LAMA'AT KETUJUH

31. Page

LAMA'AT KETUJUH

 

Tentang tujuh jenis kabar gaib pada ayat-ayat di akhir surat al-Fath.

بِسْــــــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ

لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُولَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَٓاءَ اللّٰهُ اٰمِن۪ينَ مُحَلِّق۪ينَ رُؤُسَكُمْ وَ مُقَصِّر۪ينَ لاَتَخَافُونَ فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوا فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَر۪يبًا

 “Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat.” (Qs. al-Fath [48]: 27)


هُوَ الَّذ۪ٓي اَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدٰي وَد۪ينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَي الدّ۪ينِ كُلِّه۪ وَ كَفٰي بِاللّٰهِ شَه۪يدًا

Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. (Qs. al-Fath [48]: 28)


مُّحَمَّدٌ رَّسُولُ اللَّهِ  وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ بَيْنَهُمْ  تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلًا مِّنَ اللَّهِ وَرِضْوَانًا  سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِم مِّنْ أَثَرِ السُّجُودِ  ذَٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرَاةِ  وَمَثَلُهُمْ فِي الْإِنجِيلِ كَزَرْعٍ أَخْرَجَ شَطْأَهُ فَآزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوَىٰ عَلَىٰ سُوقِهِ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ  وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ مِنْهُم مَّغْفِرَةً وَأَجْرًا عَظِيمًا

Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (Qs. al-Fath [48]:29)


Ketiga ayat dari surat al-Fath ini memiliki banyak aspek kemukjizatan. Di ketiga ayat ini, aspek “pemberitahuan tentang hal gaib,” yang merupakan salah satu aspek kemukjizatan menyeluruh dari al-Qur'an yang penuh mukjizat dan jelas, tampil dengan tujuh atau delapan aspek.


Pertama: Sesungguhnya (ayat): لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُولَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ (“Allah telah membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya”) dan seterusnya, mengabarkan informasi yang pasti tentang pembebasan kota Makkah (fathu Makkah) sebelum kejadiannya. (Pembebasan kota Makkah) terjadi dua tahun sesudahnya.


32. Page

Kedua: (Ayat): فَجَعَلَ مِنْ دُونِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَر۪يبًا (“Dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat,”) mengabarkan bahwa Perjanjian Hudaibiyah, meski tampak secara lahiriah bahwa itu bukan dalam (lingkup) kepentingan Islam, dan tampak bahwa kaum Quraisy merupakan pihak yang menang dalam hal ini hingga batas tertentu, namun Perjanjian Hudaibiyah akan berada pada tingkatan pembebasan maknawi yang besar dan agung. Ia akan menjadi pembuka bagi pembebasan-pembebasan (futuhat) lainnya.


Sebenarnya pedang-pedang fisik meskipun tersimpan (dalam warangkanya) seiring Perjanjian Hudaibiyah untuk sementara waktu, namun pedang emas al-Qur'an al-Hakim yang berkilau telah terhunus. Ia menaklukkan hati dan akal sehingga menyatu satu sama lain melalui perantara Perjanjian tersebut. Kebaikan-kebaikan Islam dan cahaya-cahaya al-Qur'an melangsungkan hukum-hukumnya secara luar biasa, menembus sikap keras kepala dan sekat-sekat fanatisme golongan yang kokoh.


Sebagai contoh: Sang jenius ahli perang Khalid bin Walid, si jenius ahli politik Amru bin Ash, dan orang-orang seperti mereka yang tidak pernah menerima kekalahan, telah dikalahkan oleh pedang Qur'ani yang menampakkan manifestasinya melalui Perjanjian Hudaibiyah. Mereka pun datang ke Madinah Munawarah dengan tunduk sepenuhnya, menyerahkan tengkuk mereka untuk Islam. Maka Khalid bin Walid setelah ini menjadi salah satu pedang di antara Pedang Allah, serta menjadi pedang bagi pembebasan-pembebasan Islam.


Pertanyaan penting: Apa hikmah di balik kekalahan para sahabat Rasul mulia S.a.w yang merupakan kebanggaan seluruh alam dan kekasih Rabb semesta alam, di hadapan kaum musyrikin, pada akhir Perang Uhud dan permulaan Perang Hunain?


Jawaban: Di kalangan kaum musyrikin kala itu terdapat banyak sosok seperti Khalid bin Walid yang kelak di masa depan akan termasuk sahabat-sahabat besar. Hikmah ilahi memberi mereka anugerah di masa lalu dengan anugerah yang disegerakan demi kebaikan-kebaikan mereka di masa depan, agar kehormatan (‘izzah) mereka tidak hancur semuanya, demi masa depan mereka yang agung dan mulia. Dan kemuliaan mereka tidak ternodai seluruhnya, dalam arti bahwa para sahabat yang hadir saat itu mengalami kekalahan di hadapan para sahabat masa depan, hingga para sahabat masa depan masuk Islam karena merindukan kilauan kebenaran, bukan karena takut kilauan pedang, serta agar keberanian fitrah mereka tidak banyak ditundukkan.


Ketiga: Ayat dengan konteks: لاَتَخَافُونَ (“Sedang kamu tidak merasa takut,”) memberitahukan bahwa kalian akan berthawaf mengelilingi Ka’bah dengan keamanan sempurna dan rasa aman sepenuhnya. Meskipun sebagian besar kabilah Arab di Jazirah Arab, serta orang-orang di sekitar Makkah dan sebagian besar kaum Quraisy masih merupakan musuh kalian, namun kalian pasti akan berthawaf di Ka’bah dalam waktu dekat tanpa rasa takut sedikit pun. Melalui pemberitaan ini ditunjukkan bahwa Jazirah Arab akan tunduk patuh kepada kaum muslimin, bahwa bangsa Quraisy akan masuk Islam secara keseluruhan, dan keamanan total akan menyebar. Dan benar, semua itu terjadi sebagaimana diberitakan.


Keempat: Sesungguhnya (ayat): هُوَ الَّذ۪ٓي اَرْسَلَ رَسُولَهُ بِالْهُدٰي وَد۪ينِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَي الدّ۪ينِ كُلِّه۪ (“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama,”) mengabarkan berita pasti bahwa agama yang dibawa Rasul mulia S.a.w akan unggul di atas semua agama. Ia mengabarkan bahwa agama yang dibawa Muhammad S.a.w asal Arab itu, yang tak bisa tampil secara sempurna pada kabilah beliau yang kecil, akan tampil dan

33. Page

unggul atas semua agama, menguasai seluruh negeri, betapa pun saat itu ada agama Nasrani, Yahudi, dan Majusi yang memiliki penganut seratus juta orang serta menjadi agama resmi di negara-negara besar, dengan masing-masing berpenganut seratus juta orang, seperti di Roma, China, dan Iran. Bahkan, (ayat ini) memberitahukan hal itu dengan begitu tegas dan pasti. Masa depan telah membuktikan kebenaran pemberitaan gaib ini melalui terbentangnya pedang Islam dari Samudera Pasifik di bagian timur ke Samudera Atlantik di bagian barat.


Kelima: مُحَمَّدٌ رَسُولُ اللّٰهِ وَالَّذ۪ينَ مَعَهُٓ اَشِدَّٓاءُ عَلَي الْكُفَّارِ رُحَمَٓاءُ بَيْنَهُمْ تَرٰيهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا (“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud,”) dan seterusnya.


Ayat ini pada paragrap awalnya menuturkan sifat-sifat luhur para sahabat dan dan keistimewaan-keistimewaan mereka yang mahal, yang membuat mereka menjadi manusia utama setelah para nabi a.s. Melalui maknanya yang jelas, ia juga mengungkap sifat-sifat mereka yang beragam, khas dan besar, yang dimiliki oleh tingkatan-tingkatan para sahabat di masa mendatang. Begitu pula, melalui makna isyaratnya, ia mengisyaratkan tentang para Khalifah Rasyidun yang akan menggantikan posisi Nabi S.a.w sepeninggal beliau sesuai urutan mereka dalam kekhilafahan sebagaimana itu ditegaskan oleh para ahli tahqiq. Demikian juga, ia memberitahukan sifat khas mereka yang paling terkenal, yang membedakan keunggulan mereka masing-masing.


Sebagaimana, dengan وَالَّذ۪ينَ مَعَهُٓ (“Dan orang-orang yang bersama dengan dia”) (ayat tersebut di atas) menunjuk pada Sayidina (Abu Bakar) al-Shiddiq r.a – yang terkenal dan istimewa dengan kebersamaannya yang khas dan kecintaannya yang khusus (dengan Nabi S.a.w). dan selalu mendampingi beliau secara khusus, di samping dia kembali masuk ke dalam kebersamaan (ma’iyyah) tersebut dengan kewafatannya lebih dulu (dari para khalifah yang lain, menyusul wafatnya Nabi) – demikian pula denganاَشِدَّٓاءُ عَلَي الْكُفَّار (“Bersikap keras terhadap orang-orang kafir”), (ayat tersebut) menunjuk pada Sayidina Umar r.a yang akan mengguncang negara-negara di dunia melalui pembebasan-pembebasanya di masa mendatang, serta yang dengan keadilannya akan bersikap keras terhadap orang-orang zalim laksana halilintar.


Sebagaimana dengan (kalimat) رُحَمَٓاءُ بَيْنَهُمْ (“Tetapi berkasih sayang sesama mereka”), (ayat tersebut) mengabarkan tentang Sayidina r.a Utsman – yang rela mengorbankan nyawa dan menyerahkan jiwanya, di masa mendatang, karena kesempurnaan kasih sayang dan kemurahan hatinya, sehingga pertumpahan darah di antara sesama kaum muslimin saat terjadinya gejolak fitnah terbesar dapat dihindari, serta dia lebih memilih gugur sebagai syahid dengan dianiaya saat membaca al-Qur'an Karim – demikian pula dengan (kalimat) تَرٰيهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا (“Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya”), (ayat tersebut di atas) mengabarkan ihwal Sayidina Ali r.a pada masa mendatang, yang berjibaku menjalankan kekuasaan dan menjalankan kekhilafahan secara penuh profesional dan keberanian. Dia memilih (hidup) sepenuh zuhud, ibadah, miskin dan hemat. Dia mempraktekkan rukuk daim dan banyak bersujud, seperti diakui semua orang. (Ayat tersebut) juga mengabarkan bahwa (Sayidina Ali) bukanlah orang yang harus bertanggung jawab atas peperangan yang dijalaninya dalam upaya meredam segala gejolak tersebut, dan bahwa niat serta tujuannya adalah anugerah utama ilahi (fadhl ilahi).


Keenam, paragraf مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرٰيةِ (“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat”) merupakan pemberitahuan hal gaib melalui dua aspek:


Aspek pertama, ia memberitahukan sifat-sifat para sahabat yang tertera dalam kitab 

34. Page

Taurat, yang bersifat gaib bagi orang ummi seperti Rasul S.a.w.


Ya, dalam kitab Taurat, alinea (yang memuat) tentang sifat-sifat para sahabat Rasul yang akan muncul di akhir zaman adalah:  إن القدسيين يحملون أعلامهم معهم (“Orang-orang suci selalu membawa panji-panji mereka bersama mereka”), sebagaimana telah dijelaskan di dalam “Maktub ke-19.” Yakni, para sahabat beliau adalah orang-orang yang taat, ahli ibadah, shalih, dan wali. Maka (kitab Taurat) mengungkap sifat-sifat ini dengan (istilah) “orang-orang suci” atau “orang-orang disucikan” (kudus). Meskipun kitab Taurat banyak diubah disebabkan penerjemahannya ke berbagai bahasa sangat berbeda-beda, namun ia tetap membenarkan, melalui ayat-ayatnya yang banyak, ketentuan مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرٰيةِ (“Sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat.”


Aspek kedua dari pemberitaan gaib itu ialah: Paragraf مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرٰيةِ tersebut juga mengabarkan bahwa para sahabat dan tabi’in akan mencapai suatu tingkatan dalam ibadah (mereka) sehingga cahaya yang terdapat dalam jiwa mereka akan memancar di wajah mereka, dan pada wajah mereka akan tampak tanda-tanda bercahaya seperti cincin kewalian (khatam wilayah) yang diperoleh melalui banyak bersujud. Ya, sungguh masa depan memastikan hal itu secara kokoh, jelas, dan tak terbantahkan.


Betul, di tengah gejolak fitnah yang besar menakjubkan dan di tengah perubahan-perubahan politik yang dahsyat, banyak sekali sosok yang memperlihatkan rahasia  مَثَلُهُمْ فِي التَّوْرٰيةِ (“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat.” Misalnya, Zainal Abidin[1] yang dalam sehari-semalam shalat sebanyak seribu rakaat, dan Thawus al-Yamani[2] yang shalat Subuh dengan wudhu dari shalat Isya selama empat puluh tahun.


Ketujuh, paragraf وَ مَثَلُهُمْ فِي الْأِنْج۪يلِ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْاَهُ فَاٰزَرَهُ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰي عَلٰي سُوقِه۪ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغ۪يظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ (“Dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati para penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin).


Paragraf ini menyebutkan pemberitaan gaib melalui dua aspek:


Aspek pertama: Pemberitahuan tentang kabar yang disampaikan kitab Injil tentang para sahabat Nabi, dan itu bersifat gaib bagi Nabi S.a.w yang ummi.


Ya, di dalam kitab Injil terdapat ayat-ayat yang mendeskripsikan Nabi S.a.w yang akan datang di akhir zaman. Misalnya:  مَعَهُ قَض۪يبٌ مِنْ حَد۪يدٍ وَاُمَّتُهُ كَذٰلِكَ(“Bersamanya tongkat dari besi, dan umatnya juga begitu”). Yakni, kelak akan datang seorang nabi penyandang pedang yang diperintahkan untuk berjihad, dan bukan seperti nabi Isa a.s yang bukan penyangdang pedang. Dan para sahabatnya juga demikian, akan menjadi para penyandang pedang, yang diperintahkan untuk berjihad.

[1]    Zainal Abidin Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib, al-Hasyimi al-Qurasyi Abu al-Hasan, imam keempat menurut Syiah Itsna ‘Asyariyah, salah seorang yang dijadikan ikon kesabaran dan sikap wara’, lahir di Madinah tahun 38 H., dan wafat di tempat yang sama tahun 94 H.

[2]    Thawus bin Kaisan al-Khaulani al-Hamdani, Abu Abdurrahman, salah seorang tokoh tabi’in, memiliki pemahaman mendalam dalam agama, perawi hadits, hidup miskin, berani dalam memberikan nasehat di hadapan para khalifah dan raja, asal Persia, lahir di Yaman tahun 33 H., tumbuh dewasa di sana, wafat tahun 106 H. saat tengah menunaikan ibadah haji, tepatnya di Muzdalifah atau Mina. Pada tahun itu, Hisyam bin Abdul Malik juga menunaikan ibadah haji. Ia menshalatkan jenazahnya.




35. Page

(Serta Nabi) pemilik baju yang terbuat dari besi itu kelak akan menjadi pemimpin dunia. Sebab, di dalam Injil disebutkan:إني راحل حتي يأتي سيد العالم  (“Aku akan pergi hingga datang seorang pemimpin dunia”).


Jadi, dari dua paragraf kitab Injil ini dapat difahami bahwa para sahabat tampak pada mulanya berjumlah sedikit dan lemah. Mereka ibarat benih yang akan tumbuh berkembang dan menjadi banyak. Mereka akan meninggi, kokoh, dan kuat. Kaum kafir pun akan marah terhadap mereka. Bahkan, kondisi mereka akan membuat (kaum kafir) mati akibat kemarahan mereka. Dan (para sahabat itu) akan terus menundukkan umat manusia dengan pedang mereka, serta menegaskan bahwa Rasul agung yang merupakan sayyid (pemimpin) mereka adalah pemimpin bagi dunia.


Semua yang tertera dalam kitab Injil ini sesuai dengan makna ayat yang disebutkan dalam surat al-Fath ini secara persis.


Aspek kedua: Paragraf dari ayat ini memberitahukan bahwa, meskipun (para sahabat) menerima Perjanjian Hudaibiyah karena kecilnya jumlah mereka dan kelemahan mereka, namun (jumlah) mereka akan terus bertambah dalam waktu singkat dan dengan cepat. Mereka akan memiliki keagungan, kewibawaan, dan kekuatan. Mereka akan semakin banyak, kian kuat, berbuah, dan diberkahi, sebanding dengan bulir-bulir benih umat manusia, bulir-bulir yang pendek, lemah, dan tidak sempurna disebabkan kelalaian mereka pada masa itu, yang ditumbuhkan oleh Tangan Kodrat (Ilahi) di ladang permukaan bumi dan akan meninggalkan negara-negara besar dalam keadaan marah karena kedengkian mereka. Ya benar, masa depan telah menampakkan pemberitaan gaib ini dengan penampakan yang jelas sekali.


Di dalam pekabaran ini juga terdapat sinyal tersembunyi sebagai berikut:


Ayat tersebut memuji para sahabat dengan sifat-sifat agung yang penting. Kedudukan ini mengharuskan adanya janji (dari Allah buat mereka) berupa balasan yang paling besar. Hanya saja melalui kata maghfirah (ampunan, مَغْفِرَةً), (ayat tersebut) mengisyaratkan bahwa kekurangan-kekurangan akan dialami para sahabat karena terjadinya gejolak-gejolak fitnah di masa mendatang; sebab ampunan menunjukkan terjadinya kesalahan dan kekurangan. Saat itulah ampunan akan menjadi permintaan terbesar dalam pandangan para sahabat. Dan puncak kebaikan menurut mereka adalah ampunan. Adapun balasan terbesar bagi mereka adalah pemaafan dan tiadanya siksaan.


Sebagaimana di kata “ampunan” (مَغْفِرَةً) terkandung sinyal lembut, ia pun memiliki kaitan dan hubungan dengan kalimat yang terdapat di bagian awal surat, yaitu: لِيَغْفِرَلَكَ اللّٰهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِكَ وَمَا تَاَخَّرَ (“Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang”) (Qs. al-Fath [48]: 2). Ampunan (yang disebut) di awal surat bukanlah ampunan dari dosa-dosa yang hakiki, karena Rasul S.a.w bersifat ‘ishmah (terpelihara dari kesalahan) dan tidak memiliki dosa. Tapi yang dimaksudnya adalah ampunan yang layak dan sesuai dengan maqam nubuwah. Dan melalui pemberian kabar gembira tentang ampunan bagi para sahabat di bagian akhir surat, maka sinyal tersebut semakin bertambah lembut.


(Demikianlah), kami telah membahas di tiga ayat terakhir dari surat al-Fath ini tentang “tujuh aspek” saja di antara sepuluh aspek lainnya (menyangkut) pemberitaan hal gaib di antara aspek-aspek kemukjizatan al-Qur'an al-Karim.


Saya pun telah menyinggung lama’at kemukjizatan penting mengenai penempatan huruf-huruf ayat terakhir ini di akhir “Kalimat ke-26” yang mengkhususkan (pembahasan tentang) porsi ikhtiar (juz’i ikhtiyar) dan takdir. Ayat terakhir ini sebagaimana ia dengan 

36. Page

kalimat-kalimatnya mengarah kepada para sahabat, ia dengan rangkaiannya juga mengarah pada kondisi-kondisi para sahabat. Sebagaimana ia dengan kata-katanya menjelaskan sifat-sifat para sahabat, ia pun dengan huruf-hurufnya dan melalui pengulangan jumlah huuf-huruf ini juga mengisyaratkan anggota tingkatan para sahabat yang masyhur, seperti para sahabat (yang ikut serta dalam) Perang Badar, Perang Hunain, Suffah, dan (Baiat) al-Ridhwan. Ia juga menunjukkan banyak rahasia selain ini menurut perhitungan abjad, dan menurut ‘keselarasan’ (tawafuqat) yang merupakan bagian dari ilmu jafr dan kunci baginya


سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَٓا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَٓا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.(Qs. al-Baqarah [2]: 32)

 

Pelengkap

 

Pemberitaan gaib yang ditunjukkan oleh beberapa ayat terakhir dari surat al-Fath dengan maknanya yang tersirat, juga ditunjukkan oleh ayat berikutnya dengan makna tersirat yang sama. Kami akan membahas tentang ini dengan bahasan singkat.


Kami akan menunjukkan “dua nuktah” di antara ribuan nuktah dari ayat berikut ini di tengah-tengah penjelasannya:


وَلَهَدَيْنَاهُمْ صِرَاطًا مُسْتَق۪يمًا وَمَنْ يُطِعِ اللّٰهَ وَ الرَّسُولَ فَاُولٰٓئِكَ مَعَ الَّذ۪ينَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيّ۪نَ وَ الصِّدّ۪يق۪ينَ وَ الشُّهَدَٓاءِ وَ الصَّالِح۪ينَ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقاً

Dan pasti Kami tunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. al-Nisa' [4]: 68-69)

 

Nuktah Pertama

Sesungguhnya al-Qur’an yang penjelasannya penuh mukjizat, sebagaimana menjelaskan berbagai hakikat dengan paham-pahamnya dan makna-maknanya yang tegas, ia juga menjelaskan banyak makna tersirat dengan gaya bahasanya dan bentuk kalimatnya. Setiap ayat memiliki banyak tingkatan makna. Karena al-Qur'an datang dari Pengetahuan yang Menyeluruh (‘ilm muhith), maka dimungkinkan seluruh makna yang disarikan darinya memiliki maksud, dan tidak terbatas pada satu atau dua makna sebagaimana perkataan manusia yang timbul dari pikirannya yang parsial dan kehendaknya yang bersifat pribadi.


Berdasarkan rahasia inilah, hakekat-hakikat (dalam jumlah) tak terbatas dari ayat-ayat al-Qur'an telah dijelaskan oleh para ahli tafsir, dan banyak lagi hakikat lainnya yang masih belum dijelaskan oleh para ahli tafsir, khususnya yang terkandung dalam huruf-hurufnya dan isyarat-isyaratnya. Di dalamnya terkandung banyak sekali ilmu penting, melebihi kandungan maknanya yang eksplisit.


37. Page

Nuktah Kedua

 

Dengan ungkapan:

مِنَ النَّبِيّ۪نَ وَ الصِّدّ۪يق۪ينَ وَ الشُّهَدَٓاءِ وَ الصَّالِح۪ينَ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقًا

(Yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh; mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (Qs. al-Nisa` [4]: 68-69), ayat mulia ini menjelaskan bahwa, di kalangan umat manusia, terdapat kumpulan para nabi, kafilah shiddiqun, jamaah syuhada, kelompok-kelompok shalihin, dan beragam tabiin, yang merupakan orang-orang yang berada di jalan yang lurus dan yang mendapatkan nikmat ilahi yang hakiki. Demikian pula, (ayat mulia) tersebut secara jelas menunjuk pada lima golongan paling mulia dan paling sempurna ini di dunia Islam. Selanjutnya, (ayat mulia) tersebut menunjuk pada para pemimpin dan tokoh dari kelima golongan ini dengan menyebutkan sifat-sifat mereka yang terkenal, dan menjelaskannya. Dan (ayat mulia) tersebut, melalui kilauan kemukjizatan yang merupakan bagian dari jenis pemberitahuan gaib, memberi batasan aspek khusus sebagian ihwal para pemimpin dan para tokoh kelompok-kelompok ini yang akan muncul di masa mendatang.


Ya, sebagaimana “para nabi” (مِنَ النَّبِيّ۪نَ) secara jelas melongok pada Rasul Mulia S.a.w, maka “para shiddiqun (pencinta kebenaran)” (وَالصِّدّ۪يق۪ينَ) melongok pada Abu Bakar al-Shiddiq r.a, serta menunjukkan bahwa dia adalah orang kedua setelah Rasul S.a.w, bahwa dia yang pertama akan menggantikan beliau, bahwa gelar “al-Shiddiq” akan diberikan secara khusus kepadanya oleh umat, serta bahwa dialah yang akan tampil di barisan depan para shiddiqun.


Kata “orang-orang yang mati syahid” (وَالشُّهَدَٓاءِ) menunjuk pada Sayyidina Umar, Sayidina Utsman, dan Sayidina Ali r.a secara keseluruhan dan bersamaan, serta secara gaib mengisyaratkan bahwa mereka bertiga akan memperoleh jabatan khilafah nubuwah setelah Abu Bakar al-Shiddiq r.a, bahwa mereka bertiga akan mati syahid, dan bahwa keutamaan kesyahidan mereka akan digabungkan dengan seluruh keutamaan mereka.


Sementara kata “orang-orang saleh” (وَالصَّالِح۪ينَ) menunjuk pada sosok-sosok istimewa, seperti ashhab al-shuffah (para sahabat yang tinggal di Masjid Nabi), (para sahabat yang ikut) Perang Badar dan (Bait) al-Ridhwan.


Sebagaimana makna tegas dari kalimat “mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”  (وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقًا) mendorong (kita) untuk mengikuti dan meneladani mereka, serta menyemangati (kita) untuk mengikuti tabi’in dengan sebaik-baiknya, maka ia melalui maknanya yang tersirat menunjuk pada Hasan r.a sebagai Khalifah Rasyidin yang kelima, sehingga urgensi dan kebesaran khilafahnya terlihat jelas, meskipun (khilafahnya) hanya berlangsung dalam waktu singkat sebagai bukti kebenaran hadits mulia, اِنَّ الْخِلاَفَةَ بَعْد۪ي ثَلاَثُونَ سَنَةً (“Khilafah sepeninggalku [berlangsung selama] tigapuluh tahun.”)[1]


[1]     عن سفينة ان رسول الله صلعم قال: الخلافة بعدي في أمتي ثلاثون سنة، ثم ملك بعد ذلك

Hadits dengan teks seperti ini diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, dan dengan teks-teks serupa lainnya diriwayatkan Abu Dawud, hadits nomor 4028, al-Tirmidzi, hadits nomor 2152, Ahmad, hadits nomor 20918, al-Nasa’i, hadits nomor 8155, Hakim, hadits nomor 4680, Thabrani, hadits nomor 12, 134, dan Ibnu Hibban, hadits nomor 7029.




38. Page

Kesimpulan

Seperti halnya bagian akhir dari surat al-Fath menunjuk pada Khulafa’ al- Rasyidin, ayat di atas juga menunjuk dan mengisyaratkan pada sebagian kondisi masa depan mereka melalui pemberitahuan gaib sebagai penguat atasnya.


Kilauan mukjizat dalam bentuk pemberitahuan gaib yang merupakan bagian dari kemukjizatan al-Qur'an, banyak sekali terdapat dalam ayat-ayat al-Qur'an,dan tak terhitung jumlahnya. Hitungannya, menurut para ulama zhahir,hanya sekitar empatpuluh atau limapuluh ayat,disebabkan pengamatan lahiriah mereka. Padahal sebenarnya jumlahnya lebih dari seribu, kadang-kadang dalam satu ayat saja terdapat lima aspek pemberitahuan gaib.

 

Penjelasan Kedua untuk Pelengkap ini


Sesungguhnya ayat ini:


فَاُولٰٓئِكَ مَعَ الَّذ۪ينَ اَنْعَمَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيّ۪نَ وَ الصِّدّ۪يق۪ينَ وَ الشُّهَدَٓاءِ وَ الصَّالِح۪ينَ وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقاً

(“Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh; mereka itulah teman yang sebaik-baiknya”) (Qs. al-Nisa’ [4]: 68-69), memperkuat isyarat gaib yang tertera di akhir surat al-Fath, menjelaskan siapa orang-orang yang dimaksud dalam ayat:  صِرَاطَ الَّذ۪ينَ اَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ(“Yaitu jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka”) (Qs. Al-Fatihah [1]: 7) yang terdapat di surat al-Fatihah yang mulia, dan menunjuk pada besarnya cahaya kafilah, kasih sayangnya, jumlahnya, dan daya tariknya dalam meniti jalan keabadian yang amat panjang; serta dengan kemukjizatannya yang menawan (ayat tersebut) mendorong kaum beriman dan orang-orang yang sadar untuk bergabung dengan kafilah ini, menyertainya, serta ikut bersamanya, dengan sekuat-kuatnya.


Saya katakan, ayat ini juga sama seperti ayat terakhir surat al-Fath, menunjuk pada keempat khalifah dan khalifah kelima, Sayidina Hasan r.a, dengan makna-makna isyarat dan kiasan yang dalam disiplin Ilmu Balaghah disebut ma’âridl al-kalâm dan mustatba’at al-tarâkib, di samping (menunjuk) pada makna yang dimaksud untuknya. (Ayat di atas) juga mengabarkan hal-hal gaib melalui sejumlah aspek sebagai berikut:


Sebagaimana ayat ini dengan maknanya yang tegas menunjukkan bahwa orang-orang yang berada di jalan lurus yang mendapatkan nikmat ilahi di antara umat manusia itu adalah kafilah para nabi, golongan shiddiqun, kelompok syuhada, golongan orang-orang shalih, tabi’in, dan orang-orang yang berbuat baik, dan (menunjukkan) juga bahwa siapakah mereka dari golongan ini di dunia Islam yang paling sempurna dan paling utama, maka (ayat tersebut) melalui semacam pemberitaan gaib juga menunjuk pada sekelompok pewaris para nabi yang terangkai dari rahasia pewarisan nubuwah Nabi akhir zaman S.a.w, (menunjuk) pada kafilah shiddiqun yang terangkai dari tambang kebenaran al-Shiddiq al-Akbar (Abu Bakar) r.a, juga (menunjuk) pada kafilah syuhada yang terhubung dengan tingkatan syahadah ketiga khalifah, (menunjuk) pada jamaah orang-orang shalih yang berpegang teguh pada rahasia: وَ الَّذ۪ينَ اٰمَنُوا وَ عَمِلُوا الصَّالِحَاتِ (“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh”) (Qs. al-Baqarah [2]: 82), serta (menunjuk) pada golongan para tabi’in yang mewakili rahasia: اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّونَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُون۪ي يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ (“Jika kamu 

39. Page

(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi kamu”) (Qs. Ali ‘Imran [3]: 31) serta yang mendampingi para sahabat dan Khulafa’ al-Rasyidun; Demikian pula, dengan kata “para pencinta kebenaran” (وَالصِّدّ۪يق۪ينَ), melalui maknanya yang tersirat, (ayat tersebut) juga mengabarkan tentang Sayidina Abu Bakar al-Shiddiq r.a yang akan menggantikan posisi Rasul Mulia S.a.w yang mulia sesudah beliau dan akan menjadi khalifah beliau. Dia akan dikenal oleh umat dengan sebutan “al-Shiddiq,” dan akan menjadi pemimpin kafilah shiddiqun.


Dengan kata “orang-orang yang mati syahid” (وَالشُّهَدَٓاءِ), (ayat tersebut) menunjuk pada kesyahidan ketiga Khulafa’ Rasyidun dan bahwa sesudah (Abu Bakar) al-Shiddiq, ketiga khalifah akan menjadi khalifah-khalifah yang mati syahid. Sebab, “syuhada’” (شُهَدَٓاءِ) adalah kata jamak yang dari minimal terdiri tiga, yaitu bahwa Sayyidina Umar, Sayidina Utsman, dan Sayidina Ali r.a akan menguasai kepemimpinan kaum muslimin setelah (Abu Bakar) al-Shiddiq r.a, dan mereka semua akan mati syahid. Maka pemberitaan gaib ini pun terjadi persis seperti itu.


Kemudian, melalui ikatan “orang-orang saleh” (الصَّالِح۪ينَ), (ayat) itu mengabarkan bahwa di masa depan akan banyak orang shaleh, ahli takwa, dan ahli ibadah, yang meraih pujian kitab Taurat dalam hal ketaatan dan ibadah mereka, seperti ahl al-shuffah (para sahabat yang tinggal di sekitar Masjid Nabawi).


Dan, melalui kalimat “mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقًا), (ayat) tersebut memuji kebaikan ittiba’ para tabi’in yang mendampingi para sahabat, mengikuti mereka dalam (hal) ilmu dan amal, serta berusaha berbuat sebaik-baiknya dalam menyertai kafilah-kafilah empat tersebut di dalam (menempuh) jalan keabadian yang maha abadi.


Meskipun periode kekhilafahan Hasan r.a singkat sekali karena hanya berlangsung beberapa bulan saja, namun ayat mulia tersebut juga memberikan perhatian terhadap periode singkat kekhilafahan Sayyidina Hasan, yang mengkonfirmasi pemberitaan gaib Nabi dalam hadits:   اِنَّ ابْن۪ي هٰذَا سَيِّدٌ وَ سَيُصْلِحُ اللّٰهُ بِه۪ بَيْنَ فِئَتَيْنِ عَظ۪يمَتَيْنِ (“Sesungguhnya puteraku ini seorang pemimpin (sayyid), dan dengannya, Allah akan mendamaikan dua kelompok besar”),[1] yang mewujudkan perdamaian di antara dua pasukan besar dan dua kelompok besar kaum muslimin, serta yang menyingkirkan pertikaian yang berlangsung antara keduanya.


(Ayat di atas), melalui rahasia dari apa yang dalam Ilmu Balaghah disebut mustatba’atal-tarakib, juga sudah mengisyaratkan nama khalifah kelima pada kata-kata, “Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya” (وَ حَسُنَ اُولٰٓئِكَ رَف۪يقًا), melalui makna tersirat dari jenis pemberitaan gaib, agar tampak bahwa (Hasan) adalah khalifah yang kelima sesudah keempat khalifah sebelumnya.


Ayat tersebut masih memiliki banyak rahasia lain sebagaimana pemberitaan-pemberitaan tersirat di atas. Pintu (rahasianya) belum akan dibuka sekarang, karena kita tidak sedang membicarakannya.


Berdasarkan hal ini, banyak ayat al-Qur'an al-Hakim yang masing-masing (memuat) sejenis pemberitaan-pemberitaan gaib tersirat (seperti) yang disebutkan tadi melalui banyak sisi. Jenis pemberitaan gaib dari al-Qur’an ini jumlanya ribuan.

 


[1]    Shahih al-Bukhari, hadits nomor 2557; dan al-Tirmidzi, hadits nomor 3773.




40. Page

Penutup


Salah satu di antara nuktah-nuktah kemukjizatan yang tampak dari aspek keselarasan (tawafuq) di dalam al-Qur'an adalah:


Lafadz Allah, al-Rahman, al-Rahim, al-Rabb, dan Huwa yang disebut sebagai ganti lafadz Jalalah dalam al-Qur'an, jumlahnya sekitar empat ribu.


(Lafadz) “Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang” (بِسْــمِ اللّٰهِ الرَّحْمٰنِ الرَّح۪يمِ) juga berjumlah sekitar empat ribu menurut jenis kedua perhitungan abjad, yaitu menurut urutan huruf hijaiyah. Pecahan-pecahan kecil (angka desimal) pada jumlah yang banyak tidaklah merusak tawafuq, karena itu kami tidak memperhatikannya.


Selanjutnya, Alif Lam Mim (ألم) berjumlah sekitar 280 berikut dua (huruf) waw ‘athaf yang tercakup di dalamnya, dan (jumlah) ini sama persis dengan jumlah lafadz Jalalah yang mencapai sekitar 280 di surat al-Baqarah, berikut jumlah ayatnya juga mencapai sekitar 280. Selain itu, (jumlah ini) juga setara dengan sekitar empat ribu sesuai (jenis) hitungan kedua abjad hijaiyah. Dan ini selaras dengan jumlah kelima asma’ (nama) Allah yang disebut di atas. Juga selaras dengan jumlah بسم الله الرحمن الرحيم tanpa memandang pecahannya. Dengan kata lain, Alif Lam Mim (الم) adalah nama yang mengandung objeknya berdasarkan rahasia tawafuq ini. Pada saat bersamaan, ia merupakan nama bagi surat al-Baqarah, nama untuk al-Qur'an al-Karim, serta indeks, ringkasan, model, kesimpulan, dan inti bagi keduanya sekaligus. Kesimpulan بسم الله الرحمن الرحيم dan بسم الله الرحمن الرحيم sendiri sama (jumlahnya) dengan dengan nama al-Rabb menurut salah satu (jenis) perhitungan abjad yang terkenal. Jika ra’ bertasydid pada (kata) اَلرَّحْمٰنُ الرَّح۪يمُ dihitung sebagai dua ra’, berarti (jumlah totalnya) adalah 990, sehingga ia menjadi pusat bagi banyak sekali rahasia penting, di samping ia merupakan kunci bagi 19 ribu alam.


Di antara tawafuq (keselarasan) lembut lafadz Jalalah dalam al-Qur'an yang bayannya penuh mukjizat, ialah bahwa, sebagaimana 80 lafadz Jalalah satu sama lain saling berpandangan (selaras) di awal-awal baris lembaran mushaf, demikian pula 80 lafadz Jalalah satu sama lain saling berpandangan (selaras) di bagian-bagian akhirnya. Dan lafadz Jalalah yang jumlahnya mencapai 55 sama-sama terletak kata-katanya di atas satu sama lain persis di bagian tengah akhir baris, serta menyatu, sehingga seolah itu merupakan satu lafadz Jalalah yang tersusun dari 55 lafadz Jalalah. Jika 25 keselarasan lainnya – bersama pemisah kata-kata pendek yang kadang-kadang terdiri dari tiga huruf – di awal baris terakhir ditambahkan dengan 55 lafadz Jalalah yang ada di bagian tengah, maka jumlahnya tepat 80 kali tawafuq, sehingga ia selaras dengan 80 kali tawafuq di paruh pertama baris-baris, dan 80 kali tawafuq pada paruh kedua darinya.


Wahai, mungkinkah tawafuq-tawafuq yang lembut, tepat persis, dan seimbang, yang memiliki kemukjizatan ini tidak mengandung nuktah atau manfaat?! Tentu tidak mungkin! Bahkan dengan tawafuq ini justru bisa dibuka suatu khazanah agung yang sangat penting.


رَبَّنَا لاَتُؤَاخِذْنَٓا اِنْ نَس۪ينَٓا اَوْ اَخْطَاْنَا

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami bersalah.”

 

سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَٓا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَٓا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يمُ

“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”