Kalimah Kedua Puluh Tiga

124. Page

مِنِّى وَ ارْزُقْنِى الْفَنَاءَ عَنِّى وَ لَا تَجْعَلْنِى مَفْتُونًا بِنَفْسِى مَحْجُوبًا بِحِسِّى وَاكْشِفْ لِى عَنْ كُلِّ سِرٍّ مَكْتُومٍ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ يَا حَىُّ يَا قَيُّومُ وَارْحَمْنِى وَارْحَمْ رُفَقَائِى وَارْحَمْ اَهْلِ الْاِيمَانِ وَ الْقُرْانِ امِينَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ

وَ يَا اَكْرَمَ الْاَكْرَمِينَ وَ اخِرُ دَعْوَيهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

 

 

 

KALIMAH KEDUA PULUH DUA

 

Maqam Pertama telah dimasukkan ke dalam Himpunan Asa Musa (Tongkat Nabi Musa ‘Alaihissalam)

Maqam Kedua telah dimasukkan ke dalam Himpunan Talasim (Rahasia-rahasia)




KALIMAT KEDUA PULUH TIGA

Kalimat ini memiliki Dua Pembahasan

 

بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ

[لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِى اَحْسَنِ تَقْوِيمٍ ثُمَّ رَدَدْنَاهُ اَسْفَلَ سَافِلِينَ اِلاَّ الَّذ۪ينَ آمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ]


 

Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka) Kecuali orang-orang yang beriman dan beramal shaleh; bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya . (Q.S. At-Tiin: 4-6)

 

Pembahasan Pertama:

Kami hanya akan menerangkan lima dari ribuan keindahan iman di dalam Lima Poin.

 

Poin Pertama: Dengan cahaya iman, manusia dapat naik ke derajat illiyyin (paling tinggi) dan mendapat satu kedudukan yang layak baginya untuk masuk ke syurga. Sebaliknya, gelapnya 

125. Page

kekufuran akan menjatuhkannya ke derajat yang paling rendah dan membuatnya mendapatkan kedudukan yang layak untuk masuk ke neraka. Ini karena, keimanan menghubungkan insan kepada Penciptanya Yang Maha Agung. Oleh karena itu, manusia mendapatkan kedudukan yang mulia dilihat dari segi kreasi penciptaan Ilahi dan ukiran nama-nama Rabbani yang tampak pada manusia melalui keimanan.


Kekufuranlah yang memutuskan hubungan itu. Dari pemutusan tersebut maka kesenian Illahi akan tertutupi. Maka ia akan menjatuhkan manusia hanya pada penilaian materi semata. Sementara nilai materi tidaklah menjadi tolak ukur. Oleh karena ıtu segalanya adalah kehidupan yang fana seperti hewan yang bersifat sementara maka nilainya akan sirna. Kami akan menerangkan rahasia ini melalui satu perumpamaan.


Contoh: Nilai materi dalam penciptaan manusia berbeda dengan nilai seninya. Kadang kala ia sama, tetapi terkadang materilah yang lebih bernilai. Kadang kala sebuah besi yang bernilai lima kurusy dapat menghasilkan seni yang memiliki nilai lima lira. Bahkan terkadang, hasil seni antik yang bernilai jutaan terbuat dari materi yang nilainya bahkan tidak cukup lima kurusy. Jika barang langka seperti itu dijual ke pasar para pembuat barang langka dan barang tersebut dipajang dengan menyebut nama penciptanya yang hebat dan terkenal, maka ia akan dapat dijual dengan nilai jutaan rupiah. Jika ia dibawa ke pasar tukang besi biasa, ia akan dibeli dengan nilai besi yang berharga lima ribu per kilogram yakni harga yang rendah.


Demikian juga dengan manusia, ia merupakan hasil seni ciptaan Allah Subhanahu wa Ta’ala yang langka seperti pada perumpamaan di atas dan ia merupakan mukjizat kodratNya yang paling tinggi dan paling lembut. Allah menciptakannya sebagai makhluk yang memperlihatkan seluruh manifestasi nama-namaNya, pusat orbit dari seluruh ukiranNya dan juga menjadikannya sebagai miniatur dari entitas alam. Jika cahaya keimanan masuk ke dalamnya, maka cahaya itu akan memperlihatkan semua ukiran penuh hikmah yang terdapat di dalam dirinya. Mukmin akan membacanya dengan akal dan penuh kesadaran. Ia juga membuat yang lain dapat membacanya. Yakni seolah-olah ia berkata “Aku adalah ciptaan dan makhluk Sang Pencipta. Lihatlah bagaimana rahmat dan kemurahaan-Nya terwujud dalam diriku” lewat sejumlah esensi yang luas yang memnyerupainya kreasi Ilahi juga tampak pada diri manusia. Jadi, iman yang merupakan relasi manusia dengan sang pencipta memperlihatkan seluruh jejak kreasi yang tersimpan dalam diri manusia. Dengan itulah nilai manusia menjadi jelas sesuai dengan penampakan kreasi Ilahi tersebut dan sejauh mana menjadi cermin-Nya. Maka, manusia yang tadinya tidak penting berubah menuju tingkatan makhluk yang paling mulia dimana ia layak untuk menerima pesan Ilahi dan menjadi tamu Rabbani yang pantas mendapatkan surga.


Seandainya kekufuran yang lahir dari terputusnya tempat bersandar manusia, waktu itu semua ukiran nama Ilahi yang sangat berarti akan jatuh ke dalam kegelapan dan tidak bisa dibaca lagi, karena, jika as-Sani’ dilupakan, maka sudut-sudut maknawi yang menuju kepada as-Sani’ (Pencipta) juga tidak akan dipahami. Kebanyakan karya seni yang bermutu tinggi dan ukiran indah selalunya tersembunyi. Sebab sebagian yang dilihat dengan mata disandarkan kepada hukum kausalita, alam dan tasaduf yang rendah, maka ia jatuh ke tahap yang paling rendah. Ketika setiap sesuatu itu adalah berlian yang sudah gelap, semuanya menjadi kaca-kaca yang pudar. Kepentingannya hanya memperhatikan kepada unsur kehewanan. 


126. Page

Sebagaimana yang telah kami sebutkan bahwa tujuan dan buah dari materi adalah menjalankan kehidupan singkat dan parsial. Pemiliknya merupakan makhluk yang paling lemah, paling butuh dan paling malang. Dari sanapun ia menjadi lenyap. Demikianlah kekufuran melenyapkan esensi manusia dan merubahnya dari permata berharga menjadi batu bara.

 

Poin Kedua: Sebagaimana iman adalah nur yang menerangi insan dan menjadikan semua tulisan as-Samad yang ditulis di atas insan dapat dibaca, demikian juga ia menerangi alam semesta. Ia menyelamatkan masa lalu dan masa depan dari kegelapan. Kami akan menerangkan rahasia ini melalui satu perumpamaan yang aku telah lihat dalam satu kejadian yang ada kaitan dengan rahasia ayat suci seperti berikut:

 

اَللّٰهُ وَلِىُّ الَّذ۪ينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّورِ.

Allah Pelindung orang-orang beriman. Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan menuju kepada cahaya. (Q.S. Al-Baqarah:257)

 

Dalam satu kejadian imajiner, aku melihat terdapat dua gunung tinggi saling berhadapan satu sama lain. Di atasnya ada jembatan yang hebat. Di bawah jembatan itu terdapat jurang yang amat dalam. Aku berada di atas jembatan itu. Kegelapan yang pekat turut menyelubungi segenap penjuru dunia. Aku memandang ke arah kanan terbayangkan sebuah pusara besar di dalam kegelapan yang tidak berujung. Aku memandang ke kiri; seolah-olah nampak angin ribut bergelombang dan bencana yang dahsyat telah siap sedia di dalam kegelapan yang menakutkan itu. Aku memandang ke bawah jembatan; aku sangka aku melihat sebuah jurang yang sangat dalam. Untuk menghadapi kegelapan yang dahsyat ini, aku memiliki sebuah suluh kecil yang buram. Aku telah menggunakannya. Aku telah memandang (sekeliling) melalui cahayanya yang samar-samar. Maka aku melihat hal yang sangat menakutkan. Bahkan kelihatan naga-naga, singa-singa dan binatang-binatang buas yang dahsyat berada di ujung jembatan dan di sekelilingnya. Hatiku berkata: “Kalaulah suluh ini tidak ada niscaya aku tidak akan melihat semua ini.” Ke mana saja aku arahkan suluh itu aku merasa sangat ketakutan hingga aku berkata, “Alangkah malangnya! Suluh ini adalah malapetaka bagiku.” Aku merasa marah kepadanya lalu menghempasnya ke tanah dan memecahkannya.

Memecahkan suluh tersebut telah membuka mataku, seolah-olah aku telah memetik satu stop kontak listrik besar yang menerangi dunia; tiba-tiba kegelapan itu lenyap. Setiap sudut telah diterangi dengan nur lampu itu. Nur itu telah memperlihatkan hakikat setiap benda kepadaku.

Aku perhatikan bahwa jembatan yang aku nampak itu (rupa-rupanya) adalah sebuah jalan raya di tengah-tengah lembah.

Aku perhatikan pusara besar yang aku lihat di sebelah kananku rupanya tempat ibadat, khidmat, percakapan dan zikir di bawah pimpinan insan-insan nurani yang dihiasi dengan taman-taman yang indah dan hijau dari ujung ke ujung.

Jurang-jurang yang ada di sebelah kiriku  dan gaung-gaung yang aku sangka ribut dan bergelombang sayup-sayup kelihatan olehku bagaikan ruang tamu yang besar, tempat wisata yang indah dan tempat tujuan piknik yang tinggi di sebalik gunung-gunung yang cantik, menawan dan menarik. 


127. Page

Manakala makhluk-makhluk yang aku sangka adalah binatang-binatang buas dan naga-naga menakutan itu (rupanya) adalah binatang-binatang ternakan yang jinak seperti unta, lembu, kambing dan biri-biri.

Dengan berkata اَلْحَمْدُلِلٰهِ عَلٰى نُورِالْاِيمَانْ aku membaca ayat suci اَللّٰهُ وَلِىُّ الَّذينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ اِلَى النُّورِ dan aku terjaga dari peristiwa itu.


Justeru, dua buah gunung itu adalah permulaan dan akhir kehidupan yaitu alam dunia dan alam barzakh.

Jembatan itu ialah jalan kehidupan.

Bahagian kanan ialah waktu yang telah berlalu.

Sebelah kiri masa depan.

Suluh itu ialah sifat ananiyyah insan yang mementingkan diri sendiri, bergantung kepada apa yang diketahuinya dan tidak mendengar wahyu samawi.

Benda-benda yang disangka binatang-binatang buas itu pula ialah peristiwa-peristiwa dunia dan makhluk-makhluk yang menakjubkan.

Maka, orang yang bergantung kepada sifat ananiyyahnya dan terjerumus ke dalam kegelapan kelalaian dan ditimpa dengan kesesatan menyerupai keadaan imajinasiku dalam kejadian tadi karena melalui informasi yang kurang dan bercampur dengan kesesatan ibarat suluh itu, dia melihat masa lalu bagaikan satu kawasan pusara yang besar di dalam kegelapan yang bercampur dengan sesuatu yang tidak ada. Ia memperlihatkan masa depan ibarat tempat menakutkan yang sangat mengerikan dan terikat dengan tasaduf (kebetulan). Ia juga memberitahu bahwa segala kejadian dan maujudat masing-masing adalah petugas al-Hakimur Rahim yang patuh ibarat binatang-binatang buas yang memudaratkan. Maka sesuai dengan ayat وَالَّذينَ كَفَرُوا اَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ اِلَى الظُّلُمَاتِ.

Seandainya hidayah Ilahi sampai, maka keimanan masuk ke dalam hatinya, jika kefiraunan nafsu dipatahkan dan dia mendengar Kitabullah, maka ia akan menyerupai keadaan keduaku dalam kejadian itu. Waktu itu, tiba-tiba alam semesta akan mendapat warna siang dan dipenuhi dengan nur Ilahi. Alam akan membaca ayat اَللّٰهُ نُورُ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضِ. Waktu itu, melalui mata hatinya dia akan melihat masa lalu bukan sebagai sebuah kuburan besar bahkan dia melihat beterbangan jamaah roh-roh suci yang menunaikan tugas ubudiyyah di singa sana kepimpinan seorang nabi setiap kurun atau seorang wali ke maqam-maqam yang tinggi dan perpindahan mereka ke masa depan sambil melafazkan اَللُّٰهُ اَكْبَر setelah menamatkan tugas kehidupan mereka. Apabila dia memandang ke arah kiri, dengan nur keimanan dari kejauhan dia menyadari akan layanan ar-Rahman yang sangat indah yang diadakan di istana-istana kebahagiaan yang berada di taman-taman surga di sebalik sebagian perubahan barzakh dan ukhrawi gunung gunung. Dia mengetahui bahwa peristiwa-peristiwa seperti ribut, gempa bumi dan malaria adalah para pekerja yang telah ditugaskan. Dia mengalami kejadian-kejadian seperti ribut musim bunga dan hujan-hujannya yang secara lahir adalah kejam tetapi secara maknawinya mengandung hikmah-hikmah yang sangat lembut. Bahkan dia melihat kematian sebagai mukadimah kehidupan abadi dan kubur sebagai pintu kebahagiaan abadi. Maka kamu kiaskanlah sudut-sudut yang lain. Bandingkanlah hakikat dengan perumpamaan tadi.


Poin Ketiga: Keimanan adalah nur dan kekuatan. Ya, orang yang memperoleh keimanan yang hakiki dapat menantang alam semesta dan akan selamat dari himpitan kejadian-kejadian menurut tahap kekuatan imannya. Dia berkata توكلت علي اللّٰه lalu dapat berlayar di dalam ombak-ombak peristiwa seperti gunung gunung dengan penuh keamanan di dalam bahtera kehidupan. Dia menyerahkan segala sesuatu ke tangan qudrat al-Qadirul Mutlaq lalu pergi dari dunia 

128. Page

dengan senang dan istirahat di barzakh. Kemudian dia bisa terbang ke surga untuk masuk ke dalam kebahagiaan abadi. Sebaliknya, jika dia tidak bertawakkal, beban-beban dunia bukan saja mengikatnya bahkan menariknya ke tahap asfala safilin.

Artinya keimanan membawa kepada tauhid, tauhid membawa kepada taslim (penyerahan), taslim membawa kepada tawakkal dan tawakkal membawa kepada kebahagiaan di dua tempat. Tetapi jangan salah paham. Tawakkal bukanlah menolak terus semua sebab, bahkan memelihara sebab-sebab karena mengetahui bahwa ia adalah tabir tangan qudrat. Manakala mencampurkannya dengan sebab-sebab terdiri dari perbuatan yang hanya meminta penyebab-penyebab dari Allah Subhanahu wa Ta‘ala dengan melakukan sejenis doa melalui perbuatan dan mengetahui bahwa hasilnya adalah dari-Nya serta merasa berutang budi kepada-Nya.

Perumpamaan mereka yang bertawakkal dan tidak adalah seperti kisah berikut:

Pada suatu masa, dua orang memikul beban yang berat di pinggang dan kepala mereka. Kemudian mereka membeli tiket sebuah kapal yang besar lalu menaikinya. Salah seorang dari mereka berdua, begitu masuk ke dalam kapal, dia melepaskan bebannya ke kapal lalu duduk di atasnya dan memandang-mandang sekeliling. Seorang lagi, akibat kebodohan dan kesombongannya, dia tidak melepaskan bebannya di kapal.

Kemudian dikatakan kepadanya: “Letakkanlah bebanmu yang berat itu di kapal dan istirahatlah.”

Dia menjawab: “Tidak! Aku tidak akan melepaskan! Mungkin ia akan hilang. Lagipun aku gagah. Aku akan menjaga hartaku di pinggang dan di kepalaku.”

Sekali lagi dikatakan kepadanya: “Kapal Sultan yang membawa kami dan kalian ini adalah lebih kuat. Ia dapat menjaga dengan lepih baik. Kepalamu mungkin akan sakit dan kamu mungkin terjatuh ke laut bersama bebanmu. Lagipun, semakin lama kekuatan kamu akan berkurang. Pinggangmu yang bengkok dan kepalamu yang tidak berakal itu tidak akan mampu untuk menampung beban yang semakin memberat itu.  Seandainya kapten kapal melihat kamu dalam keadaan ini Dia mungkin akan mengusir kamu karena menyangka “kamu gila” ataupun dia akan memerintahkan “Penjarakan dia! Dia pengkhianat. Dia memperolok-olok dan mengejek kita.”

Malah, kamu juga akan menjadi badut, kerana kamu telah menjadikan dirimu bahan ketawa orang ramai akibat sifat takaburmu yang memperlihatkan kedaifan , sifat sombongmu yang memperlihatkan kelemahan dan sikap berpura-puramu yang meperlihatkan sifat riya’. Semua orang mentertawakanmu.”

Setelah dikatakan begitu orang sombong tadi mula berfikir dengan waras. Dia telah meletakkan bebannya ke lantai kapal dan duduk di atasnya.

Dia berkata “Semoga Allah meredhaimu. Aku telah selamat dari kesusahan, penjara dan kebadutan.”

Wahai insan yang tidak bertawakkal! Kamu berfikirlah seperti orang ini. Bertawakkallah! Mudah-mudahan kamu selamat dari mengemis kepada alam semesta, selamat dari menggigil di hadapan semua peristiwa, dari sikap mementingkan diri, dari kebadutan, dari kesusahan ukhrawi dan dari penjara himpitan duniawi.


Poin Keempat: Iman menjadikan manusia sebagai manusia (sejati); bahkan menjadikan manusia sebagai Raja. Sebab itu, tugas dasar manusia ialah beriman dan berdoa. Kekufuran menjadikan manusia sebagai binatang buas yang sangat lemah. Perbedaan antara hewan dan 

129. Page

manusia pada waktu kelahiran mereka ke dunia sudah menjadi dalil yang jelas dari ribuan dalil tentang masalah ini dan burhan yang kuat terhadap masalah ini.

Ya, perbedaan-perbedaan pada kedatangan insan dan hewan ke dunia memperlihatkan bahwa keinsanan menjadi keinsanan melalui keimanan, kerana, ketika hewan lahir ke dunia ia keluar dalam keadaan sempurna berdasarkan persediaannya seolah-olah telah disempurnakan di sebuah alam lain. Ia mempelajari semua syarat kehidupannya, kaitannya dengan alam semesta dan undang-undang kehidupannya lalu menguasainya apakah dalam dua jam atau dua hari atau dua bulan. Hewan seperti burung pipit dan lebah diilhamkan kepadanya kemampuan hidup dan kebolehan bekerja yang diperoleh manusia dalam dua puluh tahun, dan burung pipit hanya dalam tempoh dua puluh hari. Artinya tugas sebenar hewan bukanlah menjadi sempurna melalui latihan dan tidak meningkat melalui mencari pengetahuan serta bukan juga meminta bantuan dan berdoa dengan memperlihatkan kelemahannya, bahkan tugasnya ialah berusaha dan beramal menurut keupayaannya serta ubudiyyah melalui perbuatan.

Berbeda dengan manusia, ia perlu mempelajari semua benda dan tidak tahu dengan undang-undang kehidupan ketika lahir ke dunia, bahkan dia tidak mungkin dapat mempelajari syarat-syarat kehidupan dengan sempurna. Dia perlu belajar sehingga akhir umurnya. Manusia lahir ke dunia dalam keadaan yang sangat lemah. Seterusnya, hanya dapat berdiri dalam tempoh satu ke dua tahun. Ketika usia lima belas tahun barulah dia dapat membedakan yang mudarat dan manfaat. Dia hanya dapat menarik manfaat-manfaatnya dan berlindung dari kemudaratan melalui bantuan kehidupan manusia.

Artinya, tugas fitrah bagi insan adalah menjadi sempurna melalui proses belajar serta ubudiyyah melalui doa. Yakni, mengetahui tentang “dengan belas kasihan siapakah aku diuruskan dengan begitu berhikmah, dengan kemurahan siapa aku dididik dengan penuh kasih-sayang dan dengan kesantunan yang bagaimana aku diberi makan dan diuruskan dalam keadaan manja seperti ini?”

Seterusnya merayu, meminta dan berdoa melalui bahasa kelemahan dan kefakiran kepada al-Qadhiyul Hajat tentang kebutuhannya.dimana kemampuannya begitu kecil. Sebab itu ia terbang ke maqam tinggi ubudiyyah dengan sayap kelemahan dan kefakiran.

Artinya insan telah datang ke dunia ini untuk menjadi sempurna melalui perantaraan ilmu dan doa. Berdasarkan kondisi dan persediaan, setiap benda terkait dengan ilmu. Dasar, sumber, nur dan roh semua ilmu hakiki adalah ma’rifatullah dan dasar  utamanya adalah beriman kepada Allah.

Sebab insan selalu berhadapan dengan bala yang tidak berkesudahan dan ditimpa dengan serangan musuh-musuh yang tidak terhingga dengan kelemahannya yang tidak ada ujungnya serta terlibat dengan kebutuhan yang tidak berkesudahan dan mempunyai keingingan yang tidak terbatas bersama dengan kefakirannya yang tidak ada ujungnya, maka sesudah keimanan tugas dasar fitrahnya ialah doa.

Doa adalah dasar ubudiyyah. Sebagaimana seorang anak kecil menangis atau meminta untuk mencapai satu tujuan dan kehendak yang tidak dapat dicapai tangannya, yakni dia berdoa dengan lidah kelemahannya apakah berbentuk perbuatan atau perkataan, maka dia akan sukses mencapai maksudnya, demikian juga, insan adalah ibarat anak kecil yang manja, cantik dan menawan dalam seluruh alam makhluk bernyawa. Dia perlu menangis dengan kedaifan dan kelemahannya ataupun berdoa dengan kefakiran dan keperluannya di pintu ar-Rahmanur Rahim. Supaya maksudnya tercapai ataupun dia menunaikan kesyukuran karena terkabul pemintaannya. Sebaliknya, melencong dan mengingkari nikmat dengan mengatakan “aku menggerakkan benda-benda ajaib yang tidak menerima taskhir dan seribu kali ganda lebih 

130. Page

kuat dari benda-benda itu dengan kekuatanku dan aku menjadikan mereka taat kepadaku dengan fikiran dan pentadbiranku” seperti anak kecil yang bodoh dan malas yang merengek karena seekor lalat, maka seperti itu juga ia melawan fitrah asal keinsanan, dirinya juga sangat berhak kepada azab dan hukuman yang dahsyat.


Poin Kelima: Sebagaimana iman menjadikan doa sebagai wasilah qat’i dan fitrah manusia sangat menginginkannya, Allah Taala juga berfirman

 

قُلْ مَا يَعْبَؤُ بِكُمْ رَبِّى لَوْلاَ دُعَاؤُكُمْ [1]

 

Katakanlah (kepada orang-orang musyrik), “Tuhanku tidak mengindahkanmu, melainkan kalau engkau berdoa (beribadah) (Q.S., al-Furqaan: 77)

 

اُدْعُونِى اَسْتَجِبْ لَكُمْ.

 

Mintalah kepadaKu pasti Aku akan menjawabnya. (Q.S., Ghafi:60)

 

Barangkali kamu berkata: “Kami sudah berdoa berkali- kali, kenapa ia tidak diterima? Sedangkan ayat tersebut secara umum menjelaskan bahwa setiap doa akan dijawab.”

 

Jawabannya: Menjawab doa berbeda dengan mengabulkan. Terdapat jawaban untuk semua doa namun menerima serta memberikan sesuatu seperti yang diminta adalah mengikut hikmah Allah Ta‘ala. Sebagai contoh:

Seorang anak-anak yang sakit memanggil: “Wahai dokter! Pandanglah aku!.”

Dokter berkata: “Ya, “Apa yang kamu mau?”

Anak itu berkata: “Berik aku obat sekian.”

Apakah Dokter itu memberikan apa yang diminta oleh anak itu ataupun memberikan yang lebih baik dari yang dimintanya berdasarkan maslahat-nya (apa yang baik untuknya). Ataupun beliau tahu bahwa obat itu berbahaya kepadanya maka beliau tidak akan memberi sama-sekali.

Disebabkan Allah Subhanahu Wa Ta ‘ala al-Hakimul Mutlaq selalu hadir dan memperhatikan, maka Dia senantiasa memberi jawaban kepada doa hamba-hamba-Nya. Dia mengubah kedahsyatan kesunyian dan kesepian kepada ketenangan melalui kehadiran dan jawaban-Nya. Tetapi Dia memberi seperti yang diminta ataupun apa yang lebih aula(utama) atau tidak memberi sama sekali, menurut kehendak hikmah Rabbani bukan melalui kehendak atau tahakkum insan yang menurut hawa nafsu dan keinginan diri.

Doa adalah suatu ibadah. Ibadah buahnya ukhrawi merupakan waktu pelaksanaan jenis doa dan ibadah tersebut; bukan tujuan itu sendiri. Sebagai contoh, shalat istisqa’merupakan bentuk ibadah, sedangkan waktu tidak turunnya hujan bentuk pelaksanaan ibadah tersebut. Ibadah dan doa tadi bukan untuk menurunkan hujan. Jika ibadah dilakukan untuk niat tujuan itu semata, tentu tidak dikabulkan karena tidak ikhlas niat karena Allah.

Demikian juga dengan terbenamnya matahari pada waktu sholat Maghrib, gerhana matahari dan bulan ialah waktu dua ibadat khusus yang dinamakan Sholat Kusuf dan Khusuf (Sholat Gerhana). Artinya Allah menyeru hamba-Nya kepada jenis ibadah berkenaan dengan

[1] Al-Furqan,77

131. Page

tertutupinya tanda kekuasaan di siang dan malam hari, dimana keduanya meinfomasikan keagungan Allah SWT. Jadi, ibadah tadi bukan dilakukan agar bulan dan matahari kembali terlihat sebagaimana diketahui oleh ahli astronomi.

Demikian juga, musim kemarau adalah waktu sholat istisqa’ (sholat minta hujan). Maka waktu bala melanda dan benda-benda bermudarat menyerang adalah waktu-waktu khusus untuk berdoa supaya pada waktu itu insan memahami kelemahannya lalu berlindung di pintu al-Qadirul Mutlaq dengan doa dan permohonan. Sekiranya bala dan musibah masih belum menghilang walaupun doa telah kerap dipanjatkan, maka tidak bisa dikatakan bahwa doa tidak diterima, bahkan akan dikatakan bahwa waktu berdoa belum tamat.

Seandainya Allah mengangkat bala itu dengan limpahan dan kemurahan-Nya, maka itu adalah nurun ‘ala nur (cahaya di atas cahaya dengan arti ia adalah lebih baik). Waktu itu, masa berdoa telah tamat dan Allah telah mengabulkan. Artinya doa adalah satu rahasia ibadah.

Ubudiyyah, perlu ikhlas karena Allah semata. Seseorang hanya perlu menyebutkan kelemahanya lalu menghadap kepada-Nya dengan doa. Dia tidak patut mencampuri urusan rububiyyah-Nya. Dia mesti menyerahkan pengurusannya kepada-Nya. Dia mesti yakin dengan hikmah-Nya. Dia tidak boleh menyalahkan rahmat-Nya.

Ya, sebenarnya, sebagaimana semua maujudat masing-masing bertasbih, ibadat khusus dan sujud khas masing-masing Allah tetapkan menurut ayat-ayat yang jelas ia adalah doa yang berangkat dari seluruh alam semesta ke gerbang Ilahi.

Apakah  melalui lisanul isti’dad (lidah yang ada) yakni seperti doa semua tumbuhan dan hewan yang meminta suatu bentuk dari al-Fayyadhul Mutlaq melalui lidah persediaan masing-masing dan menginginkan Allah menerima do-doa mereka ataupun melalui lisanul ihtiyajul fitri (lidah keperluan fitrah) yaitu doa-doa semua makhluk bernyawa untuk keperluan daruri (utama) yang di luar batas keupayaan mereka yang masing-masing meminta rezeki untuk meneruskan kehidupan mereka dari al-Jawwadul Mutlaq melalui lidah fitrah tersebut.

Ataupun doa melalui lisanul idhtirari (lidah keterpaksaan) iaitu setiap makhluk yang ada roh yang terdesak berdoa dengan perlindungan secara bersungguh-sungguh, berlindung kepada pelindung majhulnya bahkan menghadap kepada Rabbur Rahim-nya. Tiga jenis doa ini, adalah akan selalu makbul jika tiada halangan.

Jenis keempat dan yang paling populer adalah doa kita. Ia ada dua bagian. Pertama berbentuk perbuatan dan keadaan dan yang satu lagi adalah berbentuk hati dan perkataan. Contoh: Mengaitkan sebab adalah doa berbentuk perbuatan. Berkumpulnya sebab-sebab bukanlah untuk mewujudkan musabbab bahkan mengambil satu kedudukan yang diredhai untuk meminta musabbab dari Allah Taala melalui lisanul hal. Bahkan membajak ladang juga (merupakan satu cara untuk) mengetuk pintu khazanah rahmat-Nya. Karena doa berbentuk perbuatan jenis ini terfokus kepada nama dan gelaran al-Jawwadul Mutlaq, maka ia biasanya dikabulkan.

Bagian kedua berdoa melalui lidah dan hati yaitu menuntut yang tidak dapat dicapai oleh tangan. Sudut yang paling penting tentang masalah ini, tujuannya yang paling indah dan buahnya yang paling manis sebagai berikut: Orang yang berdoa memahami bahwa ada satu Dzat mendengar lintasan hatinya dan tangan-Nya mampu mencapai semua benda. Dia bisa mendatangkan semua hasrat ke tempatnya. Dia menutup kelemahan orang itu dan membantu kefakirannya.

Wahai insan yang lemah dan manusia yang fakir! Jangan lepaskan anak kunci khazanah rahmat seperti doa dan satu wasilah yang menjadi pokok kekuatan yang tidak mungkin keluar dari tangan. Peganglah kuat-kuat. Naiklah ke a’la ‘illiyyin keinsanan. Seperti seorang Sultan, 

132. Page

masukkanlah doa seluruh alam semesta ke dalam doamu. Katakanlah اِيَّاكَ نَسْتَعِينُ bagaikan seorang hamba universal dan seorang wakil umum. Jadilah ciptaan terindah alam semesta.


Pembahasan Kedua:

Pembahasan ini terdiri dari lima “Poin” yang merupakan pokok kebahagiaan dan kesengsaraan insan. Karena insan telah diciptakan dalam keadaan ahsanu taqwim dan telah dianugerahkan fasilitas yang sangat lengkap, maka dia telah dihadapkan dengan berbagai ujian yang bisa naik dan jatuh ke maqam, martabat, derjat, tahap yang telah disusun dari asfala safilin sehingga a’la’ illiyyin, dari bumi sampai ke langit, dari zara sampai kepada matahari.

Manusia juga telah ditempatkan ke dunia ini sebagai satu mukjizat qudrat, natijah (hasil) penciptaan dan keajaiban seni yang telah dibuka di depannya dua jalan menuju ke arah kerendahan dan ketinggian tanpa ujung. Justeru, kami akan menerangkan rahasia ketinggian dan kerendahan insan yang dahsyat itu dalam lima poin.

Poin Pertama: Manusia membutuhkan makhluk lain yang ada di alam semesta. Kebutuhannya bertebaran di seluruh penjuru alam. Keinginannya memanjang sampai kepada keabadian. Sebagaimana dia mengharapkan sekuntum bunga, dia juga mengharapkan musim bunga yang besar. Sebagaimana dia mengharapkan sebuah taman, dia juga mengharapkan surga abadi. Sebagaimana dia rindu untuk melihat seorang sahabatnya, dia juga rindu untuk melihat al-Jamil Dzul Jalal. Sebagaimana dia perlu membuka pintu rumah orang yang dikasihinya yang tinggal di rumah lain untuk menziarahinya, maka untuk menziarahi sembilan puluh sembilan persen para kekasihnya yang telah berpindah ke barzakh dan untuk menyelamatkan dirinya dari perpisahan abadi, dia perlu pergi berlindung ke pintu al-Qadirul Mutlaq yang akan menutup pintu dunia yang besar dan akan membuka pintu akhirat yang merupakan perhimpunan perkara yang ajaib serta mengangkat dunia lalu membangun dan meletakkan akhirat di tempatnya.

Justeru hanya al-Qadir Dzul Jalal, ar-Rahim Dzul Jamal dan al-Hakim Dzul Kamal yang tali kendali semua benda di tangan-Nya, khazanah semua benda di sisi-Nya, yang selalu menanti di samping semua benda, senantiasa hadir di setiap tempat, munazzah dari tempat, mubarra’ dari kelemahan, muqaddas dari kecacatan dan mu‘alla dari kekurangan saja bisa menjadi al-Ma’bud hakiki kepada insan yang dalam keadaan itu. Karena hanya pemilik qudrat yang tidak berujung dan ilmu yang meliputi segalanya bisa menunaikan kebutuhan manusia yang Dia tidak ada akhirnya. Jika begitu, hanya Dialah yang layak untuk disembah.

Wahai insan! Jika kamu menjadi hamba-Nya saja, kamu akan mendapat satu kedudukan yang lebih tinggi dari seluruh makhluk. Seandainya kamu enggan beribadah, maka kamu akan menjadi hamba yang hina dibanding makhluk-makhluk yang lemah. Jika kamu bergantung kepada ananiyyah dan usahamu lalu meninggalkan tawakkal dan doa lantas tersasar kepada takabbur dan pengakuan diri mampu melakukan sendiri, waktu itu kamu akan terjatuh lebih rendah dari lebah dan semut dan lebih daif dari laba-laba dan lalat dari sudut kebajikan dan pewujudan. Kamu akan menjadi lebih berat dari gunung dan lebih mudarat dari waba malaria. Ya, wahai insan! Padamu terdapat dua sisi. 


133. Page

Pertama: Sisi kreasi, kewujudan, kebaikan, positif dan fi‘il (perbuatan).

Kedua: Sisi pemusnahan, ketiadaan, keburukan, negatif dan infi‘al (keterpengaruhan).

Berdasarkan sisi pertama, kamu lebih rendah dari lebah dan burung pipit dan lebih daif dari lalat dan laba-laba.

Berdasarkan sisi kedua, kamu mengatasi gunung, tanah, bumi dan langit. Kamu memikul satu beban yang ditakuti dan telah diakui tidak mampu mereka pikul. Kamu mendapat sebuah kawasan yang lebih luas dan lebih besar dari mereka. Karena apabila kamu melakukan kebaikan dan kreasi, kamu hanya dapat membuat kebaikan dan melakukan kreasi menurut kadar keluasan dan usahamu, sekedar apa yang bisa dicapai oleh tanganmu dan di tahap apa yang memadai dengan kekuatanmu. Seandainya kamu melakukan hal buruk dan merusak, waktu itu, keburukanmu akan melampaui batas dan pemusnahanmu akan berterusan.

Contoh: Kekufuran adalah satu keburukan, satu pemusnahan dan ketidakpercayaan. Tetapi, keburukan yang satu itu mengandung sikap men-tahqir seluruh alam semesta, men-tazyif semua nama Ilahi dan men-tarzil semua manusia. Karena, entitas itu mempunyai maqam yang tinggi dan tugas yang penting. Karena, mereka ialah tulisan Rabbani, cermin as-Subhan dan petugas Ilahi. Sedangkan Kekufuran, sebagaimana ia menjatuhkan mereka kepada ke sia-siaan dan mainan tasaduf (kebetulan) dan kepada benda-benda fana yang cepat rusak dan berubah akibat pemusnahan.

Dia membuang pemilik martabat khilafah bumi yang dinamakan keinsanan, qasidah puisi hikmah yang secara indah mengumumkan jilwah-jilwah bagi semua nama kudus Ilahi, mukjizat qudrat yang terang yang seumpama benih yang menghimpunkan semua kelengkapan untuk pohon kebaqaan, mengatasi bumi, langit dan gunung karena menerima amanah teragung sebagai tanggungjawab dan memperoleh pengutamaan ke atas malaikat ke suatu tahap yang lebih hina, daif, lemah dan fakir dari seekor hewan fana dan tidak kekal yang paling hina. Dia juga menjatuhkannya ke tahap sekeping papan biasa yang tidak berarti, serabut dan cepat rusak.


Hasilnya: Pada sisi pemusnahan dan kejahatan, nafsu amarah boleh melakukan tindakan kriminal yang tidak berujung tetapi usahanya dalam mewujudkan dan kebaikan adalah sangat sedikit dan juz’i. Ya, ia bisa meruntuhkan sebuah rumah dalam waktu sehari tetapi tidak bisa membangunnya dalam masa seratus hari. Namun, apabila ia meninggalkan ananiyyah, meminta kebaikan dan kreaatifitas dari taufiq Ilahi, menjauhkan diri dari kejahatan, pemusnahan dan sikap bergantung kepada diri sendiri lalu menjadi hamba yang sempurna dengan beristighfar, waktu itu dia akan menerima rahsia يُبَدِّلُ اللّٰهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ. Kemampuan kejahatan tanpa batasan yang ada padanya akan bertukar menjadi kemampuan kebaikan yang tiada batasan. Dia akan mendapat nilai Ahsanu Taqwim lalu naik ke a’la illiyyin.

Wahai insan yang lalai! Renungilah kelebihan dan kepemurahan Allah Ta‘ala! Walaupun menulis kejahatan seribu ketika ia satu tetapi menulis kebaikan satu ataupun tidak menulisnya 

134. Page

adalah keadilan; namun Dia menulis satu kejahatan sebagai satu dan satu kebaikan sebagai sepuluh kadang-kadang tujuh puluh, kadang-kadang tujuh ratus dan kadang-kadang tujuh ribu. Malah fahamilah dari poin ini bahwa memasuki neraka merupakan balasan perbuatan dan sebenar-benar keadilan. Tetapi memasuki surga adalah sebenar-benar kelebihan.

Poin Kedua: Terdapat dua wajah pada insan. Satunya memandang kepada kehidupan dunia dari sisi ananiyyah. Manakala yang satu lagi memandang kepada kehidupan abadi dari sudut ubudiyyah. Menurut wajah pertama, dia adalah makhluk yang sangat tidak berdaya karena modalnya hanya satu bagian ikhtiar yang juz’i seperti sehelai rambut dari pilihan, hanyalah satu usaha yang lemah dari upayanya, hanya yang cepat padam dari kehidupan, hanya satu tempo singkat yang cepat berlalu dari umur dan hanya sekujur tubuh kecil yang cepat menua dari apa yang ada dan dimilikinya. Bersama dengan keadaannya itu, dia adalah satu diri dari diri-diri yang halus dan lemah yang tidak terkira dari jenis makhluk yang begitu banyak dan telah dipamerkan pada lapisan alam semesta.

Menurut wajah kedua dan terutamanya pada sesuatu kelemahan dan kefakiran yang menuju kepada ubudiyyah terdapat keluasan yang sangat besar. Terdapat satu kepentingan yang sangat besar. Karena, al-Fatirul Hakim telah meletakkan kelemahan besar yang tiada kesudahan dan kefakiran besar yang tanpa batas dalam hal arti manusia. Supaya dia menjadi kaca luas yang menghimpunkan tajalli (ketinggian) tidak terkira bagi Dzat al-Qadirur Rahim yang qudrat-Nya tiada ujung dan al-Ghaniyyul Karim yang kekayaan-Nya tiada akhir.

Ya, insan mirip sebiji benih. Sebagaimana peralatan yang maknawi dan penting dari qudrat serta program yang halus dan berharga dari taqdir telah diberikan kepada benih itu supaya ia bekerja di bawah tanah, sehingga keluar dari alam yang sempit itu, lalu memasuki alam udara yang luas, meminta dari al-Khaliq-nya supaya ia menjadi sebatang pohon melalui lidah persediaannya dan menemui satu kesempurnaan yang layak bagi dirinya. Jika benih itu menggunakan peralatan maknawi yang diberikan kepadanya untuk menarik sebagian bahan-bahan perusak di bawah tanah akibat keburukan sifatnya, maka ia akan keropos dan hancur sia-sia di tempat yang sempit itu dalam waktu yang singkat. Seandainya benih itu menjunjung perintah takwin فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوَى lalu menggunakan peralatan-peralatan maknawi tersebut dengan baik, maka ia akan keluar dari alam yang sempit itu, di samping menjadi sebatang pohon besar yang berbuah, juzuk hakikatnya dan roh maknawinya akan mendapat bentuk hakikat menyeluruh yang besar.

Sama seperti itu, alat-alat penting dari qudrat dan program-program berharga dari taqdir telah diletakkan dalam hal keinsanan. Jika insan menggunakan peralatan maknawinya yang di bawah tanah kehidupan duniawi di alam dunia yang sempit ini untuk kehendak hawa nafsunya dan untuk kesenangan yang juz’i, dia akan keropos dan hancur dalam umur yang singkat seperti benih yang rusak, di tempat yang sempit dan dalam keadaan yang susah lalu tanggungjawab maknawi akan dipikulkan kepada rohnya yang malang lalu dia akan berlalu pergi dari dunia ini.

Seandainya dia menjunjung perintah-perintah al-Quran lalu menghadapkan peralatan maknawinya ke arah tujuan-tujuan hakikinya dengan cara menyuburkan benih persediaannya itu dengan air keislaman dan dengan cahaya keimanan di bawah tanah ubudiyyah, maka sudah tentu ia akan menumbuhkan dahan dan ranting di alam misal dan barzakh dan akan menjadi 

135. Page

sebiji benih berharga dan mesin gemilang yang menghimpunkan alat-alat sebatang pohon kebaqaan dan hakikat berterusan yang akan menjadi pokok bagi kesempurnaan dan nikmat yang tidak berkesudahan di alam akhirat dan surga dan akan menjadi buah-buah yang berkat dan bercahaya bagi pohon alam semesta ini.

Ya, peningkatan hakiki pula, dengan mengalihkan hati, rahasia, roh, akal bahkan daya hayalan dan deria-deria yang lain yang diberikan kepada insan ke arah kehidupan abadi, masing-masingnya sibuk dengan tugas ubudiyyah khusus yang sesuai dengan diri masing-masing. Jika tidak, sekiranya dia menundukkan semua latifah, hati dan akalnya kepada nafsu amarah lalu memberi pembantu untuk masuk ke dalam semua perkara remeh-temeh kehidupan duniawi yang disangka kemajuan oleh golongan sesat dan untuk merasai setiap jenis kesenangannya bahkan yang paling hina, maka itu bukanlah kemajuan bahkan kemunduran. Aku telah melihat hakikat ini dalam suatu kejadian imajinasi dalam perumpamaan yang seperti berikut:

Aku sedang memasuki sebuah kota yang besar. Aku perhatikan bahwa di kota itu terdapat istana-istana yang besar. Aku memperhatikan sebagian pintu istana, disana terdapat suatu tarikan yang menarik perhatian dan menghiburkan semua orang seperti sebuah panggung pementasan yang sangat meriah dan terang.

Aku menjumpai bahwa tuan istana itu telah datang ke pintu, beliau bermain dengan anjing dan membantu anjing itu bermain. Para wanita berbincang mesra dengan para pemuda asing. Gadis-gadis remaja juga mengelola permainan kanak-kanak. Penjaga pintu juga memegang watak sebagai seorang artis yang seakan-akan mengawal dan mengetuai mereka. Waktu itu aku paham bahwa isi istana yang besar itu kosong dan sepi. Semua tugas yang penting tidak lagi berfungsi. Akhlak mereka telah merosot maka keadaan mereka di pintu adalah seperti ini. Kemudian aku pergi.

Aku sampai ke sebuah istana yang lain. Aku melihat seekor anjing yang setia berbaring, seorang penjaga pintu yang tegap, garang dan tenang di depan pintu serta terdapat suatu suasana hening. Aku tertanya-tanya. Mengapa itu begitu dan ini begini? Aku masuk ke dalam istana itu. Aku perhatikan bahwa di dalamnya sangat meriah. Bertingkat-tingkat. Aku melihat bahwa para penghuni istana sibuk dengan tugas-tugas halus yang berbeda-beda. Orang-orang di tingkat pertama melaksanakan tugas managemen istana. Gadis-gadis dan kanak-kanak di tingkat di atasnya, sedang belajar. Para wanita yang di tingkat yang lebih atas sedang sibuk dengan hasil-hasil seni yang sangat latif (lembut) dan ukiran-ukiran yang sangat cantik. Tuan yang paling di atas sibuk dengan tugas-tugas istimewa dan khasnya sedang berkomunikasi dengan raja untuk memastikan istirahat para penghuni dan untuk kesempurnaan dan kemajuan. Oleh sebab aku tidak kelihatan oleh mereka, maka mereka tidak berkata: “Jangan!” dan aku boleh meninjau-ninjau.

Kemudian aku keluar dan perhatikan bahwa di seluruh penjuru negara itu terdapat dua jenis istana ini. 

136. Page

Aku bertanya dan mereka menjawab: “Istana-istana yang pintunya meriah tetapi isinya kosong itu adalah milik para pembesar dari kalangan orang-orang kafir dan golongan-golongan sesat. Yang lain-lain adalah milik para pembesar Islam yang memiliki harga diri.”

Kemudian aku terjumpa dengan sebuah istana di suatu penjuru. Di atasnya aku melihat nama Said. Aku bertanya-tanya. Lalu aku perhatikan lagi. Aku seolah-olah melihat wajahku di atasnya. Karena sangat terkejut aku menjerit lalu tersadar dan terbangun.

Aku akan menguraikan tentang kejadian imajinasi itu. Moga Allah jadikannya kebaikan.

Sesungguhnya kota itu ialah kehidupan bermasyarakat manusia dan kota berkebudayaan manusia.

Masing-masing istana itu adalah setiap manusia. Penghuni istana itu ialah latifah-latifah seperti mata, telinga, hati, rahasia, roh dan akal nafsu serta benda-benda seperti hawa nafsu, daya syahwat dan daya kemarahan. Terdapat tugas ubudiyyah yang berbeda-beda bagi setiap latifah dalam setiap manusia. Terdapat kelezatan dan kesakitannya yang berbeda-beda.

Hawa nafsu, daya syahwat dan daya kemarahan adalah ibarat penjaga pintu dan anjing. Justeru, menundukkan latifah-latifah yang tinggi itu bagi hawa nafsu dan melupakan tugas asal mereka tidak lain dan tidak bukan ialah kemerosotan. Bukan peningkatan. Kamu boleh uraikan sisi-sisi lain.

Poin Ketiga: Dari segi perbuatan, prilaku dan dan usahanya dari segi fisik, Manusia adalah hewan yang daif dan makhluk yang lemah.Wilayah aktifitas dan pemilikannya dari sisi itu sangat sempit sehingga jika dia memanjangkan tangannya dia akan dapat mencapainya. Bahkan sekumpulan hewan peliharaan yang menyerahkan dirinya kepada manusia telah dipengaruhi oleh sifat lemah dan malas yang ada pada diri manusia, maka apabila hewan-hewan itu dibandingkan dengan jenisnya yang liar, akan kelihatan perbedaan yang ketara. Seperti kambing dan lembu ternakan dengan kambing dan lembu liar.

Tetapi, pada sisi infi‘al (respon), penerimaan, doa dan permintaan, manusia itu ialah pengembara mulia di persinggahan dunia ini. Dia telah menjadi tamu al-Karim yang khazanah rahmat dibuka seluas-luas untuknya. Dia telah menundukkan masnu‘at (para pelayan) unggul dan para petugas yang tidak terkira. Dia telah membuka dan mempersiapkan satu ruang yang begitu besar sehingga dimana setengah porosnya sepanjang mata memandang bahkan sepanjang hayalan untuk tempat manusia bersenang-senang dan berekreasi..

Seandainya manusia bersandar kepada ananiyyahnya lalu dengan menganggap kehidupan dunia adalah tujuan hayalan kemudian dia berusaha untuk mengambil beberapa kelezatan sementara dalam keperluan biaya hidup, maka dia akan lemas dan hilang di dalam ruang yang sangat sempit. Semua kelengkapan, peralatan dan kelembutan yang diberi kepadanya akan menjadi saksi yang akan menentangnya semasa Hasyir dan akan menjadi penuntut. 


137. Page

Sekiranya dia mengetahui bahawa dirinya adalah tamu dan membelanjakan modal umurnya yang diizinkan Dzat al-Karim yang mengundangnya, dia akan bekerja dengan baik untuk kehidupan abadi yang panjang lalu bernafas dan beristirahat dalam wilayah yang begitu luas.

Kemudian dia bisa pergi sampai ke martabat a’la ‘illiyin. Di samping itu, semua kelengkapan dan peralatan yang diberi kepada insan ini akan menjadi saksi pembelanya di akhirat. Ya, semua kelengkapan menakjubkan yang diberi kepada manusia diberikan bukan untuk kehidupan duniawi yang tidak penting ini tetapi untuk kehidupan baqa’ yang sangat penting.

Karena, jika kita bandingkan manusia dengan hewan kita akan melihat bahwa dari sisi kelengkapan dan peralatan, manusia sangat kaya. Seratus kali lipat dibandingkan dengan hewan. Dalam kelezatan kehidupan duniawi dan dalam kehidupan seperti hewan dia turun seratus derjat lebih di bawah. Karena, dalam setiap kelezatan yang dirasainya terdapat ribuan parut kesakitan. Kesakitan masa lalu dan ketakutan masa depan dan bahkan penderitaan kehilangan bagi setiap kelezatan merusakkan berbagai kenikmatan dan meninggalkan satu parut dalam kelezatannya.

Tetapi hewan tidak begitu. Ia mendapat kelezatan yang tidak ada kesakitan. Ia menikmati tanpa kesedihan. Bukan saja masa lalu tidak menyakitkannya, ketakutan masa depan juga tidak menggentarkannya. Maka ia hidup kemudian berbaring dengan tenang serta bersyukur kepada al-Khaliq-nya.

Artinya, seandainya manusia diciptakan dalam bentuk ahsanu taqwim hanya membataskan fikiran kepada kehidupan duniawi, walaupun dari segi modal dia adalah seratus derjat lebih tinggi dari hewan, namun dia boleh jatuh seratus derjat lebih dibawah berbanding dengan hewan seperti burung pipit. Aku telah menerangkan hakikat ini di tempat lain melalui satu perumpamaan. Karena ada kaitannya dengan pembahasan ini, maka aku menyatakan kembali perumpamaan itu seperti berikut:

Seseorang memberikan sepuluh keping uang emas kepada seorang pekerjanya.

Dia mengarahkan: “Pesanlah sepasang baju dari kain yang istimewa!”

Kepada pekerjanya yang kedua, dia memberikan seribu keping uang emas dan meletakkan ke dalam saku pekerja itu satu aturan tertulis tentang beberapa hal dan menyuruhnya pergi ke pasar. Pekerja yang pertama membeli sepasang pakaian yang sempurna dari kain yang mahal dengan sepuluh keping uang emas. Pekerja yang kedua melakukan tindakan yang bodoh. Dia memperhatikan pekerja yang pertama lalu tanpa membaca aturan yang ada dalam kantongnya, dengan memberikan seribu keping uang emas kepada seorang pedagang dia meminta sepasang pakaian. Maka si pedagang yang jahat itu pun memberikan kepadanya sepasang pakaian dari kain yang paling murah. Lalu pekerja itu pulang menghadap tuannya dan mendapat hukuman yang keras dan menerima azab yang dahsyat. 

138. Page

Seseorang yang mempunyai perasaan walaupun sedikit memahami bahwa seribu keping uang emas yang telah diberikan kepada pekerja yang kedua bukanlah untuk membeli sepasang pakaian tetapi adalah untuk urusan bisnis yang sangat penting.

Demikian juga, manusia yang diberi sejumlah pelengkap maknawi dan indra manusia, masing-masingnya seratus derjat lebih luas dibanding dengan hewan. Sebagai contoh: Di manakah kelengkapan dan peralatan lain seperti mata manusia yang dapat membedakan semua martabat kecantikan, indra lidah bisa membedakan berbagai rasa, akal manusia dapat menyerap semua perincian hakikat dan hati insan yang merindukan semua jenis kesempurnaan?

Apakah insting hewan berkembang hanya satu atau dua martabat?

Yang ada hanyalah perbedaan berikut: Kelengkapan khusus pada hewan itu yang terbatas kepada satu aktifitas yang khusus untuk dirinya berkembang lebih banyak. Tetapi perkembangan itu adalah khusus.

Kekayaan manusia dari sisi kecukupannya ada rahasia berikut: Karena akal dan fikiran, organ dan indra rasa manusia telah memunculkan banyak perkembangan. Karena banyaknya keperluan, maka banyak keinginan muncul dan kepekaannya menjadi banyak. Sebab universalnya fitrah, ia telah menjadi sumber keinginan yang terfokus kepada tujuan yang beraneka ragam. Karena kreatifitas tugas fitrah yang sangat banyak, alat-alat dan kelengkapannya telah memunculkan perkembangnya yang luas.

Karena manusia diciptakan Allah dalam satu fitrah yang siaga untuk semua jenis ibadat, maka kemampuan yang universal terhadap benih-benih semua kesempurnaan telah diberikan. Justeru, sudah tentu kekayaan dari segi kecukupan dari sisi modal yang begitu berlimpah itu tidak diberikan hanya untuk memperoleh kehidupan duniawi yang tidak penting dan sementara ini. Bahkan tugas manusia sesungguhnya ialah melaksanakan tugas-tugasnya yang fokus untuk maksud-maksud yang yang begitu tinggi dan luas, mengumumkan kelemahan, kefakiran dan kekurangannya dalam bentuk ubudiyyah, menjadi saksi dengan menyaksikan tasbihat maujudat (entitas) melalui pandangannya yang menyeluruh, melihat dan mensyukuri bantuan ar-Rahman dalam nikmat-nikmat-Nya dan bertafakur sambil menatap mukjizat qudrat Rabbani pada ciptaan-Nya melalui renungan iktibar.

Wahai Manusia yang memuja dunia, cinta kepada kehidupan dunia dan lalai dari rahasia ahsanu taqwim! Said Lama telah melihat hakikat kehidupan duniawi ini dalam satu peristiwa hayalan. Dengarlah peristiwa perumpamaan berikut yang telah mengubah Said Lama kepada Said Baru:

Aku adalah seorang pengembara. Aku menuju jalan yang jauh. Aku dikirim oleh majikanku, dia telah memberikan satu demi satu dari enam puluh keping uang emas yang telah dikhususkan untukku secara bertahap.

Maka aku pun membelanjakannya dan sampai ke sebuah rumah singgah yang sangat menyenangkan. Pada suatu malam di rumah singgah itu aku menghabiskan sepuluh keping 

139. Page

uang emas untuk berjudi, berhibur dan demi popularitas. Ketika masuk waktu pagi, Aku kehabisan uang. Aku tidak bisa lagi bertransaksi. Aku tidak bisa membeli harta untuk tempat yang aku tuju. Yang tinggal di tanganku hanyalah kesakitan dan dosa dari uang itu serta luka, lebam dan kesedihan dari hiburan.

Tiba-tiba, ketika aku dalam keadaan bersedih, seseorang muncul. Dia berkata kepadaku: “Engkau telah menyia-nyiakan semua modalmu. Engkau juga berhak mendapat hukuman. Engkau akan pergi sebagai seorang yang bangrut dan bertangan kosong ke tempat yang dituju. Tetapi, jika engkau berakal, pintu taubat masih terbuka. Sesudah ini, dari lima belas keping uang emas yang masih tersisa akan diberikan kepadamu, apabila sampai saja ke tanganmu, simpanlah separohnya sebagai cadangan. Belilah sebagian benda yang engkau butuhkan di tempat tujuanmu nanti.”

Aku menyadari bahwa nafsuku tidak tunduk. Orang itu berkata “satu pertiganya.” Nafsuku tidak patuh kepadanya (cadangan itu). Kemudian dia berkata “satu perempat”. Aku sadari bahwa nafsuku tidak dapat meninggalkan kebiasaan yang menimpanya. Maka orang itu telah memalingkan wajahnya dalam keadaan marah lantas berlalu pergi.

Tiba-tiba keadaan berubah. Aku merasakan bahwa aku di dalam sebuah keretapi yang bergerak seperti tidak terkendali dan seakan mau jatuh ke dalam sebuah terowong. Maka aku mulai risau. Tetapi apa daya kerana (aku) tidak bisa lari ke mana-mana. Namun apa yang aneh, di kiri dan kanan keretapi itu kelihatan bunga-bungaan yang sangat menawan dan buah-buahan yang sangat lazat. Aku pun seperti orang-orang kolot yang tidak berakal memandang bunga dan buah itu lalu mengulurkan tanganku. Aku berusaha memetik bunga-bunga dan mengambil buah-buah itu. Tetapi bunga-bunga dan buah-buahan itu berduri dan ketika aku menyentuhnya, duri itu menusuk tanganku dan melukaiku. Disebabkan kelajuan kereta api, bunga dan buah itu melukai dan menghancurkan tanganku. Bunga-bunga dan buah-buah itu sangat menyusahkanku.

Tiba-tiba seorang petugas kereta api itu berkata: “Berikan lima sen, aku akan memberimu bunga dan buah sebanyak yang engkau mau. karena kehancuran tanganmu, kamu telah rugi seratus sen. Bahkan kamu dapat dihukum karena kamu telah memetik bunga tanpa izin.

Mendengar hal itu aku bertambah sedih, dari jendela aku melihat ke depan untuk mengetahui akhir terowongan. Ternyata di dalamnya terdapat banyak lobang yang menggantikan mulut terowongan. Para penumpang dilempar keluar dari kereta menuju lobang itu. Ku lihat di hadapanku ada lobang yang kedua sisinya diletakkan batu nisan, aku menatapnya dengan cermat. Pada keduanya tertulis dengan huruf besar tulisan “Said”, seketika itu aku berteriak bingung. “Oh celaka”. Pada saat itulah aku mendengar suara orang yang sebelumnya memberiku nasehat di pintu tempat hiburan. Ia berkata:


“Apakah kamu sudah memikirkannya dengan baik?


Aku menjawab: “Ya, sudah, tetapi tiada lagi kekuatan.” 


140. Page

Maka beliau berkata: “(Sesungguhnya) tiada jalan keluar. Justeru bertaubat dan bertawakkallah!”


Aku berkata: “Aku sudah lakukan!”


Lantas aku terbangun. Said Lama telah hilang. Aku melihat diriku sebagai Said Baru.


Semoga Allah menjadikan kejadian imajiner tersebut sebagai sebuah kebaikan. Aku akan menafsirkan sebagian darinya sisanya silakan ditafsirkan sendiri dari sisi lain.


Perjalanan itu ialah perjalanan yang melintasi alam roh, rahim ibu, masa muda, masa tua, kubur, alam barzakh, Hasyir dan Sirat sehingga selama-lamanya.


Enam puluh koin mas itu ialah enam puluh tahun usia ketika aku melihat peristiwa tadi. Aku perkirakan ketika itu aku berumur empat puluh lima tahun. Aku tidak memiliki apa-apa, tetapi hanya seorang pelajar al-Quranul Hakim yang ikhlas telah membimbingku untuk membelanjakan separuh dari lima belas tahun usiaku kepada akhirat.


Bagiku, rumah persinggahan itu ialah Istanbul.

Kereta api itu adalah waktu.

Setiap satu tahun ialah satu gerbong.

Terowongan itu adalah kehidupan duniawi.

Bunga-bungaan dan buah-buahan yang berduri adalah kelezatan yang dilarang dan kesenangan yang diharamkan. Apabila bertemu, kesakitan menggambarkan kehancuran yang melukai hatiku. Apabila berpisah, ia menghancurkannya. Ia turut menghukumku.


Petugas kereta api telah berkata: “Berikan lima sen dan aku akan memberikan darinya sebanyak yang kau mau.”


Uraiannya seperti berikut: Kenikmatan dan kelezatan yang dirasai dalam daerah halal melalui usaha yang halal cukup untuk kesenanganmu. Dia tidak perlu masuk ke dalam perkara haram. Kamu boleh menguraikan bagian-bagian lain.


Poin Keempat: Di alam semesta ini, manusia menyerupai anak kecil yang sangat manja dan lembut. Dalam kedaifannya terdapat kekuatan yang besar dan dalam kelemahannya terdapat keuasaan yang kuat.Karena dengan kekuatan kedaifan dan dengan kekuasaan kelemahan itulah maka entitas telah ditundukkan baginya.


Seandainya manusia memahami kedaifannya lalu berdoa dengan perkataan, perbuatan, keadaan dan sikap dan jika dia mengetahui kelemahannya lalu meminta bantuan; di samping menunjukkan kesyukuran karena dengan penundukan itu, dia akan sukses mencapai 

141. Page

kehendaknya dan maksud-maksudnya, sedangkan melalui usahanya sendiri dia tidak akan dapat mencapai walaupun sepersepuluhnya.


Cuma, kadang-kadang dia salah sangka bahwa kehendak yang diperoleh melalui doa lisanul hal-nya adalah karena upayanya sendiri.


Sebagai contoh: Kekuatan pada kedaifan anak-anak ayam menyebabkan si ibu sanggup menyerang singa. Anak singa yang baru lahir ke dunia dapat menundukkan singa yang buas dan lapar itu lalu membiarkan si ibu kelaparan sedangkan dirinya kekenyangan.


Apa yang wajar diperhatikan ialah kekuatan pada kedaifan dan yang wajar ditonton ialah jilwah rahmat (padanya). Ia adalah seperti seorang bayi yang manja sangat mudah mendapat apa yang dikehendakinya melalui tangisan, permintaan ataupun keadaannya yang menyedihkan dan menyebabkan mereka yang kuat ditundukkan olehnya sedangkan dia tidak mungkin dapat mencapai satu dari seribu kehendak itu melalui seribu kali kelipatan kekuatan kecilnya.


Artinya, karena kedaifan dan kelemahan menggerakkan kasih sayang dan perlindungan kepadanya, maka melalui jarinya yang kecil dia menundukkan para perwira.


Sekarang,seandainya anak-anak seperti ini berkata: “Saya menundukkan semua ini dengan kekuatanku” dengan penuh bangga dan bodoh ketika mengingkari kasih sayang itu dan menyalahkan perlindungan itu, niscaya dia akan ditampar.


Seandainya manusia juga berkata اِنَّمَا اُوتِيتُهُ عَلَى عِلْمٍ مِنْ عِنْدِي yang bermaksud aku memperoleh semua ini melalui ilmuku sendiri dan upaya sendiri dalam bentuk mengkufuri nikmat, mengingkari rahmat dan menyalahkan hikmah al-Khaliq seperti Qarun, sudah tentu dia berhak mendapat tamparan dan azab untuk dirinya.


Artinya, Kekuasaan, kemajuan manusia dan kesempurnaan budaya yang disaksikan ini bukanlah melalui tarikan, kemenangan dan perdebatan bahkan telah ditundukkan untuknya karena kedaifannya. Telah ditolong karena kelemahannya. Telah dikurniakan kekayaan baginya karena kefakirannya. Telah diilhamkan kepadanya ilmu pengetahuan karena kejahilannya. Telah dikurniakan kepadanya fasilitas karena keperluannya. Karena kekuasaan itu bukanlah kekuatan dan upaya ilmu tetapi karena kasih sayang dan kesantunan Rabbani serta rahmat dan hikmah Ilahi. Maka semua benda telah ditundukkan baginya. Ya, yang memakai sutera dari ulat yang kecil dan memberi makan madu dari serangga berbisa bukanlah usahanya, tetapi karena adalah penundukan Rabbani dan ikram ar-Rahman yang merupakan buah kedaifan kepada manusia yang kalah oleh binatang berbisa seperti kala jengking yang tidak bermata dan ular yang tidak berkaki.


Wahai insan, memperhatikan hakikat adalah begini, tinggalkanlah kesombongan dan ananiyyah. Umumkanlah kelemahan dan kedaifanmu di pintu uluhiyyah melalui lisanul istimdad (bahasa meminta bantuan) serta umumkanlah kefakiran dan kebutuhanmu melalui lisanut tadharru’ (bahasa rayuan) dan doa dan tunjukkanlah bahwa kamu adalah hamba. Lafazkanlah حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ dan naiklah ke maqam yang tinggi. 


142. Page

Jangan juga berkata: “Aku tidak berarti. Apakah kepentinganku sehingga alam semesta ini ditundukkan secara sengaja oleh al-Hakimul Mutlaq untukku dan satu kesyukuran menyeluruh diminta dariku?”


Kerana secara lahiria, dari sudut diri dan rupamu, kamu seperti tidak berarti. Tetapi, pada poin tugas dan martabat kamu adalah ibarat seorang pengamat yang teliti bagi alam semesta yang hebat ini, ucapanmu yang bernilai tinggi untuk entitas yang penuh hikmah ini, peneliti yang faham terhadap kitab alam semesta ini, pemantau yang mengagumkan terhadap makhluk-makhluk yang bertasbih ini dan ketua pakar yang terhormat bagi alam yang beribadah itu.


Ya, wahai manusia! Dari segi jasmani dan berdasarkan nafsu kehewananmu, kamu adalah satu bagian kecil dan benda yang hina, makhluk yang fakir dan hewan yang daif maka kamu terombang-ambing dan berlalu dalam gelombang dahsyat semua entitas yang mengalir deras. Tetapi kamu menjadi sempurna dengan tarbiah Islam yang diterangi dengan nur keimanan yang meliputi cahaya mahabbah Ilahi, maka dari segi kemanusiaan dan dalam pengabdian kamu adalah raja. Engkau bersifat integral dalam parsialmu. Engkau adalah alam yang luas dalam bentuk kecilmu kamu memiliki kedudukan yang besar dan daerah pemantauan yang luas sehingga kamu boleh berkata: “Rabbur Rahim-ku telah menjadikan dunia sebagai sebuah rumah untukku. Bulan dan matahari sebagai lampu rumahku itu, musim bunga sebagai sekuntum bunga, musim panas sebagai hidangan nikmat dan hewan-hewan sebagai sahayaku. Dia telah menjadikan tumbuh-tumbuhan sebagai perhiasan bagi rumahku.


Sebagai kesimpulan, jika kamu mendengar nafsu dan syetan, kamu akan jatuh ke asfala safilin. Jika kamu mendengar al-Haq dan al-Quran kamu akan naik ke a’la ‘illiyyin dan menjadi taqwim terindah alam semesta.


Poin Kelima: Manusia diutus ke dunia sebagai petugas dan tamu. Banyak kemampuan penting telah diberikan kepadanya. Tugas-tugas penting telah diletakkan menurut kemampuan tersebut. Untuk memperkerjakan manusia dengan tujuan dan tugas-tugas itu, dorongan yang kuat dan ancaman yang dahsyat telah diberikan. Di sini kami akan meringkaskan asas-asas tugas keinsanan dan ubudiyyah yang kami telah jelaskan di tempat lain. Supaya rahasia ahsanu taqwim dapat difahami. Justeru, selepas datang ke alam semesta ini, insan mempunyai ubudiyyah melalui dua sisi. Satu sisi terdapat ubudiyyah dan tafakkur dalam bentuk yang ghaib. Yang satu lagi terdapat ubudiyyah dan munajat dalam bentuk percakapan secara langsung.


Sisi Pertama: Manusia membenarkan kekuasaan rububiyyah yang terlihat di alam semesta dengan penuh ketaatan dan melihat kesempurnaan dan keindahan-Nya dengan penuh ketakjuban.


Kemudian memperlihatkan hasil-hasil seni yang unggul yang terdiri dari ukiran-ukiran nama suci Ilahi kepada pandangan semua makhluk dan penyerunya.


Seterusnya menimbang permata-permata nama Rabbani yang masing-masingnya ibarat khazanah maknawi yang tersembunyi melalui neraca kesadaran dan menilai secara penuh penghargaan melalui sikap mengenali harga yang bersumber dari kalbu. 


143. Page

Seterusnya bertafakur dengan penuh takjub disaat menelaah bumi dan langit yang ibarat tulisan pena qudrat .. Seterusnya merasa cinta untuk mengenali al-Fatir Dzul Jamal dengan cara menatap perhiasan-perhiasan dan seni-seni halus pada entitas itu secara penuh kekaguman dan merasa rindu untuk naik ke hadrat as-Sani’ Dzul Kamal dan mendapat tatapan-Nya.


Wajah Kedua: Maqam hadrat dan khitab yaitu manusia menyeberang dari karya kepada pencipta dan dia melihat bahwa as-Sani’ Dzul Jalal mau memperkenalkan dan memberitahu tentang diri-Nya melalui mukjizat hasil seni-Nya sendiri. Maka dia pun membalas melalui keimanan dan makrifah.


Kemudian dia melihat bahwa Rabbur Rahim mau mempercintakan diri-Nya melalui buah-buah indah rahmat-Nya. Maka dia pun memperkasihkan dirinya kepada-Nya dengan cara membatasi rasa cinta dan mengkhususkan pengabdian hanya kepada-Nya.

Kemudian dia melihat bahwa al-Mun’imul Karim menjadikan terdidik melalui kelezatan nikmat materi dan immateri. Maka, sebagai balasan untuk ini dia pun bersyukur dan memuja melalui perbuatan, keadaan, perkataan bahkan melalui seluruh anggotanya dan melalui perangkat yang dia miliki.


Kemudian dia melihat bahwa al-Jalilul Jamil menyatakan kebesaran, kesempurnaan, kehebatan dan keindahan-Nya pada cermin-cermin entitas ini lalu menarik perhatian. Maka, sebagai balasannya dia pun melafazkan Allahu Akbar dan Subhanallah lalu bersujud dengan ketakjuban dan mahabbah dalam rasa kefanaan dan kerendahan diri.


Kemudian, dia melihat bahwa al-Ghaniyyul Mutlaq memperlihatkan harta dan khazanah-Nya yang tidak berujung dalam satu kedermawanan mutlak. Maka, sebagai balasannya dia pun meminta dan menyatakan kemauan di dalam pengagungan dan pujian melalui kesempurnaan iftiqar.


Kemudian dia melihat bahwa al-Fatir Dzul Jalal itu telah menjadikan muka bumi ibarat satu pameran. Dia memamerkan semua hasil seni-Nya yang antik di sana. Maka, sebagai balasan dia pun menyambutnya dengan penghargaan sambil berkata Masya-Allah, memuji sambil berkata Barakallah dan mengagumi sambil berkata Allahu Akbar.


Kemudian dia melihat bahwa al-Wahidul Ahad meletakkan cap keesaan kepada semua entitas dengan lambang-lambang-Nya yang tidak mungkin ditiru, melalui setempel yang khusus hanya kepada-Nya, melalui simbul-simbul yang terbatas hanya kepadanya dan melalui firman-firman yang khas untuk-Nya di istana alam semesta ini dan mengukir ayat-ayat ketauhidan. Dia menancapkan panji wahdaniyyah-Nya di segenap penjuru ufuk alam dan mengumumkan rububiyyah-Nya.


Maka sebagai balasannya manusia pun menyambutnya dengan membenarkan, keimanan, tauhid, keyakinan, penyaksian dan ubudiyyah. Maka dia menjadi manusia yang hakiki melalui ibadat dan tafakkur seperti ini dan memperlihatkan bahwa dialah ahsanu 

144. Page

taqwim. Dengan keberkatan iman dia menjadi khalifah bumi yang layak untuk amanah dan bisa dipercayai.


Wahai manusia lalai yang dicipta sebagai ahsanu taqwim dan menuju ke arah asfala safilin dengan pilihannya yang buruk! Dengarilah kata-kataku. Walaupun aku telah melihat dunia sebagai sesuatu yang menawan dan indah melalui kemabukan masa muda seperti kamu, tetapi ketika aku tersadar pada diawal hari tuaku dari kemabukan masa muda, aku telah melihat wajah dunia yang tidak menghadap ke arah akhirat adalah sangat dungu dan wajahnya yang menghadap akhirat adalah sangat indah.


Kalian lihat dan rujuklah kepada dua papan pengumuman hakikat yang tertulis pada halaman ketujuh puluh lima dan tujuh puluh enam[1] Maqam Kedua Kalimah Ketujuh Belas.


Papan pengumuman pertama menggambarkan hakikat dunia golongan lalai yang aku telah lihat dahulu melalui tabir kelalaian seperti golongan sesat tetapi tanpa mabuk.



Papan kedua mengisyaratkan kepada hakikat dunia ahli hidayah dan ahli Hudhur (mereka yang merasai kehadiran Allah setiap ketika). Aku telah membiarkannya sebagaimana ia telah ditulis sejak awal. Ia menyerupai syair tetapi ia bukan syair.






















[1] Nomor halaman pada karya asal yang berbahasa Turki.