Surat Kedelapan

33. Page

SURAT KEDELAPAN

 

باسمه

 وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ

 

Dengan nama-Nya

Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)

 

Terteranya dua nama al-Rahman (Maha Pengasih) dan al-Rahim (Maha Penyayang) di bacaan basmalah  بسم الله الرحمن الرحيم, dan disebutnya dua nama ini di permulaan setiap hal yang diberkahi, menyelipkan banyak sekali hikmah. Penjelasan tentang poin ini akan kami sampaikan nanti, setelah terlebih dahulu saya mengungkap perasaan-perasaan pribadi saya terkait masalah ini:

Saudaraku! Dua nama al-Rahman (Maha Pengasih) dan al-Rahim (Maha Penyayang) bagi saya adalah sebuah cahaya agung yang berbeda dari cahaya-cahaya yang lain, karena cahaya ini menerangi seluruh jagad raya. Kedua nama ini bercahaya terang dan kuat karena mampu memuaskan seluruh kebutuhan abadi setiap ruhani, dan mampu memberikan rasa aman kepada setiap ruhani dari serangan musuh-musuh tak terbatas. Langkah penting yang saya temukan untuk mencapai kedua nama yang merupakan cahaya agung ini adalah kefakiran (faqr), syukur (syukr), ketidak-berdayaan, (‘ajz) dan belas kasih (syafaqah). Atau dengan kata lain: ‘ubudiyah dan iftiqar (memelas diri) di hadapan Allah.

Terkait persoalan ini, sebuah ide terlintas di benak saya. Saya ingin mengatakan sesuatu, namun mungkin kata-kata saya ini menyalahi para muhaqqiq, bahkan berseberangan dengan Imam Rabbani yang merupakan salah seorang guru saya:

Emosi-emosi Nabi Ya’qub a.s yang amat kuat dan terang terhadap Yusuf a.s bukanlah cinta (mahabbah) dan perasaan rindu mendalam (‘isyq), tapi belas kasih (syafaqah), karena belas kasih lebih kuat, lebih tajam, lebih terang, lebih luhur, dan lebih suci dari cinta, serta selaras dengan maqam nubuwwah. Ketika cinta kian menguat terhadap apa pun atau makhluk yang dicintai, tentu cinta demikian tidak patut bagi maqam nubuwah yang begitu luhur dan tinggi.

Dengan demikian, emosi-emosi Ya’qub yang dituturkan dalam al-Qur’an dalam bentuk kefasihan bahasa yang brilian dan indah, serta merupakan jalan untuk menggapai nama al-Rahim (Maha Penyayang), adalah emosi belas kasih pada tingkatan yang tinggi dan luhur.

Namun cinta yang merupakan jalan menuju nama al-Wadud (Maha Pecinta), terdapat dalam cinta (mahabbah) yang dirasakan Zulaikha terhadap Nabi Yusuf a.s.


34. Page

Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa belas kasih (syafaqah) lebih tinggi dan lebih mulia dari perasaan rindu mendalam (isyq), semulia dan setinggi perasaan Ya’qub a.s di atas perasaan Zulaikha seperti yang dituturkan al-Qur’an.

Guru saya, Imam Rabbani, menilai bahwa rasa rindu metaforis (‘isyq majazi) hingga batas tertentu tidak layak untuk maqam nubuwah. Ia menyatakan: “Kebaikan-kebaikan Nabi Yusuf a.s adalah bagian dari kebaikan-kebaikan akhirat. Karena itu, rasa cinta terhadap Yusuf bukanlah termasuk jenis cinta majasi (mahabbah majaziyyah) hingga menjadi tidak sempurna.”

Namun saya menyatakan: “Guru saya yang terhormat! Penakwilan seperti itu terlalu dipaksakan. Hakikat sebenarnya adalah sebagai berikut: Perasaan-perasaan tersebut bukanlah cinta (mahabbah), tapi merupakan tingkatan belas kasih (syafaqah) yang seratus kali lebih bersinar terang dari cinta, lebih lapang dan lebih luhur dari cinta.”

Ya, belas kasih dengan beragam jenisnya bersifat lembut dan suci. Sementara rindu mendalam dan cinta dengan segala jenisnya tidak dipedulikan.

Selain itu, belas kasih amat luas, karena ketika seseorang menyayangi anak-anaknya, belas kasihnya juga menyebar dan meliputi anak-anak kecil lain, bahkan untuk semua makhluk bernyawa. Perasaan ini membiaskan cakupan nama al-Rahim (Maha Penyayang) dalam batas tertentu. Berbeda dengan cinta, di mana karena cinta, orang hanya membatasi pandangannya pada orang yang ia cintai, rela mengorbankan apa pun demi sang kekasih, merendahkan orang lain, dan bahkan mencaci secara maknawi, melukai kemuliaan dan harga diri orang lain demi menjunjung tinggi dan memuji sang kekasih.

Sebagai contoh, seseorang mengatakan: “Mentari melihat kecantikan kekasihku, dan ia merasa malu. Agar tidak melihatnya, ia menarik tirai awan untuk menutupi dan bersembunyi di baliknya.”

Wahai pecinta yang banyak bicara! Apa hakmu hingga menuduh matahari malu, padahal matahari merupakan lembaran cahaya bagi delapan Nama-nama Agung (di antara Nama-nama Allah yang baik?!

Selanjutnya, belas kasih (syafaqah) itu tulus, tidak menuntut imbalan apa pun. Kasih sayang itu suci murni, tanpa imbalan ataupun pengganti. Bahkan, belas kasih hewan yang berada di tingkatan kasih sayang paling bawah terhadap anak-anaknya, yang ia berikan dengan pengorbanan tanpa menginginkan imbalan ataupun pengganti, adalah salah satu buktinya. Berbeda dengan perasaan cinta yang begitu mendalam yang mengincar imbalan, dan meminta pengganti. Tangisan dan ratapan cinta tidak lain merupakan sejenis permintaan dan imbalan.


35. Page

Dengan demikian, belas kasih Nabi Ya’qub yang amat terang itu adalah cahaya bagi surat Yusuf yang merupakan surah paling bercahaya dalam al-Qur’an, menampakkan dua nama al-Rahman (Maha Pengasih) dan al-Rahim (Maha Penyayang), dan menjelaskan bahwa jalan belas kasih (syafaqah) adalah jalan rahmat, dan mendorong seseorang untuk menyebut dzikir:

فَاللَّهُ خَيْرٌ حَافِظًا  وَهُوَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ

“Maka Allah adalah sebaik-baik Penjaga dan Dia adalah Maha Penyayang diantara para penyayang.” (Qs. Yusuf [12]: 64)

 

الباقي هو الباقي

 

S.N.