NAVIGATION
233. Page
Membongkar Misteri Alam Semesta dan
Mengungkap Misteri Besar Al-Quranul Hakim
Huruf ‘alif’ dan sebuah titik, dua buah ibarat dari ‘Ana’ (saya) dan ‘Zarah’ (partikel atom).
Kalimah ini mempunyai dua maksud.
Maksud Pertama: Membahas tentang perihal ‘ana’ serta natijahnya.
Maksud Kedua: Membahas tentang pergerakan zarah serta tugasnya.
بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوَاتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا
وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُ اِنَّهُ كَانَ ظَلُومًا جَهُولاً
“Sesungguhnya kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan bodoh” (Q.S. Al-Ahzab: 72)
Kami akan menampakkan sebutir permata dari khazanah besar ayat ini. Yaitu: Satu diri dan satu wajah dari wajah yang bermacam-macam dari amanah yang dihindari dan ditakuti oleh langit, bumi dan gunung untuk memikulnya adalah ‘ana’. Ya, ‘ana’ merupakan sebiji benih pohon Tuba nurani dan pohon Zaqqum yang keduanya menjulurkan dahan beserta rantingnya ke alam insani sejak zaman Nabi Adam ‘Alaihis Salam hingga kini.
234. Page
Sebelum memasuki hakikat yang luas ini, kami akan menerangkan sebuah pengantar yang akan memudahkan dalam memahami hakikat itu. Yaitu sebagaimana berikut:
‘Ana’ bukanlah anak kunci nama-nama Ilahi yang merupakan khazanah tersembunyi saja, ia bukan pula hanya sebagai anak kunci bagi misteri terkunci pada alam semesta. Namun Ia adalah sesuatu yang samar yang tersembunyi dalam rangkaian rahasia dan rumus, ia juga adalah sandi-sandi yang membingungkan. Maka dengan mengetahui esensi ‘Ana’ maka hal itu akan membongkar dan menguak kesamaran dan sandi-sandi yang membingungkan tersebut, selanjutnya ‘ana’ juga akan menguak misteri semesta dan khazanah alam.
Dalam sebuah risalahku berbahasa Arab yang bernama ‘Syammah’, kami telah membahas perkara yang berkaitan dengan hal ini, yaitu sebagaimana berikut:
Anak kunci alam berada di tangan manusia dan telah digantungkan pada dirinya. Walaupun pintu-pintu alam semesta kelihatan terbuka secara zahir namun hakikatnya adalah tertutup. Dari sudut amanah, Allah Ta’ala telah mengaruniakan satu anak kunci yang bernama ‘ana’ kepada insan supaya ia bisa membuka pintu-pintu seluruh alam. Dan telah memberikan sifat egoisme yang begitu sakti yang mampu membongkar khazanah tersembunyi dari Pencipta semesta alam. Tetapi ‘ana’ sendiri adalah sesuatu yang samar, yang sangat tertutup dan sebuah misteri yang sangat susah untuk dibuka. Sekiranya hakikat dan rahasia penciptaan ‘ana’ terungkap, maka alam semesta akan terbuka sebagaimana ‘ana’ itu sendiri terbuka. Hal itu sebagaimana berikut:
Pencipta al-Hakim telah mengkaruniakan ‘ana’ sebagai amanah kepada tangan manusia, yang merupakan kumpulan tanda-tanda-Nya, yang boleh memperlihatkan dan memperkenalkan sifat rububiyyah-Nya dan hakikat-hakikat perbuatan-Nya lewat isyarat serta contoh-contohnya dengan sempurna; agar ‘ana’ itu menjadi sebuah unit pengkiasan sehingga dengannya sifat-sifat rububiyyah dan urusan-urusan uluhiyyah bisa diketahui. Akan tetapi unit pengkiasan itu tidak perlu menjadi suatu eksistensi yang hakiki, cukup dalam wujud hipotesis dan khayalan, tidak mesti harus berwujud ilmu dan penelitian. Sebagaimana garis-garis hipotesis dalam dunia teknik.
Soalan: Mengapa mengenali sifat dan nama-nama Allah Ta‘ala berkaitan erat dengan “ananiyyah”?
Jawaban: Karena sesuatu yang mutlak dan luas yang tiada batas dan akhir, tidak mungkin bisa dibatasi dalam sebuah bentuk. Dan tidak mungkin dibatasi dalam wujud dan rupa tertentu, dan tidak mungkin pula bisa dipahami dan dilihat esensinya. Sebagai contoh: Satu cahaya abadi yang tidak pernah gelap, tidak akan pernah diketahui dan dirasai nilainya apabila ia tidak pernah diselingi oleh kegelapan. Maka ketika ditetapkan batasan kepada cahaya itu dengan kegelapan hakiki atau samar, ketika itu pula sinarnya kelihatan.
Dan karena ilmu dan qudrah, serta sifat dan nama Allah Ta’ala seperti al-Hakim dan ar-Rahim sangat luas, tiada batasan dan tiada pula sekutu di dalamnya; maka semua itu menjadi tidak bisa untuk ditentukan dan diidentifikasi sehingga substansinya tidak bisa diketahui. Oleh sebab itu perlu untuk membuat garis hipotesa ataupun dugaan, karena perkara itu tidak memiliki
235. Page
batasan hakiki dan ujung. Maka inilah tugas yang dilakukan oleh ‘ananiyyah’ atau ‘ana’. Ia membayangkan pada dirinya sebuah rububiyyah sangkaan, kerajaan, kekuasaan dan ilmu, lalu menggariskan sebuah batasan. Lalu ia membuat batasan-batasan prakiraan pada batasan itu bagi sifat-sifat yang luas itu. Kemudian Ia membuat pembagian dengan berkata; dari sini sampai sini milikku, dan selebihnya milik-Nya. dari situ dia mulai memahami satu persatu substansi dari nama-nama itu berdasarkan perbandingan sederhana yang telah dilakukannya.
Dipahami –contohnya- melalui rububiyyah sangkaan pada dimensi kekuasaannya, ia akan bisa memahami rububiyyah Penciptanya pada dimensi kemungkinan. Melalui kepemilikannya yang zahir, ia akan memahami kepemilikan Penciptanya yang hakiki. Ia berkata: “Sebagaimana aku memiliki rumah ini, maka Pencipta adalah Pemilik alam semesta ini”. Melalui ilmunya yang parsial, ia akan memahami ilmu Penciptanya. Melalui karya seni kecilnya yang terbatas dan serba kurang, ia akan memahami keunggulan karya seni dari Pencipta Dzul Jalal itu. Contohnya ia berkata: “Sebagaimana aku telah membangun rumah ini serta menyusunnya, begitu pula pasti di sana ada yang telah membangun dan mengatur rumah dunia ini.”
Begitulah seterusnya. Ribuan keadaan, sifat dan perasaan yang memiliki misteri-misteri yang bisa memberitahu dan memperlihatkan –sedikit banyaknya- semua sifat dan urusan Ilahi. Seluruh itu terdapat dalam “ana”.
Artinya ‘ana’ tidak mengandung makna dengan sendirinya, namun ia menunjukkan kepada makna selainnya ibarat cermin, sebagai unit pengkiasan, alat pembuka. Dan juga menunjukkan kepada makna harfi -yaitu satu urat berperasaan dari tali kasar eksistensi insan, satu benang halus dari pakaian substansi manusia. Dan menunjukkan kepada huruf “alif” dalam kitab biografi manusia. Dan huruf “alif” itu sendiri memeiliki dua wajah;
Wajah pertama menghadap kepada kebaikan dan eksistensi. Dengan wajah itu ia hanya menerima limpahan saja. Ia hanya menerima dari Pemberi tetapi tidak dapat mewujudkannya dari dirinya sendiri. Ia bukan pelaku pada wajah itu karena tangannya sangat pendek untuk menciptakan.
Wajah kedua memandang kepada keburukan, dan melewati sekitar ketiadaan. Dalam wajah itu, ia adalah pelaku dan pemilik perbuatan.
Kemudian substansi harfiahnya menunjukkan kepada makna pada selain dirinya. Sehingga rububiyyahnya adalah khayalan. Eksistensinya sangat lemah dan rentan hingga pada titik dimana ia tidak dapat menanggung dan memikul sembarang benda pada dirinya. Bahkan ia menjadi sebagai sebuah alat ukur yang menerangkan tentang ukuran dan derajat sesuatu. Ibarat alat ukur temperature suhu dan udara. Dan yang menerangkan tentang sifat-sifat al-Wajibul Wujud yang mutlak, luas dan tidak terkira.
Maka, bagi yang mengetahui dan memahami substansinya sesuai dengan wajah ini, dan mengimplimentasikannya dalam koridor seharusnya; maka ia akan termasuk dalam kabar gembira قَدْ اَفْلَحَ مَنْ زَكَّهَا (Telah mendapat kemenangan bagi yang telah mensucikannya) (Q.S. Asy-Syams: 9). Dan ia menjadi orang yang telah menunaikan amanahnya dengan benar. Dan melalui teropong ‘ana’ itu, ia memahami apakah hakikat alam semesta serta tugas-tugas yang
236. Page
merupakan kewajibannya. Dan apabila maklumat-maklumat yang berkaitan dengan alam semesta sampai kepada dirinya, maka ia akan mendapati ‘ana’ sebagai pembenar baginya. Dan pada akhirnya ilmu-ilmu itu akan kekal sebagai cahaya dan hikmah. Ia tidak akan berubah menjadi kegelapan dan kehampaan.
Maka bilamana ‘ana’ telah menunaikan tugasnya berdasarkan wajah ini, dan meninggalkan rububiyyah sangkaannya serta kekuasaan prakiraannya, yang keduanya merupakan unit pengkiasan. Lalu ia mengatakan [لَهُ الْمُلْكُ وَ لَهُ الْحَمْدُ] (bagi-Nya kekuasaan dan bagi-Nya pula segala pujian) (Q.S. At-Taghabun; 1) dan [ وَلَهُ الْحُكْمُ وَ اِلَيْهِ تُرْجَعُونَ] (bagi-Nyalah segala hukum dan kepada-Nya pula mereka dikembalikan) (Q.S. Al-Qashah), dan ia mengalungkan kalung ubudiyyah hakiki dilehernya; maka ia akan naik ke derajat “Ahsanu Taqwim” (sebaik-baik bentuk).
Sekiranya ‘ana’ itu melupakan hikmah penciptaannya, lalu jika ia memandang dirinya sendiri dengan makna ismiyyahnya, dan meninggalkan tugas fitrahnya. lalu berkeyakinan bahwa dirinya adalah pemilik dirinya sendiri. Maka pada waktu itu ia telah mengkhianati amanah dan termasuk dalam ayat [وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّيهَا] (Dan telah rugi yang telah mengotorinya) (Q.S. Asy-Syams: 10). Maka, “ananiyyah” dari sisi yang melahirkan semua kesyirikan, kejahatan dan kesesatan, inilah yang telah menjadikan langit, bumi dan gunung menghindar dan takut dari terkena kesyirikan sangkaan itu.
Ya, ketika ‘ana’ adalah sebuah huruf alif dan urat yang halus, dan satu garisan prakiraan; maka jika substansinya tidak diketahui, ia akan tumbuh berkembang biak di bawah tanah hijab dan semakin lama ia semakin menebal. Ia akan menjalar ke setiap sudut tubuh manusia. Ibarat naga besar, ia akan menelan tubuh manusia. Seolah-olah seluruh insan itu dengan seluruh kehalusannya menyatu menjadi ‘ana’. Kemudian bagian dari keegoisan memberi kekuatan kepada ananiyyah itu melalui sudut fanatisme suku dan bangsa. Lalu berubah menjadi seperti syaitan, ‘ana’ itu menentang perintah Pencipta Dzul Jalal, dikarenakan ananiyyah fanatisme tersebut. Kemudian dengan cara mengkiaskan dengan diri sendiri, ia mengkiaskan semua orang bahkan setiap benda dengan dirinya. Lalu ia membagi kekuasaan Allah Ta’ala kepada semua itu dan kepada sebab-sebab. Maka ia pun jatuh ke dalam kesyirikan yang besar. Keadaan sangat cocok dengan ayat [اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيم] (Sesungguhnya kesyirikan adalah kezaliman yang paling besar) (Q.S. Luqman 13).
Ya, ibarat seseorang yang mencuri empat puluh keping duit dari harta negara, lalu ia memberikan satu dirham kepada setiap orang dari semua sahabatnya yang ada, agar ia puas dengan perbuatannya. Itulah ibarat bagi seseorang yang mengatakan “aku adalah pemilik diriku sendiri”. Dia merasa terpaksa dan berkeyakinan bahwa setiap benda adalah milik dirinya pribadi.
Beginilah ketika ‘ana’ berada dalam keadaan kebodohan mutlak yang penuh pengkhianatan itu. Sekiranya ia memiliki ribuan ilmu sekalipun, ia adalah orang yang paling bodoh, bodoh kuadrat. Ini karena ketika perasaan dan fikirannya mendatangkan cahaya-cahaya makrifat alam semesta, namun disebabkan karena tidak ada suatu media yang akan membenarkan, menerangi dan meneruskannya pada dirinya; maka perasaan dan fikiran itu menjadi padam. Setiap benda yang datang diwarnai dengan warna-warna nafsunya. Bahkan sekiranya hikmah murni datang, hikmah itu hanya akan menjadi sesuatu yang hampa mutlak. Sebab warna ‘ana’
237. Page
dalam keadaan itu adalah kesyirikan, pembatalan dan keingkaran kepada Allah. Sekiranya seluruh alam semesta penuh dengan ayat-ayat yang bersinar, maka satu titik gelap pada ‘ana’ itu akan memadamkan itu semua dari pandangan sehingga tidak akan bisa terlihat.
Dalam ‘Kalimah Kesebelas’, telah dirincikan dalam bentuk yang sangat jelas bahwa substansi keinsanan beserta apa yang ada di dalamnya dari ‘ananiyyah’, adalah sebuah timbangan yang sangat sensitif, satu ukurann yang sangat benar, sebuah daftar yang sangat luas, satu peta yang sangat sempurna, satu cermin yang lengkap, satu karya dan satu catatan yang indah untuk alam semesta. Bagi yang suka, maka rujuklah kepadanya.
Maka kami telah menyelesaikan pengantar ini dengan singkat, dan perinciannya kami cukupkan pada kalimah kesebelas tersebut. Maka sekiranya kamu telah memahami mukadimah, maka kita masuk ke dalam hakikat.
Perhatikanlah: Dalam alam manusia, sejak zaman Nabi Adam sampai sekarang, telah datang dan pergi dua arus dan dua rantai pemikiran yang besar. Ibarat dua pohon rindang yang telah menyebarkan dahan dan rantingnya ke setiap sudut dan di setiap tingkatan manusia.
Pertama rantai kenabian dan agama. Yang satu lagi adalah rantai falsafah dan hikmah. Setiap kali dua rantaian itu bergabung dan bersatu, yakni apabila rantaian falsafah masuk ke dalam rantaian agama lalu berkhidmat dengan taat, sejatinya ia telah membawa alam kemanusiaan ke dalam kebahagiaan dan kehidupan bermasyarakat yang gemilang. Namun apabila keduanya pergi saling terpisah, maka seluruh kebaikan dan cahaya akan terhimpun di sekeliling rantai kenabian dan agama. Sedangkan segala kejahatan dan kesesatan akan berkumpul di sekitar rantai falsafah.
Sekarang, kita perlu mencari sumber dan dasar dari kedua rantai tersebut.
Sesungguhnya rantaian falsafah yang tidak taat kepada rantaian agama berbentuk seperti sebatang pohon Zaqqum yang menyebarkan kegelapan syirik dan kesesatan di sekitarnya. Bahkan melalui dahan kekuatan akalnya, ia telah memberikan buah-buah Dahriyyun, Maddiyyun dan Tabiiyyun (Ateis, Materialis dan Naturalis) kepada akal manusia. Dan melalui dahan kekuatan kemarahannya, ia campakkan para Namrud, Firaun dan Syaddad ke atas kepala manusia. Melalui dahan kekuatan syahwat kebinatangannya, ia telah membuahkan dan menghasilkan tuhan-tuhan, berhala-berhala serta mereka yang mengaku sebagai Tuhan.
Sedangkan sumber rantai kenabian yang ibarat pohon Tuba penghambaan (ubudiyyah) yang terdapat di taman muka bumi yang tumbuh di sebelah pohon Zaqqum. Pohon itu menghasilkan buah-buahan seperti para nabi, rasul, para wali dan siddiqin melalui dahan kekuatan akalnya. Dan melalui dahan kekuatan pertahanannya, ia menghasilkan buah-buahan seperti para hakim yang adil dan para raja yang seperti malaikat. Melalui dahan kekuatan keinginannya, ia melahirkan buah-buahan seperti mereka yang berakhlak mulia, indah rupa dan suci dan mereka yang pemurah dan dermawan. Pohon itu juga memperlihatkan bagaimana manusia adalah sebiji buah alam semesta yang paling sempurna.
Sesungguhnya tempat tumbuh bagi kedua pohon itu adalah pada dua sisi ‘ana’.
238. Page
Kami akan menerangkan tentang dua wajah ‘ana’ sebagai sebiji benih yang berasas, yang merupakan tempat tumbuh dan sumber bagi kedua pohon itu. hal itu sebagai berikut: Kenabian dengan membawa satu sisi wajah ‘ana’, dan falsafah datang mengambil satu sisi wajah yang lain.
Wajah Pertama; yang merupakan Wajah Kenabian.
Wajah ini adalah media tumbuh Ubudiyyah yang sebenarnya. Yakni ‘ana’ mengetahui bahwa dirinya adalah hamba. Ia memahami bahwa ia berkhidmat kepada yang lain. Substansinya bersifat harfiyyah, aritnya bahwa ia paham bahwa ia membawa makna pihak lain. Eksistensinya tidak berdiri sendiri, artinya bahwa ia yakin ia berdiri dengan ketergantungan terhadap eksistensi lain, dan eksis berdasarkan keeksisan lainnya. Kekuasaanya adalah dugaan, artinya ia mengetahui bahwa ia memiliki satu kekuasan tiruan dan sementara atas izin Pemilik kekuasaan tersebut. Hakikatnya adalah bayangan, artinya ia merupakan bayangan kemungkinan yang miskin, yang membawa manifestasi dari sebuah hakikat yang benar dan wajib. Sedangkan tugasnya adalah berkhidmat kepada sifat dan urusan Penciptanya sendiri, dengan penuh perasaan sebagai ukuran dan timbangan.
Para nabi dan para orang suci dan wali, berada pada rantai para nabi dan memandang kepada ‘ana’ melalui wajah ini. Sehingga mereka mengetahui dan telah memahami hakikat. Mereka telah menyerahkan semua pilihan kepada al-Malikul Mulki. Dan mereka telah memutuskan bahwa al-Malik Dzul Jalal itu tidak mempunyai sekutu atau pesaing pada kerajaan, rububiyyah ataupun pada uluhiyyah-Nya. Dan Dia tidak memerlukan kepada pembantu dan wazir. Anak kunci setiap benda berada di tangan-Nya dan Dia adalah al-Qadirul mutlaq untuk semua perkara. Kumpulan sebab adalah sehelai tabir yang zahir, tabiat adalah satu syariat fitrah dan himpunan undang-undang-Nya, serta sebatang penggaris bagi qudrah-Nya. Bahkan wajah indah yang nurani bersinar itu telah menjadi ibarat sebiji benih yang bernyawa dan bermakna, maka al-Khaliq Dzul Jalal telah menjadikan sebatang pohon Tuba ubudiyyah darinya, lalu dahan-dahannya yang berkah telah menghiasi setiap penjuru alam manusia dengan buah-buahnya yang bercahaya. Ia menjulur ke semua kegelapan di masa silam yang panjang itu. Dan memperlihatkan bahwa ia bukanlah kuburan besar dan negara ketiadaan sebagaimana yang dilihat oleh falsafah. Bahkan ia merupakan sumber cahaya kepada roh-roh yang lenyap, mi`raj bercahaya yang memiliki anak tangga yang berlainan untuk melompat kepada masa depan. Dan kebahagiaan abadi serta sebuah negara cahaya dan sebuah taman bercahya bagi roh-roh yang melepaskan bebanan mereka yang berat sehingga bebas dan pergi berlalu dari dunia.
Sedangkan Wajah Kedua telah dipegang oleh falsafah. Falsafah memandang kepada ‘ana’ berdasarkan makna katanya. Yakni falasafah menyatakan bahwa ‘ana’ merujuk kepada dirinya sendiri. Ia menganggap maknanya adalah dari dirinya sendiri dan bekerja untuk dirinya sendiri. Ia menerima bahwa eksistensinya adalah asli dan substansial. Artinya ia berkata sepatutnya pada dirinya terdapat satu eksistensi. Ia menyangka ia mempunyai hak untuk hidup dan ia merupakan pemilik hakiki dalam daerah tindak-tanduknya. Ia menganggapnya sebagai satu hakikat yang tetap. Ia mengetahui bahwa tugasnya adalah penyempurnaan diri yang lahir dari rasa cinta diri sendiri. Dan begitulah seterusnya…
239. Page
Ahli falsafah telah membangun jalan mereka di atas banyak pondasi yang rusak. Kami telah menetapkan secara nyata di dalam risalah-risalahku yang lain, terutama dalam Kalimah-kalimah khususnya di ‘Kalimah Kedua Belas’ dan ‘Kedua Puluh Lima’ bahwa dasar-dasar pondasi itu adalah sangat tidak berdasar dan amat rapuh. Bahkan orang-orang seperti Plato, Aristoteles, Ibnu Sina dan al-Farabi yang merupakan individu-individu paling sempurna dalam rantai falsafah, serta cendekiawan-cendekiawan rantai itu telah menyatakan bahwa tujuan dari segala tujuan manusia adalah تَشَبُّهُ بِالْوَاجِبْ yakni menyerupai al-Wajibul Wujud. Dengan dasar itu mereka menetapkan sebuah hukum firaun, yang mencambuki (mengobarkan semangat) ananiyyah, mereka menyebabkan ia berlari secara bebas di lembah-lembah kesyirikan lalu secara tidak langsung, mereka telah membuka medan kepada banyak jenis kelompok syirik seperti penyembah sebab, penyembah berhala, penyembah alam dan penyembah bintang. Dengan menutup pintu-pintu kelemahan, kedaifan, kefakiran, ketergantungan, kekurangan dan kesilapan yang disertakan dalam asas kemanusiaan, mereka telah menghalang jalan ubudiyyah. Oleh sebab mereka telah tersangkut dengan hukum alam tabiat, maka mereka tidak dapat keluar dari kesyirikan dan tidak dapat menemui pintu yang luas bagi kesyukuran.
Mereka yang berada pada rantai kenabian, di samping berakhlak dengan tujuan keinsanan, tugas kemanusiaan, akhlak Ilahi dan pekerti mulia. Mereka juga mengetahui kelemahan diri sendiri, sehingga berlindung kepada qudrah Ilahi. Merasakan kelemahan sehingga bersandar kepada kuasa Ilahi, merasakan kefakiran sehingga bergantung kepada rahmat Ilahi, merasakan kebergantungan sehingga meminta bantuan dari kekayaan Ilahi. Menyadari kesilapan sehingga memohon ampun dari ampunan Ilahi, dan menyadari kekurangan sehingga memuji kesempurnaan Ilahi. Begitulah apa yang telah mereka tetapkan dengan penuh rasa kehambaan.
Sebab jalan falsafah yang tidak patuh kepada agama adalah sesat, maka ‘ana’ telah mengambil tali kendalinya dengan tangannya sendiri. Kemudian berlari kepada setiap jenis kesesatan. Sehingga sebatang pohon Zaqqum telah tumbuh membesar di atas kepala ‘ana’ yang dalam wajah ini, lalu meliputi lebih dari pada separuh alam manusia. Melalui dahan kekuatan syahwat kebinatangan, buah-buah yang ia berikan kepada pandangan manusia adalah berhala dan sembahan-sembahan. Ini merujuk kepada dasar falsafah, arogansi adalah terpuji. Sehingga اَلْحُكْمُ لِلْغَالِبْ (Hukum milik yang menang) adalah salah satu dusturnya. Ia berkata bahwa terdapat sebuah kekuatan pada yang menang dan terdapat kebenaran pada kekuatan. Maka ia secara maknawi bertepuk tangan kepada kezaliman, memberi dukungan kepada orang zalim dan mendorong mereka yang arogan kepada dakwaan ketuhanan. Hal itu dengan cara menganggap kecantikan pada ciptaan, dan keindahan pada ukiran, sebagai milik ciptaan dan ukiran itu sendiri, tanpa menyandarkannya kepada manifestasi keindahan Penciptanya dan Pengukirnya yang Esa dan Suci. Sebagai ganti ucapan “betapa indah ia diciptakan!”, ia menyebut “betapa indahnya ia”. Ia menjadikannya ibarat berhala yang layak disembah. Di samping itu, dikarenakan ia menghargai keindahan yang palsu, mementingkan diri sediri, suka dikenal dan pamer, maka ia bertepuk tangan ke atas mereka yang riya’ dan yang telah menjadikan hamba-hambanya sendiri yang ibarat berhala sebagai sembahan.
Melalui dahan kekuatan kemarahan pohon itu, ia telah menghasilkan buah-buah Namrud, Firaun dan Syaddad yang kecil dan besar di atas kepala manusia yang miskin itu.
240. Page
Melalui dahan kekuatan akalnya ia telah memberi buah seperti Dahriyyun, Maddiyyun dan Tabiiyyun (Ateis, Materialis dan Naturalis) kepada otak alam manusia, lalu mereka mencabik otak manusia menjadi seribu bagian.
Sekarang untuk menerangi hakikat ini, maka kami akan menyebutkan tiga atau empat permisalan dari ribuan permisalan sebagai perbandingan antara natijah-natijah yang lahir dari asas-asas kebenaran rantaian kenabian, dengan natijah-natijah yang lahir dari dasar-dasar pondasi jalan falsafah yang rusak.
Contoh Pertama: Mana hasil dustur falsafah yang berisi ananiah, takabbur yang mengatakan “berusahalah menjadi sama dengan wajibul wujud” berdasarkan kaedah “Sesungguhnya ujung dari kesempurnaan manusia adalah penyerupaan dengan al-Wajib”. Bila dibandingkan dengan natijah-natijah berbentuk dustur kenabian pada kehidupan pribadi manusia yang mengatakan: “jadilah hamba Allah yang memiliki kepribadian dan sifat sesuai dengan akhlak Allah” berdasarkan kaedah “berakhlaklah sebagaimana akhlak Allah, seraya menghadap kepada Allah Ta’ala dalam keadaan hina diri dan mengetahui kelemahan, kefakiran dan kekurangan kalian”?
Ya, dimanakah posisi substansi manusiawi yang telah diaduk dengan kelemahan, kedaifan, kefakiran dan ketergantungan yang tiada penghujung? Bila dibandingkan substansi (ketuhanan) al-Wajibul Wujud yang Maha al-Qadir, al-Qawi, al-Ghani dan al-Mustaghni yang tiada batasan?
Contoh Kedua: Natijah dari dustur kenabian dalam kehidupan bermasyarakat adalah dustur saling membantu, undang-undang mulia dan etika adab yang menjadikan matahari dan bulan saling bekerjasama membantu tumbuhan dan hewan. Yang menjadikan hewan membantu manusia, bahkan yang telah menjadikan partikel-partikel makanan membantu dan menolong sel-sel tubuh.
Maka dimana dustur persaingan yang merupakan dustur-dustur falsafah dalam kehidupan bermasyarakat, yang lahir dari penyalahgunaan fitrah oleh hanya segolongan orang-orang yang zalim dan buas serta hewan yang liar. Bila dibandingkan dengan dustur saling membantu, undang-undang mulia dan etika adab milik dustur kenabian dalam kehidupan bermasyarakat?
Ya, mereka telah menerima dustur persaingan sebagai dustur yang sangat dasar dan berasas serta menyeluruh. Sehingga mereka membuat sebuah kesimpulan berdasarkan kebodohan bahwa kehidupan tidak lain adalah persaingan.
Contoh Ketiga: Dari natijah-natijah tinggi dan dustur murni kenabian tentang tauhid Ilahi adalah اَلْوَاحِدُ لَا يَصْدُرُ اِلاَّ عَنِ الْوَاحِدِ (Sesuatu yang satu tidak muncul kecuali dari yang satu); yakni setiap yang satu hanya akan lahir dari yang satu. Menjadikan pandangan pada setiap benda dan pada seluruh benda-benda menjadi satu kesatuan, artinya ia adalah ciptaan Dzat yang tunggal.
Sedangkan dustur falsafah kuno mengatakan; اَلْوَاحِدُ لَا يَصْدُرُ عَنْهُ اِلاَّ الْوَاحِدُ(Sesuatu yang satu tidak muncul dari sesuatu kecuali hanya satu) artinya tidak menghasilkan dari satu individu kecuali satu. Sedangkan yang lain muncul darinya dengan menggunakan perantara. Sehingga mereka mensifati al-Ghaniyyu ‘alal Itlaq dan al-Qadirul Mutlaq dengan memerlukan perantara yang
241. Page
lemah. Lantas mereka memberikan kewenangan kepada sebab dan perantara sebagai syarikat dalam ketuhanan. Dan mengkaitkan kepada Pencipta Dzul Jalal penciptaan makhluk dengan nama “akal pertama”. Seolah-olah mereka sedang membagi-bagi wilayah ketuhanan diantara sebab-sebab dan perantara. Mereka membuka pintu kesyirikan yang besar.
Maka dimanakah posisi dustur milik falsafah yang telah bercampur dengan kesyirikan dan kesesatan ini? Bila dibandingkan dengan dustur tauhid yang mengatakan bahwa dalam segala sesuatu terdapat wahdah (keesaan) sehingga ia merupakan ciptaan dari Yang Satu dan Esa.
Maka, sekiranya para isyraqiyun -yang merupakan golongan tinggi bijak pandai- telah rusak dengan pemahaman yang rusak dan batil ini, maka kamu bisa mengukur kadar kerusakan kelompok-kelompok golongan rendah seperti Maddiyyun dan Tabiiyyun.
Contoh Keempat: Dimanakah posisi dustur-dustur falsafah –yang merupakan hikmah tercemar-, yang mengatakan bahwa natijah dari setiap yang hidup kembali kepada dirinya atau kembali kepada kemaslahatan manusia sendiri. Yang melihat bahwa natijah dari setiap yang hidup adalah kehampaan, sama sekali tidak memiliki makna. Laksana meletakkan sebiji buah yang sebesar sawi pada sebatang pohon yang sebesar gunung yang tinggi. Dan dimana pula posisi dustur hikmah yang terdiri dari hikmah murni yang merupakan hikmah Nubuwwah yang mengatakan bahwa apabila natijah dan hikmah dari segala sesuatu yang kembali kepada segala sesuatu yang hidup adalah satu, namun natijah dan hikmah yang kembali kepada Penciptanya berjumlah ribuan. Karena setiap sesuatu bahkan setiap buah, setip pohon beserta buahnya adalah kumpulan natijah dan hikmah berdasarkan rahasia [وَاِنْ مِنْ شَيْئٍ اِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِه۪] (Dan tidak ada sesuatu pun kecuali bertasbih memuji-Nya) (Q.S. al-Isra`: 44).
Oleh sebab hakikat ini telah dijelaskan sedikit banyaknya dalam ‘Hakikat Kesepuluh’ pada ‘Kalimah Kesepuluh’, maka kami meringkasnya pada kesempatan ini. Maka kamu boleh mengkiaskan ribuan contoh kepada empat contoh tadi. Dan kami telah mengisyaratkan sebagian dalam Risalah bernama “Lama‘at”.
Disebabkan asas-asas rusak dari falsafah ini dan disebabkan natijah-natijahnya yang meragukan ini; maka para cendekiawan dan ahli hikmah Islam seperti Ibnu Sina dan al-Farabi, terpesona dengan kegemilangan luarannya. Lalu karena mereka memilih jalan itu akibat terpedaya dengannya, maka mereka hanya dapat memperoleh derajat seorang mukmin yang biasa. Bahkan Hujjatul Islam seperti Imam al-Ghazali pun tidak memberikan mereka walau derajat tersebut.
Begitu pula dengan para Imam Mu’tazilah dari kalangan ulama ilmu kalam yang ahli di bidangnya, terpesona dengan perhiasan luarannya sehingga menjadikan akal sebagai hakim yang berkuasa dan memiliki hubungan erat dengan jalan tersebut; maka mereka hanya naik ke derajat seorang mukmin yang fasiq dan ahli bid‘ah.
Begitu juga dengan orang-orang seperti Abul A’la al-Ma‘arri dari kalangan sasterawan Islam yang masyhur, yang terkenal dengan sikap sombongnya. Dan Umar Khayyam yang digambarkan dengan tangisannya yang bagaikan yatim. Karena mereka menikmati rasa yang membelai nafsu amarah pada jalan itu, maka mereka medapatkan sebuah tamparan penghinaan dan takfir.
242. Page
Mereka juga mendapatkan tamparan peringatan dan pendidikan dari para ahli hakikat dan kesempurnaan lalu seraya mengatakan kepada mereka “Kalian merusak adab, menempuh jalan zindiq dan melahirkan para zindiq”.
Kemudian bagian dari dasar atau asas falsafah yang rusak adalah; bahwa ‘ana’ yang mirip dengan uap, –padahal ia memiliki substansi zat yang lemah bak udara- seolah-olah akibat dari pandangannya didasari kaca mata falsafah yang rusak itu, dan hanya merujuk kepada makna kata. Kemudian seolah ‘ana’ itu mengeras dari menerima kelembutan, karena sibuk dengan sesuatu yang bersifat materi, lalu ia membeku akibat kelalaian dan ingkar. Kemudian akibat maksiat ia menjadi keruh dan hilang kejernihannya. Kemudian, semakin lama ia semakin menebal dan menelan tuannya. Dan lewat pemikiran bangsa manusia, ia berkembang. Kemudian ia membandingkan semua orang lain, bahkan sebab-sebab, kepada diri dan nafsunya sendiri. Lalu ia memberikan sifat firaun kepada mereka, padahal mereka tidak menerima dan berlepas diri dari hal itu. Maka dalam kondisi itu ‘ana’ telah mengambil posisi sebagai penentang perintah-perintah al-Khaliq Dzul Jalal. Ia berkata [مَنْ يُحْيِى الْعِظَامَ وَهِىَ رَمِيمٌ] (Siapakah yang dapat menghidupkan tulang sedangkan tulang itu telah luluh) (Q.S. Yasin: 78) Ia menuduh al-Qadirul Mutlaq lemah, seolah-olah ia menantang-Nya. Bahkan ia ikut campur dalam sifat-sifat al-Khaliq Dzul Jalal. Lalu, ia menolak atau mengingkari ataupun mengubah perkara-perkara yang tidak sesuai dengan hawa nafsunya dan tidak disukai oleh nafsu amarah firaunnya.
Sebagai contoh: Satu kumpulan ahli falsafah menyatakan bahwa Allah Ta’ala adalah mujibun bizzat[1] dan mereka telah menafikan kehendak-Nya. Mereka telah mendustakan semua persaksian tidak terkira dari seluruh alam semesta yang menetapkan kehendak-Nya. Subhanallah! Walaupun semua eksistensi mulai dari partikel terkecil hingga matahari di alam semesta ini telah memperlihatkan kehendak Pencipta lewat penyaksian mata, penyusunan, hikmah dan neracanya; namun mata falsafah yang mudah-mudahan buta itu, tetap tidak bisa melihatnya. Malah sebagian ahli falsafah menolak keluasan ilmu Ilahi yang agung dengan menyatakan bahwa ilmu Ilahi tidak terkait dengan perkara-perkara parsial, lalu mereka juga menolak seluruh persaksian dari seluruh eksistensi.
Falsafah juga menyerahkan pengaruh penciptaan kepada sebab-sebab, lalu menyerahkan penciptaan kepada tangan alam. Sebagaimana telah ditetapkan dalam bentuk yang sangat jelas pada ‘Kalimah Kedua Puluh Dua’, dikarenakan tanda yang khas dan terang dari Pencipta segala sesuatu di setiap benda tidak tampak oleh mereka, menjadikan mereka memberikan sumber benda kepada alam yang lemah, tidak bernyawa, tiada perasaan lagi buta. Dan kedua tangan mereka berada di kedua tangan benda yang buta, seperti teori spontan dan kekuatan. Lalu menjadikan sebagian eksistensi yang menghasilkan ribuan hikmah yang tinggi dan setiap bagiannya yang ibarat tulisan as-Samad; sebagai miliknya. Malah sebagaimana telah ditetapkan dalam ‘Kalimah Kesepuluh’; karena mereka tidak menjumpai pintu alam mahsyar dan akhirat yang sejatinya telah diperlihatkan oleh Allah Ta’ala melalui semua nama-Nya; oleh alam semesta melalui semua hakikatnya; oleh rantai kenabian melalui semua pembuktiannya; oleh Kitab-kitab Samawi melalui semua ayatnya; maka mereka menolak alam mahsyar, lalu
[1] Maksudnya adalah sebuah perbuatan otomatis akan dilaksanakannya apabila sebab yang melatar belakangi perbuatan telah terpenuhi secara sempurna, tanpa memerlukan adanya motivasi dan kehendak. Seperti kejadian kebakaran karena api.
243. Page
menjadikan roh sebagai dasar awal mula alam ini (keazalian). Dan kamu boleh mengkiaskan permasalahan lain yang ada padamu dengan hal-hal khurafat ini.
Ya, syaitan-syaitan seolah-olah telah mengangkat akal para ahli falsafah yang tidak beragama ke udara menggunakan paruh dan cakar milik ‘ana’. Lalu mencampakkannya ke lembah-lembah kesesatan dan menghancurkannya. Sesungguhnya ‘ana’ di alam yang kecil adalah thaghut bagaikan alam tabiat di alam yang besar. [فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَ يُومِنْ بِاللّٰهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللّٰهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ] (Barang siapa yang kufur terhadap thaghut dan beriman kepada Allah, maka ia telah berpegang kepada simpul tali yang kuat tiada pernah putus, dan Allah Maha Mendengar dan Mengetahui) (Q.S. Al-Baqarah; 265). Pada kesempatan ini aku akan menyebutkan sebuah makna dari kejadian permisalan yang akan menerangi hakikat yang disebutkan tadi, dan aku telah menulisnya pada “Lama`at”, mirip dengan sebuah sajak dalam bentuk wisata khayalan, yaitu:
Di Istanbul, pada bulan Ramadhan, delapan tahun sebelum risalah ini ditulis. Tepatnya ketika Said Lama yang merasa cocok dengan jalan falsafah akan berubah kepada Said Baru. Tatkala ia memikirkan tiga jalan yang telah diisyaratkan melalui ayat di penghujung surah al-Fatihah, aku mengalami suatu kejadian khayalan, suatu peristiwa perumpamaan dan suatu peristiwa yang menyerupai mimpi: “Aku mendapati diriku berada di sebuah padang pasir yang luas. Satu lapisan awan yang gelap, pekat dan melemaskan telah menyelubungi seluruh muka bumi. Baik sinar, cahaya atau pun air kehidupan, satu pun tiada. Aku melihat bahwa setiap penjurunya dipenuhi dengan binatang-binatang buas serta makhluk-makhluk yang berbahaya dan bengis. Lalu terlintas di hatiku bahwa di salah satu pojok bumi ini terdapat cahaya, sinar dan air kehidupan. Lantas aku harus menyeberang ke sana. Kemudian aku mendapati bahwa aku didorong tanpa sadar. Aku didorong ke dalam sebuah gua yang seperti terowongan. Semakin lama semakin jauh aku berjalan ke dalam perut bumi. Aku perhatikan bahwa telah ramai orang yang melalui jalan di bawah muka bumi itu sebelumku. Mereka telah lemas dan kaku di setiap penjuru. Kala itu aku melihat jejak-jejak tapak kaki mereka. Suatu saat terdengar suara sebagian mereka. Lalu di saat yang lain suara mereka menghilang.”
Wahai sahabat yang mengikuti pengembaraan khayalanku melalui khayalannya! Muka bumi itu adalah alam tabiat dan falsafah alam tabiat. Terowongan itu adalah jalan yang telah dibuka oleh ahli falsafah untuk menuju hakikat melalui fikiran mereka. Jejak tapak kaki yang aku lihat adalah milik mereka yang terkenal seperti Plato dan Aristoteles . Suara yang aku dengar adalah milik para bijak pandai seperti Ibnu Sina dan al-Farabi. Ya, aku pernah membaca sedikit banyaknya kata-kata dan pendapat mereka di sebagian tempat. Kemudian suara itu terputus. Dan ia tidak lagi dapat maju ke depan lebih jauh, artinya dia lemas. Walau bagaimanapun untuk menyelamatkan kamu dari kondisi sibuk mencari tahu, maka aku telah memperlihatkan satu penjuru hakikat yang berada di balik khayalanmu. Sekarang aku akan kembali ke perjalananku.
Setiap kali aku maju ke depan, ada dua benda diberikan kepada tanganku. Salah satunya adalah tenaga listrik yang bisa menerangi kegelapan alam di bawah bumi itu. Yang satu lagi adalah alat yang dapat memecahkan batu-bata yang besar seperti gunung, untuk membuka jalan untukku. Telah dibisikkan ke telingaku; tenaga listrik dan alat itu telah diberikan kepada kamu lewat khazanah al-Quran. Walau bagaimanapun, aku pun berjalan dalam kondisi ini dalam sekian waktu lamanya. Lalu aku dapati diriku bahwa aku telah sampai ke sebelah yang satu lagi. Maka
244. Page
aku mendapatkan alam yang diterangi matahari yang tiada awan, ada angin sepoi yang menyegarkan, ada air lezat sumber kehidupan pada saat musim semi yang sangat indah, lantas aku mengucapkan; Alhamdulillah.
Kemudian aku menyadari bahwa aku bukanlah pemilik diriku. Seseorang sedang mengujiku. Dan pada kesempatan lain, aku dapati diriku masih berada dalam keadaan sebelumnya di padang pasir yang luas dan di bawah awan yang melemaskan. Seorang pemandu memanduku di sebatang jalan yang lain. Kali ini bukan di bawah bumi bahkan aku sedang merentasi muka bumi melalui perjalanan dan pengembaraan untuk sampai ke permukaan yang satu lagi. Dalam perjalananku itu, aku menyaksikan keajaiban dan kepelikan yang tidak dapat diuraikan. Lautan marah kepadaku. Angin taufan mengancamku. Setiap benda menimbulkan masalah kepadaku. Tetapi sekali lagi, melalui perantaraan perjalanan yang diberikan kepadaku oleh al-Quran, aku dapat melintasinya dan aku berjaya. Semakin lama aku amati, di setiap penjuru terdapat jenazah para pengembara. Ternyata mereka yang menyelesaikan perjalanan itu hanyalah satu dari seribu. Walau bagaimanapun, setelah terselamatkan dari awan itu dan sampai ke permukaan yang satu lagi, aku bertemu dengan matahari yang indah. Sambil menghirup angin sepoi yang segar, aku mengucapkan alhamdulillah. Kemudian aku mulai melihat bahwa alam itu mirip dengan syurga.
Kemudian aku perhatikan bahwa seseorang tidak membiarkan aku berlama-lama di sana. Seolah-olah ia akan memperlihatkanku sebuah jalan yang lain, sekali lagi dalam sekedip mata aku dibawa ke padang pasir yang menakutkan. Aku perhatikan bahwa benda-benda yang sebagiannya seperti kapal terbang, sebagian lainnya seperti kereta dan sebagian lagi seperti balon udara, mereka ibarat turun dari atas sama seperti lift dalam bentuk-bentuk yang berlainan. Yang menaikinya akan naik ke atas sesuai kekuatan dan kapabilitasnya. Aku pun menaiki salah satunya. Dan dalam tempo semenit ia telah membawaku melewati lapisan awan. Aku telah naik ke atas gunung-gunung yang indah, terhias dan menghijau. Dan belum sampai lapisan awan itu separuh gunung, terasa angin sepoi lembut dan terlihat air yang sangat nikmat. Dan juga cahaya-cahaya yang paling menawan kelihatan di setiap penjuru.
Kemudian aku melihat bahwa kediaman-kediaman nurani yang seperti lift itu terdapat di setiap penjuru. Bahkan aku sebenarnya telah melihat ini semua dalam dua perjalanan sebelumnya, di sebelah muka bumi sana. Namun aku tidak memahaminya. Namun sekarang aku paham bahwa itu semua merupakan manifestasi ayat-ayat al-Quranul Hakim.
Sesungguhnya jalan pertama yang diisyaratkan dengan [وَلاَالضَّالِّينَ] (Bukan jalan yang sesat) adalah jalan mereka yang merasa puas dengan alam tabiat, dan yang membawa pemikiran para ahli hukum tabiat. Dimana kamu telah merasakan sejauh mana permasalahan-permasalahan dalam mencapai dan meraih kebenaran hakikat dan cahaya.
Jalan kedua yang diisyaratkan dengan [غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ] (Bukan pula jalan yang dimurkai atas mereka), adalah jalan para penyembah sebab-sebab. Jalan yang menjadikan perantara bagi pengaruh penciptaan dan penciptaan, dan yang membuka jalan kepada kebenaran hakikat-hakikat, kepada pengenalan eksistensi wajib dengan akal dan pikiran saja, seperti para ahli hikmah Masyaiyun.
245. Page
Jalan ketiga yang diisyaratkan dengan [اَلَّذ۪ينَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ] (Jalan yang Engkau berikan nikmat ke atas mereka) adalah jalan nurani milik ahli al-Quran yang merupakan ahli Siratul Mustaqim. Merupakan jalan samawi, rahmani dan nurani yang paling singkat, paling mudah, paling selamat dan terbuka untuk semua.
Tentang Perubahan Zarah (Siklus Atom)
246. Page
Akan mengisyaratkan kepada sebiji zarah (partikel atom) dari khazanah ayat berikut:
بِسْـمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ
]وَقَالَ الَّذ۪ينَ كَفَرُوا لَا تَاْتِينَا السَّاعَةُ قُلْ بَلَى وَرَبِّى لَتَاْتِيَنَّكُمْ عَالِمِ الْغَيْبِ
لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِى السَّمٰوَاتِ وَلاَ فِى الْاَرْضِ وَلاَ اَصْغَرُ مِنْ ذلِكَ وَلاَ اَكْبَرُ اِلاَّ فِى كِتَابٍ مُبِينٍ[
“Dan orang-orang kafir berkata: “hari berbangkit itu tidak akan datang kepada kami”. Katakanlah: “pasti datang, demi Tuhanku Yang Mengetahui yang ghaib, sesungguhnya kiamat itu pasti akan datang kepadamu. Tidak ada yang tersembunyi dari-Nya sebesar zarahpun yang ada di langit dan bumi, dan tiada yang lebih kecil dan lebih besar dari itu kecuali telah tersebut dalam kitab yang nyata” (Q.S. Saba`:3)
Maksud ini akan memperlihatkan permata yang sebesar sebiji zarah yang ada di khazanah ayat yang sangat besar ini, atau menunjukkan kepada permata yang berada dalam peti kecil zarah. Maksud ini akan membahas secara sepintas tentang pergerakan zarah dan tugasnya. Pembahasan ini terdiri dari satu mukaddimah dan tiga poin.
Mukaddimah
Perubahan zarah adalah getaran dan pergerakan pena qudrah an-Naqqasyul Azali, ketika menulis ayat penciptaan dalam kitab alam semesta. Jadi perubahan zarah itu bukanlah mainan teori seketika (tiba-tiba) atau pergerakan acak tanpa makna seperti yang dipikirkan oleh Maddiyyun (materialis) dan Tabiiyyun (Naturalis). Ini karena zarah-zarah tersbut bahkan setiap zarah mengucapkan بِسْمِ اللّٰهِ pada permulaan pergerakannya sama halnya yang dilakukan oleh semua eksistensi. Dan juga karena karena ia mengangkat beban yang tidak terkira dan melebihi kemampuannya dan bagaikan sebiji benih yang sebesar satu butir gandum mengangkat beban seperti sebatang pohon Pinus yang besar. Bahkan ia juga menyebutkan اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ di penghujung tugasnya. Ini karena ia telah memperlihatkan keindahan ciptaan karya seni yang penuh hikmah dan kecantikan ukiran yang penuh manfaat, yang mengherankan semua akal. Ia juga telah memperlihatkan suatu karya seperti qasidah pujian untuk memuja-muji as-Sani’ Dzul Jalal. Sebagai contoh perhatikanlah kepada buah delima dan jagung.
Ya, perubahan zarah adalah getaran dan goncangan yang memiliki rahasia, yang datang dari penulisan dan gambar qudrah pada “Lauhul Mahw dan Isbat” (Buku penghapusan dan penetapan) yang merupakan hakikat perjalanan waktu. Juga pada lembaran-lembarannya yang merupakan teladan pada proses cloning dari “al-Kitab al-Mubin” -yang merupakan pusat perbuatan yang bersinggungan dengan penciptaan sesuatu dan mengeksiskannya pada masa sekarang dan alam dunia, dan ia juga merupakan atribut qudrah ilahiyah berserta iradatnya-. Dan di bawah pengawasan dan dustur “al-Imam al-Mubin” dimana ia adalah sumber
247. Page
keteraturan bibit waktu lampau, dan keturunannya pada waktu mendatang bagi segala yang datang dari alam ghaib, yang merupakan atribut dan perintah dari alam ilahi.
Ada dua pembahasan:
Pembahasan Pertama:
Pada setiap zarah, -pada tiap gerak dan diamnya- ada bersinar dua nur tauhid seperti dua matahari. Ini karena sebagaimana telah ditetapkan secara ringkas di ‘Isyarat Pertama’ dari ‘Kalimah Kesepuluh’ kemudian secara terperinci di ‘Kalimah Kedua Puluh Dua’. Bahwa jika setiap zarah bukan merupakan petugas Ilahi, dan tidak bergerak berdasarkan izin dan perintah-Nya, dan tidak berubah berdasarkan ilmu dan qudrah-Nya; maka kalau begitu setiap zarah wajib memiliki ilmu yang tidak berpenghujung, qudrah yang tiada batasan, mata yang nampak segalanya dan wajah yang memandang kepada setiap benda dan kata-kata yang sesuai dengan setiap benda. Ini karena pada setiap zarah ada unsur-unsur yang mampu bekerja pada setiap tubuh makhluk bernyawa secara tersusun, dan juga karena susunan benda-benda dan mekanisme pembentukannya adalah berlainan antara satu sama lain. Sekiranya susunan-susunan itu semua tidak diketahui, maka ia tidak bisa diproses dan jika diproses sekalipun, niscaya tidak akan lepas dari kesalahan. Padahal seharusnya proses itu harus dilakukan tanpa kesalahan. Oleh karena itu, pilihannya adalah apakah zarah-zarah yang bekerja itu bekerja berdasarkan izin dan perintah, ilmu dan iradah dari satu Dzat yang memiliki ilmu yang luas, atau mereka pada dasarnya memang memiliki ilmu dan qudrah yang luas.
Ya, setiap zarah udara bisa masuk ke dalam tubuh setiap benda hidup dan ke setiap buah dari setiap kuntum bunga dan ke dalam konstruksi setiap helai daun, lalu ia bisa bekerja di dalamnya. Sementara itu pembentukan-pembentukan mereka sangat beragam gaya, dan masing-masing memiliki susunan yang berbeda-beda dan berlainan.
Seandainya pabrik buah Tin diibaratkan seperti pabrik tekstil, pabrik buah delima juga ibarat pabrik gula dan seterusnya; maka mekanisme kerja kontruksi bangunan itu sangat berbeda antara satu dengan yang lain. Sekarang zarah udara itu memiliki kemampuan memasuki semua itu dan bekerja tanpa kesalahan secara sangat terukur dan pakar. Ia ibarat seorang professor, ia menjadikan kondisi yang cocok baginya, kemudian setelah selesai tugasnya, ia pun meninggalkannya dan melaksanakan tugas lainnya.
Apakah zarah yang bergerak di udara yang bergerak harus mengetahui proses dan desain gambar dari ukuran yang akan digunakan pada tumbuhan atau hewan, bahkan pada buah-buahan dan bunga-bunganya sekalipun; Ataukah zarah itu sesungguhnya diperintah oleh perintah dan kehendak sosok Dzat yang mengetahui? Dan juga, bahwa benih apapun yang masuk ke dalam tanah, maka kamu akan mendapatkan pabrik khusus baginya, berserta alat
248. Page
perlengkapan yang merupakan keharusan dari tuntutan untuk kehidupannya, dan dari segala jenis modelnya dari zarah tersebut. Karena setiap zarah yang diam pada tanah yang diam pula, mampu menjadi sumber dan tempat hidup bagi benih dan biji dari tanaman yang berbunga, dan dari pohon-pohon yang berbuah; sehingga seharusnya benih tadi harus mendapatkan pabrik maknawi pada zarah atau segenggam tanah yang merupakan tempat tinggalnya sejumlah jenis-jenis pepohonan, tanaman, bunga serta buah-buahan. Ataukah seharusnya ada sebuah ilmu dan kekuasaan dari pemilik mukjizat yang menjadikan segala sesuatu dari ketiadaan, kemudian mengajarkan kepadanya kondisi dan tugasnya,
Ataukah zarah itu bisa melaksanakan dan menyelesaikan tugas-tugasnya berdasarkan perintah, izin, upaya serta kekuatan dari Dzat yang memiliki kekuasaan mutlak dan mengetahui segala sesuatu.
Ya, contohnya seandainya seseorang yang kolot, tidak berpengalaman, tidak berpendidikan, biasa dan buta pergi ke Eropa, lalu masuk ke dalam semua pabrik dan bengkel, lantas dia melakukan setiap pekerjaan di setiap tempat layaknya seorang ahli yang sangat rapi. Sehingga hal itu menjadikan para pekerja heran. Maka tidak diragukan lagi bahwa orang yang memiliki akal walaupun sebesar zarah mengetahui bahwa orang itu tidak bekerja mengikut kepalanya sendiri, pasti ada seorang guru yang ilmunya sangat luas mengajar dan memperkerjakannya.
Begitu juga sekiranya terdapat seseorang yang buta, lemah, tidak mampu bangun dari tempatnya, lantas duduk di sebuah pondok kecilnya yang sederhana. Kemudian sebongkah batu kecil seperti satu dirham dan bahan yang masing-masing seperti tulang dan kapas dimasukkan kepada pondok kecil itu. Maka apabila hasil yang keluar dari pondok kecil itu adalah timbunan gula dan katun, ribuan permata dan pakaian-pakaian yang sangat berseni dan bercorak, serta makanan-makanan yang lezat. Maka bukankah yang mempunyai akal sebesar zarahpun akan berkata bahwa orang itu adalah seorang penjaga khsusus dari sebuah pabrik besar, dia adalah sumber dari sosok yang dipenuhi mukjizat, atau dia adalah seorang penjaga lemah, miskin yang tiada daya di dalamnya.
Sama juga seperti, pergerakan dan pelayanan zarah-zarah udara pada tumbuhan dan pokok, bunga dan buah yang masing-masing nya adalah tulisan Samadaniyyah, hasil seni Rabbani, mukjizat qudrah, keluarbiasaan hikmah; keseluruhan itu menunjukkan bahwa zarah bergerak menurut perintah dan kehendak al-Hakim Dzul Jalal dan al-Fatirul Karim Dzul Jamal. Malah bahwa zarah-zarah debu –yang setiapnya ibarat mesin dan laboraturium, percetakan dan gudang independen, serta papan pengumuman yang berisi pengumuman nama-nama Pencipta dzul Jalal, dan qasidhah tersendiri yang melantunkan kesempurnaanya- sebagai tempat tumbuh dan hidup bagi tunas-tunas dan pohon-pohon dari benih dan biji itu berdasarkan izin, perintah dan kekuatan Pencipta, Yang Maha Berkuasa dengan perintah “kun fayakun”, Yang perintahnya diberikan kepada segala sesuatu; maka kami katakan bahwa hal ini adalah sesuatu yang definitif seperti hasil perkalian dua dikali dua sama dengan empat, sungguh kami telah beriman.
Pembahasan Kedua:
Isyarat kecil kepada tugas-tugas dan hikmah-hikmah dari pergerakan zarah.
249. Page
Ya, bagi para maddiyyun yang akal mereka telah turun ke mata, melihat –dengan hikmah khayalan serta falsafah mereka yang bersumber dari kehampaan- bahwa pergerakan zarah yang tidak memiliki korelasi dan kaitan sama sekali dengan teori kejadian spontanitas, adalah merupakan sumber penciptaan Tuhan. Dan mereka menjadikan hal ini sebagai landasan dasar dari dustur mereka. Maka bagi siapa saja yang memiliki akal sebesar zarah, ia akan memahami sejauh mana kontradiksi mereka dengan akal karena telah menjadikan sesuatu yang kacau tiada aturan dan makna pada esensinya sebagai sumber dari bagi ciptaan yang dihiasi dengan keteraturan yang tak terpikirkan. Sedangkan perubahan zarah memiliki tujuan dan hikmah serta tugas yang sangat banyak sekali dalam pandangan hikmah al-Quran al-karim, sebagaimana yang telah ditunjukkan dalam ayat seperti وَاِنْ مِنْ شَيْئٍ اِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِه۪ (Dan tiada suatupun kecuali bertasbih dengan memuji-Nya) (Q.S. Al-Isra`: 44). Dan kami akan menunjukkan sebagian dari hikmah tersebut:
Pertama: Dengan menjadikan setiap roh sebagai model untuk memperbarui dan menyegarkan manifestasi perwujudan eksistensi wajib, maka Al-Fatir Dzul Jalal telah menggerakkan dan menugaskan zarah-zarah dengan qudrah-Nya untuk memakaikan satu persatu jasad segar dari mukjizat qudrah-Nya setiap tahun, menyalin seribu kitab yang berbeda dari satu kitab melalui hikmah-Nya. Memperlihatkan satu hakikat dalam bentuk yang bermacam-macam, memberikan tempat dan menyediakan tapak untuk kedatangan alam semesta, alam-alam dan eksistensi-Nya, satu demi satu golongan.
Kedua: Al-Malikul Mulki Dzul Jalal telah menjadikan dunia ini -terutama ladang muka bumi- dalam bentuk sebuah kepemilikan. Maksudnya Dia telah menjadikan dunia sebagai tempat yang bisa untuk berkembang biak dan memberikan hasil panen yang segar-segar, supaya mukjizat qudrah-Nya yang tiada terbatas itu bisa disemai dan dituai di sana.
Dengan menggerakkan zarah melalui hikmah, menugaskannya dalam daerah penyusunan di ladangnya yang luas di atas muka bumi ini. Dia telah memperlihatkan satu per satu alam-alam semesta baru dari mukjizat qudrah-Nya pada setiap kurun, setiap musim, setiap bulan bahkan pada setiap hari bahkan pada setiap jam. Serta menganugerahkan hasil panen lainnya kepada pelataran hamparan bumi-Nya. Dia menampakkan hadiah-hadiah khazanah rahmat-Nya serta contoh-contoh mukjizat qudrah-Nya yang tiada batas melalui pergerakan-pergerakan zarah.
Ketiga: Pengukir azali telah menggerakkan partikel zarah dengan penuh hitungan, dan mempekerjakannya dengan penuh struktur, seraya menampakkan pahatan manifestasi yang tiada akhir dari nama-nama Tuhan, untuk memaparkan tentang manifestasi nama-nama itu sendiri. Hal ini bertujuan untuk memperlihatkan pahatan yang tiada batas pada bumi yang terbatas, dan menulis ayat-ayat yang tidak terhitung yang menjelaskan makna-makna tiada akhir dalam lembaran kecil.
Ya, substansi dari hasil panen tahun lalu dengan substansi hasil panen tahun ini adalah satu. Tetapi, makna-maknanya berlainan. Dengan mengubah penentuan pembentukan, makna-maknanya juga akan berubah dan bertambah. Walaupun penentuan pembentukan dan pengidentitasan sementara telah diubah dan secara eksplisit adalah fana, namun makna-maknanya yang indah terus dipelihara, dan terus eksis dan kekal. Dikarenakan roh daun, bunga dan buah pohon itu tidak eksis pada musim bunga yang lalu, hakikatnya pada musim bunga ini
250. Page
sama persis dengan musim sebelumnya. Tidak ada perbedaan antara keduanya kecuali hanya identitas inkonsisten. Tetapi indentitas inkonsistensi pada musim bunga ini, datang –maksudnya adalah identitas yang bermacam-macam untuk mengganti tempat identitas inkonsisten sebelumnya- untuk menggambarkan tentang makna-makna nama-nama Ilahi yang manifestasinya sentiasa diperbarui setiap saat.
Keempat: Sesungguhnya al-Hakim dzul Jalal menggerakkan partikel zarah dalam kebun dunia yang sempit, dalam ruang laboraturium dan ladang dunia; dengan tujuan agar tumbuh dan hidup apa-apa yang sesuai dengan alam para malaikat yang sangat luas dan besar sekali –seperti alam dunia yang tiada batas dan alam-alam lain di akhirat yang tiada batasan juga-. Sesuatu itu seperti hasil panen atau hal-hal yang cocok bagi alam-alam itu seperti penghiasan dan kebutuhannya. Maka hidup dan tumbuhlah –dengan menjadikan semesta sebagai jalan, dan eksistensi sebagai kendaraan- di atas permukaan bumi kecil dan sempit ini hasil panen maknawi yang sangat banyak sekali untuk alam-alam yang besar tersebut. Lalu Ia mengalirkan dari gudang-gudang qudrah-Nya air yang tiada henti melintasi dunia, lalu menyiramkannya ke alam ghaib, dan sebagian lagi disiramkan ke alam akhirat.
Kelima: Dia menggerakkan partikel zarah melalui qudrah-Nya dengan penuh hikmah lalu menugaskannya secara penuh tersusun; untuk memperlihatkan manifestasi keindahan yang tiada batas dan keagungan yang tiada akhir, tasbih-tasbih Rabbani yang tiada tamat di muka bumi yang serba sempit dan terbatas ini dan dalam masa singkat akan tamat. Maka Dia menjadikan partikel zarah itu bertasbih dengan tasbih tiada batas dalam waktu yang terbatas dan di atas bumi yang terbatas. Maka dengan ini semua tampaklah manifestasi-Nya yang indah, agung dan sempurna tanpa batas. Dan menghasilkan hakikat-hakikat ghaib yang sangat banyak, buah-buah akhirat yang banyak pula, serta bentuk-bentuk dan gambar-gambar fana yang abadi dengan ukiran unggul dan sangat banyak, juga dengan tenunan papan penuh makna.
Maksud dari yang menggerakkan partikel zarah adalah Dzat yang telah memperlihatkan tujuan yang agung dan hikmah yang besar ini. Jika tidak, maka perlu ada otak sebesar matahari pada setiap partikel zarah.
Banyak lagi contoh-contoh lain seperti lima contoh yang telah disebutkan ini. Bahkan ahli-ahli falsafah yang tidak berakal itu telah mengira bahwa perubahan zarah yang digerakkan lebih dari lima ribu hikmah adalah hampa dari hikmah.
Mereka telah menganggap bahwa partikel zarah -yang pada hakikatnya berzikir dan bertasbih kepada Allah, berputar dalam kemabukan dan tarikan, seperti Maulawi dalam dua gerakan, yang pertama gerakan jiwa dan kedua gerakan ufuk- bermain bagai kebingungan sendiri.
Dari perkara ini dipahami bahwa ilmu mereka bukanlah ilmu tapi kejahilan. Dan Hikmah mereka adalah omong kosong yang hampa dari hikmah.
Kemudian kami akan menyebutkan dalam poin ketiga hikmah keenam lainnya yang panjang.
251. Page
Terdapat dua saksi yang benar atas eksistensi dan keesaan al-Wajibul Wujud pada setiap partikel zarah. Ya, Partikel zarah telah menjadi saksi secara eksplisit atas eksistensi al-Wajibul Wujud dengan melakukan tugas-tugas yang besar, dan dengan mengangkat beban-beban yang berat secara penuh kesadaran, dalam kondisinya yang serba memiliki kelemahan dan keterbatasan. Ia juga mampu melakukan tindakan yang benar berdasarkan peraturan umum pada pergerakan-pergerakannya serta menjaga peraturan khusus kepada setiap tempat yang dimasukinya. Dan juga melalui penempatannya pada setiap tempat yang seolah-olah ia berada di tanah airnya sendiri.
Artinya siapa saja yang memiliki pertikel zarah, maka semua tempat yang dimasuki oleh zarah tersebut juga menjadi miliknya.
Oleh karena itu, partikel zarah memperlihatkan dengan kelemahan dan bebanya yang sangat berat serta tugas-tugasnya yang sangat banyak dan tidak terkira, bahwa ia eksis dan bergerak atas nama dan perintah Dzat Maha Kuasa Mutlak.
Lantas pergerakannya yang sesuai dengan aturan universal pada alam semesta dimana seolah-olah ia paham betul dengan inti aturan itu, dan juga ia masuk ke setiap tempat tanpa ada halangan; menunjukkan bahwa ia bekerja atas kekuatan dan hikmah dari Yang Maha Tahu Mutlak, Yang Satu dan Esa.
Ya, ibarat seorang tentara yang memiliki tanggung jawab pada setiap regu, batalion, resimen serta divisinya, demikianlah ia memiliki tanggung jawab pada setiap tingkatan dan memiliki misi sesuai dengan tingkatan itu. Dan aktivitasnya yang sesuai dengan tanggung jawab dan misi berdasarkan pengetahuannya terhadap itu, bisa dilakukannya dengan latihan dan perintah dibawah peraturan militer, dan dengan mengikuti perintah dan aturan pemimpin tertinggi yang memimpin seluruh tingkatan tersebut. Begitu pula dengan partikel zarah –karena setiap partikel memiliki kondisi yang sesuai dalam susunan yang saling bercampur, dan ia juga memiliki tanggung jawab yang berbeda sesuai dengan maslahat, ia juga memiliki misi yang berbeda-beda namun tertata, dan ia memiliki hasil bernilai hikmah-, maka tidak diragukan bahwa penempatan partikel itu dalam wujud yang tidak merusak hasil-hasil dan hikmah-hikmah dengan menjaga setiap tanggung jawab dan tugasnya dalam susunan tersebut; terkhusus kepada Zat Yang Memiliki seluruh pembendaharaan langit dan bumi.
Sebagai contoh: partikel zarah yang ada di pupil mata “Taufiq” telah mengambil kondisi yang ideal pada saraf-saraf perasa, saraf penggerak, pembuluh arteri dan vena. Juga telah mendapatkan tanggung jawab dan tugas dan faedah dengan kesempurnaan hikmah, pada wajah kemudian pada kepala dan tubuh, dan kemudian berwujud manusia. Hal ini menunjukkan bahwa yang telah mewujudkan anggota tubuh itu dengan kesempurnaanya adalah ia yang bisa menempatkan partikel zarah itu di tempat itu. Khususnya partikel zarah yang datang untuk memberi rezeki. Partikel zarah itu yang jalan dan mengembara bersama rombongan rizqi, sesungguhnya ia melakukan hal itu dengan keteraturan dan hikmah yang ajaib dan mengherankan. Ia masuk dan berpindah dari tingkatan-tingkatan dengan sangat teratur. Ia
252. Page
melangkah dengan langkah penuh rasa sadar tanpa ada kesilapan. Lalu ia sampai tahap demi tahap kepada tubuh yang hidup. Lalu ia disuling menggunakan empat pabrik. Kemudian ia mengendarai sel darah merah. Itu semua untuk menyediakan rezeki dan menolong anggota tubuh dan sel-selnya yang membutuhkan. Itu dilakukan sesuai dengan aturan sifat al-Karam (pemurah).
Dari hal di atas dapat dipahami dengan jelas bahwa: Yang melintaskan dan membawa partikel-partikel zarah itu di ribuan tempat dan peringkat yang berlainan; sudah tentu dan pastinya adalah Yang Maha Pemberi rezeki nan Pemurah, Sang Pencipta yang Pengasih. Karena apabila dibandingkan kepada qudrah-Nya, partikel zarah dan bintang adalah sama dan setaraf.
Setiap partikel zarah bekerja dalam mengukir karya seni dari sisi:
Bahwa ia memiliki kaitan dan ikatan dengan setiap partikel zarah yang ada di dalamnya, artinya bahwa ia mengetahui dan mampu mewujudkan pahatan yang indah dan menakjubkan itu. Serta karya seni yang penuh dengan pahatan berdasarkan hikmah. Sehingga ia dianggap sebagai Raja yang menguasai seluruh partikel zarah satu per satu hingga seluruhnya. Dan pada waktu bersamaan dia adalah yang dipimpin, dikuasai dan diperintah oleh seluruh zarah satu per satu hingga seluruhnya. Maka dari sisi ini sangat mustahil bahkan seribu kali mustahil.
Atau bahwa partikel zarah itu adalah sebuah titik yang diperintah dan tunduk terhadap gerakan yang muncul dari aturan ketetapan Pencipta Yang Maha Bijaksana, dan dari pena qudrah-Nya.
Contohnya seperti berikut: Sekiranya batu-batu di kubah Aya Sofiya[1] tidak mengikut perintah dan kesenian arsiteknya, maka tiap-tiap batu itu perlu memiliki keahlian dan seni membangun seperti Mimar Sinan[2] yang dikenal dengan an-nabigh. Dan batu-batu itu juga harus tunduk kepada batu lain, dan disaat yang sama dia juga mengatur batu yang lain. Artinya; ia harus memiliki sebuah hukum. Maka dikatakan kepada dia: “Mari kita bergandengan supaya tidak jatuh dan runtuh!” Begitu pula dengan partikel-partikel zarah pada karya yang lebih berseni, lebih menakjubkan dan lebih berhikmah dari kubah Aya Sofiya, apabila mereka tidak mengikuti perintah Arsitek alam semesta, maka mereka perlu diberikan satu per satu sifat-sifat dan kesempurnaan sebanyak sifat-sifat Pencipta alam semesta.
Subhanallah! Sesungguhnya orang-orang kafir pengikut frank karena mereka tidak menerima eksistensi wajib (Tuhan), maka mereka terpaksa untuk menerima tuhan batil sejumlah partikel-partikel zarah sesuai madzhab mereka. Maka mereka kafir dari sisi ini meskipun mereka telah menjadi ahli filsafat atau seorang alim. Mereka sesungguhnya dalam keadaan bodoh sekali yang tiada batas, bahkan mereka adalah bodoh mutlak.
253. Page
Poin ini adalah sebuah isyarat kepada hikmah agung keenam yang dijanjikan di penghujung poin pertama. Yaitu seperti berikut:
Telah dikatakan pada catatan kaki pada jawaban terhadap soal kedua dari ‘Kalimah Kedua Puluh Delapan’ bahwa sebuah hikmah dari ribuan hikmah perubahan partikel zarah dan pergerakan partikel zarah dalam tubuh benda hidup adalah perubahan dan pergerakannya menerangi partikel zarah dan menjadikannya bernyawa dan bermakna, agar ia menjadi zarah yang sesuai dengan pembangunan alam ukhrawi. Seolah-olah fisik hewan dan manusia bahkan tumbuhan ibarat sebuah rumah tamu, kemah dan sekolah untuk partikel zarah yang tidak bernyawa. Ia lalu masuk ke dalamnya mendapat didikan dan latihan serta mendapatkan cahaya. Seolah-olah partikel-partikel zarah itu mendapat latihan dan pengetahuan sehingga memunculkan kehalusan. Dengan melihat satu demi satu tugas, partikel-partikel zarah itu mendapat kelayakan untuk menjadi zarah bagi alam abadi dan negara akhirat yang nantinya hidup dengan seluruh bagiannya.
Soal: Bagaimanakah cara mengetahui adanya hikmah pada pergerakan zarah ini?
Jawaban;
Pertama: Ia diketahui melalui hikmah Pencipta yang telah ditetapkan melalui semua penyusunan dan semua hikmah seluruh ciptaan. Sebab, sebuah hikmah yang meletakkan hikmah-hikmahnya yang universal kepada satu benda yang paling kecil dan parsial, niscaya tidak akan membiarkan pergerakan zarah yang memperlihatkan gerak kerja yang paling besar dalam arus alam semesta dan menjadi sumber bagi ukiran-ukiran yang berhikmah, tanpa hikmah. Bahkan sebuah hikmah dan pemilik hikmah yang tidak meninggalkan makhluk yang paling kecil tanpa upah, tanpa bayaran dan tanpa kesempurnaan pada tugas mereka, tidak akan meninggalkan para petugas dan pembantunya tanpa cahaya dan bayaran.
Kedua: sebagaimana yang diketahui dan dipahami –eksistensi hikmah pada pergerakan partikel zarah- bahwa Pencipta al-Hakim telah mengangkat unsur-unsur ke tingkatan barang tambang dengan menggerakkanya dan mempekerjakannya. Seolah-olah itu adalah upah kesempurnaan bagi mereka. Dan juga karena mereka telah mengiklankan tasbih-tasbih khusus pada barang tambang. Dan merupakan pemberian Allah kepada barang tambang sebuah maqam dan martabat kehidupan tumbuhan dengan menggerakkannya dan mempekerjakannya. Dan merupakan kebaikan-Nya kepada tumbuhan sebuah martabat kehalusan hewan dengan menggerakkan dan mempekerjakannya sebagai upaya menjadikan untuknya rezeki. Dan merupakan pengangkatan-Nya terhadap partikel zarah hewan ke martabat kehidupan manusia melalui jalan rezeki dengan memperkerjakannya untuk mereka. Dan merupakan pemberian-Nya kepada tubuh manusia sebuah maqam di banyak tempat sensitif dan halus pada otak dan qalbu melalui proses pemurnian, pembersihan serta penghalusan. Dari seluruh hal ini diketahui bahwa seluruh pergerakan partikel zarah bukan lah tanpa hikmah, namun dijalankan dan digiring kepada sebuah kesempurnaan yang sesuai dengannya.
254. Page
Ketiga: Di antara zarah-zarah tubuh, sebagian partikel zarah seperti yang ada pada biji dan benih, mendapatkan cahaya, kehalusan dan keistimewaan yang begitu maknawi. Sehingga ia menjadi ibarat roh dan Sultan kepada zarah-zarah lain dan kepada pohon besar itu. Maka naiknya sebagian paritkel zarah diantara partikel zarah lainnya di sebatang pokok yang besar itu, ke martabat itu adalah karena telah melakukan banyak peranan dan tugas yang teliti dalam tingkatan kehidupan pokok itu. Maka ia memperlihatkan bahwa zarah-zarah itu mendapatkan kelatifan maknawi, cahaya maknawi, maqam dan ajaran maknawi sesuai dengan jenis pergerakannya, dan sesuai dengan apa yang telah ditunjukkannya dari manifesatasi asma`ul husna, dan sesuai dengan keagungan nama-nama itu.
Hasilnya:
(1) Berdasarkan bahwa Pencipta al-Hakim telah menentukan untuk setiap benda sebuah titik kesempurnaan yang sesuai kepada benda itu, serta martabat limpahan eksistensi yang layak kepadanya, lalu menggiringnya ke titik kesempurnaan itu dengan memberikan persediaan kepadanya agar ia bisa berusaha menuju kepada titik itu. Dan sebagaimana aturan rububiah ini telah berlaku pada semua tumbuhan dan hewan; maka ia juga berlaku pada benda mati dari sisi bahwa aturan Rabbani itu telah memberikan kepada tanah biasa, sebuah peningkatan ke tahap berlian dan permata-permata berharga. Dan dari hakikat ini, terlihat salah satu sisi dari aturan yang sangat besar, yaitu “Qanun Rububiyah”.
(2) Pencipta Yang Maha Pemurah itu telah memberikan sebuah kelezatan parsial –ibarat upah dan gaji- kepada hewan-hewan yang digunakan-Nya dalam undang-undang pembiakan yang agung, serta memberikan upah kesempurnaan bagi hewan-hewan -seperti lebah dan burung Bulbul- yang digunakan untuk melayani pelayanan Rabbani yang lain. Maka hal ini memberikan mereka sebuah maqam yang mewariskan rasa rindu dan kelezatan. dari hakikat ini, terlihat salah satu sisi dari peraturan yang agung, yaitu “Qanun Karam”.
(3) Hakikat setiap benda memandang kepada manifestasi nama Allah Ta’ala, lalu terikat dengannya dan menjadi cermin baginya. Maka secantik apa pun keadaannya, itu semua demi kemuliaan nama tersebut. Karena nama itu juga menuntut demikian. Dan keadaan indah itu adalah sebuah tuntutan berdasarkan pandangan hakikat, baik benda itu tahu atau tidak tahu. Dari hakikat ini terlihat salah satu sisi dari peraturan yang agung, yaitu “Qanun Tahsin wal Jamal”.
(4) Berdasarkan tuntutan aturan kepemurahan-Nya, al-Fatirul Karim tidak mengambil maqam dan kesempurnaan yang telah diberikan-Nya kepada sesuatu benda dengan habisnya masa dan usia benda itu, bahkan bagi benda yang memiliki kesempurnaan itu, Dia akan mengekalkan buah-buah, natijah-natijah, identitas maknawi dan maknanya serta rohnya sekiranya ia mempunyai roh. Contohnya: Dia telah menjadikan makna-makna dan buah-buah kesempurnaan yang telah diberikannya kepada manusia di dunia sebagai sesuatu yang kekal. Bahkan, kesyukuran dan tahmid seorang mukmin yang bersyukur ketika memakan buah yang sementara di dunia, akan diberikan kembali kepadanya dalam bentuk buah di syurga. Dari hakikat ini terlihat salah satu sisi dari aturan yang agung, yaitu “Qanun Rahmah”.
Sang Pencipta yang tiada tandingan tidak menyia-nyiakan dan tidak melakukan sesuatu hampa, bahkan Dia menggunakan sisa-sisa bahan dari makhluk-makhluk yang telah
255. Page
telah mati pada musim gugur, dan yang telah selesai tugasnya pada ciptaan di musim bunga , lalu memasukkannya ke dalam pembangunan ciptaan-ciptaan itu. Maka tidak diragukan lagi bahwa penggabungan dan pemanfaatan partikel zarah bumi yang keras yang tidak berakal –yang melakukan tugas yang sangat pengting- melalui rahasia [يَوْمَ تُبَدَّلُ الْاَرْضُ غَيْرَ الْاَرْضِ] (Hari dimana bumi diganti dengan bumi lain) (Q.S. Ibrahim: 48) dan melalui isyarat [وَاِنَّ الدَّارَ الْآخِرَةَ لَهِىَ الْحَيَوَانُ] (Dan sesungguhnya rumah akhirat itu adalah kekal) (Q.S. Al-`Anakbut: 64) dalam setiap kontruksi akhirat yang pohon-pohon, batu-batu serta segala sesuatu yang ada di dalamnya merupakan benda hidup; adalah merupakan tuntutan hikmah. Karena meninggalkan partikel zarah dunia –yang telah hancur- di dunia atau membuangnya ke ketiadaan adalah sebuah tindakan sia-sia. Dari hakikat ini terlihat salah satu sisi dari peraturan yang agung; yaitu “Qanun Hikmah”.
(6) Dikarenakan sangat banyak dari kesan-kesan, makna-makna serta buah-buah pada dunia, serta tenunan amalan hamba dari jin dan manusia dan lembaran perbuatan mereka dan roh mereka dan juga jasad mereka dikirim ke pasar akhirat. Maka niscaya penggabungan partikel zarah bumi yang berkhidmat dan bersahabat dengan buah-buah dan makna-makna itu setelah proses penyempurnaanya sesuai kapasitasnya dari segi tugas; artinya setelah ia melayani cahaya kehidupan, dan menghabiskan masanya dengannya, sehingga menjadi sumber tasbih kehidupan; maka tidak diragukan juga bahwa penggabungan partikel zarah itu dalam kontruksi alam akhirat –dari sisa-sisa puing dunia yang hancur-, adalah sebuah tuntutan dari keadilan dan hikmah. Dari hakikat ini terlihat salah satu sisi peraturan yang agung, yaitu; “Qanun al-adl”.
(7) Perintah-perintah takwiniyyah yang telah ditulis taqdir telah menguasai materi-materi tidak bernyawa ibarat roh menguasai tubuh, sehingga dengan hal itu materi-materi itu bisa mengambil kedudukan dan peraturan berdasarkan tulisan maknawi taqdir. Sebagai contoh, dari sudut perintah-perintah takwiniyyah yang telah ditulis secara berlainan oleh taqdir, pada berbagai jenis telur, pada bagian nutfah, pada kelas biji dan pada kumpulan benih, masing-masing menjadi memiliki maqam dan nur yang berlainan. Dan menjadikan materi-materi yang membawa substansi yang sama dari sisi materi, sebagai sumber bagi segala eksistensi yang berbeda-beda yang tiada batas, sehingga memiliki maqam dan cahaya yang berbeda. Satu pertikel zarah saja meskipun telah benar-benar melaksanakan pelayanan kehidupan dan tasbih Rabbani dalam hidup; maka tiada keraguan bahwa perekaman Allah ta`ala serta tulisan hikmah-Nya bagi makna-makna tersebut di kening maknawi partikel zarah itu menggunakan pena qudrah yang tidak ada sesuatu terlepas darinya, niscaya adalah merupakan tuntutan keluasan ilmu-Nya. Dari hakikat ini, terlihat salah satu sisi peraturan yang agung; yaitu “Qanun a-ilm al-Muhith”.
Kesimpulannya adalah bahwa partikel zarah itu tidak lepas, bebas dan merdeka sendirian.
Hasil dari pemaparan:
Di balik tanda-tanda undang-undang (qanun) agung yang sangat banyak, seperti tujuh undang-undang yang telah disebutkan yakni “qanun rububiyyah” (undang-undang penciptaan),”qanun al-karam” (undang-undang murah hati), “qanun al-jamal” (undang-undang keindahan), “qanun rahmah” (undang-undang kasih), “qanun al-hikmah” (undang-undang kebijaksanaan), “Qanun
256. Page
al-`Adl” (undang-undang keadilan), “Qanun al-`ilm al-muhith” (undang-undang keluasan ilmu), dan selain itu yang tidak disebutkan; seluruhnya memperlihatkan sebuah nama agung dari asma`ul husna, serta manifestasi agung dari nama tersebut.
Dari manifestasi itu dapat dipahami bahwa seperti semua eksistensi yang lain, perubahan partikel zarah di dunia ini juga diproses berdasarkan neraca ilmu yang sensitive, sesuai dengan perintah-perintah takwiniyyah yang telah dikeluarkan oleh qudrah pada batas yang telah ditentukan dan digambarkan batasannya oleh taqdir. Ini semua demi hikmah-hikmah yang agung nan tinggi sekali, seolah-olah partikel zarah itu telah bersiap siaga untuk pergi ke alam lain yang leibh agung dan lebih tinggi.
Kalau begitu, maka setiap tubuh yang bernyawa, masing-masing ibarat sekolah, perkemahan militer dan dewan jamuan tamu tarbawi bagi partikel-partikel zarah yang senantiasa mengembara itu. Dan hal ini boleh ditetapkan berdasarkan intuisi benar bahwa hal itu memang demikian adanya.
Akhirnya:
Sebagaimana telah disebutkan dan ditetapkan pada ‘Kalimah Pertama’, setiap benda melafazkan بِسْمِ اللّٰهِ. Begitu pula dengan seluruh partikel zarah beserta dengan seluruh koloninya, dan seluruh kelompok khusus darinya, seluruhnya mengucapkan بِسْمِ اللّٰهِ melalui lisanul keadaan kemudian mereka bergerak sesuai dengan kalimat itu.
Ya, berdasarkan rahasia tiga poin yang telah disebutkan, setiap partikel zarah melafazkan بِسْمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ melalui lisanul keadaan pada permulaan pergerakannya. Artinya, ia berkata: “aku bergerak dengan nama Allah, untuk-Nya, karena-Nya, dengan izin-Nya dan dengan kekuatannya.” Kemudian di penghujung tugasnya, seperti setiap hasil karya seni, setiap partikel zarah dan kelompoknya mengatakan اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ melalui lisan keadaan, sehingga ia memperlihatkan dirinya sendiri ibarat ujung sebatang pena kecil qudrah pada ukiran makhluk yang berseni yang ibarat qasidah pujian untuk Allah.
Bahkan setiap satunya memperlihatkan dirinya masing-masing dalam bentuk mata jarum yang berkeliling di atas karya-karya -yang masing-masing ibarat piring hitam di fonograf maknawi Rabbani yang besar yang mempunyai lengan yang tidak terhitung- dan menjadikan mereka bersuara dengan qashidah pujian rabbaniah dan bernyanyi dengan nasyid-nasyid tasbih ilahi.
دَعْوَيهُمْ فِيهَا سُبْحَانَكَ اللّٰهُمَّ وتَحِيَّتُهُمْ فِيهَا سَلاَمٌ وَآخِرُ دَعْوَيهُمْ اَنِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَٓا اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً اِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلاَةً تَكُونُ لَكَ رِضَائً وَلِحَقِّهِ اَدَائً وَ عَلَى آلِهِ وَ صَحْبِهِ وَ اِخْوَانِهِ وَ سَلِّمْ وَسَلِّمْنَا وَ سَلِّمْ دِينَنَا آمِينَ يَا رَبَّ الْعَالَمِينَ
257. Page