LAMA'AT PERTAMA

1. Page

LAMA’AT PERTAMA


 

فَنَادَىٰ فِى ٱلظُّلُمَٰتِ أَن لَّآ إِلَٰهَ إِلَّآ أَنتَ سُبْحَٰنَكَ إِنِّى كُنتُ مِنَ ٱلظَّٰلِمِينَ

“Maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap, ‘Bahwa tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim’.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 87)


 

وَأَيُّوبَ إِذْ نَادَىٰ رَبَّهُۥٓ أَنِّى مَسَّنِىَ ٱلضُّرُّ وَأَنتَ أَرْحَمُ ٱلرَّٰحِمِينَ

 “Dan Ayyub ketika ia menyeru Tuhannya, ‘(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua penyayang’.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 83)



فَإِن تَوَلَّوْا۟ فَقُلْ حَسْبِىَ ٱللَّهُ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ۖ عَلَيْهِ تَوَكَّلْتُ ۖ وَهُوَ رَبُّ ٱلْعَرْشِ ٱلْعَظِيمِ

 “Jika mereka berpaling (dari keimanan), maka katakanlah, ‘Cukuplah Allah bagiku; tidak ada Tuhan selain Dia. Hanya kepada-Nya aku bertawakkal dan Dia adalah Tuhan yang memiliki ‘Arsy yang agung.” (Qs. al-Taubah [9]: 129)


حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ

 “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 173)


لاحول ولا قوة الا بالله العلي العظيم

Tiada daya dan upaya tanpa pertolongan Allah yang Maha Tinggi lagi Agung.


يا بآ۪قي اَنْت الْبا۪قي يا بآ۪قي اَنْت الْبا۪قيa’ ََََََََ

Wahai Tuhan Maha kekal, Engkau Kekal! Wahai Tuhan Maha kekal, Engkau Kekal!

2. Page

Dari Maktub (Surat) Ke-31

 

Bagian awal “Maktub (Surat) ke-31” terdiri dari “enam lama’at“ (kilauan). Setiap lama’at menjelaskan satu diantara banyak cahaya yang ada pada setiap kata di antara kalimat-kalimat penuh berkah yang disebutkan di atasnya. Kata-kata itu jika dibaca sebanyak 33 kali, khususnya antara maghrib dan isya’, akan mendatangkan banyak sekali keutamaan. 

 

Sesungguhnya doa yang dipanjatkan Sayidina Yunus bin Matta –semoga salawat dan salam selalu tercurahkan atas Nabi kita dan atas (Nabi Yunus)– adalah munajat yang paling agung, serta wasilah terpenting bagi terkabulnya doa. 

 

Ringkasan kisah Nabi Yunus as yang masyhur ialah sebagai berikut: bahwa dia telah dilemparkan ke laut, lalu ditelan ikan paus. Ketika itu lautan penuh dengan badai dan bergelombang, sementara malam gelap gulita dan menakutkan. Serta  keputusasaan menyelimuti dari segala sisi. Saat berada dalam kondisi seperti ini, dia bermunajat kepada Rabbnya dengan berkata:

 

 لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 87)

 

Maka munajatnya itu menjadi perantara keselamatan baginya. Rahasia besar munajat ini adalah bahwa semua sebab-sebab sudah tidak berguna sama sekali dalam kondisi tersebut. Hal itu karena, yang bisa menyelamatkannya dari situasi tersebut hanyalah Dzat yang memiliki ketentuan hukum terhadap ikan paus, lautan, malam, dan langit. Disebabkan malam, lautan, dan ikan paus telah sepakat menentangnya, maka tidak akan ada yang bisa mengantarkannya ke daratan yang aman selain dzat yang mampu menundukkan ketiga unsur tersebut sekaligus di bawah perintah-Nya. Bahkan jika pun seluruh makhluk membantu Nabi Yunus, mereka tak akan memberinya manfaat barang sedikit pun. Artinya, semua sebab sudah tidak memiliki pengaruh apa pun. Yunus as. Melihat dengan seyakin-yakinnya bahwa tidak ada tempat berlindung selain kepada Sang Penyebab segala sebab (musabbib al-asbab), sehingga rahasia “keesaan” (ahadiyyah) tersingkap baginya dalam cahaya “tauhid.” Maka, seketika itu juga munajat ini menundukkan malam, lautan, dan ikan paus, baginya secara bersamaan. Dengan cahaya tauhid, (munajat) tersebut telah menjadikan perut ikan paus laksana kapal selam.


Dengan cahaya tauhid, (munajat) tersebut telah menjadikan lautan yang ganas penuh gelombang sebesar gunung itu laksana padang luas yang aman, nyaman, dan tenang untuk dilalui. Dengan cahaya ini, (munajat) menyingkapkan mendung dari wajah langit, dan menjadikan bulan di atas kepala tampak laksana lentera. Makhluk-makhluk yang menakutkan dan mengancamnya dari segala sisi memperlihatkan wajah yang bersahabat kepadanya di setiap penjuru, sehingga sampailah dia ke daratan yang aman, serta bisa menyaksikan kelembutan rabbani tersebut dibawah pohon Yaktin(labu). 


3. Page

Kita pun tengah berada dalam situasi yang seratus kali lebih menakutkan dari situasi yang dihadapi Nabi Yunus alaihissalam. Malam kita adalah masa depan kita. Dan masa depan kita, dengan pandangan kelalaian, jauh lebih gelap dan menakutkan seratus kali ketimbang malam (yang dilalui Nabi Yunus). Lautan kita adalah bola bumi kita yang bergejolak. Di setiap gelombang lautan ini, di antara banyak gelombangnya, terdapat ribuan jenazah, sehingga ia seribu kali jauh lebih menakutkan dari lautan tempat Nabi Yunus dilemparkan. Sedangkan hawa nafsu kita, adalah ikan paus kita, sebab ia berusaha mempersempit dan menghancurkan kehidupan kita yang abadi. Ikan paus ini seribu kali lebih berbahaya dari ikan yang menelan Nabi Yunus, karena ikan pausnya hanya menelan kehidupan yang berusia seratus tahun, sementara ikan paus kita berusaha menghabisi kehidupan kita (di akhirat) yang membentang ratusan juta tahun. Mengingat kondisi kita sebenarnya demikian itu, maka kita harus meneladani Sayidina Yunus alaihissalam. Kita harus berpaling dari sebab-sebab sepenuhnya, dan seketika kita harus berlindung kepada Rabb satu-satu-Nya yang merupakan “Penyebab segala sebab-akibat,” dengan mengucapkan:

 

 لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 87)

 

Kita harus menyadari dengan seyakin-yakinnya bahwa yang dapat menyelamatkan kita dari bahaya masa depan, dunia, dan hawa nafsu, yang sama-sama mengancam kita karena kelalaian dan kesesatan kita, tidak lain adalah Dia di mana masa depan berada di bawah kekuasaan-Nya, di mana dunia berada di bawah hukum ketentuanNya, dan di mana jiwa kita berada di bawah pengaturan-Nya. 

 

Adakah sebab selain Pencipta langit dan bumi, yang mengetahui lintasan hati kita yang paling dalam dan tersembunyi, yang menyinari masa depan kita dengan menciptakan akhirat, yang menyelamatkan kita dari ratusan ribu riak gelombang dunia yang mencekik ?

 

Bagaimana pun, selain Zat yang Wajib ada -Wajib al-wujud- tidak akan ada yang mampu memberikan pertolongan dan bantuan tanpa seizin dan kehendaknya. Sama sekali tak ada siapa pun selain Dia yang dapat menjadi penyelamat. Demikianlah hakikat kondisi kita sekarang ini, bagaimanapun berkat munajat -Nabi Yunus- ini, ikan paus (berubah) menjadi tumpangan dan kapal selam, lautan menjadi laksana padang luas yang indah dan lembut, dan malam menjadi terang temaram, maka kita pun wajib memanjatkan rahasia munajat tersebut: ۪ 

 

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 87


4. Page

Kita seharusnya meminta kasih ilahi untuk masa depan kita dengan kalimat “La ilaha illa anta” لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ-  - untuk dunia kita dan jiwa kita  “Subhanaka Inni kuntu min al-dzalimin” - سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ-. Sehingga masa depan kita bercahaya dengan sinar keimanan dan dengan cahaya purnama al-Qur’an, serta ketakutan dan kegentaran malam kita berubah menjadi kasih sayang dan kesenangan. Kita pun masuk ke dalam hakikat -kebenaran- Islam yang bagaikan bahtera maknawi yang diproduksi di laboratorium al-Qur’an al-Hakim di lautan dunia kita, juga di bumi kita tempat dimasukkannya jenazah-jenazah yang tak terhitung banyaknya karena kematian dan kehidupan yang datang silih berganti tanpa henti menuju ketiadaan setelah mengarunginya selama bertahun-tahun dan berabad-abad, sehingga kita berjalan mengarungi lautan ini dengan damai, bisa sampai ke daratan aman, dan dengan itu kita dapat menuntaskan tugas kehidupan kita. 

 

Kita dapat merubah badai dan guncangan lautan ini menjadi laksana pergantian layar sinema sebagai perenungan dan pemikiran, sebagai pancaran cahaya bukannya menimbulkan kesepian atapun sesuatu yang menakutkan. Dengan demikian nafsu kita melalui rahasia al-Qur’an dan pendidikan qurani ini menjadi bahtera-bahtera yang kita tunggangi, bukannya kita yang ditunggangi, juga menjadi sarana kuat untuk meraih kehidupan yang abadi. 

 

Kesimpulan : Seperti halnya manusia –sesuai sifat dasar alaminya yang universal– merasa sakit karena demam, dia pun menderita karena ditimpa gempa bumi dan guncangannya, serta karena gempa paling dahsyat alam semesta ketika kiamat terjadi. Sebagaimana dia takut pada bakteri yang amat kecil dan yang hanya terlihat dengan mikroskop, demikian pula dia takut pada komet yang terlihat di antara bintang-bintang yang tinggi di langit. Seperti halnya dia mencintai rumahnya, dia pun mencintai dunia yang besar. Seperti halnya dia mencintai tamannya yang kecil, demikian juga dia mencintai surga abadi yang tak terbatasi oleh batas apa pun dengan penuh kerinduan yang dahsyat. Maka, tidaklah mungkin ada Rabb, sembahan, tempat berlindung, tempat selamat dan tempat tujuan, selain Dia yang memegang seluruh jagad raya dengan tangan kekuasaan-Nya, di mana seluruh atom dan planet berada di bawah perintah-Nya. Dan manusia seperti ini pasti selalu perlu mengucapkan, seperti yang diucapkan Nabi Yunus as: 

 

لَا إِلَٰهَ إِلَّا أَنْتَ سُبْحَانَكَ إِنِّي كُنْتُ مِنَ الظَّالِمِينَ  

“Tidak ada Tuhan selain Engkau. Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku adalah termasuk orang-orang yang zalim.” (Qs. al-Anbiya’ [21]: 87) 


5. Page

سُبْحَانَكَ لاَ عِلْمَ لَنَٓا اِلَّأ مَا عَلَّمْتَنَٓا اِنَّكَ اَنْتَ الْعَل۪يمُ الْحَك۪يم

Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.

(Qs. al-Baqarah [2]: 32)