Surat Kedua Belas

47. Page

SURAT KEDUA BELAS

بِاسْمِهِ

 وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ

Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)

 

Semoga kesejahteraan terlimpah kepada kalian, juga kepada kawan-kawan kalian.

Saudara-saudara saya sekalian yang terhormat!

Pada malam itu, kalian menyampaikan sebuah pertanyaan kepada saya, hanya saja saya belum memberikan jawaban, karena tidak diperbolehkan membahas persoalan-persoalan keimanan dan menyampaikannya dalam bentuk perdebatan.

Kalian sudah membahas topik tersebut melalui perdebatan. Dan berikut ini akan saya tuliskan jawaban singkat untuk tiga pertanyaan yang menjadi inti perdebatan kalian. Uraian rincinya bisa kalian temukan dalam al-Kalimat yang nama-namanya ditulis oleh tuan ahli farmasi. Hanya saja “Kalimat Keduapuluh Enam” yang khusus membahas takdir dan porsi ikhtiar manusia, tidak terlintas dalam fikiran saya, dan tidak saya sampaikan kepada kalian. Untuk itu, silahkan kalian juga membaca bagian yang dimaksud. Namun jangan membaca bagian ini layaknya membaca koran atau surat kabar.

Alasan mengapa saya mengacu pada tuan ahli farmasi untuk mempelajari al-Kalimat adalah:

Keragu-raguan mengenai masalah seperti ini tak lain muncul dari lemahnya rukun iman pada diri seseorang. Al-Kalimat sudah membuktikan rukun iman tersebut dengan bukti-bukti yang kuat.

 

Pertanyaan pertama kalian: Apa hikmah dikeluarkannya Nabi Adam dari surga, dan apa hikmah dimasukkannya sebagian keturunan Adam ke neraka?

Jawab: Hikmahnya terkait pemberian tugas (taudlif). Adam diutus sebagai seorang petugas untuk menjalankan suatu tugas, di mana terungkapnya kemajuan maknawi seluruh umat manusia, dan tersingkapnya seluruh potensi umat manusia, serta keberadaan sifat dasar manusia sebagai cermin komprehensif untuk semua Nama Ilahi, adalah hasil dari tugas tersebut. Andai Nabi Adam tetap berada di surga, tingkatnya akan tetap tak berubah seperti para malaikat; dan potensi-potensi umat manusia tentu tidak akan tersingkap. Bagaimana pun, malaikat yang tingkatnya stabil tak berubah, jumlahnya sangat banyak. Maka, manusia tidaklah memerlukan ubudiyah seperti ini. Bahkan, Hikmah Ilahi menuntut adanya ruang akuntabilitas (dar taklif) yang sesuai dengan potensi yang dimiliki manusia, yang akan melintasi tingkat-tingkat tak terbatas, sehingga Nabi Adam pun diusir dari surga karena dosanya yang terkenal itu, dosa yang merupakan salah satu tuntutan fitrah manusia dan bertentangan 

48. Page

dengan yang ada pada malaikat. Dengan demikian, dikeluarkannya Nabi Adam dari surga merupakan hikmah sempurna dan rahmat murni, sebagaimana dimasukkannya orang-orang kafir ke dalam neraka merupakan suatu kebenaran dan keadilan.

Orang kafir, seperti telah dijelaskan dalam “Isyarat Ketiga” dari “Kalimat Kesepuluh,” meskipun melakukan satu dosa dalam usia yang singkat, namun di dalam dosa ini terdapat kejahatan tak terbatas. Hal itu karena, kekafiran adalah bentuk penhinaan terhadap seluruh entitas; ia meniadakan kondisi dan nilai segala wujud yang ada, di samping ia menolak kesaksian seluruh makhluk terhadap keesaan-Nya, serta ia menistakan Nama-nama Ilahi yang manifestasi-manifestasinya tampak di cermin-cermin semua wujud.

Karena itu, tindakan Sang Maha Perkasa, yang merupakan penguasa seluruh wujud yang ada, untuk melemparkan orang-orang kafir ke dalam neraka hingga kekal berada di sana selama-lamanya, demi mengambil hak seluruh makhluk yang ada dari mereka, tidak lain merupakan kebenaran dan keadilan sempurna, karena kejahatan tak terbatas menuntut adanya siksa yang tak terbatas pula.

 

Pertanyaan kedua kalian: Mengapa setan diciptakan? Apa hikmah Allah menciptakan keburukan dan setan, sebab menciptakan keburukan adalah keburukan, dan menciptakan kejelekan adalah kejelekan?

Jawab: Allah jauh dari itu! Menciptakan keburukan bukanlah keburukan. Justru, pengusahaan keburukan itulah keburukan, sebab penciptaan dan pengadaan terkait dengan hasil-hasilnya. Namun, karena pengusahaan sesuatu bersifat langsung dan tertentu, maka ia pun hanya berhubungan dengan hasil tertentu pula. Sebagai contoh, turunnya hujan memiliki ribuan hasil yang secara keseluruhan indah dan baik. Apabila ada sebagian orang mendapat kerugian karena hujan disebabkan usaha mereka yang tidak baik, tentu mereka tidak patut mengatakan bahwa penciptaan hujan bukan rahmat. Mereka juga tidak patut menghakimi penciptaan hujan sebagai keburukan. Yang benar, hujan menjadi keburukan bagi yang bersangkutan karena usahanya sendiri yang tidak baik.

Penciptaan api juga memiliki banyak sekali manfaat besar, semuanya baik. Hanya saja, ketika ada seseorang terkena bahaya api karena tidak mengusahakan dan menggunakan api dengan baik, tentu tidak patut orang tersebut menilai penciptaan api sebagai keburukan, karena api tidak diciptakan untuk membakar dia semata. Bahkan, dialah yang memasukkan tangannya ke dalam api yang digunakan untuk memasak makanannya karena kesalahan ikhtiarnya, serta menjadikan pelayannya tersebut sebagai musuh bagi dirinya.

 


49. Page

Kesimpulan:

Keburukan yang lebih kecil dapat diterima demi kebaikan yang lebih besar. Jika suatu keburukan yang akan membawa pada kebaikan yang lebih besar harus ditinggalkan dengan dalih agar keburukan yang lebih kecil tidak terjadi, maka ini justru berarti telah dilakukannya kejahatan yang lebih besar.

Contohnya: Memobilisasi pasukan untuk berjihad mengharuskan terjadinya bahaya, keburukan materi, dan pengorbanan raga berskala kecil. Namun di balik jihad terdapat kebaikan berskala besar karena bisa menyelamatkan negeri kaum muslimin dari cengkeraman orang-orang kafir. Jika jihad ditinggalkan demi menghindari terjadinya keburukan tak seberapa, pasti hal itu akan memunculkan keburukan lebih besar setelah lenyapnya kebaikan besar. Ini merupakan bentuk kezaliman.

Contoh lainnya: Mengamputasi jari yang terserang penyakit mematikan (gangrene) adalah tindakan baik dan bermanfaat, meski sepintas lalu terlihat buruk. Jika jari itu tidak diamputasi, bisa-bisa seluruh tangan harus diamputasi sehingga menimbulkan keburukan lebih besar.

Demikian pula halnya penciptaan keburukan, bahaya, musibah, setan, dan segala sesuatu yang membahayakan, serta pengadaannya, bukanlah keburukan, karena semua ini diciptakan demi hasil-hasil penting yang banyak.

Malaikat, misalnya, tidak berkembang karena setan tidak mengganggu mereka. Tingkatan-tingkatan mereka juga tetap dan tidak berubah. Demikian pula tingkatan hewan tidak berubah dan tidak sempurna karena setan tidak mengganggu mereka.

Adapun di alam manusia, naik dan turunnya tingkatan mereka tidaklah terbatas. Terdapat jarak yang panjang sekali untuk didaki, mulai dari tingkatan  Namrud dan Fir’aun, hingga ke tingkatan orang-orang shiddiq, para wali dan nabi-nabi a.s.

Demikianlah, medan ujian, ikhtiar, jihad, dan perlombaan, dibuka dengan penciptaan setan, rahasia taklif, dan pengutusan nabi-nabi a.s untuk membedakan dan memisahkan ruh-ruh rendahan yang seperti arang, dari ruh-ruh luhur yang seperti berlian . Andaikan tak terjadi mujahadah atau perlombaan dalam kebajikan, tentu seluruh potensi yang terpendam dalam tambang kemanusiaan, yang berada pada tingkatan arang dan emas, tentu akan sama saja tanpa perbedaan, dan tentu akan sama saja ruh Abu Bakar al-Shiddiq r.a yang berada di puncak tertinggi (a’la illiyyin) dengan ruh Abu Jahal yang berada di tingkatan paling bawah (asfala safilin).

Dengan demikian, penciptaan setan dan keburukan bukanlah keburukan, karena penciptaan berkenaan dengan berbagai hasil agung yang menyeluruh. Lebih dari itu, keburukan dan kejelekan yang 

50. Page

muncul dari penyalahgunaan dan ulah manusia yang merupakan tindakan secara langsung dan spesifik, semata disebabkan oleh tindakan manusia, bukan disebabkan oleh Penciptaan Ilahi.

Jika kalian bertanya:

Banyak manusia menjadi kafir karena diciptakannya setan. Meski para nabi telah diutus, mereka tetap menempuh jalan kekafiran dan tertimpa bahaya. Jika mayoritas manusia tertimpa bahaya sesuai kaidah “hukum berlaku bagi mayoritas” (الحكم للأكثر) berarti penciptaan keburukan adalah keburukan. Bahkan, bisa dikatakan, diutusnya para nabi bukanlah rahmat!

Jawaban:

Tidak penting kuantitas dibanding kualitas. Bahkan, mayoritas yang sebenarnya terletak pada kualitas. Sebagai contoh: Misalkan ada seratus biji kurma. Jika biji-biji ini tidak ditanam di tanah, tidak disiram air, tidak mengalami reaksi-reaksi kimia, dan tidak diusahakan keras untuk mengalami proses kehidupan, tentu ia akan tetap berupa seratus biji kurma senilai seratus dirham. Namun jika biji-biji itu disiram dengan air dan diusahakan dengan sekuat tenaga untuk bisa hidup, kemudian sebanyak delapanpuluh di antaranya rusak karena komposisi dan tabiatnya yang tidak baik, sementara duapuluh lainnya menjadi duapuluh pohon kurma yang berbuah, lantas bisakah Anda mengatakan, “Irigasinya tidak baik dan merusak sebagian besar biji kurma?” Anda jelas tidak bisa mengatakan demikian, karena pohon kurma yang duapuluh tersebut telah berubah menjadi laksana duapuluh ribu kurma. Orang yang kehilangan duapuluh benih kurma namun meraih duapuluh ribu kurma tentu tidak rugi, dan keuntungan ini tentu saja bukanlah suatu keburukan.

Contoh lain: Misalkan seekor burung merak memiliki seratus butir telur yang seharga lima ratus sen (kurusy). Lalu si burung merak mengerami telur-telur tersebut, namun delapanpuluh di antaranya rusak, sementara duapuluh lainnya berhasil menjadi burung merak. Bisakah kondisi seperti ini dikatakan sebagai kerugian besar, dan tindakan yang dilakukan si burung merak ini sebagai keburukan, serta proses pengeraman telur ini sebagai keburukan?! Tentu tidak, dan bahkan itu baik. Sebab, meski spesies burung merak dan kawanan telur tersebut mengalami kerugian sebanyak delapanpuluh butir telur seharga delapanpuluh sen, namun ia memperoleh untung duapuluh burung merak senilai delapanpuluh lira.

Demikian pula halnya ras manusia yang rugi kehilangan sekian orang kafir dan munafik yang sangat banyak dilihat dari segi jumlah, serta mereka yang termasuk spesies hewan berbahaya dan tak 

51. Page

berguna dilihat dari sisi kualitas maupun kuantitas. Namun, mereka mendapatkan keuntungan dengan diutusnya para nabi, selain melalui rahasia taklif, mujahadah, dan peperangan melawan setan yang dilancarkan oleh matahari, bulan, dan bintang-bintang dari dunia kemanusiaan. Mereka adalah para nabi dan rasul yang berjumlah ratusan ribu, juga para wali yang berjumlah jutaan, serta orang-orang pilihan yang berjumlah milyaran.

 

Pertanyaan ketiga kalian: Allah menurunkan berbagai musibah dan menimpakan bencana. Bukankah ini kezaliman, terlebih bagi mereka yang tidak bersalah, bahkan bagi hewan-hewan?

Jawab: Allah jauh dari itu! Kekuasaan ini milik Allah. Dia berhak melakukan apa yang dikehendaki-Nya terhadap kekuasaan-Nya.

Misalkan seorang desainer busana menjadikan Anda sebagai model dengan bayaran tertentu, lalu mengenakan pakaian indah yang dibentuknya dengan keahlian luar biasa. Selanjutnya ia memperpendek, memperpanjang, dan memotong pakaian tersebut, kemudian ia menyuruh anda duduk dan berdiri untuk memperlihatkan keahlian dan kreasinya. Bisakah Anda berkata pada sang perancang, “Engkau merusak keindahan baju yang kau kenakan padaku, dan kau membuatku letih dengan menyuruhku duduk dan berdiri?” Anda jelas tidak bisa mengatakan seperti itu. Jika tetap Anda mengatakannya, berarti Anda melakukan tindakan tolol.

Demikian pula halnya dengan Sang Pencipta. Dia telah menganugerahkan tubuh yang sempurna dan begitu indah, berhiaskan indera seperti mata, telinga, dan lidah. Dia juga membuat Anda sakit, menguji Anda, membuat Anda lapar, kenyang, dan dahaga, terbalik kondisi-kondisi tersebut pada diri Anda untuk menampakkan ukiran Nama-nama-Nya yang beragam, mengalihkan Anda dari satu kondisi ke kondisi lain seperti ini untuk memperkuat esensi kehidupan, menjelaskan, dan menampakkan manifestasi Nama-nama-Nya yang indah.

Jika Anda mengatakan, “Mengapa Engkau menimpakan musibah-musibah ini padaku?”maka seratus hikmah akan membuat Anda terdiam seperti telah diisyaratkan dalam contoh di atas. Bagaimana pun, berdiam diri, tenang, istirahat, malas, monoton, dan berhenti dari tindakan adalah semacam ketiadaan, dan berbahaya. Sementara pergerakan dan pergantian adalah eksistensi dan kebaikan. Dengan bergerak, kehidupan mencapai kesempurnaan, naik kelas melalui berbagai ujian, meraih berbagai macam pergerakan melalui manifestasi Nama-nama-Nya, sehingga kemudian kian murni dan bersih, kuat, tersingkap, terbentang, dan menjadi pena bergerak yang menggoreskan segala yang ditakdirkan, menjalankan peran, dan berhak mendapatkan pahala akhirat.


52. Page

Demikian jawaban-jawaban singkat untuk ketiga pertanyaan yang kalian perdebatkan. Uraian lebih jelas bisa dibaca dalam“al-Kalimat” yang jumlahnya tiga puluh tiga.

Saudaraku yang terhormat!

Bacakan surat ini kepada tuan ahli farmasi, juga kepada siapa pun yang menurutmu tepat di antara mereka yang mendengarkan perdebatkan kalian. Sampaikan salam saya kepada sang kimiawan, murid saya yang baru itu, dan katakan padanya, “Tidak boleh membahas masalah-masalah keimanan yang detail seperti masalah tersebut di hadapan para jamaah dalam bentuk perdebatan tanpa standar, karena cara seperti ini akan menjadi racun, bukannya menjadi obat. Perdebatan yang tanpa standar akan membahayakan orang yang berbicara, serta orang yang mendengarkan. Masalah-masalah keimanan seperti ini hanya bisa dibahas dengan ketenangan, dengan cara obyektif, dalam bentuk tukar-fikiran.”

Sampaikan pula kepadanya, jika muncul syubhat ataupun keragu-raguan dalam hatinya terkait masalah-masalah seperti ini, dan tidak ia temukan jawabannya dalam al-Kalimat, silahkan mengirimkan surat pribadi kepada saya. Sampaikan pula kepadanya bahwa makna berikut ini terkait mimpinya tentang ayahnya, yang terlintas dalam benak saya:

Almarhum ayahnya adalah seorang dokter. Dia berguna bagi banyak orang shalih dan orang-orang pilihan, bahkan mungkin juga bagi para wali. Ruh orang-orang shalih yang ridha dan mendapatkan manfaat darinya ini, muncul laksana burung-burung saat keluarga paling dekatnya (anaknya) meninggal dunia. Ruh-ruh mereka ini menyambut kedatangan ruhnya sebagai syafaat baginya. Saya mengucapkan salam pada semua teman yang ada di sana pada malam itu, dan saya berdoa untuk mereka.

 

الباقي هو الباقي

 

S.N