LAMA'AT KEDUA PULUH LIMA

242. Page

LAMA’AT KEDUA PULUH LIMA

 

Risalah Orang Sakit

 

Ia berupa duapuluh lima obat, yang ditulis untuk menjadi balsam dan penawar bagi orang-orang sakit, pelipur dan resep maknawi bagi mereka, serta berkedudukan sebagai besukan bagi orang sakit dan doa kesembuhan untuknya.


Peringatan: Resep maknawi ini disusun lebih cepat dari semua yang pernah kami susun.[1] Dan kami tidak menemukan waktu cukup untuk merevisinya dan menperdalaminya, beda dari semua risalah lainnya. Ia hanya dirujuk kembali sekali saja secara cepat seperti ketika menyusunnya. Yakni, ia tetap dalam kondisi yang kurang teratur dan seolah-olah tulisan awal. Dan kami berpendapat tidak perlu memperdalaminya atau merevisinya lagi agar kami tidak merusak bersitan-bersitan spiritual yang timbul dalam hati di tengah-tengahnya secara spontan dan alami bila ada pendalaman dan penambahan baru. Karena itu, kami berharap kepada para pembaca yang mulia – lebih-lebih mereka yang sakit – untuk tidak jenuh dan tidak kesal dengan beberapa ungkapan yang kurang santun atau kata-kata yang berat, dan semoga berkenan mendoakan saya.

           

بِسْـــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

اَلَّذ۪ينَ اِذَٓا اَصَابَتْهُمْ مُص۪يبَةٌ قَالُوٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّٓا اِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali’.” (Qs. al-Baqarah [2]: 156)

وَالَّذ۪ي هُوَ يُطْعِمُن۪ي وَيَسْق۪ينِ{ وَاِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْف۪ينِ

Dan Yang memberi makan dan minum kepadaku; dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku.” (Qs. al-Syu’ara’ [26]: 79–80)


Dalam percikan cahaya (lama’at) ini akan dijelaskan secara global tentang “dua puluh lima obat” yang dapat menjadi pelipur yang sebenarnya dan balsam yang bermanfaat bagi orang-orang yang tertimpa musibah dan mengalami kesusahan, serta bagi orang-orang sakit yang jumlahnya mencapai sepersepuluh umat manusia.

 

Obat Pertama:

Wahai Anda si sakit yang malang, jangan gundah, dan bersabarlah; sesungguhnya penyakit Anda bukan petaka bagi Anda, tapi semacam obat. Ini karena umur merupakan modal yang akan berlalu dan habis. Jika ia tidak lagi berbuah, maka ia akan hilang dan pergi sia-sia. Kemudian, jika umur berlalu dalam rehat dan kelalaian, maka ia akan berlalu dan lenyap dengan cepat sekali. Adapun sakit, maka modal Anda ini akan membuahkan keuntungan besar, dan tidak memberi kesempatan kepada umur untuk berlalu dengan cepat, tapi justru menahannya, serta menjadikannya panjang membentang, sampai kemudian pergi dan berlalu setelah membuahkan hasil. Pepatah berikut ini cukup populer dan sering diucapkan oleh orang yang mengisyaratkan bahwa umur menjadi panjang lantaran sakit:



[1] Kami menyaksikan, risalah ini disusun dalam waktu empat setengah jam (Rusydi, Rafat, Hasrau).




243. Page

“Betapa lama masa musibah dan ujian, namun betapa singkat masa kenikmatan dan kesenangan?!”

 

Obat Kedua:

Wahai orang sakit yang ketakutan!

Bersabarlah, bahkan bersyukurlah, karena sakit Anda ini memungkinkan Anda mengubah menit-menit umur Anda menjadi berjam-jam ibadah. Sebab, ibadah ada dua macam:


Pertama, ibadah aktif (‘ibadah ijabiyyah), yaitu ibadah yang sudah lazim kita ketahui seperti shalat dan doa.


Kedua, ibadah pasif (‘ibadah salabiyyah). Ketika orang yang ditimpa musibah dan kesulitan menyadari ketidakberdayaan dan kelemahannya melalui perantara penyakit dan musibah, lantas ia bersandar kepada Penciptanya Yang Maha Penyayang dan menundukkan diri sepenuhnya kepada-Nya, maka ia akan menggapai ibadah maknawi yang tulus dan bebas dari pamrih.


Ya, terdapat riwayat-riwayat shahih yang menyatakan bahwa umur yang berlalu dalam kondisi sakit akan dihitung sebagai ibadah bagi orang beriman, dengan syarat ia tidak mengeluh kepada Allah S.w.t. Bahkan satu menit sakit bagi sebagian orang-orang sakit yang bersabar dan bersyukur, akan dihitung sebagai ibadah satu jam bagi mereka; dan satu menit sakit bagi sebagian orang sempurna (kamil) akan menjadi seperti ibadah satu hari sebagaimana dipastikan dalam riwayat-riwayat shahih dan kasyaf-kasyaf yang benar. Jadi, janganlah Anda mengeluhkan sakit yang justru membuat satu menit dari umur Anda menjadi seribu menit, dan membuat Anda mendapatkan umur panjang. Bahkan, bersyukurlah.

 

Obat Ketiga:

Wahai orang sakit yang ketabahannya lemah dan merasa kesulitan lantaran kondisinya!

Sesungguhnya bukti bahwa manusia tidak datang ke dunia ini hanya demi merasakan kesenangan dan kenikmatan adalah: selalu perginya orang-orang yang datang, menuanya orang-orang muda, dan selalu perginya mereka menuju perpisahan serta kesirnaan.


Selanjutnya, meskipun manusia merupakan makhluk hidup yang paling sempurna, paling luhur, paling kaya dari sisi perangkat, bahkan ia seperti raja dunia, namun ia mengalami kehidupan yang sulit, susah, dan terpuruk di tingkat dasar yang lebih rendah dari hewan. Sebabnya, karena ia memikirkan kesenangan dan kenikmatan yang telah berlalu serta berbagai musibah dan petaka yang akan datang. Jadi, manusia tidak datang ke dunia ini hanya agar ia menikmati kehidupan yang makmur dan indah, serta demi menghabiskan umur dalam rehat dan kesenangan saja. Akan tetapi, manusia yang di tangannya terdapat modal besar tersebut datang (ke dunia) agar ia berusaha menuju kebahagiaan hidup yang kekal abadi melalui perdagangan di sini; dan modal yang diserahkan di tangannya itu adalah umur.


 Seandainya (di dunia ini) tidak ada sakit, niscaya kondisi sehat dan afiat (waras) akan mewariskan kelalaian, membuat manusia terpesona pada dunia, menjadikannya lupa pada akhirat, serta menjadikannya tidak suka mengingat kubur dan kematian, hingga ia pun mempergunakan modal umurnya secara sia-sia tanpa guna. Adapun sakit, itu akan membuka matanya secara tiba-tiba dan mengatakan kepada tubuh serta fisiknya, “Kamu pasti mati dan tidak akan kekal. Kamu pun tidak dibiarkan begitu saja, tapi kamu punya tugas. Maka janganlah kamu tertipu, dan ingatlah siapa yang menciptakanmu. Ketahuilah bahwa kamu 

244. Page

akan pergi ke kuburan, maka bersiap-siaplah untuk itu.”


Demikianlah, kondisi sakit – dari sudut pandang ini – menjadi penasihat yang tidak menipu selamanya, dan sebagai pembimbing yang mengingatkan. Dari sini, maka selayaknya tidak ada keluhan karena (sakit), tapi hendaknya (orang) bersyukur atasnya. Jika kondisi sakit semakin parah dan berat, maka selayaknya ia memohon kepada Allah S.w.t agar diberi kesabaran dalam menghadapinya.

 

Obat Keempat:

Wahai orang sakit yang mengeluh!

Bukan hak Anda untuk mengeluh, tapi seharusnya Anda bersyukur dan bersabar. Sebab tubuh, anggota badan, dan segenap perangkat diri Anda bukanlah milik Anda. Anda pun bukan yang membuat atau menciptakannya. Anda juga tidak membelinya dari beragam toko. Tapi, itu semua milik selain Anda. Karena itu, pemiliknya berhak untuk mempergunakan miliknya sekehendaknya. Sebagaimana yang disebutkan dalam “Kalimat Ke-26” –misalnya– bahwa seorang pencipta yang mahir, kreatif, dan kaya raya mempekerjakan lelaki miskin dalam tugas “pameran” dengan imbalan tertentu untuk memperlihatkan hasil karyanya yang indah dan kekayaannya yang melimpah. Dalam waktu singkat, ia pun mengenakan padanya pakaian atau baju yang meriah dan indah yang dijahitnya, lantas menambahkan kombinasi model dan bentuk padanya, mengubahnya dari satu kondisi ke kondisi lain, mengurainya, mengubahnya, memanjangkan, dan memendekkannya, untuk menampakkan keindahannya yang luar biasa dan beragam kreatifitasnya yang indah. Lantas, apakah pantas lelaki miskin yang dipekerjakan dengan upah ini mengatakan kepada desainer yang kreatif dan mahir itu, “Kamu melelahkanku, kamu mengusikku dan menyusahkanku dengan permintaan-permintaanmu yang banyak agar aku membungkuk dan berdiri. Kamu merusak keindahan dan kebagusanku dengan mengurai dan memendekkan pakaian yang memperindah dan menghiasiku. Kamu pun beradab buruk denganku, zalim dan tidak adil padaku?!”


Demikianlah, sebagaimana dalam perumpamaan di atas, Pencipta yang memiliki keagungan – wahai orang sakit – mengganti pakaian jasmani yang dilepaskan-Nya pada Anda demi memperbaiki dan menghiasi Anda dengan indera-indera yang bercahaya seperti mata, telinga, akal, dan hati, mengganti-ganti Anda dengan berbagai kondisi, dan mengubah-ubah Anda dalam banyak kondisi, sehingga Dia dapat menunjukkan ukiran nama-nama-Nya yang terindah. Maka kenalilah nama-Nya al-Syafi (Maha Penyembuh) melalui sakit, sebagaimana Anda mengenali nama-Nya al-Razzaq (Maha Pemberi Rezeki) melalui kelaparan. Lantaran penderitaan dan musibah memperlihatkan ketentuan-ketentuan terkait sebagian dari nama-nama-Nya, maka di dalamnya pun terdapat kilau-kilau cahaya (lama’at) dari hikmah dan pancaran-pancaran obor (syu’aat) dari rahmat, serta berbagai macam keindahan dan kebaikan dalam lingkup pancaran-pancaran itu. Jika tabir gaib disibak, maka Anda akan mendapati makna-makna indah yang disuka dan lembut di balik tabir sakit yang Anda benci dan Anda hindari.

 

Obat Kelima:

Wahai orang yang diberi musibah dengan sakit!

Saya telah mencapai qanaah melalui pengalaman-pengalaman saya (yang mengajarkan) bahwa sakit merupakan nikmat ilahi dan hadiah rahmani bagi sebagian orang di masa kini. Saya ditemui sebagian pemuda, delapan atau sembilan tahun lalu, yang meminta doa 

245. Page

disebabkan sakit, padahal saya bukan ahli untuk itu. Saya pun mengamati bahwa tidak seorang pun pemuda yang saya lihat sakit melainkan dia mulai memikirkan tentang akhiratnya melebihi pemuda-pemuda lainnya, kegilaan masa muda menghilang darinya, dan dia mengentaskan dirinya dari sebagian hasrat-hasrat hewani dalam hal kelalaian. Saya memperhatikan hal-ihwal mereka, menyadarkan mereka dan mengingatkan mereka bahwa sakit mereka yang masih berada dalam batas kemampuan dan ketabahan mereka itu sesungguhnya merupakan ihsan ilahi. Saya katakan, “Saudaraku, saya tidak pada posisi melawan sakitmu ini. Saya pun tidak merasa kasihan terhadapmu hanya karena kamu sakit hingga saya perlu mendoakanmu. Maka berusahalah untuk sabar sampai sakit menyadarkanmu secara sempurna. Barangkali Sang Pencipta Maha Penyayang hendak menyembuhkanmu setelah penyakit menunaikan tugasnya.” Saya katakan juga, “Sebagian dari rekan-rekanmu dan yang sebaya denganmu, lantaran diuji dengan kesehatan, jatuh dalam kelalaian, meninggalkan shalat, tidak memikirkan tentang kubur, melupakan Allah S.w.t, mengacaukan kehidupan mereka yang abadi tak terbatas, dan menghancurkannya, bahkan mereka meruntuhkannya hanya demi kesenangan lahiriah satu jam dari kehidupan duniawi. Adapun kamu dengan pandangan sakit dapat melihat kuburmu yang tak dipungkiri pasti akan kamu datangi. Kamu juga dapat melihat tempat-tempat yang sesudah (alam kubur), beramal untuk hisab kebaikanmu, serta mengatur kehidupanmu dan tindakan-tindakanmu yang sesuai dengannya. Jadi, sakit adalah kesehatan bagimu, sementara kesehatan yang dimiliki sebagian orang sebayamu adalah sakit bagi mereka!!”

 

Obat Keenam:

Wahai orang sakit yang mengeluhkan kepedihan!

Saya meminta Anda untuk memikirkan tentang umur Anda yang telah berlalu, memikirkan tentang hari-hari Anda yang menyenangkan yang telah berlalu dan tentang waktu-waktu Anda yang menyakitkan dan mendera. Anda pasti akan mengatakan dengan hati Anda atau dengan lisan Anda, “Segala puji bagi Allah dan syukur bagi-Nya.” Atau, “Betapa rugi, betapa sayang.”


Silahkan perhatikan, yang mendorong Anda untuk mengatakan "Segala puji dan syukur bagi Allah" adalah bahwa pemikiran tentang musibah dan penderitaan yang menimpa Anda akan menggerakkan kenikmatan maknawi di dalam diri Anda, sehingga membuat hati Anda bersyukur kepada Allah. Sebab, hilangnya penderitaan merupakan kenikmatan. Penderitaan-penderitaan dan musibah-musibah itu menimbulkan kenikmatan di dalam hati karena sudah tiada. Dengan demikian, jika Anda terdorong untuk mengingat dan memikirkan tentangnya, maka jiwa pun merasakan kenikmatan, dan lahirlah darinya berbagai macam rasa syukur.


Adapun yang mendorong Anda untuk mengatakan “Betapa rugi, betapa sayang” adalah kondisi-kondisi yang menyenangkan dan menggembirakan yang telah Anda nikmati di masa lalu. Ini menimbulkan kepedihan yang terus dirasakan di dalam jiwa Anda karena ia sudah lenyap. Begitu Anda memikirkannya, maka timbullah penderitaan itu, serta lahirlah darinya penyesalan dan kerugian.


 Lantaran satu hari kenikmatan yang tidak dibenarkan syariat kadang mendatangkan kepedihan maknawi setahun penuh; lantaran kepedihan temporal berupa sakit yang menimpa Anda satu hari akan menyimpan kenikmatan maknawi di dalamnya yang timbul dari keterbebasan dan keselamatan darinya karena ia sudah lenyap, lebih-lebih yang mengandung kenikmatan-kenikmatan maknawi – selama berhari-hari – dan pahala yang melimpah; maka 

246. Page

dari itu, berpikirlah tentang waktu sekarang terkait buah dari sakit temporal yang menimpa Anda, dan tentang pahala yang ada pada aspek hakiki bagi sakit, serta katakan, “Ini juga akan berlalu dan lenyap.” Dan justru bersyukurlah ketimbang mengeluh.

 

Obat Keenam:[1]

Wahai saudaraku yang memikirkan tentang kenikmatan-kenikmatan dunia lantas merintih karena sakit!


Seandainya dunia ini abadi selamanya dan tidak ada kematian di jalan kita, angin perpisahan dan kesirnaan pun tidak berhembus, serta tidak ada musim-musim dingin maknawi di masa depan yang menerpa keras membawa berbagai musibah di baliknya, niscaya saya juga akan melipur keadaan Anda yang seperti Anda. Akan tetapi, lantaran dunia akan mengatakan kepada kita pada suatu hari, “Ayo keluarlah kalian,” dan akan menutup telinga-telinganya dari jeritan kita, maka semestinya kita tidak mendambakannya lagi mulai dari sekarang dengan kesadaran-kesadaran terhadap penyakit yang diderita ini sebelum dunia mengusir kita, dan berusaha untuk meninggalkannya sepenuh hati sebelum ia meninggalkan kita.


Ya, sakit memang mengingatkan kita pada makna-makna ini secara pelan dan lirih di telinga hati dengan mengatakan, “Wahai si sakit, sesungguhnya tubuhmu tidak terbuat dari batu atau besi, tapi ia tersusun dari berbagai bahan yang beragam dan rentan, yang akan tercerai-berai setiap saat, maka janganlah sampai tertipu, sadarilah kelemahanmu, kenalilah pemilikmu, ketahuilah kewajibanmu, dan pelajarilah sebab kedatangan dan kehadiranmu ke dunia.”


Lantaran kenikmatan dunia dan kesenangannya tidak kekal atau tidak berlanjut terus, apalagi (kenikmatan) itu tidak dibenarkan oleh syariat hingga menjadi penderitaan dan tercemari dosa, maka janganlah Anda menangisi kenikmatan yang hilang dari Anda itu disebabkan sakit. Tapi pikirkanlah tentang ibadah maknawi dan pahala akhirat yang ada di dalam sakit, serta berusahalah untuk bersenang-senang dengannya.

 

Obat Ketujuh:

Wahai orang sakit yang kehilangan nikmat sehatnya!

Sesungguhnya sakit Anda tidak memupus kelezatan nikmat ilahi yang terdapat pada kesehatan Anda, tapi justru membuat Anda merasakannya dan menambahkannya. Sebab, jika sesuatu berterusan secara rutin maka ia akan kehilangan pengaruhnya, sampai-sampai kalangan ahli hakikat sepakat mengatakan, "Segala sesuatu diketahui melalui lawan-lawannya" (اِنَّمَا الْاَشْيَاءُ تُعْرَفُ بِاَضْدَادِهَا). Misalnya, seandainya tidak ada gelap niscaya tidak diketahui adanya sinar dan cahaya, menjadi tanpa rasa lezat. Seandainya tidak ada dingin niscaya tidak diketahui adanya panas, dan menjadi tanpa rasa lezat dan kesenangan. Seandainya tidak ada lapar niscaya makanan tidak menimbulkan rasa lezat dan nikmat. Seandainya tidak ada panas di lambung niscaya minum air tidak menimbulkan rasa lezat. Seandainya tidak ada cidera niscaya afiat akan tanpa rasa nyaman dan lezat. Dan seandainya tidak ada sakit niscaya sehat akan tanpa raza lezat.


[1] Percikan cahaya ini terbersit di hati secara spontan tanpa dibuat-buat; ada dua obat yang ditulis pada urutan keenam. Kami sengaja membiarkannya sebagaimana adanya agar kami tidak menyentuh spontanitas dan sisi alamiahnya. Kami tidak mengubahnya, dengan asumsi: barangkali ada suatu rahasia di dalamnya. (Penyusun)




247. Page

Lantaran Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana telah membekali dan menyediakan banyak perangkat pada manusia yang membuatnya dapat merasakan dan mengetahui berbagai macam kenikmatan yang sangat banyak, ini mengindikasikan bahwa Dia menginginkan agar manusia merasakan semua macam ihsan-Nya, menghendaki agar manusia dapat merasakan berbagai macam nikmat-Nya, dan mengarahkan manusia agar selalu bersyukur; karena itu Dia pun memberikan sakit, cidera, dan penyakit sebagaimana Dia menganugerahkan kesehatan dan afiat.


Saya sekarang bertanya kepada Anda: Seandainya sakit ini tidak menimpa kepala atau tangan atau lambung Anda, apakah Anda akan merasakan nikmat ilahi yang lezat dan enak pada kesehatan kepala, tangan, dan lambung Anda, lantas Anda pun bersyukur kepada Allah atasnya? Tak ragu lagi, Anda tidak pernah memikirkannya, apalagi bersyukur atasnya. Tapi Anda malah akan memanfaatkan kesehatan itu dalam kebodohan dengan lalai tanpa peduli dan sadar.

 

Obat Kedelapan:

Wahai orang sakit yang memikirkan tentang akhiratnya

Sesungguhnya sakit itu akan membasuh dan membersihkan kotoran dosa bagaikan sabun. Maka sakit merupakan kafarat yang menghapus dosa sebagaimana dipastikan melalui hadits-hadits shahih.[1] Dalam hadits disebutkan yang artinya bahwa gemetarannya orang sakit yang mukmin akan meruntuhkan dan menggugurkan dosa dan kesalahan darinya sebagaimana buah ranum jatuh dari pohon yang sedang berbuah ketika digoyang.[2] Dosa adalah penyakit kronis dalam kehidupan abadi. Dan dosa juga merupakan penyakit maknawi bagi hati, nurani, jiwa, dan roh dalam kehidupan dunia ini. Jika Anda mampu bersabar atas penyakit dan tidak mengeluhkannya, maka Anda pun terbebas dari banyak penyakit berkelanjutan melalui sakit temporal ini. Namun jika Anda tidak memikirkan dosa dan tidak mempedulikannya, serta tidak mengenal akhirat, atau Anda tidak mengenal Allah S.w.t, maka itu adalah penyakit sangat berbahaya yang jutaan kali lebih berbahaya dari sakit kecil yang ada pada Anda. Maka, menjeritlah, menangislah, dan merataplah; karena hati, roh, dan jiwa Anda terhubung dengan maujud yang ada di alam seluruhnya, dan hubungan-hubungan itu terputus dengan adanya pukulan kesirnaan dan perpisahan secara terus-menerus dan berkelanjutan, yang menyebabkan luka-luka mendalam yang tak berbatas pada diri Anda, apalagi Anda membayangkan kematian sebagai peniadaan abadi lantaran Anda tidak mengenal akhirat. Seolah-olah Anda mempunyai tubuh besar segede dunia, yang terkena berbagai penyakit, luka, dan kudis yang tak terhitung dan tak terhingga jumlahnya!! 


Jadi, pertama-tama dan sebelum segala sesuatunya, Anda wajib meluruskan keyakinan Anda dan mencari obat iman yang merupakan pengobatan yang manjur dan sangat berkhasiat, serta antidot penyembuh penyakit-penyakit yang tak terbatas di tubuh maknawi besar yang terkena luka-luka dan penyakit yang tiada batasnya ini. Maka jalan paling singkat untuk mendapatkan pengobatan ini adalah dengan mengenal qudrat Sang Maha Kuasa pemilik



[1] Dari Abdullah, ia mengatakan; Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim terkena gangguan, berupa duri atau yang lebih menyakitkan lagi, melainkan dengan itu Allah menghapus kesalahan-kesalahannya, sebagaimana pohon yang menggugurkan daun-daunnya."Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, 5324.

[2] Diriwayatkan dari Anas RA, ia mengatakan; Rasulullah SAW bersabda, "Tidaklah seorang muslim terkena gangguan melainkan Allah menggugurkan kesalahan-kesalahannya darinya, sebagaimana daun-daun pohon berguguran." Diriwayatkan oleh al-Bukhari, nomor 5323. Lihat Shahiih Al-Bukhari nomor 5336, 5343, dan Muslim, nomor 2571.




248. Page

keagungan, juga mengenal rahmat-Nya, melalui celah-celah jendela ketidakberdayaan dan kelemahan yang diperlihatkan oleh sakit fisik di balik tabir kelalaian yang mencabik-cabiknya ini.


Ya, orang yang tidak mengenal Allah S.w.t akan terkena berbagai petaka dan musibah sepenuh dunia. Adapun orang yang mengenal Allah S.w.t, maka dunianya dipenuhi nur cahaya dan kegembiraan maknawi, serta dengannya ia merasakan kekuatan imannya sesuai derajatnya. Maka derita-derita penyakit fisik yang parsial dapat luluh dan sirna di bawah kegembiraan dan kesembuhan serta kelezatan maknawi yang timbul dari keimanan ini.

 

Obat Kesembilan:

Wahai orang sakit yang mengenal Penciptanya.

Sesungguhnya kepedihan, ketakutan, keresahan, dan kegundahan yang ada dalam sakit, sebabnya adalah lantaran sakit kadang berimplikasi pada kematian, sementara kematian itu menakutkan dan mengerikan pada aspek lahiriahnya dan menurut pandangan kelalaian. Karena itu, sakit yang berakibat pada (kematian) menimbulkan ketakutan dan kegundahan.


Pertama: Ketahui dan percayalah sepenuhnya bahwa ajal telah ditetapkan tak berubah. Sudah sering terjadi, sebagian orang sehat pun mati. Sebagian orang lainnya menangis di sisi orang-orang yang menderita penyakit berbahaya, sementara orang-orang yang terkena penyakit kronis justru mendapatkan kesembuhan dan tetap hidup!!


Kedua: Kematian tidak mengerikan atau menakutkan sebagaimana tampak secara lahiriah. Kami telah menyatakan di banyak risalah, dengan tegas tanpa ragu atau syubhat berkat nur cahaya yang dianugerahkan al-Quran Hakim, bahwa kematian bagi orang-orang beriman adalah pelepasan dari kesulitan dan dari tugas kehidupan, serta dispensasi dari peribadatan yang merupakan pelatihan dan pengajaran dalam ujian yang berlaku di permukaan dunia, dan merupakan sarana untuk pertemuan dengan sembilan puluh sembilan persen orang-orang tercinta dan kerabat yang telah pergi ke alam lain, serta sebagai perantara untuk pergi ke negeri asal dan memasuki maqam kebahagiaan abadi, juga merupakan seruan dari sel tahanan dunia menuju taman-taman surga, dan juga (tanda) kedatangan giliran untuk pengambilan pahala dari karunia Pencipta Yang Maha Penyayang atas pengabdian yang diberikan kepada-Nya.


Lantaran esensi kematian adalah demikian ini ditinjau dari sudut pandang hakikat, maka semestinya kita tidak perlu memandangnya dengan kaget dan panik seakan-akan ia mengerikan dan menakutkan. Sebaliknya, kematian mesti dipandang sebagai permulaan bagi rahmat dan kebahagiaan.


Lalu, ketakutan sebagian wali kepada kematian bukanlah karena seramnya kematian, akan tetapi karena antusiasme mereka dalam mencari tambahan pahala dan kebaikan dengan terus menunaikan tugas kehidupan.

Ya, kematian bagi orang-orang beriman merupakan pintu rahmat, sementara bagi orang-orang sesat merupakan sumur kegelapan yang abadi.

 

Obat Kesepuluh:

Wahai orang sakit yang gundah tanpa sebab!

Sesungguhnya Anda gundah lantaran beratnya menanggung derita sakit. Kegundahan ini menambah parah sakit Anda. Jika Anda ingin meringankan derita sakit Anda, maka berusahalah untuk tidak gundah karenanya. Yakni pikirkan tentang faidah sakit dan 

249. Page

pahalanya serta bahwa Anda pun akan sembuh dalam waktu dekat dengan izin Allah. Maka, hilangkan kegundahan, mohonlah sembuh dari sakit, dan cabutlah akar-akarnya.


Ya, sesungguhnya kegundahan membuat sakit berlipat dua kali dan meletakkan di dalam hati Anda sakit maknawi di bawah tekanan derita sakit fisik. Akibatnya, sakit fisik pun bertumpu padanya, berlanjut dan berlangsung terus. Adapun jika kegundahan itu hilang karena kepasrahan pada perintah Allah dan meridhai keputusan takdir-Nya, serta memikirkan tentang hikmah sakit, maka terputuslah akar krusial dari akar-akar sakit fisik itu, tekanannya menjadi ringan, dan sakit pun hilang hingga batas tertentu. Apalagi, gundah akan membuat sakit fisik sebesar satu gram jadi membesar hingga sepuluh gram. Dengan terputusnya kegundahan maka hilang dan sirnalah sembilan persepuluh dari sakit itu.


Kemudian, sebagaimana kegundahan akan memperparah sakit yang diderita, ia juga berada pada posisi sebagai tuduhan terhadap hikmah ilahi, kritikan terhadap rahmat ilahi, dan keluhan kepada Pencipta Yang Maha Penyayang. Karena itu, orang yang menderita sakit dan gundah, akan merasa tambah menderita sebagai kebalikan dari keinginan dan maksudnya (untuk sembuh). Maka sakitnya pun semakin parah.


Ya, sebagaimana syukur menambah nikmat, demikian pula keluhan akan menambah sakit dan musibah.


Ini di samping bahwa kegundahan itu sendiri juga merupakan sakit pada batas esensinya. Adapun obatnya adalah mengenal hikmah sakit. Lantaran Anda telah mengenal hikmah dan faedah sakit, maka terus balurkan obat tersebut pada kegundahan dan lepaskan diri Anda darinya, lantas katakan “Uh,” bukannya “Aduh.” Dan ucapkan “Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan” (اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلٰي كُلِّ حَالٍ), bukan mengucapkan “Betapa menyedihkan.”

 

Obat Kesebelas:

Wahai saudara sakit yang kehilangan kesabaran!

Meskipun sakit menimbulkan kepedihan yang terasa sekarang, namun ia juga menimbulkan kelezatan maknawi yang bersumber dari hilangnya rasa sakit yang berkelanjutan itu hingga hari ini, serta membuat Anda dapat merasakan kelezatan ruhiyah yang dihasilkan dari pahalanya, dan tidak ada lagi sakit setelah hari ini, bahkan setelah jam ini. Jadi, tidak ada kepedihan dari sesuatu yang tiada, dan jika tidak ada kepedihan maka tidak ada kesedihan dan kesal. Akan tetapi Anda menduga secara salah hingga Anda pun dirundung ketakutan dan tidak sanggup bersabar. Padahal kepedihan sakit telah hilang seiring dengan hilangnya seluruh masanya yang bersifat materiil sebelum hari ini, dan tersisa pahala yang ada di dalamnya beserta segala kenikmatan dalam kehilangannya.


 Jadi, adalah naif dan gila bila Anda tidak mengingat keduanya atau memikirkan keduanya, sementara Anda merintih, gelisah, dan gundah karenanya di waktu yang semestinya ia dapat menimbulkan kegembiraan dan keuntungan. Sebab, hari-hari yang akan datang masih belum tiba. Dengan demikian, memikirkannya dengan waham sedari sekarang, merintih kesakitan karena hari yang tiada dan sakit yang tiada serta kepedihan yang tiada, dan memadamkan tanda wujud disebabkan keresahan terhadap tiga tingkat ketiadaan, apa sebutannya jika bukan kegilaan?! Lantaran waktu-waktu sakit yang lalu sebelum saat ini menimbulkan kegembiraan dan kesenangan, serta lantaran masa-masa yang akan datang setelah saat ini adalah ketiadaan, sementara sakit saat itu juga merupakan ketiadaan, dan kepedihannya pun ketiadaan, maka janganlah Anda mencerai-beraikan sedemikian rupa ke 

250. Page

kanan dan kiri seluruh kekuatan sabar yang dianugerahkan Allah kepadanya. Tapi himpunlah seluruh kesabaran Anda untuk melawan kepedihan Anda saat ini, dan katakanlah, “Wahai Yang Maha Sabar,” dan tabahlah!

 

Obat Kedua Belas:

Wahai orang sakit yang tidak bisa menunaikan ibadah dan wirid-wiridnya disebabkan sakit, serta yang bersedih hati terhadap kondisi ini!


Ketahuilah, dibuktikan secara pasti melalui hadis mulia yang artinya bahwa orang mukmin yang bertaqwa akan tetap mendapatkan pahala zikir-zikir rutinnya yang tidak bisa ditunaikannya disebabkan sakit, yang akan tetap diperolehnya pada saat ia sakit.[1] Jika orang yang menderita sakit tetap menunaikan kewajiban-kewajibannya sesuai kadar yang memungkinkannya maka sakitnya akan menggantikan secara murni ibadah-ibadah sunah (bukan wajib) yang tidak bisa ditunaikannya pada waktu sakit parah. Ini karena ia tetap menunaikan kewajiban-kewajibannya, juga karena kesabaran serta tawakalnya.


Lalu, sakit membuat manusia menyadari kelemahan dan ketidakberdayaannya, serta menuntunnya untuk dapat berdoa dengan lisan ketidakmampuan dan kefakiran secara kondisional maupun verbal. Sesungguhnya Allah S.w.t telah menitiskan pada manusia ketidakmampuan dan kelemahan yang tiada batasnya, agar ia selalu kembali memohon ke hadirat ilahi, menundukkan diri, dan berdoa. Dengan demikian, sakit merupakan salah satu sebab ketundukan dan doa tulus yang merupakan hikmah dari penciptaan manusia, serta sebab dari nilainya, sesuai rahasia ayat:


قُلْ مَا يَعْبَؤُا بِكُمْ رَبّي لَوْلاَ دُعَاءُكُمْ

Katakanlah, ‘Tuhanku tidak akan mengindahkan kamu, kalau tidak karena doamu’.” (Qs. Al-Furqan [25]: 77)


Maka dari itu, semestinya tidak boleh ada keluhan – dari sudut pandang ini – tapi justru wajib bersyukur kepada Allah S.w.t, serta tidak boleh menutup keran doa yang dibukakan oleh sakit untuk memperoleh afiat.

 

Obat Ketiga Belas:

Wahai orang miskin yang mengeluh karena sakit!

Sesungguhnya sakit merupakan perbendaharaan yang besar dan penting bagi sebagian orang, dan hadiah ilahi yang sangat berharga. Maka dimungkinkan bagi setiap orang sakit untuk menggambarkan sakitnya dari kategori ini, apalagi waktu ajal pun tak bisa dipastikan. Allah S.w.t telah menyembunyikan ajal melalui hikmahnya demi mengentaskan manusia dari keputusasaan mutlak dan kelalaian mutlak, agar membuatnya berada di antara harap dan cemas, dan mendorongnya untuk menjaga keseimbangan antara dunianya dengan akhiratnya. Lantaran kematian bisa datang setiap waktu, maka begitu kematian menjumpai manusia





[1] Rasulullah S.a.w bersabda, "Jika seorang hamba sakit atau bepergian, maka ditetapkan baginya sebagaimana yang biasa ia lakukan saat mukim dan sehat."Diriwayatkan oleh Al-Bukhari, nomor 2834, Imam Ahmad dalam Musnad-nya, nomor 19694. Abu Ya'la meriwayatkan dalam Musnad-nya dari Abu Hurairah yang mengatakan; Rasulullah S.a.w bersabda, "Tidaklah seorang hamba menderita sakit melainkan Allah memerintahkan kepada malaikat-Nya yang mencatat amal bahwa keburukan yang dilakukannya janganlah dicatat, sedangkan kebaikan yang dilakukannya dicatat sebagai sepuluh kebaikan baginya, dan hendaknya ia mencatat amal kebaikan baginya sebagaimana yang ia lakukan saat dalam kondisi sehat meskipun ia tidak melakukan."Lihat nomor 6638.




251. Page

sementara ia dalam lalai maka ini bisa banyak merugikan kehidupannya yang abadi. Adapun sakit, ia dapat mencerai-beraikan kelalaian, menuntun manusia untuk berpikir tentang akhirat, mengingatkannya pada kematian, dan membuatnya menyiapkan diri untuk menghadapi kematian, hingga ia pun bisa menuai keuntungan berupa tingkat pencapaian kebaikan selama dua puluh hari yang tidak mampu ia dapatkan selama dua puluh tahun. Di antara contohnya sebagai berikut:


Di antara sahabat saya, ada dua orang pemuda, semoga Allah S.w.t merahmati mereka, yang satu Shabri dari desa Ilama, dan yang lainnya Vezirzâde Mustafa dari desa Islâmköy. Saya memperhatikan dengan perasaan bingung dan heran terkait keberadaan mereka berdua di jajaran terdepan dalam hal keikhlasan dan dalam khidmat keimanan di antara murid-murid saya, padahal mereka berdua tidak pernah menggunakan pena.[1] Saya tidak mengerti hikmahnya. Namun kemudian saya paham setelah keduanya wafat bahwa berkat bimbingan sakit mereka yang parah mereka berdua berada dalam ketakwaan yang penting, serta menjalankan khidmat dan amal terbesar. Keduanya berada dalam kondisi yang bermanfaat bagi akhirat mereka, berbeda dengan semua pemuda yang lalai dan meninggalkan kewajiban. Insya Allah Ta'ala, derita sakit selama dua tahun benar-benar telah menjadi sebab dan wasilah bagi kebahagiaan selama jutaan tahun dalam kehidupan yang abadi. Sekarang saya pun paham bahwa doa saya bagi mereka berdua agar diberi kesempurnaan kesehatan dan afiat merupakan permohonan yang tidak memihak mereka berdua dari segi keduniaan, namun saya berharap kepada Allah agar doa itu dikabulkan bagi kesehatan akhirat.


Dua pemuda ini memperoleh keuntungan yang tidak mungkin didapatkan kecuali dalam waktu sepuluh tahun ketaqwaan menurut keyakinan saya. Seandainya mereka berdua mengandalkan kesehatan dan masa muda mereka seperti sebagian pemuda yang lain serta larut dalam kelalaian dan kebodohan, sementara kematian mengintai dan mendatangi mereka saat mereka berada di tengah lumpur dosa, niscaya mereka mengubah kubur mereka menjadi kubangan ular dan kalajengking, bukan liang yang dipenuhi cahaya.


Lantaran sakit mempunyai manfaat-manfaat seperti ini, maka semestinya keluhan karena sakit tidak perlu ada. Bahkan justru kita wajib bersyukur kepada Allah S.w.t atas sakit itu dengan bersikap sabar, tawakal, dan bergantung pada rahmat ilahi.

 

Obat Keempat Belas:

Wahai orang sakit yang matanya tertutupi tabir![2]

Seandainya Anda mengetahui cahaya apa dan mata maknawi apa yang tersembunyi dan terdapat di balik tabir yang ditutup pada mata orang-orang ahli iman, niscaya Anda akan mengatakan, “Seratus ribu syukur bagi Tuhanku Yang Maha Penyayang!” Untuk memperjelas balsam dan penawar yang mujarab ini, saya akan menyebutkan kejadian berikut:


Pada suatu hari bibi Sulaiman dari Barla[3] yang membantu saya selama delapan tahun dengan penuh keikhlasan, ketulusan, dan kelembutan, mengalami kebutaan. Wanita salehah ini berbaik sangka kepada saya seratus kali lebih dari yang semestinya bagi saya. Dia menemui saya di pintu masjid dan mengatakan, “Berdoalah kepada Allah untukku agar Dia

[1] Yakni keduanya tidak terlibat dalam penulisan Risalah al-Nur dengan huruf-huruf Qur’an, untuk menjaga syiar ini sekaligus membendung pengubahannya dengan bidah huruf-huruf Latin.

[2]  Maksudnya orang yang sakit buta.

[3]  Dinisbatkan ke desa yang secara administratif masuk dalam distrik Isparta.




252. Page

memulihkan penglihatanku.” Saya menjadikan kesalehan wanita yang diberkahi dan salehah ini sebagai syafaat di sisi Allah S.w.t agar doa saya dikabulkan. Saya pun berdoa kepada Allah dengan mengucapkan, “Ya Rabb, dengan kehormatan kesalehannya, pulihkanlah penglihatannya.” Pada hari kedua, dokter mata dari daerah Burdur datang dan mengobati matanya. Akan tetapi empatpuluh hari kemudian, matanya kembali mengalami gangguan. Saya pun sangat sedih dan banyak berdoa untuknya. Semua harapan saya hanyalah agar doa saya dikabulkan dan mustajab untuk kebaikan akhiratnya. Jika tidak demikian, niscaya doa saya menjadi permohonan untuknya secara keliru. Rupanya, saat itu ajalnya masih tersisa empatpuluh hari. Setelah empatpuluh hari kemudian dia pun wafat, semoga Allah merahmatinya. Dan almarhumah tersebut mendapatkan kesempatan empatpuluh ribu hari untuk menyaksikan taman-taman surga di kuburnya sebagai ganti dari empat puluh hari menyaksikan kebun-kebun di Barla dengan sorot mata lanjut usia yang menyedihkan dan redup. Ini berkat imannya yang kuat dan kesalehannya yang kokoh.


Ya, jika tabir menutupi mata orang yang beriman dan dia masuk kubur sementara dia buta, maka dia mungkin bisa menyaksikan alam cahaya jauh lebih banyak dari kesaksian para penghuni kubur lainnya sesuai dengan derajatnya. Sebagaimana kita melihat banyak hal di dunia ini, sementara orang-orang mukmin yang buta tidak bisa melihatnya, sesungguhnya mereka akan melihat lebih banyak dibanding para penghuni kubur lainnya jika mereka masuk kubur dengan iman. Mereka akan menyaksikan – masing-masing sesuai dengan derajatnya – taman-taman surga sebagaimana mereka menyaksikan film, seolah-olah mereka menyaksikan dengan kaca mata yang dapat menangkap benda-benda yang paling jauh sekali pun.


Demikianlah, Anda pun dengan syukur dan sabar mungkin bisa mendapatkan mata bercahaya yang membuat Anda dapat melihat dan menyaksikan surga yang ada di atas langit di balik tabir yang ditutup pada mata Anda ini sementara Anda berada di bumi. Sosok bijaksana yang ahli dalam pengobatan mata dan yang bisa menyingkap tabir itu dari mata Anda dan menjadikan Anda dapat melihat dengan mata itu, adalah al-Qur’an Hakim.

 

Obat Kelima Belas:

Wahai orang sakit yang menggerutu dan merintih!

Jangan merintih dengan memandang gambaran sakit, tapi pandanglah makna sakit, berlapang dada, dan ucapkan; alhamdulillah. Seandainya makna sakit itu tidak indah, niscaya Pencipta Yang Maha Penyayang tidak menguji hamba-Nya yang paling tercinta dengannya. Dalam hadits sahih telah disebutkan:


اَشَدُّ النَّاسِ بَلاَءً اَلْاَنْبِيَاءُ ثُمَّ الْاَوْلِيَاءُ اَلْاَمْثَلُ فَالْاَمْثَلُ

Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi kemudian para wali, yang paling ideal kemudian yang paling ideal berikutnya.[1]Atau sebagaimana yang beliau sampaikan.


 Yakni, manusia yang paling berat diuji dengan musibah dan kesulitan adalah manusia-manusia pilihan, yang paling utama di antara mereka, dan yang paling luhur di antara mereka;

[1] Terdapat banyak hadis yang semakna dengan hadis ini dengan lafal yang tidak jauh beda. Misalnya hadis yang diriwayatkan dari Mush'ab bin Sa'ad bin Abi Waqqash dari ayahnya dari Nabi SAW bahwa beliau bersabda, "Manusia yang paling berat ujiannya adalah para nabi kemudian ulama kemudian yang paling ideal lantas yang paling ideal berikutnya."Diriwayatkan oleh Al-Hakim dalam Mustadrak-nya, nomor 5463, dan lihat juga Al-Mustadrak nomor 119, Sunan Al-Baihaqi nomor 6325, 6326, Musnad Al-Bazzar 1150, Shahiih Ibnu Hibban 2900, As-Sunan Al-Kubra karya Al-Baihaqi, nomor 7480, Al-Mu'jam Al-Kabiir karya Ath-Thabrani, nomor 626, 627, 628, 629.




253. Page

para nabi a.s terutama Sayyidina Ayyub A.s, kemudian para wali, lalu orang-orang saleh. Mereka memandang sakit yang mereka derita sebagai ibadah murni dan hadiah rahmani. Mereka bersyukur kepada Allah S.w.t, bersabar, dan menghadapinya (dengan pandangan) bahwa sakit termasuk bentuk operasi medis yang datang dari rahmat Pencipta Yang Maha Penyayang.


Anda juga wahai orang sakit yang merintih dan kesakitan! Jika Anda hendak menyusul kafilah yang diliputi cahaya ini, maka bersyukurlah dengan tetap bersabar. Jika tidak demikian, bila Anda mengeluh karena sakit, maka Anda tidak akan dapat menyusul kafilah mereka, dan saat itulah Anda akan jatuh ke jurang kaum lalai, dan Anda akan menyusuri jalan yang gelap.


Ya, ada sebagian sakit yang ketika berakhir dengan kematian akan memperoleh derajat kewalian seperti mati syahid, dan orang yang mengalaminya berada dalam posisi orang yang mati syahid maknawi. Maka orang-orang yang mati lantaran sakit seperti sakit yang diakibatkan oleh proses kelahiran,[1] sakit perut, tenggelam, kebakaran, dan wabah, mereka menjadi orang-orang yang mati syahid secara maknawi. Terdapat banyak sakit yang diberkahi hingga mengantarkan pada pencapaian derajat kewalian melalui kematian.


Selanjutnya, sesungguhnya sakit mengurangi kecintaan dan ketergantungan pada dunia. Pada gilirannya sakit juga meringankan beban perpisahan – yang begitu menyakitkan dan sangat menyedihkan bagi ahli dunia – dari dunia melalui kematian, dan kadang-kadang ia menyukainya!!

 

Obat Keenam Belas:

Wahai orang sakit yang mengeluhkan kesempitan dan kejenuhan!

Sesungguhnya sakit menuntun pada sikap hormat dan kasih sayang yang merupakan dua perilaku cantik dalam kehidupan sosial manusia dan sebagai hal yang paling penting di dalamnya. Sebab, keduanya mengentaskan manusia dari sikap tak butuh orang lain yang mengantarkan manusia pada alienasi dan kegersangan karena nafsu amarah yang serba cukup, oleh sebab kesehatan dan afiat, tidak peka dan tidak merasakan sikap hormat dan apresiasi terhadap banyak saudara sesuai rahasia ayat:


اِنَّ الْأِنْسَانَ لَيَطْغٰي اَنْ رَاٰهُ اسْتَغْنٰي

Sungguh, manusia itu benar-benar melampaui batas apabila melihat dirinya serba cukup.” (Qs. al-'Alaq [96]: 6–7)


Ia juga tidak merasa kasih sayang terhadap orang-orang yang tertimpa musibah dan orang-orang sakit yang pantas untuk dikasihi dan disayangi.


Akan tetapi, begitu manusia –yang membawa nafsu amarah– menderita sakit, maka seketika ia pun menyadari kelemahan dan kefakirannya dalam sakit itu, serta menunjukkan rasa hormat dan apresiasi kepada saudara-saudaranya yang memang pantas untuk itu. Dia pun merasakan sikap hormat dan apresiasi terhadap saudara-saudaranya sesama mukmin yang datang menjenguk atau membantunya. Dia juga menjadi peka pada orang-orang yang tertimpa musibah melalui empati kemanusiaan yang timbul dari rasa sayang terhadap sesame. Dia merasakan kasih sayang yang merupakan perilaku islami terbesar. Maka dia membandingkan dirinya dengan mereka, bersimpati dan menaruh rasa iba kepada mereka


[1] Sakit yang berimplikasi pada penggapaian sebagai syahid maknawi ini berlaku selama empat puluh hari yang juga sebagai kurun waktu nifas. (Penyusun)




254. Page

dengan segala makna yang terkandung pada kata rasa sayang dan iba. Bahkan dia menolong mereka jika mampu melakukannya. Jika tidak mampu, dia cukup mendoakan mereka, dan paling tidak dia akan menjenguk mereka – dan menurut syariat, menjenguk orang sakit merupakan sunnah – agar dapat bertanya pada mereka tentang keadaan dan rehat mereka sehingga dia pun mendapatkan pahala.

 

Obat Ketujuh Belas:

Wahai orang sakit yang mengeluhkan ketidak-mampuan melaksanakan kebaikan disebabkan sakit!


Bersyukurlah kepada Allah, karena yang membukakan pintu kebaikan yang paling tulus untuk Anda adalah sakit. Sakit, di samping mendatangkan pahala yang senantiasa mengalir bagi si sakit dan bagi orang-orang yang merawatnya demi Allah S.w.t, ia juga merupakan wasilah terpenting bagi pengabulan doa.


Ya, merawat orang sakit mengandung pahala yang besar bagi orang-orang ahli iman; menjenguk dan membesuk orang-orang yang sakit serta menanyakan keadaan mereka merupakan ajaran sunnah saniyah dengan syarat tidak mengusik mereka, dan itu merupakan kafarat bagi dosa-dosa. Dalam hadits disebutkan yang artinya, “Carilah doa orang sakit, karena doanya mustajab (أطلبوا دعاء المريض، فدعاؤه مستجاب).[1] Apalagi orang yang sakit itu kerabat, khususnya bila ia ayah atau ibu, maka melayani mereka merupakan ibadah yang penting, ada pahala besar di dalamnya. Demikian pula dengan memasukkan kesenangan ke hati orang-orang yang sakit dan melipur mereka, kedudukannya setingkat dengan sedekah yang penting.


Maka betapa bahagia anak-anak yang dapat membuat ridha hati ayah dan ibu mereka yang peka dan cepat terpengaruh, anak-anak yang dapat membahagiakan mereka saat mereka sakit, serta anak-anak yang dapat didoakan oleh mereka.


Ya, hingga malaikat pun memberkahi layar sempurna tersebut, yang menampakkan dan memperlihatkan luhurnya kemanusiaan dan keadaan para anak berbakti yang menerima kasih sayang ayah dan ibu mereka – yang merupakan hakikat terpenting dalam kehidupan sosial – dengan sepenuh rasa hormat, penghargaan, dan kasih sayang saat mereka sakit sebagai tindakan terbaik yang dapat dilakukan oleh anak-anak kepada orang tua mereka. Malaikat pun bertepuk tangan untuk itu seraya berkata, “Masya Allah! Barakallah!”


Ya, terdapat kelezatan sangat halus, kegembiraan, dan kelapangan hati yang timbul dari sesuatu yang memenuhi diri orang sakit berupa empati dan kasih saying, serta membuatnya seakan-akan tidak merasakan sakit.


Sesungguhnya pengabulan doa orang sakit merupakan masalah penting. Saya sudah berdoa untuk kesembuhan saya dari gangguan di punggung saya kira-kira sejak empat puluh tahun silam. Kemudian saya mengerti bahwa sakit ini hanya dimaksud agar saya berdoa. Saya pun tahu dari tidak adanya pengabulan yang disegerakan – yang bisa berimplikasi pada sikap saya untuk tidak melanjutkan doa saya agar diberi kesembuhan – bahwa hasil dari doa itu bersifat ukhrawi,[2] dan doa sendiri merupakan satu bentuk dari ibadah. Sebab, orang yang


[1]Diriwayatkan dari Anas bin Malik yang mengatakan, Rasulullah S.a.w bersabda, "Jenguklah orang-orang yang sakit, dan suruhlah mereka untuk mendoakan kalian; karena doa orang yang sakit mustajab, dan dosanya diampuni."Diriwayatkan oleh Ath-Thabrani dalam Al-Mu'jam Al-Ausath nomor 6027.

[2] Benar bahwasanya sebagian sakit merupakan sebab bagi adanya doa. Akan tetapi jika doa sudah menjadi sebab bagi tiadanya sakit maka adanya doa menjadi sebab bagi tiadanya doa itu sendiri. Ini tidak mungkin. (Pengarang)




255. Page

sakit menyadari kelemahannya melalui sakit itu, dan dia pun berlindung pada naungan Rabb. Karena itu tidak terbersit di hati saya untuk meninggalkan doa lantaran tidak dikabulannya secara lahiriah padahal saat itu saya sudah berdoa meminta kesembuhan sejak tiga puluh tahun. Itu karena sakit merupakan waktu untuk berdoa, sementara kesembuhan bukan hasil dari doa. Akan tetapi jika Tuhan Yang Maha Bijaksana Maha Penyayang memberikannya, maka ini merupakan karunia dan kemurahan-Nya. Lalu, jika doa tidak dikabulkan sebagaimana yang kita inginkan maka tidak dapat dikatakan bahwa doa tidak dikabulkan. Namun wajib dikatakan bahwa Sang Pencipta Maha Bijaksana lebih mengetahui dari kita, dan Dia tidak akan memberi pada kita kecuali yang bermanfaat bagi kita. Sebagian dari doa-doa kita yang diperuntukkan bagi dunia kadang-kadang Dia arahkan ke akhirat untuk kemaslahatan kita, kemudian Dia memperkenankan dan mengabulkan doa.


Bagaimana pun, sesungguhnya doa yang memperoleh keikhlasan berkat rahasia sakit – apalagi doa yang timbul dari kelemahan, ketidakmampuan, ketundukan, dan hajat – sangat dekat dengan pengabulan. Sakit merupakan sebab bagi doa yang tulus seperti ini. Jadi, hendaknya orang sakit yang taat menjalankan ajaran agama dan orang-orang beriman yang merawatnya mesti mengambil faidah dari doa ini.

 

Obat Kedelapan Belas:

Wahai orang sakit yang meninggalkan syukur dan larut dalam keluhan!


Sebenarnya keluhan timbul dari hak, tapi hak Anda belum hilang hingga Anda perlu mengeluh. Bahkan justru Anda menanggung banyak hak yang belum Anda tunaikan syukurnya, dan Anda belum menunaikan hak Allah S.w.t. Kemudian Anda kembali mengeluh seakan-akan Anda menuntut hak tanpa hak!! Bukan hak Anda untuk mengeluh lantaran melihat orang-orang sehat yang kesehatan dan afiatnya lebih utama dan lebih baik dari Anda. Bahkan Anda dibebani kewajiban untuk bersyukur lantaran melihat si sakit malang yang kesehatannya jauh di bawah Anda. Jika tangan Anda cedera maka lihatlah orang-orang yang tangannya putus. Jika Anda kehilangan satu dari kedua mata Anda, maka lihatlah orang-orang yang kehilangan dua mata sekaligus, dan bersyukurlah kepada Allah S.w.t.


Ya, siapa pun tidak berhak mengeluh lantaran melihat orang yang nikmatnya lebih tinggi darinya. Adapun saat tertimpa musibah, maka setiap orang berhak untuk melihat orang yang musibahnya lebih buruk darinya sehingga dia bersyukur kepada Allah. Rahasia ini telah dijelaskan di beberapa risalah disertai contoh. Secara global contoh itu sebagai berikut:


 Ada seorang laki-laki naik ke puncak menara azan melalui bantuan orang miskin. Di setiap tingkat dari tingkat-tingkat tangga menara, dia memberinya hadiah dan mengugerahinya bingkisan. Di puncak menara dia memberinya hadiah terbesar dan termahal. Namun, ketika orang ini hanya memintanya agar berterima kasih dan mengucapkan selamat sebagai kompensasi atas berbagai macam hadiah ini, ternyata orang yang bertabiat kasar dan keras ini melupakan hadiah-hadiah yang telah diterimanya di setiap tingkat, atau menganggapnya rendah nilainya. Dia tidak berterima kasih, bahkan mendongakkan kepalanya kepada orang yang lebih tinggi derajatnya seraya berkata, “Andai saja menara ini lebih tinggi dan lebih menjulang, andai saja aku naik ke tingkat yang lebih tinggi dari ini, duhai betapa disayangkan mengapa menara ini tidak tinggi seperti gunung itu atau seperti menara yang lain.” Dia mulai mengeluh. Betapa ini benar-benar merupakan pengingkaran terhadap nikmat! Benar-benar ini naif dan lancang! Demikian pula manusia, di mana ia datang dari ketiadaan menjadi ada, dan ia bukan batu, bukan pohon, dan bukan pula hewan, tapi ia datang 

256. Page

sebagai manusia yang normal dan muslim. Dia menikmati kesehatan dan afiat dalam kurun waktu panjang, serta memperoleh derajat nikmat yang tinggi bersama itu semua. Maka, keluhan manusia dan kekesalannya karena tidak dapat merasakan sebagian nikmat seperti kesehatan dan afiat disebabkan sejumlah kendala, atau karena dia menyia-nyiakan berbagai nikmat itu melalui ikhtiarnya yang buruk atau penggunaannya yang jelek, atau karena tangannya tidak bisa mencapainya, serta karena dia menunjukkan suatu kondisi seakan-akan dia menyampaikan penilaian negatif terhadap rububiyah ilahi dengan mengatakan “Apa dosa dan salahku hingga aku harus menanggung musibah yang menimpaku,” itu semua merupakan sakit maknawi yang lebih parah petaka dan musibahnya dibanding sakit fisik, sebab dengan keluhannya itu berarti dia menambah parah sakitnya seperti orang yang menyerang dengan tangan yang hancur!!


Orang berakal adalah yang memasrahkan urusannya kepada Allah sesuai rahasia: “Bagi setiap musibah, Sesungguhnya kita milik Allah dan kepada-Nya kita kembali (اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُونَ),” dan dia bersabar sampai sakit itu menyudahi tugasnya dan pergi.

 

Obat Kesembilan Belas:

Sesungguhnya seluruh nama indah Tuhan Yang Maha Agung adalah indah (jamilah) didasarkan pada petunjuk ungkapan shamadani al-Asma’ al-Husna. Adapun cermin shamadi yang paling lembut serta yang paling indah dan paling komprehensif di antara maujud adalah kehidupan. Maka, cermin bagi yang indah adalah indah. Yakni cermin yang memantulkan keindahan si indah adalah indah. Dan cermin yang memantulkan kebaikan-kebaikan dari si indah menjadikannya semakin indah. Sebagaimana tiap sesuatu yang mendapatkan cermin itu dari si indah adalah indah, demikian pula tiap sesuatu yang mendapatkan kehidupan dari si indah itu adalah indah dalam pandangan hakikat; karena ia menunjukkan ukiran-ukiran yang indah bagi al-Asma’ al-Husna yang indah. Seandainya kehidupan selalu berjalan dalam satu irama yang statis dalam hal kesehatan dan afiat, niscaya kehidupan menjadi cermin yang cacat. Bahkan barangkali ia memberi perasaan ketiadaan dan kefanaan dari satu sisi, dan menjadi sangat jenuh membosankan, menjatuhkan nilai kehidupan, dan membalik kelezatan umur menjadi kesempitan dan kejenuhan. Akibatnya orang terhempas oleh sebab kesempitan, kejenuhan, dan kebosanan, baik ke jurang kedunguan maupun ke dunia hiburan hingga waktunya berlalu dengan cepat, memusuhi umurnya yang sangat berharga, serta hendak membunuhnya dan menghabiskannya dengan cepat, seolah-olah ia tahanan yang berusaha untuk menghabiskan masa tahanannya!! Adapun kehidupan yang berjalan secara dinamis, penuh gejolak, gerak dan semangat, serta berfluktuasi di antara berbagai fase yang berbeda-beda, maka ia merasakan nilainya, dan merasakan nilai umur dan kelezatannya, serta orang yang menjalani kehidupan pun tidak menginginkan umurnya habis. Bahkan sekali pun umurnya habis dalam kesulitan dan musibah, dia tidak kesal karena jenuh dan bosan seraya berkata,“Mengapa matahari tidak terbenam, mengapa malam tidak berakhir?!”


 Ya, jika mau Anda dapat bertanya kepada seorang yang sangat kaya pensiunan yang menghabiskan umurnya di ranjang rehat dan kenyamanan, yang merasakan kehidupan serba enak: Bagaimana keadaanmu? Tidak ragu lagi bahwa Anda akan mendengar darinya, “Uf! Waktu tidak habis-habisnya dan tidak berlalu, mari kita bermain dadu atau menikmati hiburan dan bersenang-senang demi menghabiskan waktu.” Dan ungkapan-ungkapan seperti itu yang menyiratkan kepedihan. Atau Anda akan mendengar keluhan-keluhan yang timbul dari 

257. Page

angan-angan panjang seperti, “Hal itu sudah selesai, dan andai saja aku dapat menyelesaikan urusan anu yang lain.”


Kemudian tanyakan kepada orang yang ditimpa musibah atau kesusahan, atau orang miskin yang bekerja dan hidup dalam kesulitan: Bagaimana keadaanmu? Jika dia seorang yang berakal dan terdidik, maka dia akan mengatakan, “Alhamdulillah, seribu syukur kepada Allah, aku baik-baik saja dan bekerja. Andai saja matahari tidak terbenam dengan cepat maka akan aku tuntaskan pekerjaan ini. Waktu berjalan dengan cepat, sementara umur berlalu begitu cepat tanpa henti. Sebenarnya aku lelah, tapi ini juga akan berakhir dan berlalu, dan segala sesuatu berlalu cepat seperti ini.” Dengan jawaban seperti ini dia menunjukkan sejauh mana nilai dan arti dari umur melalui kegundahan dan kegusarannya atas habisnya umur. Yakni dia menyadari kelezatan umur dan nilai kehidupan melalui usaha, kerja, kelelahan, dan kesulitan. Adapun rehat dan kesehatan membuat kehidupan menjadi pahit; karena itu orang berharap agar umur habis dengan cepat.


Wahai saudara yang sakit! Ketahuilah bahwa asal musibah dan keburukan serta biangnya – bahkan hingga asal dan biang dosa – adalah ketiadaan (‘adam) sebagaimana yang telah ditetapkan secara pasti dan qat’i dalam risalah-risalah lain. Adapun ketiadaan, maka ia buruk dan gelap. Sementara rehat, diam, stagnan, keterhentian, dan kondisi-kondisi serupa lainnya yang monoton dan berjalan dalam satu irama yang sama, itu lebih dekat pada ketiadaan. Karena itu, ia menyiratkan kegelapan yang ada dalam ketiadaan, menimbulkan kesempitan dan kejenuhan. Adapun gerak dan dinamika adalah wujud, dan merasakan adanya wujud. Wujud adalah kebaikan sejati dan cahaya murni.


Lantaran hakikatnya demikian ini, maka sakit yang ada pada diri Anda dikirim sebagai tamu ke tubuh Anda demi menunaikan tugas yang sangat banyak, seperti membersihkan kehidupan yang berharga dan menjernihkannya, menguatkannya dan meningkatkannya, mengarahkan berbagai perangkat insani lainnya yang ada di dalam tubuh sampai sekeliling organ yang sakit itu sebagai bantuan baginya, menunjukkan dan menampakkan ukiran-ukiran beragam nama milik Tuhan Pencipta Maha Bijaksana, dan menyelesaikan tugasnya insya Allah secepatnya lantas pergi seraya mengatakan kepada afiat, “Kemarilah, tinggallah di tempatku seterusnya, dan tunaikan tugasmu, tempat ini kediamanmu, maka tinggallah di situ dengan afiat dan tenang.”

 

Obat Keduapuluh:

Wahai orang sakit yang mencari obat bagi penyakitnya!

Sakit terbagi dua kategori: Satunya hakiki (maradh haqiqi), dan yang lain bersifat delusi (maradh wahmi).


 Adapun kategori hakiki, maka Sang Penyembuh Maha Bijaksana Maha Agung telah memenuhi apotek-Nya yang terbesar – yang berupa bola bumi – dengan obat bagi setiap penyakit. Obat-obat ini mengharuskan adanya penyakit. Allah S.w.t telah menciptakan obat bagi setiap penyakit. Konsumsi obat-obatan ini dan penggunaannya untuk penyembuhan dan terapi telah ditetapkan dalam syariat. Tapi wajib diketahui bahwa efek dan kesembuhan berasal dari Allah S.w.t. Dialah yang memberikan kesembuhan sebagaimana memberikan obat. Memenuhi saran dan nasehat para dokter yang mahir dan religius juga merupakan obat penting. Ini karena kebanyakan penyakit timbul dari buruknya tindakan, tiadanya pantangan, berlebih-lebihan, kesalahan, ketidaktahuan, pengabaian, dan tiadanya kepedulian. Maka dokter yang religius harus memberikan nasehat dan saran dalam lingkup yang disyariatkan, 

258. Page

mencegah tindakan yang buruk dan berlebih-lebihan, serta menghibur pasien dan berempati kepadanya. Orang sakit sangat membutuhkan nasehat, saran, dan obat pelipur, sehingga derita sakitnya menjadi ringan, dan dia menemukan kegembiraan, bukan kesempitan dan kejenuhan.


Adapun sakit yang bersifat delusi, maka obatnya yang paling kuat dan paling efektif adalah sikap tidak mempedulikannya. Sebab, setiap kali orang mempedulikannya, maka sakitnya pun membesar dan semakin parah. Namun, begitu diabaikan, ia mengecil dan kemudian lenyap. Itu seperti ketika Anda mengganggu lebah maka ia pun menyerang Anda dan berkerumun di sekeliling Anda. Namun jika Anda mengabaikannya dan tidak panik padanya maka ia pun berpencar dan berhamburan. Begitu pula, ketika Anda mempedulikan khayalan tentang tali yang menjulur dalam kegelapan di hadapan mata Anda, maka khayalan ini pun membesar, bahkan membuat orang lari darinya seolah-olah ia orang bodoh yang gila. Namun jika Anda tidak mempedulikannya, maka Anda akan melihat bahwa tali biasa itu bukanlah ular, dan Anda pun menertawai kegentaran serta keresahan Anda. Jika sakit waham ini berlanjut terus, maka ia dapat berubah menjadi sakit hakiki, yaitu sakit sial menurut kalangan ahli delusi, dan sakit saraf menurut kalangan yang lain, di mana menjadikan biji sebagai kubah. Kekuatan maknawinya runtuh dan semangatnya surut, lebih-lebih jika ia ditangani oleh dokter-dokter tega atau dokter-dokter tidak profesional. Mereka membangkitkan delusinya lebih besar dan lebih besar lagi hingga akibatnya ia kehabisan harta jika ia kaya, atau hilang akalnya, atau hilang kesehatannya.

 

Obat Keduapuluh Satu:

Wahai saudara yang sakit!

Ya, di dalam sakit Anda terdapat derita fisik. Hanya saja, kelezatan maknawi penting yang mengitari Anda dapat menghilangkan pengaruh derita fisik itu. Sebab, jika Anda mempunyai dua orang tua dan kerabat maka di sekitar Anda akan bangkit lagi empati dan kasih sayang yang lezat itu, yang telah Anda lupakan sejak lama. Anda melihat lagi pandangan-pandangan menyenangkan dan lembut yang pernah Anda dapatkan saat masa kanak-kanak Anda. Di samping karena daya tarik sakit, maka Anda pun akan dipandang penuh cinta lagi oleh orang-orang terkasih yang ada di sekitar Anda dan oleh orang-orang yang persahabatan dan kecintaannya masih tertutupi tabir. Maka tentunya derita fisik Anda alami akan menjadi sangat ringan di hadapan empati dan kasih sayang yang Anda dapatkan.


Selanjutnya, orang-orang yang Anda layani dengan penuh bangga serta yang Anda kehendaki prolehan keridhaannya mulai melayani Anda dengan kasih sayang dan empati disebabkan sakit Anda, sehingga Anda pun menjadi tuan bagi tuan-tuan Anda!!


Kemudian Anda dapat menarik kelembutan sikap dari sesama dan empati khusus yang tersembunyi dalam hati semua orang. Dengan begitu Anda pun menemukan banyak orang yang mengasihi dan membantu Anda serta teman-teman yang menyayangi Anda.


Dari sakit, Anda juga mendapatkan dispensasi dari banyak pekerjaan yang sangat berat. Anda pun beristirahat sekarang. Maka derita Anda yang bersifat parsial itu mestinya harus menuntun Anda untuk mensyukuri kelezatan-kelezatan maknawi ini, bukan justru mengeluhkannya.

 

Obat Keduapuluh Dua:

Wahai saudara yang menderita sakit kronis seperti lumpuh!

Terlebih dahulu saya ingin memberi kabar gembira kepada Anda bahwa kelumpuhan 

259. Page

dipandang sebagai sakit yang diberkahi dan menguntungkan bagi orang beriman. Saya telah mendengar hal ini sejak lama dari banyak wali, dan saya belum mengerti rahasianya. Namun sekarang terbersit di dalam hati saya satu rahasia di antara rahasia-rahasianya, yaitu:


Bahwasanya orang-orang ahli Allah secara sadar mengikuti dua asas untuk sampai kepada Allah S.w.t, untuk menyelamatkan diri dari bahaya dunia yang besar secara maknawi, dan untuk mencapai kebahagiaan abadi:


Pertama, ikatan kematian (rabithat al-maut). Yakni, mereka berusaha mengimplementasikan kehidupan abadi mereka dengan memikirkan bahwa mereka adalah tamu yang mengemban tugas dan hanya tinggal sementara di dunia yang fana ini.

Kedua, mereka berupaya mematikan nafsu amarah (imatat al-nafs al-ammarah) melalui mujahadah dan riyadhah untuk membebaskan diri dari berbagai bahaya dan ketergelinciran nafsu amarah tersebut serta dari bisikan-bisikan buta.


Wahai saudaraku yang kehilangan separuh kesehatan jasmaninya! Sesungguhnya Anda telah dianugerahi dua asas tersebut, tanpa melalui ikhtiar dan keinginan dari diri Anda, serta secara mudah dan singkat. Dan keduanya merupakan wasilah untuk kebahagiaan, di mana kondisi fisik Anda selalu mengingatkan Anda tentang kesirnaan dunia Anda dan kefanaan manusia, sehingga dunia tidak bisa menyulitkan Anda setelah itu, dan kelalaian pun tidak mampu menutupi mata Anda. Sesungguhnya nafsu amarah tidak bisa mempedaya orang yang berada pada kondisi bagaikan separuh manusia melalui hasrat nista dan syahwat nafsu. Dalam kondisi ini manusia selamat dari petaka nafsu secara cepat. Maka orang beriman, melalui rahasia iman, tawakal, dan penyerahan perkara kepada Allah S.w.t, dimungkinkan mengambil faidah dari sakit yang kronis seperti lumpuh dalam waktu singkat seperti para wali yang mengambil faidah dari mujahadah dan riyadhah di tempat-tempat i'tikaf. Dan baginya, sakit pun menjadi mudah dan ringan sekali.

 

Obat Keduapuluh Tiga:

Wahai orang sakit yang kesepian, terabaikan, dan miskin!


Jika keterasingan Anda dan tiadanya orang yang menemani Anda, di samping kondisi sakit Anda, membuat orang yang hatinya paling keras menjadi bersimpati kepada Anda, bersikap lembut kepada Anda, dan memberikan pandangan penuh kasih sayang kepada Anda, maka intisab (afiliasi) Anda kepada Pencipta Anda Yang Maha Penyanyang, yang menghaturkan diri-Nya kepada kita dengan sifat-Nya “Yang Maha Pengasih Maha Penyayang” di permulaan seluruh surah al-Quran, dan yang menjadikan seluruh ibu dengan salah satu pendar kasih sayangnya yang luar biasa tiada tara mengasuh seluruh anak kecil, dan yang memenuhi permukaan bumi dengan salah satu tajalli rahmat-Nya melalui berbagai nikmat di setiap musim semi, dan yang bagi-Nya surga dengan seluruh keindahannya tidak lain hanyalah salah satu tajalli rahmat-Nya dalam kehidupan abadi ... Saya katakan: Intisab Anda kepada Pencipta Anda Yang Maha Penyayang melalui iman, pengetahuan Anda tentang Dia, ketundukan Anda kepada-Nya melalui lisan lemahnya sakit, serta sakit kesendirian dalam keterkucilan; semua ini akan menarik pandangan rahmat-Nya bagi Anda yang akan mencukupi Anda dari apa pun juga.


Lantaran Dia ada, maka segala sesuatu pun ada untuk Anda, karena sesungguhnya Dia merawat Anda dan memperhatikan Anda. Orang yang benar-benar terkucil hidup sendiri dan kesepian adalah orang yang tidak berintisab kepada-Nya melalui iman dan kepasrahan, atau yang tidak peduli terhadap intisab ini.


260. Page

Obat Keduapuluh Empat:

Wahai orang-orang yang memperhatikan dan merawat anak-anak yang sakit tak berdosa, dan orang-orang lanjut usia yang seperti anak-anak kecil tak berdosa!


Sesungguhnya di hadapan kalian terdapat perdagangan ukhrawi yang penting, maka carilah keuntungan dari perdagangan ini dengan sikap antusias dan sungguh-sungguh. Itu lantaran penetapan pahala yang dihasilkan dari sakit anak-anak kecil yang tak berdosa, yang bagaikan latihan dan sasana bagi tubuh-tubuh lemah dan renta itu, yang memiliki banyak hikmah yang kembali kepada kehidupan duniawi anak kecil, di mana (kehidupannya) seperti suntikan untuk mendapatkan imunitas melawan berbagai pergolakan dunia dan guncangan-guncangannya di masa yang akan datang, juga sebagai pencerahan dan pengajaran rabbani bagi mereka, yang menjadi sarana bagi pemenuhan kehidupan spiritual mereka dan untuk menjernihkan kehidupan mereka, dan yang seperti suntikan maknawi yang menimbulkan perkembangan maknawi bagi anak kecil di masa yang akan datang atau di akhirat, yang bagi orang dewasa, itu menjadi kafarat dosa-dosa mereka ... Saya katakana: sesungguhnya penetapan pahala ini di lembar catatan amal kedua orang tua, lebih-lebih di lembar catatan amal ibu yang mengutamakan dan mementingkan kesehatan anaknya ketimbang kesehatan dirinya berkat rahasia kasih sayang, penetapan pahala ini adalah benar adanya menurut kalangan ahli hakikat.


Adapun upaya memberikan perhatian kepada orang-orang lemah dan mereka yang lanjut usia, upaya merawat mereka yang di samping berpahala besar juga mendatangkan doa dari mereka – khususnya jika mereka adalah kedua orang tua – serta upaya untuk membuat hati mereka gembira dan senang, juga upaya melayani mereka dengan tulus ikhlas, itu semua benar-benar merupakan wasilah bagi kebahagiaan di dunia ini dan di akhirat, sebagaimana yang dipastikan dalam banyak riwayat sahih dan fakta sejarah.


Sudah dipastikan melalui banyak kejadian dan peristiwa nyata bahwa anak bahagia yang patuh kepada kedua orang tuanya yang renta dengan ketaatan yang sempurna, pasti akan mendapatkan perlakuan yang sama dari anak-anaknya. Begitu pula, anak yang durhaka, jika berlaku buruk kepada kedua orang tuanya, pasti akan mendapatkan hukumannya melalui banyak musibah di dunia, lebih-lebih azab di akhirat.

Ya, jika orang-orang ahli iman menemukan salah seorang yang tua renta dan tak berdosa, sementara orang itu sakit dan membutuhkan mereka, maka pelayanannya (pada mereka) secara antusias dan penuh semangat – bukan merawat kerabat saja – itu termasuk salah satu tuntunan agama Islam selama masih ada ukhuwah Islamiyah sesuai dengan rahasia keimanan.

 

Obat Keduapuluh Lima:

Wahai saudara-saudara yang sakit!


Jika kalian menginginkan antidot (tiryaq) suci yang dapat mengobati segala penyakit dengan mujarab, dan kalian menginginkan kelezatan dengan segala makna yang terkandung dalam kata ini, maka kuatkanlah iman kalian. Yakni lakukanlah pengobatan iman – yang merupakan antidot suci – dengan tobat, istighfar, salat, dan ibadah.


 Ya, orang-orang yang lalai disebabkan cinta dan ketergantungan pada dunia, bagaikan mempunyai tubuh maknawi yang sakit berat seberat dunia. Adapun iman, maka kami telah memastikan secara qat’i di banyak risalah bahwa iman dapat menyembuhkan secara tiba-tiba tubuh maknawi besar yang sebesar dunia dan luka-luka akibat hantaman kesirnaan dan 

261. Page

perpisahan, dapat menyelamatkannya dari luka, dan dapat menyembuhkannya secara hakiki. Di sini saya sengaja meringkas pembicaraan agar tidak membuat kepala kalian sakit.


Sesungguhnya pengobatan iman menunjukkan efektifitasnya melalui pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama sebisa mungkin. Adapun kelalaian, kepandiran, dorongan nafsu, dan kesenangan yang tidak disyariatkan, tidak akan mendapatkan pengaruh dari antidot itu.


Lantaran sakit menghilangkan kelalaian, memupus hasrat negatif, dan mencegah kecondongan kepada kesenangan yang tak disyariatkan, maka semestinya kalian mengambil faidah dari sakit, mengkonsumsi obat-obatan dan cahaya-cahaya suci keimanan hakiki melalui pertobatan, istighfar, doa, dan ketundukan. Saya memohon semoga Allah menyembuhkan kalian dan menjadikan sakit kalian sebagai kafarat bagi dosa-dosa kalian. Amin, amin, amin!

 

وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذي هَدٰينَا لِهٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلاَ اَنْ هَدٰينَا اللّٰهُ لَقَدْ جَائَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ

Mereka berkata, “Segala puji bagi Allah yang telah menunjukkan kami ke (surga) ini. Kami tidak akan mendapat petunjuk sekiranya Allah tidak menunjukkan kami. Sesungguhnya rasul-rasul Tuhan kami telah datang membawa kebenaran.” (Qs. al-A’raf [7]: 43)

 

سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَليمُ الْحَكيمُ

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah [2]: 32)

 

اَللّٰهُمَّ صَلِّ عَلٰي سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ طِبِّ الْقُلُوبِ وَدَوَٓائِهَا وَ عَافِيَةِ الْاَبْدَانِ وَ شِفَٓائِهَا وَ نُورِ الْاَبْصَارِ وَ ضِيَٓائِهَا وَ عَلٰٓي اٰلِه۪ وَ صَحْبِه۪ وَ سَلِّمْ

Ya Allah, limpahkanlah shalawat dan salam kepada sayyidina Muhammad penyejuk dan obat hati serta afiat dan kesembuhan jasmani

cahaya dan sinar penglihatan, serta kepada keluarga beliau dan sahabat-sahabat beliau.

 

وَهُوَ لِكُلِّ دَٓاءٍ دَوَٓاءٌ

[Inilah obat bagi segala penyakit]

Yakni, buku ini adalah obat bagi segala penyakit


262. Page

TAMBAHAN LAMA’AT KEDUA PULUH LIMA

                                                       

Maktub Ketujuhbelas

Risalah tentang Hiburan Bagi yang Ditinggal Mati Anaknya

Saya melampirkannya di sini karena kesesuaian tempat

 

 

بِاسْمِه۪ 

وَاِنْ مِنْ شَئٍ اِلَّأ يُسَبِّحُ بِحَمْدِه۪

Dengan Nama-Nya

"Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya"

 

بِسْـــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

وَبَشِّرِ الصَّابِر۪ينَ اَلَّذ۪ينَ اِذَٓا اَصَابَتْهُمْ مُص۪يبَةٌ قَالُوٓا اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّٓا اِلَيْهِ رَاجِعُونَ

Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, orang-orang yang apabila ditimpa musibah mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali.” (Qs. al-Baqarah [2]: 155–156)

 

Saudaraku yang mulia di akhirat, Sayyid al-Hafidz Khalid!

Saudaraku! Kewafatan anakmu telah membuat saya banyak bersedih. Akan tetapi – ketentuan milik Allah – ridha terhadap qadha dan pasrah kepada qadar merupakan salah satu syiar dan keistimewaan Islam. Saya memohon kepada Allah agar mencurahkan kepada kalian kesabaran yang baik, dan menjadikan almarhum sebagai simpanan amal kebaikan bagi kalian di akhirat dan syafaat di sana. Kami menjelaskan kepada kalian dan kepada orang-orang yang seperti kalian yang bertaqwa “lima poin” yang memberi kabar gembira besar dan melipur dengan lipuran yang sebenarnya.

 

Poin Pertama:

Sesungguhnya makna dan rahasia kabar gembira yang tercantum dalam al-Qur’an ini: وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ (“Anak-anak yang kekal (dengan hiasan yang ada padanya.” (Qs. al-Insan [76]: 19) adalah:


 Ayat mulia وِلْدَانٌ مُخَلَّدُونَ ini menyampaikan kabar gembira dan menunjukkan indikasi bahwa anak-anak orang mukmin yang wafat sebelum baligh akan kekal di surga sebagai anak-anak yang dicintai seperti selayaknya di sana. Mereka akan menjadi wasilah bagi kegembiraan abadi dalam asuhan ayah dan ibu mereka yang pergi ke surga, serta sebagai wasilah untuk pewujudan perasaan paling lembut dan kelezatan bagi kedua orangtua mereka seperti kecintaan pada anak-anak dan cengkerama dengan mereka, dan bahwa segala sesuatu yang nikmat ada di surga, serta bahwa pendapat orang yang mengatakan, "Di surga tidak ada cinta pada anak-anak dan cengkerama dengan mereka karena tiadanya pengembangan keturunan di sana," bukanlah hakikat kebenaran; serta bahwa peroleh kecintaan pada anak-anak serta cengkerama dengan mereka yang abadi dan murni serta bebas dari kepedihan selama jutaan tahun, sebagai ganti dari kecintaan pada mereka dan cengkerama dengan mereka yang diiringi 

263. Page

dengan kepedihan dalam waktu sepuluh tahun yang singkat di dunia; ini merupakan wasilah kebahagiaan terbesar bagi orang-orang ahli iman.

 

Poin Kedua:

Pada suatu hari di salah satu penjara ada seorang laki-laki (ditahan), dan anaknya yang tercinta dikirimkan juga ke sana. Orang malang ini menderita berbagai kepedihan, dan pada saat sama ia merasa begitu pedih lantaran mengeluhkan ketidak-mampuannya mewujudkan ketenteraman bagi anaknya. Lalu, beberapa waktu kemudian, penguasa yang penyayang mengutus seseorang untuk mengatakan kepadanya, “Anak ini memang benar anakmu, tetapi dia salah seorang rakyatku dan salah seorang warga bangsaku. Aku akan mengambilnya dan memperhatikan pendidikannya secara pribadi di istana yang indah.” Lelaki itu pun kalut lantas menangis dan mengeluh, seraya berkata, “Aku tidak akan menyerahkan anakku kepada kalian. Dialah yang membuatku terhibur.” Teman-temannya di penjara berkata kepadanya, "Tidak ada artinya kamu bersedih dan gundah. Jika kamu kasihan kepada anakmu dan menyayanginya, maka ia akan pergi ke istana yang luas penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan, sebagai ganti dari penjara yang tercemar, berbau, sempit, dan bising ini. Namun jika kamu bersedih demi dirimu sendiri dan mengutamakan kepentinganmu, maka kamu akan banyak menanggung derita dan mengalami kepedihan lantaran berbagai kesulitan yang dialami anakmu jika tetap berada di sini bersamaan dengan kemaslahatan semu dan sesaat yang kamu peroleh. Adapun jika dia pergi ke sana maka kepergiannya mengandung seribu kemaslahatan dan manfaat bagimu; karena dia bisa menjadi wasilah untuk menarik kasih sayang raja kepadamu, dan posisinya menjadi seperti pemberi syafaat bagimu, raja pun akan merasa senang bila bertemu dengan anakmu, dan pasti raja tidak akan mengirimnya ke penjara agar kamu bertemu dengannya, tapi raja akan mengeluarkanmu dari penjara dan akan memanggilmu ke istana, serta memberimu kesempatan untuk menemui anakmu. Ini semua dengan syarat kamu harus menaruh kepercayaan kepada raja, bersandar padanya, dan mematuhinya.”


Sebagaimana dalam contoh ini, jika anak-anak kaum mukmin seperti Anda wahai saudaraku yang mulia, meninggal dunia, maka yang wajib dipikirkan adalah sebagai berikut:


 Sesungguhnya anak yang wafat ini tidak berdosa, dan sesungguhnya Penciptanya Maha Penyayang Maha Mulia. Dia telah mengambilnya kembali masuk dalam perhatian dan rahmat-Nya yang sempurna, bukan dalam pengasuhan dan kasih saying saya yang kurang. Dia mengeluarkannya dari penjara dunia yang menyakitkan penuh dengan musibah dan kesulitan, lantas mengirimnya ke taman-taman surga Firdaus. Maka berbahagialah anak ini. Dan tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi padanya seandainya ia tetap berada di dunia ini. Karena itu, saya tidak bersedih atas kematiannya, tidak pula kasihan kepadanya, tapi justru saya meyakini bahwa dia bahagia. Bagaimana saya kasihan kepada diri saya sendiri demi kemaslahatan pribadi saya, lalu bersedih, dan merintih?! Sebab, seandainya dia tetap ada di dunia niscaya dia hanya dapat mewujudkan cinta anak yang temporal hanya sepuluh tahun yang sarat dengan penderitaan. Seandainya dia anak yang saleh, bertaqwa, sukses, dan berprestasi dalam perkara-perkara dunia barangkali dia akan membant saya bahagia. Namun dengan kematiannya dia menjadi pembangkit cinta pada anak-anak selama puluhan juta tahun di surga abadi, dan menjadi wasilah bagi kebahagiaan abadi, serta berkedudukan sebagai pemberi syafaat di sana. Tidak ada keraguan tidak pula kebimbangan bahwa yang menyia-nyiakan satu kemaslahatan yang disegerakan dan diragukan, namun 

264. Page

memperoleh seribu kemaslahatan dan manfaat yang meyakinkan dan ditangguhkan, pasti dia tidak merintih atau bersedih, serta tidak menjerit dalam kondisi tanpa asa dan harapan.

 

Poin Ketiga:

Anak yang wafat itu adalah makhluk milik Pencipta Yang Maha Penyayang. Anak itu pun milik-Nya dan hamba-Nya, salah satu ciptaan di antara ciptaan-ciptaan-Nya dengan segala wujud dirinya, teman bagi kedua orang tuanya di mana ia ditempatkan dalam pengasuhan kedua orang tuanya secara temporal, dan Allah S.w.t telah menyediakan baginya kedua orangtuanya, serta menganugerahkan kepada mereka berdua kasih sayang yang memberikan kelezatan seperti upah yang disegerakan sebagai kompensasi atas penyediaan mereka berdua baginya. Adapun sekarang, jika Pencipta Yang Maha Penyayang – yang memiliki sembilan ratus sembilan puluh sembilan jatah dari seribu jatah – mengambil anak dari tangan Anda sesuai dengan tuntutan hikmah dan rahmat-Nya, serta menyudahi khidmat Anda kepadanya, maka kesedihan, ratapan dan jeritan dalam keputusasaan – seolah-olah Anda mengeluhkan satu jatah fisik lahiriah di tangan Anda melawan pemilik seribu jatah – tidak pantas bagi orang-orang ahli iman, tapi pantasnya bagi orang-orang lalai dan sesat.

 

Poin Keempat:

Seandainya dunia ini kekal abadi dan manusia pun kekal abadi di sana, sementara perpisahan bersifat abadi, niscaya kesedihan dalam kepedihan, dan kegundahan dalam keputusasaan, memiliki arti dan maksud. Akan tetapi lantaran dunia merupakan negeri persinggahan, dan lantaran kami serta kalian kelak akan pergi sebagaimana kepergian anak yang wafat, sementara kewafatan ini tidak dikhususkan baginya saja tapi sebagai jalan bagi semua orang, dan lantaran perpisahan tidak abadi serta kelak ada pertemuan yang akan terjadi di alam barzakh dan di surga; maka mestinya dikatakan, “Ketetapan adalah milik Allah. Dialah yang memberi dan Dialah yang mengambil.” Juga mesti diucapkan, “Segala puji bagi Allah dalam segala keadaan.” Serta mesti tetap bersyukur dalam kesabaran.

 

Poin Kelima:

Sesungguhnya kasih sayang yang merupakan salah satu tajalli rahmat ilahi yang paling lembut, paling indah, paling nikmat, dan paling manis, adalah eliksir bercahaya. Ia lebih berpengaruh daripada isyiq, dan meru sarapakan wasilah yang mengantarkan kepada Allah S.w.t dengan cepat, sebagaimana isyiq majazi dan isyiq duniawi berubah menjadi isyiq hakiki lantaran banyak persoalan, hingga bisa mendapati Allah. Demikian pula, kasih sayang mengikat hati dengan Allah S.w.t tanpa ksulitan dengan cara yang lebih singkat, lebih bersih, dan lebih jernih dari isyiq.


Masing-masing dari ayah dan ibu mencintai anaknya sepenuh dunia. Jika anaknya diambil dari salah satu di antara keduanya, maka ia dikeluarkan dari dunia. Dia akan mendapati Sang Pemberi nikmat hakiki jika dia berbahagia dan termasuk dari orang ahli keimanan sejati, serta mengatakan, “Lantaran dunia itu fana, maka hati tidak pantas untuk bergantung padanya.” Di dalam hatinya ia pun merasakan hubungan dan keterkaitan dengan negeri-negeri yang telah lebih dahulu didatangi oleh anaknya, dan mendapatkan kondisi maknawi yang besar.


 Adapun orang ahli lalai dan sesat, mereka tidak mendapatkan kebahagiaan dan kabar gembira tersebut dalam kelima hakikat ini. Ketahuilah sampai batas di mana kondisi mereka 

265. Page

menjadi menyakitkan, sebagai berikut:

Jika salah seorang ahli kesesatan melihat anaknya satu-satunya dan terkasih yang dicintainya sepenuh hati sedang menghadapi sakaratul maut, maka dia akan berpikir tentang tanah kuburan, bukan memikirkan tentang tempat tidurnya yang empuk dan nyaman. Ini lantaran dia membayangkan bahwa kematian merupakan ketiadaan dan perpisahan abadi, sebagai hasil dari kelalaian dan kesesatan sesuai dengan pandangan semu tentang keabadian dan kekekalan di dunia. Disebabkan kelalaian dan kesesatannya, dia tidak memikirkan tentang rahmat surga Tuhan Yang Maha Penyayang, tidak pula tentang berbagai nikmat di surga Firdaus-Nya. Dengan demikian Anda dapat mengetahui sejauh mana kesedihannya dan kepedihan yang dideritanya.


Akan tetapi Islam dan iman yang merupakan wasilah kebahagiaan dunia dan akhirat mengatakan kepada orang mukmin, “Anakmu yang sedang menghadapi pedihnya sakaratul maut ini akan dikeluarkan oleh Sang Penciptanya Yang Maha Penyayang dari dunia yang kotor ini, dan Dia akan mengambilnya menuju surga, serta menjadikannya sebagai pemberi syafaat bagimu. Dia juga akan menjadikannya sebagai anak yang kekal abadi untukmu. Perpisahan ini hanya sementara, maka jangan gundah, dan katakan, ‘Ketentuan milik Allah’ (اَلْحُكْمُ لِلّٰهِ). Dan ucapkanlah, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali’ (اِنَّا لِلّٰهِ وَاِنَّا اِلَيْهِ رَاجِعُونَ). Serta bersabarlah.”

 

اَلْبَاق۪ي هُوَ الْبَاق۪ي

Yang Abadi Itulah Yang Abadi

 

Said al-Nursi