LAMA'AT KETIGA PULUH

369. Page

LAMA’AT KETIGA PULUH

 

 

“Lama’at Ketigapuluh” dari “Maktub Ketigapuluh Satu,” dan salah satu di antara buah-buah penjara Eskisyehir,[1] yang terdiri dari “enam nuktah.”


Pelajaran terbesar dan kuat di antara pelajaran-pelajaran Madrasah Yusuf[2] kota Eskisyehir adalah Lama’at Ketigapuluh ini yang menjelaskan enam nuktah untuk “enam nama” (asma’) yang mengandung nama Allah Maha Agung. Ini sama seperti halnya pelajaran terbesar di antara pelajaran-pelajaran Madrasah Yusuf kota Denizli adalah “Risalah Buah,”[3] dan pelajaran paling bernilai dan paling sempurna di antara pelajaran-pelajaran Madrasah Yusuf kota Afion adalah “Hujjah Bunga.”[4]


Tidak setiap orang bisa menyerap dan merasakan sekaligus masalah-masalah mendalam yang sangat luas di dalam bagian yang secara khusus berbicara mengenai nama Allah “al-Hayy” (Yang Maha Hidup) dan “al-Qayyum” (Yang Maha Berdiri sendiri). Namun demikian, setiap orang bukan tak bisa mendapat bagian dan porsi darinya.

 

Nuktah Pertama

 

Bagian ini secara khusus membahas satu di antara sekian nuktah nama Allah “al-Quddus” (Maha Suci), yang layak menjadi penjelasan tambahan “Kalimat Ketigapuluh.”

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم

وَالْأَرْضَ فَرَشْنَاهَا فَنِعْمَ الْمَاهِدُونَ

“Dan bumi itu Kami hamparkan, maka sebaik-baik yang menghamparkan (adalah Kami).” (Qs. al-Dzariyat [51]: 48)

 

Di akhir-akhir bulan Sya’ban, di penjara Eskisyehir, tampak pada saya satu di antara banyak nuktah ayat ini, dan satu di antara banyak tajalli nama Allah “al-Quddus” yang merupakan nama paling agung, atau yang merupakan salah satu di antara cahayanya yang enam, serta menjelaskan pada saya wujud ilahi dengan penampakan yang sempurna, dan (menjelaskan) keesaan rabbani dengan jelas sekali sebagai berikut:


Saya melihat jagad raya dan bola bumi ini laksana pabrik besar yang terus bergerak, bekerja, beraktivitas, dan bertindak, dan laksana hotel atau ruang tamu yang selalu terisi dan kosong setiap saat. Kondisi pabrik, hotel, dan ruang tamu yang besar ini tentu saja sering kotor dan tercemar oleh sampah, reruntuhan, sisa-sisa, barang-barang bekas, dan barang-barang menjijikkan yang menumpuk di tiap sudutnya. Jika tidak dirawat dengan penuh perhatian,

[1] Salah satu kota di Turki

[2] Maksudnya penjara.

[3] “Cahaya kesebelas,” dicantumkan dalam rangkaian risalah “Tongkat Musa.”

[4] “Cahaya kelimabelas,” dicantumkan dalam rangkaian risalah “Cahaya-cahaya.”




370. Page

tidak dibersihkan, dan tidak disapu, tentu mustahil tinggal dan hidup di sana, serta menyulitkan orang.


Namun, pabrik jagad raya ini, ruang tamu dunia ini, bersih, suci, tidak kotor, dan tidak menjijikkan, sampai-sampai di sana tidak ada barang sisa lebihan, barang tak bermanfaat, atau barang kotor percuma. Bahkan jika pun secara lahiriah ditemukan barang-barang seperti ini, dengan cepat itu akan ditempatkan di mesin pengolah lalu dibersihkan. Dengan demikian, Zat yang mengawasi pabrik ini tentu mengawasi dengan sepenuh perhatian dan kejelian. Dan pabrik ini pasti ada pemiliknya yang memerintahkan pembersihan pabrik besar dan istana agung tersebut, selalu menyuci keduanya laksana sebuah ruangan kecil, dan menata keduanya dengan rapi, hingga di tengah pabrik maha besar ini tak ada sampah yang sesuai dengan besarnya atau pun benda-benda sisa yang mengotori, bahkan kebersihan dan kesuciannya selalu diperhatikan sesuai dengan luas dan besarnya.


Sebagaimana ketika orang tidak mandi dan tidak membersihkan kamar kecilnya dalam satu bulan, tentu badannya kotor, kamarnya juga kumuh, demikian pula halnya dengan kesucian, kebersihan dan pembersihan di istana jagad raya ini. Semuanya berasal dari hasil pembersihan yang bijak, tanpa henti, sempurna, jeli, dan selamanya. Andai tidak ada pembersihan yang tanpa henti itu, serta tidak ada perhatian dan penjagaan yang sempurna, detil dan terus-menerus itu, tentu ratusan ribu populasi hewan secara keseluruhan akan mengalami kesulitan di permukaan bumi, tentu gugusan-gugusan tata surya dan planetnya, bahkan gugusan bintang –yang berpotensi menimbulkan kehancuran dan kematian di ruang langit- jatuh menimpa kita dan juga makhluk-makhluk hidup lain, bahkan menimpa bola bumi dan juga kepala jagad raya. Tentu kepala kita akan dihujani batu-batu sebesar gunung, dan memaksa kita untuk pergi meninggalkan kampung halaman dunia ini. Meski demikian, tak pernah ada (satu pun bintang atau benda-benda angkasa) yang runtuh hingga menyebabkan kehancuran yang lazim terjadi di alam-alam atas sejak dulu kala, selain hanya sebagian kecil saja seperti jarum. Itu pun tidak menimbulkan gangguan pada siapa pun, dan tidak menghanguskan kepala siapa pun.


Tentu bangkai-bangkai ratusan ribu populasi hewan dan rongsokan duaratus ribu populasi tumbuh-tumbuhan tentu akan sangat mengotori wajah daratan dan lautan yang tiada bandingnya, disebabkan peralihan-peralihan kematian dan kehidupan. Pertarungan dan pertikaian di antara keduanya terjadi setiap saat di muka bumi. Akibatnya, siapa pun yang memiliki perasaan dan pemahaman akan menjauh dari keduanya –yakni permukaan bumi dan lautan– serta lari menuju kematian dan ketiadaan disebabkan buruknya wajah bumi dan lautan. Anda akan tercegah untuk mencintai dan merindukan mereka karena kedua wajah ini.


Sebagaimana burung membersihkan kedua sayapnya dengan mudah, seorang penulis juga membersihkan lembaran-lembaran bukunya dengan mudah, demikian pula pula sayap-sayap bumi yang terbang, burung-burung langit, lembaran-lembaran kitab jagad raya, semuanya dibersihkan, diperindah, dan dipercantik dengan sempurna. Mereka yang tidak melihat keindahan mutlak yang tiada banding bagi akhirat dan tidak memikirkannya dengan keimanan, mencintai kebersihan dan kecantikan bumi ini hingga sampai pada tingkat menyembah.


 Jadi, istana jagad raya dan pabrik alam luas ini menampakkan tajalli paling besar di antara tajalli-tajalli nama al-Quddus, di mana perintah-perintah untuk membersihkan wajah bumi dan lautan ini tidak hanya didengar oleh hewan-hewan pemakan daging dan hewan-hewan pembersih lautan saja, tapi juga didengar oleh para petugas kebersihan daratan yang 

371. Page

bertugas mengumpulkan bangkai-bangkai, seperti burung elang, cacing, dan juga semut.


Bahkan, perintah-perintah kebersihan suci ini juga didengar oleh sel-sel darah putih dan sel-sel darah merah yang mengalir di dalam tubuh, sehingga sel-sel darah ini membersihkan sel-sel tubuh. Pernafasan juga hal lainnya yang berperan membersihkan dan menjernihkan darah.


Sebagaimana perintah-perintah ini juga didengar kelopak mata untuk membersihkan mata dan didengar lalat untuk membersihkan sayapnya, maka udara besar dan awan luas juga hal lainnya yang mendengar perintah-perintah tersebut. Udara meniup debu dan tanah yang menempel di permukaan bumi, serta menyapu dan membersihkan semuanya. Alat penyemprot air di awan menyiramkan air ke taman bumi, sehingga membersihkan debu dan tanah, kemudian setelah itu dengan cepat menarik kembali seluruh bagian air yang tersebar ke mana-mana dengan teratur secara rapi, lalu lenyap agar tidak mengotori kejernihan dan kebersihan wajah langit dalam jangka panjang, sehingga wajah langit tersingkap dengan jelas, menampakkan matanya yang indah, bersih, dan berkilau.


Sebagaimana perintah-perintah pembersihan ini juga didengar oleh bintang, unsur, bahan-bahan tambang dan tumbuh-tumbuhan, maka seluruh atom juga mendengarnya, karena atom-atom ini menjaga kebersihan dengan amat jeli dan penuh perhatian di tengah terpaan-terpaan badai perubahan dan pergolakan yang mencengangkan, hingga tidak ada barang sisa yang menyatu di suatu tempat jika tidak diperlukan, dan tidak bertumpuk. Jika pun ada dan mengotori, itu dengan cepat dibersihkan. Semuanya dituntun oleh tangan hikmah, hingga menjadi bagian yang paling bersih, berkilau, indah, jernih, dan paling lembut.


Demikianlah, pembersihan –yang merupakan satu perbuatan dan satu hakikat– merupakan tajalli terbesar nama agung al-Quddus yang tampak pada wilayah jagad raya yang amat besar, karena secara langsung memperlihatkan wujud ilahi, keesaan rabbani, bersamaan dengan nama-nama-Nya yang indah di hadapan seluruh tatap mata yang laksana kacamata seluas matahari.


Ya, seperti telah disampaikan di sebagian besar bagian-bagian Risalah al-Nur dengan bukti-bukti nyata bahwa, sebagaimana halnya pengaturan dan penataan yang merupakan salah satu tajalli nama al-Hakam (Maha Bijak) dan al-Hakim (Maha Bijaksana), sebagaimana halnya proses penyeimbangan dan timbangan yang merupakan salah satu tajalli nama al-Adl (Adil) dan al-Adil (Maha Adil), sebagaimana halnya penghiasan dan ihsan yang merupakan salah satu tajalli nama al-Jamil (Maha Indah) dan al-Karim (Maha Mulia), sebagaimana halnya perawatan dan pemberian nikmat adalah salah satu tajalli nama al-Rabb dan al-Rahim (Maha Penyayang), di mana semua ini membentuk satu hakikat dan satu perbuatan dalam wilayah alam yang amat besar dan luas, karena itu masing-masing di antara semua ini menunjukkan Zat yang Wajib Ada adalah Maha Esa, maka demikian pula pembersihan dan penyucian yang merupakan salah satu tajalli nama al-Quddus merupakan salah satu fenomena-Nya. Itu juga menunjukkan keberadaan Zat yang Wajib Ada sejelas matahari, keesaan-Nya juga tampak dengan terang seterang siang hari.


Sebagaimana halnya perbuatan-perbuatan bijak di atas, seperti pengaturan, penyeimbangan, penghiasan, dan pembersihan dari sisi kesatuan kualitas menunjukkan Pencipta Yang Maha Esa dalam wilayah yang amat luas, demikian pula sebagian besar nama-nama Allah yang indah, bahkan masing-masing dari seribu nama Allah memiliki tajalli besar dalam wilayah yang amat besar dan luas ini. Perbuatan yang bersumber dari tajalli ini menampakkan dengan jelas keberadaan Yang Maha Esa lagi Tunggal.


372. Page

Ya. Hakikat-hakikat dan tindakan-tindakan aksiomatis yang mengisyaratkan keesaan, yang menceriakan dan menerangi jagad raya, seperti “hikmah umum” yang mengatur dan menata segala sesuatu untuk keteraturan dan ketentuannya, seperti “inayah menyeluruh” yang menghiasi segala sesuatu dan semakin membuatnya indah, elok lagi menawan, seperti “rahmat luas” yang menyenangkan dan membahagiakan segala sesuatu, seperti “rizki umum” yang memberi makan dan kenikmatan kepada seluruh makhluk hidup, seperti “kehidupan dan penghidupan” yang menjadikan segala sesuatu memiliki kaitan dengan yang lain, memetik manfaat darinya, dan menguasainya dalam batas tertentu; semua hakikat dan tindakan ini secara aksimatis menunjukkan keberadaan Zat Yang Maha Esa, Tunggal, Bijaksana, Mulia, Penyayang, Pemberi rizki, Hidup dan Menghidupkan, sebagaimana cahaya menunjukkan matahari.


Jika satu di antara perbuatan-perbuatan luas –yang jumlahnya mencapai ratusan– ini tidak dinisbahkan kepada Yang Maha Esa lagi Tunggal, di mana masing-masing dari semua perbuatan ini adalah bukti nyata atas keesaan-Nya, tentu ia memicu berbagai kemustahilan dari ratusan sisi.


Sebagai contoh: Jika satu saja perbuatan-perbuatan di atas tidak dinisbahkan kepada Pencipta jagad raya –saya tidak menyebutnya sebagai hakikat-hakikat pasti dan bukti-bukti keesaan secara menyeluruh seperti hikmah, inayah, rahmat, pemberian rizki dan kehidupan– tentu saja itu akan mengharuskan faham kafir para pengikut kesesatan: mungkin masing-masing makhluk –yang terkait erat dengan pembersihan, dimulai dari bagian paling kecil, lalat, hingga bintang– memiliki kemampuan yang membuatnya bisa menghiasi, menyeimbangkan, mengatur, menata, dan menentukan jagad raya, semuanya bergerak sesuai dengan kemampuannya.


Atau mungkin sifat-sifat suci Sang Pencipta jagad berada di dalam zat-zat setiap makhluk tersebut.


Atau mungkin ada semacam majelis permusyawaratan luas seluas jagad raya ini, di mana seluruh atom, lalat, bintang-bintang tak terbatas menjadi anggota majlis pertemuan ini, lalu semuanya bertemu untuk menghias, mengatur, menata, menyeimbangkan, menghendaki, dan memunculkan jagad raya ini.


Demikianlah seharusnya ratusan contoh kemustahilan khurafat yang tanpa makna ini, supaya hiasan, penyucian, dan pembersihan merata mencakup seluruh jagad raya terlihat di setiap sisinya.


Contoh ini bukan hanya satu kemustahilan saja, tapi ratusan ribu kali kemustahilan.

Ya. Tepat sekali, jika cahaya siang hari dan matahari khayalan kecil yang terpantul di seluruh benda-benda berkilau di muka bumi tidak dinisbahkan kepada matahari itu sendiri, jika tidak diterima dan diyakini bahwa cahaya-cahaya tersebut adalah pantulan cahaya satu matahari, tentu keberadaan matahari hakiki harus berada di setiap benda berkilau, ada di balik setiap potongan kaca dan tetesan-tetesan air, di balik potongan-potongan salju, bahkan di dalam partikel-partikel terkecil udara, hingga cahaya menyeluruh itu muncul di alam nyata.


Demikianlah, hikmah adalah cahaya, rahmat yang menyeluruh adalah cahaya, masing-masing dari penghiasan, periasan, pengaturan, dan pembersihan adalah cahaya menyeluruh, serta pancaran bagi sinar metahari azali S.w.t.


Mari, perhatikanlah bagaimana kesesatan dan kekafiran menggiring menuju kubangan lumpur yang tak akan bisa terlepas dari sana. Pandanglah bagaimana kebodohan yang tersembunyi di balik kesesatan merupakan kebodohan besar. Dan ucapkanlah, “Segala puji bagi 

373. Page

Allah atas karunia agama Islam dan kesempurnaan iman” (الحمد لله على دين الاسلام و كمال الايمان).

Ya. Pembersihan luhur, mulia dan menyeluruh yang menjaga kebersihan istana jagad raya yang tinggi dan sempurna ini, tak diragukan lagi merupakan salah satu tajalli di antara tajalli-tajalli nama al-Quddus (Maha Suci), dan konsekwensinya.

Ya. Sebagaimana halnya tasbih seluruh makhluk mengarah ke nama al-Quddus (Maha Suci), maka demikian pula nama al-Quddus (Maha Suci) mengharuskan kebersihan makhluk-makhluk itu seluruhnya.

Berkenaan dengan kebersihan,[1] hadits “Kebersihan sebagian dari iman”( النظافة من الايمان)[2] menilai kebersihan sebagai bagian dari cahaya iman.

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri.” (Qs. al-Baqarah [2]: 222)

Demikian pula halnya ayat ini juga menunjukkan bahwa kebersihan menjadi salah satu pendorong cinta ilahi.

 

 

Nuktah Kedua


بسم الله الرحمن الرحيم

        وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا عِندَنَا خَزَائِنُهُ وَمَا نُنَزِّلُهُ إِلَّا بِقَدَرٍ مَّعْلُومٍ

“Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Qs. al-Hijr [15]: 21)

 

Di balik terali besi Eskisyehir, terlihatlah oleh saya dari kejauhan salah satu tajalli nama “al-‘Adl” (Maha Adil) yang merupakan salah satu nuktah di antara nuktah-nuktah ayat ini, juga nama agung, atau satu di antara enam cahaya-Nya, seperti halnya nuktah pertama sebelumnya. Melalui cara perumpamaan agar lebih mudah difahami, berikut kami katakan:


Jagad raya ini adalah istana menawan. Di dalamnya ada kota yang bergolak antara dirusak dan dibangun tanpa henti. Di kota itu, ada sebuah daerah di mana perang dan migrasi selalu bergolak setiap waktu. Di daerah itu, ada sebuah alam di mana kematian dan kehidupan bergulir silih berganti setiap saat. Namun di istana, kota, daerah, dan alam, itu terdapat keseimbangan serta neraca menakjubkan dan mencengangkan, yang secara pasti menegaskan bahwa perubahan, pergantian, kedatangan dan kepergian di antara semua wujud yang ada tanpa batas ini, ditimbang dan ditakar dengan neraca milik Zat Yang Maha Esa Maha Tunggal



[1]   Kita tidak boleh lupa bahwa sifat-sifat buruk, keyakinan-keyakinan batil, dosa, bid’ah, semua ini termasuk kotoran-kotoran maknawi. (Penulis)

[2]  Tidak ada hadits yang diriwayatkan dengan lafazh ini, tapi dengan lafadz lain, di antaranya diriwayatkan ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Wasith dengan lafadz, “Kebersihan menyeru pada keimanan.” Hadits nomor 7311, dari hadits Ibnu Mas’ud. Ada riwayat-riwayat lain dengan lafazh yang berbeda, di antaranya riwayat at-Tirmidzi, hadits nomor 2799, Abu Ya’la, hadits nomor 790, dan lainnya dengan lafazh, “Sesungguhnya Allah baik, menyukai yang baik, bersih dan menyukai kebersihan.” Juga riwayat Muslim, hadits nomor 223, Imam Ahmad, hadits nomor 22953, ath-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, hadits nomor 3424, Ibnu Abi Syaibah, hadits nomor 37, al-Baihaqi dalam al-Sunan al-Kubra, hadits nomor 185, al-Darimi, hadits nomor 653, dan lainnya dengan lafazh “Kebersihan separuh iman.”




374. Page

tanpa batas ini, ditimbang dan ditakar dengan neraca milik Zat Yang Maha Esa Maha Tunggal yang melihat seluruh jagad raya dan wujud yang ada setiap waktu serta memberlakukan seluruhnya dengan penuh pengawasan.


Tanpa itu, andai seluruh sebab yang berusaha merusak keselarasan dan menguasai keselarasan ini secara kasar dengan seratus ribu sel telur untuk seekor ikan, dua puluh ribu biji satu bunga seperti bunga poppy misalnya, dengan serangan berbagai unsur dan perubahan bak aliran air, andai seluruh sebab ini dibiarkan bebas, atau dibilang sebagai hal kebetulan tanpa batas dan tanpa tujuan, atau dikaitkan dengan kekuatan buta yang tidak memiliki ukuran, dikaitkan dengan alam gelap yang tak memiliki perasaan, tentu keselarasan segala sesuatu dan keseimbangan jagad raya ini akan rusak, hingga akan mengacaukan sunnatullah, bahkan dalam hitungan satu hari. Artinya, lautan dipenuhi oleh segala sesuatu yang bersifat acak dan menjijikkan, udara pasti terkontaminasi gas-gas berbahaya, bumi pun pasti berubah menjadi tumpukan sampah, genangan air keruh, lumpur, dan membuat dunia ini tak bisa menjadi tempat hidup.


Segala sesuatunya diatur dan ditakar dengan neraca sensitif, dengan takaran jeli, mulai dari sel-sel tubuh hewan, dari sel-sel darah merah dan putih, dari perubahan-perubahan atom yang selaras dengan organ-organ tubuh, berakhir hingga pasang-surut lautan, hingga sumber-sumber air di bawah tanah yang datang dan pergi, hingga kelahiran dan kematian hewan serta tumbuh-tumbuhan, hingga keruntuhan tanaman pada musim gugur dan kebangkitannya pada musim semi, hingga pengabdian dan pergerakan berbagai unsur dan bintang-bintang, hingga perubahan kematian dan kehidupan, terang dan gelap, pertentangan panas dan dingin, di mana akal manusia sama sekali tidak melihat adanya tindakan berlebihan ataupun sia-sia di titik mana pun. Bahkan hikmah insani juga melihat dan memperlihatkan keteraturan yang amat indah dan keseimbangan yang begitu menawan dalam segala sesuatu. Bahkan hikmah insani sendiri tidak lain merupakan bagian dari salah satu tajalli keteraturan dan keseimbangan itu, juga sebagai interpretasi bagi keduanya?!


Sekarang mari kita perhatikan keseimbangan antara matahari dan duabelas bintang yang berbeda-beda. Wahai gerangan, tidakkah keselarasan ini menunjukkan seterang matahari keberadaan Sang Pencipta Maha Agung, dan Dia Maha Adil Maha Kuasa?!


Perhatikan pula secara khusus kapal kita, maksudnya bumi, yang merupakan salah satu planet yang bergerak dan berotasi di kawasan seluas duapuluh empat ribu tahun. Meski (bumi bergerak) dengan kecepatan luar biasa seperti ini, segala sesuatu yang tegak dan tertata di permukaannya tidak berhamburan, tidak bergoyang, tidak terguncang, tidak melemparkan, atau membuangnya, atau melontarkannya ke angkasa. Andai kecepatannya ditambah atau dikurangi sedemikian rupa, tentu akan ia akan terlempar bersama penghuninya ke angkasa dan menghamburkan mereka di sana. Andai keseimbangannya rusak dalam hitungan satu menit saja, atau bahkan satu detik saja, tentu rusaklah dunia kita ini, bahkan tidak menutup kemungkinan bertubrukan dengan planet lain, dan terjadilah kiamat.


Demikian pula keseimbangan kelahiran dan kematian empat ratus ribu kelompok hewan dan tumbuh-tumbuhan di muka bumi serta kehidupannya melalui rahmat, semuanya menunjukkan keberadaan Yang Maha Adil, Maha Penyayang, Maha Esa, dan Maha Tunggal seperti cahaya sebagai petunjuk adanya matahari.


 Demikian juga halnya dengan anggota tubuh, organ-organ, dan indera seorang tak terbatas di antara berbagai individu golongan makhluk hidup yang tak terbatas, semuanya berjalan selaras dan seimbang satu sama lain dengan timbangan yang sensitif, yang secara 

375. Page

aksiomatis menunjukkan adanya Sang Pencipta Yang Maha Adil dan Maha Bijaksana.


Demikian juga keseimbangan jeli dan menawan terdapat pada sel-sel tubuh seekor hewan di antara sekian banyak hewan lainnya, ada di aliran-aliran darahnya, ada di sel-sel darah, ada di atom-atom dalam sel-sel darah. Semua ini secara aksiomatis menunjukkan bahwa ia dirawat dan diatur dengan neraca, aturan, dan ketentuan Yang Maha Esa, Maha Pencipta, Maha Adil, Maha Bijaksana yang kendali segala urusan berada di tangan-Nya, yang kunci segala sesuatu berada dalam genggaman-Nya, apa pun tak menghalangi-Nya untuk melakukan dan menciptakan sesuatu, Dia mengatur segala sesuatu dengan mudah layaknya mengatur satu hal.


Siapa pun yang tidak meyakini bahwa amalan-amalan jin dan manusia akan ditimbang dengan neraca keadilan terbesar di Mahkamah terbesar di padang Mahsyar, serta tidak mempercayainya, andai saja dia mencermati keselarasan terbesar yang dia lihat di dunia ini dengan mata kepala dan mata hati secara seksama, tentu anggapan penolakan itu pasti hilang.


Wahai manusia yang celaka, berlebihan, dan boros, wahai orang zalim yang tidak adil, wahai makhluk kotor yang tidak bersih, engkau menyalahi seluruh wujud yang ada karena engkau tidak menjalankan sikap hemat, kebersihan, dan keadilan yang merupakan undang-undang yang menggerakkan seluruh wujud yang ada. Karena itulah kau menerima kebencian, murka dan amarah secara maknawi dari semua wujud yang ada.

Apa yang kau jadikan sandaran sampai-sampai mendorong seluruh wujud murka padamu akibat kezalimanmu, keenggananmu menegakkan keadilan, sikapmu yang berlebihan, dan tindakanmu yang tidak bersih?!


Ya. Hikmah umum di jagad raya yang merupakan tajalli terbesar nama “al-Hakim“berporos di atas prinsip hemat dan tidak berlebihan, serta memerintahkan kita untuk bersikap sederhana. Keadilan umum di alam raya yang merupakan tajalli nama terbesar “al-Adl” berporos di atas prinsip keseimbangan segala sesuatu, dan memerintahkan manusia untuk berbuat adil. Penyebutan kata nerasa keseimbangan sebanyak empat kali, yang mengisyaratkan tempat tingkatan dan empat jenis timbangan dalam surat ar-Rahman berikut ini menunjukkan tingkatan timbangan yang begitu agung di jagad raya, juga menunjukkan nilai urgensinya yang amat besar:


وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ أَلَّا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلَا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ

“Dan Allah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu. Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu.”(Qs. al-Rahman [55]: 7-9)


Ya. Sebagaimana sikap berlebihan tidak patut ada di segala sesuatu, maka tidak ada pula kezaliman hakiki dan ketidak-seimbangan dalam segala sesuatu. Pembersihan dan kebersihan yang berasal dari tajalli nama terbesar “al-Quddus” (Maha Suci), membersihkan dan memperindah seluruh wujud di jagad raya ini hingga tak terlihat apa pun yang kotor dan jelek secara hakiki di segala sesuatu, asalkan tidak ada campur tangan manusia yang kotor jorok di sana.


Maka fahamilah dari sini bagaimana keadilan, sikap hemat dan kebersihan, yang merupakan bagian dari hakikat al-Qur'an dan dustur Islam merupakan dustur mendasar dan mengakar dalam kehidupan manusia.


 Ketahuilah sejauh mana ikatan hukum-hukum al-Qur'an dengan jagad raya, bagaimana hukum-hukum ini mengakar di relung-relung alam raya, bagaimana ia melingkupi jagad raya. 

376. Page

Kerusakan hakikat-hakikat ini mustahil terjadi, seperti mustahilnya kerusakan jagad raya dan tercorengnya bentuk alam raya.


Mungkinkah hakikat kuat, mengakar, dan meliputi segala sesuatu, seperti rahmat, pertolongan, keadilan, hikmah, kesederhanaan, dan kebersihan yang menguasai seluruh wujud yang ada, berubah menjadi kekerasan, kezaliman, lenyapnya hikmah, sikap berlebihan, tidak adanya kebersihan, dan kesia-siaan karena tidak adanya kedatangan hasyr (hari penghimpunan) dan akhirat, sementara ratusan hakikat yang melingkupi, seperti rahmat, inayah, dan penjagaan mengharuskan adanya hasyr dan akhirat seperti ketiga cahaya agung ini?! Seratus ribu kali tidak mungkin.


Apakah gerangan rahmat dan hikmah, yang menjaga hak hidup seekor lalat dengan rahmat, menyia-nyiakan hak kehidupan tanpa batas seluruh makhluk yang berperasaan dan hak-hak seluruh wujud tanpa batas tanpa adanya penghimpunan seluruh makhluk?


Jika boleh dikatakan: mungkinkah keagungan rububiyah yang menampakkan sensitivitas dan kejelian tanpa batas dalam rahmat, kasih sayang, keadilan, hikmah dan kuasa uluhiyah yang menghiasi jagad raya dengan ciptaan dan nikmat-nikmat-Nya yang begitu menawan tanpa batas dengan tujuan untuk menunjukkan kesempurnaan kuasa, untuk memperkenalkan dan membuat diri-Nya dicintai seluruh makhluk. Kami katakan: mungkinkah keagungan seperti ini memperkenankan tidak adanya penghimpunan seluruh makhluk yang berarti meruntuhkan kesempurnaan-kesempurnaan seluruh makhluk yang artinya mengingkari rububiyah dan uluhiyah-Nya?


Mustahil! Keindahan mutlak ini sama sekali tidak memungkinkan keburukan mutlak seperti ini selamanya.


Ya. Siapa pun yang bermaksud mengingkari akhirat terlebih dahulu harus mengingkari keberadaan dunia secara keseluruhan dengan semua hakikatnya. Jika tidak, dunia dengan seluruh hakikat akan mengingkarinya melalui seratus ribu lisan dan bahasa, dan akan terbukti dalam kebohongannya ini bahwa dia pembohong serratus ribu kali lipat. Kebohongan orang seperti ini telah ditegaskan dalam “Kalimat Kesepuluh” dengan dalil-dalilnya yang qath’i yang secara pasti menyebutkan keberadaan akhirat itu qath’i, seperti kepastian keberadaan dunia, dan taka da keraguan di dalamnya.

 

 

Nuktah Ketiga

 

Ini mengisyaratkan cahaya ketiga di antara enam cahaya nama agung

 

بِسْــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ

اُدْعُ اِلٰي سَبيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah.” (Qs. al-Nahl [16]: 125)


 Saat berada di balik terali besi Eskisyehir di bulan Ramadhan, terlihatlah oleh saya sebuah nuktah di antara nuktah-nuktah ayat di atas, dan salah satu tajalli di antara tajalli nama “al-Hakam” (Maha Bijak) yang merupakan nama agung, atau satu di antara enam cahaya-Nya. Nuktah ketiga –yang terdiri dari lima poin- ditulis secara cepat sebagai isyarat terhadap nuktah 

377. Page

yang dimaksud saja, namun tetap berupa coretan.

 

 

Dengan Nama-Nya

 

Poin Pertama

Sebagaimana diisyaratkan dalam “Kalimat Kesepuluh,” tajalli terbesar nama “al-Hakam” menjadikan jagad raya ini sebagai buku, dimana setiap halamannya ditulis ratusan buku, di setiap baris kalimatnya terselip ratusan halaman, di setiap katanya terselip ratusan baris kalimat, di setiap hurufnya terselip ratusan kata, di setiap titik-titiknya terselip katalog kecil. Setiap halaman, baris kalimat, dan bahkan titik-titik buku ini menunjukkan keberadaan Sang Pengukir dan Penulisnya secara jelas melalui seratus sisi, di mana menyaksikan buku jagad raya ini menguatkan keberadaan dan keesaan Sang Penulis seratus kali lebih dari petunjuk akan keberadaan buku itu sendiri, karena jika satu huruf saja mengungkapkan isi hatinya sendiri, maka satu baris kalimat dalam buku ini mengungkapkan keberadaan Sang Penulis.


Ya. Satu halaman buku besar ini adalah permukaan bumi. Terlihat dengan mata kepala di halaman ini bahwa buku-buku ditulis sebanyak bilangan kelompok hewan dan tumbuh-tumbuhan di musim semi secara bersamaan, saling merasuk satu sama lain tanpa adanya salah tulis. Satu baris kalimat halaman buku ini adalah taman.


Kita bisa melihat dengan mata kepala, kasidah teruntai indah ditulis sebanyak bilangan bunga, pepohonan, dan tanaman di dalam taman itu saling merasuk satu sama lain tanpa kesalahan.


Satu kata dalam kalimat ini adalah pohon berbunga dan rindang yang sudah hampir waktunya berbuah.


Kata dalam buku ini adalah rangkaian kalimat dengan kandungan makna pujian dan sanjungan untuk Yang Maha Bijaksana sebanyak bilangan dedaunan, bunga, dan buah-buahan yang tertata rapi, ditakar dan dihias. Seperti pohon lain pada umumnya, pohon ini seakan kasidah tertata rapi yang tidak lagi memerlukan pujian untuk Sang Pengukir, seakan dengan ribuan pasang mata ia ingin melihat jejak-jejak Yang Maha Bijaksana nan menawan, bernilai, dan luar biasa yang Dia perlihatkan di tempat pameran bumi, seakan ia sudah memiliki bentuk berhias, seimbang, tertata rapi dan memiliki banyak makna, diberi bentuk bijak untuk menampakkan hadiah, ciri, dan tempaannya di hadapan pandangan Penguasa Azali di musim semi –yang merupakan hari raya khusus dan pameran umum bumi- yang keberadaan nama-nama Sang Pengukir bersaksi akan keberadaan-Nya melalui banyak sekali wajah dan bahasa yang saling merasuk satu sama lain di setiap bunga dan buahnya.


Sebagai contoh: Di setiap bunga dan buah terdapat sebuah neraca, di neraca ini terdapat sebuah aturan, di aturan ini terdapat penataan dan keseimbangan yang selalu diperbarui, penataan dan keseimbangan ini memiliki keindahan dan keelokan, keindahan dan keelokan ini memiliki sejumlah makna dan rasa yang memiliki hikmah. Karena itu, setiap bunga mengisyaratkan pada Sang Maha Kuasa Maha Agung isyarat-isyarat sebanyak bilangan bunga pepohonan tersebut, dan titik benih di buah yang layaknya satu huruf pohon ini yang merupakan satu kata. Ia adalah kotak kecil berisi katalog dan program pohon tersebut secara keseluruhan.


Mengacu pada analogi ini, seluruh baris kalimat dan halaman-halaman buku jagad raya 

378. Page

laksana tajalli nama “al-Hakam” dan “al-Hakim”, di mana bukan hanya setiap halamannya saja, tapi juga setiap baris kalimat, setiap kata, setiap huruf, bahkan setiap titiknya dijadikan mukjizat, yang seandainya seluruh sebab menyatu, tentu tetap tak mampu untuk membuat satu pun titik buku itu, tentu tidak mampu menandingi ataupun menantangnya.


Ya. Setiap ayat kauniyah di antara ayat-ayat al-Qur'an di jagad raya menampakkan mukjizat sebanyak bilangan titik dan huruf-hurufnya. Maka tak syak lagi, kebetulan acak, kekuatan buta, alam bisu, yang tak punya hubungan, pertimbangan ataupun perasaan, jelas sekali tidak mungkin dengan cara apa pun bisa ikut campur dalam neraca keseimbangan yang rapi dan istimewa tersebut serta dalam keteraturannya yang akurat dan mempesona. Andai teori-teori seperti itu ikut campur dalam aturan ini, jelas itu akan menimbulkan jejak-jejak kerusakan di titik tertentu, padahal nyatanya tak ada satu pun kerusakan di bagian mana pun di jagad raya ini.

 

Poin Kedua

Ini terdiri dari dua masalah:

 

Masalah pertama:

Sebagaimana telah dijelaskan dalam “Kalimat Kesepuluh,” keindahan yang mencapai puncak kesempurnaan dan kesempurnaan yang mencapai puncak keindahan pasti menginginkan untuk melihat, memperlihatkan, dan memamerkan dirinya. Ini adalah kaidah yang mengakar dalam-dalam. Berdasarkan aturan yang mengakar dan menyeluruh ini, Sang Pengukir Azali kitab jagad raya yang besar ini memperlihatkan dan menarik seluruh makhluk untuk menyukai keindahan kesempurnaan-Nya dan kesempurnaan keindahan-Nya melalui berbagai lisan seluruh wujud yang ada, mulai dari benda paling kecil, hingga yang paling besar, demi memperkenalkan diri-Nya, agar kesempurnaan-kesempurnaan-Nya diketahui, demi menampakkan keindahan-Nya dan menarik seluruh wujud untuk mencintai diri-Nya melalui jagad raya ini.


Maka, wahai manusia yang lalai! Sang Maha Bijaksana Maha Bijak Maha Agung ingin diri-Nya dikenal dan dicintai pada Anda melalui setiap makhluk-Nya laksana model dan bentuk menawan tanpa batas. Namun jika Anda tidak mengetahuinya dengan iman untuk membalas perkenalan-Nya, jika Anda tidak mendorong diri untuk mencintai-Nya melalui ubudiyah, maka Anda perlu paham dan sadar sejauh mana kebodohan dan kerugian berlipat tanpa batas.

 

Masalah kedua:

Tidak ada ruang persekutuan dalam kekuasaan Sang Pencipta Maha Kuasa Maha Bijaksana di jagad raya ini, karena wujud yang amat teratur dalam segala sesuatu tidak mau menerima adanya intervensi, karena jika ada banyak tangan ikut campur dalam urusan tertentu, tentu benda tersebut pasti hancur. Sebagaimana jika ada dua raja dalam satu kerajaan, dua penguasa dalam satu kota, dua pemimpin dalam satu kampung, pasti akan memperlihatkan kehancuran dalam setiap urusan kerajaan, kota, dan perkampungan tersebut, demikian pula pekerja paling rendah sekali pun yang mendapat perintah, tentu tidak mau adanya campur tangan orang lain dalam pekerjaan yang ia lakukan. Ini menunjukkan bahwa ciri paling utama dari kekuasaan adalah independensi dan aksi tunggal.


Dengan demikian, keteraturan menuntut wihdah, dan kekuasaan menuntut infirad.


379. Page

Jika bayangan sesaat kekuasaan seorang manusia lemah yang memerlukan bantuan orang lain saja menolak intervensi seperti ini, maka jelas sekali intervensi dalam kekuasaan hakiki di tingkatan rububiyah Zat Yang Maha Kuasa Mutlak, tentu tertolak sepenuhnya.


Jika ada intervensi seukuran atom pun, tentu rusaklah aturan itu, padahal jagad raya ini diciptakan dengan cara di mana Pencipta satu biji-bijian harus memiliki kemampuan untuk menciptakan sebuah pohon secara utuh, dan Pencipta sebuah pohon harus memiliki kemampuan untuk menciptakan jagad raya. Jika ada sekutu di jagad raya yang ikut campur menciptakan, tentu mengharuskan si sekutu tersebut punya andil dalam menciptakan biji-bijian yang paling kecil juga, karena biji-bijian tersebut adalah contoh jagad raya ini.


Dengan demikian, dua rububiyah yang tidak termuat dalam jagad raya yang amat besar ini, harus termuat dalam satu biji-bijian kecil, bahkan satu atom. Ini namanya kemustahilan dan khayalan batil yang paling tidak bermutu, bahkan paling mustahil di antara hal-hal mustahil.


Maka ketahuilah, bagaimana kesyirikan dan kekafiran yang mengharuskan kelemahan Sang Maha Kuasa Mutlak –padahal Dia yang memegang kendali seluruh kondisi dan esensi jagad raya secara keseluruhan dalam neraca keadilan dan kebijaksanaan– bahkan dalam satu biji-bijian, adalah kesalahan dan kebohongan hingga batas paling jauh, dan ketahui pula bagaimana tauhid adalah haq dan kebenaran hingga batas paling jauh. Ketahuilah ini lalu ucapkan, “Alhamdulillah atas nikmat iman.”

 

Poin Ketiga:

Melalui nama “al-Hakam” dan “al-Hakim”, Sang Pencipta menyelipkan ribuan alam yang tertata rapi dan menawan di dalam alam ini, dan penciptaan manusia –dimana sebagian besar hikmah jagad raya ini tampak pada sosoknya– sebagai pusat dan intinya.


Hikmah paling utama di lingkup jagad raya dan manfaatnya merujuk dan mengarah pada manusia. Dalam lingkup manusia, rizki dijadikan sebagai pusat, di mana sebagian besar hikmah dan maslahat alam manusia mengarah kepada rizki dan tampak dengannya, tajalli nama al-Hakim terpampang jelas dalam sosok manusia melalui perasaan dan perantara daya rasa rizki. Setiap ilmu di antara ratusan ilmu –yang diungkap melalui perasaan dan kesadaran manusia– secara jelas mengenal nama al-Hakam di balik satu jenis makhluk.


Sebagai contoh: Kalau ilmu kedokteran ditanya, apa jagad raya itu?

Disiplin ilmu ini tentu menjawab tanpa ragu, jagad raya adalah apotik besar yang tertata rapi, menawan dan indah, segala obat sudah dipersiapkan di sana dan diracik secara profesional dan ahli.


Kalau ilmu kimia ditanya, apakah bumi itu?

Disiplin ilmu ini tentu menjawab, bumi adalah laboratorium kimia yang amat menawan dan indah.


Disiplin ilmu arsitektur tentu menjawab, bumi adalah pabrik yang amat indah, tanpa kekurangan dan tanpa aib.


Disiplin ilmu pertanian tentu menjawab, bumi adalah ladang yang menawan dan menakjubkan, kebun yang indah dan sangat subur untuk berbagai produk tanaman, menumbuhkan berbagai biji-bijian pada musimnya.


Disiplin ilmu bisnis tentu menjawab, bumi adalah sebuah pameran indah, pasar yang tertata rapi dan teratur, toko yang menyediakan barang-barang menawan.


Disiplin ilmu pangan tentu menjawab, bumi adalah tempat penyimpanan yang tertata 

380. Page

sangat rapi berisi berbagai macam makanan.


Disiplin ilmu rizki tentu menjawab, bumi adalah dapur rabbani, dapur rahmani, di mana ratusan ribu makanan lezat dimasak secara bersamaan dan tertata rapi.


Disiplin ilmu militer tentu menjawab, bumi adalah tangsi militer, di sana terdapat empat ratus ribu golongan pasukan yang baru diangkat sebagai prajurit di setiap musim semi, tenda-tenda militer dipasang di muka bumi. Bersamaan dengan itu, rizki masing-masing berbeda, sepak terjang dan senjata masing-masing juga berbeda, latihan dan bebas tugas masing-masing juga tidak sama, semuanya diatur dan ditata secara sempurna dan rapi atas perintah Panglima Besar Maha Esa, atas kekuatan dan rahmat-Nya tanpa melupakan satu pun dari mereka, tanpa terjadi satu pun percampuran dan ketidakjelasan.


Andai ilmu kelistrikan ditanya, tentu menjawab tanpa ragu, atap istana jagad raya yang menawan ini dihiasi dengan lampu-lampu listrik tak terbatas dengan tertata rapi dan seimbang. Namun, ini tentu saja terjadi dengan ditata dan diseimbangkan secara menawan, karena lampu-lampu langit –khususnya matahari yang ribuan kali lebih besar dari bumi– selalu menyala, meski demikian keseimbangan matahari tak pernah rusak atau menimbulkan permasalahan, juga tidak menimbulkan kebakaran meski dengan fungsi tak terbatas. Dari manakah gerangan sumber, minyak, bahan bakar dan pemantik apinya?! Mengapa sumber, minyak, bahan bakar dan pemantik apinya tidak habis-habis? Mengapa keseimbangan nyala apinya tidak rusak?! Padahal lampu kecil saja bisa rusak jika tidak dijaga dengan rapi.


Maka perhatikanlah hikmah dan qudrat Sang Maha Bijaksana yang menyalakan matahari yang satu juta kali lebih besar dan lebih dulu ada sebelum bumi kita ini yang konon menurut ilmu astronomi satu juta tahun, matahari yang hidup sejak lebih dari sejuta tahun, Allah menyalakannya tanpa bahan bakar, tanpa arang, tanpa minyak, namun tidak padam. Perhatikan lalu ucapkan, “Subhanallah!” Ucapkan, “Masya Allah, barakallah, la ilaha illallah,” sebanyak bilangan jarum menit yang berputar selama umur matahari.


Dengan demikian, di lampu-lampu langit ini terdapat keteraturan yang begitu menawan. Semua ini tentu saja dijaga dan diperhatikan secara jeli, seakan tungku uap tumpukan api amat besar dan banyak, seakan pelita-pelita bercahaya yang banyak tak terbatas ini adalah neraka Jahanam yang tak pernah padam panasnya, karena panas dikirim ke sana tanpa cahaya, sementara mesin, pusat, dan pabrik lampu-lampu listrik ini berada di surga abadi, karena cahaya dan sinarnya dikirim ke sana, nyala apinya terus bertahan secara teratur sebagai tajalli nama terbesar al-Hakam dan al-Hakim.


Demikianlah. Maka mengacu pada berbagai disiplin ilmu di atas, jagad raya ini dihiasi dengan berbagai hikmah dan maslahat tak terbatas dengan aturan paling sempurna tanpa adanya kekurangan, berdasarkan kesaksian pasti setiap disiplin ilmu di antara ratusan disiplin ilmu yang ada.


Al-Hakam dan al-Hakim juga menyelipkan berbagai macam keteraturan di dalam wujud makhluk hidup yang paling kecil, di dalam benih tanaman yang paling kecil dengan ukuran-ukuran paling kecil pula, di mana aturan inilah yang menata seluruh jagad raya dengan hikmah-Nya yang luar biasa dan meliputi segalanya.


 Seperti diketahui dan sudah pasti dengan sendirinya, menjaga tujuan, hikmah dan manfaat secara berkesinambungan dan teratur rapi, mustahil terjadi tanpa adanya ikhtiar dan kehendak, maksud dan kemauan tiada lain. Mustahil jika semua ini terjadi karena faktor campur tangan sebab-akibat dan faktor alam yang sama sekali tidak punya ikhtiar, kehendak, maksud, kesadaran, maupun perasaan. Mustahil faktor alam turut campur dalam semua 

381. Page

penataan ini.


Dengan demikian, mengingkari atau tidak mengetahui adanya Pelaku yang berbuat atas dasar kerelaan, Pencipta Yang Maha Bijaksana, dimana keberadaan-Nya ditunjukkan oleh berbagai macam keteraturan dan kebijakan yang ada di seluruh wujud di jagad raya ini, betapa merupakan kebodohan dan penyakit gila aneh yang tak bisa diucapkan dengan kata-kata?!


Ya. Jika pun ada sesuatu yang mengundang rasa heran dan kagum di alam ini, maka inilah pengingkaran tersebut, karena di luar sana ada banyak sekali saksi tak terbatas yang bersaksi akan keberadaan Allah dan keesaan-Nya dengan berbagai hikmah dan keteraturan tak terbatas di seluruh wujud jagad raya ini. Padahal meski itu semua, manusia yang paling buta dan bodoh tentu mengetahui bahwa tidak melihat, tidak mengenal dan tidak mengetahui-Nya adalah sebuah kebutaan dan kebodohan.


Bahkan bisa saya katakan bahwa para penganut sophisme yang dikira sebagai orang-orang dungu di antara orang-orang kafir karena mengingkari keberadaan alam raya, mereka justru orang-orang kafir yang paling berakal, karena menerima keberadaan jagad raya namun mengingkari keberadaan Allah tentu mustahil dan tidak bisa diterima. Karena itu, mereka mulai mengingkari keberadaan jagad raya, mengingkari keberadaan diri mereka sendiri, merusak fungsi akal mereka sendiri seraya mengingkari keberadaan segala sesuatu. Mereka terlepas dari kebodohan tak terbatas orang-orang yang mengingkari dan bersembunyi di balik tirai akal, lalu mereka mendekati akal hingga batas tertentu.

                                                   

Poin Keempat:

Seperti telah diisyaratkan dalam “Kalimat Kesepuluh” bahwa ketika seorang pencipta yang bijak dan arsitek yang sangat ulung memperhatikan ratusan hikmah dalam sebuah kamar istana tertentu secara cermat, namun kemudian tidak membangun atap untuk kamar tersebut dan dibiarkan begitu saja, tentu dia telah mengabaikan begitu banyak hikmah tak terbatas, karena istana tersebut pasti ditinggalkan tanpa penghuni. Ini tentu tidak bisa diterima oleh siapa pun yang punya kesadaran. Sang Maha Bijak Mutlak menjaga, dengan hikmah-Nya yang sempurna, ratusan ton manfaat, tujuan, dan hikmah secara jeli di satu biji kecil seukuran uang dirham, sehingga mustahil dari sisi mana pun jika Dia melakukan tindakan bodoh dengan memberikan asupan-asupan makanan yang begitu banyak seperti yang diperlukan sebuah pohon sebesar gunung hanya untuk membuahkan manfaat kecil seukuran uang dirham, sehingga hanya memunculkan satu buah saja. Langkah seperti ini tentu menyalahi dan menafikan hikmah-Nya secara menyeluruh.


 Seperti halnya ini tidak mungkin terjadi, seperti itu pula Sang Pencipta yang menyelipkan ratusan hikmah di setiap wujud yang ada di jagad raya ini. Dia mempersiapkan ratusan tugas untuk setiap wujud, bahkan Dia menyelipkan banyak sekali hikmah pada setiap pohon sebanyak bilangan buah-buahan dan tugas-tugasnya, juga sebanyak bunga-bunganya. Tentu tidak patut bagi-Nya jika menyia-nyiakan seluruh hikmah tak terbatas, menyia-nyiakan peran dan tugas tak terbatas, karena tidak membangkitkan manusia di hari kiamat dan di hari penghimpunan kelak, mengingat tindakan sia-sia seperti ini artinya menisbahkan kelemahan mutlak kepada kesempurnaan qudrat Sang Maha Kuasa, juga berarti menisbahkan hal sia-sia dan berbahaya kepada kesempurnaan hikmah Sang Maha Bijak Mutlak, menisbahkan keburukan tak terhingga kepada keindahan rahmat Sang Maha Penyayang Mutlak, menisbahkan kezaliman mutlak kepada kesempurnaan keadilan Sang Maha Adil Mutlak, seakan mengingkari hikmah, rahmat dan keadilan yang bisa dilihat oleh siapa pun di alam ini. 

382. Page

Inilah kemustahilan yang paling aneh karena mengandung banyak sekali kebatilan tak terbatas.


Karena itu, orang-orang sesat harus memperhatikan dan melihat, bagaimana kesesatan mereka adalah kegelapan pekat yang menakutkan, kesesatan mereka adalah sumur dan lubang yang penuh berisi ular dan kalajengking, seperti kuburan yang akan mereka masuki. Hendaklah mereka memikirkannya, selanjutnya hendaklah mereka mengetahui bahwa keimanan terhadap akhirat adalah jalan indah dan bercahaya laksana surga, selanjutnya hendaklah mereka memasuki keimanan.

 

Poin Kelima

Ini terdiri dari dua permasalahan:


Masalah pertama: Ikhtiar Sang Pencipta memilih bentuk paling sederhana, jalan paling singkat, cara paling mudah, dan model paling bermanfaat, dalam segala sesuatu sesuai konsekwensi nama “al-Hakim,” ini menunjukkan bahwa di dalam fitrah tidak ada yang namanya sifat berlebihan, tindakan sia-sia, ataupun berbahaya, karena sebagaimana sikap berlebihan berseberangan dengan nama “al-Hakam,” maka sikap sederhana adalah sebuah keharusan dan dustur asasi bagi-Nya.


Wahai manusia yang berlebihan dan tidak bersikap sederhana, ketahuilah sejauh mana engkau menyalahi hakikat karena tidak berlaku sederhana yang merupakan dustur paling mengakar dalam seluruh jagad raya. Fahamilah ayat berikut:


كُلُوا وَ اشْرَبُوا وَ لاَتُسْرِفُوا

“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan.” (Qs. al-A’raf [7]: 31)


Fahamilah bagaimana ayat ini mengajarkan sebuah dustur menyeluruh, meliputi segala sesuatu, luas, dan mengakar.

 

Masalah kedua: Dimungkinkan untuk mengatakan bahwa nama “al-Hakam” dan “al-Hakim” secara aksiomatis menunjukkan dan mengharuskan risalah Rasulullah S.a.w.


Ya. Mengingat sebuah kitab yang memiliki makna-makna yang begitu banyak mengharuskan adanya seorang guru yang mengajarkannya, mengingat keindahan luar biasa mengharuskan adanya cermin sehingga ia bisa melihat dirinya dari cermin itu atau memperlihatkan diri pada cermin, dan mengingat ciptaan menawan dan sempurna mengharuskan keberadaan orang yang menyeru kepadanya, maka diperlukan adanya seorang mursyid paling lengkap dan guru paling sempurna di antara umat manusia yang menjadi lawan bicara kitab besar jagad raya ini, di mana setiap hurufnya memuat ratusan makna dan hikmah, agar si guru bisa mengajarkan hikmah-hikmah suci dan hakiki yang ada di dalam kitab ini, juga untuk menyampaikan hikmah-hikmah yang ada di jagad raya, seperti halnya ia akan menjadi tempat munculnya seluruh tujuan Tuhan dalam menciptakan alam, juga untuk menunjukkan kesempurnaan penciptaan Sang Khaliq dan keindahan nama-nama-Nya yang ingin Dia tampakkan di seluruh isi jagad raya dengan sepenuh perhatian, dan menjadi cermin bagi keduanya.


 Tak diragukan lagi, keberadaan sosok yang membalas tajalli rububiyah dengan ubudiyah yang luas atas nama makhluk-makhluk yang memiliki perasaan atas kehendak Sang Khaliq membuat sang guru disukai semua seluruh wujud yang ada, mengalihkan perhatian seluruh makhluk yang memiliki perasaan dan kesadaran kepada Sang Pencipta dengan 

383. Page

teriakan pemberitahuan yang membangkitkan rasa mabuk cinta di darat dan lautan, menggema di langit dan bumi, dengan pelajaran dan perintah-perintah suci-Nya, sang guru membuat telinga seluruh orang-orang berakal mendengar, dengan al-Qur'an, sang guru memperlihatkan tujuan-tujuan Sang Pencipta melalui cara terbaik, membalas seluruh tajalli hikmah, keindahan dan keluhuran-Nya dengan cara terbaik, maka dengan tegas saya nyatakan bahwa keberadaan Zat yang mengatur segala hal tersebut di jagad raya ini adalah sebuah keharusan pasti seperti kepastian adanya matahari, dan sosok yang menjalankan hakikat-hakikat dan tugas-tugas ini dengan cara sempurna, dia adalah Rasul mulia S.a.w.


Karena itu, hikmah-hikmah yang ada di jagad raya ini mengharuskan adanya risalah Muhammad S.a.w secara pasti dan qath’i, seperti halnya matahari mengharuskan adanya sinar, dan sinar mengharuskan adanya siang hari secara pasti dan qath’i.


Ya. Sebagaimana tajalli terbesar nama “al-Hakam” dan “al-Hakim mengharuskan adanya risalah Muhammad S.a.w dalam tingkatan paling agung, demikian pula nama-nama Allah yang begitu banyak, seperti al-Rahman, al-Rahim, al-Wadud, al-Mun’im, al-Karim, al-Jamil, al-Rabb, dan lainnya, masing-masing mengharuskan adanya risalah Muhammad S.a.w secara pasti qath’i dan dalam tingkatan terbesar melalui tajalli terbesar yang bisa disaksikan di alam raya ini.


Contoh, rahmat luas yang merupakan tajalli nama al-Rahman, bertajalli dalam diri sosok yang menjadi rahmat bagi seluruh alam. Cinta ilahi dan pengenalan rabbani yang merupakan tajalli nama al-Wadud membuahkan sosok kekasih Rabb seluruh alam. Seluruh bentuk keindahan yang merupakan tajalli nama al-Jamil, yakni keindahan Zat Ilahi, keindahan nama-nama, dan keindahan ciptaan, juga bisa disaksikan pada cermin Muhammad S.a.w di mana keindahan-keindahan itu terpampang di sana. Tajalli keagungan rububiyah dan kekuasaan uluhiyah terlihat, bisa disaksikan, difahami dan dipercaya melalui risalah Rasul mulia S.a.w yang menyeru menuju kekuasaan rububiyah. Demikianlah, karena masing-masing di antara sebagian besar nama-nama Allah yang indah sama seperti ini, semuanya merupakan bukti nyata risalah Muhammad S.a.w.

 

Kesimpulan

Mengingat jagad raya merupakan itu ada dan tak mungkin diingkari, maka tak syak lagi bahwa hakikat-hakikat yang terpampang nyata, seperti hikmah, inayah, rahmat, keindahan, aturan, neraca, dan hiasan –yang laksana warna-warni jagat raya, hiasannya, cahayanya, kehidupannya dan ikatannya, juga mustahil diingkari dengan cara apa pun.


Mengingat semua sifat dan perbuatan ini tak mungkin diingkari, maka tak syak lagi bahwa tak mungkin mengingkari Zat Yang Wajib Ada, Maha Bijak, Maha Mulia, Maha Penyayang, Maha Indah, dan Maha Adil, yang disifati dengan sifat-sifat itu, serta Pelaku dari semua perbuatan itu, dan matahari dari semua sinar itu. Dan ini sama sekali tak bisa diterima.


Juga tak syak lagi, mustahil dengan cara apa pun untuk mengingkari risalah Muhammad S.a.w yang merupakan sebab munculnya sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan itu, bahkan sebab kesempurnaan dan perwujudannya. Dialah mursyid terbesar, pendidik paling sempurna, da’i paling agung, pemecah teka-teki jagad raya, cermin shamadani, dan kekasih al-Rahman. Risalah beliau adalah cahaya paling bersinar bagi jagad raya ini, laksana sinar alam hakiki dan hakikat jagad raya.


384. Page

عَلَيْهِ وَعَلي اٰلِه وَصَحْبِهِ الصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ بِعَدَدِ عَاشِرَاتِ الْاَيَّامِ وَذَرَّاتِ الْاَنَامِ

Shalawat teriring salam semoga terlimpah kepadanya, kepada keluarga dan para sahabatnya, sebanyak bilangan putaran jarum jam dan atom-atom manusia.

 

 

Nuktah Keempat

 

بِسْــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

 قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌ  

“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, Yang Maha Esa.” (Qs. al-Ikhlash [112]: 1)

 

Ketika berada di penjara Eskisyehir di bulan Syawwal mulia, tampaklah di hadapan saya sebuah nuktah di antara nuktah-nuktah ayat ini, juga salah satu tajalli di antara tajalli nama Allah “al-Fard” (Sendiri) yang merupakan nama agung, juga mengandung nama “al-Wahid” (Satu) dan “al-Ahad” (Esa), atau satu di antara enam cahaya nama agung.


Penjelasan rinci tajalli agung itu kami alihkan ke Risalah al-Nur. Adapun di sini, kami hanya akan menjelaskan tauhid hakiki yang ditunjukkan dan ditampakkan oleh nama al-Fard secara ringkas sekali melalui “tujuh isyarat” singkat.

 

Isyarat pertama: “Kalimat Keduapuluh Dua” dan “Maktub Ketigapuluh Tiga” telah menjelaskan secara rinci bahwa nama agung al-Fard dibuat dengan tajallinya yang agung untuk menampakkan tanda tauhid dan stempel keesaan (wahdaniyah) terhadap “kumpulan jagad raya,” kepada setiap “spesies” dari spesies-spesiesnya, dan kepada setiap “individu” di antara individu-individunya. Di sini akan kami sebutkan “tiga stempel” saja:

 

Stempel pertama: Tajalli nama Allah al-Fard mencetak stempel wahdaniyah di wajah jagad raya hingga membuatnya tidak menerima pembagian, karena sesuatu yang tidak mampu mengatur seluruh jagad raya tidak mungkin menjadi pemilik hakiki satu bagian pun di antara seluruh isi jagad raya ini. Stempel yang dimaksud adalah:


Semua wujud yang ada dan spesiesnya saling bekerjasama satu sama lain laksana kerjasama antar gigi-gigi mesin pabrik yang rapi dan teratur. Masing-masing berusaha melengkapi tugas satu sama lain, membentuk satu kesatuan dengan saling menopang satu sama lain, memenuhi permintaan dan kebutuhan satu sama lain, berusaha untuk saling membantu, merangkul, dan menyangga, mustahil masing-masing terpisah satu sama lain, seperti mustahilnya unsur-unsur yang ada dalam tubuh manusia saling terpisah satu sama lain. Dia yang bisa mengendalikan satu unsur saja, jika tidak mampu untuk mengendalikan seluruh unsur, berarti dia tidak mampu mengendalikan satu unsur itu.


Dengan demikian, “sandaran,” “kerjasama,” “respon,” dan “saling menopang” yang terlihat di wajah jagad raya ini adalah stempel besar wahdah yang nyata sekali.


Stempel kedua: Stempel ahadiyah dan tanda terang wahdaniyah tampak di wajah bumi dan raut musim semi melalui tajalli nama al-Fard, di mana stempel dan tanda ini menegaskan bahwa siapa yang tidak mampu mengatur seluruh makhluk hidup di muka bumi ini dengan 

385. Page

seluruh bagian dan kondisinya, dan tidak mampu melihat seluruhnya dan tidak mengetahuinya secara bersamaan, tentu tidak mampu pula menciptakannya, tidak bisa ikut campur dalam penciptaan apa pun juga. Tanda yang dimaksud adalah:


Tak perlu melihat tanda-tanda menawan dan tersembunyi di balik unsur-unsur barang tambang dan unsur-unsur benda mati di muka bumi, tapi cukup lihat saja tanda berukir yang dirajut dengan benang-benang daging untuk kelompok-kelompok hewan dan tumbuh-tumbuhan, di mana masing-masingnya mencapai duaratus ribu jenis. Dengan mata kepala, kita bisa melihat dan menyaksikan banyak sekali hewan dan tumbuh-tumbuhan di musim semi dengan bentuk yang berbeda-beda, dengan peran yang beragam, dengan rizki yang tidak sama, dengan bagian-bagian tubuh yang bervariasi, masing-masing diberi kebutuhannya secara khusus melalui neraca yang amat sensitif dan jeli, mampu memilah dan membedakan secara selektif meski semuanya membaur satu sama lain tanpa adanya kesalahan sedikit pun, tanpa kesulitan, dan dilakukan pada waktu yang tepat tanpa diduga-duga.


Tata cara dan pengaturan seperti yang kita lihat di muka bumi ini tidak lain adalah stempel wahdaniyah dan tanda ahadiyah, di mana sosok yang tidak mampu menciptakan semua wujud tersebut secara bersamaan dari ketiadaan dan tidak bisa mengaturnya secara bersamaan, tentu sedikit pun tak ikut campur dalam hal rububiyah dan penciptaan, karena andai ikut campur, tentu rusaklah keseimbangan pengaturan yang amat luas ini. Namun kita tidak lupa, umat manusia mempunyai tugas-tugas khidmah berbentuk lahiriah dalam kebaikan perjalanan hukum-hukum rububiyah dan kebaikan implementasinya atas perintah ilahi.

 

Stempel ketiga: Itu di wajah manusia, bahkan wajah manusia itu sendiri merupakan tanda ahadiyah. Faktor sebab apa pun yang tidak bisa melihat wajah-wajah seluruh individu umat manusia sejak dulu dan sekarang mulai Adam a.s hingga hari kiamat dalam saat yang bersamaan, tentu tidak bisa memberikan tanda-tanda pembeda di setiap wajah untuk membedakannya dari semua wujud yang lain, tentu tidak mampu untuk menjulurkan tangannya ke stempel wahdaniyah yang tertera di wajah seorang manusia dilihat dari sisi kreasi dan penciptaan.


Ya. Zat yang mencetak tanda tersebut di wajah manusia tentu bisa melihat individu-individu manusia di bawah pandangan kesaksian-Nya dan dalam lingkup ilmu-Nya, di mana wajah setiap orang tidak sama seratus persen dengan wajah orang lain karena adanya tanda-tanda yang membedakan, meski anggota-anggota tubuh utamanya mirip, seperti mata, telinga dan mulut.


Sebagaimana kesamaan anggota-anggota tubuh, seperti mata dan telinga pada semua orang merupakan tanda tauhid yang bersaksi bahwa Pencipta spesies manusia adalah Zat Maha Esa, demikian pula tidak adanya kesamaran perbedaan antara wajah-wajah tersebut –dalam bentuk lebih luhur dan lebih unggul dari yang dimiliki spesies lain– juga bertujuan untuk menjaga hak-hak manusia. Pembedaan wajah-wajah itu dengan banyak perbedaan berupa tanda-tanda yang memiliki hikmah sebagai pembeda, ini menunjukkan adanya kehendak, ikhtiar dan kemauan Sang Pencipta Maha Esa, sebagai tanda ahadiyah tersendiri yang berbeda dan amat jeli, di mana siapa pun atau sebab apa pun tak mampu menciptakan seluruh manusia dan hewan, bahkan alam raya tak mampu memberikan tanda tersebut di wajah seluruh manusia.


386. Page

Isyarat kedua: Alam, jenis dan unsur jagad raya ini saling merasuk satu sama lain, dimana sebab apa pun yang bukan sebagai pemilik jagad raya ini tentu tidak mampu mengatur satu pun jenis atau unsur secara hakiki. Seakan tajalli wihdah nama al-Fard menyatukan jagad raya secara keseluruhan dalam wihdah, sebab segala sesuatu mengumumkan wihdah.


Contoh: Sebagaimana matahari yang merupakan lentera jagad raya berjumlah satu yang mengisyaratkan bahwa pemiliknya satu, demikian juga unsur udara yang merupakan pelayan yang bergerak ringan bagi makhluk hidup ada satu, api yang menjadi dapur mereka juga satu, awan yang menyirami taman bumi juga satu, hujan yang berusaha menolong seluruh makhluk hidup jumlahnya satu, yang keberadaannya menjangkau seluruh tempat dengan cepat, penyebaran setiap kelompok tumbuh-tumbuhan dan hewan secara bebas dan lepas di muka bumi secara keseluruhan juga memiliki satu jenis dan tempat tinggal, semua ini melalui isyarat dan kesaksian qath’i pasti menunjukkan bahwa semua wujud yang ada dan tempat tinggalnya adalah milik Zat Yang Maha Satu.


Mengacu pada analogi ini, berbagai spesies yang ada di alam raya yang saling merasuk satu sama lain, membentuk alam raya ini tak menerima pembagian dari sisi penciptaan. Apa pun sebab yang kekuasaannya tak berlaku di seluruh bagian alam raya, tentu tak mampu menguasai apa pun dari sisi rububiyah dan penciptaan, juga tak mampu menjadikan satu atom saja yang menerima rububiyah-Nya.

 

Isyarat ketiga: Nama al-Fard menjadikan jagad raya ini laksana tulisan-tulisan shamadani yang saling merasuk satu sama lain tanpa batas. Setiap tulisan memuat sejumlah stempel ahadiyah sebanyak katanya, ia seakan dibuat untuk memuat stempel-stempel wahdaniyah dan banyak sekali setempel ahadiyah, serta menunjukkan keberadaan penulisnya sebanyak bilangan stempel itu.


Setiap bunga, buah-buahan, rerumputan, bahkan setiap hewan dan pohon, tidak lain adalah stempel ahadiyah dan tanda shamadiyah. Tempat masing-masing dari makhluk ini berubah menjadi tulisan, semuanya menjadi tanda tangan dan menunjukkan keberadaan penulis di bagian tersebut.


Bunga berwarna kuning di taman tertentu, misalnya, ibarat stempel Pengukir taman itu. Jenis tanaman yang menyebar di muka bumi ini secara jelas menunjukkan bahwa mereka semua laksana kata-kata si Pemilik tersebut, dan kebun ini adalah tulisannya. Artinya, segala sesuatu menyandarkan segalanya kepada Sang Pencipta dan mengisyaratkan tauhid yang agung.

 

Isyarat keempat: Bagian-bagian Risalah al-Nur sudah banyak menjelaskan bukti-bukti yang menegaskan bahwa tajalli terbesar nama al-Fard sangat jelas sejelas matahari, mudah diterima dan masuk akal hingga mencapai tingkatan wajib diterima, dan kesyirikan yang menafikan dan menyalahi tajalli ini sengat rumit dan jauh dari rasio, bahkan mencapai tingkatan mustahil. Untuk itu, penjelasan rinci bagian-bagian ini kami alihkan ke Risalah al-Nur yang dimaksud. Di sini, kami hanya akan menjelaskan “tiga poin” saja.


Poin pertama: Kami telah menegaskan secara global dengan bukti-bukti qath’i di bagian-bagian akhir “Kalimat Kesepuluh” dan “Kalimat Keduapuluh Sembilan,” serta di bagian akhir “Maktub Keduapuluh” secara rinci, bahwa penciptaan wujud paling besar tidak ubahnya seperti penciptaan wujud paling kecil bagi kekuasaan Zat al-Fard. Dia menciptakan 

387. Page

musim semi semudah menciptakan sekuntum bunga, menciptakan ribuan contoh penghimpunan kembali (hasyr) makhluk di akhirat dengan mudah di hadapan banyak pasang mata di setiap musim semi, merawat dan mengatur sebuah pohon besar dengan mudah layaknya merawat dan mengatur buah kecil. Apabila semua hal ini dinisbahkan kepada sebab-akibat yang beragam, maka untuk menciptakan satu buah saja akan menjadi beban dan sangat sulit sekali, sesulit menciptakan sebuah pohon. Menciptakan sekuntum bunga saja akan sangat susah dan sulit seperti menciptakan musim semi.


Ya. Sebagaimana jika seluruh perlengkapan dan persenjataan militer dibuat oleh satu pabrik berdasarkan perintah seorang panglima akan merasa mudah seperti membuat perlengkapan seorang prajurit, maka jika perlengkapan dan persenjataan masing-masing prajurit dibuat banyak oleh banyak pabrik, dan jika komando militer terpecah menjadi beberapa bagian setelah sebelumnya menyatu, maka setiap prajurit harus memiliki pabrik-pabrik sebanyak jumlah pabrik seluruh prajurit, demikian pula halnya ketika segala sesuatu dinisbahkan kepada al-Fard al-Wahid, maka (untuk menciptakan) seluruh individu satu spesies akan semudah menciptakan satu individu saja. Namun jika dinisbahkan kepada sebab-akibat, maka untuk menciptakan satu individu saja akan mengalami banyak kesulitan sebanyak bilangan spesies tersebut.


Ya. Segala sesuatu dalam wihdah dan fardiyah terjadi dan muncul ke alam nyata ini dengan bernisbah (intisab) dan bersandar (istinad) kepada Sang al-Fard al-Wahid. Intisab dan istinad ini dimungkinkan menjadi kekuatan dan kekuasaan tak terbatas bagi segala sesuatu itu. Dimungkinkan bagi sesuatu yang kecil melakukan banyak pekerjaan karena kekuatan intisab dan istinad ini. Ia mampu menghasilkan banyak hal yang ribuan kali melebihi kemampuan dirinya. Sementara sesuatu yang tidak berintisab dan tidak beristinad kepada Sang al-Fard al-Wahid yang amat kuat, ia hanya akan mampu menjalankan pekerjaan-pekerjaan kecil sesuai kekuatannya sendiri, sehingga hasilnya pun kecil dan amat sederhana.


Contoh: Ada orang liar, pemberani, dan kuat sekali, harus memanggul sendiri kelengkapan senjata dan perbekalannya di atas pundak, sehingga dia hanya mampu menghadapi sepuluh lawan saja, dan mungkin saja hanya bisa menghadapi mereka dalam waktu relatif singkat, sebab kekuatan pribadinya tak akan memberikan hasil kecuali sekedar sesuai kekuatan ini.


Berbeda dengan seseorang yang berintisab dan beristinad pada Sang Panglima Terbesar, ia tidak harus membawa sumber-sumber kekuatan dan rizkinya sendiri, sebab baginya intisab dan istinad ini menjadi kekuatan dan simpanan yang tak pernah lenyap. Karena itu, berkat kelebihan intisab ini dan kekuatannya, dia mampu menawan pemimpin pasukan musuh yang dikalahkan, bahkan mungkin saja menawannya bersama ribuan prajuritnya.


Jadi, sebagaimana semut mampu mengalahkan Fir’aun, lalat mampu mengalahkan Namrud, dan satu bakteri saja mampu mengalahkan salah seorang penguasa lalim karena intisab pada wahdah dan tafarrud, demikian pula halnya biji-bijian seukuran biji kacang mampu memikul cemara sebesar gunung karena kekuatan intisab tersebut.


 Ya. Sebagaimana seorang prajurit mampu melakukan banyak kerja besar atas nama komandannya dengan kekuatan maknawi, seakan-akan di belakangnya ada sekelompok prajurit lengkap secara maknawi mengingat seorang panglima besar bisa mengirim sekelompok pasukan untuk menyelamatkan seorang prajurit, mampu memobilisasi sekelompok pasukan lengkap di belakangnya, demikian pula halnya dengan Penguasa Azali. 

388. Page

Karena Dia adalah Fard dan Wahid, Dia bisa mengirim segalanya untuk menyelamatkan sesuatu jika memang diperlukan, dengan asumsi mustahil. Dan asumsi seperti ini sama sekali tidak berlaku dengan cara apa pun.


Allah mampu memobilisasi pasukan jagad raya di belakang segala sesuatu, hingga tiap sesuatu bertumpu pada kekuatan besar seperti kekuatan jagad raya. Saat diperlukan, segala sesuatu bisa saja memiliki kekuatan seperti kekuatan Sang Panglima Yang Esa itu untuk menghadapi segala sesuatu. Andai tidak ada fardiyah, tentu segala sesuatu kehilangan kekuatan ini, tentu semuanya runtuh seakan tidak ada sama sekali, dan tentu saja hasil-hasil yang didapatkan tidak punya nilai.


Untuk itu, penampakan jejak-jejak menawan dan luar biasa yang bisa kita saksikan setiap saat dengan mata kepala pada benda-benda kecil dan sama sekali tidak bernilai, secara aksiomatis menunjukkan fardiyah dan wahidiyah. Tanpa itu, segala hasil, buah dan jejak segala sesuatu pasti mengisut layaknya materi dan kekuatan benda tersebut, tentu nilai segala sesuatu runtuh sama sekali, tentu segala benda berharga dan bernilai terlihat murah di mata kita, dan tentu kita tidak bisa membeli dan memakan buah melon serta delima seharga 40 ribu lira, yang saat ini kita beli seharga 40 sen.


Ya. Semua hal yang kita lihat mudah, gampang dan banyak di dunia ini, semata muncul dari wihdah, sekaligus bersaksi atas fardiyah.

 

Poin kedua: Pengadaan (ijad) semua wujud yang ada (maujudat) berlangsung melalui dua aspek:

Pertama: Pengadaan dari ketiadaan yang disebut dengan kata ibda’ dan ikhtira’.

Kedua: Pengadaan melalui unsur-unsur dan bahan-bahan yang sudah ada, yang disebut dengan kata insya’ dan tarkib.


Jika pengadaan melalui tajalli fardiyah dan rahasia ahadiyah menjadi sangat mudah sekali, bahkan mudahnya sampai pada tingkat wajib. Jika tidak diintisabkan kepada fardiyah, pengadaan akan menjadi rumit, dan sangat tidak masuk akal, bahkan sampai derajat mustahil. Mengingat pengadaan seluruh wujud yang ada di alam raya ini tidaklah susah ataupun sulit, sangat mudah dan gampang sekali serta dalam bentuk yang paling sempurna dan indah, itu secara tegas menunjukkan tajalli fardiyah, juga menegaskan bahwa segala sesuatu yang ada adalah ciptaan Allah al-Fard Maha Agung dan kreasi-Nya secara langsung.


Ya. Ketika segala sesuatu diintisabkan kepada al-Fard al-Wahid, maka Dia bisa menciptakan segala sesuatu itu dari ketiadaan seperti munculnya api dari korek api berkat qudrat-Nya yang tak terbatas yang keagungannya tampak melalui jejak-jejaknya, membantu segala sesuatu dengan ilmu-Nya yang mutlak meliputi apa pun kadarnya laksana cetakan maknawi, memasukkan atom-atom segala sesuatu dalam cetakan ilmu tersebut dengan mudah, selanjutnya atom-atom bertahan dalam cetakan tersebut sesuai bentuk dan program segala sesuatu yang berada dalam cermin ilmu-Nya, menjaga bentuk-bentuknya secara sempurna dan tertata rapi, bahkan jika diperlukan, bisa menyatukan atom-atom yang ada di sekitarnya. Atom-atom tersebut masuk laksana prajurit-prajurit yang patuh secara teratur berdasarkan undang-undang-Nya yang ilmiah.


Atas dorongan qudrat-Nya di cetakan ilmiah dan takaran takdir yang melingkupi wujud sesuatu tersebut, akhirnya ia tercipta dengan mudah, karena aturan ilmu dan kuasa tersebut melingkupi segala sesuatu, di samping atom-atom tersebut terikat oleh undang-undang ilmiah dan dorongan qudrat. Bahkan qudrat ilahi dengan mudah sekali memberikan 

389. Page

wujud nyata untuk esensi sesuatu yang ada di cermin alam ilmu azali ada yang kurang hingga bisa dilihat dengan mata kepala di atas lembaran kertas foto, layaknya kata-kata yang ditulis dengan tinta rahasia bisa dibaca dengan cairan khusus untuk mengungkap tulisan tersebut.


Ketika segala sesuatunya tidak disandarkan pada Zat al-Fard al-Ahad, maka meski dikumpulkan tubuh seekor lalat dari seluruh pelosok muka bumi beserta seluruh unsur-unsurnya (yang harus ditimbang) dengan neraca yang amat sensitif. Demikian halnya wujud cetakan-cetakan materiil, bahkan cetakan-cetakan sebanyak bilangan bagian-bagian tubuh lalat tadi, agar bisa memasukkan atom-atom khusus dengan tubuh khusus itu secara sempurna dan rapi di dalam tubuhnya yang indah setelah mengayak seluruh permukaan bumi dan semua unsur-unsurnya. Juga harus didatangkan atom-atom dari berbagai penjuru alam, selain pula harus diambilkan kelembutan-kelembutan maknawi yang halus dan super mikro yang ada di dalam tubuh lalat itu, seperti perasaan dan ruh, yang harus didatangkan dari alam-alam maknawi, (yang ditakar) dengan neraca khusus.


Demikianlah pengadakan seekor lalat dengan cara ini menjadi rumit laksana pengadan jagad raya secara keseluruhan, bahkan menjadi salah satu kerumitan dan kemustahilan yang berlipat ganda, karena seluruh pemeluk agama dan ilmu pengetahuan telah sepakat bahwa tidak ada yang menciptakan sesuatu dari ketiadaan, selain Pencipta al-Fard.

Dengan demikian, jika segala sesuatu disandarkan kepada sebab-akibat dan faktor alam, maka keduanya harus memberikan wujud pada tiap sesuatu dengan mengumpulkan unsur-unsurnya dari tiap sesuatu.

 

Poin ketiga: Berikut akan kami sampaikan penjelasan singkat dengan beberapa contoh yang sudah dijelaskan di bagian-bagian lain Risalah al-Nur yang mengisyaratkan bahwa ketika penciptaan segala sesuatu disandarkan pada satu individu tunggal (fard wahid) akan menjadi mudah seperti kemudahan menciptakan satu benda. Namun, jika itu dinisbahkan dan disandarkan kepada sebab-akibat dan faktor alam, maka menciptakan satu benda saja akan sulit sekali sesulit menciptakan segala sesuatu.


Contoh pertama: Ketika urusan seribu pasukan diserahkan kepada seorang panglima, sementara urusan seorang prajurit diserahkan kepada sepuluh panglima, maka urusan mengatur seorang prajurit ini sepuluh kali akan lebih sulit dari mengurus satu batalion, karena para mereka yang memberikan perintah tentu akan saling mempersulit satu sama lain, sehingga si prajurit tersebut akan merasa bingung dan tidak akan pernah merasa nyaman selamanya.


Jika sasaran misi yang diharapkan dari batalion diserahkan (urusannya) kepada seorang panglima, tentu itu akan bisa dicapai dengan mudah tanpa susah payah.


Sementara jika sasaran-sasaran misi tersebut diserahkan kepada prajurit-prajurit bebas tanpa komandan dan tanpa instruktur, tentu misi tak akan bisa dicapai tanpa melalui beragam kesulitan, itu pun dalam bentuk tidak sempurna, dicapai setelah melalui perdebatan dan percekcokan dalam suasana kacau dan pergolakan besar.


 Contoh kedua: Menempatkan batu-batu di kubah megah seperti yang ada di Masjid Jami’ Ayashofia, yang tegak bergantungan, ketika pembangunannya diserahkan kepada seorang arsitek, tentu itu akan bisa dituntaskan dengan mudah. Namun kalau pelaksanaan pembangunannya diserahkan kepada batu-batu yang ada, maka setiap batu harus berkuasa mutlak atas semua batu yang lain, dan pada waktu yang sama ia juga harus tunduk pada batu yang lain agar kubah yang megah itu terbentuk saling kait dan tegak bergantungan. Dalam

390. Page

kondisi ini, batu-batu itu harus mengerjakan pekerjaan ratusan tukang bangunan sehingga dapat menyelesaikan pekerjaan yang dilaksanakan sang arsitek dengan mudah, serta mesti mengerjakan pekerjaan berlipat-lipat lebih seratus kali pekerjaan para tukang bangunan, agar bangunan kubah bisa terwujud.


Contoh ketiga: Bola bumi ini adalah petugas yang diperintah oleh Zat al-Fard al-Wahid dan salah satu tentara-Nya. Tentara yang satu ini mendengar dan menerima satu perintah dari Zat al-Fard al-Wahid, bergerak atas dorongan yang timbul dari mabuk cinta menjalankan tugas melalui dua gerakan zikir seperti gerakan Maulawi[1] yang begitu merindukan Tuhan, demi datangnya empat musim, adanya malam dan siang, munculnya gerakan yang mulia dan agung yang menakutkan di langit, bergantiannya pemandangan-pemandangan di langit yang menyerupai tayangan di film, sehingga menjadi sarana untuk meraih dan memunculkan seluruh hasil agung yang menawan. Prajurit yang seorang ini seakan menjalankan peran seorang panglima untuk melakukan manuver bergengsi yang agung di hadapan jagad raya.


Hal-hal ini, jika tidak disandarkan dan dinisbahkan (istinad dan intisab) kepada Zat al-Fard al-Wahid yang kekuasaan, uluhiyah, dan rububiyah-Nya mencakup seluruh jagad raya, yang putusan dan perintah-Nya berlaku di seluruh wujud yang ada, maka jutaan bintang dan planet yang ribuan kali lebih besar dari bumi tidak akan meraih hasil-hasil tersebut, tidak akan bisa melakukan manuver langit, musim-musim di bumi tidak akan ada, tanpa melalui jarak jutaan tahun di setiap duapuluh empat jamnya sepanjang tahun.

Dengan demikian, tercapainya hasil-hasil agung yang menawan yang berasal dari dua gerakan petugas yang diperintahkan oleh satu komando –seperti bola bumi–yang bergerak di atas titik pusar dan intinya seperti gerakan Maulawi yang menawan, adalah sebuah contoh sejauh mana kemudahan ada pada wihdah. Itu sekaligus contoh sejauh mana pembentukan pada pencapaian hasil-hasil itu sendiri melalui cara-cara yang lebih sulit dan panjang sejauh jutaan kali dari gerakan itu sendiri, serta sejauh mana dalam faham syirik dan kekufuran banyak dipenuhi hal-hal mustahil dan batil.


Perhatikan kebodohan para penyembah sebab-akibat dan (filsafat) alam melalui contoh ini:

Anggaplah ada seseorang menyiapkan dan menyediakan bagian-bagian sebuah pabrik besar, atau sebuah jam menakjubkan dan jarumnya, atau menyiapkan bagian-bagian sebuah istana indah, atau buku yang bagus dengan kemahirannya yang luar biasa dan kreativitasnya yang menakjubkan dalam bentuk yang teratur dan tertata rapi, lalu ia tidak menyusun sendiri bagian-bagian tersebut dan tidak mengerjakannya dengan mudah, lalu bertindak berlebihan lamanya dan dengan usaha keras, sehingga ia membuat bagian-bagian tersebut menyibukkan dirinya dengan dirinya, sehingga menjadikan setiap bagian dan jarum, bahkan hingga setiap bagian, lembaran, dan pena sebagai mesin yang menawan, menakjubkan, mampu berdiri sendiri untuk membangun pabrik, istana, merangkai jam, dan mengarang buku sebagai ganti dari si tukang bangunan, serta menisbahkan seluruh kemahiran dan kreativitasnya –yang merupakan sarana untuk menampilkan tujuan yang diinginkannya dan dengan keras memunculkannya dari kecerdasan dan kesempurnaannya– kepada jarum-jarum dan bagian-bagian tadi, tentu itu semua merupakan dugaan yang penuh kobodohan dan jauh dari akal.


Sebagaimana dalam contoh ini, maka orang-orang yang menyandarkan penciptaan apa pun pada sebab-akibat dan alam, dia jatuh dalam kebodohan yang berlipat-lipat. Sebab, alam


[1] Salah satu kelompok sufi yang dinisbatkan kepada Maulana Jalaluddin al-Rumi. Pengikutnya disebut Maulawi.




391. Page

Maka Lihatlah berulang-ulang, adakah kamu lihat sesuatu yang tidak seimbang?” (Qs. al-Mulk [67]: 3)


Jadi, tatanan yang terdapat di alam ini, keteraturan yang menakjubkan yang terdapat pada seluruh wujud yang ada, serta keseimbangan semua wujud yang ada, memperlihatkan dengan sangat jelasnya tajalli agung nama al-Fard sekaligus menjadi saksi atas wihdah.


Kemudian, makhluk hidup paling kecil sekali pun merupakan miniatur jagad raya, katalog kecil alam raya berdasarkan rahasia tajalli ahadiyah. Dengan demikian, tidak ada siapa pun yang menguasai makhluk hidup itu selain Zat yang menguasai seluruh alam raya ini dalam genggaman tindakan-Nya. Karena satu biji-bijian tidaklah lebih sempurna dari pohon dari sisi penciptaan, dan setiap pohon laksana alam raya kecil, dan setiap makhluk hidup laksana alam raya kecil dan miniatur alam, maka tajalli “rahasia ahadiyah” ini menjadikan kesyirikan dan pelibatan pihak lain (isytirak) sebagai hal mustahil di alam raya. Berdasarkan rahasia ini, jagad raya bukan hanya sebagai bagian terkecil yang tidak menerima pembagian saja, tapi juga dari sisi esensi sebagai “bagian universal” (kulli) yang tak mungkin terbagi, dipotong-potong, dan dilibatkannya pihak lain di sana, serta tidak menerima campur tangan yang beragam. Maka, setiap “bagian” dari bagian-bagiannya laksana bersifat “bagian” dan komponen tersendiri baginya, serta “bagian universal” tersebut laksana bersifat “universal.” Dengan demikian, tidak ada celah syirik di dalamnya dari aspek mana pun.


Demikianlah tajalli agung nama al-Fard menegaskan hakikat tauhid ini melalui “rahasia ahadiyah” dalam derajat aksiomatis.


Ya. Sebagaimana intervensi jenis-jenis jagad raya satu sama lain, persinggungannya satu sama lain, dan arah tugas masing-masing darinya kepada semua menjadikan jagad raya ini laksana “kull” (universalitas) yang tidak menerima pembagian dari sisi rububiyah dan pengadaan, demikian pula halnya perbuatan-perbuatan umum menyeluruh yang saling merasuk satu sama lain yang hukum-hukumnya dan perintah-perintahnya berjalan di jagad raya ini, serta berintervensi satu sama lain. Artinya, pemberian rizki dan makan –misalnya- tampak bersamaan di lingkup perbuatan makhluk hidup, serta perbuatan pengaturan jasad makhluk hidup dan penyiapannya secara bersamaan tampak dalam lingkup perbuatan-perbuatan pemberian makan dan penghidupan. Perbuatan-perbuatan membentuk rupa, merawat, dan mengatur termasuk dalam lingkup perbuatan memberi makan, mengatur dan menyiapkan. Dan begitu seterusnya.


Demikianlah, seperti halnya pencampuran perbuatan-perbuatan umum yang mencakupi ini laksana pencampuran warna phantom di cahaya, bahkan penyatuannya di dalamnya, kecakupan dan kelengkapan masing-masing dari perbuatan tersebut dengan lebih banyak wujud yang ada dalam lingkup wihdah dan ittihad dari sisi esensi, keberadaannya menjadi satu yang menyatu, membuat jagad raya ini laksana “kull” (universal) yang tidak bisa dibagi-bagi karena keesaan Pelakunya secara pasti, penguasaan seluruh perbuatan atas semua jagad raya, serta persatuannya dengan seluruh perbuatan dalam kerjasama, demikian pula halnya, keberadaan setiap makhluk hidup sebagai benih, katalog, dan contoh baginya, menjadikan jagad raya sebagai “kulli” (bersifat universal) yang mustahil terbagi-bagi dan dipecah-pecah dari aspek rububiyah.

Dengan kata lain, jagad raya ini adalah “kull” yang tak mungkin terbagi-bagi selain dengan rububiyah atas seluruh “kull” tersebut. Jagad raya ini adalah bersifat “kulli” yang setiap bagiannya tekah menjadi individu yang satu, di mana rububiyah setiap bagiannya tak bisa diberlakukan pada individu yang satu baginya tanpa menundukkan “kulli” tersebut secara total.


392. Page

Isyarat keenam: Fardiyah rabbani dan wihdah ilahi adalah inti seluruh kesempurnaan, asasnya,[1] sumber hikmah dan segala tujuan yang di penciptaan jagad raya, serta tambangnya. Sebagaimana pula, keduanya merupakan sumber asli dan sarana satu-satunya untuk mencapai segala keinginan dan dambaan setiap makhluk yang berkesadaran dan berakal, apalagi manusia. Jika tidak ada fardiyah, tentu seluruh dambaan manusia dan keinginan mereka sudah padam, tentu hasil-hasil penciptaan jagad raya ini runtuh dan tertolak, tentu ia menjadi sarana untuk melenyapkan sebagian besar kesempurnaan yang ada dan kepastian yang sebenarnya.


Sebagai contoh: Dalam diri manusia terdapat keinginan yang kuat dan kokoh untuk hidup abadi hingga sampai derajat mabuk cinta (‘isyq). Keinginan hidup kekal dan abadi ini hanya bisa diwujudkan oleh Zat yang menggenggam jagad raya ini melalui rahasia fardiyah, Zat yang berkuasa menghancurkan dunia dan membuka akhirat dengan mudah, semudah menutup satu rumah dan membuka rumah lainnya.


Dalam diri manusia terdapat ribuan keinginan yang membentang hingga keabadian, yang menyebar di jagad raya seperti keinginan ini. Semuanya terkait dan terhubung dengan rahasia fardiyah dan hakikat tauhid. Andai tidak ada fardiyah, tentu (keinginan-keinginan) ini tak akan terwujud dan tetap menjadi keinginan hampa belaka. Andai pun terwujud –dengan asumsi mustahil– itu pun dalam bentuk yang sangat kurang (sempurna).


Karena rahasia inilah, al-Qur'an yang bayannya penuh mukjizat mengajarkan dan menjelaskan tauhid dan fardiyah berulang-ulang banyak sekali, dengan gaya bahasa yang enak didengar, dan menegaskannya dengan kuat sekali. Demikian pula, seluruh nabi, orang-orang terbaik, dan para wali, mendapatkan dzauq (rasa spiritual) dan kebahagiaan mereka yang terbesar di dalam kalimat tauhid “La ilaha illallah.”

 

Isyarat ketujuh: Risalah Muhammad S.a.w yang menyampaikan tauhid hakiki ini, serta menegaskan dan mengumumkannya dengan seluruh tingkatannya dalam bentuk paling sempurna, harus bersifat pasti hingga derajat kepastian tauhid itu sendiri. Hal itu karena, beliaulah yang mengajarkan tauhid –hakikat terbesar dalam lingkup wajib- dengan seluruh hakikat-hakikatnya. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa seluruh bukti nyata yang menegaskan tauhid, juga menegaskan –tanpa ragu– risalah beliau S.a.w, menegaskan kebenaran dan tugas beliau, serta menegaskan kebenaran dakwah beliau secara pasti dan qath’i.


Ya. Risalah agung semacam ini yang berisi ribuan hakikat kebenaran yang luhur serta menyingkap fardiyah dan wahdaniyah serta menjelaskan keduanya dengan singakapan dan penjelasan sebenarnya, tak ragu lagi bahwa itu merupakan konsekwensi tauhid dan fardiyah tersebut, merupakan kelaziman keduanya, dan keduanya pun pasti melazimkannya. Maka, berikut ini kami sampaikan “tiga” saja di antara bukti-bukti dan sebab-sebab yang banyak




[1] Bahkan tauhid itu sendiri merupakan bukti jelas dan dalil paling cemerlang yang menunjukkan kesempurnaan dan keindahan ilahi. Sebab, jika Pencipta alam ini diketahui hanya satu, maka seluruh kesempurnaan dan keindahan yang tampak di alam wujud ini akan disadari sebagai bayangan, manifestasi, dan perlambang berbagai keindahan milik Dzat yang telah menciptakan kesempurnaan dan keindahan tadi. Jika tidak, kesempurnaan dan berbagai macam keindahan yang ada dikembalikan kepada sebab-sebab yang sebetulnya tidak memiliki perasaan dan kepada makhluk yang lemah. Saat itulah manusia akan bingung melihat segala kesempurnaan dan keindahan yang ada. Sebab ia telah kehilangan kunci perbendaharaan yang kekal itu.




393. Page

sekali, yang membuktikan sejauh mana pentingnya sosok maknawi Rasul S.a.w, sejauh mana keluhuran dan kemuliaannya. Beliau-lah yang menjalankan tugas tersebut dengan sebenarnya, serta merupakan lentera penerang dan matahari terang jagad raya ini.


Pertama, seluruh kebaikan yang diraih umat sepanjang masa dicatatkan juga hal serupa dalam lembaran kebaikan Nabi S.a.w berdasarkan rahasia “sebab laksana si pelaku” (اَلسَّبَبُ كَالْفَاعِلِ). Demikian pula, umat secara keseluruhan setiap harinya memanjatkan doa shalawat diterima yang tak terbatas. Jika Anda dapat memikirkan maqam dan martabat yang diharapkan doa-doa tersebut, Anda pasti mengerti bagaimana sosok maknawi Muhammad S.a.w adalah pelita terang yang menyinari jagad raya ini.


Kedua, melalui perantara kesiapan dan kemampuan beliau yang luar biasa, Rasul S.a.w selalu mengulang kalimat-kalimat suci, membaca zikir dan menjalankan ibadah –yang membentuk ruh dunia Islam dan maknawiahnya – dengan merasakan dan dipenuhi seluruh maknanya lebih dari siapa pun. Jika Anda merenungkan kenaikan spiritual (irtiqa’ ruhi) yang muncul dari tugas yang dijalankan esensi Muhammad S.a.w –yang merupakan sumber, benih, kehidupan, dan pokok pohon besar dunia Islam– pasti Anda memahami sejauh mana keluhuran kewalian ubudiyah Muhammad S.a.w yang mencapai maqam habibiyah, Anda pun pasti memahami setinggi apa kewalian ubudiyah beliau di atas seluruh kewalian.


Suatu ketika, sebuah bacaan tasbih tersingkap oleh saya saat shalat, dalam mukasyafah yang mendekati pemahaman para sahabat. Tampak oleh saya bahwa bacaan ini memiliki nilai penting yang kadarnya seperti ibadah selama sebulan penuh. Melalui bacaan ini, saya mengetahui maqam para sahabat r.a yang tinggi. Dengan demikian, luapan-luapan rahmat dan cahaya-cahaya yang ditimbulkan kalimat-kalimat suci di awal Islam memiliki keistimewaan tersendiri, hal itu karena masih baru dan segar, memiliki kelembutan, kesegaran dan nikmat, yang sedikit demi sedikit memudar seiring perjalanan waktu karena tertutup oleh tirai kelalaian, serta berkurang dan tertutupi.


Adapun Rasul S.a.w, beliau telah menerima kalimat-kalimat itu dari sumbernya yang hakiki, dari Allah Yang Maha Suci S.w.t dalam kondisi baru, segar dan gres melalui kesiapan dan kemampuan beliau yang luar biasa, serta beliau meresapi dan mendalami kata-kata ini. Berdasarkan rahasia ini, Nabi S.a.w memungkinkan bisa menyamai dari satu bacaan tasbihnya dengan ibadah orang lain selama satu tahun penuh. Selanjutnya silahkan Anda analogikan sendiri sejauh mana kenaikan Muhammad S.a.w pada tingkat-tingkat kesempurnaan yang tak terbatas dan tak terhingga.


Ketiga, pusat terpenting di antara seluruh tujuan Sang Khaliq S.w.t di jagad raya ini ialah spesies manusia. Merekalah objek bicara yang paling memahami seluruh khitab subhani. Maka, tak dapat diragukan bahwa al-Fard Maha Agung yang menjadikan menciptakan Muhammad S.a.w –manusia paling masyhur, paling sempurna dan paling agung berdasarkan kesaksian jejak-jejak amal dan karyanya– sebagai lawan bicara-Nya atas nama spesies tersebut, bahkan atas nama seluruh jagad raya. Allah telah memberikan padanya limpahan-Nya tak tak terhingga dalam kesempurnaan-kesempurnaan yang tak terbatas.


Masih banyak lagi poin-poin lain seperti ketiga poin ini yang secara pasti dan qath’i menegaskan bahwa sosok maknawi Muhammad S.a.w selain sebagai matahari maknawi jagad raya ini, ia juga sebagai ayat terbesar al-Qur'an besar yang bernama jagad raya, dan nama paling agung bagi al-Furqan agung itu, serta cermin tajalli nama agung al-Fard.

Wahai Sang Fard, Ahad, limpahkanlah doa rahmat dan kesejahteraan kepada dzat 

394. Page

Muhammad S.a.w dari rahmat-Mu yang tak terbatas, doa rahmat dan kesejahteraan sebanyak hasil perkalian semua atom seluruh makhluk dengan jumlah gerakan jarum menit seluruh masa.

 

سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَليمُ الْحَكيمُ

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah [2]: 32)

 

 

 

Nuktah Kelima

 

بِسْـــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ

 

Di penjara Eskisyehir, di bulan Syawwal, dari kejauhan, tampaklah oleh saya sebuah nuktah di antara nuktah-nuktah ayat agung:


فَانْظُرْ اِلي اٰثَارِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِي الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِي الْمَوْتٰي وَهُوَ عَلٰي كُلِّ شَئٍ قَديرٌ

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Qs. al-Rum [30]: 50)

Dan ayat:

اَللّٰهُ لاَ اِلٰهَ اِلَّأ هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لاَتَاْخُذُهُ سِنَةٌ وَلاَ نَوْمٌ

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.” (Qs. al-Baqarah [2]: 255)


Juga tampak tajalli nama “al-Hayyu” (Maha Hidup) yang merupakan nama agung, salah satu cahaya nama agung, atau salah satu cahaya nama agung, atau salah satu di antara enam cahayanya. Hanya saja nuktah ini tidak ditulis saat itu juga, kami pun tidak mampu menangkap burung suci ini dengan cepat, sehingga baru ditulis beberapa lama sesudahnya. Berikut akan kami jelaskan sebagian hakikat besar tersebut, juga cahaya agung tersebut, secara singkat, meski hanya dengan beberapa simbol saja.

 

Simbol pertama

Apa kehidupan yang merupakan salah satu tajalli agung nama “al-Hayyu” (Maha Hidup) dan nama “al-Muhyi” (Maha menghidupkan)?

Apa esensinya?

Apa peran dan tugasnya?


395. Page

Jawaban atas pertanyaan ini akan mirip katalog sebagai berikut:

Kehidupan jagad raya ini adalah:


1.     Tujuan paling penting.

2.     Hasil terbesar.

3.     Cahaya paling terang.

4.     Ragi paling lembut.

5.     Intisari akhir.

6.     Buah paling sempurna.

7.     Kesempurnaan paling luhur.

8.     Keindahan paling elok.

9.     Hiasan paling indah.

10. Rahasia wihdah.

11. Ikatan ittihad.

12. Sumber segala kesempurnaan.

13. Makhluk bernyawa paling indah dan menawan dari sisi penciptaan dan esensi.

14. Hakikat menakjubkan yang menjadikan makhluk paling kecil seperti jagad raya.

15. Ia merupakan mukjizat qudrat paling indah yang menampakkan katalog alam raya yang amat besar dalam sosok makhluk hidup kecil tersebut. Qudrat tersebut seakan menjadi perantara untuk menyelipkan jagad raya ke dalam wujud makhluk hidup kecil, sehingga menjadikan makhluk hidup kecil tersebut laksana alam raya kecil yang terkait dengan sebagian besar wujud yang ada.


16. Ia merupakan ciptaan ilahi yang luar biasa menawan, yang membesarkan sesuatu parsial (juzz) paling kecil menjadi sesuatu yang universal (kull) paling besar, menjadikan satu individu laksana alam kull, menampakkan jagad raya dari sisi rububiyah laksana sesuatu yang kulli yang tak bisa dibagi-bagi atau disekutukan.


17. Di antara esensi-esensi jagat raya, ia merupakan bukti-bukti yang paling cemerlang dan paling tegas, yang bersaksi atas wajibnya keberadaan Sang Maha Hidup dan Berdiri Sendiri, serta wihdah dan ahadiyah-Nya.


18. Di antara ciptaan-ciptaan ilahi, ia merupakan ukiran rabbani yang paling tersembunyi sekaligus paling nyata, paling mahal sekaligus paling murah, paling bersih dan terang, juga paling banyak mengandung makna.


19. Tajalli lembut di antara tajalli-tajalli rahmat al-Rahman, yang menundukkan seluruh wujud yang ada untuk diri-Nya.


20. Cermin menyeluruh bagi seluruh urusan ilahi.


21. Ciptaan rabbani paling menakjubkan yang mengandung banyak sekali tajalli nama-nama Allah yang indah, seperti al-Rahman (Maha Pengasih), al-Razzaq (Maha Pemberi rizki), al-Rahim (Maha Penyayang), al-Karim (Maha Mulia), dan al-Hakim (Maha Bijaksana), dan menjadikan banyak sekali hakikat sebagai ikutannya, seperti rizki, hikmah, inayah, dan rahmat. Ia juga sumber semua indera, seperti penglihatan, pendengaran, dan perasa, serta merupakan tambangnya.


Lalu, kehidupan merupakan mesin pengubah di laboratorium besar jagad raya yang selalu beroperasi untuk membersihkan. Ia menambahnya semakin berkembang, dan meneranginya di segala penjuru. Setiap jasad yang merupakan sarang kehidupan, laksana ruang tamu bagi kafilah-kafilah, madrasah, dan perkemahan para atom untuk menjalankan peran, menerangi dan melatih semua atom, seakan Yang Maha Hidup 

396. Page

Maha Menghidupkan menjadikan alam dunia yang gelap, fana, dan hina ini sebagai suatu kelembutan melalui mesin kehidupan ini, menerangi dan memberikan semacam kekekalan, serta memberikan kesiapan untuk beralih ke alam baka.


23. Lalu, dua wajah kehidupan –yakni wajah malaikat dan malakut– memancar terang, bersih, tinggi, dan luhur tanpa kekurangan. Karena itu, kehidupan adalah makhluk istimewa di mana sebab-akibat nyata tidak dijadikan sebagai tabir penutup perlakuan-perlakuan qudrat di sana, tidak seperti wujud-wujud lain, untuk memperlihatkan bahwa kehidupan bersumber dari tangan qudrat rabbani secara langsung tanpa tabir dan tanpa perantara.

24. Lalu, hakikat kehidupan mengarah dan memperkuat enam rukun iman secara maknawi dan simbol. Yakni, kehidupan adalah hakikat cahaya yang secara kuat mengarah kepada:

25.  Wajib adanya Zat yang Wajib Ada dan kehidupan-Nya yang kekal abadi.

26. Negeri akhirat dan kehidupan di sana yang kekal selamanya.

27. Keberadaan para malaikat.

28.  Rukun-rukun iman lainnya mengharuskan keberadaan semua itu.

29.  Selain sebagai intisari utama alam raya yang tertanam di dalam seluruh isinya, kehidupan juga merupakan rahasia terbesar yang mewujudkan syukur, ibadah, pujian, dan cinta yang menjadi tujuan ilahi terpenting di alam raya ini, juga sebagai hasil paling besar penciptaan alam.

 

Renungkanlah karakteristik-karakteristik penting kehidupan dan fungsi-fungsi luhur menyeluruh yang mencapai dua puluh sembilan karakteristik tersebut. Selanjutnya perhatikanlah karakteristik-karakteristik ini hingga Anda melihat bahwa keagungan nama al-Hayyu ada di balik nama al-Muhyi (Maha menghidupkan), lalu ketahuilah bahwa nama al-Hayyu adalah nama agung dari sisi karakteristik dan manfaat agung kehidupan. Fahami juga bahwa kehidupan ini adalah buah jagad raya yang paling mahal dan berharga. Dengan demikian, kehidupan ini tentu memiliki tujuan dan hasil besar sebesar jagad raya ini, karena sebagaimana hasil pohon adalah buah, maka hasil buah adalah pohon yang akan muncul berikutnya melalui biji-bijian pohon tersebut.


Ya. Sebagaimana tujuan dan hasil kehidupan ini adalah kehidupan abadi, maka salah satu buahnya adalah syukur, ibadah, pujian, dan cinta terhadap al-Hayyu al-Muhyi yang memberikan kehidupan, maka syukur, cinta, pujian, dan ibadah itulah tujuan penciptaan jagad raya ini, seperti halnya ia adalah buah kehidupan.


Dari sini, fahamilah bahwa orang-orang yang menyatakan tujuan hidup adalah hidup nikmat, nyaman, bersenang-senang dengan kelalaian, hawa nafsu dan sepenuh keinginan, orang-orang seperti ini menyepelekan nikmat hidup, petunjuk perasaan, kesadaran, dan akal yang agung dan amat berharga, mereka menyepelekan semua itu seraya menolak, bahkan mengingkari karena kebodohan yang amat buruk, sehingga mereka mengingkari nikmat secara terang-terangan.

Simbol kedua: Kehidupan ini –yang merupakan tajalli terbesar nama al-Hayyu dan tajalli paling lembut nama al-Muhyi- semua tingkat, sifat, dan perannya memerlukan penulisan risalah-risalah tersendiri sebanyak bilangan sifat-sifat itu. Sebagian di antaranya sudah dijelaskan di bagian-bagian Risalah al-Nur. Karena itu, penjelasan rinci tentang sifat, tingkatan 

397. Page

dan peran-peran kehidupan, kami alihkan ke risalah-risalah tersebut. Berikut kami cukup isyaratkan secara singkat saja.


Sudah disebutkan dalam “Karakteristik Duapuluh Tiga” di antara karakteristik-karakteristik kehidupan yang jumlahnya mencapai dua puluh sembilan, bahwa dua wajah kehidupan transparan dan bersih. Karena itu, sebab-akibat lahiriah tidak dijadikan tirai penutup peran qudrat rabbani di sana.


Ya. Rahasia karakteristik ini sebagai berikut:

Mengingat segala sesuatu di alam nyata ini memiliki keindahan, keelokan, dan kebaikan, dan mengingat keburukan dan kejelekan adalah dua hal yang sangat parsial dan dua kesatuan yang analogis, maka keburukan tersebut menjadi keindahan, dan kejelekan tersebut menjadi kebaikan. Keduanya memperlihatkan tingkatan-tingkatan keindahan dan kebaikan, keduanya juga memperbanyak dan melipatkan hakikat masing-masing.


Hanya saja sebab-akibat lahiriah dijadikan tirai untuk menutupi peran qudrat, agar murka seluruh makhluk hidup yang punya perasaan dan pengaduan yang muncul karena hal-hal buruk, musibah, dan petaka-petaka lahiriah sesuai pandangan lahiriah mereka tidak ditujukan kepada al-Hayy al-Qayyum, juga agar peran qudrat suci yang terbebas dari hal-hal seperti ini yang dijalankan tanpa tirai penutup, tidak berseberangan dengan kemuliaan qudrat ilahi dalam hal-hal yang terlihat buruk dan jelek di mata akal lahiriah.


Sebab-akibat ini tak mampu menciptakan apa pun, ia hanya dijadikan sasaran pengaduan dan bantahan-bantahan batil, juga untuk menjaga kemuliaan dan kesucian qudrat ilahi.


Di bagian mukadimah “Maqam Kedua” dari “Kalimat Keduapuluh” sudah dijelaskan sebagai berikut:


Izrail bermunajat kepada Allah terkait tugas mencabut nyawa. Dia berkata, “Hamba-hamba-Mu tentu kecewa padaku.” Munajatnya kemudian dijawab, “Aku akan memasang tirai penghalang berupa penyakit dan musibah sebelum kau menjalankan tugasmu dan sebelum orang-orang meninggal dunia, agar hamba-Ku mengarahkan pengaduan mereka kepada tirai-tirai penghalang itu, bukan kepadamu.”


Mengingat salah satu tugas malaikat Izrail –sesuai munajat ini- menjadi tirai penghalang agar amarah dan bantahan tidak diarahkan kepada al-Hayy al-Qayyum oleh mereka yang tidak mengetahui wajah hakiki kematian indah, yang tidak mengetahui tajalli rahmat bagi orang-orang beriman di balik kematian, maka sebab-sebab lain juga merupakan tirai lahiriah.


Ya, kemuliaan dan keagungan-Nya mengharuskan agar sebab-sebab menjadi tirai penutup bagi tangan qudrat dalam pandangan akal.


Namun, wihdah dan keagungan mengharuskan sebab-sebab tersebut menarik kembali tangannya dari pengaruh hakiki.


Mengingat dua wajah kehidupan, yang lahiri dan batini, yang untuk malaikat dan malakut, tidak memuat bahan-bahan yang memicu keluhan dan penentangan, karena keduanya bersih tanpa kekurangan apa pun, juga tanpa sesuatu pun yang buruk atau jelek yang berseberangan dengan kemuliaan, kesucian, dan qudrat, maka kehidupan secara langsung diserahkan tanpa adanya tirai penghalang yang menutupi peran nama al-Hayyu al-Qayyum, Yang Maha menghidupkan, Maha memberi kehidupan, dan Maha membangkitkan.


 Demikian pula halnya dengan cahaya, wujud, dan pengadaan. Karena itu, pengadaan sepenuhnya merujuk kepada qudrat Sang Khaliq Maha Agung secara langsung dan tanpa tirai 

398. Page

penutup. Bahkan hujan yang merupakan sumber kehidupan dan rahmat dalam batasan tertentu, tidak tunduk pada aturan baku terkait kapan waktu turunnya, sehingga tangan-tangan makhluk harus diangkat mengarah ke haribaan ilahi seraya memohon rahmat setiap kali diperlukan. Andai hujan tunduk pada aturan tertentu seperti terbitnya matahari, tentu nikmat sumber kehidupan ini tidak dipinta setiap waktu.

 

Simbol ketiga: Sebagaimana disebutkan dalam karakteristik kehidupan keduapuluh sembilan:


Selain sebagai inti jagad raya, maka syukur dan ibadah –yang merupakan hasil kehidupan– adalah sebab dan alasan mengapa jagad raya ini diciptakan.


Ya, Sang Pencipta jagad raya ini, al-Hayy al-Qayyum, memperkenalkan diri dan membuat seluruh makhluk mencintai-Nya melalui beragam nikmat tak terbatas. Sehingga tentu saja Dia menuntut para makhluk hidup untuk bersyukur atas semua kenikmatan, menuntut cinta atas kecintaan diri-Nya pada mereka, serta menuntut pujian dan pujaan atas kreasi-Nya yang menawan. Juga menuntut ketaatan dan ibadah sebagai balasan atas perintah-perintah Rabbani-Nya.


Berdasarkan rahasia rububiyah, maka syukur dan ibadah adalah tujuan agung seluruh jenis kehidupan, sehingga syukur dan ibadah berlaku untuk seluruh jagad raya. Karena itu, al-Qur'an yang bayannya penuh mukjizat sangat mendorong untuk bersyukur dan beribadah. Ia berulang kali menjelaskan bahwa ibadah adalah hak khusus Allah, syukur hanya patut untuk-Nya, dan pujian hanya khusus untuk-Nya.


Dengan demikian, sejumlah ayat menunjukkan bahwa al-Hayy al-Qayyum mengendalikan kehidupan dengan seluruh kondisinya tanpa tabir penghalang, seperti ayat:

وَهُوَ الَّذي يُحْيي وَ يُميتُ وَلَهُ اخْتِلاَفُ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ

“Dan Dialah yang menghidupkan dan mematikan, dan Dialah yang (mengatur) pertukaran malam dan siang” (Qs. al-Mukminun [23]: 80)


هُوَ الَّذي يُحْيي وَ يُميتُ فَاِذَا قَضي اَمْرًا فَاِنَّمَا يَقُولُ لَهُ كُنْ فَيَكُونُ

“Dia-lah yang menghidupkan dan mematikan, maka apabila Dia menetapkan sesuatu urusan, Dia hanya berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka jadilah ia.” (Qs. Ghafir [40]: 40)


فَيُحْيي بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا

“Lalu menghidupkan bumi dengan air itu sesudah matinya.” (Qs. al-Rum [30]: 24)


Ayat-ayat ini secara tegas menepis adanya perantara-perantara, dan menyerahkan kehidupan pada tangan qudrat al-Hayy al-Qayyum, untuk menyampaikan suatu pesan bahwa syukur dan ibadah harus kembali kepada pemiliknya yang hakiki.


Ya. Al-Qur'an saat menjelaskan hal-hal yang menjadi perantara rasa syukur, seperti rizki, kesembuhan, dan hujan, semuanya secara langsung juga merujuk pada nama al-Razzaq (Maha Pemberi rizki) dan al-Syafi (Maha menyembuhkan), di mana sebab dan perantara hanyalah tirai penutup, sama seperti dalam kehidupan yang menyeru untuk berterima kasih dan bersyukur serta membangkitkan perasaan-perasaan cinta dan pujian, seperti disebutkan dalam ayat-ayat:


399. Page

هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتينُ

Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh.” (Qs. al-Dzariyat [51]: 58)


وَ اِذَا مَرِضْتُ فَهُوَ يَشْف۪ينِ

Dan apabila aku sakit, dialah yang menyembuhkan aku.” (Qs. al-Syu’ara` [26]: 80)


وَهُوَ الَّذ۪ي يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْ بَعْدِ مَا قَنَطُوا

“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa” (Qs. al-Syura [42]: 28)


Juga ayat-ayat serupa lainnya. Digunakan redaksi هُوَ الَّذي dan هُوَ الرَّزَّاقُ yang mengandung makna pembatasan dan pengkhususan seperti disebutkan dalam kaidah-kaidah Ilmu Nahwu, untuk menjelaskan bahwa rizki, kesembuhan, dan hujan bersifat khusus untuk qudrat al-Hayy al-Qayyum, semuanya berasal dari Allah secara langsung tanpa adanya tirai penutup. Juga menjelaskan bahwa, yang memberikan karakteristik-karakteristik pada obat-obatan, dan yang menciptakan pengaruhnya, tidak lain adalah Zat Yang Maha menyembuhkan secara hakiki.

 

Simbol keempat: Sudah dijelaskan dalam karakteristik kehidupan “kedua puluh empat,” bahwa kehidupan memandang dan mengarah pada enam rukun iman, serta menegaskannya, juga menunjukkan pada realisasinya.


Ya. Mengingat hasil terpenting jagat raya, serta intisari dan hikmahnya adalah kehidupan, maka tak diragukan lagi bahwa hakikat yang mulia itu tidak terbatas pada kehidupan dunia yang fana, terbatas, dan menyakitkan ini saja, tetapi sasaran, hasil, dan buah dari pohon kehidupan– yang keagungan esensinya bisa diketahui lewat dua puluh sembilan cirinya – yang layak dengan kebesaran pohon itu, tidak lain adalah kehidupan abadi, kehidupan ukhrawi, dan kehidupan negeri kebahagiaan yang hidup dengan semua batu, pohon dan tanahnya.


Jika tidak, kondisi tersebut akan menuntut pohon kehidupan yang sudah dibekali perangkat-perangkat penting tak terbatas itu tidak akan memiliki buah, manfaat, atau hakikat bagi seluruh makhluk hidup yang punya perasaan, khususnya manusia. Selain itu, makhluk paling agung dan paling luhur di jagad raya ini –manusia– tentu akan lebih rendah dua puluh tingkatan dari burung pipit –misalnya- dari sisi kebahagiaan hidup, setelah sebelumnya berada lebih tinggi duapuluh tingkatan dari sisi modal dan perangkat-perangkat yang dimiliki. Juga, tentu manusia menjadi makhluk paling sengsara, malang, lemah dan hina. Bahkan juga, tentu akal yang merupakan nikmat paling berharga akan menjadi musibah dan petaka, karena hati manusia selalu tersiksa, di mana satu kenikmatannya bercampur dengan sembilan derita karena memikirkan kesedihan-kesedihan masa lalu dan rasa takut terhadap masa depan. Ini namanya kebatilan yang berlipat-lipat.


Jadi, kehidupan duniawi menegaskan rukun iman kepada akhirat secara pasti dan qath’i, memperlihatkan lebih dari tiga ratus ribu contoh penghimpunan di hadapan mata kita setiap kali musim semi.


 Lantas, mungkinkah Pelaku Maha Kuasa yang dengan hikmah, rahmat, dan inayah mampu mempersiapkan dan menyediakan apa pun hajat dan perlengkapan yang diperlukan oleh kehidupan Anda, serta yang sesuai dengannya, di tubuh Anda, kebun Anda, dan negeri Anda. Lalu, Dia mengirimkannya pada waktunya yang tepat, bahkan Dia juga mengetahui dan

400. Page

mendengar doa khusus yang dipanjatkan oleh lambung Anda agar tetap terus bertahan, lalu Dia memperkenankan permohonan itu, dan membuat si lambung bisa menerima makanan-makanan nikmat dan lezat tanpa batas …


Ya. Mungkinkah Pelaku Maha Kuasa tidak mengenali dan tidak melihat Anda, serta tidak mempersiapkan sebab-sebab yang diperlukan untuk kehidupan abadi, yang merupakan tujuan terbesar manusia?!


Mungkinkah Dia tidak memperkenankan doa manusia –dengan menciptakan kehidupan akhirat dan mengadakan surga– untuk hidup kekal abadi yang merupakan doa paling agung baginya, yang paling penting, paling layak, dan paling menyeluruh?!


Mungkinkah Dia tidak mendengar permohonan manusia yang merupakan makhluk paling penting di jagad raya ini, bahkan ia adalah penguasa bumi sekaligus intinya; doa umum dan kuat yang menggema di Arsy dan di bumi?!


Mungkinkah Dia tidak memperdulikan dan tidak acuh pada manusia sebatas keperluan lambungnya yang kecil, mungkinkah Dia tidak membuat manusia senang, sehingga membuat kesempurnaan hikmah dan rahmat tanpa batas-Nya diingkari?


Seratus ribu kali tidak mungkin!

Mungkinkah Zat yang mendengar suara paling lirih sebagian besar makhluk hidup kecil parsial, mendengar keluh-kesah dan pengaduannya, kemudian Dia bantu dan Dia penuhi keperluannya, memperkenankan apa pun yang ia inginkan, membimbing dan merawatnya sepenuh inayah dan perhatian, menundukkan berbagai makhluk untuknya sepenuh perhatian dan pertolongan, dan menjadikan makhluk-makhluk besar menjadi pelayannya, namun kemudian Dia tidak mendengar suara keras dan tinggi seperti suara guntur yang menggelegar untuk kehidupan yang terbesar, paling berkelanjutan, termahal, terlembut, atau tidak memperdulikan dan tidak acuh pada doanya yang penting sekali untuk hidup abadi dan kekal, tidak mendengar permohonannya yang sepenuh hati dan ketundukan, atau mungkinkah Dia seakan mempersiapkan dan mengatur seorang prajurit sepenuh perhatian, namun tidak memperdulikan dan mengatur sekelompok pasukan besar yang tunduk pada-Nya?! Mungkihkan Dia melihat atom namun tidak melihat matahari?! Mungkihkan Dia melihat dengungan nyamuk namun tidak mendengar suara guntur?!


Seratus ribu kali tidak mungkin!

Bisakah akal menerima dengan cara apa pun bahwa Sang Maha Kuasa, Bijaksana, Penyayang dan Pengasih, yang rahmat, cinta dan kasih sayang-Nya tak terbatas, yang mencintai ciptaan-Nya, yang mendorong makhluk untuk mencintai-Nya, yang mencintai siapa pun yang mencintai-Nya, lalu Dia melenyapkan kehidupan tercinta yang mencintai Allah S.w.t lebih dari yang lain dan yang menyembah Penciptanya Maha Agung secara fitri, juga melenyapkan ruh yang merupakan jiwa dan esensi kehidupan, menyebabkan terputusnya pencinta-Nya dan kekasih-Nya secara total, melukai perasaannya dengan kasar, lalu dengan itu memungkiri rahasia rahmat dan cahaya cinta-Nya, sehingga keduanya menjadi sasaran pengingkaran?!


Seratus ribu kali tidak mungkin!

Keindahan mutlak yang menghias dan memperindah jagad raya dengan tajalli-Nya, juga rahmat mutlak yang membahagiakan dan menyenangkan seluruh makhluk, tak ayal lagi keduanya sama sekali jauh dan bersih dari keburukan dan kezaliman mutlak seperti itu, juga jauh dari sifat kasar.


401. Page

Kesimpulan

Mengingat di dunia ini ada kehidupan, maka mereka yang mengetahui rahasia kehidupan dan tidak buruk mempergunakan kehidupan mereka, mereka akan mendapatkan kehidupan kekal abadi di negeri baka abadi dan surga kekal abadi. Kami mengimani itu.


Lalu, sebagaimana kilauan benda-benda berkilau di muka bumi karena pantulan cahaya matahari, gemerlap gelembung-gelembung air di permukaan lautan karena kelap-kelip cahaya, di mana semua benda ini berperan membiaskan gemerlap dan cahaya matahari layaknya cermin, ini semua secara aksiomatis menunjukkan bahwa kilauan-kilauan tersebut adalah tajalli pantulan satu matahari tinggi, ini juga mengingatkan adanya matahari melalui berbagai macam bahasa, mengisyaratkan kepadanya melalui jari-jari dari cahaya; demikian pula halnya kilauan makhluk hidup melalui qudrat ilahi di muka bumi dan di lautan melalui tajalli nama al-Muhyi bagi al-Hayyu al-Qayyum, serta persembunyian mereka di balik tirai gaib seraya menyeru, “Ya Hayyu, Wahai Yang Maha Hidup!” untuk membuka jalan bagi kelompok lain yang ada di belakang, semua ini bersaksi atas kehidupan al-Hayyu al-Qayyum Pemilik kehidupan sarmadi dan kewajiban adanya Zat yang Wajib Ada, serta mengisyaratkan pada keduanya.


Demikian pula halnya seluruh petunjuk yang bersaksi atas ilmu ilahi yang jejaknya terlihat pada pengaturan seluruh wujud yang ada, juga seluruh bukti nyata yang menegaskan qudrat yang berlaku di alam raya ini, juga seluruh hujjah yang menegaskan kehendak dan kemauan yang mengatur dan mengorganisir jagad raya, juga berbagai pertanda dan mukjizat yang menegaskan risalah-risalah yang merupakan pusaran kalam rabbani dan wahyu ilahi, demikian pula seluruh petunjuk yang bersaksi atas sifat-sifat ilahi yang tujuh, semuanya itu melalui kesepakatan bersaksi atas kehidupan al-Hayyu al-Qayyum, dan mengisyaratkan padanya. Sebab kalau sesuatu zat bisa melihat berarti ia hidup juga. Kalau ia mempunyai pendengaran, hal itu merupakan pertanda bahwa ia hidup juga. Kalau bisa berbicara, itu merupakan isyarat atas kehidupannya. Kalau ada usaha dan kehendak itu juga merupakan bentuk kehidupan. Demikian pula halnya dengan sifat-sifat –seperti qudrat mutlak, kehendak menyeluruh, dan ilmu yang meliputi segalanya- yang keberadaannya benar dan aksiomatis melalui jejak-jejak nyatanya di jagad raya, itu semua menunjukkan kehidupan al-Hayyu al-Qayyum, bersaksi atas keberadaan Zat yang Wajib Ada, serta bersaksi atas kehidupan sarmadi-Nya yang menerangi seluruh jagad raya melalui salah satu bayangannya dan yang menghidupkan negeri akhirat lengkap dengan seluruh atomnya melalui salah satu tajallinya.


Kehidupan juga mengarah dan menatap pada rukun iman kepada para malaikat, selain menegaskannya sebuah simbol.


Sebab, hasil terpenting di alam ini adalah kehidupan, sementara mereka yang paling banyak tersebar, yang paling banyak berkembang dalam jumlah yang begitu banyak dengan nilai dan harga yang paling tinggi, dan yang memakmurkan ruang tamu bumi ini dengan kafilah-kafilah mereka yang datang silih berganti, adalah makhluk hidup. Bumi ini pun dipenuhi oleh berbagai spesies makhluk hidup sedemikian banyaknya, yang hilir-mudik tanpa henti setiap saat karena hikmah pembaruan dan reproduksi berbagai spesies makhluk hidup. Dan bahwa makhluk hidup itu diciptakan begitu banyaknya, termasuk yang berada di dalam materi bumi yang paling dalam, menjijikkan dan kotor, hingga menjadi tempat berkumpulnya makhluk-makhluk mikro.


 Mengingat akal dan perasaan yang merupakan intisari kehidupan paling jernih; mengingat ruh merupakan esensi paling lembut dan mengakar bagi kehidupan diciptakan di 

402. Page

bola bumi ini dalam jumlah besar hingga seakan bumi ini ramai oleh kehidupan, akal, perasaan, dan ruh; maka tidak diragukan bahwa mustahil jika benda-benda langit –yang lebih lembut dari bola bumi, lebih bersinar, lebih besar, dan lebih penting- adalah benda mati tanpa kehidupan dan tanpa kesadaran.


Dengan demikian, di langit sana tak diragukan lagi pasti ada penghuni-penghuni yang memiliki perasaan dan kehidupan yang cocok dengan lingkungan langit. Mereka memakmurkannya serta memakmurkan matahari dan bintang-bintang, memberi padanya kehidupan, menampakkan hasil penciptaan langit, dan memperoleh pesan-pesan subhani. Merekalah para malaikat.

 

Rahasia esensi kehidupan juga mengarah dan menatap rukun iman kepada para nabi, dan menegaskannya sebuah simbol.


Ya. Karena jagad raya ini diciptakan untuk kehidupan, maka kehidupan adalah tajalli terbesar al-Hayyu al-Qayyum al-Azali, adalah ukiran dan ciptaan terindah-Nya. Mengingat kehidupan sarmadi menyingkap dirinya melalui para diutusnya rasul-rasul dan diturunkannya kitab-kitab, ya seandainya kitab-kitab dan para rasul ini tidak ada, tentu kehidupan azali ini tidak akan dikenali. Sebagaimana ketika ada seseorang berbicara bisa diketahui bahwa ia hidup, demikian pula halnya dengan orang-orang yang menyampaikan pesan-pesan Zat yang berada di balik tabir jagad raya ini, Zat yang berbicara, memerintah, melarang, dan menyampaikan pesan dari balik alam gaib, merekalah para nabi dan kitab-kitab yang ada di tangan mereka.


Maka tak dapat diragukan bahwa kehidupan di jagad raya ini selain mengakui wajibnya keberadaan al-Hayyu al-Qayyum al-Azali secara qath’i, juga ia mengarah pada dua rukun iman, yaitu diutusnya para rasul dan diturunkannya kitab-kitab yang menjadi cahaya dan tajalli kehidupan azali, serta mereka yang memiliki hubungan dengannya. Kehidupan menatap dan menegaskan kedua rukun iman ini dalam bentuk simbol, khususnya risalah Muhammad S.a.w. dan wahyu al-Qur'an, karena keduanya laksana ruh dan akal kehidupan. Maka bisa dikatakan, kebenaran kedua rukun iman ini bersifat pasti dan qath’i seperti adanya kehidupan.


Ya. Sebagaimana kehidupan adalah intisari perasan dari jagad raya, maka kesadaran dan perasaan juga merupakan intisari perasan dari kehidupan. Akal juga intisari perasan dari kesadaran dan perasaan, ruh juga esensi murni bersih dari kehidupan sekaligus zatnya yang tetap dan independen. Demikian pula, maka kehidupan materiil dan maknawi Muhammad S.a.w adalah intisari perasan dari kehidupan dan dari ruh jagad raya. Risalah Muhammad S.a.w adalah intisari paling suci bersih, perasaan, kesadaran, dan akal jagad raya. Bahkan kehidupan materiil dan maknawi Muhammad S.a.w adalah kehidupan bagi kehidupan jagat raya melalui mesaksian jejak-jejaknya, dan risalah Muhammad adalah kesadaran bagi kesadaran jagat raya dan cahayanya. Sementara wahyu al-Qur'an adalah ruh kehidupan jagad raya berdasarkan kesaksian hakikat-hakikatnya yang hidup, sekaligus akal kesadaran jagad raya.


Ya, ya, ya. Seandainya cahaya risalah Muhammad S.a.w pergi dan meninggalkan jagad raya, tentu jagad raya akan mati. Seandainya al-Qur'an pergi dan meninggalkan jagad raya, tentu jagad raya akan gila, tentu bola bumi –yang seolah kepala— akan kehilangan akalnya, tentu kepala bumi yang menjadi tanpa perasaan dan kesadaran akan berbenturan dengan salah satu planet lain, dan tentu terjadilah kiamat.


403. Page

Lalu, rahasia esensi kehidupan juga mengarah dan menatap rukun iman kepada takdir, dan menegaskan sebuah simbol.


Karena kehidupan adalah cahaya alam nyata, berkuasa atasnya dan menutupinya, serta kehidupan adalah hasil dan tujuan wujud, cermin Pencipta jagad raya yang paling komplit, contoh paling indah dan sempurna, katalog tindakan-tindakan rabbani, bahkan –kalau boleh dibilang, tapi tak bisa dimisalkan- kehidupan adalah semacam program tindakan-tindakan rabbani, maka tidak diragukan bahwa rahasia kehidupan mengharuskan makhluk-makhluk alam gaib –yakni yang lalu dan yang akan datang– mesti siap untuk diatur, ditata, diketahui, disaksikan dan ditentukan dalam posisinya sebagai kehidupan maknawi baginya, serta harus siap menjalankan perintah-perintah kauniah, juga dalam posisinya sebagai kehidupan maknawi baginya.


Sebagaimana halnya benih asli pohon serta akar, biji-bijian yang di ujungnya, dan buahnya mendapatkan semacam kehidupan seperti pohon, bahkan membawa aturan-aturan hidup yang lebih lembut dari aturan-aturan kehidupan sebuah pohon, seperti halnya biji-bijian dan akar yang ditinggalkan musim gugur yang lalu sebelum musim semi saat ini, demikian pula dengan benih dan akar-akar yang akan ditinggalkan musim semi ini setelah berlalu nanti, semuanya berisi tajalli kehidupan seperti yang dibawa musim semi ini, dan tunduk pada aturan-aturan kehidupan.


Demikian pula setiap dahan pohon jagad raya, setiap ranting-ranting masa lalu dan masa depan, juga memiliki rangkaian yang membentuk fase-fase dan bentuk masa lalu dan masa depan, membentuk bagian-bagian wujud yang beragam bagi setiap jenis dan bagian-bagian terkecilnya membentuk rangkaian keberadaan di alam nyata bersamaan dengan fase-fase yang beragam di dalam ilmu ilahi, maka wujud nyata juga menampakkan tajalli maknawi kehidupan umum, di mana takaran-takaran hidup diambil dari papan-papan takdir hidup yang memiliki beragam makna.


Ya, dipenuhinya alam arwah –yang merupakan salah satu jenis dari alam gaib- dengan ruh-ruh –yang merupakan inti, materi, esensi dan zat kehidupan- tanpa ragu mengharuskan dan menuntut agar spesies lain dan jenis kedua dari alam gaib, yang disebut masa lalu dan masa depan, memanifestasikan kehidupan.


Lalu, adanya keteraturan yang sempurna pada wujud ilmu tiap sesuatu serta kondisi-kondisi yang penuh makna, berikut hasil dan fase kehidupannya, menjelaskan bahwa dia memiliki semacam kehidupan maknawi.


Ya, tajalli seperti ini –tajalli kehidupan yang merupakan cahaya matahari kehidupan azali– tidak mungkin terbatas pada alam nyata saja, dan di zaman sekarang, dan pada wujud eksternal, bahkan setiap alam memperlihatkan tajalli cahaya itu, masing-masing sesuai kemampuan yang dimiliki. Jagad raya ini adalah makhluk hidup dan disinari dengan seluruh alamnya karena tajalli-tajalli itu. Jika tidak, tentu seluruh alam di bawah kehidupan sesaat lahiriah hanyalah sebuah jenazah besar yang menakutkan, tak berpenghuni, ditinggalkan, dan gelap seperti menurut pandangan kesesatan.


 Demikianlah, dan melalui rahasia kehidupan, rukun “iman kepada qadha dan qadar” bisa difahami dan ditegaskan juga dalam lingkup yang luas. Yakni, seperti halnya aktivitas alam nyata dan segala sesuatu yang ada saat ini tampak dengan keteraturan dan hasilnya, seperti itu juga makhluk-makhluk yang telah lalu dan yang akan muncul berikutnya –yang termasuk dalam kategori alam gaib- memiliki wujud maknawi yang memiliki kehidupan, memiliki kepastian ilmiah yang memiliki ruh secara maknawi, di mana jejak kehidupan 

404. Page

maknawi ini terlihat dan tampak melalui perantara papan qadha dan qadar yang disebut muqaddarat (takaran takdir).

 

Simbol kelima:

Sebagaimana disebutkan dalam “karakteristik kehidupan keenambelas” bahwa ketika kehidupan dimasukkan dalam sesuatu, kehidupan mengubah sesuatu tersebut laksana alam tersendiri, lalu memberinya kelengkapan, seakan kehidupan itu adalah “kull” (sesuatu yang menyeluruh) jika sesuatu yang bersifat bagian, dan “kulli” (bersifat menyeluruh) jika sesuatu itu memiliki sifat bagian.


Ya. Sifat “menyeluruh” pada kehidupan hingga seakan ia cermin menyeluruh ahadiyah menampakkan pada dirinya sebagian besar nama-nama indah Allah S.w.t yang bertajalli di seluruh jagad raya. Kala kehidupan merasuk dalam suatu materi, kehidupan menjadikan materi tersebut seakan sebuah alam kecil, kehidupan seakan membuatnya biji-bijian berisi katalog semacam pohon alam raya.


Sebagaimana biji-bijian tak mungkin ada tanpa jejak qudrat takdir yang mampu menciptakan pohonnya, seperti itu juga Zat yang menciptakan makhluk kecil, Dia yang menciptakan makhluk hidup yang paling kecil pasti merupakan Pencipta seluruh jagad raya. Demikianlah, kehidupan ini menampakkan pada dirinya rahasia paling tersembunyi dari ahadiyah melalui kelengkapan kehidupannya ini. Yakni, seperti halnya matahari besar masuk dengan cahaya, peran, dan pantulannya masuk ke dalam setiap tetes air, di setiap potongan kaca yang bisa memantulkan cahaya matahari, seperti itu pula tajalli nama-nama dan sifat-sifat ilahi yang melingkupi jagad raya ini secara keseluruhan juga tampak di setiap makhluk hidup. Kehidupan dari sisi ini menjadikan alam semesta laksana “kull” (universalitas) yang tidak bisa dibagi dan dipotong-potong dalam hal rububiyah dan pengadaan. Bahkan kehidupan menjadikannya laksana bersifat “kulli” (universal) yang tak mungkin ada intervensi dan divisi di sana.


Ya. Stempel yang di wajah Anda secara pasti menunjukkan dengan sendirinya secara pasti bahwa Zat yang menciptakan Anda adalah Pencipta seluruh manusia, sebab esensi manusia satu, sehingga pembagiannya mustahil. Pembagian jagad raya menjadi laksana individu-individu melalui perantara kehidupan, sementara jagad raya sendiri laksana satu spesies yang tersendiri baginya. Sebagaimana jagad raya secara keseluruhan menampakkan stempel ahadiyah, seperti itu pula setiap bagian-bagiannya juga memperlihatkan tanda ahadiyah dan stempel shamadiyah, sehingga menolak adanya syirik dan persekutuan dari segala sisi.


Lalu, di dalam kehidupan terdapat mukjizat-mukjizat luar biasa menawan ciptaan rabbani yang tiada banding. Maka, siapa yang tak mampu menciptakan jagad raya secara keseluruhan, ia juga tidak mampu menciptakan makhluk paling kecil sekali pun.


Ya. Pena yang menulis katalog pohon cemara yang besar dan ketentuan-ketentuannya di dalam biji-biji yang tak terhingga kecilnya, seakan menulis al-Qur'an seluruhnya di atas biji kacang, tidak mungkin terjadi kecuali pena itulah yang menulis seluruh langit dan segala bintang-bintangnya.


Ya. Zat yang memberikan kesiapan dan perangkat di dalam kepala kecil lebah yang karena piranti ini lebah bisa mengenali bunga-bungaan di kebun jagad raya, membuat lebah memiliki ikatan dan hubungan dengan sebagian besar spesiesnya, membawa hadiah rahmat berupa madu, mengenali persyaratan-persyaratan hidup langsung setelah muncul ke dunia ini, tak ragu lagi pasti Dialah Zat yang menciptakan alam raya ini secara keseluruhan.


405. Page

Kesimpulan

Sebagaimana kehidupan adalah tanda tauhid yang terang di wajah alam raya, dan setiap makhluk bernyawa juga tanda ahadiyah dari sisi kehidupan, serta ukiran ciptaan yang ada pada setiap individu makhluk hidup adalah stempel shamadiyah, maka seluruh makhluk hidup membubuhkan tanda tangan di atas tulisan alam raya ini dengan kehidupan masing-masing atas nama al-Hayy al-Qayyum dan al-Wahid al-Ahad dengan sejumlah individunya, semuanya merupakan stempel-stempel tauhid, tanda-tanda ahadiyah dan tanda shamadiyah pada tulisan tersebut. Seperti halnya kehidupan, setiap makhluk hidup juga stempel wahidiyah dalam kitab alam raya ini, di mana stempel ahadiyah dipasang di wajah dan sosok masing-masing dari mereka.


Selanjutnya, sebagaimana kehidupan berikut sebanyak bilangan bagiannya dan individu-individu yang memiliki kehidupan merupakan stempel dan tanda yang bersaksi atas wihdah al-Hayy al-Qayyum, demikian pula halnya perbuatan menghidupkan dan membangkitkan kembali (manusia kelak) memberikan tanda tangan atas tauhid sebanyak bilangan individunya.


Sebagai contoh, menghidupkan bumi –yang merupakan salah satu bagian di antara berbagai individu perbuatan menghidupkan– adalah bukti nyata tauhid seperti matahari, karena tiga ratus ribu spesies dan individu tak terhingga setiap spesies dari spesies-spesies ini dibangkitkan bersamaan, dengan membaur satu sama lain, saling merasuk, rapi dan teratur tanpa adanya kekurangan ataupun kesalahan dalam lingkup penghidupan bumi dan kebangkitannya saat musim semi.


Ya. Zat yang melakukan tindakan-tindakan menawan tapi tertata tak terbatas dengan satu perbuatan ini, tak ragu lagi Dia adalah Pencipta seluruh makhluk, Dialah al-Hayy al-Qayyum, yang menghidupkan seluruh makhluk hidup, al-Wahid al-Ahad yang tidak mungkin ada intervensi dari pihak manapun dalam rububiyah-Nya.


Kami cukupkan penulisan penjelasan singkat sekedarnya tentang karakteristik kehidupan yang bisa kami sampaikan. Penjelasan karakteristik lainnya secara rinci kami alihkan ke bagian-bagian lain Risalah al-Nur, dan akan kami bahas lagi dalam kesempatan lain.

 

Penutup


Nama Allah yang paling agung bukan hanya satu bagi setiap orang, tapi berbeda-beda dan beragam. Sebagai contoh, menurut Imam Ali r.a, nama agung ada enam: al-Fard (Tunggal, Esa), al-Hayyu (Maha Hidup), al-Qayyum (tiada henti mengurus makhluk), al-Hakam (Maha Bijak), al-Adl (Maha Adil) dan al-Quddus (Maha Suci).


Menurut Imam besar Abu Hanifah r.a, nama agung ada dua: al-Hakam (Maha Bijak) dan al-Adl (Maha Adil).


Menurut al-Ghauts al-A’dzam Abdul Qadir al-Jailani, nama agung adalah al-Hayyu (Maha Hidup).


Menurut Imam Rabbani r.a,[1] nama agung adalah al-Qayyum (tiada henti mengurus makhluk).


[1]  Imam Rabbani; Ahmad bin Abdul Ahmad al-Sirhindi al-Faruqi (971-1034 H.), unggul di bidang keilmuan di masanya, Allah memberinya taufiq untuk mengeluarkan Daulah Mongol dari atheisme menuju Islam. Ia dianggap sebagai reformis milenium kedua.




406. Page

Sebagian besar ulama lain berpendapat, nama agung adalah nama-nama selain yang disebutkan di atas.


Rasul mulia S.a.w telah menjelaskan makrifat beliau tentang Allah S.w.t dengan tingkatan tinggi, luhur dan menyeluruh melalui munajat agunliaug be yang disebut al-Jausyan al-Kabir. Kami juga, bertepatan dengan nuktah kelima ini yang secara khusus membahas nama al-Hayyu, kita mencoba kembali ke masa itu melalui khayalan, kita mempercayai kata-kata Rasul mulia S.a.w, kita berzikir meniru gema Muhammad S.a.w, seakan-akan kita mengulang-ulang munajat yang sama untuk mengais berkah, juga sebagai bukti, dalil, hujah dan doa kita, juga sebagai penutup risalah ini.

 

يَا حَيُّ بَعْدَ كُلِّ حَيٍّ

Wahai Yang Maha Hidup setelah seluruh makhluk hidup


يَا حَيُّ قَبْلَ كُلِّ حَيٍّ

Wahai Yang Maha Hidup sebelum seluruh makhluk hidup


يَا حَيُّ الَّذ۪ي لاَيُشْبِهُهُ شَئٌ

Wahai Yang Maha Hidup yang tak satupun makhluk hidup menyerupai-Nya


يَا حَيُّ الَّذ۪ي لَيْسَ كَمِثْلِه۪ حَيٌّ

Wahai Yang Maha Hidup yang tidak ada sesuatu pun yang mirip dengan-Nya


يَا حَيُّ الَّذ۪ي لاَيَحْتَاجُ اِلٰي حَيٍّ

Wahai Yang Maha Hidup yang tiada memerlukan satu pun makhluk hidup


يَا حَيُّ الَّذ۪ي لاَيُشَارِكُهُ حَيٌّ

Wahai Yang Maha Hidup yang tak disertai oleh satu pun makhluk hidup


يَا حَيُّ الَّذ۪ي يَرْزُقُ كُلَّ حَيٍّ

Wahai Yang Maha Hidup yang memberi rizki setiap makhluk hidup


يَا حَيُّ الَّذ۪ي يُم۪يتُ كُلَّ حَيٍّ

Wahai Yang Maha Hidup yang mematikan setiap makhluk hidup


يَا حَيُّ الَّذ۪ي لاَيَمُوتُ

Wahai Yang Maha Hidup yang tiada pernah mati


يَا حَيُّ الَّذ۪ي يُحْيِي الْمَوْتٰي

Wahai Yang Maha Hidup yang menghidupkan makhluk-makhluk setelah mati


 

Maha Suci Engkau, wahai Tuhan yang tiada Tuhan selain-Mu, berilah kami rasa aman, berilah kami rasa aman, selamatkanlah kami dari neraka.

 

سُبْحَانَكَ يَا لآَ اِلٰهَ اِلَّأٓ اَنْتَ الْاَمَانُ الْاَمَانُ نَجِّنَا مِنَ النَّارِ اٰم۪ينَ

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah [2]: 32)


407. Page

Nuktah Keenam

 

Khusus membahas nama Allah “Al- Qayyum”

 

Kesimpulan tentang nama “al-Hayyu” (Maha Hidup) telah menjadi bagian tambahan bagi risalah “Sumber Cahaya.” Karena itu, kami berpendapat, akan lebih tepat kalau nama “al-Qayyum” ini dijadikan bagian tambahan “Kalimat Ketigapuluh.”

 

Permohonan maaf: Masalah-masalah penting dan tajalli nama agung al-Qayyum yang amat mendalam dan luas ini terlintas di dalam hati secara tidak teratur, bahkan dalam bentuk kilauan-kilauan yang berbeda dan berserakan, sehingga ditulis secara tergesa-gesa dan sampai saat ini masih berupa manuskrip tanpa koreksi. Karena itu, tidak menutup kemungkinan adanya kekurangan dalam segi penyampaian dan tata bahasa. Kami mohon maaf karena kekurangan-kekurangan yang tampak, dan saya alihkan pada keindahan permasalahan-permasalahan yang akan dibahas dalam nuktah ini.

 

Perhatian: Nuktah-nuktah khusus tentang nama Allah yang paling agung begitu luas dan mendalam, apalagi masalah-masalah khusus terkait nama al-Qayyum, dan lebih khusus lagi bagian “Sinar Pertama”[1] dari permasalahan ini yang jauh lebih mendalam, karena topiknya mengarah pada para penganut materialisme. Karena itu, tidak semua orang bisa memahami setiap masalah dari permasalahannya. Namun masing-masing bisa mengambil porsinya hingga batas tertentu untuk setiap permasalahan. Tidak mampu memetik seluruh buah-buahan di suatu perkebunan bukan berarti harus mundur dan meninggalkan kebun tersebut sesuai kaidah “Apa yang tidak diketahui secara keseluruhan, tidaklah ditinggalkan semuanya” (مالا يدرك كله لا يترك كله). Dengan demikian, buah apa pun yang bisa dipetik seseorang, itulah sebuah keuntungan dan perolehannya.


Nama Allah yang paling agung memiliki topik bahasan permasalahan luas yang tak mungkin dikuasai secara penuh. Demikian pula, karena masalah-masalah ini amat rumit, tak mungkin dilihat dan disaksikan akal, maka tidak bisa pikiran setiap orang menguasai masalah-masalah ini, apalagi kedua nama al-Hayy dan al-Qayyum, dan lebih khusus lagi simbol-simbol kehidupan terkait rukun iman, lebih khusus lagi isyarat-isyarat kehidupan pada rukun iman terhadap qadha dan qadar, dan “Sinar Pertama” nama dari al-Qayyum. Hanya saja, membaca masalah ini tidaklah membuat seseorang pulang dengan tangan hampa tanpa mendapat bagian apa pun. Bahkan ia bisa memperkuat keimanannya sekaligus bisa membuatnya bertambah luas. Tentu saja tambahan iman yang merupakan kunci kebahagiaan abadi adalah sesuatu yang sangat vital. Sehingga adanya pertambahan iman meskipun seberat atom merupakan kekayaan yang sangat besar. Itulah mengapa Imam Rabbani Ahmad al-Faruqi menyatakan, “Terungkapnya masalah iman yang kecil, menurut pandangan saya, lebih baik dari ratusan dzauq dan karamah.”


[1] Bagi yang tidak menguasai ilmu-ilmu alam modern, dianjurkan tidak membaca “sinar pertama,” atau ditunda dulu hingga menuntaskan seluruh noktah “sinar-sinar.” (Penulis)




408. Page

بِسْـــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّحيمِ


 بِيَدِه مَلَكُوتُ كُلِّ شَئٍ

“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu.” (Qs. Yasin [36]: 83)

 

لَهُ مَقَاليدُ السَّمٰوَاتِ وَ الْاَرْضِ

 “Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi.” (Qs. al-Syura [42]: 12)

 

وَاِنْ مِنْ شَئٍ اِلَّأ عِنْدَنَا خَزَائِنُهُ

 “Dan tidak ada sesuatupun melainkan pada sisi Kami-lah khazanahnya, dan Kami tidak menurunkannya melainkan dengan ukuran yang tertentu.” (Qs. al-Hijr [15]: 21)

 

مَا مِنْ دَابَّةٍ اِلَّأ هُوَ اٰخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا

“Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (Qs. Hud [11]: 56)

 

Di penjara Eskisyehir pada bulan Dzulqa’dah, tampak di hadapan akal saya satu di antara sekian banyak nuktah ayat-ayat di atas, juga ayat-ayat serupa lainnya yang mengisyaratkan qayyumiyah ilahi, juga tampak sebuah tajalli agung nama al-Qayyum yang merupakan nama agung, atau cahaya kedua di antara dua cahaya nama agung, atau cahaya terakhir di antara enam cahayanya.


Mengingat situasi dan kondisi di penjara tidak memungkinkan, saya tidak bisa menjelaskan cahaya agung ini secara memadai. Namun karena Imam Ali r.a membuat nama agung –yang ia jelaskan dengan judul nama luhur mulia “Sakinah” dalam kasidahnya Arjuzah serta enam nama tersebut –yang ia masukkan dalam kasidah Jaljalutiyyah, yang berisi enam nama agung– di posisi terbesar tapi tetap diberinya perhatian besar, maka kami akan menjelaskan –meski secara singkat– cahaya agung nama al-Qayyum melalui “Lima Sinar,” seperti yang kami lakukan dalam menjelaskan lima nama indah sebelumnya.

 

Sinar pertama: Pencipta jagad raya ini Maha Agung adalah qayyum, artinya Zat-Nya berdiri sendiri, abadi dan kekal. Segala sesuatu tegak karena-Nya, segala sesuatu bertahan di alam nyata karena-Nya, dan segala sesuatu mendapatkan keabadian karena-Nya. Andai nisbah qayyumiyah ini terputus meski hanya sesaat, tentu lenyaplah jagad raya.

Lalu, al-Qayyum Maha Agung bersama qayyumiyah-Nya adalah seperti yang disampaikan dalam al-Qur'an agung:

لَيْسَ كَمِثْلِه شَئٌ

Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia” (Qs. al-Syura [42]: 11)


Yakni, tidak ada sesuatu pun yang sebanding dan serupa dengan-Nya, tidak ada sekutu baik dari sisi Zat, sifat-sifat atau pun perbuatan-Nya.


409. Page

Ya. Zat yang menggenggam jagad raya seluruhnya dalam genggaman rububiyah-Nya beserta seluruh kondisi, esensi, mengatur, mengurus, dan merawat semuanya dengan teratur secara sempurna, laksana mengatur dan merawat sebuah rumah atau istana, mustahil ada yang menyerupai, menyamai, dan bersekutu dengan-Nya. Mustahil!


Ya. Al-Hayyu al-Qayyum yang mudah bag-Nya mengadakan bintang-bintang semudah mengadakan atom-atom, yang benda paling besar tunduk pada qudrat-Nya seperti benda paling kecil, yang tak terhalang oleh apa pun untuk melakukan dan menciptakan ap apun, yang melihat seluruh individu makhluk tak terbatas layaknya melihat satu individu, yang mendengarkan seluruh suara secara bersamaan, yang memenuhi kebutuhan seluruh makhluk tak terbatas secara bersamaan, tak ada sesuatu pun yang keluar dari lingkup kehendak-Nya berdasarkan kesaksian seluruh keteraturan dan neraca yang ada di seluruh wujud jagad raya ini, yang kuasa dan ilmu-Nya selalu ada di mana pun meski ia tidak berada di mana pun, yang amat dekat dengan segala sesuatu meski segala sesuatu amat jauh dari-Nya; tentu saja tidak ada sesuatu pun yang serupa dan sebanding dengannya, tentu saja tidak memiliki sekutu, pembantu, dan bandingan secara mutlak, bahkan mustahil jika ada. Hanya saja, kondisi-kondisi-Nya yang suci bisa dilihat melalui perumpamaan. Seluruh perumpamaan dan persamaan yang ada dalam Risalah al-Nur tidak lain adalah perumpamaan yang dimaksud.


Orang-orang sesat mengira bahwa sebagian tajalli Zat suci –yang tiada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya, Zat yang Wajib Ada, jauh dari materi, bebas dari tempat, mustahil terbagi-bagi secara mutlak dengan apa pun, tidak berubah dan berganti, tidak memerlukan apa pun dan tidak lemah– yang bertajalli pada lembaran jagad raya dan tingkatan wujud yang ada, itulah Zat-Nya Yang Suci, sehingga mereka menisbahkan hukum-hukum uluhiyah pada sebagian makhluk-Nya. Mereka menyandarkan jejak-jejak al-Hayyu al-Qayyum Dzu al-Jalal pada alam. Pada hakikatnya, telah ditegaskan dengan bukti-bukti pasti di sejumlah bagian dalam Risalah al-Nur, bahwa:


Alam adalah ciptaan ilahi dan tidak mungkin menjadi pencipta, alam adalah kitab rabbani dan tidak mungkin menjadi penulis, ukiran yang tidak mungkin menjadi pengukir, buku yang tidak mungkin menjadi penulis buku, qanun yang tidak mungkin menjadi pemilik qudrat, garis yang tidak mungkin menjadi sumber, obyek yang tidak mungkin menjadi subyek, aturan yang tidak mungkin menjadi pengatur, syariat fitriah yang tidak mungkin menjadi pembuat syariat.


Jika penciptaan makhluk hidup paling kecil dinisbahkan kepada alam –dengan asumsi mustahil- lalu dikatakan kepada si alam, “Ciptakan makhluk ini!” tentu diperlukan adanya banyak sekali cetakan dan mesin sebanyak bilangan bagian-bagian tubuh dan perangkat-perangkat makhluk kecil itu agar alam bisa menjalankan perintah di atas, seperti yang telah disampaikan di sejumlah tempat di bagian-bagian Risalah al-Nur dengan bukti-bukti pasti.


Lalu, sebagian orang sesat yang disebut sebagai kalangan materialis[1] sudah merasakan tajalli agung penciptaan ilahi dan qudrat rabbani pada perubahan-perubahan yang amat rapi di atom. Namun karena mereka tidak mengetahui sumber tajalli ini, dan tidak mampu mengetahui sumber pengaturan energi umum yang timbul dari tajalli qudrat shamadani itu, akhirnya mereka mengira bahwa materi dan energi bersifat azali, mereka pun mulai menyandarkan jejak-jejak ilahi dan pergerakannya kepada atom.


[1] Hanya menerima materi semata. Mereka menafsirkan jagad raya, pengetahuan, dan ritual ibadah dengan pandangan ini.




410. Page

Subhanallah! Mungkinkah ada kebodohan tak terbatas hingga sedemikian rupa ini dalam diri manusia, sampai-sampai menyandarkan perbuatan dan jejak ciptaan Allah –yang seakan ada di mana pun, ada di balik pengadaan segala sesuatu, Dia melihat segala sesuatu, mengetahui dan mengatur segalanya, padahal Dia bebas dari tempat- kepada atom-atom mati dan buta yang tak memiliki perasaan, kesadaran, kehendak, dan ukuran, yang bergolak dalam terpaan benturan dan gerakannya?! Siapa pun yang punya akal meski sebesar atom saja pasti tahu betapa pemikiran seperti ini amat bodoh dan dusta!


Ya. Orang-orang celaka ini mengabaikan wihdah mutlak sehingga jatuh dalam jurang kuantitas mutlak tak terbatas dan tak terhingga. Yakni, mereka enggan menerima keberadaan Tuhan Yang Esa, akhirnya mau tidak mau harus menerima keberadaan banyak tuhan tanpa batas. Yakni, akal mereka yang rusak tak mampu memahami keazalian dan qudrat Zat Paling Suci dan penciptaan-Nya yang keduanya merupakan sifat-Nya, hingga mau tidak mau mereka harus menerima keazalian atom-atom tanpa batas berdasarkan faham yang mereka anut, bahkan mempertuhankan benda-benda ini. Lihatlah curamnya kebodohan paling rendah tak terkatakan ini!


Ya. Tajalli nyata pada atom-atom ini menjadikan kelompok-kelompok atom laksana sekelompok pasukan besar yang disiplin karena kekuatan, qudrat, dan perintah Zat yang Wajib Ada. Andai perintah Sang Komandan Tertinggi ini dicabut satu detik saja, tentu kelompok-kelompok benda mati yang tak memiliki perasaan dan kesadaran ini menjadi liar tanpa kendali, bahkan secara keseluruhan semuanya akan lenyap dari alam nyata.


Dengan kesesatan yang lebih bodoh, sebagian orang yang seakan memiliki pandangan yang jauh ke depan mengira bahwa materi eter yang merupakan lembaran prosedural Sang Pencipta nan lembut sekali dan patuh, sebagai perantara-perantara pengantar perintah-Nya, sebagai tirai penutup kelembutan tindakan-Nya, tinta lembut kitab-Nya, kain lembut penutup ciptaan-Nya, ragi makhluk-makhluk-Nya, ladang bagi biji-bijian-Nya, adalah sumber pelaku karena materi ini menjalankan tugas tajalli rububiyah Allah 'Azza wa Jalla.


Kebodohan aneh ini mengharuskan banyak sekali kemustahilan tanpa batas, karena eter adalah benda mati, tidak memiliki kehendak, perasaan, ataupun kesadaran. Materi ini lebih lembut dari unsur atom yang mencekik dan menenggelamkan kaum materialis, lebih tebal dari indeks hayuli[1] yang menenggelamkan para filosof kuno ke dalam lumpurnya. Dengan demikian, menyandarkan perbuatan-perbuatan dan jejak-jejak –yang terjadi dan dicapai pada segala sesuatu berdasarkan kehendak dan qudrat yang mampu melihat, mengetahui dan menghendakinya – kepada materi yang terbagi dan terpecah menjadi banyak sekali bagian tanpa batas, yang dibekali dengan karakteristik-karakteristik untuk memindah dan menjalankan, bahkan disandarkan kepada atom-atomnya yang jauh lebih kecil dari atom pada umumnya, adalah sebuah kesalahan sebanyak bilangan atom eter itu.


 Ya. Aktivitas pengadaan yang terlihat dan tampak di berbagai wujud yang ada adalah sebuah cara yang menawan, karena tampak pada segala sesuatu, khususnya makhluk hidup yang berasal dari kemampuan dan kehendak yang mampu melihat lebih banyak hal, bahkan melihat dan mengetahui segala isi jagad raya ini, mengetahui bagaimana hubungan makhluk hidup tersebut dengan seluruh jagad raya dan membenarknnya. Cara ini menunjukkan bahwa itu cara yang tak mungkin dari aspek mana pun jika dilakukan oleh sebab-sebab materi yang

[1] Berasal dari bahasa Yunani, yang berarti asal dan materi.



411. Page

sama sekali tidak memiliki cakupan dan jangkauan.


Ya, betul. Aktivitas pengadaan materi yang amat kecil – melalui rahasia qayyumiyyah – mengandung rahasia besar yang menunjukkan bahwa tindakan tersebut termasuk perbuatan Pencipta semua jagad raya secara langsung.


Ya. Perbuatan yang mengarah pada pengadaan seekor lebah menunjukkan tindakan ini khusus bagi Sang Pencipta jagad raya melalui dua sisi:


Sisi pertama: Makhluk seperti lebah ini seluruhnya memperoleh salah satu tajalli perbuatan diri-Nya di seluruh bumi dalam saat yang bersamaan, itu menunjukkan bahwa perbuatan yang bersifat kecil dan khusus ini adalah bagian dari perbuatan mencakup dan menyeluruh bagi semua muka bumi. Jadi, siapakah pelaku perbuatan besar ini dan pemiliknya, tentu Dialah yang juga melakukan tindakan parsial tersebut.


Sisi kedua: Pelaku perbuatan yang mengarah pada penciptaan seekor lebah yang ada di hadapan kita harus memiliki kemampuan dan kehendak besar yang memungkinkannya merealisasikan unsur-unsur kehidupan si lebah tersebut, melengkapi seluruh piranti dan mewujudkan hubungan si lebih dengan jagad raya, dan mengetahui semuanya. Maka, tidak akan ada yang bisa melakukan perbuatan ini dengan sempurna kecuali jika kekuasaannya berlaku di sebagian besar jagad raya. Artinya, dua perbuatan yang amat parsial ini menunjukkan melalui dua sisi bahwa hal itu hanya berlaku khusus bagi Sang Pencipta segala sesuatu.


Satu hal yang menarik perhatian sekaligus mencengangkan orang adalah:

Keazalian dan kesarmadian (keabadian) adalah karakteristik paling khusus Zat yang Wajib Ada, juga keharusan esensial bagi “Pemilik wujud” yang tingkatannya lebih kuat dari tingkatan wujud, juga “steril dari materi” yang merupakan tingkatan wujud paling kokoh, juga “tidak memerlukan tempat” yang merupakan tingkatan wujud yang paling jauh dari kefanaan, juga “pemilik keesaan” yang merupakan sifat wujud paling mengakar, paling kuat, dan paling suci yang jauh dari perubahan dan ketiadaan. Karena itu, menyandarkan keazalian dan kesarmadian kepada sesuatu dan benda materiil seperti eter dan atom –yang memiliki tingkatan wujud paling lemah dan lembut, wujud yang paling sering mengalami perubahan, paling banyak menyebar di mana-mana, juga unsur materi yang banyaknya tak terbatas- lalu dibayangkan sebagai wujud azali, dibayangkan melakukan jejak-jejak ilahi, adalah pemikiran batil yang jauh dari kebenaran, menyalahi kenyataan, dan sangat tidak masuk akal.


Masalah ini sudah sering dijelaskan dengan bukti-bukti qath’i di sejumlah bagian Risalah al-Nur.

 

Sinar kedua: Bagian ini terdiri dari dua permasalahan;

 

Masalah pertama


اللَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ لَا تَأْخُذُهُ سِنَةٌ وَلَا نَوْمٌ

“Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia yang hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.” (Qs. al-Baqarah [2]: 255)

مَّا مِن دَابَّةٍ إِلَّا هُوَ آخِذٌ بِنَاصِيَتِهَا

“Tidak ada suatu binatang melata pun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (Qs. Hud 11]: 56)


412. Page

لَهُ مَقَالِيدُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ

 “Kepunyaan-Nya-lah perbendaharaan langit dan bumi.” (Qs. al-Syura [42]: 12)

 

Salah satu sisi hakikat besar yang diisyaratkan sejumlah ayat al-Qur'an, seperti ayat-ayat di atas, yang mengisyaratkan salah satu tajalli terbesar di antara tajalli nama al-Qayyum adalah sebagai berikut:


Keberadaan benda-benda langit, kestabilan dan konsistensinya, bergantung pada rahasia “qayyumiyah.” Andai tajalli qayyumiyah memalingkan wajahnya sesaat saja, tentu jutaan planet –yang di antaranya seribu kali lebih besar dari bola bumi– pasti berserakan di ruang angkasa secara tak terbatas, tentu semuanya saling bertubrukan, dan berakhir pada ketiadaan.


Sebagai contoh: Sebagaimana kemampuan qayyumiyah Zat yang mempertahankan ribuan istana besar yang menawan di udara dan menjalankannya seperti pesawat terbang dengan sangat teratur dapat dianalogikan dengan kestabilan istana-istana tersebut dan keteraturan serta konsistensinya, demikian pula perbuatan al-Qayyum Maha Agung yang memberikan keqayyuman, kebakaan, dan kedawaman dalam keteraturan dan neraca yang sempurna kepada benda-benda langit yang tak terhingga melalui rahasia qayyumiyah di ruang materi eter, juga tindakan-Nya mempertahankan dan menahan jutaan planet besar –sebagian di antaranya seribu kali lebih besar dari planet bumi- di ruang hampa udara tanpa tiang tanpa sandaran, serta pemberian-Nya tugas kepada masing-masing benda tersebut secara spesifik, juga penundukan-Nya pada perintah-perintah yang bersumber dari firman “Jadilah! maka jadilah dia” (كن فيكون) hingga seakan-akan benda-benda ini pasukan tangguh yang disegani. Ini semua merupakan alat ukur tajalli besar bagi nama al-Qayyum.


Demikianlah, atom-atom setiap wujud yang ada juga hal lainnya yang tegak berdasarkan rahasia qayyumiyah seperti bintang-bintang. Dengan qayyumiyah, atom-atom setiap wujud meraih keabadian.


Ya. Penyatuan atom-atom yang ada dalam jasad makhluk hidup gelombang demi gelombang dalam bentuk tersendiri di setiap bagian tubuh, tidak berserakannya atom-atom ini, tetap terjaga seperti pada kondisinya meski di tengah terpaan unsur-unsur yang mengalir deras laksana sungai, tetap selaras dan teratur, dan tidak berserakan, tentu ini tidak terjadi dengan sendirinya, tapi karena rahasia qayyumiyah, di mana setiap tubuh laksana satu batalion yang tertata rapi, setiap spesies laksana sekelompok pasukan teratur. Dengan demikian, atom-atom juga memberitahukan rahasia qayyumiyah dengan bahasa-bahasanya yang tak terbatas, seperti yang disampaikan kebakaan seluruh makhluk hidup dan makhluk melata yang berkelana di bumi, serta kebakaan bintang-bintang dan rotasinya di angkasa alam.

 

Masalah kedua: Maqam ini menuntut isyarat pada manfaat dan hikmah segala sesuatu berkenaan dengan rahasia qayyumiyah.


Ya. Hikmah wujud segala sesuatu, tujuan fitrahnya, faedah penciptaannya, dan hasil kehidupannya, atas tiga hal:


Pertama: mengarah kepada sesuatu itu sendiri, kepada manusia dan kepentingannya.


 Kedua: ini yang terpenting, segala sesuatu laksana ayat, surat, kitab, dan kasidah yang mengungkapkan makna-maknanya, mengenalkan tajalli nama-nama Penciptanya kepada para pembacanya yang tak terhitung, karena setiap makhluk yang punya perasaan dan kesadaran 

413. Page

bisa membacanya.


Ketiga: kembali kepada Sang Pencipta dan mengarah pada-Nya.

Andai faedah tiap sesuatu dan hasilnya mengarah pada dirinya sendiri hanya satu, maka faedah yang mengarah kepada Sang Pencipta itu ratusan, karena Dia sendiri menyaksikan keajaiban-keajaiban ciptaan-Nya, melihat tajalli nama-nama-Nya di balik seluruh ciptaan-Nya, dan segala sesuatu cukup hidup selama satu detik saja untuk mengungkapkan hikmah penciptaannya di “spesies ketiga yang paling agung” ini.


Ada juga sebuah rahasia qayyumiyah yang mengharuskan keberadaan segala sesuatu, seperti yang akan dijelaskan di “Sinar Ketiga.”


Suatu hari, saya mengamati hikmah berbagai wujud yang ada dan dan manfaatnya melalui tajalli teka-teki jagad raya yang bentuknya masih misteri, lalu saya berkata dalam hati, “Mengapa hal-hal ini menampakkan diri seperti ini. Lalu tak lama setelah itu, semuanya hilang dan lenyap dengan cepat sekali?” Saya menatap ke bagian tubuh dan jasadnya, lalu saya melihat semuanya mengenakan hiasan kesempurnaan, keindahan, hikmah, dan keelokan, setelah itu dikirim ke tempat pameran ini, namun setelah beberapa hari semuanya menghilang, bahkan sebagian di antaranya menghilang dalam hitungan menit saja, menghilang begitu saja tanpa guna dan tujuan. Apa hikmah penampakan benda-benda ini di hadapan pasang mata kita dalam waktu yang relatif singkat?


Saya penasaran untuk mengetahui rahasia ini, kemudian berkat kelembutan ilahi, saya sampai pada satu hikmah penting kenapa maujudat ini muncul –khususnya makhluk hidup- ke madrasah dunia. Demikian:


Segala sesuatu, khususnya makhluk hidup, adalah kata, surat, dan kasidah rabbani yang memiliki banyak sekali makna, semuanya adalah selebaran ilahi. Setelah sesuatu dilihat oleh seluruh makhluk yang memiliki perasaan, kesadaran dan pengetahuan, dan mengungkapkan makna-maknanya di hadapan tatap mata yang memandang dalam jumlah tak terbatas, wujudnya yang merupakan kelembutan dan huruf-hurufnya, kemudian lenyap.


Hikmah ini baru saya ketahui selama kurang lebih satu tahun. Setelah itu, tersingkaplah mukjizat-mukjizat ciptaan yang luar biasa menawan dan jeli, khususnya makhluk hidup. Saya kemudian tahu bahwa detil-detil ciptaan yang menawan dan luar biasa bukan hanya bertujuan agar dilihat oleh makhluk-makhluk yang memiliki kesadaran dan perasaan saja. Meski segala maujud bisa dilihat oleh makhluk yang memiliki kesadaran dan perasaan dalam jumlah tak terbatas, namun penglihatan mereka memiliki keterbatasan dari satu sisi. Dari sisi lain, tidak semua orang bisa melihat detil-detil seluruh ciptaan. Artinya, hasil paling penting dan tujuan paling utama penciptaan makhluk hidup adalah menampakkan di hadapan al-Qayyum al-Azali, keajaiban-keajaiban ciptaan-Nya, hadiah-hadiah-Nya, dan kebaikan-kebaikan-Nya yang diberikan dengan rahmat-Nya.


Tujuan ini memberikan ketenangan kepada saya dalam waktu yang relatif lama, karena melalui tujuan ini saya bisa mengetahui bahwa wujud detil-detil penciptaan tanpa batas di setiap wujud yang ada –khususnya makhluk hidup- adalah untuk menampakkan diri di hadapan al-Qayyum al-Azali. Dengan kata lain, hikmah penciptaan yang adalah “al-Qayyum al-Azali menampakkan ciptaan-Nya dengan diri-Nya” cukup untuk tindakan-tindakan besar tersebut.


 Selang berapa lama, saya melihat bahwa detil-detil ciptaan pada segala wujud yang ada dan pada bentuknya tidaklah konstan, tapi membaharu dan berganti dengan cepat sekali secara mengherankan, serta berubah dalam lingkup tindakan (fa’aliyah) dan penciptaan 

414. Page

(khallaqiyah) yang tanpa batas. Saya kemudian mulai berfikir bahwa hikmah penciptaan dan tindakan ini haruslah besar sebesar tindakan tersebut. Sehingga dua hikmah sebelumnya tidak cukup kali ini, keduanya terasa masih kurang. Saya kemudian penasaran untuk mencari hikmah lain. Selang berapa lama, alhamdulillah, terlihatlah oleh saya sebuah hikmah dan tujuan besar yang luas berdasarkan rahasia qayyumiyah berkat luapan al-Qur'an yang bayannya penuh mukjizat. Terlihatlah dengannya sebuah rahasia ilahi yang mengungkap “teka-teki jagad raya” dan “kesamaran penciptaan.” Di “Sinar Ketiga” ini, kami akan menjelaskan dua atau tiga nuktah singkat saja, karena rahasia ini sudah dijelaskan dalam “Maktub Keduapuh Empat” secara rinci.


Perhatikan tajalli rahasia qayyumiyah dari sudut ini, di mana Allah mengeluarkan segala wujud yang ada dari ketiadaan, mempertahankan dan menempatkan masing-masing di angkasa yang tak terhingga karena rahasia;


اَللّٰهُ الَّذي رَفَعَ السَّمٰوَاتِ بِغَيْرِ عَمَدٍ تَرَوْنَهَا

“Allah-lah yang meninggikan langit tanpa tiang (sebagaimana) yang kamu lihat.” (Qs. al-Ra’d [13]: 2)


Allah memberinya keberlangsungan dan kebakaan hingga mendapatkan tajalli rahasia qayyumiyah. Andai titik sandaran ini tidak ada, tentu tak ada sesuatu pun yang bisa mandiri, tentu lenyap di ruang hampa tanpa batas, dan jatuh dalam ketiadaan.


Sebagaimana seluruh wujud yang ada bersandar kepada al-Qayyum Maha Agung dari sisi keberadaannya, eksistensinya, dan kebakaannya, dan semua wujud tidak ada kecuali dengan-Nya, demikian pula ujung ribuan rangkaian esensi dan kondisi seluruh wujud yang ada terhubung dengan rahasia qayyumiyah sebagaimana pusat kabel telepon, telegram, dan tiang sentral seperti yang diisyaratkan rahasia ayat,


وَ اِلَيْهِ يُرْجَعُ الْاَمْرُ كُلُّهُ

“Dan kepada-Nya-lah dikembalikan urusan-urusan semuanya.” (Qs. Hud [11]: 132) Andai seluruh wujud tidak bertumpu pada titik sandar yang bercahaya ini, tentu timbul ribuan putaran lingkaran tak berujung yang mustahil dan batil menurut orang-orang berakal. Bahkan mengharuskan adanya rangkaian lingkaran batil sebanyak bilangan seluruh wujud yang ada.


Sebaba contoh: benda A disandarkan kepada benda B dari sisi penjagaan, cahaya, keberadaan, rizki, atau semacamnya, kemudian benda C disandarkan kepada benda D, benda E disandarkan kepada benda F, dan seterusnya. Mustahil jika rangkaian ini tanpa batas akhir, pasti ada batas akhirnya. Titik akhir seluruh rangkaian ini tidak lain adalah rahasia qayyumiyah.


Setelah mengetahui rahasia qayyumiyah ini, tidak ada lagi ikatan sandaran antara satu benda dengan benda lain dalam rangkaian keliru ini. Ikatan sandaran seperti lenyap, karena segala sesuatu mengarah kepada rahasia qayyumiyah semata secara langsung.

 

Sinar ketiga: Berikut akan kami isyaratkan satu atau dua mukadimah untuk mengungkap rahasia qayyumiyah di balik penciptaan ilahi dan perbuatan rabbani yang diisyaratkan oleh ayat-ayat seperti berikut:


كُلَّ يَوْمٍ هُوَ في شَاْنٍ

“Setiap waktu Dia dalam kesibukan.” (Qs. al-Rahman [55]: 29)


415. Page

فَعَّالٌ لِمَا يُريدُ

Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. al-Buruj [85]: 16)


يَخْلُقُ مَا يَشَاءُ

“Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya.” (Qs. al-Ma`idah [5]: 17)


بِيَدِه مَلَكُوتُ كُلِّ شَئٍ

“Di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu.” (Qs. al-Mukminun [23]: 88)


فَانْظُرْ اِلي اٰثَارِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِي الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا

“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati.” (Qs. al-Rum [30]: 50)

 

Saat memperhatikan jagad raya, kita akan melihat sekelompok makhluk yang selalu bergerak dan berubah seiring perjalanan waktu, datang dan pergi kafilah demi kafilah, muncul di alam nyata ini dalam hitungan satu detik, setelah itu lenyap. Sebagian lainnya muncul lalu pergi dalam hitungan satu menit. Yang lain melintas di alam nyata ini dalam waktu satu jam, kemudian setelah itu pergi ke alam gaib. Sebagian lainnya turun ke alam nyata dan berada di sana selama sehari. Yang lain bertahan selama setahun. Sebagian lain bertahan selama satu abad. Ada juga yang bertahan hingga berabad-abad, menjalankan perannya kemudian setelah itu pergi.


Perjalanan seluruh makhluk dan alirannya, kepergian wujud yang ada dan pelancongannya yang mencengangkan dan menakjubkan, berjalan dan berlalu secara teratur, seimbang dan penuh hikmah. Yang menggiringnya dan yang menggiring kafilah-kafilah itu hanyalah menggiringnya semua di bawah pengawasan, hikmah dan peraturan, di mana andaipun seluruh akal menyatu dan menjadi satu akal, tentu tetap tidak mampu mengetahui esensi pengaturan yang amat bijak ini, tentu tidak mampu menemukan satu pun kekurangan agar bisa memberikan kritikan.


Demikianlah, al-Qayyum Maha Agung mengirim masing-masing ciptaan yang Dia cintai yang mencintainya –khususnya masing-masing makhluk hidup- dalam lingkup perbuatan rabbani (khallaqiyah rabbaniyah) menuju alam gaib tanpa memberinya kesempatan untuk bersenang-senang, melepaskan masing-masing di antaranya di dunia ini tanpa memberikan kesempatan untuk istirahat, hingga ruang tamu bernama bumi ini penuh sesak dengan tamu, lalu memindahkan mereka secara terus-menerus tanpa persetujuan mereka. Pena qadha dan qadar menjadikan bola bumi ibarat papan penghapusan dan penetapan, selalu membuat tulisan-tulisan di atas bola bumi, selalu memperbarui dan menggantinya melalui tajalli sifat “menghidupkan dan mematikan” (يحيي و يميت).


Salah satu rahasia hikmah perbuatan rabbani, penciptaan ilahi, dan salah satu keharusan dan sebab yang mendorong semua ini adalah hikmah yang tk terbatas. Hikmah ini terbagi menjadi tiga cabang penting.

 

Cabang pertama hikmah tersebut:

Setiap jenis perbuatan Tuhan (fa’aliyah) –yang parsial maupun yang universal- 

416. Page

mewariskan kenikmatan, bahkan pada setiap perbuatan terdapat kenikmatan, bahkan fa’aliyah sendiri merupakan inti kenikmatan itu, bahkan perbuatan itulah bentuk nyata wujud yang merupakan inti kenikmatan yang berusaha menjauh dari ketiadaan yang merupakan inti penderitaan.


Ya. Setiap pemilik kemampuan (qabiliyah) mengawasi munculnya kemampuan diri melalui tindakan tertentu dengan merasakan kenikmatan. Munculnya kemampuan ini terlihat melalui kenikmatan dan kesenangan. Demikian halnya dengan setiap pemilik kesempurnaan, ia selalu mengawasi munculnya kesempurnaan-kesempurnaan diri melalui perantara tindakan tertentu dengan merasakan kenikmatan. Mengingat di balik setiap tindakan ada sisi kenikmatan dan kesenangan yang disuka, mengingat tindakan itu sendiri adalah kesempurnaan, mengingat manifestasi cinta dan rahmat tanpa batas bisa disaksikan di alam makhluk hidup yang muncul dari kehidupan abadi, maka tajalli ini menunjukkan kehidupan suci tersebut –kalau boleh disebut seperti itu- adalah kondisi-kondisi suci, seperti cinta ilahi, cinta suci, kenikmatan suci tanpa batas yang patut bagi Zat Suci dan sesuai dengan Zat-Nya yang Wajib Ada, Zat yang mencintai makhluk-makhluk, mendorong para makhluk untuk mencintai-Nya, Zat yang mencurahkan kasih sayang, kenikmatan dan anugerah, karena kondisi-kondisi ini selalu memperbarui, mengganti dan mengubah jagad raya melalui tindakan-tindakan tanpa batas, juga penciptaan tanpa batas.

 

Cabang kedua hikmah perbuatan Tuhan tanpa batas berdasarkan rahasia qayyumiyah

Hikmah ini merujuk kepada al-asma’al-husna.

Seperti diketahui, setiap pemilik keindahan ingin melihat dan memperlihatkan keindahannya, setiap pemilik keahlian ingin menarik perhatian siapa pun dengan memperlihatkan dan mengumumkan keahliannya, setiap hakikat luhur dan makna-makna indah yang segala kesempurnaan dan keistimewaannya masih tersembunyi dan tertutup, ingin melihat dan menemukan siapa pun yang mencari dan melihatnya.


Mengingat kaidah ini berlaku dalam segala sesuatu, maka tentu saja setiap tingkatan seribu satu nama al-Qayyum Maha Agung yang adalah Keindahan Mutlak, memiliki keindahan hakiki, kesempurnaan hakiki, dan keelokan hakiki, memiliki hakikat yang amat menawan dan indah berdasarkan kesaksian jagad raya, petunjuk-petunjuk sekian banyaknya tajalli nama-nama-Nya, juga isyarat ukiran nama-nama-Nya. Bahkan, setiap tingkatan nama dari nama-nama-Nya memiliki tingkat-tingkat keindahan tanpa batas, dan hakikat-hakikat indah tanpa batas.


 Mengingat cermin nama-nama ilahi yang membiaskan keindahan suci nama-nama ini, papan-papannya juga menampakkan ukiran nama-nama-Nya yang indah, lembaran-lembarannya mengungkapkan berbagai hakikat indah dan luhur tidak lain adalah seluruh wujud yang ada dan jagad raya ini, maka tak dapat diragukan bahwa nama-nama abadi ini selalu memperbarui dan mengganti jagad raya tanpa henti melalui tajalli-tajalli-nya bersandar pada cinta ilahi yang suci, juga berdasarkan rahasia qayyumiyah, agar tajalli-tajalli tanpa batas, ukiran dan tulisan-tulisan dengan serangkaian makna tanpa batas, terlihat di hadapan al-Qayyum sebagai penyandang nama-nama tersebut, juga agar terlihat di hadapan mata makhluk-makhluk hidup yang memiliki kesadaran, di samping untuk menampakkan papan-papan tanpa batas di balik sesuatu yang terbatas, menampakkan satu individu yang banyak di antara sekian individu, untuk menampakkan satu hakikat yang banyak sekali di antara sekian 

417. Page

hakikat.

 

Sinar keempat:

Cabang ketiga hikmah perbuatan Tuhan yang tiada henti di alam raya yang mencengangkan


Setiap pemilik kasih sayang merasa senang dan bahagia dengan membuat orang lain senang, setiap pemilik belas kasih merasa senang dan bahagia dengan membahagiakan orang lain, setiap pemilik cinta merasa bahagia dengan membahagiakan makhluk-makhluk yang berhak dibahagiakan, setiap pemilik kemuliaan dan kehormatan senang dengan membahagiakan orang lain, setiap orang adil akan dipenuhi kegembiraan kala para pemilik hak menyampaikan perasaan terima kasih padanya setelah ia menempatkan hak di posisinya dan memberlakukan hukuman bagi yang berhak menerima, setiap pemilik keahlian merasa bangga dengan memperlihatkan hasil-hasil ciptaannya, kala menerima sambutan dan antusias banyak orang seperti yang ia dambakan, juga dengan menghasilkan produk-produk yang ia inginkan.


Masing-masing aturan di atas adalah kaidah yang berlaku di alam raya dan di dunia manusia. Tiga contoh sudah disebutkan dalam “Mauqif Kedua” dari “Kalimat Ketigapuluh Dua” yang menunjukkan bahwa kaidah-kaidah ini berlaku dalam nama-nama ilahi. Namun, sesuai konteks yang kita bahas, ada baiknya untuk menyampaikan satu kesimpulan kaidah ini. Kami katakan:


Kita asumsikan ada orang mulia, terhormat, punya kasih sayang, murah hati dan dermawan. Karena tuntutan sifat-sifat luhur fitrahnya, ia mempersiapkan sebuah kapal pesiar besar, membawa serta orang-orang fakir, miskin, dan mereka yang memerlukan uluran tangan, membahagiakan mereka dengan memberikan berbagai hadiah mulia dan berharga, menyiapkan jamuan makan mewah, dan membawa mereka berkeliling samudera. Di sela-sela itu, ia menyaksikan mereka dari atas kapal dengan senang, ia merasa bahagia karena orang-orang fakir ini berterima kasih kepadanya, senang karena mereka merasa senang dan nikmat, bahagia karena mereka bahagia, juga merasa bangga.


Mengingat manusia dengan kapasitas laksana petugas pembagi, merasa senang dan bahagia hingga sedemikian rupa karena memberikan jamuan makanan tak seberapa, maka tak dapat diragukan bahwa al-Hayy al-Qayyum yang menaikkan seluruh hewan, manusia, malaikat, jin, dan ruh tanpa batas ke atas kapal bola bumi yang merupakan kapal rahmani, membentangkan permukaan bumi laksana jamuan makanan rabbani yang penuh dengan berbagai macam makanan dengan cita rasa dan rizki berbeda yang mengenyangkan dan memuaskan selera, membawa mereka berwisata ke berbagai penjuru alam raya, lalu mereka memanjatkan rasa syukur pada-Nya. Dia membuat mereka semua merasa senang dan bahagia di dunia ini dengan memberi berbagai macam hadiah dan nikmat. Lebih dari itu, Dia menjadikan setiap surga-Nya sebagai jamuan makan abadi untuk mereka di negeri kekal abadi.


Saya katakan, a-Hayyu al-Qayyum memiliki kondisi-kondisi ilahi yang tak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata, kondisi-kondisi ilahi yang muncul karena ucapan syukur seluruh makhluk, rasa bahagia dan senang. Kondisi-kondisi ilahi dan makna-makna rububiyah inilah –yang ditunjuk dengan rasa senang, bangga dan kenikmatan suci- yang mengharuskan perbuatan tiada henti dan penciptaan secara berkesinambungan ini.”


418. Page

Contoh lain:

Ketika seorang pengrajin membuat gramapon tanpa piringan hitam, lalu gramapon ini bisa mengeluarkan suara dan melakukan gerakan seperti yang diinginkan si pembuatnya, betapa bangga dan senangnya si pengrajin ini, lalu dalam hatinya berkata, “Masya Allah!”


Kreasi sederhana dan hanya formalitas tanpa adanya unsur penciptaan saja mampu memberikan rasa bangga dan senang sampai seperti ini dalam diri si pembuatnya, lantas bagaimana dengan Sang Pencipta seluruh maujud yang menjadikan alam raya ini sebagai simphoni ilahi yang mengalunkan berbagai jenis irama tanpa batas, berbicara, bertasbih, berzikir, dan berkata-kata, juga menjadikannya sebagai pabrik luar biasa, lalu Dia memperlihatkan setiap jenis dan setiap alam ke seluruh jagad raya melalui ciptaan istimewa dan beragam, melalui mukjizat-mukjizat kreasi yang berbeda satu sama lain, menciptakan banyak sekali alat laksana gramapon, kamera, dan telegram di hadapan seluruh makhluk hidup, bahkan di hadapan makhluk-makhluk berkepala kecil. Dia juga tidak hanya menciptakan gramapon tanpa piringan hitam di setiap kepala manusia, kamera tanpa lensa, atau telegram tanpa kabel semata, tapi Dia juga menyematkan sebuah alat di kepala setiap manusia yang duapuluh kali lebih menawan dari semua alat-alat ini, berfungsi seperti yang diinginkan Allah Maha Agung, dan menghasilkan seperti yang Dia kehendaki.


Saya katakan, “Tak ragu lagi, kondisi-kondisi luhur rububiyah dan makna-makna seperti kebanggaan dan kesenangan suci yang muncul karena perbuatan-perbuatan yang dilakukan seperti tersebut di atas, mengharuskan tindakan-tindakan tanpa henti ini.”

 

Contoh lain:

Kenikmatan yang dirasakan oleh penguasa adil, juga kebanggaan dan kesenangannya kala mengembalikan hak-hak kepada pihak-pihak yang teraniaya dari tangan orang-orang yang berbuat zalim, melindungi orang-orang fakir dan lemah dari tangan orang-orang kuat, memberikan hak kepada siapa pun yang punya hak demi merealisasikan kebenaran, adalah bagian dari kaidah-kaidah utama kekuasaan dan keadilan. Karenanya tidak aneh kalau al-Hayy al-Qayyun dalam kapasitas-Nya sebagai Hakim Yang Maha Bijaksana dan Maha Adil, memiliki kondisi-kondisi rabbani yang tak bisa kita ungkapkan dengan kata-kata, memiliki banyak sekali makna-makna suci, di mana hak-hak kehidupan diraih oleh seluruh makhluk karena makna-makna suci ini, khususnya makhluk-makhluk hidup, juga beragam nikmat yang Dia karuniakan kepada mereka demi keberlangsungan hidup dengan menjaga kaum lemah dari kejahatan orang-orang kuat, sehingga realisasi hak di dunia ini terpenuhi untuk seluruh makhluk hidup secara sempurna, dan menimpakan sebagian hukuman untuk orang-orang zalim secara tidak sempurna yang keduanya ini merupakan pemberlakuan rahasia keadilan, khususnya keadilan terbesar yang terlihat di hadapan peradilan terbesar di padang mahsyar kelak. Kondisi-kondisi rabbani dan makna-makna suci ini mengharuskan perbuatan tanpa henti tersebut di alam raya.


Sebagaimana tertera dalam tiga contoh ini, setiap nama al-asma’ al-husna mengharuskan penciptaan tanpa henti, karena setiap nama adalah perantara dan penyebab sebagian kondisi-kondisi ilahi nan suci yang ada di dalam tindakan tanpa henti ini.


 Karena setiap kemampuan dan kesiapan menimbulkan kelegaan dan kenikmatan karena hasil yang diberikan, mengingat setiap pekerja merasa lega dan senang bukan kepalang saat dibebastugaskan setelah pekerjaan berhasil dituntaskan, mengingat memetik banyak sekali buah dari satu biji, mendapat seratus dirham dari modal satu dirham dalam 

419. Page

perdagangan sangat menyenangkan si pemilik, maka jelas sekali sejauh manakah nilai makna-makna suci dan rububiyah ilahi yang muncul dari tindakan tanpa henti dan penciptaan rabbani yang menyingkap kesiapan-kesiapan tanpa batas yang dimiliki seluruh makhluk, membebaskan seluruh makhluk dari tugas yang mirip sebuah promosi jabatan setelah menjalankan tugas-tugas besar dan penting. Artinya, unsur-unsur naik ke tingkat bahan-bahan logam. Bahan-bahan logam naik ke tingkat kehidupan tumbuh-tumbuhan. Tumbuh-tumbuhan naik ke tingkat kehidupan hewan dengan perantara rizki. Hewan naik ke tingkat kehidupan manusia yang luhur, memiliki pemahaman dan pengertian. Juga menjadikan setiap makhluk hidup meninggalkan banyak sekali jenis-jenis wujud setelah ia mati dan lenyap, seperti meninggalkan ruh, esensi, identitas, dan bentuk, seperti telah dijelaskan dalam “Maktub Keduapuluh Empat,” selanjutnya posisinya digantikan makhluk hidup lain yang menjalankan peran serupa.

 

Jawaban pasti untuk sebuah pertanyaan penting:

Sekelompok orang sesat berkata:

Orang yang mengubah dan mengganti alam raya dengan perbuatan (fa’aliyah) tiada henti, tentu ia juga harus mengalami perubahan dan pergantian?


Jawaban: Seratus ribu kali tidak mungkin.

Pertama, perubahan cermin-cermin di bumi tidak menunjukkan perubahan matahari di langit, tapi menunjukkan pembaruan pantulan sinar matahari.


Yang Maha Suci, Azali, dan Kekal Abadi, yang berada dalam kesempurnaan mutlak, tidak membutuhkan yang lain secara mutlak, bebas dari materi, tidak memerlukan tempat, batasan, dan kemungkinan, mustahil mengalami perubahan dan pergantian.


Perubahan wujud-wujud yang ada bukan bukti atas perubahan Dia. Justru itu bukti atas tiadanya perubahan-Nya atau pergantian-Nya, karena Zat yang mengubah dan menggerakkan beragam hal tanpa henti dan dengan teratur, wajib tidak berubah atau bergerak.


Contoh: ketika Anda memutar-mutar bola atau benda lain yang diikat dengan tali dengan pola yang teratur secara terus-menerus, lalu Anda membentuk beberapa pola yang berbeda. Maka Anda harus tetap berada di tempat, jangan beralih atau bergerak. Jika tidak, pola tersebut pasti rusak.

Seperti dikenal, sesuatu yang menggerakkan benda lain secara teratur, pasti tidak bergerak, dan sesuatu yang selalu mengubah, wajib tidak berubah, agar aktivitas yang terjadi secara teratur tetap berjalan.


Kedua, perubahan dan pergantian muncul karena pembaruan demi kesempurnaan, keperluan, materi, dan kemungkinan. Sementara Zat Yang Suci bersifat azali. Dia berada dalam kesempurnaan mutlak, tidak butuh yang lain secara mutlak dari sisi mana pun, tidak memerlukan materi, dan wajib ada. Karenanya, mustahil dan sama sekali tidak mungkin jika Dia berubah dan berganti.

 

Sinar Kelima

 Masalah pertama: Jika kita ingin mengetahui tajalli terbesar nama al-Qayyum, kita perlu membuat dengan khayal kita, dua teropong yang mengarah dan menatap seluruh alam raya, salah satunya memperlihatkan obyek yang amat jauh sekali, sementara satunya lagi menampakkan atom yang paling kecil. Dengan teropong pertama, kita melihat jutaan bintang dan planet yang seribu kali lebih besar dari planet bola bumi, sebagian di antaranya dipasang 

420. Page

tanpa tiang di materi eter yang lebih ringan dari udara, sebagian lainnya dirotasikan untuk menjalankan tugas.


Selanjutnya dengan teropong kedua kita melihat atom-atom paling kecil. Kita melihat atom-atom tubuh setiap makhluk hidup di bumi dengan bentuk-bentuk yang tertata rapi, terus bergerak laksana bintang-bintang, menjalankan beragam tugas, khususnya rangkaian-rangkaian kecil yang terdiri atom-atom yang disebut sebagai sel darah merah dan sel darah putih dalam darah makhluk hidup. Ia bergerak dengan dua bentuk gerakan secara teratur laksana bintang-bintang yang berotasi seperti (tarian sufi) Maulawi.

 

Kesimpulan dari kesimpulan[1]

Tepat sekali jika kita sampaikan sebuah kesimpulan untuk menatap cahaya suci yang dibentuk oleh enam nama-nama agung, yang saling membaur satu sama lain laksana tujuh warna dalam cahaya. Yaitu:


Perhatikan dari balik tajalli nama agung al-Qayyum yang memberi eksistensi dan kemandirian pada semua wujud yang ada, bagaimana pula tajalli nama agung al-Hayyu menyinari seluruh wujud yang memiliki kehidupan, menerangi jagad raya, menghiasi dan memburatkan bak emas seluruh wujud tersebut.


Sekarang silahkan Anda perhatikan dari balik nama al-Hayyu ke tajalli nama agung al-Fard, bagaimana Dia menyatukan seluruh jagad raya dengan berbagai macam jenisnya dan bagian-bagian terkecilnya dalam wihdah, memberi stempel wihdah di dahi segala sesuatu, memberi tanda ahadiyah di wajah segala sesuatu, membuat segala sesuatu mengumandangkan tajalli-Nya dengan bahasa masing-masing tanpa batas.


Selanjutnya perhatikan dari balik nama al-Fard ke tajalli nama agung al-Hakam, bagaimana Dia menyatukan semua wujud yang kita saksikan dengan teropong khayalan, mulai dari bintang-bintang hingga ke atom-atom, bagian kecil maupun bagian menyeluruh, dengan aturan dan ketentuan bijak yang selaras dengan setiap wujud, mulai dari lingkup terbesar hingga yang terkecil. Perhatikan pula bagaimana ia menghiasi dan memperindah seluruh wujud.


Selanjutnya perhatikan dari balik nama al-Hakam ke tajalli nama agung al-Adl, bagaimana Dia mengatur seluruh alam raya dengan semua wujud yang ada di dalamnya dalam perbuatan tanpa henti dengan neraca dan ukuran sangat sensitif dan mencengangkan –seperti yang telah dijelaskan dalam “Nuktah kedua.” Andai satu benda langit kehilangan keseimbangan dalam waktu satu detik saja –yakni keluar dari lingkup tajalli nama al-Adl, tentu itu akan menimbulkan kekacauan di antara bintang-bintang di langit, dan tentu akan mengakibatkan kiamat.


Ini semua menunjukkan bahwa semua wujud yang ada, dimulai dari lingkup paling besar yang disebut lingkup galaksi bimasakti, hingga lingkup pergerakan sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih yang ada dalam darah, dari pasukan bintang sampai pasukan atom, atau semua lingkup wujud dan semua wujud yang ada dari awal hingga akhir, semuanya mematuhi perintah-perintah yang bersumber dari perintah kun fayakun (“Jadilah!” maka jadilah dia) dengan neraca keseimbangan dan ukuran amat sensitif dalam bentuk yang sudah dipelajari dan dipertimbangkan.


[1]  Kesimpulan yang sangat ringkas untuk asas-asas enam risalah “Kilauan Ketigapuluh,” juga topik-topik pembahasannya, juga kesimpulan nama-nama suci yang mengandung rahasia nama agung. (Penulis)




421. Page

Sekarang silahkan Anda perhatikan dari balik tajalli nama agung al-Adl ke tajalli nama agung al-Quddus –seperti yang telah dijelaskan dalam “Nuktah pertama”- bagaimana Dia menciptakan dan memamerkan seluruh wujud yang ada di jagad raya ini dalam kondisi suci, bersih, jernih, indah dan berhias, bagaimana Dia menjadikan seluruh jagad raya dan semua wujud yang ada sebagai cermin-cermin indah yang layak dan serasi dengan keindahan Zat Yang Maha Indah secara mutlak tanpa batas, juga cermin-cermin al-asma’ al-husna di puncak indah.

 

Kesimpulan:

Enam nama dan enam cahaya nama agung ini menutupi seluruh jagad raya dan semua wujud yang ada dengan tirai-tirai yang mengkilap, dengan warna-warna indah dan beragam, ukiran-ukiran yang bervariasi, dan dirias dengan berbagai macam hiasan.

 

Masalah kedua dari sinar kelima:

Sebagaimana tajalli qayyumiyah tampak di jagad raya ini dari sisi wahidiyah dan keagungan (jalal), demikian pula tajalli yang sama juga tampak pada manusia –yang merupakan pusat jagad raya, inti dan buah alam raya yang memiliki perasaan, kesadaran dan pemahaman- dari sisi ahadiyah dan keindahan (jamal). Yakni, sebagaimana jagad raya ini tegak karena rahasia qayyumiyah, dari sisi lain jagad raya juga tegak karena manusia yang merupakan tajalli nama al-Qayyum terbaik dan paling sempurna. Dengan kata lain, sebagian besar hikmah, maslahat, dan tujuan-tujuan jagad raya ini mengarah kepada manusia. Karena itu, tajalli qayyumiyah dalam sosok manusia laksana tiang bagi jagad raya.


Ya. Dapat dikatakan bahwa al-Hayyu al-Qayyum ingin menciptakan manusia dan menciptakan jagad raya karena manusia. Sebab, dengan komplisitasnya yang sempurna, manusia mengetahui dan merasakan seluruh nama-nama ilahi. Lebih spesifik lagi, manusia mengetahui banyak sekali al-asma’ al-husna, termasuk daya raya yang ada di dalam rizki. Sementara para malaikat tidak bisa mengetahui seperti yang dirasakan manusia.


Karena komplisitas penting manusia ini, agar al-Hayyu al-Qayyum bisa membuat manusia merasakan seluruh al-asma’ al-husna dan membuatnya merasakan berbagai macam nikmat-Nya, Allah memberinya lambung yang menginginkan makanan. Dengan kemuliaan-Nya, Allah memberinya jamuan makanan yang luas untuk lambung tersebut dengan berbagai jenis makanan tak terbatas. Allah juga menjadikan kehidupan ini sebagai lambung maknawi seperti halnya lambung materiil itu. Allah membentangkan seluas-luasnya jamuan makanan nikmat laksana perasaan dan tangan ini untuk lambung kehidupan. Adapun kehidupan, ia memanjatkan berbagai macam rasa syukur dengan memanfaatkan jamuan nikmat melalui perantara perasaan-perasaan itu.


Setelah memberikan lambung kehidupan, Allah memberinya lambung kemanusiaan. Lambung ini mencari rizki dan nikmat dalam lingkup kehidupan yang lebih luas. Akal, fikiran, dan khayalan laksana tangan-tangan bagi lambung yang memanfaatkan jamuan makanan yang amat luas ini, jamuan makanan rahmat seluas langit dan bumi, selanjutnya memanjatkan rasa syukur.


 Setelah lambung manusia, Allah menjadikan akidah Islam dan iman sebagai lambung maknawi yang mencari banyak rizki, agar bisa membuka jamuan nikmat lain yang amat luas tanpa batas. Allah memperluas lingkup jamuan rizki-Nya di luar lingkup hal-hal yang dimungkinkan, agar mencakup nama-nama ilahi, di mana manusia bisa merasakan lambung 

422. Page

tersebut melalui nama al-Rahman dan al-Hakim dengan merasakan dzauq rizki yang lebih besar, seraya mengucapkan, “Segala puji bagi Allah atas karunia rahmani dan hakimi.” Demikianlah, manusia bisa memanfaatkan nikmat-nikmat ilahi yang tanpa batas melalui lambung maknawi yang besar ini, terlebih daya rasa cinta di dalam lambung ini memiliki lingkup-lingkup lain yang berbeda.


Terkait hikmah kenapa al-Hayyu al-Qayyum membentangkan jamuan nikmat yang amat luas seluas jagad raya ini di hadapan manusia seraya menjadikan si manusia sebagai pusat dan inti seluruh jagad raya, hikmah kenapa jagad raya ini tegak karena rahasia qayyumiyah yang dari satu sisi diraih melalui perantara manusia mengingat jagad raya ini ditundukkan demi kepentingan manusia, jawabannya tertera dalam tiga peran penting manusia:

 

Tugas pertama, al-Hayyu al-Qayyum mengatur seluruh jenis nikmat yang bertebaran di jagad raya ini demi kepentingan manusia. Dia menyusun semua nikmat laksana biji-biji tasbih dengan benang manfaat-manfaat manusia, Dia menyatukan dan mengikat seluruh ujung-ujung benang nikmat di kepala manusia, dan Dia menjadikan manusia sebagai daftar berbagai jenis khazanah rahmat dan simpanannya.

 

Tugas kedua, dari sisi komplisitas yang dimiliki, manusia adalah lawan bicara terbaik dan paling sempurna untuk menerima kalam-kalam al-Hayyual-Qayyum, atau menjadi penyeru menuju keindahan ciptaan-ciptaan-Nya seraya mengumandangkan keindahan-keindahan itu dengan suara paling keras, menghargai dan menghormatinya dengan rasa kagum, menyampaikan berbagai ungkapan rasa syukur sepenuh kesadaran, pemahaman dan perasaan atas beragam nikmat dan kebaikan-kebaikan-Nya yang tak terbatas.

 

Tugas ketiga, melalui kehidupannya, menjalankan peran cermin bagi al-Hayyu al-Qayyum, serta kondisi dan sifat-sifat-Nya yang meliputi “tiga sisi”:


Sisi pertama: dengan kelemahannya yang mutlak, manusia merasakan qudrat mutlak Sang Pencipta dan tingkatan-tingkatannya, merasakan tingkat-tingkat kelemahan melalui tingkat-tingkat qudrat. Dengan kemiskinannya yang mutlak, manusia bisa memahami rahmat Sang Pencipta beserta tingkatannya. Dan dengan kelemahannya, manusia bisa memahami kekuatan Allah.


Artinya, dengan sifat-sifat yang kurang dan tidak sempurna, manusia menjadi cermin bagi kesempurnaan sifat-sifat Allah sebagai pembanding. Sebagaimana kegelapan malam menjadi cermin munculnya lampu-lampu listrik mengingat cahaya akan semakin terang di malam hari, seperti itu pula manusia menjalankan peran cermin yang memantulkan kesempurnaan-kesempurnaan ilahi melalui sifat-sifat si manusia yang serba kekurangan.


Sisi kedua: dengan kehendaknya yang kecil, ilmu yang tak seberapa, kuasa yang kecil, kemampuan lahiriah, dan rumah yang ia bangun, manusia bisa memahami kekuasaan Zat yang membangun alam raya ini, bisa memahami keindahan ciptaan-Nya, kehendak dan qudrat-Nya, juga ilmu-Nya yang sebesar dan seluas alam raya ini. Sehingga manusia menjalankan fungsi cermin untuk sifat-sifat tersebut.


Sisi ketiga: agar manusia bisa menjalankan peran cermin –untuk al-Hayyu al-Qayyum, segala kondisi dan sifat-sifat-Nya yang meliputi segalanya- ada dua sisi lain dia sisi ini:

Pertama, hendaknya manusia menampakkan beragam ukiran nama-nama ilahi dalam 

423. Page

dirinya. Yakni, karena manusia adalah katalog kecil dan miniatur alam raya karena kelebihan kompleksitas yang dimilikinya, ia memperlihatkan ukiran-ukiran seluruh nama-nama ilahi.


Kedua, manusia menjalankan peran cermin untuk memantulkan kondisi-kondisi ilahi. Yakni, sebagaimana kehidupan manusia mengisyaratkan kehidupan al-Hayyu al-Qayyum, demikian pula manusia menjalankan tugas cermin bagi sifat-sifat al-Hayyu al-Qayyum seperti sifat mendengar, melihat, dan lainnya, melalui indera-indera dan perasaan-perasaan yang terungkap baginya di dalam dirinya, seperti indera mendengar dan melihat, serta menjelaskannya.


Manusia juga menjalankan peran cermin untuk memantulkan hal-hal suci al-Hayyu al-Qayyum melalui perantara perasaan, makna, dan indera-indera yang ada dalam kehidupannya yang amat banyak dan kecil yang belum terungkap, yang muncul dalam bentuk indera dan perasaan.


Misalnya, manusia menjalankan tugas cermin melalui makna-makna cinta, bangga, rela, senang, dan gembira karena Zat Suci juga memiliki hal-hal semacam ini, namun yang sesuai dan patut bagi kesucian Allah S.w.t, sesuai kekayaan-Nya yang mutlak.


Sebagaimana manusia dengan kehidupannya yang komplit merupakan ukuran untuk mengetahui sifat-sifat dan kondisi-kondisi Allah, sebagai katalog dan cermin yang memiliki perasaan, kesadaran dan pemahaman bagi tajalli nama-nama-Nya, demikian pula manusia menjalankan tugas cermin al-Hayyu al-Qayyum melalui beragam sisi, manusia juga unit analogi untuk mengukur hakikat-hakikat alam raya ini, manusia adalah katalog, ukuran dan neraca hakikat-hakikat tersebut.


Sebagai contoh, bukti pasti dan contoh keberadaan al-Lauh al-Mahfudz di alam raya ini adalah memori yang ada dalam otak manusia, bukti dan contoh keberadaan alam perumpamaan adalah kekuatan khayalan dalam diri manusia, salah satu bukti dan contoh keberadaan ruh-ruh adalah kekuatan dan kelembutan-kelembutan yang ada dalam diri manusia. Demikianlah, manusia bisa memperlihatkan hakikat-hakikat keimanan yang ada dalam jagad raya ini melalui tingkatan syuhud dalam lingkup terbatas dan kecil.


Ini, dan manusia memiliki banyak sekali pengabdian dan tugas-tugas besar, seperti tugas-tugas di atas. Manusia adalah cermin keindahan abadi, manusia adalah penyeru sekaligus wujud yang menampakkan dan mengumumkan kesempurnaan Zat Yang Kekal. Manusia adalah makhluk bersyukur yang memerlukan rahmat abadi. Mengingat keindahan, kesempurnaan, dan rahmat bersifat abadi, maka tidak diragukan bahwa manusia –sebagai cermin yang merindukan keindahan abadi, penyeru yang merindukan kesempurnaan abadi (sarmadi), makhluk bersyukur yang memerlukan rahmat abadi– akan memasuki negeri abadi untuk hidup selama-lamanya di sana, akan pergi menuju keabadian agar mendampingi mereka yang abadi, mendampingi keindahan, kesempurnaan, dan rahmat abadi dalam keabadian untuk selama-lamanya.


 Manusia pasti mendampingi, karena keindahan abadi tidak akan rela merindukan kekasih yang fana. Karena keindahan mencintai esensinya sendiri, maka ia ingin dicintai sebagai balasan atas cinta yang ia berikan. Sementara fana dan ketiadaan mengubah cinta menjadi permusuhan. Andai manusia tidak pergi menuju keabadian dan tidak hidup abadi di sana, tentu yang ada dalam fitrahnya adalah permusuhan, bukan cinta terhadap keindahan abadi. Sebagaimana telah dijelaskan dalam catatan kaki “Kalimat Kesepuluh” bahwa suatu ketika seorang wanita cantik jelita mengusir salah seorang lelaki yang mencintainya, hingga cinta lelaki tersebut berubah menjadi permusuhan, ia berkata, “Celakalah dia! Alangkah 

424. Page

jeleknya dia!” Ia akhirnya murka dan mengingkari kecantikan si wanita itu untuk menghibur diri. Ini sama seperti pembahasan di atas.


Karena manusia adalah musuh bagi apa pun yang tidak diketahuinya, ia selalu mencari kekurangan-kekurangan yang tak bisa digapai oleh tangannya dengan perasaan memusuhi. Manusia seakan memusuhi apa pun yang tak bisa ia pertahankan.


Mengingat Kekasih Hakiki dan Yang Maha Indah mutlak sesuai kesaksian jagad raya secara keseluruhan mendorong manusia untuk mencintai-Nya melalui nama-nama-Nya yang indah, menginginkan manusia agar mencintai-Nya, maka Dia tidak akan membuat manusia murka, tidak akan menyelipakan permusuhan dalam ruhani manusia yang secara total berseberangan dengan fitrah manusia selaku makhluk paling mulia dalam bentuk yang paling sempurna, yang Dia ciptakan agar beribadah kepada-Nya, makhluk yang paling Dia cintai, karena manusia tak mungkin bisa mengobati luka mendalam yang muncul akibat perpisahan abadi dengan keindahan mutlak yang ia cintai dan hargai, kecuali jika si manusia memusuhi, murka, atau ingkar pada-Nya. Adanya orang-orang kafir sebagai musuh-musuh Allah tidak lain berasal dari titik ini. Untuk itu, keindahan azali itu akan membuat manusia meraih kehidupan abadi di negeri kekal abadi agar bisa mendampingi-Nya di jalan keabadian.


Mengingat manusia diciptakan dengan kerinduan dan cinta akan keindahan abadi melalui fitrah, mengingat keindahan abadi tidak merelakan kekasih fana, mengingat ketika di hadapan manusia ada jalan atau tujuan yang tak bisa ia gapai, atau tidak ia ketahui, ia akan berusaha untuk menghibur diri dengan mencari-cari kekurangan yang ada dalam diri, bahkan juga dengan rasa dengki terselubung terhadap jalan atau tujuan itu untuk menemukan hiburan atas kesedihan dan derita yang muncul dari keinginan tersebut, mengingat jagad raya ini diciptakan untuk manusia, dan manusia diciptakan untuk mengenal dan mencintai Allah, mengingat Sang Pencipta jagad raya ini kekal abadi beserta nama-nama-Nya, mengingat tajalli nama-nama-Nya berlaku tanpa henti, kekal, dan abadi, maka tidak diragukan bahwa manusia akan berlalu menuju negeri abadi, dan meraih kehidupan abadi.


Maka, Muhammad al-Arabi S.a.w –yang merupakan mursyid terbesar, insan paling sempurna yang menjelaskan nilai manusia, tugas dan kesempurnaannya–menampakkan seluruh kesempurnaan dan tugas manusia dalam bentuk terbaik dan paling sempurna melalui sosok beliau dan agama beliau. Ini menunjukkan bahwa, sebagaimana alam raya diciptakan untuk manusia, bahwa tujuan dan pilihan di antara seluruh jagad raya ini adalah manusia, maka tak dapat diragukan lagi bahwa tujuan paling agung, manusia pilihan paling mulia, dan cermin Maha Esa yang paling berkilau dari golongan manusia adalah Muhammad S.a.w.


 

اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلٰي رَحْمَانِيَّتِه وَعَلٰي حَكيمِيَّتِه اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ عَلٰي رَحْمَانِيَّتِه وَعَلٰي حَكيمِيَّتِه يَا اَللّٰهُ يَا رَحْمٰنُ يَا رَحيمُ

 يَا فَرْدُ يَا حَيُّ يَا قَيُّومُ يَا حَكَمُ يَا عَدْلُ يَا قُدُّوسُ نَسْئَلُكَ بِحَقِّ فُرْقَانِكَ الْحَكيمِ وَ بِحُرْمَةِ حَبيبِكَ الْاَكْرَمِ وَ بِحَقِّ اَسْمَائِكَ الْحُسْنٰي وَ

بِحُرْمَةِ اِسْمِكَ الْاَعْظَمِ اِحْفَظْنَا مِنْ شَرِّ النَّفْسِ وَالشَّيْطَانِ وَمِنْ شَرِّ الْجِنِّ وَالْأِنْسَانِ

 اٰمينَ



425. Page

Semoga doa shalawat dan salam tercurah kepada beliau dan keluarga beliau, sebanyak bilangan kebaikan umat beliau


Ya Allah, yang Maha Pengasih, Penyayang, Esa, Maha Hidup dan tiada pernah berhenti mengurus makhluk, wahai Maha Bijak, Adil, dan Suci …


Kami memohon kepada-Mu dengan hak al-Qur'an, kesucian kekasih-Mu yang paling mulia, dengan hak nama-nama-Mu yang indah …


Dengan kesucian nama-Mu yang agung, jagalah kami dari kejahatan jiwa dan setan, kejahatan jin dan manusia. Amin

 

سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَليمُ الْحَكيمُ

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. al-Baqarah [2]: 32)

 

 

 

Sa’id Nursi