NAVIGATION
179. Page
Risalah Ijtihad
Risalah ini merupakan pembahasan tentang ijtihad yang aku tulis lima enam tahun sebelum ini, dalam satu risalah berbahasa Arab.Atas saran dua orang saudaraku, untuk memberitahu tentang batas bagi mereka yang melampau, maka kalimah ini telah ditulis berkenaan dengan masalah ijtihad tersebut.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
[وَلَوْ رَدُّوهُ اِلَى الرَّسُولِ وَ اِلَى اُولِى الْاَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذ۪ينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ]
Pintu Ijtihad adalah terbuka. Tetapi di zaman ini terdapat enam halangan untuk masuk ke dalamnya.
Halangan Pertama: Pada musim dingin, ketika angin bertiup kencang, lubang-lubang kecil juga perlu ditutup. Membuka pintu baru sama sekali bukanlah tindakan yang bijak. Membuka lubang-lubang di dinding untuk memperbaiki tatkala arus banjir yang besar melanda merupakan sebab untuk tenggelam. Begitu juga di zaman kemungkaran dan di masa adat-adat asing menguasai, di waktu bertambahnya bid‘ah dan ketika kesesatan memusnahkan ini. Membuka pintu-pintu baru di istana keislaman atas nama ijtihad serta membuka lubang-lubang yang akan menjadi wasilah kepada kemasukan para peruntuh dari dinding-dindingnya merupakan tindakan kriminal terhadap Islam.
Halangan Kedua: Ijtihad tidak bisa dilaksanakan pada darurat-darurat agama (hukum-hukum agama yang jelas). Karena hukum-hukum itu adalah qat’i dan telah ditentukan. Perkara-perkara daruri (utama) itu ibarat santapan dan makanan. Di zaman ini perkara-perkara itu sedang ditinggalkan dan sedang digoncang. Ketika seluruh himmah dan semangat seharusnya digunakan untuk membangunkan dan menghidupkannya, walaupun terdapat dan pemikiran-pemikiran mereka yang tidak sempit untuk keperluan seluruh zaman berserta ijtihad-ijtihad suci dan ikhlas bagi golongan salaf pada bagian pandangan Islam, maka sudah tentu meninggalkan itu semua lalu melakukan ijitihad menurut hawa nafsu, merupakan satu pengkhianatan yang penuh bid’ah.
Halangan Ketiga: Sesuatu barang di pasar diminati sesuai musim. Dari masa ke semasa satu demi satu barang mendapat permintaan. Begitu juga di tempat pameran alam dan di pasar masyarakat manusia dan kebudayaan manusia. Pada setiap kurun satu demi satu diminati dan mendapat permintaan. Ia dipamerkan di suq-nya yakni di pasarnya. Ia menarik segala minat untuk itu. Pandangan-pandangan terfokus padanya. pikiran-pikiran tertarik kepadanya. Sebagai contoh, di zaman ini, barang politik, jaminan kehidupan dunia dan permintaan kepada falsafah. (Manakala) barang yang paling diminati di kurun salafus soleh dan di pasar zaman itu ialah mengistinbatkan perkara-perkara yang diredhai oleh al-Khaliq langit dan bumi serta kehendak-kehendak-Nya dari kita bersumberkan kalam-Nya dan memperoleh kebahagiaan abadi di alam
180. Page
akhirat yang dibuka di tahap tidak boleh ditutup dan mendapatkan wasilah-wasilahnya melalui nur kenabian dan al-Quran.
Karena pikiran, hati dan roh di zaman itu dengan segala kekuatannya terfokus kepada cara untuk memahami apa yang diredhai Rabb bumi dan langit, maka segala diskusi, perbincangan, peristiwa yang berlaku dan keadaan masyarakat manusia tertuju kepadanya. Karena itulah yang berlaku, maka, siapa saja yang mempunyai persediaan yang baik, hati dan fitrahnya akan mendapat pengajaran dan makrifah (pengetahuan) dari setiap benda tanpa disadari. Seseorang itu akan belajar dari keadaan, kejadian-kejadian dan diskusi-diskusi yang terjadi di zaman itu. Seolah-olah setiap benda menjadi seorang guru baginya lalu menyuntik kemampuan untuk mempersiapkan ijtihad kepada fitrah dan persediaan (potensi)nya. Bahkan pengajaran fitrah itu menerangi dan meyakinkan sehingga orang yang mempunyai kemampuan kepada ijtihad tanpa usaha bagaikan sesuatu yang bercahaya dengan sendirinya. Justeru seseorang yang bersedia yang menerima pengajaran fitrah seperti ini, apabila ia mulai berusaha untuk ijtihad, persediaannya yang menjadi seperti kepala korek api mendapat rahasia نُورٌ عَلَى نُورٍ lalu menjadi mujtahid dalam masa yang cepat.
Tetapi di zaman ini, akibat dominasi kebudayaan Eropah, angkara keleluasaan falsafah keduniaan, dan karena kesulitan syarat-syarat kehidupan dunia, maka pikiran dan hati telah terpisah, himmah dan inayah telah terbelah. Akal telah menjadi asing bagi perkara-perkara maknawi. Karena inilah, di zaman itu, jika terdapat seseorang yang cerdik seperti seorang mujtahid yang menghafal al-Quran ketika berumur empat tahun dan berdebat dengan orang-orang alim (Sufyan Bin Uyainah), maka jika dinisbahkan kepada zaman beliau mendapat ijtihad, maka orang itu memerlukan masa yang sepuluh kali lipat lebih banyak. seandainya Sufyan telah layak berijtihad dalam masa sepuluh tahun, maka orang itu memerlukan seratus tahun supaya dia dapat melakukannya. Karena awal pengajian fitrah oleh Sufyan dimulai sejak usia mumayyiz-nya. Maka secara perlahan-lahan persediaannya menjadi siaga, bercahaya dan belajar dari setiap perkara lalu menjadi seperti korek api. Tetapi pikiran bandingan beliau di zaman ini telah tenggelam dalam falsafah, akalnya hanyut dalam politik, hatinya telah menjadi bingung dalam kehidupan duniawi, persediannya telah menjauh dari ijtihad, persediaannya telah jauh dari kemampuan ijtihad syar’i menurut tahap kesibukannya dalam ilmu-ilmu masakini dan telah terkebelakang dari penerimaan ijtihad menurut tahap pengetahuannya dalam ilmu-ilmu bumi. Oleh sebab itu, orang itu tidak boleh dan tidak ada hak untuk berkata “aku juga pandai sepertinya, mengapa aku tidak bisa menjadi sepertinya?” dan dia tidak akan menjadi sepertinya.
Halangan Keempat: Terdapat kecenderungan berkembang untuk membiak dalam tubuh. Kecenderungan berkembang itu, karena ia dari dalam, maka ia penyempurnaan untuk tubuh dan jasad. Tetapi seandainya ia satu kecenderungan untuk meluas di luar, maka ia mengoyakkan kulit tubuh itu, memusnahkannya dan bukanlah peluasan. Begitu juga, seandainya terdapat kecenderungan berkembang dan iradah ijtihad pada mereka yang masuk ke dalam daerah keislaman melalui pintu taqwa yang sempurna seperti Salafus soleh dan melalui jalan menjunjung dharurah-dharurah diniyyah, itulah kesempurnaan dan penyempurnaan. Jika tidak kecenderungan berkembang dan kehendak ijtihad yang meninggalkan dharuriyyah, mengutamakan kehidupan duniawi ke atas kehidupan ukhrawi dan
181. Page
menjadi dari mereka yang bercampur dengan falsafah kebendaan itu adalah wasilah memusnahkan kewujudan Islam dan menanggalkan rantai syarak di lehernya.
Halangan Kelima: Terdapat tiga sudut pandangan yang menjadikan ijtihad-ijtihad zaman ini sebagai ardhi (berkait dengan bumi) dan mengeluarkannya dari samawi. Sedangkan syariat adalah samawi. Ijtihad-ijtihad syar‘i juga, karena ia memunculkan hukum-hukum tertutupnya maka ia semua adalah samawi.
Sudut Pertama: Hikmah dan ‘illah bagi satu hukum pasti berbeda. Hikmah dan maslahat ialah sebab untuk menjadi prioritas bukan sumber pewujudan. ‘Illah adalah sumber bagi kewujudannya. Sebagai contoh, sholat diqasarkan dan didirikan dua rakaat ketika bermusafir. ‘Illah bagi rukhsah syarak ini ialah musafirnya, hikmahnya ialah kesusahan. seandainya sedang musafir, walaupun tiada sebarang kesusahan, solat tetap bisa diqasarkan. Karena ada‘illah. Tetapi seandainya bukan dalam musafir, walaupun terdapat seratus kesusahan, ia tidak bisa menjadi ‘illah untuk mengqasarkan solat.sedangkan, pandangan zaman berlawanan dengan hakikat ini, meletakkan maslahat dan hikmah di tempat ‘illah lalu berhukum menurutnya. Sudah tentu ijtihad-ijtihad seperti ini adalah ardhi bukan samawi.
Sudut Kedua: Pemikiran zaman sekarang, tujuan utamanya kepada kebahagiaan duniawi dan hukum-hukumnya terfokus kepadanya. Sedangkan pandangan syariat prioritas utamanya adalah untuk kepentingan kebahagiaan ukhrawi. (sesudah itu) di tahap kedua, karena menjadi wasilah kepada akhirat, maka ia juga memandang kepada kebahagiaan duniawi. artinya, pemikiran zaman sekarang terjauh dari roh syariat. Jika begitu, ia tidak bisa berijtihad atas nama syariat.
Sudut Ketiga: Kaedah اِنَّ الضَّرُورَاتِ تُبِيحُ الْمَحْظُورَاتِ, yakni keadaan dharurat bisa menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal. Sesungguhnya kaedah ini bukannya general. Seandainya dharurat tidak sah dengan jalan yang haram, maka ia menjadi penyebab penghalalan perkara yang haram. Sebaliknya, akibat ikhtiar yang buruk, seandainya dharurat dibolehkan melalui sesuatu yang tidak disyariatkan, maka ia tidak boleh menghalalkan perkara yang haram. Ia tidak bisa menjadi sumber hukum-hukum yang mempunyai rukhsah dan tidak bisa menjadi keuzuran.
Contoh: Jika seseorang memabukkan dirinya dengan cara yang haram karena pilihannya yang salah, maka menurut para ulama syariat, tindak-tanduknya dipertanggungjawabkannya dan dia tidak diperhitungkan sebagai uzur. Seandainya dia menceraikan isterinya, talaknya akan jatuh. Jika dia melakukan tindakan kriminal dia akan mendapat hukuman. Seandainya tidak ada tanggungjawab disebabkan tindakan buruknya, maka talak tidak terjadi dan dia juga tidak dihukum. Contohnya lagi, walaupun seseorang yang ketagihan narkoba, walaupun ia menggunakannya dalam keadaan dharurat sekalipun, dia tidak bisa berkata: “ini adalah dharurat dan halal bagiku.”
Di zaman sekarang terdapat banyak masalah yang sampai ke tahap dharurat, menimpa manusia dan masuk ke dalam bentuk baliyah al-‘ammah (musibah yang umum) sehingga karena ia lahir dari pilihan yang buruk, kecenderungan yang haram dan muamalah-muamalah yang haram, ia menjadi sumber bagi hukum-hukum yang mempunyai rukhsah lalu semua tidak
182. Page
bisa menjadi dasar untuk menghalalkan sesuatu yang haram. Sedangkan ahli ijtihad zaman sekarang, menjadikan dharurat itu sebagai sumber hukum-hukum syarak, maka ijtihad-ijtihad mereka berbentuk keduniaan, hawa nafsu dan falsafah tentu tidak bisa menjadi samawi dan bukan syarak. Sedangkan jika tidak ada tasarruf pada hukum-hukum Ilahi al-Khaliq langit dan bumi, campur tangannya kepada ibadah hamba-hamba-Nya dan keizinan maknawi al-Khaliq itu, maka tasarruf dan campur tangan itu ditolak. Sebagai contoh, sebagian mereka yang lalai, mengeluarkan sebagian syiar Islam seperti khutbah dari bahasa Arab. Mereka melakukan istihsan ke atas penyampaian dengan bahasa setiap bangsa untuk dua sebab.
Sebab Pertama: Supaya dengan cara itu politik masa kini dapat dijelaskan kepada semua umat Islam.
Sedangkan politik zaman sekarang telah masuk ke dalam penipuan, alasan yang dicari-cari dan kesyaitanan yang sangat banyak sehingga ia telah menjadi was-was syaitan. Sedangkan mimbar merupakan tempat menyampaikan wahyu Ilahi maka was-was politik itu tidak berhak untuk naik ke maqam yang tinggi itu.
Sebab Kedua: Khutbah adalah untuk memahami nasihat sebagian surah al-Quran.
Ya, seandainya umat Islam menjunjung masalah pokok dalam Islam dan musallamah-nya (perkara yang telah diterima oleh semua) serta hukum-hukumnya yang dimaklumi oleh semua orang lalu meletakkannya di tempatnya, niscaya waktu itu untuk memahami pandangan-pandangan syarak, masalah-masalah yang terperinci dan nasihat-nasihat yang tersembunyi, pembacaan khutbah dengan bahasa yang diketahui dan penterjemahan[1] surah-surah al-Quran , maka mungkin menjadi mustahsan. Tetapi hukum-hukum qat’i Islam yang sudah jelas kepastiannya seperti kewajiban sholat, zakat dan puasa, pengharaman pembunuhan, zina dan minuman memabukkan akan diabaikan. Masyarakat tidak butuh belajar tentang kewajiban dan pengharaman semua itu. Bahkan mereka membutuhkan dorongan, tazkirah dan peringatan untuk menjunjungnya dengan cara memperingatkan hukum-hukum suci itu melalui galakan dan peringatan serta dengan cara membangkitkan kesadaran keislaman dan rasa keimanan. Karena, sejahil apapun seorang buta, dia bisa memahami arti ringkas dari al-Quran dan khutbah berbahasa Arab dan berkata: “Sang Khatib dan al-hafiz memperingatkan dan memberi pengajaran tentang rukun-rukun iman dan tiang-tiang keislaman yang dimaklumi dan membacakannya kepada semua orang dan kepadaku.” Lalu di hatinya lahir satu kerinduan terhadap semua itu. Apakah ada ungkapan di alam semesta ini yang bisa menandingi peringatan, tazkirah dan galakan oleh al-Quranul Hakim yang datang dari ‘arasy yang agung yang penuh kemukjizatan dan memberi pemahaman?
Halangan Keenam: Karena sebagian besar mujtahid agung Salafus Soleh masih dekat dengan kurun para sahabat yang merupakan kurun cahaya dan kurun hakikat, maka mereka mendapat nur yang murni dan dapat melakukan ijtihad yang tulus. Ahli ijtihad zaman sekarang, melihat kepada kitab kebenaran dari sebalik tabir yang sangat banyak dan dari jarak yang
183. Page
sangat jauh sehingga hanya dapat melihat hurufnya, bahkan melihat huruf yang paling terangpun sangat susah.
Seandainya kamu berkata bahwa para sahabat juga adalah manusia dan tidak bebas dari kesalahan. Sedangkan sumber segala ijtihad dan hukum syariat ialah keadilan dan kebenaran khusus para sahabat kerana umat telah sepakat bahwa semua sahabat adalah adil dan berkata benar.
Jawaban: Ya, karena hampir semua para sahabat mencintai yang haq, rindukan kebenaran dan mengingini keadilan. Ini berbeda dengan zaman sekarang, penipuan dan pendustaan bersama dengan semua kejelekannya serta keindahan kebenaran dan kejujuran bersama dengan semua keindahannya telah diperlihatkan dengan cara yang sangat jelas sehingga jarak di antara keduanya terbuka seluas jarak langit dan bumi. Maka pengasingan seperti taraf Musailamatul Kazzab yang di tahap asfala safilin dan derjat kebenaran Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang berada di tahap a’la ‘illiyyin dapat dilihat.
Benar, yang mencampakkan Musailamatul Kazzab ke asfala safilin ialah pendustaan. Namun yang meninggikan Muhammad al-Amin Sollallahu ‘Alaihi Wa Sallam ke a’la ‘illiyyin ialah kebenaran dan kejujuran.
Sesungguhnya, para sahabat yang memiliki perasaan mulia dan mendambakan kemuliaan akhlak dan diterangi dengan cahaya suhbah mentari kenabian secara rela tidak memanjangkan tangan mereka kepada pendustaan dan merupakan sebab kejatuhan setahap dan berada di kedai kepalsuan Musailamah yang bercampur kelucuan.
Mereka juga menghindarkan diri dari pendustaan yang merupakan sahabat kekufuran sebagaimana mereka menghindarkan diri dari kekufuran. Keinginan, kejayaan serta kecintaan mereka kepada kebenaran, kesahihan dan haq yang didapati sangat indah, menjadi sumber kebanggaan dan kemegahan, mikraj peningkatan dan ketinggian dan paling berharga dari khazanah tinggi kebanggaan Kerasulan serta menerangai masyarakat manusia dengan sinaran keindahannya, terutama dalam riwayat dan penyampaian mereka yang sedaya upaya, tentunya qat’i, daruri dan tiada keraguan.
Sedangkan di zaman sekarang, jarak antara dusta dan benar telah terlalu tipis sehingga bagaikan duduk sebelah menyebelah. Amat mudah untuk berpindah dari kebenaran kepada kedustaan. bahkan dengan perantaraan propaganda politik, penipuan diutamakan ke atas kebenaran.
Seandainya benda yang paling buruk, dijual bersama-sama dengan benda-benda yang paling cantik dengan harga yang sama di sebuah kedai, sudah tentu permata kebenaran dan haq yang sangat mahal dan menuju kepada jauhar hakikat tidak bisa dibeli secara membabi butra dengan hanya bergantung kepada pengetahuan pedagang dengan bahasa marketingnya.
184. Page
Khatimah: Syariat-syariat berubah menurut kurun. Bahkan dalam satu kurun, syariat dan rasul yang berbeda-beda bisa datang dan telah datang menurut kaum. Karena syariat teragung setelah Khatamul Anbia’ sudah cukup untuk setiap kurun dan kepada setiap kaum, maka tidak ada lagi kepentingan untuk syariat-syariat lain. Tetapi dalam masalah ranting, terdapat keperluan kepada mazhab-mazhab yang berlainan. Ya, sebagaimana pakaian-pakaian berubah bersama perubahan musim dan ubat-ubat berubah menurut keperluan pesakit, syariat-syariat juga berubah menurut kurun dan hukum-hukum berganti menurut kemampuan sesuatu bangsa. Karena bagian ranting hukum-hukum syariat memperhatikan keadaan manusia. Ia datang menurutnya dan menjadi obat. Pada zaman para Nabi yang terdahulu, karena peringkat manusia jauh antara satu dengan yang lain dan sifat mereka sedikit kasar serta keras dan dari segi pemikiran adalah bagaikan sekolah rendah dan dekat dengan kehidupan badwi, maka syariat-syariat di zaman itu telah datang dalam bentuk yang berbeda-beda sesuai dengan keadaan mereka. Bahkan terdapat para rasul dan syariat-syariat yang berbeda dalam satu benua dan kurun yang sama. Kemudian, karena manusia meningkat dari tahap sekolah rendah ke tahap sekolah menengah dengan kedatangan Rasul akhir zaman, dan karena kaum-kaum manusia berada dalam keadaan mampu mendapat pengajaran melalui perubahan dan percampuran yang banyak, perlu mendengar seorang guru dan sampai kepada keadaan perlu beramal dengan satu syariat, maka tiada lagi keperluan kepada syariat yang berbeda. Guru yang berbeda juga dilihat sebagai tidak perlu. Namun, karena mereka tidak betul-betul sampai ke tahap yang sama dan tidak menuju kepada jenis kehidupan bermasyarakat yang sama juga, maka mazhab-mazhab telah bertambah. Seandainya sebagian besar manusia menerima bentuk kehidupan bermasyarakat yang sama dan masuk ke tahap seperti pelajar sekolah tinggi yang sama, maka waktu itu mazhab-mazhab boleh disatukan. Tetapi sebagaimana keadaan alam ini tidak mengizinkan demikian, maka mazhab-mazhab juga tidak bisa menjadi satu.
Jika kamu berkata: Kebenaran (sepatutnya) hanya satu. Namun bagaimanakah hukum-hukum yang berlainan dengan empat dan dua belas mazhab bisa menjadi benar?
Jawaban: Ia bagaikan (segelas) air menerima lima hukum sesuai pesakit yang berlainan jenis penyakitnya. Ia seperti berikut:
Untuk salah satunya air adalah obat berdasarkan jenis penyakit, sebab itu dari segi kesehatan ia adalah wajib.
Untuk yang lain ia memudaratkan bagaikan racun untuk penyakit maka dari segi kesehatan adalah haram.
Untuk yang satu lagi, ia ada sedikit mudarat, maka menurut kesehatan ia adalah makruh.
Bagi yang satu lagi, ia memberi manfaat dan tidak ada mudarat, maka dari segi kesehatan ia adalah sunat.
Untuk yang seorang lagi tidak memberi mudarat dan manfaat. Biarlah dia meminumnya dengan berselera, karena dari segi kesehatan ia mubah.
Kebenaran telah menjadi banyak disini. Kelima-limanya juga benar.
185. Page
Bisakah kamu mengatakan bahwa air hanya obat dan wajib, tidak ada hukum lain. Dengan kondisi seperti ini dan hikmah Ilahi, hukum-hukum Ilahi berubah menurut para pengikut mazhab-mazhab serta berubah sebagai yang benar dan masing-masingnya juga haq dan mempunyai maslahah. Contoh, Sesuai hikmah Ilahi, jika dibandingkan dengan pengikut mazhab Hanafi, mayoritas pengikut Imam Syafii lebih dekat dengan (cara hidup) kampungan dan pedalaman. Karena kehidupan bermasyarakat yang membawa kelompok itu kepada mempunyai perbedaan antara satu dengan yang lain. Dimana perbedaan akan tetap muncul dan tidak bisa di[paksa untuk sama, tetapi masing-masing mempunyai kebenaran yang sesuai dengan keadaan mereka. Seperti shalat berjamaah, dimana setiap individu mesti membaca al-Fatihah di belakang imam, kalau tidak, shalatnya tidak sah.
Karena pengikut Imam Abu Hanifah, lebih dekat dengan kehidupan kota dan menjungjung kehidupan bermasyarakat kerana mayoritas kerajaan Islam mengamalkan mazhab itu, maka mereka masuk ke dalam (keadaan) bagaikan tubuh yang satu lalu seseorang bisa berkata atas nama semua orang. Semua orang mengakuinya dengan hati dan bersatu hati lalu kata-katanya telah menjadi kata-kata semua orang, maka menurut Mazhab Hanafi, al-Fatihah tidak dibaca di belakang imam. Tidak membacanya adalah kebenaran itu sendiri dan ada hikmah.
Contoh lagi: Memperhatikan syariat meredakan fitrah dengan meletakkan bebabagai aturan, ia mendidik nafsu amarah. Sudah tentu, menurut Mazhab Syafii yang kebanyakan pengikutnya adalah orang kampung, tidak berapa maju, separuh membangun dan sibuk dengan pekerjaan, wudhuk akan terbatal apabila menyentuh perempuan dan najis yang sedikit memberi mudarat. Manakala mayoritas mereka yang masuk ke dalam kehidupan bermasyarakat dan menjalani kehidupan kota, menurut Mazhab Hanafi yang mereka ikuti, menyentuh wanita tidak membatalkan wudhuk dan ada fatwa bahwa najis itu seberat satu dirham.
Kita akan membandingkan antara seorang pekerja dan seorang tuan. Pekerja, karena dari segi cara hidup dia terpaksa bergaul dan (mungkin) bersentuhan dengan wanita-wanita bukan mahram, perlu duduk di sisi alat pemanas[1] yang sama dan terlibat dengan benda-benda yang tercemar, maka dari segi kerja dan biaya hidup, tabiat dan nafsu amarahnya menemui ruang kosong dan mungkin melampaui batas fitrah. Oleh sebab itu, berkenaan dengan mereka, menghalang itu syariat menggemakan suara samawi “jangan sentuh, wudhuk akan terbatal! Jangan kotor, ia membatalkan sholat!” di telinga maknawinya.
Tetapi tuan itu, karena dia orang berakhlak dan tidak perlu mengerjakan pekerjaan yang mesti bersentuhan dengan orang ramai, atas nama akhlak yang umum, dia tidak diuji dengan menyentuh wanita dan tidak akan mengotorkan dirinya dengan benda-benda yang jijik atas nama kebersihan. Sebab itu, atas nama Mazhab Hanafi, syariat tidak memperlihatkan kewajiban dan ‘azimah atasnya. Syariat memperlihatkan sudut rukhsah dan telah memberinya kelonggaran. Syariat berkata: “Sekiranya tanganmu telah tersentuh, wudhukmu tidak rusak. Dalam keadaan tertutup, tiada mudaratnya jika kamu tidak beristinjak dengan air di tengah-tengah kesibukan. Terdapat fatwa najis itu memberi pengaruh kalau beratnya sedirham.” lalu
186. Page
menyelamatkannya dari perasaan was-was. Demikianlah contoh dari dua titik air laut kepadamu. Kiaskanlah dengannya. Melalui neraca Mizan Imam Sya’rani, jika kamu boleh membandingkan neraca-neraca syariat dalam bentuk ini maka lakukanlah.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى مَنْ تَمَثَّلَ فِيهِ اَنْوَارُ مَحَبَّتِكَ لِجَمَاِل صِفَاتِكَ وَ اَسْمَائِكَ بِكَوْنِهِ مِرْآةً جَامِعَةً لِتَجَلِّيَاتِ اَسْمَائِكَ الْحُسْنَى وَ مَنْ تَمَرْكَزَ فِيهِ شُعَاعَاتُ مَحَبَّتِكَ لِصَنْعَتِكَ فِى مَصْنُوعَاتِكَ بِكَوْنِهِ اَكْمَلَ وَ اَبْدَعَ مَصْنُوعَاتِكَ وَ صَيْرُورَتِهِ اَنْمُوذَجَ كَمَالاَتِ صَنْعَتِكَ وَ فِهْرِسْتَةَ مَحَاسِنِ نُقُوشِكَ وَ مَنْ تَظَاهَرَ فِيهِ لَطَائِفُ مَحَبَّتِكَ وَ رَغْبَتِكَ لِاِسْتِحْسَانِ صَنْعَتِكَ بِكَوْنِهِ اَعْلَى دَلاَّلِى مَحَاسِنِ صَنْعَتِكَ وَ اَرْفَعَ الْمُسْتَحْسِنِينَ صَوْتًا فِى اِعْلاَنِ حُسْنِ نُقُوشِكَ وَ اَبْدَعِهِمْ نَعْتًا لِكَمَالاَتِ صَنْعَتِكَ وَ مَنْ تَجَمَّعَ فِيهِ اَقْسَامُ مَحَبَّتِكَ وَ اِسْتِحْسَانِكَ لِمَحَاسِنِ اَخْلاَقِ مَخْلُوقَاتِكَ وَ لَطَائِفِ اَوْصَافِ مَصْنُوعَاتِكَ بِكَوْنِهِ جَامِعًا لِمَحَاسِنِ الْاَخْلاَقِ كَافَّةً بِاِحْسَانِكَ وَ لِلَطَائِفِ الْاَوْصَافِ قَاطِبَةً بِفَضْلِكَ وَ مَنْ صَارَ مِصْدَاقًا صَادِقًا وَ مِقْيَاسًا فَائِقًا لِجَمِيعِ مَنْ ذَكَرْتَ فِى فُرْقَانِكَ اِنَّكَ تُحِبُّهُمْ مِنَ الْمُحْسِنِينَ وَ الصَّابِرِينَ وَ الْمُومِنِينَ وَ الْمُتَّقِينَ وَ التَّوَّابِينَ وَ الْاَوَّابِينَ وَ جَمِيعِ الْاَصْنَافِ الَّذ۪ينَ اَحْبَبْتَهُمْ وَ شَرَفْتَهُمْ لِمَحَبَّتِكَ فِى فُرْقَانِكَ حَتَّى صَارَ اِمَامَ الْحَبِيبِينَ لَكَ وَ سَيِّدَ الْمَحْبُوبِينَ لَكَ وَرَئِيسَ اَوِدَّائِكَ وَ عَلَى آلِهِ وَ اَصْحَابِهِ وَ اِخْوَانِهِ اَجْمَعِينَ آمِينَ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِينَ
Tentang Para Sahabat.
Saya berkata seperti yang dikatakan oleh Maulana Jami’:
يَا رَسُوَ اللّٰهِ چِه بَاشَدْ چُونْ سَگِ اَصْحَابِ كَهْف
دَاخِلِ جَنَّتْ شَوَمْ دَرْ زُمْرَهِ اَصْحَابِ تُو
اُو رَوَدْ دَرْ جَنَّتْ مَنْ دَرْ جَهَنَّمْ كَىْ رَوَاسْت
اُو سَگِ اَصْحَابِ كَهْف مَنْ سَگِ اَصْحَابِ تُو
بِاسْمِهِ سُبْحَانَهُ
Mengenai Para Sahabat
وَاِنْ مِنْ شَيْئٍ اِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِه۪
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
]مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ ذَلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَمَثَلُهُمْ فِي الإنْجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَى عَلَى سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُمْ مَغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا[
“Muhammad adalah utusan Allah, dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu lihat mereka
187. Page
rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus diatas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-ortang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan diantara mereka, ampunan dan pahala yang besar” (Q.S. Al-Fath, 49:29)
Pertanyaan kalian: Terdapat dalam sebagian riwayat yang maksudnya bahwa ketika bid’ah berleluasa, sebagian orang soleh dari kalangan ahli iman dan taqwa menjadi seperti para sahabat ataupun menjadi lebih afdhal. Adakah riwayat-riwayat ini Sahih? Jika sahih apakah hakikat-hakikatnya?
Jawaban: Adalah satu alasan yang qat’i berbentuk ijma’ bagi Ahli Sunnah wal Jama‘ah bahwa sesudah para nabi, manusia yang paling afdhal ialah para sahabat karena bagian sahih bagi riwayat-riwayat itu ialah tentang kelebihan yang juz’i. Karena dalam kelebihan yang juz’i dan kesempurnaan yang khusus, yang marjuh boleh diutamakan ke atas yang rajih. Sebaliknya, pada poin pendapat kelebihan yang menyeluruh, para sahabat yang mendapat penyifatan Rabbani yang penuh pujian dan mendapat puji pujian oleh Taurat, Injil dan al-Quran di penghujung surah al-Fath tidak bisa diatasi. sekarang kami akan menerangkan tiga hikmah yang mengandung tiga sebab dari sebab dan hikmah yang sangat banyak bagi hakikat ini.
Hikmah Pertama: Suhbah Nabawiyyah ialah satu eliksir yang seperti berikut: Seseorang yang menyaksikannya selama satu minit mendapat nur-nur hakikat yang diperoleh melalui sair wa suluk selama bertahun-tahun. Karena di dalam suhbah terdapat insibagh dan in‘ikas (pengacuan dan keterkesanan). Dapat dimaklumi bahwa melalui in‘ikas dan ikutan serta bersama dengan Nur Agung Kenabian itu seseorang naik ke martabat yang paling tinggi. Ia sama seperti mengikut baginda, khadam Sultan naik ke satu kedudukan dimana seorang pembesar pun tidak boleh naik.
Dari rahasia ini para wali yang paling besar tidak bisa naik ke tahap sahabat. Hatta para wali yang banyak kali mendapat suhbah Nabawiyyah ketika sadar seperti Imam Jalaluddin as-Suyuti, walaupun mereka bertemu dengan Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam secara yaqazah (jaga) dan dimuliakan dengan suhbah baginda di alam ini, mereka tetap tidak bisa mengatasi para sahabat. Karena, Suhbah para sahabat dengan baginda adalah melalui Nur Nubuwwah Muhammad yakni suhbah Rasulullah bersama mereka adalah sebagai Nabi.
Manakala para wali, pertemuan mereka dengan Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam selepas kewafatan baginda merupakan suhbah melalui nur kewalian Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Maknanya, kemunculan dan kezahiran Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam pada pandangan mereka adalah dari sudut kewalian Nabi Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Bukannya dari sudut kenabian.
Memperhatikan hal demikian, setinggi apa posisi kenabian dibandingkan dengan posisi kewalian, maka semestinya posisi kedua-dua suhbah itu mempunyai perbedaan. Pada posisi
188. Page
manakah Suhbah Nabawiyyah merupakan eliksir Nurani dapat dipahami melalui peristiwa berikut:
Walaupun seorang lelaki Badwi pernah berada dalam tabiat kekerasan yang kejam sehingga bisa menguburkan anak perempuannya hidup-hidup, namun apabila dia menghadiri dan dimuliakan dengan Suhbah Nabawiyyah selama satu jam, dia telah memperoleh sifat kelembutan yang penuh kasih sayang sehingga sampai ke tahap tidak akan memijak semut. Malah, seorang yang jahil dan ganas mendapat suhbah nabawiyyah selama satu hari, kemudian dia pergi ke negara-negara seperti China dan India lalu menjadi guru kebenaran dan pedoman kesempurnaan bagi kaum-kaum yang bertamadun.
Sebab Kedua: Sebagaimana telah diterangkan dan ditetapkan dalam pembahasan Ijtihad dalam Kalimah Kedua Puluh Tujuh, mayoritas mutlak para sahabat adalah pada posisi kesempurnaan insan yang tertinggi. Karena di zaman itu, di masa perubahan Islam yang agung itu, kebaikan dan kebenaran dengan seluruh keindahannya, kejahatan dan kebatilan dengan semua kehodohannya telah dilihat dan telah dirasa secara maddi. Telah dibuka di tengah-tengah keburukan dan kebaikan satu pembedaan dan di antara pendustaan dan kebenaran satu jarak yang sangat luas sehingga kedua-duanya telah menjauh di antara satu sama lain seperti kekufuran dan keimanan bahkan Neraka dan Syurga. Karena terdapat Musailamatul Kazzab yang merupakan jurubicara dan contoh pendustaan, keburukan dan kebatilan dan kalimah-kalimahnya yang penuh kebohongan, maka sudah tentu dengan pilihan mereka, para sahabat yang memiliki perasaan yang tinggi secara fitrah, terpesona dengan ketinggian akhlak dan sangat cenderung kepada kemuliaan dan benda-benda yang cantik tidak pernah mengulurkan tangan mereka kepada kebohongan dan kejahatan lalu jatuh ke tahap Musailamah. (Maka sesungguhnya) berlari sambil memandang kepada maqam Habibullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang merupakan jurubicara dan contoh kebenaran, kebaikan dan hakikat yang berada pada a’la ‘illiyyin kesempurnaan dengan segala kekuatan dan himmah sebagai tuntutan sifat-sifat mereka.
Contoh, sebagaimana selalu terjadi dalam kebudayaan umat manusia dan di dalam kehidupan bermasyarakat, semua orang tidak membeli kesuksesan yang menakutkan dan hal-hal bodoh. Bahkan orang berupaya membenci dan menghindarkan diri darinya seolah-olah ia adalah racun yang membunuh. Manakala keuntungan yang baik serta hal-hal berharga yang diperoleh dari sebagian benda dan barang-barang maknawi menarik minat semua orang terhadapnya dan semua orang berusaha membelinya secara bersungguh-sungguh seolah-olah ia adalah penawar yang bermanfaat dan berlian.
Begitu juga dalam kehidupan bermasyarakat manusia ketika‘Asrus Sa‘adah. Karena benda-benda seperti pendustaan, kejahatan dan kekufuran, melahirkan hasil seperti kesengsaraan abadi dan badut-badut yang hina seperti Musailamatul Kazzab, maka jelas bahwa para sahabat yang terpesona dengan pekerti yang tinggi dan kecintaan yang mulia menjauhkan diri darinya dan membencinya seperti mereka menjauhkan diri dari racun yang membunuh.
189. Page
Diyakini sepenuhnya bahwa para sahabat adalah suci dan pekerti mereka adalah tinggi bagaikan penawar yang paling bermanfaat dan berlian yang paling bernilai menjadi pembeli dan perindu kepada kebenaran dan keimanan yang memberi hasil seperti kebahagiaan abadi dan memperlihatkan buah-buah nurani seperti Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan segenap kekuatan, perasaan dan latifah mereka.
Sedangkan setelah era itu, lama kelamaan dan semakin lama jarak antara kebenaran dan pendustaan makin mengecil lalu sampai bahu ke bahu. Maka kedua-duanya mula dijual bersama-sama di sebuah kedai dan akhlak masyarakat telah rusak. Propaganda politik telah melakukan promosi yang melahirkan penipuan. Maka semasa keburukan penipuan yang dahsyat telah bersembunyi lalu kecantikan kebenaran yang terang mula tidak kelihatan, siapakah yang berdaya untuk mengatasi kekuatan, kekukuhan dan ketaqwaan para sahabat terutamanya dalam keadilan, kebenaran, ketinggian dan kesahihan mereka ataupun melebihi darjat mereka?
Aku menerangkan satu kondisi yang pernah terjadi padaku yang bisa menjelaskan sedikit masalah masa lalu. Berikut ceritanya:
Suatu waktu terlintas di hatiku, mengapa individu-individu yang hebat seperti Muhyiddin al-‘Arabi tidak bisa mengatasi para sahabat? Kemudian dalam shalat, ketika melafazkan سُبْحَانَ رَبِّىَ الْاَعْلَى arti kalimat ini telah terbuka. Bukan dengan artinya yang sempurna, tetapi secebis hakikat telah kelihatan. Aku berkata dalam hati: Kalaulah aku berhasil (menunaikan) shalat seperti kalimah ini, niscaya ia lebih baik dari ibadah selama satu tahun. Selesai Shalat aku telah paham bahwa yang terlintas itu adalah satu petunjuk bahwa derjat para sahabat di dalam sholat tidak dapat ditandingi.
Ya, ketika perkara-perkara yang berlawanan keluar dan berpisah dari satu sama lain di dalam perubahan agung masyarakat yang lahir melalui nur-nur al-Quranul Hakim, bila mana kejahatan dengan semua ekornya, kegelapan dan perkara rantingnya serta kebaikan dan kesempurnaan dengan seluruh cahaya dan hasilnya datang berhadapan lalu setiap zikir dan tasbih mengutamakan level semua artinya dalam bentuk buah-buahan dan sayuran yang segar bugar dan muda di zaman yang bergelora dalam satu keadaan, ia telah menyadarkan semua perasaan dan latifah-latifah maknawi insan yang di bawah dentuman perubahan agung itu. Bahkan perasaan-perasaan seperti waham (keraguan), hayalan dan rahasia mengambil dan menghirup makna-makna yang banyak yang terdapat dalam zikir dan tasbih menurut panca indra rasa masing-masing dalam keadaan sadar dan bangun.
Berdasarkan hikmah tersebut, ketika para sahabat yang semua perasaannya sadar dan latifahnya bangun melafazkan kalimah-kalimah berkah itu yang meliputi nur keimanan dan tasbih melafazkan dengan seluruh makna kalimah dan mendapat hadiah melalui semua latifah. Sedangkan sesudah letusan dan perubahan itu, lama kelamaan latifah-latifah jatuh ke dalam lena dan deria jatuh ke dalam kelalaian pada noktah hakikat-hakikat itu, lalu seperti buah-buahan, kalimah-kalimah berkah itu lama-kelamaan kehilangan kelembutan dan kesegarannya akibat tabir ulfah (kebiasaan). Seolah-olah ia tinggal dengan umur yang sedikit bagaikan memelihara dengan panca indranya yang hanya berbentuk luar, sehingga keadaan awalnya hanya bisa dikembalikan dengan satu pembedahan yang kuat dan berbentuk tafakkur. Justeru,
190. Page
kerana inilah mereka yang selain sahabat hanya dapat sampai kepada fadhilat dan maqam yang diperoleh seorang sahabat dalam masa empat puluh minit dalam masa empat puluh hari bahkan empat puluh tahun.
Sebab Ketiga: Sebagaimana telah ditetapkan dalam Kalimah Kedua Belas, Kedua Puluh Empat dan Kedua Puluh Lima, bagian kenabian kepada kewalian adalah seperti matahari sesungguhnya dengan matahari bayangan yang dilihat melalui kaca. Setinggi apa wilayah kenabian dibanding dengan wilayah kewalian, para sahabat yang merupakan para petugas wilayah kenabian dan bintang-bintang matahari itu juga, perlu mengatasi para sholihin dalam wilayah kewalian. Bahkan warisan kenabian dan kebenaran yang merupakan kewalian terbesar ialah kewalian para sahabat. Jika seorang wali memperolehnya dia tetap tidak dapat mengatasi maqam para sahabat yang merupakan saf pertama. Kami akan menerangkan tiga model dari beberapa model yang ada.
Model Pertama: Dalam Ijtihad, yakni dalam mengistinbatkan (menetapkan) hukum, dalam memahami masalah yang diredhai Allah Taala dari kalam-Nya, para sahabat tidak mungkin diatasi. Kerana pada perubahan Ilahi yang besar di zaman itu adalah berkisar tentang memahami keredhaan Rabbani dan hukum-hukum Ilahi. Semua akal, terfokus kepada penetapan hukum. Semua hati selalu bertanya-tanya apakah yang diinginkan Rabb dari kita? Kondisi zaman itu terjadi dalam bentuk yang bisa mencium dan merasakan keadaan ini. Diskusi-diskusi yang terjadi berisi pengertian seperti ini.
Disebabkan setiap benda, dan setiap keadaan, diskusi, pertemuan dan cerita berlangsung dalam bentuk bisa memberi pengajaran tentang semua arti demikian; karena ia menyempurnakan persediaan dan menerangi pemikiran para sahabat; dan oleh sebab persediaan mereka dalam ijtihad dan istinbat adalah seperti korek api untuk menerangi, maka martabat istinbat dan ijtihad yang diperoleh mereka dalam masa sehari atau satu bulan, seseorang yang mempunyai tahap kecerdasan dan persediaan seperti sahabat di zaman ini tidak akan dijumpai (walaupun) dalam masa sepuluh tahun bahkan seratus tahun. Karena di era ini, ganti kebahagiaan abadi adalah kebahagiaan dunia. Perhatian manusia terfokus kepada maksud-maksud lain. Karena masalah ekonomi yang tidak didasarkan kepada tawakkal memberikan kebingungan kepada roh dan falsafah tabiat kebendaan memberi kebutaan kepada akal, maka apabila di lingkungan masyarakat manusia tidak memberikan kekuatan dalam ijtihad, ia pasti akan menghancurkannya. Dalam perbandingan antara Sufyan bin ‘Uyainah dengan seseorang yang cerdik selevelnya dalam pembahasan ijtihad Kalimah Kedua Puluh Tujuh, kami telah menetapkan bahwa apa yang diperoleh oleh Sufyan dalam masa sepuluh tahun tidak akan diperoleh oleh seorang lagi dalam masa seratus tahun.
Model Kedua: Maqam para sahabat pada poin kedekatannya kepada Allah tidak mungkin dapat dicapai melalui kewalian. Karena, Allah Taala adalah lebih dekat kepada kita dan adalah lebih dekat dari semua benda. Kita sangat jauh dari-Nya. Memperoleh kedudukan yang dekat kepada-Nya bisa terjadi melalui dua bentuk:
Pertama, melalui kedekatan dengan kenabian, memperhatikan kepadanya dan dari sudut pewaris kenabian dan suhbah baginda, maka para sahabat ialah penerima akan rahasia itu.
191. Page
Bentuk kedua: Melampaui tahap tertentu dan sangat jauh dan mereka dimuliakan hampir sama dengan tahap kedekatan yang mana kebanyakan sair dan suluk kewalian dan sair jiwa dan kesadarannya terjadi dengan cara ini. Bentuk pertama adalah kurnia Allah semata bukan usaha, justru karena ketertarikan dan tarikan Rahmani serta sifat kecintaan. Jalannya pendek tetapi sangat teguh, sangat tinggi dan sangat suci serta tanpa bayangan. Yang satu lagi berbentuk usaha panjang dan berbayang. Walaupun keajaiban dan keluarbiasaannya banyak, namun dari segi nilai dan kedekatan tidak dapat mengatasi yang pertama. Contoh: Untuk sampai ke hari kemaren pada hari ini terdapat dua jalan.
Pertama: Dengan tidak mengikuti peredaran waktu tetapi naik ke atas waktu dengan satu kekuatan suci lalu melihat kemaren seperti hari ini.
Yang kedua: Memintas jarak sejauh setahun, kembali dan berputar lalu sampai ke hari kemaren, namun masih tidak dapat memegang kemaren lantas meninggalkannya dan berlalu pergi. Menyeberang dari lahir kepada hakikat juga adalah melalui dua cara.
Pertama: Hanyut ke dalam ketertarikan hakikat secara langsung lalu tanpa masuk ke dalam barzakh tariqat, menemui hakikat di dalam zahir itu sendiri.
Yang kedua: Melalui banyak peringkat dalam bentuk sair dan suluk. Ahli kewalian, secara lahir berhasil memperoleh kefanaan diri dan membunuh nafsu amarah. Namun mereka tetap tidak dapat mengatasi para sahabat. Karena jiwa para sahabat telah dibersihkan dan disucikan, maka mereka memperoleh jenis-jenis ibadah dan bagian-bagian kesyukuran dan tahmid yang lebih banyak mengikuti peralatan-peralatan yang banyak dalam nafsu. Setelah kefanaan jiwa, muncullah kemurnian ubudiyyah para wali.
Model Ketiga: Para sahabat tidak mungkin ditandingi dari sudut fadhilah amal, pahala perbuatan dan fadhilah ukhrawi. Karena seorang tentara dapat memperoleh fadhilah seperti ibadah selama satu tahun ketika bertugas mengawal selama sejam ketika dalam kedudukan yang penting dan menakutkan dalam sebagian keadaan. Akibat ditembak, maka dalam masa satu minit dia naik ke maqam seperti derjat kewalian yang hanya bisa diperoleh paling kurang dalam masa empat puluh hari. Begitulah juga khidmat para sahabat dalam membangun Islam, menyebarkan hukum-hukum al-Quran dan pengumuman perang kepada seluruh dunia untuk Islam adalah sangat tinggi sehingga selain mereka tidak dapat menandingi satu minitnya dalam waktu satu tahun. Bahkan bisa dikatakan bahwa semua minit mereka adalah seperti tentara yang syahid dalam bakti suci itu. Setiap jam bagi mereka seperti tugas mengawal bagi seorang tentara yang rela berkorban yang melaksanakan satu detik tugasnya dalam kedudukan yang dahsyat. Maka walaupun amalnya sedikit tetapi ganjarannya banyak dan nilainya tinggi. Ya memperhatikan para sahabat membentuk saf awal dalam pembinaan Islam dan penyebaran nur-nur al-Quran, maka menurut rahsia اَلسَّبَبُ كَالْفَاعِلِ, terdapat hadiah untuk mereka dari kebaikan seluruh umat. Ucapan اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَاَصْحَابِهِ oleh seluruh umat memperlihatkan bahwa para sahabat mendapat limpahan pahala seluruh umat. Malah, sebagaimana satu keistimewaan pada akar sebatang pohon mendapat bentuk yang besar pada dahan-dahannya bahkan lebih besar dari dahan yang besar; sebagaimana ketinggian yang kecil pada permulaan semakin lama membentuk satu jumlah; sebagaimana tambahan sebesar ujung jarum yang dekat dengan titik pusat menjadi sama besar dengan satu wilayah yang luas kadang-
192. Page
kadang sama dengan penambahan seluas satu meter; seperti empat contoh itulah, karena para sahabat adalah akar tunjang pohon nurani keislaman; berada di permulaan garis-garis nurani bangunan Islam; dari kalangan imam-imam jemaah Islam dan golongan-golongan terawalnya; serta karena mereka dekat dengan pusat mentari kenabian dan kantong kebenaran, maka amal mereka yang sedikit adalah banyak, khidmat mereka yang kecil adalah besar. Untuk mengatasi mereka perlu menjadi sahabat yang sebenar.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ الَّذِى قَالَ اَصْحَابِى كَالنُّجُومِ بِاَيِّهِمْ اِقْتَدَيْتُمْ اِهْتَدَيْتُمْ وَ خَيْرُ الْقُرُونِ
قَرْنِى وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ سَلِّمْ
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ
Pertanyaan: Dikatakan bahwa para sahabat telah melihat Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam kemudian mereka telah beriman. Kami juga telah beriman tanpa melihat baginda. Jika begitu, keimanan kami lebih kuat. Malah terdapat riwayat yang menunjukkan kekuatan iman kami.
Jawaban: Kondisi Para sahabat di zaman itu; ketika pemikiran-pemikiran umum dunia menentang dan berlawanan dengan hakikat-hakikat Islam, para sahabat telah membawa satu keimanan yang begitu hebat walaupun hanya melihat Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam bentuk kemanusiaan dan kadang-kadang tanpa mukjizat. Namun seluruh pemikiran umum dunia tidak menggoyahkan keimanan mereka. Tidak diragukan bahwa kepada sebagian mereka, ia tidak memberikan walaupun perasaan was-was. Kalian ingin membandingkan keimanan kalian dengan keimanan para sahabat.
Tetapi di manakah keimanan kalian yang jatuh kepada was-was dan kesangsian akibat kata-kata seorang ahli falsafah Eropah walaupun seluruh pemikiran umum Islam menjadi kekuatan dan sandaran kepada keimanan kalian, walaupun kalian telah melihat dengan mata akal kalian bukan kemanusiaan dan rupa jasmani Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam yang merupakan benih pohon Tuba kenabian bahkan peribadi maknawi hebat baginda yang nurani yang dirangkumi dengan seribu mukjizat melalui semua nur keislaman dan hakikat al-Quran? Bagaimana keimanan para sahabat yang tidak goyah berhadapan dengan serangan sekalian alam kekufuran, Nasrani, Yahudi dan ahli Falsafah? Malah bagaimana kehebatan taqwa dan kesempurnaan kebaikan para sahabat yang memperlihatkan kekuatan iman mereka dan menjadi tetesan keimanan mereka? Wahai pendakwa! Bagaimana dengan keimananmu yang gelap yang tidak memperlihatkan seluruh kewajiban dari yang disebabkan kedahsyatan kelemahanmu? Namun yang ada di dalam Hadith yaitu riwayat yang bermaksud “pada akhir zaman mereka yang tidak nampak aku namun beriman adalah lebih diterima…” adalah tentang fadhilah-fadhilah yang khusus dan mengenai sebagian individu yang istimewa. Pembahasan kami ialah dari segi fadhilah menyeluruh dan orang ramai.
Pertanyaan Kedua: Mereka berkata bahwa para wali dan pemilik kesempurnaan telah meninggalkan dunia. Bahkan terdapat dalam Hadith bahwa rasa cinta kepada dunia merupakan pokok semua dosa. Sedangkan para sahabat telah jauh sibuk dengan dunia, bukan saja tidak meninggalkan dunia bahkan sebagian sahabat telah jauh ke depan dibanding ahli
193. Page
kebudayaan zaman itu. Bagaimana hal ini bisa terjadi sedangkan kalian mengatakan bahwa serendah-rendah para sahabat yang begini memiliki nilai seperti seorang wali yang paling besar?
Jawaban: Telah ditetapkan dengan sangat qat’i di dalam Mauqif Kedua dan Ketiga Kalimah Ketiga Puluh Dua bahwa mencintai wajah dunia yang memandang kepada akhirat dan wajahnya yang menghadap nama-nama Ilahi, bukanlah kekurangan bahkan merupakan dasar kesempurnaan. Sejauh mana mereka maju dalam dua wajah itu, maka lebih banyak mereka maju dalam ibadah dan ma’rifatullah. Sesungguhnya dunia para sahabat adalah pada dua wajah itu. Mereka melihat dunia sebagai ladang akhirat lalu mereka telah mengusahakannya. Mereka melihat maujudat sebagai cermin nama-nama Ilahi lalu mereka menatap dan memandangnya dengan penuh kerinduan. Dunia yang buruk ialah wajahnya yang fana yang memandang kepada hawa nafsu manusia.
Pertanyaan Ketiga: Tariqat-tariqat ialah jalan-jalan hakikat. Tentang tarikat NaQ.S.yabandi yang didakwa sebagai tariqat yang paling masyhur, paling tinggi dan jalan terbesar di kalangan tariqat-tariqat, sebagian dari pahlawan dan imam tariqat itu telah mendefinisikan dasarnya seperti berikut, mereka berkata: دَرْ طَرِيقِ نَقْشِبَنْدِى لاَزِمْ آمَدْ چَارْ تَرْ تَرْكِ دُنْيَا تَرْكِ عُقْبَى تَرْكِ هَسْتِى تَرْكِ تَركْ dalam tariqat NaQ.S.yabandi perlu meninggalkan empat benda. Dunia, serta tidak menjadikan akhirat juga sebagai maksud hakiki atas nama nafsu, serta melupakan kewujudannya serta tidak memikirkan peninggalan-peninggalan itu untuk tidak masuk ke dalam ujub dan rasa bangga. Artinya ma’rifatullah yang hakiki dan kesempurnaan manusia terjadi dengan cara meninggalkan yang selain-Nya.
Jawaban: Seandainya manusia hanya terjadi dari satu hati, niscaya meninggalkan semua yang selain-Nya, bahkan membiarkan nama-nama dan sifat-Nya juga dan hanya mengikat hati kepada Dzat Allah Taala saja perlu. Tetapi terdapat latifah-latifah dan indera manusia yang mempunyai tugas yang sangat banyak seperti akal, roh, rahasia dan nafsu. Insan kamil ialah siapa yang, mendorong semua latifah itu kepada arah hakikat di dalam jalan ubudiyyah yang berbeda-beda yang dikhususkan kepada diri mereka sendiri dan berjalan menuju maksud dengan penuh kepahlawanan hati sebagai komandan bersama dengan tentara-tentara latifah, dalam daerah yang luas, dalam bentuk yang kaya. Sebaliknya, jika hati meninggalkan tentaranya lalu pergi secara sendirian untuk menyelamatkan dirinya sendiri, maka ia bukanlah satu dasar kebanggaan bahkan satu hasil kemudaratan.
Pertanyaan Keempat: Dari mana munculnya tuduhan bahwa mereka lebih utama dari para sahabat? Siapakah yang mengeluarkannya? Mengapa masalah ini menjadi pokok pembahasan di zaman ini? Mengapa tuduhan (bahwa seseorang itu ) sama dengan para mujtahid yang agung ?
Jawaban: Mereka yang menceritakan masalah ini ada dua bagian. Satu bagiannya ialah ahli agama dan ahli ilmu yang berniat baik. Mereka telah menemui sebagian Hadith . Untuk menggalakkan dan mendorong ahli taqwa dan kebaikan di zaman ini, mereka membuka pembahasan demikian. Kami tidak mengatakan apa-apa kepada bagian ini. Lagipun mereka sedikit serta cepat sadar. Bagian yang satu lagi orang-orang sombong dan sangat dahsyat karena mereka ingin menyebarkan ketidakbermazhaban mereka di bawah dakwaan persamaan
194. Page
dengan para mujtahid yang agung dan ingin menjalankan ketidak beragamaan mereka di bawah dakwaan persamaan (taraf mereka) dengan para sahabat.
Yang Pertama: Ahli kesesatan itu telah masuk ke dalam kemungkaran dan telah menjadi ketagihan dalam kemaksiatan dan tidak dapat melakukan taklif-taklif syariat yang menghalang kemaksiatan. Untuk mencari satu alasan bagi dirinya sendiri dia berkata: “Masalah-masalah ini adalah berbentuk ijtihad. Dalam masalah itu mazhab-mazhab berbeda pendapat antara satu dengan yang lain. Mereka juga manusia seperti kami, mereka juga mungkin melakukan kesalahan. Jika demikian, kami juga boleh berijtihad seperti mereka dan kami boleh melaksanakan ibadah seperti yang kami ingini. Apakah yang menjadikan kami terpaksa mengikut mereka?” Demikianlah mereka yang malang itu membebaskan kepala mereka dari rantai-rantai mazhab akibat bujukan syetan ini. Betapa rapuh dan tidak berdasar tuduhan-tuduhan itu dan diperlihatkan secara jelas dalam Kalimah Kedua Puluh Tujuh, maka kami menyerahkan kepadanya.
Yang Kedua: Ahli-ahli kesesatan bagian itu telah memandang bahwa isu mereka tidak terhenti hanya pada para mujtahid karena apa yang di bahu mereka hanyalah pandangan-pandangan agama. Sedangkan bagian ahli kesesatan yang ini ingin meninggalkan dan mengubah dharurah-dharurah diniyyah. Jika mereka berkata kami adalah lebih baik dari mereka, masalah mereka tidak menjadi sempurna. Karena para mujtahid bisa campur tangan dalam pandangan dan perkara-perkara cabang yang tidak qat’i. Sedangkan ahli kesesatan yang tidak bermazhab ini , mereka ingin mencampur adukkan fikiran mereka dalam dharurah-dharurah diniyyah , ingin menggantikan masalah-masalah yang tidak bisa diubah dan ingin menentang rukun-rukun Islam yang qat’i, maka sudah tentu mereka akan merendahkan para sahabat yang merupakan pelindung dan tiang dharurah-dharurah diniyyah. Mana mungkin! Karena dalam Kalimah Kedua Puluh Tujuh telah diisbatkan dalam bentuk yang qat’i bahwa bukan hewan-hewan yang di dalam bentuk manusia seperti ini, bahkan insan-insan hakiki dan pembesar-pembesar para wali yang merupakan insan-insan hakiki yang paling sempurna pun tidak dapat memenangi tuduhan persamaan (taraf) dengan para sahabat yang kecil.
اَللّٰهُمَّ صَلِّ وَ سَلِّمْ عَلَى رَسُولِكَ الَّذِى قَالَ لَا تَسُبُّوا اَصْحَابِى لَوْ اَنْفَقَ اَحَدُكُمْ مِثْلَ اُحُدٍ ذَهَبًا مَا بَلَغ
نِصْفَ مُدٍّ مِنْ اَصْحَابِى صَدَقَ رَسُولُ اللّٰهِ