkan Malaikat ialah satu Rukun Keimanan. Terdapat empat ulasan utama dalam maksud ini.

 

Asas Pertama: Kesempurnaan kewujudan adalah melalui kehidupan. Bahkan kewujudan hakiki bagi kewujudan adalah melalui kehidupan. Kehidupan adalah cahaya kewujudan. Akal adalah cahaya kehidupan. Kehidupan adalah permulaan dan asas setiap benda. Kehidupan menjadikan semua benda dimiliki oleh setiap benda hidup. Kehidupan menjadikan satu benda ibarat pemilik bagi semua benda. Melalui kehidupan, satu benda yang bernyawa bisa berkata: “Semua benda itu adalah milikku. Dunia ialah rumahku. Alam semesta ialah pemilikanku yang diberikan oleh Pemilikku. 


204. Page

Sebagaimana cahaya adalah sumber jisim-jisim dapat dilihat dan menurut satu pendapat ia adalah sebab kewujudan warna, maka begitulah juga kehidupan. Ia adalah pembuka kewujudan dan sebab kepada pelaksanaan metodologi. Ia juga sesuatu yang menjadikan juzuk yang juz’i menjadi kull yang kulli serta sebab adanya benda-benda yang kulli ke dalam satu juzuk. Ia adalah sebab bagi semua kesempurnaan wujud seperti mencampurkan dan menyatukan benda-benda yang tidak terhitung lalu menjadikannya sumber kepada keesaan dan penerima bagi roh. Bahkan kehidupan adalah sejenis tajalli wahdah pada peringkat-peringkat kathrah (makhluk) dan cermin ahadiyyah (keesaan) dalam peringkat kathrah.

 

Lihat, seandainya suatu jisim yang tidak bernyawa itu besar seperti gunung sekalipun, ia adalah yatim, terasing dan menyendiri. Hubungannya hanya ada dengan tempat yang didiaminya dan dengan benda-benda yang bercampur dengannya. Bagi gunung itu, apa saja perkara lain yang ada di alam semesta, adalah tidak ada. Karena ia tidak memiliki apapun kehidupan berkaitan dengan kehidupan dan tidak memiliki apa jua akal untuk ia terpaut dengannya (akal). Sekarang perhatikanlah jisim (benda) yang sangat kecil. Sebagai contoh, lebah madu. Ketika kehidupan memasukinya, ia membangun hubungan dengan seluruh alam semesta sehingga ia dapat melakukan akad perdagangan dengan seluruh alam semesta terutamanya bunga-bungaan dan tumbuh-tumbuhan di bumi sehingga ia bisa berkata: “Bumi ini ialah kebun dan tempatku berdagang”.


Justeru, selain dari pancaindera zahir dan batin yang masyhur, bersatu dengan akal pendorong dan penyemarak yang tidak masyhur, lebah itu menjadi pemilik bagi pengkhususan, kemesraan, pertukaran dan penggunaan dengan kebanyakan makhluk di dunia. seandainya kehidupan memperlihatkan bukti seperti ini terhadap benda hidup yang paling kecil, sudah tentu ketika ia naik ke martabat tertinggi yaitu kehidupan lapisan manusia, ia dapat melakukan peluasan, perkembangan dan penyinaran sehingga benda hidup itu dapat menjelajah di alam-alam tinggi, alam roh dan alam jasmani dengan akalnya sebagaimana seorang insan memasuki kamar-kamar di rumahnya sendiri dengan akal yang merupakan cahaya kehidupan.


Yakni, sebagaimana makhluk berakal dan bernyawa itu bermusafir ke alam-alam itu secara maknawi, alam-alam itu juga menjadi musafir di dalam kaca roh makhluk berakal itu. Kemudian ia datang sebagai gambar dan masuk ke dalam bentuk yang sama. Kehidupan adalah burhan keesaan Dzat Dzul Jalal yang paling terang, sumber nikmat-Nya yang paling besar, tajalli belas kasihan-Nya yang paling latif dan hasil seni ukiran suci-Nya yang paling rahasia dan tidak diketahui.


Ya, (kehidupan) adalah rahasia dan halus. Karena kehidupan tumbuhan yang merupakan jenis kehidupan yang paling rendah dan kebangkitan intisari kehidupan pada benih yang merupakan peringkat paling utama bagi kehidupan tumbuhan itu, yakni adalah sangat jelas ia bangun lalu sambil terbelah ia tumbuh membiak, di dalam kathrah, mabzuliyyah (kemurahan) dan di dalam ulfah (kebiasaan), dan kekal terselindung dari pandangan hikmah manusia sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam. Hakikatnya belum pernah benar-benar dibongkar melalui akal manusia. Kehidupan juga suci dan bersih setahap itu kerana dua wajahnya yakni wajah mulk dan malakutnya adalah bersih, murni dan jernih. Tanpa meletakkan tabir asbab, tangan qudrat menyantuninya secara langsung. Tetapi untuk menjadi asas bagi masalah-masalah khusus dan 

205. Page

cara-cara lahir yang tidak murni yang tidak sesuai dengan ‘izzah (kemuliaan) qudrat, ia telah menjadikan sebab-sebab lahir sebagai tabir.


Hasilnya: Boleh dikatakan bahwa seandainya tiada kehidupan, kewujudan bukanlah kewujudan dan tiada bedanya dengan ketiadaan. Kehidupan ialah cahaya roh. Akal ialah nur kehidupan. Melihat kehidupan dan akal adalah penting di level ini; memperhatikan bahwa dapat disaksikan di alam ini terdapat penyusunan sempurna yang paling sempurna dan kelihatan suatu ketekunan yang muhkam (kukuh) dan kelancaran yang paling berhikmah di alam semesta ini; memperhatikan dunia kita yang sengsara dan bumi kita yang bingung dipenuhi dengan benda yang hidup, mempunyai roh dan kesadaran yang tidak terkira dan terhitung banyaknya, sudah tentu melalui kefahaman yang benar dan keyakinan yang putus, dapat dihukumkan bahwa istana-istana langit dan buruj-buruj tinggi itu juga mempunyai para penghuni yang hidup dan berakal yang sesuai dengan tempat-tempat itu. Sebagaimana ikan tinggal dalam air, dalam api matahari juga itu terdapat para penghuni yang bercahaya. Sesungguhnya api tidak pernah membakar cahaya bahkan api memberi bantuan kepada cahaya.


Memikirkan karena memang dapat disaksikan bahwa qudrat azali menjadikan benda hidup dan mempunyai roh dalam jumlah yang tidak terhitung dari bahan-bahan yang biasa dan dari unsur-unsur yang paling hitam; mengubah bahan yang hitam kepada bahan yang latif melalui perantaraan kehidupan dengan penuh keprihatinan; memercikan nur kehidupan pada setiap benda dengan banyak dan menyadur banyak benda dengan cahaya akal, sudah tentu melalui qudrat-Nya yang tidak ada kekurangan dan dengan hikmah-Nya yang tidak ada kecacatan ini, al-Qadirul Hakim itu tidak akan melengahkan dan membiarkan bahan-bahan latif lain yang bergerak, hampir (cirinya) dan sesuai dengan roh seperti cahaya dan esensi halus angkasa (aether) sebagai (benda yang) tidak hidup, kaku dan tiada akal. Bahkan Dia menciptakan benda yang hidup dan mempunyai roh dengan banyak dari unsur cahaya, bahkan kegelapan, bahkan dari bahan bakhteri halus angkasa, bahkan dari makna, bahkan dari udara dan dari kalimah. Malah Dia menjadikan dari bahan-bahan latif yang bergerak itu makhluk-makhluk rohani yang sangat banyak dan berbeda-beda seperti jenis-jenis hewan yang sangat berlainan. Sebagian mereka adalah para malaikat, sebagian lagi ialah rohaniyyun dan jenis-jenis jin. Untuk memahami di level mana menerima kewujudan malaikat dan rohaniyyun yang banyak adalah hakikat, jelas dan maakul (masuk akal), dan di level mana tidak menerima mereka seperti yang telah dijelaskan al-Quran adalah khurafat, kesesatan, hayalan aneh dan kegilaan yang menyalahi hakikat dan bertentangan dengan hikmah, maka perhatikan dan lihatlah perumpamaan berikut:


Dua orang badwi, seorang mundur manakala seorang lagi maju dan bijak menjadi sahabat lalu pergi ke sebuah kota yang hebat seperti Istanbul. Jauh di penjuru kota yang maju itu, mereka bertemu dengan sebuah rumah dan kilang yang kotor, jelek dan kecil. Mereka jumpai bahwa rumah itu penuh dengan para pekerja, orang susah dan orang miskin. Mereka bekerja di sebuah pabrik yang hebat. Kawasan sekitar rumah itu juga penuh dengan benda-benda yang mempunyai roh dan hidup. Tetapi terdapat asas hidup dan syarat-syarat kehidupan yang khusus bagi mereka yaitu sebagian mereka memakan tumbuhan dan hanya hidup dengan tumbuh-tumbuhan. Sebagian lagi memakan ikan. Mereka tidak makan benda lain selain ikan. Keadaan ini dilihat oleh kedua orang tadi. Kemudian mereka amati bahwa di kejauhan kelihatan 

206. Page

ribuan istana yang indah dan mahligai yang tinggi. Di tengah-tengah istana-istana itu terdapat kawasan kerja yang luas serta halaman-halaman yang lapang. Akibat kejauhan ataupun karena kelemahan mata kedua orang itu ataupun kerana para penghuni istana itu bersembunyi, maka para penghuni istana itu tidak kelihatan oleh mereka berdua. Syarat-syarat kehidupan (yang terdapat) di sekitar rumah yang jorok itu juga tidak ada di istana itu. Karena mereka tidak kelihatan sebab itu dan oleh sebab keadaan kehidupan di sini tidak terdapat di sana, maka si badwi yang mundur dan langsung tidak pernah melihat kota itu berkata: “Istana-istana itu kosong tidak ada penghuni, tidak didiami dan tidak terdapat makhluk yang mempunyai roh di dalamnya.” Maka dia beripikir bodoh dan sangat bodoh. Orang kedua berkata: “Wahai sahabatku yang keras kepala! Kamu sendiri nampak bahwa rumah yang buruk dan kecil ini telah dipenuhkan dengan makhluk yang mempunyai roh dan dengan para pekerja, dan ada seseorang selalu menyegarkan ini semua dan menggunakannya. Tengok, di sekitar rumah ini tidak terdapat tempat yang kosong. Ia dipenuhi dengan benda hidup dan yang mempunyai roh. Mungkinkah sama sekali bahwa tidak ada penghuni yang sesuai dengan kota yang tersusun, perhiasan yang berhikmah dan istana yang berseni yang kelihatan oleh kita dari jauh itu? Sudah tentu semua istana itu adalah penuh dan terdapat keadaan kehidupan lain yang sesuai dengan apa yang tinggal di tempat-tempat itu. Ya, kemungkinan, sebagai ganti rumput mereka memakan kueh. Sebagai ganti ikan mereka memakan baklava (sejenis manisan Turki). Tersembunyinya mereka akibat kejauhan ataupun ketidakmampuan mata ataupun karena mereka bersembunyi tidak bisa menjadi dalil bahwa mereka tidak ada. Sesungguhnya sesuatu yang tidak kelihatan tidak semestinya mengisyaratkan ketidak wujudannya. Tersembunyinya tidak pernah menjadi hujah kepada ketiadaannya.”

 

Seperti perumpamaan tadi, bersama dengan kehinaan dan kelegapannya, perihal bola bumi yang berada di kalangan jirim-jirim tinggi dan jisim-jisim bergerak ini sebagai tanah air kepada makhluk yang mempunyai roh dan hidup sebanyak ini, perihal bagian-bagiannya bahkan yang paling buruk dan busuk turut menjadi sumber kehidupan dan perihalnya sebagai tempat himpunan binatang kecil, secara tuntas dan jelas, dengan jalan yang paling utama, dengan kefahaman yang benar dan dengan keyakinan yang qat’i mengisyaratkan, menjadi saksi dan mengumumkan bahwa ruang udara alam yang tidak bertepian itu, langit yang hebat dengan buruj-buruj serta bebintangnya itu adalah penuh dengan makhluk berakal, benda hidup dan makhluk yang mempunyai roh.


Syariat Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam dan al-Quran mu’jizul Bayan menyebut dan menamakan benda-benda hidup, ada roh dan ada akal yang dijadikan dari api, cahaya, nyalaan, sinaran, kegelapan, udara, suara, bau, kalimah, jirim halus angkasa, hatta listrik dan dari benda-benda latif lain yang bergerak itu sebagai malaikat, jin dan makhluk rohani. Jenis-jenis malaikat berlainan sebagaimana jenis-jenis jisim. Ya, sudah tentu malaikat yang diwakilkan kepada setetes hujan adalah bukan malaikat yang diutuskan kepada matahari. Jin dan makhluk rohani juga mempunyai jenis-jenis berlainan yang sangat banyak.


Penutup ulasan dasar ini: Melalui pengalaman, unsur bukanlah asal sehingga kewujudan dikerahkan untuknya dan mengikutinya. Bahkan unsur berdiri dengan sesuatu arti. Sesungguhnya arti itu ialah kehidupan dan roh. Memang dapat disaksikan bahwa bahan bukanlah yang dikhidmati sehingga setiap benda dikembalikan kepadanya. Bahkan (bahan ialah) budak yang berkhidmat. Ia berkhidmat untuk menyempurnakan satu hakikat. Hakikat itu 

207. Page

ialah kehidupan. Asas hakikat itu ialah roh. Secara jelas bukannya bahan yang menguasai sehingga ia dirujuki dan kesempurnaan diminta darinya. Bahkan ia dikuasai. Ia memandang hukum sesuatu asas serta bergerak melalui jalan-jalan yang diperlihatkan oleh hukum tersebut.

 

Sesungguhnya, asas itu ialah kehidupan, roh dan akal. Sudah tentu juga bahan bukanlah intipati dan bukan asas dan bukanlah tempat tinggal sehingga amal dan kesempurnaan diletakkan diatasnya dan dibangun untuknya. Bahkan bahan ialah cengkerang dan kulit dan buih dan rupa yang siap dipecahkan, dicairkan dan dikoyakkan.

 

Ketahuilah seekor hewan kecil yang tidak dapat dilihat melainkan melalui mikroskop mempunyai panca indera yang sangat tajam sehingga ia mendengar suara kawannya, melihat rezkinya dan mempunyai indra rasa yang sangat sensitif dan tajam. Hal ini menunjukan bahwa kesan-kesan kehidupan semakin bertambah dan cahaya roh makin banyak menurut nisbah sesuatu bahan itu dikecilkan dan dihaluskan. Seolah-olah apabila bahan semakin mengecil dan semakin jauh dari sifat maddi kita, ia bagaikan menghampiri alam roh, alam kehidupan dan alam akal. Lalu bara panas roh dan cahaya kehidupan bertajalli dengan lebih terang.

 

Apakah mungkin sama sekali bahwa pada tabir bahan ini terdapat tetesan kehidupan, akal dan roh, tetapi alam batin di sebalik tabir itu tidak dipenuhi dengan makhluk yang mempunyai roh dan akal?

Apakah mungkin sama sekali bahwa tetesan yang tidak terhitung, roh, kehidupan dan hakikat pada ‘maddiyah’ dan alam syahadah ini dan sumber-sumber kilauan dan buah-buah hanya dirujuk kepada bahan dan pergerakan bahan lalu diterangkan begitu? Hasya wa qat’a dan sekali-kali tidak!


Tetesan dan kilauan yang tidak terhitung ini memperlihatkan bahwa alam maddiyyah dan syahadah ialah tabir berenda yang telah ditutup diatas alam malakut dan alam roh.

Asas Kedua: Boleh dikatakan bahwa terdapat perselisihan mereka pada uraian, namun semua ahli akal dan naqal secara sadar atau tidak telah sepakat tentang kewujudan malaikat, ketetapan para rohaniyyin dan kewujudan hakikat melalui ijma’ maknawi. Bahkan, tanpa mengingkari makna malaikat, para cendekiawan falsafah Isyraq[1] dan kelompok Masyaiyun[2] (pendukung falsafah Aristotle) yang sangat populer dalam bab maddiyyah (materialistik) mengatakan bahwa setiap jenis malaikat mempunyai perihal yang semata-mata rohani. Begitulah yang mereka katakan tentang malaikat. Bijak pandai lama dari kumpulan Isyraq juga terpaksa menerima malaikat pada artinya namun secara salah mereka telah memberikan nama ‘Uqul ‘Asyarah dan Arbabul Anwa’. Semua ahli agama juga, menerima kewujudan malaikat yang diwakilkan berdasarkan kepada setiap jenis seperti malaikat gunung, malaikat laut dan malaikat hujan melalui ilham dan bimbingan wahyu lalu mereka menamakannya menurut nama-nama itu. Hatta golongan Maddiyyun dan Tabiiyyun yang akal mereka telah jatuh ke mata (hanya mempercayai apa yang dilihat) dan secara maknawi telah jatuh dari tahap manusia ke tahap

 

 




208. Page

benda kaku juga tanpa dapat mengingkari makna malaikat[1]dalam naskhah yang lain terpaksa menerima (kewujudan malaikat) pada satu sudut melalui nama ‘kuasa yang tidak terbatas’.

Wahai manusia buntu yang memperlihatkan keraguan pada penerimaan para malaikat dan rohaniyyin! Kepada apa engkau bersandar? Hakikat manakah yang engkau percayai sehingga engkau membantah keberadaan dan pembuktian serta arti para malaikat oleh semua ahli akal secara tahu atau tidak serta tidak menerima kesepakatan mereka tentang pembuktian para rohaniyyin?

Sesungguhnya telah ditetapkan dalam asas pertama bahwa kehidupan adalah pembongkar maujudat bahkan hasil akhir dan saripatinya. Semua para pemikir telah sepakat pada menerima arti malaikat dan muka bumi kita ini telah dimeriahkan dengan hebat dengan benda yang hidup dan mempunyai roh sebanyak ini. Dengan demikian, mungkinkah sama sekali bahwa cakrawala yang luas itu kosong dari penghuni dan langit yang latif itu tiada penduduknya? Janganlah pernah terlintas bahwa peraturan dan undang-undang yang berjalan dalam alam ciptaan ini mencukupi untuk kehidupan alam semesta. Karena  peraturan-peraturan yang berjalan dan undang-undang yang menguasai itu adalah perintah-perintah yang berbentuk iktibar dan dustur-dustur yang akan hilang. Semua bisa dihitung sebagai tidak ada. Seandainya tidak ada ‘ibadullah (hamba-hamba Allah) yang dinamakan malaikat yang akan mewakili mereka, memperlihatkan mereka dan memegang tali kendali mereka di tangan mereka, maka Allah tidak akan menentukan satu kewujudan kepada peraturan-peraturan dan undang-undang itu. Dia tidak akan menjelmakan satu identitas. Ia tidak akan menjadi satu hakikat luar. Sedangkan “kehidupan ialah suatu hakikat luar.” “Sesungguhnya perkara yang waham (diragui) tidak boleh dibebankan ke atas hakikat luar.”

Hasilnya: Memperhatikan ahli hikmah dan ahli agama serta ashabul ‘aqli dan naqli telah sepakat secara maknawi bahwa maujudat tidak terbatas kepada alam syahadah ini saja dan melihat bahwa alam syahadah yang zahir tidak sesuai dengan benda kaku dan pembentukan roh telah dihiasi dengan makhluk yang mempunyai roh sebanyak ini, sudah tentu, kewujudan adalah tidak terbatas kepadanya (saja). Bahkan terdapat lebih banyak peringkat kewujudan yang jika dinisbahkan kepada mereka alam syahadah adalah tabir yang terukir.

Memperhatikan alam ghaib dan alam maknawi yang sesuai dengan roh juga perlu dengan roh sebagaimana laut penuh dengan ikan dan memperhatikan semua perintah menjadi saksi bagi kewujudan makna malaikat, sudah tentu tanpa syak dan keraguan, bentuk yang paling cantik bagi kewujudan malaikat dan hakikat rohaniyyin serta cara yang paling maakul (masuk akal) yang boleh diterima dan dihargai oleh akal yang sejahtera ialah seperti yang telah dijelaskan dan diterangkan oleh al-Quran. Al-Quran Mu’jizul Bayan itu berkata: “Para malaikat ialah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak pernah menyalahi perintah. Mereka akan melaksanakan apa saja yang telah diperintahkan (ke atas mereka). Para malaikat ialah jisim-jisim latif yang nurani. Mereka terbagi kepada jenis-jenis yang berlainan.”


[1] Dalam naskhah yang lain mereka tidak dapat menemui ruang untuk mengengkari makna malaikat dan hakikat rohaniyyin, bahkan dari fitrah undang-undang mereka, dengan memberikan nama quwwah as-Sariyah yaitu kekuatan yang bergerak, mereka terpaksa mengakui kebenarannya dari satu sudut melalui satu gambaran dalam satu bentuk yang salah. (Wahai mereka yang menyangka dirinya bijak!...)

209. Page

Ya, sebagaimana manusia ialah satu umat, pembawa, wakil dan contoh syariat Ilahi yang datang dari sifat kalam-Nya, begitu juga para malaikat. Mereka juga ialah umat yang besar yang mana bagian pekerja mereka ialah pembawa, wakil dan contoh aturan penciptaan yang datang dari sifat Iradah-Nya. Mereka ialah sekumpulan ‘ibadullah yang mengikut perintah Qudrat al-Fatir dan Iradah Azali yang merupakan al-Muassirul Haqiqi (pemberi kesan yang sebenar) yang tiap-tiap jirim tinggi (di angkasaraya) adalah ibarat masjid dan tempat mereka beribadah.

Asas Ketiga: Masalah malaikat dan rohaniyyin adalah dari masalah berikut: Pembuktian yang menyeluruh diketahui melalui kewujudan satu bagian. Dengan melihat sebagiannya maka kewujudan semua jenis dapat diketahui. Karena siapa saja yang mengengkari (satu juzuknya) maka dia mengengkari semuanya. Yang menerima satu juzuk (bagi sesuatu benda), maka dia terpaksa menerima keseluruhan jenis benda tersebut. Dengan demikian, maka perhatikan: “Tidakkah engkau melihat dan mendengar bahwa semua ahli agama, di semua kurun, dari zaman Nabi Adam sampai sekarang telah sepakat tentang kewujudan malaikat dan kebenaran para rohaniyyin? Mereka telah ijma’, tentang pembicaraan (manusia) dengan para malaikat, penyaksian mereka terhadapnya dan periwayatan mereka darinya sebagaimana kelompok manusia berbicara, berbincang dan meriwayatkan dengan dan dari satu dengan lainnya.”

Seandainya tiada seorangpun dari diri malaikat tidak pernah dilihat dengan jelas, dan seandainya kewujudan seseorang atau beberapa orang sememangnya tidak diketahui secara yakin dan seandainya kewujudan mereka yang jelas dan dapat disaksikan itu tidak dirasai, maka adakah mungkin sama sekali bahwa ijma’ dan kesepakatan seperti ini akan berterusan? Mungkinkah kesepakatan pada masalah positif dan wujud seperti ini terus berlaku secara berterusan dan mutawatir dalam bentuk yang didasarkan kepada penyaksian?

Apakah mungkin sama sekali asas iktiqad umum ini bukan merupakan prinsip yang wajib dan perintah yang jelas? Dan apakah mungkin sama sekali bahwa satu waham yang tidak berdasar terus menerus bisa kekal dalam kehidupan manusia? Apakah mungkin sama sekali sanad ahli agama itu dan ijma’ agung ini tidak menjadi pemahaman yang diyakini dan tidak menjadi keyakinan yang diakui? Apakah mungkin sama sekali bahwa pemahaman yang diyakini dan keyakinan yang diakui itu tidak bersandar kepada tanda-tanda yang tidak diperhitungkan, dan tanda-tanda itu tidak berdasarkan peristiwa tidak terhinga yang disaksikan dan peristiwa yang disaksikan itu tidak berdasarkan kepada prinsip-prinsip penting yang tidak syak dan ragu?

Justeru, karena sandaran iktiqad umum pada ahli agama itu adalah prinsip-prinsip penting dan asas-asas muktamad yang terbentuk dari kekerapan mereka menyaksikan malaikat dan melihat rohaniyyin. Perkara ini memperlihatkan kekuatan ke level mutawatir maknawi. Apakah mungkin, apakah maakul dan apakah dapat diterima sama sekali bahwa kewujudan dan penampakan malaikat dan rohaniyyin yang telah diberitahu dan disaksikan oleh para nabi dan wali yang ibarat matahari, bintang dan bulan di langit masyarakat manusia dalam bentuk mutawatir dan melalui kekuatan ijma’ maknawi ini menerima keraguan dan menjadi sumber keraguan? Apa lagi mereka adalah ahli ikhtisas (pakar) di dalam masalah ini.

Adalah dimaklumi bahwa dua pakar ikhtisas diutamakan ke atas ribuan yang lainnya. Mereka juga adalah pakar isbat dalam masalah ini. Adalah dimaklumi juga bahwa dua ahli isbat adalah diutamakan ke atas ribuan pengkritik dan pengengkar. Terutama informasi al-Quran 

210. Page

Mu’jizul Bayan yang merupakan mentari alam hakikat yang senantiasa bersinar di langit alam semesta dan tidak pernah terbenam serta penyaksian dan kesaksian baginda Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang merupakan mentari kerasulan.

Dapatkah diterima sama sekali bahwa ia menerima keraguan? Memperhatikan jika kewujudan satu rohaniyyun pernah dibuktikan pada satu masa, maka ia memperlihatkan pembuktian keseluruhan jenisnya. Memandangkan juga kewujudan jenis itu dibuktikan, sudah tentu bentuk pembuktian mereka yang paling baik dan maakul dan paling dapat diterima adalah seperti apa yang telah dijelaskan oleh syariat, sebagaimana yang telah diperlihatkan oleh al-Quran dan sebagaimana yang telah dilihat oleh Sahibul Mi’raj (pemilik mukjizat Isra’ Mi’raj).

Asas Keempat: Seandainya maujudat alam semesta ini dipandang melalui pandangan yang teliti, maka kelihatan bahwa seperti mana juz’iyyat kulliyat juga mempunyai peribadi maknawinya yang tersendiri. Karena tiap-tiap tugas menyeluruhnya dapat dilihat. Padanya kelihatan satu khidmat yang menyeluruh.

Contoh: Sekuntum bunga memperlihatkan ukiran seni secara sendirian lalu berzikir menyebut nama-nama al-Fatir melalui lisanul halnya. Begitulah juga taman bumi ini. Ia juga ibarat sekuntum bunga. Terdapat tugas tasbih yang sangat tersusun dan menyeluruh. Sebagaimana sebiji buah mengifadahkan pengumuman dan tasbih di dalam satu susunan, begitu juga pohon yang besar, ia memiliki tugas fitrah dan ubudiyyah yang sangat tersusun melalui bentuk umumnya. Sebagaimana sebatang pohon berzikir melalui kalimah-kalimah daun, buah dan bunga, begitu juga lautan langit yang luas. Semua matahari, bintang dan bulan ibarat kalimah-kalimahnya, bertasbih kepada al-Fatir Dzul Jalal-nya dan bertahmid kepada as-Sani’ Dzul Jalal-nya dan begitulah seterusnya. Tiap-tiap maujudat luar, ketika ia kaku dan tidak ada akal dari segi rupa, ia memiliki serba satu tugas dan tasbih yang sangat menghidupkan dan membangkitkan akal. Sudah tentu, apabila para malaikat mewakili makhluk-makhluk ini di alam malakut, mereka akan mengifadahkan tasbih maujudat itu. Makhluk-makhluk itu juga adalah ibarat contoh, rumah dan masjid para malaikat itu di alam mulk dan alam syahadah.

Sebagaimana telah diterangkan dalam ‘Dahan Keempat Kalimah Kedua Puluh Empat’, kumpulan petugas pertama dari empat bagian yang dikerahkan oleh as-Sani’ Dzul Jalal istana alam ini, ialah para malaikat dan rohaniyyin.

Sesungguhnya tanpa mereka ketahui, tumbuhan dan makhluk yang tidak bernyawa berada dalam khidmat tanpa upah yang sangat penting dalam perintah Tuhan yang Maha Tahu. Hewan, tanpa mereka sadari, mereka berkhidmat untuk tujuan-tujuan yang sangat kulli sebagai balasan kepada satu bayaran yang juz’i. Adapun insan, dapat dilihat dengan jelas bahwa, sebagai balasan kepada dua bayaran yang segera dan tertangguh, mereka ditugaskan melakukan tindakan yang betul dengan cara mengetahui tujuan as-Sani’ Dzul Jalal itu, mengeluarkan hadiah untuk diri sendiri dari setiap benda serta memantau petugas-petugas yang lain. Oleh sebab itu, sudah tentu akan terdapat para petugas dan pekerja yang merupakan kumpulan keempat bahkan (sebenarnya) adalah kumpulan pertama. Mereka menyerupai manusia, malah mereka juga bertindak dengan betul melalui ubudiyyah yang mengetahui tujuan-tujuan menyeluruh as-Sani’ Dzul Jalal itu. 


211. Page

Tidak seperti manusia, dengan menjauhkan diri dari peluang diri dan bayaran yang juz’i dan semata-mata melalui pandangan, perintah, tawajjuh, perkiraan, nama dan taqarrub as-Sani’ Dzul Jalal, mereka bekerja secara ikhlas dan mukhlis. Mereka menganggap kelezatan, kesempurnaan, kenikmatan dan kebahagian yang diperoleh melalui ikhtisas dan intisab mencukupi. Sesuai jenis mereka, tugas ibadah mereka juga bermacam-macam berdasarkan jenis maujudat di alam semesta. Seperti para petugas yang berlainan dalam lingkungan berlainan untuk sebuah kerajaan, tugas-tugas ubudiyyah dan tasbih mereka dalam lingkungan kesultanan rububiyyah menjadi bermacam-macam.

Contoh: Malaikat Mikail ‘Alaihis Salam adalah ibarat pemantau umum untuk masnuat Ilahi yang ditanam di ladang muka bumi melalui kuasa, kekuatan, perkiraan dan perintah Allah Taala. Seolah-olah boleh dikatakan bahwa Malaikat Mikail ialah ketua semua malaikat yang seperti peladang. Malah dengan keizinan, perintah, kekuatan dan hikmah al-Fatir Dzul Jalal terdapat ketua dan malaikat besar yang diwakilkan kepada penggembala-penggembala maknawi untuk semua hewan.

Memperhatikan perlu ada malaikat yang diwakilkan kepada setiap maujudat yang dilihat ini agar tugas ubudiyyah dan khidmat tasbih yang diperlihatkan oleh tubuh itu mewakilinya di alam malakut dan mempersembahkannya dengan memberitahu kepada gerbang uluhiyyah, sudah tentu, bentuk-bentuk yang telah diriwayatkan oleh al-mukhbirus Sadiq Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam tentang para malaikat adalah sangat sesuai dan maakul. Contoh, baginda telah bersabda: “Terdapat sebagian malaikat memiliki empat puluh kepala ataupun empat puluh ribu kepala, pada setiap kepala terdapat empat puluh ribu mulut. Pada setiap mulut dia melafazkan empat puluh ribu tasbih melalui empat puluh ribu lidah.”

Terdapat suatu arti dan juga suatu bentuk dari hakikat Hadith ini. Artinya seperti berikut: Ibadah para malaikat ,di samping sangat tersusun dan sempurna, ia juga sangat menyeluruh dan luas. Bentuk hakikat ini: Terdapat sebagian maujudat yang bertubuh besar. Ia dapat melakukan tugas penghambaan melalui empat puluh ribu kepala dan dalam empat puluh ribu cara.

Contoh: Langit melakukan tasbih bersama dengan matahari-matahari dan bintang-bintang. Walaupun bumi satu makhluk, ia melakukan tugas ubudiyyah dan tasbihat Rabbani melalui seratus ribu kepala dan melalui ratusan ribu mulut pada setiap kepala dan melalui ratusan ribu lidah pada setiap mulut. Justeru, untuk memperlihatkan makna itu di alam malakut, malaikat yang diwakilkan ke bola bumi juga perlu kelihatan seperti itu. Bahkan, aku telah melihat sebatang pohon badam yang sederhana yang mana ia mempunyai lebih kurang empat puluh dahan besar yang ibarat kepala. Kemudian aku melihat kearah sebatang dahannya. Terdapat hampir empat puluh ranting kecil yang ibarat lidah. Kemudian aku memandang kepada satu lidah ranting kecil itu, empat puluh kuntum bunga telah mekar. Aku memperhatikan bunga-bunga itu melalui pandangan hikmah, pada setiap kuntum bunga, aku jumpai hampir empat puluh rambut, halus, warna dan kesenian yang tersusun yang mana setiapnya memberikan jilwah nama as-Sani’ Dzul Jalal yang berlainan dan membacakan nama-Nya. 


212. Page

Sangat mungkin sama sekali bahawa as-Sani’ Dzul Jalal dan al-Hakim Dzul Jamal pohon itu meletakkan tugas-tugas sebanyak ini kepada pohon yang kaku itu tetapi tidak menumpangkannya seorang malaikat yang diwakilkan yang mengetahui artiya, mengifadahkannya, mengumumkannya kepada alam semesta, mempersembahkannya ke sisi Ilahi yang sesuai dengannya dan ibarat rohnya?


Wahai sahabat! Penerangan kami sampai disini adalah satu mukadimah untuk menyediakan hati untuk menerima, memaksa nafsu untuk menyerah dan membawa akal kepada pengertian. Seandainya kamu telah mengerti sedikit mukadimah itu, jika kamu menginginkan berjumpa dengan para malaikat maka bersedialah. Bersihkanlah dirimu dari sangkaan-sangkaan buruk. Sesungguhnya pintu alam al-Quran sedang terbuka. Surga al-Quran ialah mufattihatul abwab (pembuka pintu). Masuk dan lihatlah. Lihatlah para malaikat di dalam surga al-Quran itu dalam bentuk yang indah. Setiap ayat yang diturunkan adalah sebuah kediaman. Justeru perhatikan dari kediaman-kediaman tersebut.


[وَالْمُرْسَلاَتِ عُرْفًا فَالْعَاصِفَاتِ عَصْفًا وَالنَّاشِرَاتِ نَشْرًا فَالْفَارِقَاتِ فَرْقًا فَالْمُلْقِيَاتِ ذِكْرًا]

“Demi (malaikat-malaikat) yang diutus untuk membawa kebaikan. Dan (malaikat-malaikat) yang terbang dengan kencangnya. Dan (malaikat-malaikat) yang menyebarkan (rahmat Allah) dengan seluas-luasnya. Dan (malaikat-malaikat) yang membedakan (antara yang baik dan yang buruk) dengan sejelas-jelasnya. Dan (malaikat-malaikat) yang menyampaikan wahyu.” (Q.S. Al-Mursalaat, 77:1-5)


[ وَالنَّازِعَاتِ غَرْقًا وَالنَّاشِطَاتِ نَشْطًا وَالسَّابِحَاتِ سَبْحًا فَالسَّابِقَاتِ سَبْقًا فَالْمُدَبِّرَاتِ اَمْرًا]

Demi (malaikat) yang mencabut nyawa dengan keras. Demi (malaikat) yang mencabut nyawa dengan lemah lembut. Demi (malaikat) yang turun dari langit dengan cepat dan (malaikat) yang mendahului dengan kencang. Dan (malaikat) yang mengatur urusan dunia.” (Q.S. An-Naazi’at, 79:1-5)


[ تَنَزَّلُ الْمَلٰئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِاِذْنِ رَبِّهِمْ]

“ Pada malam itu turun para malaikat dan ruh (Jibril) dengan izin tuhannya untuk mengatur segala urusan.” (Q.S. Al-Qadr, 97:4)


 [عَلَيْهَا مَلاَئِكَةٌ غِلاَظٌ شِدَادٌ لَا يَعْصُونَ اللّٰهَ مَا اَمَرَهُمْ وَ يَفْعَلُونَ مَا يُومَرُونَ]

“Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim, 66:6)


Dengarlah juga:

[سُبْحَانَهُ بَلْ عِبَادٌ مُكْرَمُونَ لَا يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِاَمْرِهِ يَعْمَلُونَ]


213. Page

“Maha suci Dia. Sebenarnya mereka (para malaikat) adalah hamba-hamba yang dimuliakan. Mereka tidak berbicara mendahului-Nya dan mereka mengerjkan perintah-perintah-Nya” ( Q.S. Al-Anbiyaa’, 21: 26-27)


 Renungilah pujiannya! Seandainya kamu ingin berjumpa dengan jin masuklah ke dalam surah berkubu [قُلْ اُوحِىَ اِلَىَّ اَنَّهُ اسْتَمَعَ نَفَرٌ مِنَ الْجِنِّ] (Katakanlah (Muhammad) telah diwahyukan kepadaku bahwa sekumpulan jin telah mendengar (bacaan). (Q.S. Al-Jinn,, 72:1) lihatlah mereka dan dengarlah apa yang mereka katakan. Ambillah pengajaran dari mereka. Perhatikan, mereka berkata: 


[اِنَّا سَمِعْنَا قُرْآنًا عَجَبًا يَهْدِى اِلَى الرُّشْدِ فَآمَنَّا بِهِ وَلَنْ نُشْرِكَ بِرَبِّنَا اَحَدًا]


“kami telah mendengarkan bacaan yang menakjubkan (Al-Quran). Yang memberi petunjuk kepada jalan yang benar, lalu kami beriman kepadanya. Dan kami sekali-kali tidak mempersekutukan sesuatupun dengan tuhan kami.” (Q.S. Al-Jin, 72:1-2)

 

Tujuan Kedua:

Tentang Qiamat, Kematian Dunia Dan Kehidupan Akhirat.

Tujuan  ini mempunyai empat asas dan satu mukadimah perumpamaan.

Mukadimah: Jika seseorang membuat pengakuan tentang sebuah istana atau sebuah kota,  katanya: “Istana atau kota ini akan diruntuhkan kemudian akan dibangun dan direnovasi dalam bentuk yang lebih kuat…” tentu akan muncul enam pertanyaan terhadap pernyataan tersebut.


Pertama: Kenapa ia dirobohkan? Adakah terdapat sebab dan kewajarannya? Jika jawabannya “ya”, maka ia telah menetapkan kewujudannya


Kedua: Pertanyaan berikut akan terlintas. Apakah tukang yang akan meruntuhkan kemudian memperbaikinya memiliki otoritas untuk itu? Apakah dia mampu melakukannya? Jika jawabannya “ya”, maka dia bisa melakukan dan ia telah mengisbatkannya.


Ketiga: Terlintas juga pertanyaan berikut: Apakah mungkin diruntuhkan?


Keempat: Apakah sesudah itu ia akan diruntuhkan? Jika jawabannya “ya”, dan ia mengisbatkan kemungkinan perobohan dan kejadiannya maka dua pertanyaan lagi menjelma:


Kelima: Apakah mungkin untuk memperbaiki istana atau kota ini?


Keenam: Jika mungkin apakah ia akan diperbaiki? 


214. Page

Jika jawaban “ya” dan mengisbatkan semua itu juga, waktu itu tidak ada lagi lubang atau ruang yang tinggal di sudut manapun terkait masalah ini sehingga syak, keraguan dan was-was tidak bisa masuk.


Seperti perumpamaan ini, memang terdapat tuntutan untuk meruntuhkan dan memperbaiki istana dunia dan kota alam semesta ini. Pelaku dan tukangnya adalah memiliki kapasitas. Penghancurannya adalah mungkin dan akan terjadi. Perbaikannya juga mungkin dan akan terlaksana. Maka, masalah-masalah ini akan diisbatkan sesudah asas pertama.


Asas Pertama: Secara pasti, roh adalah baqa. Hampir semua dalil yang mengisyaratkan bagi kewujudan malaikat dan rohaniyyin dalam tujuan pertama, juga merupakan dalil bagi kebaqaan roh yang menjadi topik pembicaraan kita ini. Menurutku masalah adalah sangat jelas, maka penerangan yang berlebihan adalah sia-sia. Ya, jarak di antara kita dengan kafilah-kafilah roh baqa yang tidak terkira yang ada di alam barzakh dan alam arwah dan menanti untuk pergi ke akhirat adalah sangat tipis dan singkat sehingga tidak perlu untuk diperlihatkan melalui bukti. Keakraban ahli kasyaf dan syuhud yang tidak terkira dan terhitung dengan mereka, bahkan penampakan ahli kasyful qubur bagi mereka, bahkan informasi sebagian orang awam juga dengan mereka dan kemunculan hubungan semua orang dalam mimpi yang benar dengan mereka dalam bentuk mutawatir yang berlipat ganda seolah-olah telah menjadi ilmu yang dimaklumi oleh manusia. Tetapi karena di masa kini pemikiran materialistik telah merusak semua orang, maka ia telah memberikan rasa was-was kepada pikiran, bahkan pada benda yang paling terang. Justeru, untuk melenyapkan rasa was-was begitu, kami akan mengisyaratkan kepada satu mukadimah dan empat sumber dari sumber-sumber kesadaran hati dan pengertian akal.


Mukadimah: Sebagaimana telah diisbatkan dalam ‘Hakikat Keempat Kalimah Kesepuluh’, keindahan yang abadi, sarmadi dan tidak ada bandingan tentunya menginginkan keabadian dan kebaqaan perindu yang menjadi kaca. Kesempurnaan seni yang tanpa kekurangan dan abadi menuntut kelangsungan pembawa acara bertafakur. Rahmat dan ihsan yang tanpa penghujung menginginkan kelangsungan pemberian bagi orang-orang yang bersyukur. Justeru, perindu paling awal menjadi kaca,pembawa acara yang bertafakkur, oeang-orang yang bersyukur itu adalah roh insan. Sebab itu, ia akan mendampingi keindahan, kesempurnaan dan rahmat itu akan kekal baqa di jalan abadul abad.


Sekali lagi, sebagaimana telah diisbatkan dalam ‘Hakikat Keenam Kalimah Kesepuluh’, bukan roh manusia saja bahkan level maujudat yang paling ringkas juga tidak dicipta untuk kefanaan. Maujudat itu menerima sejenis kebaqaan. Bahkan sekuntum bunga yang tanpa roh dan tidak penting, jika ia menghilang dari wujud khariji (luar), ia menerima sejenis kebaqaan melalui seribu wajah. Karena bentuknya selalu kekal dalam daya ingatan yang tidak terkira. Undang-undang pembentukannya dibiarkan oleh Allah dalam ratusan benihnya lalu ia berkelanjutan. Sesungguhnya undang-undang pembentukan, rupa bentuk bunga yang sedikit menyerupai roh itu dikekalkan oleh al-Hafizul Hakim dan dipelihara di dalam benih-benihnya yang seperti zarah kecil dengan penuh ketersusunan di dalam perubahan-perubahan yang bergelombang dan ia baqa. Sudah tentu, sekiranya engkau tidak memahami bahwa roh manusia yang memiliki ciri yang sangat lengkap dan sangat tinggi, dipakaikan kepada tubuh luar dan merupakan undang-undang perintah nurani bagi benda yang berakal dan hidup sangat 

215. Page

menerima kebaqaan, terikat dengan keabadian dan ada hubungan dengan kesarmadian secara qat’i, maka bagaimanakah engkau bisa berkata aku adalah seorang insan yang mempunyai akal? Ya, bisakah dikatakan tentang bagaimanakah Dzat al-Hakim Dzul Jalal dan Dzat al-Hafiz la yazal memelihara roh-roh mati? Sedangkan Dialah yang memasukkan dan memelihara program dan undang-undang pembentukan yang menyerupai roh bagi sebatang pohon yang besar ke dalam benih yang paling kecil seperti titik.


Sumber Pertama: Ini adalah Anfusi. Yakni jika semua orang memperhatikan kehidupan dan dirinya, dia akan memahami bahwa (terdapat) roh yang baqa. Ya, selama apapun setiap roh hidup maka sebanyak itulah tubuh badan berubah, namun dengan jelas ia kekal serupa pada pandangan mata. Oleh itu, memperhatikan jasad adalah sementara, sekalipun ia menjadi telanjang secara keseluruhan melalui kematian, ia tidak akan memberi akibat kepada kebaqaan roh dan tidak akan merusakkan ciri juga. Ia hanya menukar pakaian tubuhnya secara bertingkat dalam tempoh kehidupan. Dalam kematian ia ditanggalkan secara sekaligus. Adalah sabit melalui kefahaman yang qat’i bahkan melalui penyaksian bahwa jasad berdiri dengan roh. Jika begitu, roh tidak berdiri dengannya. Bahkan karena roh berdiri dan menguasai dengan sendiri, penguraian dan pengumpulannya sebagaimana yang dikehendaki roh tidak menghalalkan kebebasan roh. Bahkan jasad ialah rumah dan sarang roh bukan pakaiannya. Bahkan roh memiliki pakaian, balutan yang halus dan badan duplikat yang sedikit tetap dan sesuai dengan roh menurut kelatifan. Jika begitu, ketika mati ia tidak akan tersia-sia, bahkan ia keluar dari sarangnya dan memakai badan duplikatnya.


Sumber Kedua: Afaqi. Yakni, sejenis hukum tajribi (percobaan) yang lahir dari kesaksian yang berulang, kejadian yang bermacam-macam dan hubungan yang kerap. Ya, sekiranya kebaqaan roh sesudah mati dipahami, ia akan membenarkan kebaqaan roh ini secara menyeluruh. Karena ia qat’i menurut ilmu mantiq bahwa suatu keistimewaan yang dzati (berbentuk asli) dilihat pada sesuatu, maka pengkhususan itu dihukumkan sebagai ikut ada pada yang lain. Karena ia dzati maka ditemui pada setiap individu. Sedangkan bukti yang didasarkan kepada kesaksian bukan satu individu bahkan kepada yang tidak terbatas, tidak terkira dan tidak terhitung dan tanda-tanda yang mengisyaratkan kepada kebaqaan roh adalah sangat qat’i.


Ia seperti benua atau Dunia Baru seperti Amerika dan di sana ada manusia. Maka tanpa syak wasangka terlintas dalam pikiran kewujudan manusia-manusia itu. Begitu juga tidak pernah diragukan bahwa sekarang ini terdapat roh orang yang telah mati dan meninggal dunia dengan sangat banyak di alam arwah dan malakut. Malah mereka ada hubungan dengan kita. Hadiah-hadiah maknawi kita pergi menuju mereka. Limpahan nurani mereka juga datang kepada kita. Melalui pengertian yang qat’i juga, dapat dirasakan melalui sanubari bahwa sesudah manusia mati, satu sudut asasnya adalah baqa. Asas itu adalah roh. Roh tidak akan musnah dan rusak. Karena ia ringkas dan ada ketunggalannya. Kemusnahan, kehancuran dan kerusakan adalah urusan kathrah dan benda-benda yang terdiri dari bahan-bahan yang berlainan.


Sebagaimana kami telah terangkan sebelum ini, kehidupan menyumbang sejenis kesatuan di kalangan kathrah makhluk dan menjadi sebab kepada sejenis kebaqaan. Artinya kesatuan dan kebaqaan ialah asas di dalam roh karena darinya kehidupan tersebar kepada 

216. Page

kathrah. Kefanaan roh apakah melalui kemusnahan dan kehancuran ataupun melalui penghapusan. Sedangkan wahdah tidak pernah memberi jalan untuk kemusnahan dan kehancuran masuk dan kemudahan tidak pernah membiarkannya merusakkan. Penghapusan (tidak mungkin berlaku). Karena sifat belas al-Jawwadul mutlaq yang tidak bertepi tidak pernah mengizinkan dan kepemurahan yang tanpa ujung tidak pernah membiarkan nikmat kewujudan yang diberikan-Nya itu diambil kembali dari roh insan yang sangat merindui dan layak atas nikmat kewujudan itu (melalui penghapusannya).


Sumber Ketiga: Roh adalah satu undang-undang  yang bernyawa dan berakal, nurani, dipakaikan dengan wujud luaran, lengkap dan benar serta sedia menerima kulliyyah. Pada hakikatnya, selemah-lemah undang-undang perintah adalah penerima ketetapan dan kebaqaan.Karena, jika diperhatikan, terdapat hakikat-hakikat yang sabit pada semua jenis yang terbuka kepada perubahan sehingga ia berubah bentuk dengan berguling di dalam semua perubahan, pertukaran dan peringkat kehidupan, lalu hidup kekal dan tidak mati. Justeru, walaupun setiap peribadi insan ialah satu peribadi melalui kelengkapan ciri, akalnya yang menyeluruh dan gambarannya yang umum, namun ia telah menjadi suatu jenis (yang sempurna). Undang-undang yang datang dan berlaku bagi sesuatu jenis turut terjadi pada peribadi insan itu. Mengingat al-Fatir Dzul Jalal telah menjadikan manusia dengan kaca yang lengkap dan ubudiyyah yang menyeluruh, walaupun hakikat roh pada setiap individu berubah (kepada) ratusan ribu bentuk, namun dengan keizinan Ilahi, ia tidak akan mati dan ia akan pergi sebagaimana ia datang dalam keadaan hidup. Karena roh peribadi insan yang merupakan hakikat makhluk yang berakal dan unsur yang hidup itu juga akan senantiasa baqa karena perintah, keizinan dan pengekalan oleh Allah.


Sumber Keempat: Jika diperhatikan undang-undang yang menyerupai roh dan sesuai dengannya dari segi sumber karena kedua-duanya datang dari alam perintah dan iradah (kehendak) tetapi hanya berkuasa pada jenis-jenis yang tidak mempunyai wujud berbentuk akal, dan sekiranya peraturan-peraturan itu dipandang, akan kelihatan bahwa: Seandainya undang-undang perintah itu memakai wujud luar niscaya masing-masingnya akan menjadi roh untuk jenis itu. Karena undang-undang itu selalu baqa, senantiasa berkelanjutan dan tetap. Tanpa perubahan apapun dan pertukaran yang dapat memberi bukti dan merusakkan kesatuan undang-undang itu.


Contoh, Seandainya sebatang pohon Tin mati dan berserakan, undang-undang penciptaanya yang ibarat rohnya akan kekal baqa dan tidak mati di dalam benihnya yang seperti zarah itu. Justeru, memandangkan undang-undang perintah yang paling rendah dan daif adalah berkaitan dengan kebaqaan dan kelangsungan seperti ini, sudah tentu roh insani sewajarnya tidak hanya terkait dengan kebaqaan bahkan perlu terkait dengan abadul abad (keadaan selama-lamanya). Karena, melalui nas al-Quran serta melalui firman mulia قُلِ الرُّوحُ مِنْ اَمْرِ رَبِّى roh adalah satu undang-undang yang berakal dan peraturan bernyawa yang datang dari alam perintah. Karena qudrat azali telah memakaikannya wujud fisik. Artinya, sebagaimana undang-undang tanpa akal yang datang dari sifat iradah dan alam perintah senantiasa atau biasanya kekal baqa, maka sama seperti itulah roh yang merupakan sejenis saudara mereka serta tajalli sifat iradah seperti mereka dan datang dari alam perintah lebih qat’i dan lebih layak untuk mendapat kebaqaan. Karena ia adalah benda yang memiliki tubuh dan mempunyai hakikat fisik. Malah ia lebih kuat dan lebih tinggi dari undang-undang tanpa perasaan itu. karena ia 

217. Page

mempunyai akal. Ia juga lebih kekal dan lebih bernilai dari mereka karena ia adalah benda hidup.


Asas Kedua: Sesungguhnya perkara yang mewajarkan kebahagiaan abadi itu ada. Al-Fa’il Dzul Jalal yang akan memberikan kebahagiaan itu juga adalah berkuasa. Malah kemusnahan alam dan kematian dunia juga adalah mungkin. Malah ia pasti terjadi. Penghidupan alam kembali dan Hasyir adalah mungkin. Ia juga pasti terjadi.


Kami akan menjelaskan enam persoalan ini satu persatu dalam bentuk ringkas yang mampu memuaskan akal. Sebenarnya dalam ‘Kalimah Kesepuluh’ burhan-burhan telah disebutkan dengan cara yang mampu menaikkan hati ke tahap iman yang sempurna. Namun di sini, kami akan membicarakannya menurut kaedah penerangan ‘Said Lama’ dalam Risalah Noktahnya yang mampu memuaskan dan mendiamkan akal. Ya perkara yang mewajarkan kebahagiaan abadi itu ada. Burhan qat’i yang mengisyaratkan bagi terwujudnya perkara yang mewajarkan itu adalah kesadaran yang disaring dari sepuluh sumber.


Sumber Pertama: Jika diperhatikan, seluruh alam semesta ini terdapat satu peraturan yang paling sempurna dan penyusunan yang sistematis. Tetesan pilihan dan kilauan kehendak kelihatan di setiap sudut. Bahkan melalui penyaksian buah-buahnya nur kehendak pada setiap benda, cahaya iradah pada setiap urusan, kilauan pilihan pada setiap tindakan dan nyala hikmah pada setiap pemasangan amat menarik perhatian. Justeru seandainya kebahagiaan abadi tidak ada, peraturan yang berasas ini hanya terdiri dari gambaran yang lemah dan tidak berarti. Ia menjadi peraturan yang menipu dan tidak berasas. Maknawiyat, ikatan dan nisab yang merupakan roh peraturan dan susunan menjadi debu dan lenyap menghilang. Artinya yang menjadikan susunan itu sebagai susunan ialah kebahagiaan abadi. Oleh sebab itu, susunan alam mengisyaratkan kepada kebahagiaan abadi.


Sumber Kedua: Kelihatan satu hikmah yang sempurna dalam penciptaan alam semesta. Ya, hikmah Ilahi yang merupakan lambang inayah azali, mengumumkan kebahagiaan abadi melalui lidah penjagaan maslahat-maslahat dan lidah pelaziman hikmah yang diperlihatkannya di seluruh alam semesta. Karena jika tiada kebahagiaan abadi, hikmah-hikmah dan faedah-faedah yang sabit secara jelas di alam semesta ini wajar diengkari dengan mukabarah (keangkuhan). Oleh sebab ‘Hakikat Kesepuluh bagi Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan hakikat ini seperti matahari, maka kami meringkaskan (pembahasan)nya dengan mencukupkan ‘Hakikat Kesepuluh’ tersebut.


Sumber Ketiga: Tidak ada yang sia-sia dan mubazir dalam penciptaan maujudat yang sabit melalui penyaksian akal, hikmah, istiqra’ dan percobaan mengisyaratkan kepada kebahagiaan abadi. Dalil bahwa tiada pemubaziran dalam fitrah dan kesia-siaan dalam penciptaan setiap benda ialah as-Sani’ Dzul Jalal memilih dan mengutamakan jalan yang paling pendek, sudut yang paling dekat, bentuk yang paling ringan dan cara yang paling baik. Kadang-kadang Dia menugaskan satu benda dengan seratus tugas dan Dia meletakkan seribu buah dan tujuan terhadap suatu benda yang halus.


Tidak ada kemubazian dan tidak terjadi kesia-siaan, tentu tentu saja yang akan terjadi adalah kebahagiaan abadi. Karena kepergian tanpa kembali lagi menyia-nyiakan setiap benda 

218. Page

maka semua benda menjadi mubazir. Tanpa kemubaziran yang ditetapkan melalui penyaksian (ilmu manfaat-manfaat anggota) pada semua fitrah, kesimpulan pada manusia memperlihatkan bahwa persediaan maknawi yang tanpa batas dan cita-cita, perbuatan dan kecenderungan yang tidak berkesudahan pada manusia tidak akan dimubazirkan. Jika demikian, kecenderungan untuk sempurna yang berasas pada manusia itu memperlihatkan kewujudan satu kesempurnaan. Kecenderungan kebahagiaan itu mengumumkan dengan cara yang qat’i bahwa dia adalah calon untuk kebahagiaan abadi. Jika tidak begitu, maknawiyat berasas yang membentuk ciri hakiki manusia itu, menjadi pemubaziran dan sia-sia, menjadi kering dan hilang  secara sia-sia karena ia melawan maujudat yang berhikmah. Karena hakikat ini telah diisbatkan dalam ‘Hakikat Kesebelas Kalimah Kesepuluh’ maka kami memendekkannya.


Sumber Keempat: Tiap-tiap jenis kiamat yang menyerupai hasyir dan nasyir bagi jenis yang sangat banyak bahkan di waktu malam dan siang, musim sejuk dan musim bunga, di ruang udara bahkan pada diri manusia melalui tubuh badan yang bertukar dalam tempoh kehidupannya serta melalui tidur yang menyerupai kematian, secara simbolik merasakan kebenaran sebuah kiamat yang besar dan meinformasikan tentangnya. Ya, sebagai contoh, hari, tahun, umur manusia dan putaran dunia pada jam besar Allah yang dinamakan dunia yang menyamai putaran jarum jam mingguan kita yang menghitung detik, menit, jam dan hari menceritakan tentang satu sama lain sebagai mukadimah (tugasan) untuk yang berikutnya lalu berputar dan bekerja.


Sebagaimana putaran jarum-jarum itu menghasilkan subuh sesudah malam dan musim bunga setelah musim dingin, secara kiasan ia meinformasikan bahwa subuh kiamat setelah kematian akan muncul dari meja kerja Ilahi dan dari jam terbesar itu. Sesungguhnya terdapat berbagai jenis kiamat yang menimpa seseorang di sepanjang tempoh hidupnya.


Sebagaimana manusia melihat tanda-tanda Hasyir pada setiap malam melalui sejenis kematian dan setiap subuh melalui sejenis pembangkitan, manusia - secara sepakat - turut melihat miniatur kiamat dan Hasyir yang bertingkat dari segi penukaran semua zarahnya dalam waktu lima ke enam tahun. Bahkan dia melihatnya sebanyak dua kali dalam setahun. Malah dia turut menyaksikan Hasyir, Nasyir dan kiamat untuk jenis makhluk yang melebihi tiga kali di kalangan hewan dan tumbuhan pada setiap musim bunga. Justeru, sudah tentu tanda-tanda dan isyarat Hasyir sebanyak ini dan alamat dan simbol-simbol nasyir yang sebanyak ini mengisyaratkan kepada hasyir ibarat tetesan qiamat kubra.


Perlaksanaan kiamat yang khusus untuk sesuatu jenis makhluk oleh as-Sani’ul Hakim pada sebagian makhluk seperti semua akar tumbuhan dan sebagian hewan dalam keadaan yang sama pada musim bunga dan perlaksanaan sejenis hasyir dan nasyir dengan mengembalikan sebagian benda-benda lain seperti daun-daun, bunga-bunga dan buah-buahan bukan dengan yang sama tapi dengan yang serupa boleh menjadi dalil bagi satu hasyir dan kiamat pribadi di dalam kiamat umum pada setiap diri manusia.


Karena seorang manusia ibarat jenis dan bagian makhluk lain. Kerana nur pemikiran telah memberikan keluasan yang begitu besar kepada cita-cita dan pikiran manusia. Ia meliputi masa lalu dan masa depan. sandainya cita-cita dan pikiran itu menelan dunia sekalipun, ia tidak akan 

219. Page

kenyang. Ciri pribadi jenis makhluk lain juga juz’i. Nilainya adalah berbentuk pribadi. Pandangannya terbatas. Kesempurnaannya bersempadan. Kelezatan dan kesakitannya adalah sementara. Ciri manusia tinggi. Nilainya mahal. Pandangannya umum. Kesempurnaannya tidak terbatas. Sebagian kelezatan dan kesakitan maknawinya terus-menerus. Jika demikian, sejenis kiamat dan hasyir yang berulang-ulang pada jeni makhluk lain yang dapat disaksikan menjadi kiasan dan meinformasikan tentang setiap diri manusia akan dihimpun dan dikembalikan dalam keadaan yang sama. Karena ia telah ditetapkan dengan keqat’ian di level dua kali dua menjadi empat dalam ‘Hakikat Kesembilan Kalimah Kesepuluh’, maka kami meringkaskannya di sini.


Sumber Kelima: Ahli tahqiq telah melihat bahwa fasilitas yang tanpa sempadan yang telah dimasukkan ke dalam jauhar roh manusia, kemampuan yang tidak terhitung yang diletakkan dalam persediaan itu, kecenderungan-kecenderungan tidak terkira yang muncul dari kemampuan itu, cita-cita yang tanpa batas yang tercipta dari kecenderungan yang tidak terkira itu, pikiran-pikiran dan hayalan-hayalan manusia yang tidak tamat yang lahir dari cita-cita yang tidak berpenghujung itu telah memanjangkan tangan-tangannya dan menfokuskan  matanya kepada kebahagiaan abadi yang berada di sebalik alam syahadah ini dan telah menghadap ke arah sana. Justeru, fitrah yang tidak pernah menipu dan kecenderungan kebahagiaan abadi yang qat’i, kuat dan tidak goyang dalam fitrah itu member pemahaman yang qat’i kepada sanubari berkenaan pembuktian kebahagiaan abadi. Oleh sebab ‘Hakikat Kesebelas Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan hakikat ini seperti siang maka kami meringkaskannya.


Sumber Keenam: Rahmat as-Sani’ Dzul Jalal yang ar-Rahmanur Rahim bagi maujudat ini memperlihatkan kebahagiaan abadi. Ya, salah satu dari urusan rahmat itu ialah untuk tidak merampas dari manusia kebahagiaan abadi yang menjadikan nikmat itu nikmat, menyelamatkan nikmat dari menjadi niqmah (musibah) dan menyelamatkan maujudat dari ratapan yang muncul dari perpisahan abadi itu.


Seandainya kebahagiaan abadi yang merupakan kepala, ketua, tujuan dan natijah segala nikmat tidak diberikan, tidak dibangkitkan dalam bentuk akhirat setelah dunia mati, maka ia mengubah semua nikmat menjadi niqmah. Perubahan itu pula perlu mengingkari kewujudan rahmat Ilahi yang terbukti dan disaksikan secara jelas dan terpaksa melalui penyaksian seluruh alam semesta. Sedangkan rahmat ialah hakikat sabit yang lebih terang dari matahari. Lihat, perhatikanlah nikmat rasa cinta yang mendalam, rasa kasih dan akal yang dari jilwah rahmat dan kesan-kesannya yang latif. Seandainya kamu mengandaikan perpisahan abadi dan pengasingan tanpa ujung akan mengganjalkan kehidupan insan, kamu akan jumpai bahwa rasa cinta yang latif itu menjadi musibah yang paling besar. Rasa kasih yang enak itu akan menjadi kecacatan yang paling besar. Akal yang nurani itu menjadi bala yang paling besar. Ini bearti, karena rahmat adalah rahmat, maka ia tidak akan menjadikan pengasingan abadi sebagai penghalang bagi rasa cinta sebenar. Oleh sebab ‘Hakikat Kedua Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan hakikat ini dalam bentuk yang sangat indah maka ia diringkaskan di sini.


Sumber Ketujuh: Semua latifah, semua kecantikan, semua kesempurnaan, semua tarikan, semua kerinduan, semua belas kasihan yang dilihat dan diketahui di alam semesta ini masing-masing ialah makna, mengandungi arti dan kalimah maknawi. Karena semuanya memperlihatkan tajalli kesantunan dan rahmat as-Sani’ Dzul Jalal alam semesta ini serta jilwah kurnia dan kepemurahan-Nya kepada hati secara jelas dan daruri dan menusuknya ke mata 

220. Page

akal. Karena terdapat satu hakikat di alam ini, maka secara jelas terdapat rahmat yang hakiki. Karena terdapat rahmat yang hakiki maka kebahagiaan abadi akan terjadi. ‘Hakikat Keempat Kalimah Kesepuluh’ bersama ‘Hakikat Keduanya’ telah menerangkan hakikat ini seperti siang.


Sumber Kedelapan: Sanubari manusia yang merupakan fitrah dimana akal memperhatikan kebahagiaan abadi dan memperlihatkannya. Ya, siapa yang mendengar sanubari sedarnya sendiri, dia akan mendengar bunyi “Keabadian! Keabadian!” Seandainya seluruh alam semesta diberikan kepada sanubari itu, ia tidak akan dapat memenuhi keperluannya terhadap keabadian. Maknanya, sanubari itu telah diciptakan untuk keabadian itu. Maknanya injizab (ketertarikan) dan juzbah yang berbentuk sanubari ini hanya boleh terjadi dengan tarikan satu tujuan hakiki dan hakikat yang menarik. ‘Penutup Hakikat Kesebelas Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan hakikat ini.


Sumber Kesembilan: Informasi Nabi Muhammad al-‘arabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang benar, dibenarkan dan telah dibuktikan kebenarannya. Ya, kata-kata Nabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam itu telah membuka pintu-pintu kebahagiaan abadi dan tiap-tiap ucapan baginda adalah jendela kebahagiaan abadi. Sememangnya baginda telah menggenggam ijma’ sekalian Nabi ‘Alaihimus Salam dan mutawatir seluruh wali di tangannya. Setelah keesaan Ilahi, semua penjelasan mereka dengan semua kekuatannya berpusat pada noktah hasyir dan kebahagiaan ini. Agaknya adakah benda yang akan menggoyangkan kekuatan ini? ‘Hakikat Kedua Belas Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan hakikat ini dalam bentuk yang sangat nyata.


Sumber Kesepuluh: Informasi Qat’i al-Quran Mu’jizul Bayan yang memelihara kemukjizatannya melalui tujuh wajah dalam tiga belas kurun dan merupakan mukjizat melalui empat puluh jenis kemukjizatannya menurut apa yang telah diisbatkan oleh ‘Kalimah Kedua Puluh Lima’. Ya, informasi al-Quran itu sendiri ialah pembongkar tentang Hasyir Jasmani dan anak kunci misteri terkunci alam dan simbol hikmah alam semesta ini. Malah terdapat beribu-ribu burhan akal yang qat’i yang terkandung di dalam al-Quran Mu’jizul Bayan dan diletakkannya di hadapan mata, setelah berulangkali menyeru kepada tafakkur.


Sebagai contoh: Al-Quran telah meletakkan teropong yang sangat banyak untuk perhatian manusia yang akan memperlihatkan kebahagiaan abadi pada hasyir jasmani melalui ayat yang sangat banyak seperti وَ قَدْ خَلَقَكُمْ اَطْوَارًا dan قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِى اَنْشَاَهَا اَوَّلَ مَرَّةٍ yang mengandung satu kiasan perumpamaan dan وَ مَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيدِ yang mengisyaratkan kepada satu dalil keadilan. Kami telah menerangkan kesimpulan kiasan perumpamaan pada ayat وَ قَدْ خَلَقَكُمْ اَطْوَارًا dan قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِى اَنْشَاَهَا اَوَّلَ مَرَّةٍ yang telah diterangkan melalui ayat-ayat al-Quran yang lain dalam ‘Risalah Noktah’ seperti berikut: Wujud insan mengalami perubahan yang menakjubkan dan tersusun setelah melalui satu tahap ke satu level. Dari nutfah kepada ‘alaqah, dari ‘alaqah kepada mudghah, dari mudghah kepada tulang dan daging, dari tulang dan daging itu kepada ciptaan yang baru, yakni perubahannya kepada bentuk manusia adalah menurut dustur-dustur yang sangat teliti. Terdapat undang-undang tertentu, peraturan-peraturan khusus dan tindakan-tindakan yang rapi bagi tiap-tiap level. Ia memperlihatkan jilwah-jilwah niat, kehendak, pilihan dan hikmah di bawahnya seperti kaca.


221. Page

Justeru, as-San’iul Hakim yang menjadikan tubuh itu dalam bentuk ini menukar tubuh itu seperti pakaian setiap tahun. Tubuh itu butuh pemasangan untuk kedatangan zarah-zarah yang akan memenuhi ruang dari juzuk-juzuknya yang rusak dan bekerja untuk penukaran tubuh dan pengekalannya. Justeru itu, sel-sel kecil badan itu telah diruntuhkan melalui satu undang-undang Ilahi yang tersusun, maka untuk memperbaikinya kembali, sekali lagi ia memerlukan undang-undang Rabbani yang tersusun melalui suatu bahan yang latif bernama rezeki supaya ar-Razzaqul Haqiqi mendistribusikan kebutuhan-kebutuhan yang berlainan untuk anggota-anggota badan itu menurut bagiannya melalui satu undang-undang yang khusus.


Sekarang, perhatikan level-level bahan-bahan latif yang telah dikirim oleh ar-Razzaqul Hakim itu! Engkau akan menjumpai bahwa zarah-zarah itu ada dalam bola udara walaupun sudah terpecah, tanah dan air seperti kafilah, tiba-tiba bagaikan telah mendapat perintah, mereka berkumpul melalui satu cara yang menghidupkan satu pergerakan yang sengaja. Seolah-olah tiap-tiap zarah itu berhimpun secara sangat tersusun seperti diarahkan untuk pergi ke satu tempat yang tertentu dengan satu tugas. Pada peredarannya kelihatan bahwa zarah-zarah itu dibawa melalui satu undang-undang khusus oleh seorang pelaku yang terpilih lalu masuk ke alam mawalid (pembiakan) dari alam kejumudan ke alam benda hidup.


Kemudian melalui peraturan-peraturan tertentu dan pergerakan-pergerakan yang rapi serta dengan dustur-dustur yang khusus, zarah-zarah itu memasuki satu tubuh sebagai rezeki lalu setelah dimasak dengan empat dapur di dalam badan itu dan setelah melalui empat perubahan yang menakjubkan dan sesudah disaring oleh empat saringan, zarah-zarah itu tersebar ke segenap pelosok badan berdasarkan derjat kepentingan semua anggota yang membutuhkan dan dibagikan melalui inayah dan undang-undang ar-Razzaqul Hakiki yang tersusun.


Seandainya engkau memperhatikan zarah manapun dari zarah-zarah itu melalui pandangan hikmah, engkau akan menjumpai bahwa kesepakatan yang buta, kebetulan , tabiat yang tuli dan asbab yang tiada akal pasti tidak dapat mencampuri urusan zarah-zarah yang dipandu dengan cara yang bagaikan sangat melihat, sangat tersusun, sangat mendengar dan sangat tahu itu. Karena,  jika masing-masing memasuki level manapun dari unsur-unsur yang meliputi sel-sel kecil badan, ia seolah-olah bekerja secara pilihan melalui undang-undang tertentu pada level  itu dan masuk secara tersusun. Ke peringkat mana pun ia pergi berjalan ia melangkah dengan sangat tersusun sehingga secara jelas ia kelihatan seperti berjalan melalui perintah Pemandu yang Maha Bijaksana. Demikianlah zarah-zarah itu, dari level demi level yang tersusun seperti ini, dari satu tahap ke satu tahap, lama-kelamaan tanpa melencong dari tujuan awal sampai maqam yang sesuai, ia masuk, duduk dan bekerja melalui perintah Rabbani. Sebagai contoh di dalam anak mata Taufiq[1].


Justeru, dalam keadaan ini, yakni tajalli rububiyyah pada rezeki memperlihatkan bahwa mula-mula, zarah-zarah itu telah ditentukan, telah ditugaskan dan merupakan calon untuk maqam-maqam itu. Ini mengisyaratkan kewujudan satu penyusunan seperti seolah-olah telah tertulis di setiap dahi dan bagian depan zarah-zarah itu bahwa ia akan menjadi rezeki sel kecil si fulan serta rezeki telah tertulis di dahi setiap orang melalui pena taqdir dan namanya telah ditulis di

[1] Taufiq ialah salah seorang dari murid-murid Ustaz Nursi.

222. Page

atas rezekinya. Apakah mungkin sama sekali as-Sani’ Dzul Jalal yang melaksanakan rububiyyah-Nya melalui qudrat yang tidak terkira dan hikmah yang luas ditahap ini, memegang semua maujudat dari zarah kepada siarah (planet) dalam genggaman tasarruf-Nya dan memutarkan dalam daerah penyusunan dan neraca, namun tidak menjadikan dan tidak dapat menjadikan pembinaan yang lain?


Sesungguhnya banyak ayat al-Quran meletakkan pembangunan pertama yang berhikmah di hadapan pandangan manusia. Dengan mewakilkan pembangunan lain pada hasyir dan kiamat bagi-Nya, ayat-ayat itu menghilangkan keraguan. Ayat al-Quran memberitahu: قُلْ يُحْيِيهَا الَّذِى اَنْشَاَهَا اَوَّلَ مَرَّةٍ yakni: “Siapa saja yang telah menjadikan kalian dari tidak ada dalam bentuk yang berhikmah ini, maka dialah juga yang akan membangkitkan kalian di Akhirat.” Firman-Nya lagi: وَهُوَ الَّذِى يَبْدَاُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ اَهْوَنُ عَلَيْهِ yakni: “Pengembalian dan pembangkitan kalian di Hasyir adalah lebih mudah dan gampang dari penciptaan kalian di dunia.”


Ia seperti berikut: Apabila batalion tentara telah bubar untuk istirahat, kemudian dipanggil melalui satu semboyan, sesungguhnya perhimpunan mereka di bawah satu panji batalion dengan cara yang sangat mudah dibanding dengan membentuk kembali satu batalion. Begitulah juga zarah-zarah asasi yang menghasilkan keserasian dan kesesuaian melalui percampuran antara satu dengan lain dalam satu tubuh. Kata-kata labbaik kepada perintah al-Khaliq Dzul Jalal dan perhimpunan mereka melalui Sangkakala Israfil ‘Alaihis Salam lebih gampang dan lebih mungkin menurut akal dibanding dengan penciptaan pertama kali. Bahkan perhimpunan semua zarah juga adalah tidak perlu. Juzuk-juzuk asasi dan zarah-zarah asli yang ibarat biji dan benih yang diungkapkan sebagai ‘ajbuz zanab dalam Hadith adalah asas dan dasar yang mencukupi untuk pembinaan kedua. As-Sani’ul Hakim telah membina badan manusia di atas mereka.


Kesimpulan bagi kiasan keadilan yang telah diisyaratkan oleh ayat-ayat seperti وَ مَا رَبُّكَ بِظَلاَّمٍ لِلْعَبِيدِ yang merupakan ayat ketiga adalah seperti berikut: Di alam ini kita jumpai bahwa orang-orang yang zalim, fajir dan ghaddar menghabiskan usia dengan penuh keriangan dan kesenangan manakala orang-orang yang dizalimi dan bertaqwa melaluinya dengan penuh kesulitan dan kehinaan. Kemudian kematian datang lalu menjadikan kedua-duanya sama. Seandainya persamaan ini adalah tidak ada ujungnya, jika tidak pernah tamat maka kelihatanlah kezaliman. Sedangkan, penyucian dari kezaliman adalah tetap melalui penyaksian alam semesta ini kerana keadilan dan hikmah Ilahi tidak menerima kezaliman ini dari sisi manapun. Secara jelas semua ini menghendaki suatu perhimpunan lain supaya (golongan) yang pertama mendapat balasannya dan (golongan) yang kedua mendapat ganjarannya. Semoga manusia yang tidak tersusun dan sengsara ini mendapat balasan dan ganjaran yang sesuai dengan persediaannya lalu dapat menjadi asas bagi keadilan yang sebenarnya, menjadi penerima hikmah Rabbani dan menjadi seorang saudara besar bagi maujudat alam yang berhikmah. Ya, negara dunia ini tidak bersedia untuk (menerima) tunas persediaan tidak terbatas yang telah dimasukkan di dalam roh manusia. Maknanya ia akan dikirim ke alam lain.


Ya, jauhar atau intipati manusia adalah besar. Maka, ia adalah calon untuk keabadian. Ciri-cirinya adalah tinggi, maka tindakan kriminalnya juga besar. Ia tidak pernah menyerupai maujudat lain. Penyusunannya juga adalah penting. Ia tidak bisa menjadi tidak tersusun, tidak bisa dibiarkan, tidak bisa disia-siakan, tidak bisa dihukum dengan kefanaan mutlak dan tidak 

223. Page

lari kepada ketiadaan sebenar. Neraka telah membuka mulutnya untuk mereka itu dan sedang menunggu. Surga pula telah membuka pelukannya yang mesra dan sedang menanti. Oleh sebab ‘Hakikat Ketiga Kalimah Kesepuluh’ telah memperlihatkan contoh kedua kami ini dengan sangat baik maka kami meringkaskannya di sini. Justeru, untuk contoh, kiaskan dan kajilah juga ayat-ayat lain yang mengandungi burhan latifah ‘aqliyyah yang sangat banyak seperti dua ayat di atas. Sesungguhnya sumber yang sepuluh dan asas yang sepuluh menghasilkan pemahaman yang qat’i dan burhan yang memutus dan sebagaimana pemahaman yang sangat berasas dan burhan yang sangat kuat itu mengisyaratkan kepada kewujudan sebab dan pewajar untuk hasyir dan Qiamat, as-Sani’ Dzul Jalal juga, sebagaimana yang telah diisbatkan dalam Kalimah Kesepuluh, kebanyakan Asmaul Husna-Nya seperti al-Hakim, ar-Rahim, al-Hafiz dan al-‘Adil mengehendaki kedatangan hasyir dan Qiamat dan kewujudan kebahagiaan abadi dan mengisyaratkan secara pasti tentang kebenaran kebahagiaan abadi. Artinya memastikan akan hasyir dan Qiamat adalah sangat kuat sehingga ia tidak menjadi sumber bagi syak dan keraguan apapun.


Asas Ketiga: Pelakunya adalah muqtadir (berupaya). Ya, sebagaimana kewajaran hasyir adalah wujud tanpa keraguan, maka Dzat yang akan menjadikan Hasyir juga adalah berupaya di tahap yang tertinggi. Tidak ada  kekurangan pada qudrat-Nya. Benda-benda yang paling besar dan paling kecil adalah satu jika dinisbahkan kepada-Nya. Menjadikan sebuah musim bunga adalah semudah (menjadikan) sekuntum bunga.


Ya, Dia ialah al-Qadir kerana alam ini, semua mataharinya, bintangnya, dunianya, zarahnya dan jauharnya menjadi saksi bagi keagungan dan kuasa-Nya melalui lidah-lidah yang tidak terhitung. Apakah prasangka dan was-was mempunyai hak untuk menjadikan hasyir jasmani itu sebagai sesuatu yang mustahil bagi qudrat itu?


Ya, secara jelas, al-Qadir Dzul Jalal ialah Dzat yang menjadikan tiap-tiap dunia yang baru dan tersusun setiap kurun, bahkan menjadikan tiap-tiap sesuatu yang bergerak (sayyar) yang baru dan alam semesta yang tersusun setiap tahun, bahkan menjadikan tiap-tiap alam yang baru dan tersusun setiap hari, senantiasa menjadikan dan mengubah dunia-dunia dan alam semesta yang sementara pada wajah langit dan bumi, dan di sebalik satu dengan yang lain dengan penuh kesempurnaan, menggantung alam-alam yang tersusun sebanyak kurun dan tahun bahkan hari pada tali masa, memperlihatkan keagungan qudrat-Nya melaluinya, memasang bunga-bunga musim bunga yang besar yang telah dihiaskan dengan seratus ribu jenis ukiran Hasyir kepada kepala bola bumi seperti sekuntum bunga dan mememunculkan kesempurnaan hikmah-Nya[1] melaluinya, maka bolehkah dikatakan: “Bagaimanakah Dia akan mendatangkan Qiamat dan bagaimanakah Dia akan menukar dunia ini dengan akhirat?” Ayat suci berikut: مَا خَلْقُكُمْ وَلاَ بَعْثُكُمْ اِلاَّ كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ mengiklankan bahwa tiada satu benda pun menjadi berat bagi kesempurnaan qudrat al-Qadir itu. Benda yang paling besar adalah ringan bagi qudrat-Nya seperti benda yang paling kecil. Malah bilangan yang tidak terkira adalah mudah bagi qudrat itu seperti seorang. Kami telah menerangkan hakikat ayat di atas pada ‘penutup Kalimah Kesepuluh’ secara ijmal (ringkas) dan dalam ‘Risalah Noktah’ dan ‘Surat Kedua Puluh’ secara jelas. Berdasarkan kecocokan dengan maqam ini, kami menerangkannya sedikit melalui tiga masalah. Sesungguhnya, qudrat Ilahi berbentuk dzati. Oleh itu kelemahan tidak dapat

[1] Dalam penggantian dengan yang lain: Keindahan seni-Nya.

224. Page

muncul. Malah bersangkut-paut dengan kemalakutan (sifat kemalaikatan) benda.  Karena itu halangan tidak dapat campur tangan. Nisbahnya menurut undang-undang. Jika begitu juz menjadi sama dengan kull. Dan juz’i akan menjadi kulli. Justeru kami akan menetapkan tiga masalah ini.


Masalah Pertama: Qudrat Azali ialah keperluan wajib bagi Dzat Tersuci Ilahi. Yakni, secara daruri qudrat azali ialah keperluan Dzat itu. Tidak akan ada sisi apapun yang berbentuk infiqaq (terisolasi). Jika begitu kelemahan yang merupakan lawan dari qudrat, tidak mungkin dapat menjadi saingan bagi Dzat yang melazimkan qudrat itu dengan jelas. Karena dalam keadaan itu ia mengharuskan menghimpun dua sifat yang bertentangan.


Kelemahan tidak bisa menjadi halangan kepada dzat, maka secara jelas ia tidak akan muncul menghalangi qudrat yang merupakan kelaziman bagi Dzat itu. Melihat kelemahan tidak akan dapat masuk ke dalam qudrat, maka secara jelas maka tidak bisa ada peringkat-peringkat dalam qudrat yang dzati itu. Karena level kewujudan semua benda adalah melalui kemasukan lawan-lawan benda itu.


Contohnya: Level dalam kepanasan adalah melalui kemasukan dingin. Derjat dalam kecantikan adalah karena adanya kejelekan dan kiaskanlah seterusnya yang seperti itu. Tetapi dalam kemungkinan, karena tidak ada kebutuhan awal yang hakiki dan tabii, maka di dalamnya kebarangkalian semua yang berlawanan bisa memasuki satu sama lain. Dengan melahirkan martabat-martabat, ia melahirkan perubahan-perubahan alam melalui perbedaan. Memandangkan tidak akan ada peringkat pada qudrat yang azali, jika begitu, secara daruri apa yang ditentukan nisbahnya bagi qudrat menjadi satu. Yang paling besar menjadi sama dengan yang paling kecil dan zarah-zarah akan serupa dengan bintang-bintang. Bagi qudrat itu, hasyir semua manusia semudah menghidupkan seorang manusia dan pewujudan sebuah musim bunga adalah semudah mencipta sekuntum bunga. seandainya disandarkan kepada asbab, waktu itu sekuntum bunga adalah seberat satu musim bunga. Telah diisbatkan pada nota kaki fikrah akhir martabat keempat Allahu Akbar ‘Maqam Kedua Kalimah’ ini, serta dalam ‘Kalimah Kedua Puluh Dua’, dan dalam ‘Surat Kedua Puluh’ dan tambahannya bahwa seandainya penciptaan semua benda diberikan kepada al-Wahidul Ahad, semua benda akan menjadi mudah seperti satu benda. Seandainya diberikan kepada sebab-sebab, satu benda selalu menjadi susah dan berat sebanyak semua benda.


Masalah Kedua: Qudrat tergantung kepada sifat malakut benda-benda. Ya, alam semesta mempunyai dua wajah seperti kaca. Satu sisi mulk yang menyerupai permukaan kaca yang berwarna. Yang satu lagi sisi malakut yang menyerupai permukaan kaca yang bercahaya. Sisi mulk ialah tempat bergeraknya benda-benda yang bertentangan. Yaitu  tempat terjadinya  urusan-urusan seperti cantik, jelek, baik, buruk, kecil besar dan susah dan senang. Karena itulah as-Sani’ Dzul Jalal telah menjadikan penyebab nyata sebagai tirai bagi urusan qudrat-Nya. Supaya campur tangan qudrat yang secara langsung dengan perintah-perintah yang remeh dan tidak layak menurut pandangan akal tidak kelihatan. Karena keagungan dan kemuliaan mengehendaki begitu. Tetapi Dia tidak memberikan bukti hakiki kepada perantaraan dan asbab itu kerana keesaan dan al-Ahad mengehendaki begitu. Sisi malakut bercahaya dan bersih pada setiap benda. Warna-warna dan sisa-sisa yang bersifat pribadi tidak akan pernah mencampurinya. Sisi itu terfokus  kepada al-Khaliq-nya sendiri tanpa perantara. Padanya tiada 

225. Page

tertib asbab dan kesinambungan sebab. Kecacatan dan penyacatan tidak mungkin dapat memasukinya. Tiada cacat-celanya. Penghalang-penghalang tidak dapat campur tangan. Zarah menjadi saudara kepada matahari.


Hasilnya: Qudrat itu adalah biasa dan tidak ada ujungnya serta bersifat dzati. Tempat pergantungan qudrat tidak ada perantara, tadak ada noda dan tidak ada pendurhaka. Jika demikian tidaklah kesombongan oleh yang besar kepada yang kecil dalam daerah qudrat itu. tidak ada lebihnya banyak atas yang satu. Bagi qudrat ini, nisbah perkara yang juz‘i adalah semudah yang kulli. Tiada kesusahan baginya.


Masalah Ketiga: Nisbah qudrat adalah berbentuk kanun. Yaitu, ia memandang kepada yang banyak dan sedikit serta yang besar dan kecil sebagai satu. Kami akan mendekatkan masalah yang sulit ini kepada akal melalui beberapa perumpamaan. Sesungguhnya syafafiyyah (kesucian), muqabalah (timbal-balik), muwazanah (perimbangan), intizam (penyusunan), tajarrud (pembebasan) dan ketaatan di alam semesta, masing-masing ialah satu perintah yang mana menjadikan banyak adalah sama dengan sedikit dan besar sama dengan kecil.


Perumpamaan Pertama: Memperlihatkan rahasia kesucian. Sebagai contoh: Limpahan tajalli matahari yaitu contoh dan pantulannya memperlihatkan identiti yang sama pada permukaan laut dan pada setiap tetes air laut. Seandainya bola bumi terdiri dari cobesan kaca yang berlainan terhadap matahari yang tiada tabir, pantulan matahari menjadi satu tanpa kepadatan, pembagian dan kekurangan pada setiap cobesan dan semua permukaan bumi. Sekiranya matahari andaian menjadi pelaku yang terpilih dan memberikan limpahan cahaya dan contoh pantulannya melalui iradahnya, niscaya limpahan yang telah diberikannya kepada semua permukaan bumi tidak akan menjadi lebih berat dari limpahan yang telah diberikannya kepada satu zarah.


Perumpamaan Kedua: Rahasia Muqabalah. Sebagai contoh: Andaikata terdapat sebatang lilin di tangan satu makhluk yang berada di titik tengah sebuah wilayah besar yang terdiri dari anggota benda hidup yakni manusia dan terdapat sekeping kaca di tangan tiap-tiap makhluk yang berada di wilayah sekelilingnya, niscaya nisbah limpahan dan jilwah pantulan yang diberikan oleh lilin tersebut kepada kaca-kaca disekitarnya, adalah satu tanpa kesusahan, tanpa pembagian dan tanpa kekurangan.


Perumpamaan Ketiga: Rahasia Muwazanah: Contoh: Sekiranya terdapat satu neraca yang hakiki, sensitif dan sangat besar, dan sekiranya pada dua piring timbangannya terdapat apakah dua biji matahari atau dua butir bintang atau dua buah gunung atau dua biji telur atau dua titik zarah, niscaya melalui penggunaan satu kekuatan yang sama akan menaikkan sebelah piring neraca yang besar itu ke langit dan menurunkan yang satu lagi ke bumi.


Perumpamaan Keempat: Rahasia Intizam (penyusunan). Contohnya: Sebuah kapal yang paling besar dapat diputar seperti mainan paling kecil.


Perumpamaan Kelima: Rahasia Tajarrud. Contohnya: Sesungguhnya ciri yang tiada keperibadian (mujarrad dari tasyakhkhus), merujuk dan memasuki setiap juzuk dzatnya dari yang paling kecil kepada yang paling besar tanpa pengurangan dan pemisahan. Keistimewaan-

226. Page

keistimewaan pada sudut tasyakhkhus yang lahir tidak boleh campur tangan dan mengacaukannya. Ia tidak akan dapat mengubah pandangan ciri yang tertajarrud. Sebagai contoh: Seekor ikan yang sehalus jarum memiliki ciri-ciri asli seperti ikan paus. Satu mikroba membawa ciri kehewanan seperti seekor badak.


Perumpamaan Keenam: Memperlihatkan rahasia ketaatan. Contoh: Seorang komandan menggerakkan seorang tentara melalui perintah atasan, melalui perintah yang sama dia bisa menggerakkan sebuah pasukan tentara. Hakikat rahasia perumpamaan ketaatan ini ialah seperti berikut: Di alam semesta, melalui pengalaman, setiap benda mempunyai noktah kesempurnaannya. Benda itu mempunyai kecenderungan kepada noktah itu. Kecenderungan yang berganda menjadi kebutuhan. Keperluan yang berganda menjadi kerinduan. Kerinduan yang berganda menjadi dorongan dan tarikan, kerinduan, keperluan dan kecenderungan, masing-masing adalah biji dan intipati kepatuhan dari ciri perintah penciptaan Allah Taala. Kesempurnaan mutlak bagi ciri-ciri kemungkinan(mumkinat) ialah kewujudan mutlak. Kesempurnaannya yang khusus ialah kewujudan yang terkhusus untuknya yang mengeluarkan keupayaannya dari daya kepada perbuatan. Justeru ketaatan seluruh alam semesta kepada perintah كُنْ, adalah seperti ketaatan satu zarah yang ibarat seorang tentara. Pada ketaatan dan keakuran perkara yang mungkin bagi perintah كُنْ azali yang datang dari kehendak azali, juga adalah kecenderungan, keperluan, kerinduan dan tarikan yang merupakan tajalli iradah serta bercampur bersama secara sekaligus. Air yang lembut, apabila mendapat perintah pembekuan melalui satu kecenderungan yang lembut, maka ia mampu menghancurkan besi. Ini memperlihatkan kekuatan rahasia ketaatan.


Enam perumpamaan di atas, jika kelihatan dengan jelas pada kekuatan dan perbuatan perkara kemungkinan (mumkinat) yang kurang, tidak ada ujungnya, daif dan tidak ada bukti hakikinya, sudah tentu jika dinisbahkan kepada qudrat azali yang tidak ada ujungnya, azali, abadi dan menjadikan seluruh alam semesta tanpa kesia-siaan, meninggalkan semua akal dalam keheranan dan bertajalli melalui bukti-bukti keagungannya, maka tidak ragu lagi bahwa setiap benda adalah setara. Tidak ada apapun menjadi berat baginya.


Kepada yang tidak dilalaikan! Melalui neraca-neraca kecil enam rahasia tadi, qudrat itu tidak mungkin ditimbang dan tidak akan dapat masuk ke dalam hal yang serasi. Ia disebutkan hanya untuk mendekatkan kepada  paham dan melenyapkan kemustahilan.


Natijah (Hasil) dan Kesimpulan Asas Ketiga: Karena qudrat azali tidak ada ujungnya dan merupakan kemestian daruri kepada Dzat yang paling suci; karena sisi malakut yang tidak ada cela dan tidak ada tirai bagi setiap benda mengarah kepadanya dan berhadapan dengannya, bahkan seimbang berdasarkan kemungkinannya yang terjadi dari kesamaan dua sisi, karena ia mentaati peraturan fitrah dan undang-undang ‘adatullah yang merupakan syariat fitrah terbesar dan karena sudut malakutnya adalah mujarrad dan murni dari penghalang-penghalang dan keistimewaan yang berbeda-beda, dengan demikian benda yang paling besar seperti benda paling kecil tidak banyak mengada-ngada dan menentang qudrat itu. Jika begitu, urusan menghidupkan semua yang mempunyai roh ketika hasyir tidak mungkin menjadi lebih berat dari menghidupkan seekor lalat di musim bunga. Karena itu, firman مَا خَلْقُكُمْ وَلاَ بَعْثُكُمْ اِلاَّ كَنَفْسٍ وَاحِدَةٍ adalah tidak tidak berlebihan (mubalaghah), benar dan haq. Jika begitu pelaku yang kami 

227. Page

nyatakan berusaha, dan pada sisi itu tidak ada halangan apapun. Ia telah merealisasikannya dalam bentuk yang qat’i.


Asas Keempat: Sebagaimana terdapat sesuatu yang mewajarkan kiamat dan hasyir, maka pelaku yang akan mendatangkan hasyir juga berupaya. Begitulah juga dunia ini. Ia mempunyai keupayaan untuk kiamat dan hasyir. Sesungguhnya dalam statemen kami ini - yaitu penerimaan dunia kepada kiamat dan hasyir ini - terdapat empat persoalan:


Pertama: Apakah ada kemungkinan mati untuk alam dunia ini?

Kedua: Bagaimana terjadinya kematian itu ?


Ketiga: Apakah mungkin dunia yang telah hancur dan mati itu diperbaiki dan dibangkitkan kembali dalam bentuk akhirat?


Keempat: Apakah perbaikan dan penghidupan yang mungkin terjadi?

Persoalan Pertama: Kematian alam semesta ini adalah mungkin. Sebab seandainya sesuatu benda termasuk dalam undang-undang penyempurnaan,sudah pasti benda itu memiliki sifat tumbuh dan membiak. Seandainya ada pertumbuhan, pembiakan dan pembesaran, sudah tentu ia memiliki umur yang fitrah. Seandainya ada umur fitrahnya, sudah tentu terdapat ajal fitrahnya. Melalui kajian dan penyelidikan yang sangat luas, sudah tentu benda-benda seperti itu tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari cakaran maut.


Ya, sebagaimana insan adalah sebuah alam yang kecil dan dia tidak akan selamat dari kehancuran, alam juga seorang insan yang besar, maka ia juga tidak selamat dari cakaran kematian. Ia juga akan mati. Kemudian ia akan dibangkitkan ataupun ia akan tidur kemudian akan membuka matanya sewaktu subuh hasyir.


Seperti sebatang pohon yang bernyawa yang merupakan naskah kecil alam semesta tidak dapat menyelamatkan dirinya dari kemusnahan dan kehancuran, begitu juga rantaian alam semesta yang telah diambil dari pohon penciptaan. Untuk memperbaiki dan memperbaharui, ia tidak dapat menyelamatkan dirinya sendiri dari diuraikan. Seandainya atas izin iradah azali ia tidak ditimpa dengan penyakit fisik ataupun peristiwa yang meruntuhkan sebelum ajal fitrah dunia dan Seandainya as-Sani’ul Hakim juga tidak merusakkannya sebelum ajal fitrah, mesti melalui penelitian ilmiah, suatu hari akan datang di mana dengan keizinan al-Qadirul Azali makna-makna dan rahasia-rahasia


[اذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْ وَاِذَا النُّجُومُ انْكَدَرَتْ وَاِذَا الْجِبَالُ سُيِّرَتْ]

(Apabila matahari digulung dan apabila bintang berjatuhan dan apabila gunung-gunung dihancurkan) At Takwir:81 ayat 1-3)


[اِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ وَاِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ وَاِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ]


228. Page

(Apabila langit terbelah dan apabila bintang-bintang jatuh berserakan dan apabila lautan meluap) Al Qur’an, al Infithar, 82 ayat 1-3)


Manusia lahir lalu besar yang merupakan dunia itu mulai dilanda sekarat. Dengan bunyi mengerang yang mengerikan dan dengan suara yang menakutkan ia menggemakan dan memenuhi udara dengannya lalu meraung dan akan mati. Kemudian dengan perintah Ilahi ia akan dibangkitkan kembali.


Suatu persoalan yang mempunyai kiasan halus: Air membeku walaupun memudaratkan diri sendiri. Es mencair walaupun memudaratkan dirinya. Isi mengeras walaupun memudaratkan kulit. Lafaz menebal walaupun memudaratkan makna. Roh menjadi lemah demi jasad. Jasad menjadi halus demi roh. Maka demikianlah juga dunia yang merupakan alam gelap. Ia menjadi lembut dan menghalus melalui proses fungsi mesin kehidupan demi akhirat yang merupakan alam latif.


Curahan nur kehidupan pada juzuk-juzuk yang gelap, jumud, telah padam dan telah mati, melalui kegiatan yang sangat mengherankan oleh qudrat yang mencipta adalah satu lambang kekuasaan. Karena ia mencairkan, membakar dan menerangi alam yang gelap ini melalui nur kehidupan dan menguatkan hakikatnya demi alam yang latif. Ya, sedaif mana hakikat sekalipun ia tidak akan mati dan tidak akan hilang seperti gambaran.


Bahkan ia berjalan dan bergerak pada ciri-ciri dan gambaran. Maka hakikat membesar, berkembang dan semakin meluas. Manakala balutan dan gambaran semakin usang, menghalus dan bercerai berai. Untuk menyesuaikan dengan tahap hakikat pasti dan telah membesar ia menjadi segar dengan lebih baik. Pada noktah lebih dan kurang, hakikat dan gambaran adalah penentuan ukuran terbalik. Yakni, apabila gambaran menebal, hakikat menipis. Apabila gambaran menipis, maka hakikat mendapat kekuatan pada nisbah itu. Justeru, undang-undang ini adalah menyeluruh bagi semua benda yang termasuk di dalam undang-undang yang saling menyempurnakan. Artinya, mesti suatu masa akan datang sehingga alam syahadah yang merupakan cengkerang dan gambaran hakikat agung alam semesta akan berkecai dengan keizinan al-Fatir Dzul Jalal. Kemudian ia akan diperbaharui dalam bentuk yang lebih indah dan merealisasikan rahasia يَوْمَ تُبَدَّلُ الْاَرْضُ غَيْرَ الْاَرْضِ.


Hasilnya: Kematian dunia adalah bisa terjadi bahkan satu kepastian yang tidak mendatangkan keraguan apapun.


Masalah Kedua: Terjadinya kematian dunia. Dalil bagi persoalan ini ialah ijma’ semua agama samawi dan penyaksian semua fitrah yang sejahtera serta isyarat semua perubahan, penggantian dan penukaran alam semesta ini. Malah kematian dunia benda hidup dan alam yang sentiasa berubah sebanyak bilangan kurun dan tahun di dewan pertemuan dunia ini juga merupakan penyaksian mereka bagi kematian dunia sesungguhnya yang juga seperti mereka. Jika kamu mau membayangkan sakarat dunia dalam bentuk yang telah diisyaratkan oleh ayat al-Quran maka perhatikan: Juzuk-juzuk alam semesta ini antara satu dengan lainnya telah terikat dengan peraturan yang teliti dan tinggi, telah terkait dengan ikatan yang tersembunyi, halus dan latif dan berada di dalam penyusunan yang di tahap apabila satu jirim dari partikel yang tinggi, menerima arahan ‘Kun (Jadilah)’ ataupun khitab ‘Keluarlah dari orbitmu’ maka 

229. Page

dunia ini mula merasai sakarat. Bintang-bintang akan berbenturan, partikel-partikel langit akan bergelombang, planet-planet mulai meledak seperti bunyi jutaan peluru di cakrawala alam yang tidak terhitung apabila dilepaskan dan bunyi-bunyi meriam-meriam besar yang menakutkan. Permukaan  akan diratakan sambil bintang-bintang bertabrakan antara satu dengan yang lain, mencetuskan percikan-percikan api, menerbangkan gunung-gunung, sementara lautan bergelora. Justeru melalui kematian dan sakarat ini, al-Qadirul Azali mulai menggoncang alam semesta. Seterusnya, sambil membersihkan alam semesta, Dia menarik neraka dan bahan-bahannya ke sisi sudut dan menarik surga serta bahan-bahan yang sesuai dengannya ke sisi yang lain. Maka lahirlah alam akhirat.


Masalah Ketiga: Pembangkitan alam kembali adalah mungkin. Sebagaimana telah diisbatkan dalam Asas yang Kedua, tiada kekurangan pada qudrat. Kewajarannya sangat kuat. Permasalahan dari perkara-perkara yang ada kemungkinan terjadi. Seandainya terdapat kewajaran yang sangat kuat bagi sesuatu masalah yang mungkin dan seandainya tidak ada kekurangan pada qudrat pelaku maka ia dipandang bukan dalam bentuk yang mungkin bahkan dengan cara yang waqi’.


Satu ulasan yang simbolik: Seandainya alam semesta ini diperhatikan, kelihatan bahwa di dalamnya terdapat dua unsur yang telah menjulur dan berakar ke setiap penjuru. Di alam semesta ini melalui tanda dan buah-buahnya seperti baik dan buruk, cantik dan jelek, manfaat dan mudarat, sempurna dan cacat, terang dan gelap, hidayah dan kesesatan, nur (cahaya) dan nar (neraka), iman dan kufur, taat dan engkar, takut dan cinta serta perkara-perkara yang bertentangan (yang lain) bertemu antara satu dengan yang lain. Perkara-perkara ini senantiasa menerima perubahan dan penggantian. Roda-rodanya berputar ibarat pabrik manufaktur sebuah alam lain.


Sudah tentu dahan-dahan dan natijah-natijah dua unsur yang berlawanan antara satu dengan yang lain itu akan menuju kepada keabadian. Sesudah berpusat (bertumpu pada tempat yang sama) mereka akan berpisah. Waktu itu, ia akan muncul dalam bentuk surga dan neraka. Karena alam baqa’ akan dijadikan dari alam fana ini, sudah tentu unsur-unsur asasnya akan menuju kepada kebaqaan dan keabadian.


Ya, surga dan neraka ialah dua biji buah dari dahan pohon penciptaan yang menjulur condong  menuju ke penjuru keabadian dan dua natijah rantaian alam semesta ini, dua gedung arus urusan ini, dua kolam maujudat yang mengalir dan bergelombang menuju kebadian serta dua tempat tajalli kesantunan dan kekerasan yang sewaktu tangan qudrat mengoncang alam semesta dengan satu gerakan yang kuat, dua kolam itu akan penuh dengan bahan-bahan yang sesuai.


Rahasia bagi Ulasan yang simbolik tadi adalah seperti berikut: Melalui kehendak ‘inayah sarmadi dan hikmah azali-Nya al-Hakimul Azali telah menjadikan dunia ini sebagai tempat untuk percobaan, medan ujian, cermin Asmaul Husna-Nya dan sebagai halaman depan pena takdir dan qudrat-Nya. Percobaan serta ujian ialah sebab bagi proses kembang biak. Proses kembang biak itu adalah sebab bagi peningkatan keupayaan. Peningkatan itu sebab bagi kemunculan kemampuan. Kemunculan kemampuan itu adalah sebab bagi lahirnya hakikat-hakikat nisbiyyah (subjektif). Kelahiran hakikat-hakikat nisbiyyah adalah sebab bagi pemaparan 

230. Page

ukiran tajalli Asmaul Husna oleh as-Sani’ Dzul Jalal dan penukaran alam semesta kepada bentuk as-Samad.


Justeru, melalui rahasia ujian dan penanggungjawaban inilah maka permata roh-roh tinggi yang seperti berlian disaring dan diasingkan dari bahan-bahan roh-roh yang hina seperti arang. Justeru seperti rahasia-rahasia yang disebutkan ini, untuk hikmah-hikmah yang sangat halus dan tinggi yang belum kita ketahui, karena Dia menginginkan alam di dalam bentuk ini, maka pertukaran dan perubahan alam ini juga dikehendaki untuk hikmah-hikmah itu. Untuk perubahan dan pertukaran, Dia telah mencampur adukkan benda yang berlawanan dengan hikmah dan membawanya menghadap satu dengan yang lain. Dengan mencampurkan kemudaratan di dalam manfaat, memasukkan keburukan ke dalam kebaikan, menghimpunkan kejelekan dengan kecantikan, dan dengan mengadonnya seperti adonan tepung, Dia telah menjadikan alam semesta ini sesuai undang-undang penggantian dan pertukaran dan dustur perubahan dan penyempurnaan.


Apabila tiba masanya, majlis imtihan (tempat ujian) telah ditutup. Waktu percobaan telah tamat. Hukum Asmaul Husna telah dilaksanakan. Pena takdir telah mencatatkan tulisannya dengan sempurna. Qudrat telah menyempurnakan ukiran seninya. Maujudat telah menunaikan tugasnya. Makhluk-makhluk telah menyempurnakan khidmatnya. Setiap benda telah merealisasikan maknanya. Dunia telah menyemai anak-anak pohon akhirat. Bumi telah memamerkan dan memperlihatkan seluruh mukjizat qudrat dan segala kehebatan seni as-Sani‘ul Qadir. Alam fana ini telah memasang papan-papan tanda yang membentuk pemandangan-pemandangan abadi bagi pita waktu. Malah hikmah sarmadi dan inayah azali as-Sani’ Dzul Jalal telah menghendaki hakikat-hakikat seperti natijah-natijah ujian, natijah-natijah percobaan, hakikat-hakikat tajalli Asmaul Husna, hakikat-hakikat tulisan pena takdir, asal-usul sesungguhnya ukiran seni seperti contoh, manfaat dan tujuan-tujuan tugas-tugas maujudat, bayaran khidmat-khidmat makhluk, hakikat-hakikat makna yang telah diungkapkan oleh kalimah-kalimah kitab alam semesta, bertunasnya benih-benih investasi, pembukaan sebuah mahkamah agung, paparan pemandangan-pemandangan duplikat yang diambil dari  dunia, pengoyakan tirai sebab-sebab zahir dan penyerahan setiap benda kepada al-Khaliq Dzul Jalal- secara langsung.


Karena Dia telah menghendaki hakikat-hakikat yang telah disebutkan, maka untuk menyelamatkan serta mengabadikan alam semesta dari huru-hara pertukaran dan kefanaan serta dari perubahan dan kemusnahan, Dia telah mengingini pengasingan benda-benda yang berlawanan itu dan ingin membedakan sebab-sebab pertukaran dan bahan-bahan perselisihan. Maka sudah tentu Dia akan mencetuskan Qiamat dan akan mengasingkannya untuk hasil akhir itu. Justeru, pada natijah pembersihan itulah, neraka menerima rupa abadi yang menakutkan lalu menunjukan ancaman وَامْتَازُوا الْيَوْمَ اَيُّهَا الْمُجْرِمُونَ adapun surga memperlihatkan wajah abadi yang mengagumkan lalu ahli dan penghuninya menerima khitab سَلاَمٌ عَلَيْكُمْ طِبْتُمْ فَادْخُلُوهَا خَالِدِينَ.


Sebagaimana telah ditempatkan dalam ‘Persoalan Kedua Maqam Pertama Kalimah Kedua Puluh Delapan’, melalui qudrat-Nya yang sempurna, al-Hakimul Azali mengurniakan tubuh yang abadi bagi penghuni dua tempat itu sehingga mereka tidak lagi akan terancam oleh kerusakan apapun, pertukaran, ketuaan dan kemusnahan. Karena di sana tidak terdapat yang menyebakan adanya perubahan yang menjadi penyebab bagi kemusnahan.


231. Page

Masalah Keempat: Kemungkinan ini akan terjadi. Ya, setelah kematian, dunia akan dibangkitkan kembali sebagai akhirat. Sesudah dunia dimusnahkan, Tuhan yang menjadikan dunia itu sekali lagi akan memperbaikinya dalam bentuk yang lebih indah dan menjadikannya sebagai satu kediaman dari akhirat. Dalil untuk masalah ini, mula-mula ialah al-Quranul Karim melalui semua ayatnya yang mengandungi ribuan burhan ‘aqli dan semua kitab samawi dijumpai sepakat tentang masalah ini. Begitu juga sifat-sifat Jalal, sifat-sifat Jamal dan Asmaul Husna Dzat Dzul Jalal. Semuanya mengisyaratkan tentang masalah ini secara qat’i. Melalui semua firman samawi yang disampaikan kepada para nabi, Dia telah berjanji untuk mewujudkan qiamat dan Hasyir. Justeru, karena Dia telah berjanji, sudah tentu Dia akan menunaikannya. Rujuklah kepada ‘Hakikat Kedelapan Kalimah Kesepuluh’. Malah semua nabi dan mursalin (para rasul), para wali dan siddiqin (mereka yang benar) telah sepakat dan meinformasikan tentang kebenarannya melalui kekuatan seribu mukjizat Muhammad al-‘Arabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam sebagai yang pertama, melalui semua ayat penciptaan alam semesta ini juga mengabarkan tentangnya.


Hasilnya: Sesungguhnya ‘Kalimah Kesepuluh’ melalui semua hakikatnya, dan ‘Kalimah Kedua Puluh Delapan’ melalui semua burhan pada Lasiyama Maqam Keduanya telah menunjukan pada tahap pastinya matahari yang telah terbenam akan terbit kembali pada waktu pagi karena sedudah terbenamnya kehidupan duniawi, mentari kebenaran akan menyingsing dalam bentuk kehidupan ukhrawi.


Justeru, dalam penerangan kami dari awal sampai di sini, kami telah memberitahu empat asas dalam bentuk istifadah untuk menyediakan hati kepada penerimaan, nafsu guna penyerahan dan akal kepada kepuasan. Tetapi siapalah kami untuk menyatakan tentang masalah ini. Yang sepatutnya adalah kita perlu mendengar apa yang diberitahu oleh Pemilik dunia ini, al-Khaliq alam semesta ini dan al-Malik maujudat. Ketika pemilik pemilikan menyatakan sesuatu, maka apakah daya yang ada pada selain-Nya untuk sibuk mencampuri-Nya? Justeru, pada khutbah azali-Nya yang disampaikan secara berkhitab kepada semua saf golongan yang duduk di sebalik kurun-kurun, kita perlu mendengar ribuan firman seperti:


[اِذَا زُلْزِلَتِ الْاَرْضُ زِلْزَالَهَا وَاَخْرَجَتِ الْاَرْضُ اَثْقَالَهَا وَ قَالَ الْاِنْسَانُ مَالَهَا يَوْمَئِذٍ تُحَدِّثُ اَخْبَارَهَا بِاَنَّ رَبَّكَ اَوْحَى لَهَا يَوْمَئِذٍ يَصْدُرُ النَّاسُ اَشْتَاتًا لِيُرَوْا اَعْمَالَهُمْ فَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْرًا يَرَهُ وَمَنْ يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرا يَرَهُ]

Apabila bumi diguncangkan dengan guncangan, yang dahsyat, dan bumi telah mengeluarkan beban-beban berat yang dikandungnya dan manusia bertanya “apa yang terjadi pada bumi ini”. Pada hari itu bumi menyampaikan beritanya. Karena sesungguhnya Tuhanmu telah memerintahkan (yang demikian itu)padanya. Pada hari itu manusia keluar dari kuburnya dalam keadaan berkelompok-kelompok untuk diperlihatkan kepada mereka (balasan) semua perbuatannya. Maka siapa yang mengerjakan kebaikan sebesar biji dzzarah, niscaya dia akan melihat (balasannya). Dan barangsiapa mengerjakan kejahatan seberat dzzarrah niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (Terjemahan al Qur’an surat Al-Zalzalah, 99:1-8)


[وَبَشِّرِ الَّذ۪ينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ اَنَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِى مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهَارُ كُلَّمَا رُزِقُوا مِنْهَا مِنْ ثَمَرَةٍ رِزْقًا قَالُوا هٰذَا الَّذِى رُزِقْنَا مِنْ قَبْلُ وَ اُتُوا بِهِ مُتَشَابِهًا وَ لَهُمْ فِيهَا اَزْوَاجٌ مُطَهَّرَةٌ وَهُمْ فِيهَا خَالِدُونَ]


 


232. Page

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang beriman dan berbuat kebajikan bahwa untuk mereka (disediakan) surga-surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Setiap kali mereka diberi rezki buah-buahan dari surga , mereka berkata “Inilah rezeki yang diberikan kepada kami dahulu.”Mereka telkah diberi (buah-buahan) yang serupa. Dan disana mereka (memperoleh) pasangan-pasangan yang suci. Mereka kekal di dalamnya. (terjemehan al-Al-Qur’an, surat al-Baqarah,2: 25)


Surga ini tentu sesuatu yang mengembirakan dan menyenangkan seluruh makhluk dari al-Malikul Mulki Pemilik dunia dan akhirat dan kita perlu mengucapkan Amanna wa Soddaqna (kami percaya dan kami akui).


سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ *

رَبَّنَا لَا تُواخِذْنَا اِنْ نَسِينَا اَوْ اَخْطَاْنَا اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَ عَلَى آلِ سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ وَ عَلَى سَيِّدِنَا اِبْرَاهِيمَ اِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ