NAVIGATION
67. Page
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ
[وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا ِبمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ]
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syetan. (Q.S., Al-Mulk: 5)
Wahai tuan-tuan alumni pendidikan moderen yang pikirannya semakin sempit dengan hal ihwal kosmografi tidak memiliki roh, akalnya telah turun ke mata dan tidak bisa menempatkan rahasia keagungan ayat diatas ke dalam pikiran yang telah sempit. Sesungguhnya langit yang disebut dalam ayat ini dapat dinaiki melalui tangga yang memiliki tujuh anak tangga. Mari kita naik bersama-sama.
Hakikat dan hikmah menginginkan langit memiliki penduduk yang sesuai dengannya sebagaimana yang terjadi di bumi. Dalam istilah agama, jenis mereka disebut dengan malaikat dan makhluk spiritual.
Ya, hkikat menuntut hal tersebut. Sebab dipenuhinya bumi yang kecil jika dibanding langit dengan makhluk hidup berakal serta terisinya bumi waktu-demi waktu dengan makhluk sejenis yang lain setelah pendahulu mereka berlalu menunjukan dengan jelas bahwa langit yang memiliki gugusan bintang yang juga dipenuhi dengan makhluk yang berkesadaran dan berperasaan.
Sebagaimana jin dan manusia, mereka juga menyaksikan istana alam ini dan menelaah kitab alam serta menjadi penyeru kekuasaan Rububiyah Tuhan. Sebab tindakan memperindah alam dengan dekorasi dan ukiran yang menakjubkan yang tidak terhingga dengan jelas menuntut adanya perhatian makhluk yang mau memikirkan, meapresiasi, menghargai dan takjub. Pasalnya keindahan menuntut adanya yang mencintai sebagaimana makanan yang tidak diberikan kecuali kepada yang lapar. Nah, manusia dan jin hanya dapat menunaikan salah satu tugas yang tidak ada batasnya, sedangkan tugas pengabdian itu sangat luas sekali. dengan kata lain beragam tugas yang tidak terhingga dan ibadah yang tak bertepi membutuhkan jenis malaikat dan makhluk spritual yang tak terbatas.
Demikian pula berdasarkan sejumlah riwayat dan sesuai dengan konsekuensi hikmah keteraturan alam dapat dikatakan bahwa sejumlah benda yang beredar, mulai dari planet hingga tetesan air merupakan tunggangan sebagian malaikat. Dengan izin Ilahi mereka menaiki benda tersebut, serta berkeliling di alam nyata dan menyaksikannya. Selain itu, dapat dikatakan pula bahwa sebagian fisik hewani mulai dari burung surga yang disebut “burung hijau” sebagaimana yang dinyatakan dalam hadist Nabi SAW hingga lalat dan nyamuk di bumi, merupakan pesawat bagi jenis makhluk spritual tadi. Makhluk tersebut masuk ke dalam
68. Page
badannya atas perintah Allah Taala, al Haq, seraya menyaksikan alam jasmani. Lewat jendela indra makhluk itu ia melihat mukjizat fitrah jasmani tersebut.
Tuhan Sang Pencipta yang Mahapemurah yang secara terus menerus menciptakan berbagai makhluk yang memiliki kesadaran, dan kehidupan yang lembut dari tanah padat dan air keruh, sudah tentu ia memiliki makhluk yang berperasaan. Dia menciptakannya dari lautan cahaya, bahkan dari lautan kegelapan, dimana ia lebih layak dan lebih sesuai bagi roh dan kehidupan. Lebih dari itu, ia terdapat dalam jumlah yang sangat banyak.
Engkau bisa merujuk risalah “Titik Cahaya Makrifatullah” dan “Kalimat Kedua Puluh Sembilan” yang secara khusus menegaskan keberadaan malaikat dan makhluk spiritual lainnya. Kami telah menegaskan keberadaan mereka dalam dalil yang sangat kuat.
Bumi dan langit saling berhubungan, sebagaimana hubungan antara dua kerajaan dalam satu negara. Diantara keduanya terdapat keterikatan yang sangat kuat dan muamalah yang penting. Sesuatu yang penting bagi bumi seperti cahaya, hawa panas, keberkahan, rahmat dan sejenisnya semuanya datang dari langit dan bumi. Dengan kata lain ia dikirim dari sana. Demikian pula dengan berdasarkan konsensus seluruh agama samawi yang bersandar kepada wahyu Ilahi serta berdasarkan riwayat mutawatir yang berasal dari hasil penyaksian seluruh ahli kasyaf, seluruh malaikat dan makhluk spiritual datang dari langit menuju bumi.
Dari sana diduga kuat bahwa seluruh penduduk bumi memiliki jalan untuk naik ke langit. Sebab sebagaimana akal, khayalan dan pandangan setiap orang bisa naik ke langit setiap waktu, roh para nabi dan wali yang ringan dengan dilepaskannya beban mereka serta roh orang mati yang melepaskan jasad mereka dengan izin Allah bisa naik ke langit. Nah ketika mereka yang ringan dan halus bisa pergi kesana, maka pasti makhluk yang mengenakan fisik alam mitsal serta makhluk halus lainnya yang menempati bumi dan udara dapat pergi ke langit.
Kondisi langit yang diam, teratur, luas dan bercahaya menunjukan bahwa penduduknya tidak seperti penduduk bumi. Namun seluruh penduduk langit taat melaksanakan perintah karena itu tidak ada hal yang melahirkan kebisingan dan perselisihan, sebab kerajaannya sangat luas. Mereka tercipta dalam keadaan bening dan bersih, bebas dari dosa. Kedudukan mereka juga tetap; tidak seperti bumi yang menjadi tempat berkumpul antara yang baik dan buruk sehingga menimbulkan perselisihan yang menyebabkan adanya guncangan, masalah, dan konlik. Dengan itu, terbukalah pintu ujian dan persaingan sehingga tinggi rendahnya makhluk terlihat.
Hikmah dari hakikat ini adalah bahwa manusia merupakan buah akhir dari pohon penciptaan. Seperti diketahui bahwa buah merupakan unsur terjauh, terlengkap dan terhalus dari pohon. Karena itu manusia yang berupa buah alam merupakan kreasi kodrat rohani yang paling kpmrehensif dan paling menakjubkan dan sekaligus yang paling lemah dan paling halus.
69. Page
Dari sini, tempat tinggal manusia yaitu bumi merupakan sepadan dengan langit dari sisi makna dan penciptaan. Meskipun bumi kecil dan hina dibanding dengan langit, namun ia merupakan jantung dan pusat alam. Bumi merupakan galeri seluruh mukjizat kreasi Ilahi, tempat penampakan seluruh manifestasi asmaul husna , pantulan aktivitas Rabbani yang bersifat mutlak. Terutama bumi menampilkan begitu banyak tumbuhan dan hewan. Ia merupakan miniatur dari galeri ciptaan di alam akhirat, pabrik yang bekerja dengan sangat cepat untuk memproduksi kreasi abadi dan pentas yang terus silih berganti dengan cepat. Bumi juga ladang sempit temporer untuk menumbuhkan benih-benih kebun yang kekal abadi.
Dari keagungan maknawi bumi dan urgensinya dilihat dari segi penciptaan al-Qur’an menjadikannya sebagai padanan bagi langit meski dibanding langit ia merupakan buah kecil dengan pohonnya yang besar. Ia meletakkannya di satu sisi timbangan dan meletakkan langit di sisi timbangan yang lain. Karena itu al-Qur’an mengulang-ulang,
رَبُّ السَّمٰوَاتِ وَ الْاَرْضِ( Tuhan Pemelihara langit dan bumi)
Lalu perubahan bumi yang sedemikian cepat dan transformasinya yang berlangsung secara terus menerus menuntut adanya perubahan yang sama pada penduduk dan penghuninya.
Disamping itu, meskipun bumi terbatas, ia mendapatkan manifestasi kodrat Ilahi yang bersifat mutlak. Hal itu dapat dilihat dari segi tidak adanya pembatasan kekuatan penghuninya, yaitu jin dan manusia dengan batasan fitri atau ukuran alami sebagaimana pada makhluk hidup lainnya. Karena itu bumi menjadi pentas bagi kondisi naik dan turun yang tidak terhingga. Mulai dari Nabi, Wali, hingga sampai Namrud yang zalim dan syetan, bumi menjadi lahan ujian yang sangat luas. Jika demikian, setan-setan yang bersifat Fir”aun tentu melemparkan batu ke langit beserta penghuninya.
Dzat yang Maha Agung yang merupakan Rabb, pengurus dan pencipta alam semesta mempunyai banyak gelaran, pangkat dan al-Asma’ul Husna yang hukum-hukumnya berbeda-beda.
Contoh: Nama dan gelaran apa saja yang menginginkan untuk mengutus para malaikat berperang dengan saf para Nabi dan sahabatnya menghadapi golongan orang-orang kafir, maka dan gelaran itu juga yang digunakan untuk untuk memerintakan malaikat memerangi syetan dan duel antara penduduk langit yang baik dan penduduk bumi yang jahat. Dzat yang Mahakuasa yang napas dan jiwa orang kafir berada dalam genggamnan kodratNya tidak membinasakan mereka dengan suatu suara dan perintah. Melalui gelaran Rububiyah-Nya, Dia membuka medan ujian dan peperangan yang bersifat umum serta dengan nama-Nya, al-Hakiim (Yang Mahabijak) dan al-Mudabbir (yang Menata).
Kita tahu bahwa raja memiliki sejumlah gelaran, simbol dan nama yang berbeda-beda sesuai dengan wilayah pemerintahannya. Sebagai contoh dalam wliayah kehakiman ia disebut dengan
70. Page
hakim yang adil, dalam bidang kemiliteran Baginda disebut sebagai Komando Tertinggi atau Panglima Besar, dalam bidang keagamaan beliau diberi nama khalifah, dalam bidang pemilikian beliau dipanggil sultan, rakyat yang taat memanggilnya sultan yang pengasih dan orang-orang yang durhaka memanggilnya sebagai penguasa yang bengis. Kiaskanlah dia dengan berbagai kiasan lain sesuai dengan wilayah kekuasaannya.
Raja yang mulia yang berkuasa atas seluruh rakyat itu tidak akan membinasakan seorang lemah yang membangkang, hina dan melawan perintahnya. Namun ia akan menggiringnya ke pengadilan atas nama penguasa yang adil. Kemudian tidak akan memberikan penghormatan kepada seorang pegawainya yang layak untuk dihormati sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. Ia hanya membuka pentas perlombaan serta menyiapkan sambutan formal. Ia memerintahkan menterinya dan mengajak rakyat untuk menyaksikan perlombaan tersebut..Selanjutnya ia akan memberikan balasan kepada si pegawai tadi atas nama lembaga negara dan pemerintah. ia mengumumkan balasan yang diberikan di pentas tadi sebagai balasan atas sikapnya yang konsisten. Yakni ia memuliakannya di hadapan banyak orang terpandang setelah ujian yang berat dilalui guna menegaskan kelayakannya di hadapan mereka.
Demikianlah Allah SWT memiliki nama-nama yang banyak. Dia memiliki sifat dan simbol yang sangat banyak dengan berbagai manifestasi mulia dan tampilan yang indah. Nama, simbol dan sifat yang menuntut keberadaan cahaya dan kegelapan, musim panas dan dingin, serta surga dan neraka, juga menuntut rambu perseteruan yang umum, mulai dari antara ilham dan bisikan yang beredar di seputar kalbu hingga perseteruan malaikat dan syetan di ufuk langit.
Memperhatiakan terdapatnya pergerakan pergi dan pulang dari bumi ke langit, dari langit ke bumi. Bahkan seluruh kebutuhan bumi dikirim dari sana. Lalu karena roh yang baik bergerak dari bumi menuju langit, maka roh yang jahat berusaha meniru roh yang baik untuk naik dari langit karena memiliki tabiat yang buruk.
Simbol dari interaksi penting dan perseteruan maknawi tersebut sudah pasti terdapat di alam nyata. Sebab hikmah kekuasaan Rububiyah menuntut adanya petunjuk atas berbagai aktivitas ghaib yang penting agar dapat dilihat oleh makhluk yang memiliki perasaan, terutama manusia yang mengemban berbagai tugas yang termulia yaitu menyaksikan, bersaksi, berdakwah dan mengawasi. Sebagaimana Allah menjadikan hujan sebagai petunjuk bagi mukjizat musim semi, serta menjadikan sebab lahiriah menjadi tanda bagi berbagai kreasi-Nya yang luar biasa dengan memposisikan penduduk alam nyata sebagai saksi atasnya maka sudah pasti Dia menarik perhatian seluruh penduduk langit dan bumi laksana benteng yang kukuh yang gugusannya dilengkapi dengan para penjaga. Atau memperhatikannya laksana kota ramai dan membuat makhluk bertafakkur atas Rububiyah-Nya.
Ketika pemberitahuan atas adanya perseteruan dan perang tersebut menjadi tuntutan hikmah, keberadaan petunjuk atasnya menjadi sebuah keniscayaan. Karena kejadian apapun yang berlangsung di angkasa dan langit tidak bisa disaksikan, maka apa yang telah kita sebutkan
71. Page
diatas merupakan petunjuk paling tepat atasnya.sebab kejadian yang terkait dengan bintang, misalnya pelemparan meteor yang menyerupai penembakan meriam serta pengiriman panah api dan benteng yang tinggi memberikan pemahaman secara jelas betapa ia sangat sesuai bahwa syetan itu mesti dilempar hikmah inilah yang dapat dipahami dari kasus pelemparan tersebut.. Tujuan yang sesuai dengannya yang kami sebutkan. Di samping itu pelemparan syetan merupakan peristiwa yang sudah dikenal semenjak zaman Nabi Adam AS. Dan telah disaksikan oleh hakikat, berbeda dengan peristiwa lainnya.
Ketika manusia dan jin meiliki potensi tidak terhingga untuk berbuat buruk dan membangkang, keduanya mampu melakukan perbuatan melampau batas tanpa hingga. Karena itu al-Qur’an mencegah jin dan manusia lewat retorika dan gaya bahasanya yang cemerlang, serta memberikan perumpamaan penting. Dengan demikian al-Qur’an memberikan ancaman yang keras kepada jin dan manusia agar tidak berbuat melampaui batas sekaligus menghentak sekalian alam.
Misalnya Allah berfirman:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْاِنْسِ اِنِ اسْتَطَعْتُمْ اَنْ تَنْفُذُوا مِنْ اَقْطَارِ السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ اِلاَّ بِسُلْطَانٍ فَبِاَىِّ آلاَءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِنْ نَارٍ وَ نُحَاسٌ فَلاَ تَنْتَصِرَانِ
Wagai sekumpulan jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus(melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah! Kalian tidak akan dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Maka nikmat Tuhan kalian yang manakah yang kalian dustakan? Kepada kalian dilepaskan nyala api dan cairan tembaga sehingga kalian tidak dapat menyelematkan diri (darinya). (Q.S. Al Rahmaan: 33-35)
Ayat diatas mengisayaratkan: Wahai manusia dan jin! Seandainya kalian tidak mentaati perintahKu, Ayo! Keluarlah dari batas kerajaan-Ku!
Coba perhatikan! Bagaimana ayat tersebut memecahkan sikap keras kepala dan penuh kesombongan para manusia dan jin melalui uslub balaghah yang amat luar biasa. Ayat-diatas memaparkan kelemahan mereka dan memperlihatkan betapa mereka merupakan makhluk yang lemah jika dibandingkan dengan kekuasaan dan keagungan kesultanan Rububiyah. Seolah-olah melalui ayat diatas dan melalui :
وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِلشَّيَاطِينِ
dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar syetan. (Q.S., Al-Mulk: 5)
72. Page
Wahai jin dan manusia yang sombong dan memberontak dalam kekerdilannya! Wahai jin dan manusia yang mabuk dan keras kepala dalam kelemahan dan kefakirannya! Bagaimanakah kalian berani sehingga dengan kedurhakaan kalian, kalian sanggup melawan perintah Sultan yang begitu agung yang semua bintang, bulan dan matahari mentaati segala perintah-Nya bagaikan tentara yang patuh kepada komandannya..
Melalui tindakan yang melampaui batas kalian, kalian menentang al-Hakim Dzul Jalal yang memiliki tentara-tentara yang sangat patuh yang mampu merajam syaitan-syaitan kalian dengan peluru-peluru meriam sebesar gunung. Itu pun seandainya mereka mampu menanggungnya.
Malah, melalui kekufuran kalian, kalian mendurhaka di negara al-Malik Dzul Jalal yang dari kalangan hamba-hamba dan askar-askarnya terdapat mereka yang bukan hanya mampu melempar bintang-bintang serta besi-besi berapi sebesar bumi dan gunung kepada makhluk lemah seperti kalian, bahkan sekiranya andaikata- kalian menjadi musuh yang kafir sebesar gunung dan bumi sekalipun mereka mampu mengkucar-kacirkan kalian.
Malah, kalian melanggar undang-undang yang dengan undang-undang itu terkait dengan makhluk-makhluk yang mana jika ada keperluannya, mereka mampu menghempaskan bumi kepada wajah kalian. Mereka juga mampu menghujankan bintang-bintang sebesar bumi ke atas kalian seperti meriam.
Ya terdapat desakan penting dalam al-Quran yang tidak berasal dari kekuatan musuh bahkan ia muncul dari berbagai sebab seperti memamerkan kehebatannya dan mengumumkan kekejian musuh. Malah kadang-kadang untuk memperlihatkan kesempurnaan susunan, keadilan yang tidak berpenghujung, kelembutan yang tiada tandingan serta kekuatan hikmah, al-Quran menegaskan sebab-sebab yang paling besar dan kuat terhadap benda yang paling kecil dan lemah. Lalu al-Quran memberi perhatian kepadanya, tidak berusaha menjatuhkannya dan tidak membiarkan ia dilampaui. Renungkanlah contoh berikut ini:
وَاِنْ تَظَاهَرَا عَلَيْهِ فَاِنَّ اللّٰهَ هُوَ مَوْلاَهُ وَجِبْرِيلُ وَصَالِحُ الْمُومِنِينَ
وَالْمَلٰئِكَةُ بَعْدَ ذٰلِكَ ظَهِيرٌ
Jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, sesungguhnya Allah adalah pelindungnya dan (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang baik. Selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula (Q.S., at Tahrim:4)
Pada ayat ini terdapat penghormatan yang begitu tinggi ke atas hak Nabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan ke atas hak para isteri Nabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sesungguhnya penegasan tersebut hanyalah untuk menegaskan tentang keagungan menghormati Nabi dan kepentingan pengaduan dua isteri Nabi yang daif dan penjagaan hak mereka secara penuh.
Seperti para malaikat dan ikan, bintang juga mempunyai kelompok-kelompok yang amat berlainan. Sebagiannya amat kecil dan sebagiannya amat besar. Hatta semua yang bersinar di langit dipanggil bintang. Demikianlah al-Fatir Dzul Jalal dan as-Sani’ Dzul Jamal telah mencipta salah satu jenis dari kelompok bintang ini sebagai hiasan-hiasan yang terhias indah di wajah langit, buah-buahan yang bercahaya di pohon itu dan ikan-ikan yang bertasbih di lautan (cakerawala) tersebut. Dia telah menjadikannya sebagai tempat berwisata dan ribuan
73. Page
kediaman untuk para malaikat-Nya. Dia juga telah menjadikan bintang-bintang yang kecil sebagai alat untuk merajam syaitan. Justeru, meteor-meteor yang dilempar untuk merajam syaitan itu mengandungi tiga arti.
Pertama: Ia merupakan lambang dan tanda bahwa undang-undang perlawanan turut berlangsung di daerah yang paling luas.
Kedua: Ia merupakan pemberitahuan dan isyarat bahwa terdapatnya para pengawal yang senantiasa berjaga dan penghuni yang taat di langit serta wujudnya junuudullah (tentara-tentara Allah) yang tidak suka dengan campur tangan dan perbuatan mengintip oleh mereka yang jahat dari kalangan penduduk bumi.
Ketiga: Untuk tidak mencemarkan langit yang merupakan tempat tinggal kebersihan dan mereka yang bersih, untuk tidak membiarkan kerja-kerja mengintip atas nama jiwa-jiwa yang keji dan untuk menakutkan para pengintip yang tidak beradab, melalui meteor-meteor itu seperti meriam dan mercun, ia merupakan pengusiran dan usaha menghalangi syaitan-syaitan pengintip yang merupakan wakil-wakil yang keji bagi corak dunia dari pintu-pintu langit.
Justeru, wahai pakar ilmu astronomi yang bergantung kepada lampu kepalanya yang ibarat kunang-kunang dan memejamkan matanya dari matahari al-Quran! Perhatikanlah secara sekali gus kepada hakikat-hakikat yang diisyaratkan dalam tujuh anak tangga di atas. Bukalah matamu dan tinggalkanlah lampu kepalamu. Lihatlah makna ayat ini di dalam cahaya kemukjizatan yang seperti siang. Petiklah satu bintang hakikat dari langit ayat itu dan lemparkanlah ia kepada syaitan yang berada di atas kepalamu. Rejamilah syaitan dirimu sendiri. Kami juga perlu melakukannya dan perlu bersama-sama berdoa:
رَبِّ اَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ
Ya Rab aku berlindung dari segala bisikan syetan
فَلِلّٰهِ الْحُجَّةُ الْبَالِغَةُ وَ الْحِكْمَةُ الْقَاطِعَةُ
Argumen yang kuat dan hikmah yang meyakinkan adalah milik Allah
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا اِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Mahasuci Engkau. Kami tidak memiliki pengetahuan kecuali yang kau ajarkan. Engkau Maha mengetahui dan Maha bijaksana
74. Page
Pembahasan Pertama bagi Surat Kedua Puluh Enam
بِاسْمِهِ سُبْحَانَهُ وَاِنْ مِنْ شَيْئٍ اِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِه۪
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ وَاِمَّا يَنْزَغَنَّكَ مِنَ الشَّيْطَانِ نَزْغٌ فَاسْتَعِذْ بِاللّٰهِ اِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Hujah al-Quran terhadap Syetan dan konco-konconya.
Pertama yang menutup mulut Iblis, mendiamkan syetan dan membisukan golongan yang melampaui batas merupakan satu waqi’(realitas,) yang menolak satu dasisah (tipu daya) syetan yang dahsyat secara qat’i dalam satu penghujahan yang seimbang.
Sepuluh tahun sebelum ini aku pernah menulis sebagian yang ringkas dari waqi’ itu dalam Risalah Lama’at. Ia seperti berikut:
Sebelas tahun sebelum risalah ini ditulis, pada bulan Ramadhan al-Mubarak, aku sedang mendengar para hafiz al-Quran (membaca al-Quran) dalam masjid Bayazid di Istanbul. Tiba-tiba, walaupun aku tidak nampak orangnya, aku seolah-olah mendengar satu suara yang maknawi. Suara itu telah mengalihkan pikiranku kepadanya. Maka aku mendengarnya secara hayalan dan aku perhatikan bahawa ia berkata kepadaku:
“Kamu melihat al-Quran sangat tinggi dan sangat terang. Maka berhujahlah tanpa berpihak. Pandanglah seperti itu. Yakni andaikan ia sebagai kalam manusia. Renungkan. Apakah kamu akan nampak keistimewaan-keistimewaan dan perhiasan-perhiasan tersebut? Sebenarnya aku juga telah terpedaya dengannya. Aku telah mengandai-andai sebagai kalam manusia dan memandangnya begitu”. Aku nampak bagaimana sebaik saja listrik Masjid Bayazid dipadamkan, keadaan terus menjadi gelap. Begitu juga, melalui andaian tersebut, cahaya-cahaya terang al-Quran mula terlindung. Waktu itu aku paham bahwa yang berbicara denganku ialah syetan. Dia mencoba menggulingkanku kepada keadaan yang berbahaya. Maka aku telah meminta bantuan dari al-Quran. Lantas suatu cahaya telah datang ke dalam hatiku. Ia telah memberi kekuatan yang pasti untuk mempertahankan diri.
Waktu itu secara spontan berlangsunglah satu perdebatan dengan syetan. Aku berkata: “Wahai Syetan, penghujahan yang tidak memihak adalah satu keadaan diantara dua pihak. Sedangkan penghujahan tidak berpihak yang kamu katakan dan murid-muridmu di kalangan manusia ialah melemahkan pihak lawan. Ia bukan tidak berpihak. Ia adalah ketidakberagamaan buat sementara waktu. Ini kerana memandang al-Quran sebagai kalam manusia dan menghukumnya seperti itu berpandukan dasar yang berlawanan itu. ia adalah cara yang batil. Bukannya penghujahan yang tidak berpihak. Bahkan berpihak kepada yang batil”
Maka syetan menjawab: “Jika demikian, janganlah berkata bahwa ia bukan kalam Allah dan bukan juga kalam manusia. Andaikan ia berada di tengah-tengah!”
Maka aku berkata: “Pikiran itu juga tidak boleh. Karena jika terdapat satu harta yang direbut, maka seandainya ada dua yang mengaku sebagai pemilik dekat kepada satu dengan
75. Page
yang lain dan terletak di tempat yang dakat dengan mereka, waktu itu harta itu akan ditinggalkan di tangan orang ketiga ataupun diletakkan di suatu tempat yang bisa dicapai oleh kedua-duanya. Siapa yang dapat membuktikan maka dia yang akan mengambilnya atau sebagai pemiliknya. Seandainya kedua-dua yang mengklaim itu amat jauh satu dengan lainnya, seorang di timur dan seorang di barat, maka siapa yang merupakan sahibul yad[1] (pemilik) menurut kaedah, harta itu akan ditinggalkan dengan orang ketiga. Karena meninggalkan di tengah-tengah tidak bisa diterima.
Demikianlah, al-Quran adalah harta yang sangat bernilai. Sehebat apa ucapan manusia dibanding dengan kalam Allah, maka sejauh itulah jarak kedua pihak. Bahkan kedua-duanya terlalu jauh satu sama lain. Justeru meninggalkan al-Quran di tengah-tengah di antara dua pihak yang sejauh langit dan bumi itu adalah tidak mungkin. Malah tidak tengah-tengahnya. Karena keduanya adalah dua benda berlawanan seperti dua naqidhain (dua benda yang bertentangan dengan satu sama lain) seperti kewujudan dan ketiadaan. Tidak mungkin ada tengahnya. Justeru sahibul yad untuk al-Quran ialah pihak Ilahi. Jika begitu ia diterima di tangan-Nya dan begitulah dalil-dalil penetapan akan dilihat dan dibuktikan.
Jika satu pihak mampu menyangkal satu persatu bukti yang menunjukkan bahwa ia adalah Kalamullah, maka pihak itu bisa menyalamiya. Jika tidak, dia tidak boleh mengulurkan tangannya.
Mana mungkin! Tangan manakah yang mampu untuk mencabut semua berlian agung yang telah dipaku ke ‘arasy teragung dengan ribuan bukti-bukti yang sangat kuat, lalu mencoba memotong tiang-tiang tersebut dan mampukah ia menjatuhkannya?
Demikianlah wahai Syetan! Walaupun engkau tidak suka golongan yang benar dan insaf beralasan dengan hujjah benar seperti ini. Bahkan, sesungguhnya keimanan mereka terhadap al-Quran tetap bertambah walaupun dengan dalil yang paling kecil. Manakala jalan yang engkau dan para pengikut engkau tunjukkan: Jika al-Quran itu diandaikan sebagai kalam manusia, yakni sekiranya permata agung yang ada hubungan dengan ‘arasy teragung itu dibuang ke lantai, maka diperlukan satu dalil yang sekuat semua dalil dan sekokoh semua pasak supaya ia bisa diangkat dari bumi ke langit dan dipaku ke ‘arasy maknawi, supaya mereka selamat dari kegelapan kufur dan dapat menggapai nur keimanan.
Sedangkan untuk memperoleh hal demikian amat susah. Oleh sebab itu, dibalik bentuk penghujahan tanpa memihak melalui dasisah (tipu daya) yang engkau bisikkan, maka banyak orang telah hilang keimanannya.
Kemudian syetan berpaling lalu berkata: “Al-Quran menyerupai kata-kata manusia dan ia seperti ucapan manusia, artinya ia adalah kata-kata manusia”. Seandainya ia adalah kalam Allah, sudah pasti akan memiliki suatu sifat yang cocok dengan-Nya dan luar biasa dari segenap sudut. Sebagaimana ciptaan-Nya yang bernilai seni tinggi pasti tidak menyerupai ciptaan manusia, maka kalam-Nya juga sepatutnya tidak menyerupai kata-kata manusia.
Sebagai jawaban aku berkata: ‘Ia adalah seperti berikut. Sesungguhnya selain dari mukjizat-mukjizat dan keistimewaan-keistimewaan baginda Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam, semua aktivitas, keadaan dan tingkah laku baginda masih tetap dalam batas-batas
76. Page
kemanusiaan. Seperti manusia yang lain, baginda tunduk dan patuh dengan ‘adatullah (undang-undang Allah) dan urusan-urusan penciptaan-Nya. Baginda juga merasai kedinginan, kesakitan dan lain-lain.
Kondisi yang luar biasa tidak dianugerahkan kepada baginda dalam setiap waktu, Agar baginda menjadi imam kepada umatnya sesuai perbuatan-perbuatan baginda. Beliau menjadi pedoman melalui tingkah lakunya dan memberi pengajaran mengikuti semua pergerakannya. Seandainya ada hal luar biasa dalam setiap tingkah laku baginda, niscaya beliau tidak akan dapat menjadi imam dari setiap sudut. Niscaya beliau tidak boleh menjadi mursyid mutlak kepada semua. Niscaya baginda tidak boleh menjadi rahmatan lil ‘alamin melalui semua keadaannya. Sama seperti ini juga, al-Quranul Hakim ialah imam kepada semua makhluk yang berakal. Mursyid kepada jin dan manusia. Pedoman untuk ahli kamal (kesempurnaan). Mualim kepada ahli hakikat. Oleh sebab itu, sifatnya yang seperti percakapan manusia adalah keperluan dan mesti. karena jin dan manusia mengambil munajat darinya. Mereka mempelajari doa darinya. Mereka menyatakan masalah-masalah mereka melalui bahasanya. Mereka mempelajari adab pergaulan darinya dan begitulah seterusnya. Semua orang menjadikannya sebagai rujukan. Oleh sebab itu, sekiranya sifat al-Quran adalah seperti Kalamullah yang telah didengari oleh Saidina Musa ‘Alaihis Salam di Thur Sina, niscaya manusia tidak tertanggung untuk mendengar dan memberi perhatian kepada al-Quran. Niscaya ia tidak bisa menjadi tempat rujukan. Seorang Ulul ‘Azmi seperti Saidina Musa ‘Alaihis Salam pun hanya mampu mendengar beberapa kalam-Nya. Baginda telah berkata: اَهٰكَذَا كَلاَمُكَ قَالَ اللّٰهُ لِى قُوَّةُ جَمِيعِ الْاَلْسِنَةِ
Maka syaitan berpaling dan kembali berkata : “banyak orang memperkatakan tentang al-Quran atas nama agama. Maka mungkinkah untuk seorang manusia membuat sesuatu yang seperti ini atas nama agama?”
Sebagai jawaban aku berkata dengan nur al-Quran:
Pertama: Seorang yang beragama dan cinta dengan agama, dia pasti berkata: “kebenaran adalah seperti ini, ini adalah hakikat dan perintah Allah. Namun dia tidak bisa menjadikan Allah berkata menurut kemauannya. Dia tidak bisa melampaui batas dengan meniru Allah dan berbicara seperti Allah. Dia menggigil karena mendengar ucapan Allah SWT فَمَنْ اَظْلَمُ مِمَّنْ كَذَبَ عَلَى اللّٰهِ .
Kedua: Tidak mungkin manusia sukses menjadikan sesuatu karyanya seperti al-Quran. Bahkan ia mustahil seratus persen, karena siapa yang ada kedekatan satu dengan yang lainnya bisa saling meniru. Mereka yang sejenis bisa saling meniru. Mereka yang hampir sama tahapnya bisa menyamai kedudukan masing-masing. Mereka (syetan dan sejenisnya) bisa melalaikan manusia buat sementara waktu. Namun mereka tidak bisa melalaikan mereka buat selama-lamanya, karena, pada pandangan mereka yang teliti, walau bagaimanapun kepura-puraan, keterpaksaan di dalam tingkah laku, pada waktunya, akan memperlihatkan kepalsuannya. Alasan yang mereka buat tidak akan dibiarkan terus menerus..
77. Page
Jika orang yang berusaha meniru dengan kepalsuan tetapi amat jauh dari yang satu lagi, tentu pasti ketahuan. Contohnya jika seorang awam yang biasa mau meniru seorang tokoh yang bijak seperti Ibnu Sina dalam keilmuan atau jika seorang penggembala meniru gaya seorang sultan, sudah tentu dia tidak dapat menipu. Bahkan dia sendiri yang akan menjadi ejekan. Semua orang akan berteriak: Orang ini penipu. Demikianlah! Tidak, seratus ribu kali tidak!
Apabila al-Quran diandaikan sama seperti kata-kata manusia, maka ia adalah seperti seekor kunang-kunang, kelihatan seperti bintang yang sebenarnya selama seribu tahun bagi mereka yang menatap bintang. Ia juga bagaikan seekor lalat tanpa kepura-puraan memperlihatkan dirinya dan benar-benar sebagai seekor merak selama setahun bagi mereka yang mengamatinya. Malah bagaikan seorang tentara biasa yang penipu meniru panglima agung angkatan tentara yang ternama, menduduki tempatnya dan kekal begitu buat tempoh masa yang lama dan menutup dirinya yang sebenar. Malah bagaikan seseorang yang banyak memfitnah dan tidak beriman ketika dia memperlihatkan keadaan dan kedudukan sebagai seorang yang paling benar, paling dipercayai dan paling beriman seumur hidupnya serta menyembunyikan kepura-puraannya kepada mereka yang bijak?
Sesungguhnya contoh yang ditampilkan diatas adalah mustahil seratus derjat. Tidak seorangpun yang berakal bisa mengatakannya sebagai sesuatu yang mungkin. Mengandaikannya saja bearti orang tersebut telah menghayal dengan suatu hayalan yang tidak mungkin terjadi.
Seperti itu juga, mengandaikan al-Quran sama dengan kata-kata manusia, mewajarkan perihal Kitabun Mubin yang dianggap sebagai bintang hakikat bahkan mentari kesempurnaan di langit dunia Islam yang secara jelas sangat terang dan senantiasa menyebarkan cahaya-cahaya hakikat –tidak sama sekali tidak- menjadi satu kepalsuan yang mengada-ada bagi seorang yang berpura-pura yang dia ibarat seekor kunang-kunang. Malah ia mewajarkan orang-orang yang paling hampir dan memandang kepadanya dengan teliti tidak sadar dan senantiasa menganggapnya sebagai bintang yang tinggi dan merupakan sumber hakikat. Masalah ini, di samping mustahil seratus persen, malah sekiranya engkau wahai syetan, maju seratus tahap dalam kesyaitanan, niscaya engkau tidak akan bisa memungkinkan masalah ini. Engkau tidak akan dapat memperdaya akal-akal yang belum rusak. Sebenarnya engkau memperdaya hanya dengan memperlihatkan (hakikat ini) dari jauh. (Oleh sebab itulah) engkau (mampu) memperlihatkan bintang itu bagaikan kunang-kunang kecil begini.
Ketiga: Menganggap al-Quran sebagai kata-kata manusia, mewajarkan hakikat tersembunyi bagi al-Furqan yang penuh dengan keistimewaan yang tinggi yang secara jelas paling bernyawa dan memancarkan kehidupan, paling benar dan paling menjanjikan kebahagiaan serta paling lengkap dan mu’jizul bayan di alam kemanusiaan –sekali-kali tidak- merupakan rekaan pemikiran yang palsu dan hina oleh seorang insan yang tidak berhati dan
78. Page
tidak berilmu serta mereka yang pandai dan tinggi kebijaksanaan yang memperhatikannya dari dekat dan memperhatikannya dengan penuh ketekunan tidak dapat menemui tanda kepalsuan dan kepura-puraan.
Di samping merupakan kemustahilan yang berlapis-lapis dan bertahap, dengan mengandaikan seseorang dianggap paling tidak setia, paling tidak ikhlas dan paling tidak beriman, ini merupakan kekufuran seperti melihat sesuatu yang berkali -kali mustahil. Padahal orang ini adalah orang yang sangat baik dan diterima sebagai pemilik budi pekerti yang paling tinggi, paling terang dan paling mulia yang memperlihatkan keamanahan, keimanan, kesetiaan, keikhlasan, kesungguhan dan keistiqamahan dalam seluruh kehidupannya, memberi pengajaran dan melahirkan para siddiqin melalui berbagai pengorbanan dalam bentuk perbuatan, perkataan dan pergerakannya. Bahkan syetanpun akan tertawa memandang orang ini.
Hal ini disebabkan masalah ini tidak mempunyai garis tengah. Seandainya al-Quran bukan Kalamullah, maka ia jatuh bagaikan jatuh dari ‘arasy ke bumi. Ia tidak akan terawang-awang di tengah-tengah. Sedang ia merupakan tempat hakikat berhimpun, ia menjadi sumber segala sumber. Seandainya –kalau bukan- Rasulullah Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam orang yang menunjukkan firman yang luar biasa itu, niscaya ia mewajarkan al-Quran jatuh dari a’la ‘illiyyin ke asfala safilin dan dari derjat sumber kesempurnaan kepada kedudukan sebagai sumber tipu daya. Ia tidak boleh berada di tengah-tengah, kerana orang yang memfitnah dan menipu atas nama Allah, akan jatuh ke derjat yang paling rendah.
Sesuatu yang sangat mustashil bila melihat seekor lalat sebagai burung merak dan menyaksikan sifat-sifat yang besar padanya ada pada lalat, maka perkara ini juga adalah mustahil seperti itu. Kecuali kepada mereka yang secara fitrahnya tidak berakal, mabuk dan gila mengatakan perkara ini adalah mungkin.
Keempat: Menganggap al-Quran itu sebagai kata-kata manusia, mewajarkan al-Quran yang merupakan petunjuk-petunjuk suci bagi ummat Muhammad yang merupakan tentara terbesar dan terhebat bagi bani Adam –hasya summa hasya- dan menganggap sebagai suatu rekaan yang tidak kuat, tidak bernilai dan tidak asli. Sedangkan secara jelas al-Quran telah (berhasil dengan sukses) menyusun dan mendisiplinkan bala tentara yang sangat besar itu di berbagai tahap, hasilnya ia bisa menaklukkan dua dunia melalui undang-undangnya yang kuat, aturan-aturannya yang kokoh dan perintah-perintahnya yang amat memberi bekas serta telah mempersiapkan mereka secara nyata dan maknawi serta telah mengajar akal mereka, mendidik hati mereka, menundukkan roh mereka, menyucikan sanubari mereka dan memanfaatkan anggota tubuh badan mereka. Maka, di samping perlu menerima seratus tahap kemustahilan, andaian itu juga perlu melakukan seratus tahap kemustahilan dengan cara mengandaikan bahwa seseorang yang mengajarkan bani Adam tentang undang-undang al-Haq melalui tindakannya yang bersungguh-sungguh, memberitahu kepada bangsa manusia tentang dustur-dustur hakikat melalui perbuatannya yang jujur, memperlihatkan dan membangun dasar-dasar keistiqamahan dan kebahagiaan melalui kata-katanya yang ikhlas dan masuk akal, sangat takut dari azab Allah melalui kesaksian seluruh sejarah hidupnya, mengetahui dan
79. Page
memperkenalkan Allah lebih dari semua yang lain, mengepalai satu perlima bangsa manusia dan separuh bumi selama seribu tiga ratus lima puluh tahun dengan penuh kehebatan, memecah kesunyian alam serta menjadi kebanggaan.Sesungguhnya bangsa manusia bahkan alam semesta melalui urusan-urusannya yang masyhur –hasya summa hasya- sebagai penipu, tidak takut kepada Allah, tidak mengetahui-Nya dan tidak mengenali sifat-sifat-Nya . Andaikata al-Quran bukanlah kalamullah, dan jatuh dari ‘arasy, ia tidak akan terawang-awang di tengah. Wahai syetan, sekiranya engkau menjadi syetan seratus kali lipat sekalipun, engkau tidak akan dapat memperdaya akal yang belum rusak. Engkau juga tidak akan dapat meyakinkan hati yang masih tertbuka..
Maka syetan berpaling dan berkata: Mengapa aku tidak bisa memperdaya sedangkan aku telah berhasil menyesatkan banyak manusia dan yang paling hebat diantara mereka telah mengengkari al-Quran dan Muhammad (Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam)?
Jawaban: Pertama: Jika dipandang dari jarak yang sangat jauh, benda yang paling besar bisa kelihatan seperti benda yang paling kecil. Sebuah bintang bisa dikatakan sekecil lilin.
Kedua: Jika dilihat dengan pandangan yang tidak teliti, benda yang amat mustahil untuk dilihat bisa kelihatan. Suatu hari, seorang tua memandang ke langit untuk melihat anak bulan Ramadhan. Tiba-tiba sehelai bulu mata putih telah terjuntai masuk ke dalam matanya. Lalu dia menyangka bulu mata itu adalah anak bulan. Maka dia berkata: Aku telah melihat anak bulan”.
Demikianlah, mustahil bulu mata yang putih itu menjadi anak bulan. Tetapi karena dia memang berniat untuk melihat anak bulan lalu benar-benar (melakukannya) serta disebabkan bulu mata itu telah dilihat secara tidak sengaja, tidak langsung, maka maka dia telah menganggap kemustahilan itu sebagai mungkin.
Ketiga: Tidak menerima adalah masalah lain dan mengengkari juga masalah lain. Tidak menerima merupakan ketidakpedulian, penutupan mata dan salah pertimbangan dan penuh kebodohan.
Maka banyak masalah mustahil seperti ini bisa bersembunyi di dalamnya. Akalnya tidak akan menghiraukan itu semua. Manakala keengkaran bukanlah tidak menerima bahkan menerima apa yang tidak ada. Ia adalah satu pertimbangan .
Akalnya terpaksa berfikir. Maka, syetan yang seperti kamu boleh merampas akalnya. Kemudian syetan menipu orang itu untuk menerima keengkarannya. Malahan wahai syetan! Engkau telah menyebabkan hewan-hewan malang yang berupa manusia itu rela menelan keengkaran dan kekafiran yang melahirkan banyak kemustahilan melalui dasisah-dasisah (tipu daya) kesyetanan seperti kelalaian, kesesatan, keras kepala, kesombongan, kecuekan dan sikap ikut-ikutan yang memperlihatkan kebatilan itu sebagai kebenaran dan kemustahilan itu sebagai kemungkinan.
Keempat: Menganggap al-Quran itu sebagai kata-kata manusia, padahal ia adalah kitab yang bersinar di langit alam kemanusiaan, secara jelas menjadi pedoman kepada para asfiya’, siddiqin, aqtab, dengan nyata mengajarkan setiap lapisan ahli kamal tentang kesahihan,
80. Page
kebenaran dan kesetiaan, keamanan dan keamanahan, menjamin kebahagiaan di dua dunia melalui hakikat-hakikat rukun keimanan dan undang-undang rukun Islam dan sepatutnya ia adalah kenenaran mutlak, suci dan murni serta sangat betul dan amat berwibawa melalui yang dapat disaksikan dimana-mana. Hasya summa hasya- anehnya mereka memandang sebagai rekaan seorang penipu dan himpunan tuduhan-tuduhan palsunya. Sesungguhnya ini merupakan satu igauan kekufuran yang amat hina yang akan menyebabkan mereka yang skeptis dan syetan-syetan juga akan merasa malu dan menggigil. Di samping itu,mereka menuduh, Rasul yang mulia paling khianat dan tidak takut kepada Allah, dia juga dituduh paling bodoh, sesat dan berada dalam kegelapan, hal ini tentu sangat mustahil. Padahal baginda adalah orang yang paling kuat beriman, paling teguh, paling amanah dan paling benar melalui penyaksian agama dan syariat Islam yang dijelaskannya, melalui petunjuk ketakwaannya yang disepakati luar biasa dan ubudiyyah yang suci dan murni yang telah diperlihatkan sepanjang hidupnya, melalui kewajaran akhlak mahmudah (terpuji) yang disepakati kelihatan pada dirinya sendiri, dan melalui pengakuan semua ahli hakikat dan pemilik kesempurnaan yang telah dididiknya.
Hasilnya: Sebagaimana telah dinyatakan pada Isyarat Kedelapan Belas bagi Surat Kesembilan Belas: Dengan memahami kemukjizatan al-Quran: Golongan awam yang pandai mendengar berkata:
Sekiranya Al-Quran, dibandingkan dengan semua kitab yang aku dengar dan yang ada di dunia, niscaya ia tidak akan menyerupai kitab apapun. Ia bukan sejajar dengan kitab itu. jika demikian, apakah al-Quran di bawah semua kitab itu atau derjatnya di atas semua kitab itu?.
Adapun menganggapnya di bawah derjat semua kitab, di samping mustahil, tiada satu pun musuh bahkan syetan sekalipun akan mengatakannya tidak mungkin. Jika begitu, al-Quran adalah di atas semua kitab. Maka, ia adalah mukjizat.
Demikian juga, maka kami , melalui hujah yang paling qat’i (kuat) yang dinamakan as-sabru wat taQ.S.im dalam ilmu usul dan mantiq berkata: Wahai murid-murid syetan! Apakah al-Quran adalah Kalamullah yang datang dari ‘arsyul a’zam ataupun ismul a’zam, ataupun -hasya summa hasya seratus ribu kali hasya- merupakan rekaan seorang manusia penipu di bumi?. Apakah dia tidak takut kepada Allah dan tidak mengenali-Nya serta tidak beriman?.
Hakikat ini pula wahai syetan, engkau tidak pernah, tidak bisa dan tidak akan dapat membuat kebohongan terhadap hujah-hujah yang terdahulu. Oleh sebab itu, secara terpaksa dan tanpa keraguan al-Quran adalah kalam al-Khaliq alam semesta. Sebagaimana kami telah menetapkan secara qat’i (kuat dan pasti), begitulah juga yang engkau lihat dan dengar.
Malahan,apakah Muhammad Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Rasul (utusan) Allah, yang paling sempurna di antara sekalian Rasul dan yang paling afdhal di kalangan seluruh makhluk, Ataupun -tidak sama sekali tidak, seratus ribu kali tidak- perlu mengandaikan bahwa baginda merupakan seorang manusia gila yang tidak beriman, telah jatuh ke dalam asfala safilin kerana mereka bercerita tentang Allah, tidak mengenali-Nya dan tidak beriman kepada azab-Nya. Dilain pihak, wahai iblis apakah engkau atau ahli-ahli falsafah Eropa, para munafik Asia yang kamu percayai tidak akan, tidak pernah dan tidak akan dapat menyatakan perkara ini, karena
81. Page
tidak ada siapapun di dunia ini yang bisa mendengar dan menerima perkara ini. Oleh sebab itulah di kalangan ahli-ahli filsafat yang paling merusak dan para munafik Asia yang paling tidak berhati perut yang engkau amat percayai juga turut berkata: Muhammad al-‘arabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah sangat bijak dan sangat berakhlak mulia. Memandangkan masalah ini terbatas kepada dua bagian dan memperhatikan bagian kedua adalah mustahil dan tiada siapapun yang mempertahankannya, dan memandang kami telah membuktikannya dengan hujah-hujah yang qat’i bahawa tiada keraguan, maka sudah tentu, tidak dapat tidak, secara jelas dan haqqal yaqin, Muhammad al-‘arabi Sollallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah Rasulullah. Baginda merupakan yang paling sempurna di kalangan sekalian Rasul. Baginda merupakan yang paling afdhal di kalangan seluruh makhluk. عَلَيْهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ بِعَدَدِ الْمَلَكِ وَالْاِنْسِ وَالْجَانِّ
Bantahan Kecil yang Kedua bagi Syetan:
Ketika aku membaca surah: ق وَ الْقُرْآنِ الْمَجِيدِ, disaat membaca ayat-ayat:
مَا يَلْفِظُ مِنْ قَوْلٍ اِلاَّ لَدَيْهِ رَقِيبٌ عَتِيدٌ وَجَائَتْ سَكْرَةُ الْمَوْتِ بِالْحَقِّ ذٰلِكَ مَا كُنْتَ مِنْهُ تَحِيدُ وَ نُفِخَ فِى الصُّورِ ذٰلِكَ يَوْمُ الْوَعِيدِ وَ جَائَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَعَهَا سَٓائِقٌ وَ شَهِيدٌ لَقَدْ كُنْتَ فِى غَفْلَةٍ مِنْ هٰذَا فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَٓاءَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ وَ قَالَ قَرِينُهُ هٰذَا مَا لَدَىَّ عَتِيدٌ اَلْقِيَا فِى جَهَنَّمَ كُلَّ كَفَّارٍ عَنِيدٍ
Syetan berkata: Tuan menemui kefasihan yang paling penting pada al-Quran dalam hal kelancaran dan kejelasannya. Sedangkan ayat-ayat ini meloncat dari mana (entah) ke mana. Ia meloncat dari sakarat (terus) kepada qiamat. Ia berpindah dari tiupan sangkakala terus kepada penghujung perhitungan. Setelah itu ia menyebutkan tentang mereka yang dilemparkan ke dalam neraka. Kelancaran bagaimanakah yang masih tinggal pada semua loncatan ini. Banyak ayat dalam Al-Quran mengaitkan perkara-perkara yang jauh antara satu dengan yang lain seperti ini. Maka di manakah letaknya kefasihan dan kelancaran melalui kedudukan yang tidak berkaitan begini?
Jawaban: Salah satu dasar yang penting dari dasar-dasar kemukjizatan al-Quran mu’jizul bayan setelah balaghah ialah keringkasan. Keringkasan merupakan salah satu dari dasar kemukjizatan yang paling kuat dan penting bagi kemukjizatan al-Quran. Di dalam al-Quranul Hakim, terdapat begitu banyak keringkasan yang penuh kemukjizatan dan begitu indah sehingga ahli tadqiq hairan di hadapannya. Sebagai contoh:
وَقِيلَ يَا أَرْضُ ابْلَعِي مَاءكِ وَيَا سَمَاء أَقْلِعِي وَغِيضَ الْمَاء وَقُضِيَ الأَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُودِيِّ وَقِيلَ بُعْداً لِّلْقَوْمِ الظَّالِمِينَ
Melalui beberapa ayat yang pendek, al-Quran menerangkan tentang peristiwa Taufan (Nabi Nuh ‘Alaihis Salam) sekaligus dengan akibat-akibat yang ditimbulkannya dengan cara yang penuh kemukjizatan dan menakjubkan sehingga menyebabkan banyak ahli balaghah sujud terhadap balaghahnya Al-Qur’an.
Contohnya lagi:
كَذَّبَتْ ثَمُودُ بِطَغْوَيهَا* اِذِ انْبَعَثَ اَشْقَيهَا * فَقَالَ لَهُمْ رَسُوُ اللّٰهِ نَاقَةَ اللّٰهِ وَسُقْيَيهَا * فَكَذَّبُوهُ فَعَقَرُوهَا فَدَمْدَمَ عَلَيْهِمْ رَبُّهُمْ بِذَنْبِهِمْ فَسَوَّيهَا * وَلاَ يَخَافُ عُقْبَيهَا
82. Page
Sesungguhnya al-Quran menerangkan peristiwa yang ajaib dan penting bagi Kaum Tsamud sekaligus dengan akibat buruk mereka melalui beberapa ayat yang pendek dan melalui kemukjizatan dalam keringkasan serta dengan uslub yang lancar, jelas dan tidak merusakkan pemahaman.
Contoh yang lain:
وَ ذَا النُّونِ اِذْ ذَهَبَ مُغَاضِبًا فَظَنَّ اَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ اَنْ لآَ اِلٰهَ اِلآَّ اَنْتَ سُبْحَانَكَ اِنِّى كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ maka dari ayat اَنْ لَنْ نَقْدِرَ عَلَيْهِ sampai ayat فَنَادَى فِى الظُّلُمَاتِ terdapat banyak ayat yang telah dilangkaui. Ayat-ayat yang tidak disebut itu tidak menjejaskan pemahaman dan tidak memudaratkan kelancarannya. Ia menceritakan dasar-dasar yang penting dalam kisah Nabi Yunus d‘Alaihis Salam. Manakala selebihnya diserahkan kepada akal.
Contoh lain: Dalam surah Yusuf, di antara kalimah اَرْسِلُونِ dan يُوسُفُ اَيُّهَا الصِّدِّيقُ tujuh atau lapan ayat telah dilangkaui, diringkaskan dan ia langsung tidak merusak pemahaman dan tidak memudaratkan kelancarannya. Sesungguhnya kemukjizatan-kemukjizatan yang seperti ini terlalu banyak dalam al-Quran. Malah ia sangat indah.
Namun ayat di dalam surah Qaf, keringkasan di dalamnya amat menakjubkan dan penuh kemukjizatan, karena al-Quran fokus ke masa depan orang kafir yang amat menakutkan dan dan memakan waktu yang begitu panjang, satu harinya sama dengan lima puluh ribu tahun serta menyatakan satu demi satu peristiwa menyakitkan dan penting yang akan menimpa orang kafir. Ia menayangkan pemikiran itu dengan cepat seperti kilat di atas kepala mereka. Ia memperlihatkan waktu yang begitu panjang yang akan dilalui oleh orang-orang kafir ini . Ia menyerahkan peristiwa-peristiwa yang dinyatakan kepada akal lalu ia menerangkannya dengan satu penjelasan di level yang tinggi.
وَاِذَا قُرِى الْقُرْآنُ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَاَنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ
Justeru itu, wahai syetan! Sekarang jika engkau masih bisa mengatakan apa-apa lagi, maka cobalah nyatakan. Maka syetan berkata: Aku tidak mampu menghadapi semua ini. Aku tidak bisa mempertahankannya . Namun terdapat banyak orang bodoh yang mendengar (kata-kata)ku. Ada juga syetan-syetan yang menyerupai manusia dan mereka membantu aku. Terdapat banyak Firaun dari kalangan ahli filsafat. Mereka mempelajari masalah-masalah yang meninggikan sikap keindividuan, mereka tekun belajar dariku. Mereka akan menghalang penyebaran kata-katamu yang seperti ini. Oleh sebab itu aku tidak akan menyerahkan senjata kepadamu.
Telah dimasukkan ke dalam Himpunan Talasim (Rahasia-rahasia)