Kalimah Ketujuh

29. Page

KALIMAH KETUJUH

 

Kalimah amantu billah dan wa bilyaumil akhir adalah dua kalimah pamungkas kesulitan yang sangat berharga yang bisa membuka misteri alam ini dan membuka pintu kebahagian roh manusia. Tawakal dan berlindung kepada al-Khaaliq dengan sabar dan memohon kepada al-Razaaq dengan rasa syukur. Dua kalimah ini merupakan obat mujarab sama seperti penawar yang sangat bermanfaat. Mendengar al-Qur’an, melaksanakan hukumnya, mendirikan shalat serta meninggalkan dosa-dosa besar adalah sebuah tiket, jika engkau ingin memahami hakikat di atas, maka renungkan dan dengar hikayat berikut.


Pada suatu masa di medan perang, ketika untung dan rugi silih berganti. Seorang tentara telah terjerumus ke dalam suatu keadaan yang membahayakan, berikut ceritanya. Dia terluka dengan dua luka parah disebelah kanan dan kirinya, di belakangnya ada seekor singa menunggu untuk menerkamnya, di depan matanya tertancap tiang tali gantungan yang akan menggantung dan menghilangkan semua insan kesayangannya dan juga dirinya sendiri, dalam waktu bersamaan dengan keadaan yang begitu gawat dia diharuskan pula untuk melakukan perjalanan panjang. Dalam keadaan genting dan berbahaya seperti ini orang itu berpikir dengan rasa keputus asaan. Tiba-tiba muncul seorang berhati bersih dan suka membantu seperti nabi Khaidir di sebelah kanannya. Beliau berkata kepadanya “jangan putus asa, aku akan memberi dan mengajarmu dua kalimah. Kalau kamu menggunakannya dengan baik, seekor singa akan menjadi seekor kuda yang bisa membuatmu senang dan nikmat. Aku juga akan memberikan kepadamu dua obat seandainya kamu menggunakannya dengan baik dua luka yang busuk itu akan berubah menjadi dua kuntum bunga indah yang dinamakan mawar Muhammad SAW yang harum semerbak. Aku juga akan memberimu sebuah tiket, dengannya kamu bisa terbang dengan cepat dimana jarak perjalanan setahun bisa ditempuh dalam sehari. Tapi jika kamu tidak percaya, lakukanlah sedikit percobaan, supaya kamu mengetahui bahwa aku adalah benar, kemudian dia benar-benar sudah melakukan percobaan dan akhirnya mengakui kebenarannya.


Ya aku adalah Said yang buntu mebenarkan hal ini, karena aku telah melakukan sedikit percobaan dan membuktikan bahwa hal ini amat benar.


Sesudah itu dia melihat seorang laki-laki penuh muslihat, mabuk dan penipu seperti syetan dari sebelah kirinya beserta perhiasan yang banyak di tangannya. Ada pula gambar-gambar cantik, permainan yang melalaikan, minuman yang memabukkan menghampirinya. Dia berkata kepadanya “wahai kawan! Mari sama-sama kita mabuk dan bersuka ria. Mari kita nikmati gambar-gambar wanita cantik ini, dengar lagu-lagu yang menarik ini dan mari kita makan makanan yang lezat ini!”


Pertanyaan: Hai! Apakah yang kamu baca di mulutmu itu?


Jawaban: Kalimah


30. Page

“Tinggalkan bacaan yang tidak dipahami itu, jangan kita rusakkan hari bahagia kita ini!”


Pertanyaan: Hai! Apa yang ada di tanganmu itu?


Jawaban: Satu obat


“Buanglah obat itu! Kamu sehat dan apa masalahmu? Sekarang waktu untuk bergembira dan tepuk tangan.


Pertanyaan: Hai! Apakah kertas yang bertanda lima itu?


Jawaban: Selembar tiket dan surat keterangan


“Robekkan itu semua! Di musim bunga yang ini kenapa kita mesti melakukan perjalanan? Katanya lagi. Dia berusaha untuk meyakinkan dengan segala tipu daya, dia berharap si buntu itu ada perhatian kepadanya.


Memang! Manusia sering diperdaya (aku juga pernah diperdaya oleh si penipu). Tiba-tiba satu suara bergema seperti guruh muncul dari sebelah kanan dan berkata “jangan terperdaya, katakan kepada penipu itu, sekiranya kamu mempunyai cara untuk membunuh singa yang ada di belakangku, menghilangkan tali gantung yang ada di depanku, mengobati dua luka yang ada dikanan dan kiriku dan menutup perjalanan yang terbentang di depanku, silakan lakukan dan tunjukkanlah kehebatanmu. Kemudian katakanlah marilah kita bersenang-senang. Jika tidak, diamlah wahai si bodoh agar zat samawi seperti nabi Khidir dapat mengatakan sesuatu sangat bermanfaat”


Aduhai nafsuku! Engkau telah ketawa ketika muda dan kini menangisi ketawa itu, ketahuilah! Tentara yang kebuntuan itu ialah engkau dan manusia, singa itu ialah ajal. Tali gantung itu ialah kehilangan dan perpisahaan, berpisah dengan para sahabat lalu menghilang dan mengucapkan selamat tinggal dan hilang dalam putaran siang dan malam.


Dua luka itu adalah kelemahan manusia yang selalu mengganggu tanpa batas, manakala yang satu lagi adalah kefakiran manusia yang sangat menyakitkan tanpa ada ujungnya. Perjalanan yang panjang itu adalah suatu ujian yang datang silih berganti mulai roh itu ada, terus masuk ke dalam rahim seorang ibu, lahir mengalami zaman kanak-kanak, remaja, dewasa sampai tua, lalu meninggal dan masuk kubur, alam barzakh, padang Mahsyar dan titian sirat.


Dua kalimah itu ialah keimanan kepada Allah dan hari akhirat. Memang kematian yang dijalani dengan kalimah suci ini berubah menjadi seekor kuda dan buraq yang patuh dan membawa insan-insan mukmin dari penjara dunia ke taman-taman surga dan ke hadirat Al-Rahman. Sebab itu insan kamil yang memahami hakikat kematian ia mencintainya, bahkan sebelum kematian datang dia sudah memintanya. Lagi pula dengan rahasia keimanan itu semua menjadi indah, kehilangan, perpisahan, mati dan peredaran masa yang merupakan tali gantungan itu berubah menjadi wasilah untuk menonton dan menatap ukiran mukjizak keluarbiasaan qudrat dan penjelmaan rahmat al-Sani’ Zul Jalal yang sangat segar bewarna warni dan beraneka ragam kelezatan yang sempurna. Memang perubahan dan pembaruan kaca-kaca menunjukan warna-

31. Page

warna yang terdapat pada cahaya matahari, dan penukaran tirai-tirai dan hiasan panggung filem senantiasa membentuk pemandangan yang lebih menarik dan indah.


Dua obat itu, satunya adalah tawakal dengan kesabaran yaitu dengan bersandar kepada kudrat al-Khaaliq dan bergantung kepada HikmahNya. Benarkah demikian? Tentu benar, orang yang bersandar kepada Penguasa alam dan memiliki perintah kun fayakuun dan ketika menghadapi musibah paling dahsyatpun ia akan bekata Inna lillahi wainna ilaihi rajiuun, lalu ia bergantung kepada Rabb al-Rahiim. Wahai al-‘Arifu billah (orang yang mengenal Allah), engkau merasakan kelezatan bukan kelemahan dan engkau selalu merasa takut kepada Allah (mukhafatullah). Bagimu dalam ketakutan kepada Allah disitulah terasa kelezatan. Seandainya seorang bayi yang berumur setahun bisa berfikir dan kita bertanya kepadanya, “apakah yang paling lezat dan manis bagimu?” pasti dia akan menjawab, “ketika aku didekap dan aku berlindung kepada ibuku yang sangat mencintaiku”. Dia tentu takut dengan keadaan sekitarnya, karena dia tahu dirinya lemah.


Kalau diperhatikan, kasih sayang seorang ibu hanyalah bagian kecil dari penjelmaan rahmat Allah. Sebab itu insan kamil akan merasakan kenikmatan dalam kelemahan dan rasa takut kepada Allah. Mereka berjuang melepaskan dirinya kepada penghabaan kepada yang lain dan hanya berlindung kepada kekuatan Allah, mereka menjadikan rasa takut dan kelemahan diri itu sebagai syafaat untuk dirinya sendiri.


Obat yang satu lagi adalah meminta dan berdoa dengan rasa syukur dan qana’ah dan bergantung kepada rahmat al-Razaaqur Rahiim. Memangkah demikian? Tentulah demikian adanya, namun kefakiran dan kebutuhan yang dirasa berat itu akan menjadi satu hidangan yang indah. Seluruh bumi akan dirasakan sebagai suatu nikmat, musim bunga seakan menjelma sebagai jambangan dan menjadi hiasan makanan baik dipinggir maupun diatasnya. Bahkan kefakiran dan keperluan hidupnya berubah menjadi suatu selera yang menarik. Dia berusaha menambahkan kefakirannya seperti dia menambahkan seleranya. Sebab itu insan-insan kamil berbangga dengan perasaan kefakirannya di hadapan Allah lalu dia memohon kepadaNya.


Tiket dan surat keterangan itu adalah menunaikan fardhu, yang pertemanya shalat dan mesti meninggalkan dosa-dosa besar. Apakah demikian? Tentu memang demikian, para ahli ikhtishas, musyahadah, zuuq dan kasyaf sepakat dengan hal tersebut. Mereka yakin bahwa bekal, simpanan, cahaya, buraq untuk keperluan jalan abadi yang panjang dan gelap itu hanya dapat diperoleh dengan menjungjung perintah Allah dalam al-Qur’an dan menjauhi laranganNya. Kalau tidak demikian, maka ilmu apapun seperti sains, falsafah, seni dan hikmah tidak berguna dan tidak punya nilai. Cahaya-cahaya yang ada itu hanyalah sekedar pintu kubur.


Wahai nafsuku yang malas! Seandainya engkau masih mempunyai akal dan ia masih siuman, engkau akan memahami bahwa mendirikan shalat lima waktu dan meninggalkan tujuh dosa besar engkau akan merasakan sesuatu yang ringan dan menenangkan. Dan engkau akan memperoleh sesuatu yang besar dan sangat bermanfaat. Engkau bisa berkata kepada syetan dan kepada orang-orang yang mendorongmu untuk berbuat kefasikan dan kejahatan. “Kalaulah ada cara untuk merubah kematian dan menghilangkan ke fanaan dunia, menghabiskan perasaan lemah dan menghabiskan kefakiran manusia dan menutup pintu kubur, silakan ajarkan aku! Kami pasti mendengar. Jiaka tidak, maka diamlah! Al-Qur’an sedang 

32. Page

dibaca di dalam masjid alam semesta, mari kita mendengarnya, marilah menyinari diri kita dengan Nur itu, marilah kita beramal dengan hidayahnya dan jadikan mulut kita berzikir dengannya. Benar sesungguhnya al-Qur’an itu adalah kalam Allah. Al-Qur’an Maha Benar dan datang dari Yang Maha Benar lalu Dia nyatakan kebenarannya dan Dia perlihatkan kebenaranya dan menyebarkan hikmah yang bercahaya.


اللَّهُمَّ نَوِّرْ قُلُوبَنَا بِنُورِ الإِيمَانِ وَالقُرْآنِ، اللَّهُمَّ أَغْنِنَا بِالافْتِقَار إِلَيْكَ وَلاَ تُفْقِرْنَا بِالاسْتِغْنَاءِ عَنْكَ، تَبَرَّأْنَا إِلَيْكَ مِنْ حَوْلِنَا وَقُوَّتِنَا، وَالْتَجَأْنَا إِلىَ حَوْلِكَ وَقُوَّتِكَ، فَاجْعَلْنَا مِنَ المُتَوَكِّلِينَ عَلَيْكَ، وَلاَ تَكِلْنَا إِلىَ أَنْفُسِنَا، وَاحْفَظْنَا بِحِفْظِكَ وَارْحَمْنَا وَارْحَمِ المُؤْمِنِينَ وَالمُؤْمِنَاتِ.

وَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ عَبْدِكَ وَنَبِيِّكَ وَصَفِيِّكَ وَخَلِيلِكَ، وَجَمَالِ مُلْكِكَ وَمَلِيكِ صُنْعِكَ، وَعَيْنِ عِِنَايَتِكَ وَشَمْسِ هِدَايَتِكَ، وَلِسَانِ حُجَّتِكَ وَمِثَالِ رَحْمَتِكَ، وَنُورِ خَلْقِكَ وَشَرَفِ مَوْجُودَاتِكَ، وَسِرَاجِ وَحْدَتِكَ فِي كَثْرَةِ مَخْلُوقَاتِكَ، وَكَاشِفِ طَلْسَمِ كَائِنَاتِكَ وَدَلاَّلِ سَلْطَنَةِ رُبُوبِيَّتِكَ، وَمُبَلِّغِ مَرْضِيَّاتِكَ وَمُعَرِّفِ كُنُوزِ أَسْمَائِكَ، وَمُعَلِّمِ عِبَادِكَ وَتَرْجُمَانِ آيَاتِكَ، وَمِرْآةِ جَمَالِ رُبُوبِيَّتِكَ وَمَدَارِ شُهُودِكَ وَإِشْهَادِكَ، وَحَبِيبِكَ وَرَسُولِكَ الَّذِي أَرْسَلْتَهُ رَحْمَةً لِلْعَالمَِينَ، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ، وَعَلىَ إِخْوَانِهِ مِنَ النَّبِيِّينَ وَالمُرْسَلِينَ، وَعَلَى مَلاَئِكَتِكَ المُقَرَّبِينَ، وَعَلَى عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ. آمِين.