NAVIGATION
147. Page
CATATAN KEDUA PULUH DUA
باسمه
Dengan Nama-Nya
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)
Surat ini terdiri dari dua bahasan
Bahasan pertama menyeru orang-orang mukmin untuk saling bersaudara dan mencintai
Maqam pertama
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. (Qs. al-Hujurat [49]: 10)
ادْفَعْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ فَإِذَا الَّذِي بَيْنَكَ وَبَيْنَهُ عَدَاوَةٌ كَأَنَّهُ وَلِيٌّ حَمِيمٌ
Tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. (Qs. Fushshilat [41]: 34)
وَالْكَاظِمِينَ الْغَيْظَ وَالْعَافِينَ عَنِ النَّاسِ وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 134)
Menurut hakikat, hikmah, dan keislaman yang merupakan nilai insani terbesar, juga menurut kehidupan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan kehidupan maknawi, sungguh sikap-sikap keserakahan, keras kepala, dan dengki yang menjadi penyebab kemunafikan dan perpecahan, dendam dan permusuhan di kalangan orang mukmin, adalah keji dan tertolak, berbahaya dan zalim, serta merupakan racun bagi kehidupan manusia.
Kami akan menerangkan enam sisi di antara sekian aspek hakikat ini:
Aspek Pertama:
Menurut pandangan hakikat, sifat-sifat tersebut adalah kezaliman. Wahai si kejam yang hatinya penuh rasa dendam dan permusuhan kepada saudara sesama mukmin! Jika Anda berada dalam sebuah kapal atau sebuah rumah bersama dengan sembilan orang yang tidak bersalah dan seorang penjahat,
148. Page
Anda pun tahu bahwa orang yang berusaha untuk menenggelamkan kapal atau membakar rumah tersebut melakukan kezaliman yang amat dahsyat, Anda pasti berteriak (dengan kuat) hingga kezaliman orang tersebut terangkat sampai ke langit. Bahkan, sekiranya ada seorang yang tidak bersalah dan sembilan orang penjahat sekalipun, kapal itu tetap tidak boleh ditenggelamkan sesuai undang-undang keadilan.
Seperti contoh di atas, karena Anda memusuhi seorang mukmin yang merupakan bangunan rabbani dan bahtera Ilahi hanya karena satu sifat jahat dalam dirinya yang merugikan Anda dan tidak menyenangkan Anda- padahal ia masih memiliki sembilan sifat tak bersalah, bahkan duapuluh sifat baik, seperti iman, Islam, dan bertetangga dengan baik- berarti Anda telah melakukan kezaliman yang amat buruk, karena secara maknawi Anda berharap dan berusaha untuk membakar bangunan maknawi itu dan berusaha untuk menenggelamkannya.
Aspek Kedua:
Menurut pandangan hikmah, tindakan Anda tersebut juga merupakan kezaliman. Karena, seperti dimaklumi, permusuhan dan kasih sayang itu berlawanan seperti cahaya dan kegelapan. Menurut maknanya yang sebenarnya, kedua-duanya tidak akan bisa menyatu bersama. Sekiranya kasih sayang benar-benar ada di dalam hati berdasarkan pengutamaan sebab-sebabnya sendiri, pada waktu itu, permusuhan menjadi permusuhan palsu, lalu berubah menjadi rasa kasihan.
Ya, seseorang mukmin menyayangi dan patut menyayangi saudaranya. Namun, terhadap kejahatan saudaranyanya dia hanya merasa kasihan dan berusaha untuk memperbaiki, bukan dengan kekerasan tetapi dengan kelembutan. Karena itu, disebutkan dalam sebuah hadits, “Seorang mukmin tidak boleh memutuskan hubungan dengan saudara sesama mukmin lebih dari tiga hari.”[1]
Sekiranya sebab-sebab permusuhan menang lalu permusuhan berada di dalam hati dengan hakikatnya, pada waktu itu kasih sayang menjadi cinta palsu lalu berubah kepada kepura-puraan dan sikap mencari muka.
Wahai orang yang tidak adil! Sekarang lihatlah betapa zalimnya dendam dan permusuhan terhadap saudara sesama mukmin. Ini karena, apabila Anda mengatakan bahwa batu-batu kecil dan biasa lebih penting dari Ka’bah dan lebih besar dari gunung Uhud, Anda sebenarnya sedang melakukan suatu kebodohan yang buruk.
[1] Bagian dari hadits nomor 5.727 Shahih al-Bukhari; kitab adab, bab: memutuskan hubungan dengan sesama saudara, dan sabda Nabi Saw, “Seseorang tidak boleh memutuskan hubungan dengan saudaranya lebih dari tiga (hari).”
149. Page
Sama seperti itu juga, ketika banyak sifat keislaman seperti iman yang setingkat dengan kehormatan Ka’bah dan Islam yang setingkat dengan keagungan Bukit Uhud menginginkan kasih sayang dan perpaduan, sekiranya Anda memiliki akal Anda akan faham bahwa mengutamakan kekurangan-kekurangan yang menjadi penyebab permusuhan terhadap orang mukmin melebihi keimanan dan keislaman adalah kebodohan yang sama derajatnya dengan kebodohan di atas, serta merupakan kezaliman yang amat besar.
Ya, penyatuan iman tentunya memerlukan penyatuan hati. Kesatuan keyakinan juga memerlukan kesatuan masyarakat.
Ya, tidak mungkin Anda dapat mengingkari bahwa apabila Anda berada dalam satu batalion tentara bersama dengan seseorang, Anda akan merasakan suatu ikatan yang penuh rasa persahabatan terhadap orang itu. Apabila bersama-sama berada di bawah perintah seorang panglima, Anda akan merasakan suatu hubungan bagaikan teman. Apabila bersama-sama berada di dalam satu negeri, Anda akan merasakan suatu hubungan yang penuh dengan rasa persaudaraan.
Nyatanya, terdapat hubungan-hubungan persatuan, ikatan-ikatan kesepakatan dan keserasian ukhuwah sebanyak bilangan nama-nama Ilahi yang telah ditunjukkan dan dijelaskan kepada Anda melalui cahaya dan perasaan yang diberikan kepada Anda.
Contoh: Tuhan al-Khaliq kalian berdua adalah satu, al-Malik kalian satu, al-Ma’bud kalian satu, al-Raziq kalian satu, dan seterusnya. Selanjutnya, Rasul kalian satu, agama kalian satu, kiblat kalian satu, dan seterusnya. Kemudian, kampung kalian satu, negara kalian satu, tanah air kalian satu, dan seterusnya.
Walaupun satu yang sebanyak ini memerlukan kesatuan dan penyatuan, kesepakatan, cinta dan ukhuwah serta terdapat rantai-rantai maknawi yang mengikat alam semesta dan planet-planet antara satu sama lain, jika hatimu belum mati, dan akalmu belum padam, Anda pasti memahami bahwa mengutamakan perkara-perkara yang tidak penting dan tidak tetap seperti sarang laba-laba yang menjadi penyebab kemunafikan, dendam, dan permusuhan, lalu benar-benar memusuhi seorang mukmin adalah suatu kebiadaban yang semena-mena terhadap kesatuan tersebut. Anda pasti akan memahaminya.
Aspek Ketiga:
وَلَا تَزِرُ وَازِرَةٌ وِزْرَ أُخْرَىٰ
Dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. (Qs. al-An’am [6]: 164)
150. Page
Sesungguhnya hakikat, syariat, dan hikmah Islam telah mengingatkan Anda – berdasarkan rahasia ayat di atas, yang menyatakan keadilan murni – bahwa rasa dengki dan permusuhan terhadap seorang mukmin – seolah-olah Anda menghukum sifat-sifat lainnya disebabkan sifat jahat yang ada dalamnya – adalah suatu kezaliman yang tak terbatas. Apalagi, jika kemudian Anda memperlebar daerah permusuhan itu hingga mencakup kerabat dan keluarganya disebabkan sifat buruknya. Anda diingatkan bahwa dengan itu Anda telah melakukan suatu kezaliman yang sangat besar, sebagaimana digambarkan dalam ayat berikut ini dengan cara dilebihkan:
إِنَّ الْإِنسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Sesungguhnya manusia itu sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah). (Qs. Ibrahim [14]: 34)
Maka bagaimanakah Anda mengklaim benar dan menyatakan, “Kebenaran ada di pihak saya?”
Menurut pandangan hakikat, penyebab permusuhan dan segala bentuk kejahatan adalah kejahatan itu sendiri dan padat seperti tanah liat. Sepatutnya hal itu tidak merembet ke orang lain. Jika orang lain mau belajar lalu melakukan kejahatan, itu masalah lain. Adapun semua kebaikan yang diperbuat, yang menjadi penyebab cinta, merupakan cahaya laksana cinta. Sifatnya adalah memancarkan dan memantulkan sesuatu. Itulah sebabnya ungkapan, “Sahabat bagi sahabat ialah sahabat,” menjadi salah satu peribahasa. Karena itu pula, ungkapan, “Demi satu mata, seribu mata dicintai,” dituturkan di kalangan masyarakat.
Maka, wahai orang yang tidak adil! Meskipun hakikat berpandangan demikian, tapi jika Anda termasuk seorang yang mengetahui hakikat, Anda tentu akan memahami bahwa memusuhi saudara yang baik dan dicintai dari orang yang Anda benci serta keluarganya, sungguh bertentangan dengan hakikat.
Aspek Keempat:
Memusuhi sesama muslim juga termasuk kezaliman dilihat dari kehidupan pribadi. Maka, dengarkan beberapa prinsip berikut sebagai asas aspek keempat ini:
Prinsip pertama:
Apabila Anda mengetahui bahwa jalan dan pemikiran Anda benar, Anda berhak mengatakan, “Jalan saya benar atau lebih baik.” Namun, Anda tidak berhak untuk mengatakan: “Jalan saya saja yang benar.” Sebab, pandangan Anda yang tidak adil dan pendapat Anda yang menyimpang memang tidak mungkin menjadi hakim penentu dan tidak mungkin menetapkan salah kepercayaan orang lain, seperti disebut dalam bait syair berikut:
151. Page
و عين الرضا عن كل عيب كليلة و لكن عين السخط تبدي المساويا
Tatapan mata senang ridha terlalu redup untuk melihat aib
Namun mata kebencian justru memperlihatkan semua keburukan.
Prinsip Kedua:
Anda berhak memastikan bahwa semua yang Anda ucapkan benar. Namun, Anda tidak berhak untuk menyatakan semua yang benar. Setiap apa yang Anda katakan sebaiknya benar, tetapi menyatakan semua kebenaran tidaklah dibenarkan. Sebab, kadang-kadang nasehat seseorang yang niatnya tidak ikhlas seperti Anda bisa saja menyakiti hati dan memberi kesan sebaliknya.
Prinsip Ketiga:
Kalau Anda ingin bermusuhan, musuhilah permusuhan yang berada di dalam hati Anda; berusahalah untuk membasminya. Musuhilah nafsu amarah dan hawa nafsu Anda yang paling banyak membahayakan Anda, dan berusahalah untuk memperbaikinya. Janganlah memusuhi orang-orang mukmin demi nafsumu yang membahayakan itu. Jika Anda ingin bermusuhan, orang kafir dan munafik masih banyak, musuhi saja mereka!
Ya, sebagaimana sifat cinta layak untuk dicintai, begitu pula sifat permusuhan patut dimusuhi terlebih dahulu sebelum yang lain. Jika Anda ingin mengalahkan lawan Anda, balaslah kejahatannya dengan kebaikan. Ini karena, jika Anda membalasnya dengan kejahatan, permusuhan akan bertambah. Walaupun secara lahiriah dia kalah, tetapi hatinya tetap membawa dendam lalu terus memusuhi Anda. Tapi jika Anda membalasnya dengan kebaikan, dia akan menyesal, dan akan menjadi sahabat Anda, seperti disebut dalam bait syair berikut:
إن أنت أكرمت الكريم ملكته و إن أنت أكرمت اللئيم تمردا
Ketika Anda memulikan orang mulia, Anda akan mengusainya
Dan ketika Anda memuliakan orang hina, ia akan semakin menjadi-jadi
Sikap mulia yang Anda tunjukkan pada orang mulia akan membuatnya tunduk pada Anda, walaupun dia kelihatan hina secara kasat mata. Padahal dilihat dari sisi keimanan, dia adalah mulia.
Ya, sering terjadi ketika Anda mengatakan, “Anda baik, Anda baik,” kepada seorang yang jahat, dia menjadi baik. Tapi, jika Anda mengatakan kepada seorang yang baik, “Anda jahat, Anda jahat,” dia akan menjadi jahat.
Karena itu, dengarkanlah undang-undang suci al-Qur’an ini, sebab kebahagiaan dan keselamatan terletak di dalamnya:
152. Page
وَالَّذِينَ لَا يَشْهَدُونَ الزُّورَ وَإِذَا مَرُّوا بِاللَّغْوِ مَرُّوا كِرَامًا
Dan apabila mereka bertemu dengan (orang-orang) yang mengerjakan perbuatan-perbuatan yang tidak berfaidah, mereka lalui (saja) dengan menjaga kehormatan dirinya. (Qs. al-Furqan [25]: 72)
وَإِن تَعْفُوا وَتَصْفَحُوا وَتَغْفِرُوا فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَّحِيمٌ
Dan jika kamu memaafkan dan tidak memarahi serta mengampuni (mereka) maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Qs. al-Taghabun [64]: 14)
Prinsip Keempat:
Golongan pendendam dan yang suka memusuhi, mereka menzalimi diri sendiri dan saudara sesama mukmin, sekaligus memusuhi rahmat Ilahi. Ini karena, melalui dendam dan permusuhan, dia membiarkan dirinya mendapat azab yang pedih. Dia menjadikan dirinya merasakan azab yang datang dari nikmat yang diterima oleh musuhnya dan kesakitan yang datang dari ketakutannya, lalu menzalimi dirinya.
Jika permusuhan muncul karena dengki (hasad), itu adalah azab di dalam azab. Ini karena, mula-mula sikap dengki akan menghancurkan, memusnahkan, dan membakar si pendengki. Sementara pihak yang didengki tidak akan mendapatkan bahaya dari perbuatan dengki. Jika pun timbul bahaya darinya, usahakan bahayanya hanya sedikit.
Penawar dengki:
Biarkan si pendengki merenungkan nasib akhir dari hal-hal yang membangkitkan permusuhannya. Hingga dia akan memahami bahwa keindahan, kekuatan, pangkat, dan kekayaan duniawi yang dimiliki oleh pesaingnya bersifat fana dan sementara. Manfaat dengki sedikit, tapi kesulitan yang ditimbulkannya lebih banyak. Berbeda dengan keistimewaan-keistimewaan akhirat, pada dasarnya itu tidak dapat dijadikan sasaran kedengkian. Namun, jika seseorang tetap mendengki terhadap hal-hal akhirat, mungkin ia sedang bersikap riya, bermaksud menghancurkan harta akhiratnya di dunia, atau dia menyangka orang yang didengkinya itu riya sehingga dia pun melakukan ketidakadilan dan kezaliman.
Si pendengki akan merasa gembira atas musibah yang menimpa orang yang didengkinya, dan merasa sedih atas nikmat-nikmat yang dirasakan orang yang didengkinya. Kemudian, dia berpaling dari takdir dan rahmat Ilahi karena kebaikan-kebaikan yang telah dilakukan-Nya, kepada saingannya. Seolah-olah dia mengecam takdir dan menyangkal rahmat. Orang yang mengecam takdir sama seperti menghantamkan kepala ke paron (tempat menempa besi panas), dan memecahkan kepalanya di sana. Orang yang menyangkal rahmat akan terhalang dari rahmat.
153. Page
Sikap adil manakah yang dapat menerima bahwa membalas satu perkara yang tidak layak dimusuhi selama satu hari dengan dendam dan permusuhan selama satu tahun? Sanubari yang belum rusak manakah yang boleh menerimanya?
Padahal, Anda tidak boleh mengaitkan sepenuhnya keburukan yang menimpa diri Anda dengan seorang mukmin yang menyebabkan keburukan itu, lalu Anda membalasnya. Alasannya sebagai berikut:
Pertama, takdir mempunyai peran pada perkara keburukan itu. Anda perlu menyadari dan menerima bagian qadha dan qadar dengan ridha.
Kedua, Anda perlu menyingkirkan nafsu dan setan, lalu tidak memusuhi orang tersebut. Bahkan, Anda perlu mengasihaninya karena dia kalah menghadapi nafsu serta menunggu penyesalannya.
Ketiga, lihatlah kesalahan Anda yang tidak tampak atau Anda tidak mau kesalahan Anda itu terlihat; berilah juga satu bagian perhatian kepadanya.
Selanjutnya, ketika Anda menghadapi kesalahan yang masih tersisa dengan memberi maaf, persahabatan, dan ketinggian akhlak, yang merupakan hal paling selamat dan paling cepat dapat menewaskan musuh, Anda akan terhindar dari kezaliman dan bahaya.
Jika tidak, membalas perkara-perkara duniawi yang tidak bernilai –meski lima sen, yang fana, akan lenyap, sementara dan tidak penting– dengan ketamakan yang dahsyat, dengan dendam yang terus-menerus, dan dengan permusuhan tanpa henti seolah-olah Anda akan hidup selamanya di dunia, itu adalah kezaliman amat dahsyat (zalumiyyah) atau semacam kondisi mabuk dan tidak sadar, persis seperti seorang tukang emas Yahudi yang mabuk dan gila membeli kaca dan serpihan es dengan harga permata.
Jika Anda menyayangi diri Anda, janganlah membuka jalan bagi permusuhan dan berfikir untuk melakukan balas dendam yang, menurut kehidupan pribadi, membahayakan. Usahakan hingga tahap sedemikian rupa hingga permusuhan dan fikiran dendam itu tidak memasuki hati Anda. Jika permusuhan dan fikiran dendam itu telah memasuki hati Anda, janganlah dengar kata-katanya. Renungkan dan dengarlah kata-kata Hafidz Syirazi yang mengetahui hakikat:
“Dunia bukanlah hal begitu hebat untuk menyebabkan pertikaian (دنيا نه متاعست كه ارزد بنزاعي). Ini karena, dunia itu fana dan sementara, maka ia tidak bernilai. Jika dunia yang besar saja demikian adanya, tentu Anda memahami betapa tidak pentingnya urusan-urusan dunia yang kecil.”
Dia juga berkata:
آسايش دوكيتي تفسير اين دو حرفست بادوستان مروَّت با دشمان
154. Page
“Ketenangan dan keselamatan di dua dunia terletak pada pemahaman atas dua kata-kata ini: bergaul dengan para sahabat dengan muruah, dan memperlakukan musuh dengan damai.”
Jika Anda berkata: “Saya tidak punya pilihan; sikap permusuhan sudah ada dalam fitrah saya. Perasaan saya telah terluka, maka saya tidak dapat menghentikan permusuhan ini.”
Jawab: Jika akhlak tercela dan sikap yang buruk tidak menunjukkan jejak lahiriah apa pun; jika perkara-perkara seperti ghibah dan sebab-sebabnya tidak Anda lakukan; dan jika orang yang memusuhi turut memahami kesalahannya; maka permusuhan itu pasti tidak akan membahayakan.
Mengingat pilihan bukan di tangan Anda, dan Anda tidak bisa menghentikan permusuhan, maka mengetahui kesalahan Anda dan menyadari kesalahan yang ibarat penyesalan maknawi, serta pengetahuan Anda bahwa Anda tidak berhak atas bagian ini, maka taubat tersembunyi dan istighfar dhimni (tersirat) akan menyelamatkan Anda dari kejahatannya.
Kami menulis pembahasan ini tidak lain agar memungkinkan dilakukannya istighfar maknawi tersebut; dan agar seseorang tidak menganggap kesalahan sebagai kebenaran; dan agar dia tidak menonjolkan musuh yang benar sebagai orang zalim yang tidak benar.
Suatu peristiwa yang perlu mendapat perhatian:
Pada suatu ketika, sebagai akibat sikap berpihak yang partisan, saya melihat seorang ahli agama yang alim mengeluarkan penghinaan terlalu jauh pada ulama lain yang berbeda sikap politik dengannya sampai-sampai dia mengkafirkannya, serta memuji penuh hormat seorang munafik yang sefaham dengannya. Saya terperanjat oleh dampak buruk politik ini, sehingga saya pun mengucapkan, “Aku berlindung kepada Allah dari setan dan politik” (أعوذ بالله من الشيطان و السياسة). Sejak saat itu saya menarik diri dari medan kehidupan politik.
Aspek Kelima:
Aspek ini menerangkan bahwa pembangkangan dan sikap partisan sangat merusak bagi kehidupan bermasyarakat.
Jika dikatakan: Dalam hadits telah disebutkan, “Perbedaan umatku adalah rahmat” (إختلاف أمتي رحمة). Sementara perbedaan mengharuskan adanya sikap berpihak. Penyakit sikap berpihak menyelamatkan kalangan bawah yang dizalimi dari kejahatan kalangan atas yang tiran. Ini karena, jika kalangan atas suatu kampung sudah bersepakat, mereka akan menindas kalangan bawah yang dizalimi. Jika ada sikap berpihak, orang yang dizalimi akan berlindung dan dapat menyelamatkan diri ke pihak sebelah. Malah, dari benturan pemikiran dan perbedaan pendapat, hakikat akan tampak dengan jelas.
155. Page
Jawaban:
Terkait pertanyaan pertama, jawaban kami adalah: Perbedaan yang disebut dalam hadits itu ialah perbedaan yang positif. Yakni, setiap orang berusaha untuk mempromosikan dan menyebarkan pendapat masing-masing; bukan untuk meruntuhkan dan menghancurkan pendapat pihak lain, tapi berusaha melengkapi dan memperbaikinya.
Sementara perbedaan negatif adalah usaha untuk saling menghancurkan pendapat dan pikiran pihak-pihak lain dengan sikap penuh dengki dan permusuhan, dan itu tertolak menurut hadits karena masing-masing pihak yang berselisih dan bertengkar tidak bisa bertindak secara positif.
Untuk pertanyaan kedua, jawaban kami adalah: Sekiranya sikap berpihak dilakukan atas nama kebenaran, hal itu bisa menjadi tempat berlindung bagi orang-orang yang benar. Tapi, sikap berpihak penuh kebencian yang sangat bias dan demi kepentingan diri, di saat kritis sekarang ini, kita lihat sudah menjadi tempat berlindung orang-orang bersalah dan menjadi titik sandaran mereka. Sebab jika setan mendatangi seseorang yang terlibat dalam keberpihakan yang bias, mendukung ide-idenya, dan mengambil posisi di pihaknya, orang itu akan mendoakan rahmat bagi si setan. Sementara di pihak lawan, jika ada orang yang seperti malaikat datang memihaknya, niscaya dia akan menunjukkan adanya ketidakadilan dan kezaliman hingga ke tahap melaknat orang itu.
Terkait pertanyaan ketiga, jawaban kami adalah: Benturan pemikiran yang terjadi atas nama kebenaran dan hakikat, hanya berbeda dari sisi sarana, namun tujuan dan asasnya sama. Perbedaan ini menguak setiap sudut hakikat, lalu mengabdi pada kebenaran dan hakikat.
Tetapi, dari benturan pemikiran yang timbul dari pemihakan, kebencian, egoisme, dan demi nafsu amarah tirani serta ketenaran, maka yang keluar bukannya sinar hakikat, tetapi terlempar darinya kejahatan-kejahatan fitnah. Ini karena, harus disetujui kesepakatan tentang tujuan. Padahal, titik temu fikiran yang demikian tak akan pernah ditemui di mana pun di muka bumi ini. Karena dilakukan bukan atas nama kebenaran, perbedaan pemikiran tersebut menjadi penyebab timbulnya perpecahan yang tidak dapat disembuhkan. Kondisi dunia saat ini merupakan bukti nyata hal tersebut.
Kesimpulan:
Jika seseorang tidak menjadikan prinsip-prinsip luhur “cinta karena Allah” (al-hubb fillah), “marah karena Allah” (al-bughdhu fillah), dan “hukum milik Allah” (al-hukmu lillah), sebagai prinsip gerakannya, pasti yang dihasilkan adalah kemunafikan dan perpecahan.
156. Page
Ya, jika seseorang tidak berkata, “benci karena Allah” dan “hukum milik Allah,” serta tidak menjadikan prinsip-prinsip ini tegak di depan matanya, maka dia akan berlaku zalim di saat dia mencari keadilan.
Satu peristiwa yang mengandung teladan:
Suatu ketika, Imam Ali r.a berhasil mengalahkan seorang kafir dan menjatuhkannya ke tanah. Ketika dia mengangkat pedang untuk membunuhnya, si kafir meludahnya. Beliau melepaskan kafir itu dan tidak jadi memenggalnya. Kafir itu pun bertanya kepada Ali, “Mengapa Anda tidak memenggal saya?” Ali menjawab, “Sebenarnya saya berniat memenggalmu karena Allah. Tapi, kau meludahi saya sehingga saya marah. Oleh sebab nafsu saya turut masuk campur, maka keikhlasan saya telah rusak sehingga saya tidak jadi memenggalmu.” Si kafir itu berkata kepadanya, “Sebenarnya saya sengaja membangkitkan kemarahan itu supaya Anda segera memenggal saya. Karena agamamu begitu suci dan murni sedemikian rupa, maka agamamu adalah agama yang benar.”
Kejadian lain yang menarik perhatian:
Suatu ketika, saat memotong tangan seorang pencuri, seorang pelaksana hukuman telah memperlihatkan tanda-tanda kemarahan. Pemimpin yang adil yang memperhatikannya, mencopotnya dari tugas itu. Ini karena jika dia memotong atas nama syariat dan undang-undang Ilahi, niscaya nafsunya akan berasa kasihan kepadanya; niscaya dia akan memotong dalam keadaan hatinya bukan saja tidak marah, tapi tidak juga berasa kasihan. Oleh sebab dia memberikan satu bagian dari hukuman itu kepada nafsunya, dia tidak dapat melakukan tugas dengan adil.
Keadaan masyarakat yang menyedihkan dan penyakit dahsyat kehidupan bermasyarakat yang sangat memilukan hati umat Islam:
Apa yang telah terjadi dengan kelompok-kelompok Islam yang berkhidmat dalam dakwah ini? Walaupun terdapat begitu banyak musuh di luar sana dan siap menyerang dari belakang, mereka tetap tidak melupakan perselisihan yang sia-sia. Bahkan, mereka menyisakan ruang bagi musuh untuk menyerang. Padahal, suku-suku paling terbelakang sekali pun tetap lebih mengutamakan dan mementingkan kemaslahatan masyarakat dengan melupakan permusuhan di antara mereka saat musuh luar muncul dan datang menyerang. Kondisi ini merupakan suatu keruntuhan, kemunduran, dan pengkhianatan terhadap kehidupan sosial Islam.
Suatu peristiwa yang bisa dijadikan pelajaran:
Di kalangan kabilah-kabilah Badui, terdapat dua kabilah Hasanan yang bermusuhan satu sama lain. Walaupun mereka mungkin telah membunuh lebih lima puluh orang dari pihak masing-masing, tetapi saat keluar menentang kabilah lain seperti kabilah Sibkan atau Haidaran, dua kabilah Hasanan
157. Page
yang bermusuhan melupakan perselisihan lama, dan bersatu. Mereka tidak akan memikirkan perselisihan internal itu lagi agar bisa menghalau musuh eksternal.
Karena itu, wahai orang mukmin! Apakah kalian tahu betapa banyak musuh seperti kabilah-kabilah itu yang hendak menyerang kabilah orang beriman? Mereka terdiri dari lebih seratus lingkaran, yang seolah-olah serangkaian lingkaran konsentris.
Patutkah bagi orang-orang mukmin, melalui aspek apa pun, untuk menyimpang dari tujuan dan bermusuhan secara semena-mena, yang dapat mempermudah musuh melancarkan serangan, membuka pintu bagi musuh untuk masuk dan menerjang kehormatan Islam? Orang-orang beriman wajib mengambil posisi defensif, satu sama lain saling mendukung dan memberikan uluran tangan untuk menangkal musuh.
Lingkaran-lingkaran musuh yang bermula dari golongan sesat dan atheis serta berakhir pada dunia kekufuran, petaka dan musibah-musibah dunia, adalah lingkaran-lingkaran konsentris yang siap membahayakan kalian, serta lingkaran-lingkaran yang saling mendukung satu sama lain. Mereka melihat kalian dengan penuh kemarahan dan ketamakan. Jumlah lingkaran-lingkaran musuh itu mungkin mencapai lebih dari tujuhpuluh jenis musuh.
Senjata, perisai, dan kubu pertahanan kalian yang berguna untuk menghadapi semua ini ialah ukhuwah Islamiyah. Ketahuilah dan sadarilah bahwa mengguncang kubu pertahanan keislaman ini dengan permusuhan dan alasan-alasan yang kecil sangat bertentangan dengan sanubari dan kepentingan Islam.
Disebutkan dalam sejumlah hadits bahwa dengan cara mengambil kesempatan dari sifat tamak serta perpecahan Muslimin dan manusia, dengan kekuatan yang tak seberapa, orang-orang yang berbahaya yang memimpin golongan munafik dan zindik seperti Sufyan dan Dajjal akhir zaman berusaha keras untuk memecah belah umat manusia dan kaum muslimin, menebarkan kerusuhan dan pergolakan di antara mereka, serta menawan dunia Islam yang besar dengan kekuatan yang kecil.
Wahai orang-orang beriman! Jika kalian tidak ingin ditawan dalam kehinaan, gunakanlah akal kalian! Masuklah ke dalam benteng suci:
إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ
Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu. (Qs. al-Hujurat [49]: 10)
Itu berguna untuk menghadapi orang-orang zalim yang mengambil kesempatan dari perselisihan kalian, dan berlindunglah di balik benteng itu. Jika tidak, kalian bukan saja tidak dapat menjaga kehidupan kalian, bahkan kalian tidak akan mampu mempertahankan hak-hak kalian. Seperti
158. Page
diketahui, ketika dua orang pahlawan berselisih, seorang kanak-kanak pun bisa memukul kedua-duanya. Sekiranya terdapat dua buah gunung yang sama beratnya pada satu neraca, batu kecil pun bisa merusak keseimbangan itu lalu mempermainkan kedua-duanya, yakni menaikkan satunya ke atas dan menurunkan satunya lagi ke bawah.
Maka, wahai orang-orang yang beriman! Disebabkan karena sifat tamak dan sikap berpihak, kalian akan saling bermusuhan, dan kekuatan kalian pun menghilang. Kalian akan dihancurkan dengan kekuatan yang tak seberapa.
Jika kalian mempunyai hubungan dengan kehidupan bermasyarakat, maka jadikanlah aturan tinggi, “Orang mukmin bagi mukmin lain itu laksana bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain” (المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضه بعضا), sebagai aturan hidup kalian, niscaya kalian terhindar dari kesengsaraan, kesempitan dunia, dan kesengsaraan akhirat.
Aspek Keenam:
Kehidupan maknawi dan ibadah yang benar bisa goncang disebabkan permusuhan dan dendam kesumat. Ini terjadi karena hilangnya keikhlasan yang merupakan perantara kesucian dan sarana keselamatan. Sebabnya, orang yang keras kepala dan berpihak senantiasa ingin melebihi lawannya dalam beramal baik. Banyak sekali orang yang tidak bisa melakukan amal-amal demi Allah dengan ikhlas. Dia senantiasa mengutamakan orang yang berpihak padanya dalam membuat keputusan sehingga tidak dapat berbuat adil.
Maka, keikhlasan dan keadilan yang menjadi asas bagi perbuatan dan amalan kebajikan bisa lenyap karena pertikaian dan permusuhan.
Aspek keenam ini panjang sekali, tetapi karena kondisi sangat terbatas, maka saya cukupkan sampai di sini penjelasannya.
Bahasan Kedua
بسم الله الرحمن الرحيم
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah, Dialah Maha Pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Qs. al-Dzariyat [51]: 58)
وَكَأَيِّن مِّن دَابَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَا اللَّهُ يَرْزُقُهَا وَإِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ
Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui. (Qs. al-‘Ankabut [29]: 60)
159. Page
Wahai ahli iman! Sebelum ini, kalian telah faham bahwa permusuhan sangat berbahaya.
Fahamilah pula bahwa, sama seperti permusuhan, sifat tamak juga penyakit berbahaya paling dahsyat bagi kehidupan Islam. Sifat tamak penyebab kekecewaan, kekurangan, dan kehinaan. Ia menyebabkan kerugian dan kesengsaraan.
Ya, kehinaan dan kesengsaraan bangsa Yahudi, yang menyerang dunia dengan ketamakan melebihi bangsa-bangsa lain, merupakan bukti paling kuat atas kenyataan ini.
Ya, ketamakan senantiasa memperlihatkan efek buruknya di alam kehidupan, mulai dari wilayah dunia makhluk hidup paling luas hingga individu paling kecil. Sebaliknya, mencari rezeki dengan cara bertawakal adalah penyebab kenyamanan dan selalu memperlihatkan efek baiknya di mana pun juga.
Pepohonan dan tumbuh-tumbuhan berbuah, yang merupakan salah satu jenis kehidupan dan memerlukan makanan, karena senantiasa berada di tempatnya dengan tawakal dan qana’ah tanpa menunjukkan ketamakan, maka rezeki pun datang berlari kepadanya. Pohon dan tumbuhan ini menjaga anak-anaknya jauh lebih banyak dari hewan. Sementara hewan, disebabkan saling berlari mengejar makanan secara tamak, maka mereka pun harus mendapatkan makanan dengan susah payah dan selalu kekurangan.
Di dunia hewan, pemberian rezeki yang halal, sempurna dan lezat dari simpanan rahmat kepada anak-anaknya yang kecil yang bertawakal dengan bahasa kelemahan, serta pemberian rezeki-rezeki buruk yang diperoleh secara haram dan penuh kesusahan bagi hewan buas yang menyerang dengan sifat ketamakan, juga menunjukkan bahwa tamak menyebabkan kemiskinan, sementara tawakal dan qana’ah merupakan perantara rahmat.
Bangsa Yahudi menguasai dunia melalui sifat tamak. Dibanding bangsa-bangsa lain di kalangan spesies manusia, mereka begitu mencintai kehidupan dunia dan sangat terikat dengannya. Mereka menguasai kekayaan ribawi haram yang mereka peroleh dengan penuh kesulitan, tapi sedikit manfaatnya bagi diri sendiri, dan mereka hanya menjadi penjaganya. Namun, tamparan kerendahan dan kemiskinan, pembunuhan dan pengkhianatan, yang mereka terima dari semua bangsa, itu semua menunjukkan bahwa sifat tamak adalah sumber kerendahan dan kerugian.
Malah terdapat banyak kejadian tentang manusia tamak yang senantiasa tertimpa kerugian, sehingga ungkapan, “Orang tamak adalah orang rugi” (الحريص خائب خاسر), sudah menjadi peribahasa dan telah diterima masyarakat sebagai kebenaran umum. Mengingat hakikatnya demikian, jika Anda sangat menyukai harta, supaya banyak yang diperoleh, maka carilah harta itu dengan qana’ah, bukan dengan sifat tamak.
160. Page
Orang qana’ah dan orang tamak dapat diumpakan seperti dua orang yang memasuki acara pertemuan bersama seorang pembesar. Salah seorang dari mereka berkata dalam hati, “Mudah-mudahan beliau menerimaku.Terhindar dari suasana dingin di luar pun sudah cukup bagiku. Jika beliau sudi memberikan tempat duduk paling belakang padaku, aku menganggapnya baik.” Sementara itu, dengan penuh kesombongan dan seolah-olah memiliki hak istimewa dan semua orang perlu menghormatinya, orang yang kedua berkata, “Beliau sepatutnya memberikan posisi paling tinggi kepadaku.” Dia masuk dengan ketamakan itu. Matanya tertuju kepada tempat-tempat yang tinggi dan ingin bergegas ke arah bangku-bangku. Tetapi pemilik majelis pertemuan itu menyuruhnya kembali ke belakang dan mendudukkannya di bawah. Walaupun dia sepatutnya perlu berterima kasih kepada beliau, namun bukannya berterima kasih, dia justru marah dalam hati. Bukan terima kasih yang diucapkan, sebaliknya dia mengecam pemilik majelis. Maka, pemilik majelis juga merasa tidak senang dengannya. Orang yang pertama tadi masuk dengan rendah hati dan bersedia duduk di bangku paling bawah. Sikap qana’ah-nya menyenangkan hati pemilik majelis. Beliau mempersilakannya ke bangku yang lebih atas. Rasa terima kasihnya semakin tinggi. Kegembiraannya juga makin bertambah.
Seperti itulah, dunia merupakan ruang tamu al-Rahman. Muka bumi adalah hidangan rahmat. Sedangkan tingkatan-tingkatan rezeki dan martabat-martabat nikmat adalah seperti bangku yang ada di majelis tersebut.
Siapa pun bisa merasakan efek buruk sifat tamak. Contohnya, semua orang akan merasakan dalam hatinya bahwa ketika dua orang pengemis meminta sesuatu, mereka tidak akan memberi sedekah kepada pengemis yang meminta dengan tamak karena mereka tidak menyukai sifat tersebut. Sebaliknya kepada pengemis yang meminta dengan tenang mereka akan berasa kasihan lalu memberi sedekah.
Contoh lain: Saat Anda kehilangan rasa kantuk pada waktu malam, jika Anda mau berbaring dan tidak mempedulikannya, rasa kantuk itu akan datang. Namun, jika Anda menginginkan tidur dengan tamak dan mengatakan, “Aku pasti tidur, aku pasti tidur,” Anda akan kehilangan seluruh rasa kantuk.
Contohnya lagi: jika Anda menunggu seseorang untuk suatu perkara yang penting dengan tamak. Anda berkata, “Mengapa dia belum datang, mengapa dia belum datang juga.” Akhirnya ketamakan itu akan mengurangi kesabaran Anda, yang membuat Anda berdiri dari tempat duduk dan pergi. Selepas satu menit orang itu datang, namun perkara penting yang Anda nantikan itu sudah lenyap.
161. Page
Rahasia masalah ini ialah sebagaimana adanya sepotong roti bergantung pada ladang, gudang, alat penumbuk dan mesin oven roti, begitu juga dalam hal tertib terwujudnya segala sesuatu merupakan hikmah dari pertimbangan yang matang. Seseorang tidak akan dapat bertindak dengan pertimbangan matang karena ketamakannya, dia tidak akan mengikuti anak tangga maknawi yang terdapat pada benda-benda yang tersusun itu; sama saja apakah dia akan melompat lalu jatuh ataukah dia akan kekurangan satu anak tangga. Maka dia tidak dapat sampai ke tempat tujuan.
Karena itu, wahai saudara-saudara yang bingung dengan masalah hidup dan mabuk dengan ketamakan dunia! Walaupun ketamakan merupakan sesuatu yang berbahaya dan merugikan sedemikian rupa, bagaimanakah Anda sanggup melakukan semua kehinaan, sanggup menerima segala harta tanpa mempersoalkan halal haram, dan sanggup mengorbankan banyak perkara yang diperlukan untuk kehidupan akhirat demi ketamakan? Sampai-sampai Anda meninggalkan zakat, yang merupakan rukun yang penting di antara rukun-rukun Islam, demi ketamakan. Padahal zakat adalah penyebab keberkahan dan penghalang bala untuk semua orang. Biasanya, sejumlah harta senilai zakat akan keluar dari tangan orang yang tidak memberikan zakat, entah karena dia membelanjakannya untuk hal-hal tidak penting, atau karena musibah yang datang lalu mencabut harta tersebut.
Dalam satu mimpi yang mempunyai makna, pada tahun kelima Perang Dunia, saya ditanya, “Mengapa kelaparan, kehilangan harta dan kesusahan raga badan ini menimpa orang Islam?”
Dalam mimpi itu saya telah menjawab, “Allah Ta’ala telah meminta dari kita sepersepuluh dari sebagian harta[1]yang telah Dia berikan pada kita, danseperempatpuluh[2]pada bagiannya yang lain, agarkita memperoleh doa orang-orang miskin dan dapat menghalangi dendam dan hasad dengki mereka. Akibat ketamakan, kita menjadi pelit lalu tidak memberi zakat. Lantaran itu, Allah Ta’ala mengambil tigapuluh dari empatpuluh harta kita, atau delapan dari sepuluhnya.
Dalam setiap tahun, Dia juga meminta supaya kita menanggung sejenis kelaparan yang mengandung tujuh puluh hikmah selama sebulan. Kita merasa kasihan pada jiwa kita lalu tidak merasakan kelaparan yang sementara dan lezat. Sebagai hukuman, Allah Ta’ala menyebabkan kita melakukan sejenis puasa yang merupakan musibah dari tujuhpuluh sudut selama lima tahun secara paksa.
Dari duapuluh empat jam, Dia meminta dari kita satu jam untuk sejenis latihan rabbani yang menarik dan tinggi, bercahaya dan berfaidah. Namun, kita merasa malas lalu tidak menunaikan shalat. Dengan memasukkan satu jam itu ke dalam jam-jam yang lain, sesungguhnya kita telah menyia-
[1] Yakni sepersepuluh, atau kekayaan seperti jagung yang setiap tahun menghasilkan tanaman baru.
[2]1/40 dari apa pun yang menghasilkan keuntungan komersial dalam masawaktu satu tahun.
162. Page
nyiakannya. Sebagai kaffarahnya Allah Ta’ala menyebabkan kita menunaikan sejenis shalat melalui latihan dan pekerjaan berat selama lima tahun.”
Kemudian saya terjaga dan berfikir, saya lantas memahami bahwa dalam mimpi khayalan itu terdapat satu hakikat yang sangat penting. Sebagaimana yang telah diuraikan dan dibuktikan pada pembahasan tentang perbandingan antara hukum-hukum al-Qur’an dengan peradaban modern dalam “Kalimat Keduapuluh Lima,” ada dua hal yang menjadi penyebab semua keburukan akhlak dan kerusakan dalam kehidupan bermasyarakat manusia, yaitu:
Pertama: “Kalau aku sudah kenyang dan orang lain mati akibat kelaparan, apa peduliku?”
Kedua: “Kamu kerja, aku makan.”
Faktor yang memberlakukan dua kata-kata ini ialah penerapan sistem riba dan pengabaian zakat.
Satu-satunya cara untuk mengobati dua penyakit masyarakat yang dahsyat ini adalah dengan mewajibkan zakat dan mengharamkan riba melalui pelaksanaan zakat sebagai aturan bersama. Untuk mendatangkan kebahagiaan hidup bukan hanya pada individu dan kelompok-kelompok tertentu saja, bahkan seluruh manusia, rukun yang paling penting bahkan tiang paling utamanya ialah zakat. Ini karena di kalangan manusia terdapat dua golongan; golongan khusus (khawas) dan awam. Zakatlah yang menjamin kasih sayang dan ihsan dari golongan khawas kepada golongan awam, sekaligus sebagai penghormatan serta ketaatan dari golongan awam kepada golongan khawas. Jika tidak, dari atas akan turun kezaliman dan penganiayaan ke atas golongan awam dan akan lahir dendam serta penentangan dari golongan awam terhadap orang-orang kaya. Maka dua golongan manusia ini akan senantiasa berada dalam peperangan maknawi dan huru-hara tiada henti. Begitulah seterusnya sehingga seperti yang terjadi di Rusia, kekacauan bermula dalam bentuk perjuangan demi pekerjaan dan modal.
Wahai orang-orang yang pemurah dan memiliki sanubari, wahai orang-orang yang dermawan dan suka berbuat kebajikan! Sekiranya kebaikan tidak berlaku atas nama zakat, akan muncul tiga kerugian. Malah kadang-kadang ia hilang sia-sia. Karena Anda tidak memberi karena Allah, secara maknawi Anda berhutang budi. Anda membiarkan orang fakir berada di bawah tawanan rasa hutang budi. Malah, Anda akan terhalang dari doanya yang mustajab. Walaupun Anda menjadi seorang pegawai yang membagi-bagikan harta Allah kepada hamba-hamba-Nya, namun, dengan menyangka dirimu sebagai pemilik harta itu, Anda mengkufuri nikmat. Jika Anda memberinya atas nama zakat, maka oleh sebab Anda memberinya karena Allah, Anda mendapat satu pahala dan memperlihatkan sifat mensyukuri nikmat. Demikian halnya dengan orang yang memerlukan bantuan, karena dia tidak
163. Page
perlu menampakkan penampilan yang memprihatinkan kepada Anda, sehingga kemuliaan dirinya akan terpelihara dan doanya untuk Anda akan dikabulkan.
Ya, amat jauh berbeda antara hasil-hasil berbahaya yang didapatkan karena riya, ketenaran, mengungkit-ungkit kebaikan, dan merendahkan diri, dengan hasil-hasil bermanfaat yang didapatkan dengan memberikan uang senilai zakat, memberikan bantuan, atau dengan cara-cara lain yang lebih banyak dengan berbagi atas nama zakat, di samping pahala, keikhlasan, dan doa mustajab yang didapatkan. Tentu sangat jauh perbedaan antara keduanya.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah [2]: 32)
اللهم صل و سلم على سيدنا محمد الذي قال: "المؤمن للمؤمن كالبنيان يشد بعضها بعضا" و قال: "القناعة كنز لا يفني" و على آله و صحبه أجمعين، آمين
والحمد لله رب العالمين
Ya Allah! Limpahkanlah kesejahteraan kepada junjungan kami, Muhammad, yang bersabda, “Orang mukmin bagi mukmin lain itu laksana bangunan yang saling memperkokoh satu sama lain,” dan bersabda, “Qana’ah adalah harta simpanan yang tak pernah habis,” limpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya. Amin.
Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.
164. Page
PENUTUP
Tentang Ghibah
باسمه
Dengan Nama-Nya
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)
Inilah satu ayat tentang larangan ghibah yang telah dijelaskan dalam enam aspek mukjizat. Ayat ini termasuk contoh bagian dari maqam celaan dan larangan yang tertera dalam “Poin Kelima” dari “Sinar Pertama” bagi “Suluh Pertama” dalam “Kalimat Keduapuluh Lima.” Ayat ini tidak lagi memerlukan penjelasan lain, karena sebelumnya sudah dijelaskan secara tuntas tentang sejauh mana keburukan ghibah menurut al-Qur’an. Ya, tidak ada lagi penjelasan, dan tidak diperlukan lagi penjelasan lain, setelah penjelasan al-Qur’an.
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا
Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? (Qs. al-Hujurat [49]: 12)
Ayat ini mencela perbuatan ghibah dalam enam derajat, dan melarang keras perbuatan ghibah dalam enam tahap. Ketika ayat ini ditujukan secara langsung kepada orang-orang yang melakukan ghibah, maknanya adalah seperti berikut:
“Seperti diketahui, huruf Hamzah pada permulaan ayat adalah kata tanya dengan makna ‘apakah’. Makna kata tanya itu memasuki semua kalimat dalam ayat tersebut seperti air. Setiap kalimat mengandungi suatu hukum secara eksplisit.
Pertama: Melalui huruf Hamzah ayat ini berkata, “Bukankah kalian mempunyai akal yang menjadi tempat untuk bertanya dan menjawab, hingga ia tidak dapat memahami sesuatu yang buruk seperti ini?”
Kedua: Melalui kata “يُحِبُّ” ayat ini berkata, “Apakah hati Anda yang menjadi tempat perasaan suka dan benci telah rusak sampai-sampai ia menyukai perkara yang amat dibenci?”
Ketiga: Melalui kata “أَحَدُكُمْ” ayat ini berkata, “Apa gerangan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat dan peradaban kalian yang bertumpu pada kelompok sampai-sampai ia bisa menerima perbuatan yang meracuni hidup kalian seperti ini?”
165. Page
Keempat: Melalui ungkapan يَاْكُل لَحْم" أَن" ayat ini berkata, “Apa yang telah menimpa kemanusiaan kalian sampai-sampai kalian mengoyak sahabat kalian dengan gigi seperti binatang buas?”
Kelima: Melalui kata “أَخِيهِ” ayat ini berkata, “Bukankah kalian memiliki belas kasih terhadap sesama ras kalian; bukankah kalian memiliki ikatan kekerabatan dengan mereka; sampai-sampai kalian menyerang pribadi maknawi seorang yang dizalimi yang merupakan saudara kalian sendiri dalam banyak sisi dengan cara yang kejam?” dan bukankah kalian memiliki akal sehingga kalian menggigit anggota tubuh kalian dengan gigi kalian sendiri seperti orang gila?”
Keenam: Melalui perkataan “مَيْتًا” ayat ini berkata, “Di manakah sanubari kalian? Apakah fitrah kalian telah rusak sampai-sampai kalian melakukan perbuatan yang amat dibenci dengan memakan daging saudara kalian yang seharusnya kalian muliakan?”
Melalui ungkapan dan petunjuk kata-kata ayat ini secara keseluruhan, dapat difahami bahwa mencela dan menggunjing sama-sama tercela menurut akal, hati, kemanusiaan, perasaan, fitrah, dan millah.
Perhatikan bagaimana ayat ini secara ringkas melarang kejahatan tersebut dalam enam peringkat dan mencegah celaan melalui enam tahap secara i’jaz. Ghibah ialah senjata hina yang paling banyak digunakan oleh golongan yang suka bermusuhan, pendengki dan keras kepala. Orang yang memiliki kemuliaan diri tidak akan pernah merendahkan dirinya pada senjata keji ini, dan tidak akan menggunakannya.
Seperti dituturkan oleh salah seorang yang masyhur:
و أُكبِرُ نفسِي عن جزَاءٍ بغِيبَةٍ فكُلُّ اغْتِيَابٍ جهدُ من لَا لَهُ جهدٌ
Aku menghindarkan diriku untuk memberi hukuman dengan melakukan ghibah
Karena setiap ghibah adalah pekerjaan orang tak berpunya
Maksudnya, aku menghindarkan diri untuk memberikan hukuman kepada musuhku dengan cara melakukan ghibah, karena ghibah adalah senjata orang-orang lemah dan hina.
Ghibah adalah perkataan yang, jika orang yang digunjing mendengar, dia akan merasa benci dan marah. Bahkan, kalau pun apa dikatakannya benar, itu tetap ghibah. Jika perkataannya dusta, itu ghibah sekaligus kebohongan, dan merupakan dosa buruk yang berlipat-lipat.
Ghibah dibolehkan dalam perkara tertentu:
Pertama: Menyampaikan ghibah dalam bentuk pengaduan kepada seseorang yang bertanggungjawab supaya orang itu dapat membantu menghilangkan kemungkaran dan keburukan yang dimaksudkan dari orang yang diadukan dan mengambil kembali haknya yang ia rampas.
166. Page
Kedua: Ketika seseorang hendak bekerjasama dengan seseorang yang lain. Dia berbincang dengan Anda, maka tanpa niat buruk dan semata-mata untuk kemaslahatan, juga untuk memberikan pendapat, Anda berkata, “Jangan bekerjasama dengannya karena Anda akan rugi.”
Ketiga: Jika tujuannya bukanlah untuk menghina dan menyebarkan aib, tapi untuk memberitahu sesuatu. Contohnya, seseorang berkata, “Si bodoh pincang itu bingung mau pergi ke tempat ini dan itu.”
Keempat: Orang yang diumpat itu adalah seorang fasik yang sengaja terang-terangan menyatakan kefasikannya (mutajahir). Yakni orang itu tidak malu dengan kejahatan, bahkan merasa bangga dengan keburukan yang telah dilakukannya, dan dia merasa senang dengan kezalimannya. Tanpa rasa malu dia melakukannya secara terang-terangan.
Maka, ghibah hanya dibenarkan pada perkara-perkara tertentu seperti ini tanpa niat yang buruk dan semata karena kebenaran dan kemaslahatan. Jika tidak, seperti halnya api memakan habis kayu, umpatan juga memakan habis amalan-amalan shalih.
Jika seseorang melakukan ghibah atau mendengarnya secara sengaja, seketika itu dia harus berdoa,
اللهم اغفِر لنا و لمن اغْتَبنَاهُ
“Ya Allah, ampunilah kami dan orang yang kami gunjing.”
Kemudian apabila dia berjumpa dengan orang yang pernah ia bicarakan, dia perlu berkata “Maafkan saya, dan bebaskan saya dari hak Anda.”
الباقي هو الباقي