NAVIGATION
291. Page
SURAT KEDUA PULUH SEMBILAN
Surat ini terdiri dari sembilan bagian
Bagian Pertama
Terdiri dari sembilan nuktah
بسم الله الرحمن الرحيم
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)
Saudaraku yang terhormat dan tulus, temanku yang ikhlas dan bersungguh-sungguh dalam khidmat al-Qur’an! Dalam suratmu kali ini, engkau meminta jawaban atas masalah penting di mana waktu dan kesempatan saya tidak memungkinkan untuk menjawabnya.
Saudaraku, segala puji bagi Allah, kini semakin banyak orang yang menggandakan Risalah al-Nur, dan saat ini saya harus memberikan koreksi untuk kali kedua yang sangat menyita waktu saya dari pagi hingga sore, sehingga menunda banyak sekali pekerjaan utama saya. Namun bagi saya, tugas ini jauh lebih mulia dari yang lain, khususnya di bulan Sya’ban dan Ramadhan ini, karena di dua bulan ini, hati memiliki bagian besar melebihi bagian akal, dan ruhani pun bergerak saat itu.
Karena itu, pertanyaanmu ini perlu ditunda lain waktu saja kala rahmat Allah datang ke dalam hati. Jawabannya akan disampaikan secara bertahap. Untuk kali ini, berikut akan saya jelaskan tiga nuktah:
292. Page
Nuktah Pertama:
Pernyataan, “Rahasia-rahasia al-Qur’an tidak diketahui dan tidak difahami hakikatnya oleh para ahli tafsir” memiliki dua sisi, dan yang menyatakan kata-kata ini ada dua kelompok:
Kelompok pertama, para ahli kebenaran (ahl al-haq) dan sarjana peneliti (ahl al-daqiq). Mereka menyatakan bahwa, “Al-Qur’an merupakan harta simpanan yang takkan pernah lenyap dan habis. Setiap generasi di suatu masa selain menerima nash-nash dan muhkamat-muhkamat al-Qur’an, mereka juga mendapatkan bagian dari hakikat-hakikat al-Qur’an yang tersembunyi dalam bentuk tambahan-tambahan, dan tidak mengusik bagian tersembunyi dari generasi lain.”
Maksud kata-kata mereka ini adalah hakikat al-Qur’an akan semakin terungkap seiring perjalanan waktu. Ini sama sekali tidak berarti meragukan penjelasan tentang hakikat-hakikat lahiriah al-Qur’an yang disampaikan para ulama salaf shalih, karena hakikat-hakikat tersebut harus diimani, karena bagaimana pun juga ayat-ayat al-Qur’an adalah nash qath’i, asas, rukun, goresan rabbani yang menjelaskan bahwa makna-makna al-Qur’an jelas dan gamblang, seperti disebutkan dalam ayat:
لِسَانٌ عَرَبِيٌّ مُّبِينٌ
Dalam bahasa Arab yang terang. (Qs. al-Nahl [16]: 103)
Kalam ilahi dari awal hingga akhir membahas dan memperkuat makna-makna ini, mengangkatnya hingga tingkatan sanggup membuktikan dirinya sendiri. Karena itu, tidak menerima makna-makna yang disebut dalam nash-nash berarti mendustakan Allah, amit-amit… amit-amit!, serta memalsukan pemahaman Nabi S.a.w sebagai pengemban risalah, amit-amit… amit-amit!
Dengan demikian, makna-makna yang disebut dalam nash tersebut bersumber dari risalah secara terangkai. Imam Ibnu Jarir al-Thabari menyambung seluruh makna-makna al-Qur’an dengan sumber risalah melalui sanad ‘an’anah (dari si fulan, dari si fulan, dari si fulan) secara terangkai, dan menyusun sebuah kitab tafsir sesuai metode ini.
293. Page
Kelompok kedua, mungkin mereka ini teman-teman yang bodoh, membawa keburukan di saat mereka menginginkan kebaikan, atau mungkin mereka ini musuh-musuh yang memiliki kecerdasan setan. Mereka ingin menentang hukum-hukum Islam dan hakikat-hakikat iman. Mereka mencari celah di antara surah-surah al-Qur’an yang dibentengi yang, menurut istilahmu, laksana benteng besi baja al-Qur’an. Mereka menyebarkan kebohongan-kebohongan seperti ini demi menebar keraguan seputar hakikat-hakikat al-Qur’an dan hakikat-hakikat iman.
Nuktah Kedua:
Allah bersumpah dengan menyebut banyak hal dalam al-Qur’an. Di balik sumpah-sumpah al-Qur’an terdapat banyak sekali nuktah agung dan berbagai rahasia.
Contoh:
وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا
Demi matahari dan cahayanya di pagi hari. (Qs. al-Syams [91]: 1)
Sumpah dalam ayat ini mengisyaratkan sebuah asas perumpamaan indah yang tertera dalam “Kalimat Kesebelas” dan menyebut jagad raya laksana sebuah istana dan sebuah kota.
يس وَالْقُرْآنِ الْحَكِيمِ
Ya sin. Demi al-Qur’an yang penuh hikmah. (Qs. Yasin [36]: 1-2)
Sumpah dalam ayat ini mengingatkan kesucian jenis-jenis kemukjizatan al-Qur’an yang termasuk keagungan dan keluhuran sehingga dijadikan sumpah.
وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَىٰ
Demi bintang ketika terbenam. (Qs. al-Najm [53]: 1)
فَلَا أُقْسِمُ بِمَوَاقِعِ النُّجُومِ وَإِنَّهُ لَقَسَمٌ لَّوْ تَعْلَمُونَ عَظِيمٌ
Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Qs. al-Waqi’ah [56]: 75-76)
294. Page
Sumpah dalam ayat ini mengisyaratkan jatuhnya bintang-bintang sebagai pertanda kabar-kabar gaib tentang jin dan setan sudah terhenti, sehingga mereka tidak mampu mencampurkan syubhat dengan wahyu. Sumpah ini juga mengingatkan akan keagungan kuasa dan kesempurnaan hikmah terkait posisi bintang-bintang yang tertata begitu rapi dan sempurna, meski bentuknya yang begitu besar dan berotasi dalam bentuk yang amat mencengangkan.
Allah bersumpah dengan menyebut para malaikat yang ditugaskan mengurus angin:
وَالذَّارِيَاتِ ذَرْوًا
Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat. (Qs. al-Dzariyat [51]: 1)
وَالْمُرْسَلَاتِ عُرْفًا
Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan. (Qs. al-Mursalat [77]: 1) Sumpah dengan malaikat yang mewakili udara ini mengingatkan hikmah penting gelombang udara, sekaligus menarik perhatian bahwa unsur-unsur udara yang dikiranya hanya berdasarkan faktor kebetulan, sebenarnya semata menjalankan tugas-tugas mulia dan memiliki banyak sekali hikmah yang amat jeli.
Seperti itulah setiap sumpah memiliki poin dan faidah tersendiri. Mengingat waktu tidak memungkinkan, berikut akan kami sampaikan sebuah poin secara garis besar di antara sekian banyak poin terkait sumpah dalam firman:
وَالتِّينِ وَالزَّيْتُونِ
Demi (buah) Tin dan (buah) Zaitun. (Qs. al-Tin [95]: 1)
Dengan bersumpah demi buah Tin dan buah Zaitun, Allah bermaksud mengingatkan akan keagungan kuasa-Nya, kesempurnaan rahmat-Nya, dan keagungan nikmat-Nya, mengalihkan wajah manusia yang mengarah ke tingkatan paling rendah dari arah neraka, dan mengisyaratkan bahwa dengan bersyukur, merenung, beriman, dan beramal shalih, manusia bisa meraih tingkatan-tingkatan maknawi luhur, bahkan tingkatan ‘illiyyin teratas.
295. Page
Adanya buah Tin dan Zaitun secara khusus disebut di antara sekian banyak nikmat yang begitu banyak, semata karena kedua buah ini diberkahi dan sangat bermanfaat. Di balik penciptaan kedua buah ini terdapat banyak hal sebagai basis segala kenikmatan dan pusat perenungan. Sebab, seperti halnya buah Tin membentuk asas terbesar dalam kehidupan sosial, perdagangan, penerangan, dan gizi, penciptaan buah Tin juga menampakkan sebuah mukjizat kuasa yang begitu menawan dan luar biasa berikut: bagian-bagian pohon Tin yang begitu besar disimpan dalam biji-bijian yang kecil, sekecil atom. Sumpah ini juga mengingatkan akan berbagai macam karunia ilahi di balik rasa buah Tin, buahnya yang tahan lama tidak seperti buah-buah lainnya, juga beragam manfaat lainnya, di samping memberikan pelajaran untuk mengangkat manusia ke tingkatan iman dan amal shalih, serta mencegah agar tidak merosot ke tingkatan titik nadir paling bawah.
Nuktah Ketiga:
Huruf-huruf potongan di awal sejumlah surat merupakan kode-kode ilahi yang dengannya Allah memberikan sebagian isyarat gaib pada hamba yang Ia pilih. Kunci kode-kode tersebut dimiliki si hamba terpilih tersebut, juga para pewarisnya.
Mengingat al-Qur’an menyampaikan pesan kepada seluruh zaman dan kelompok umat manusia, al-Qur’an memiliki sejumlah aspek dan makna beragam sesuai bagian setiap tingkatan generasi dan zaman. Salaf shalih mendapatkan bagian paling jernih, karena mereka inilah yang menjelaskan aspek dan makna-makna al-Qur’an.
Melalui huruf-huruf potongan ini, para wali dan ahli tahqiq menemukan banyak sekali isyarat pemberlakuan hal-hal gaib terkait perjalanan ruhani. Sebagian di antaranya sudah kita bahas dalam penafsiran “Isyarat-isyarat Mukjizat” di awal surah al-Baqarah dari sisi mukjizat kefasihan. Silahkan merujuk penjelasan yang dimaksud.
Nuktah Keempat:
“Kalimat Keduapuluh Lima” menyebutkan bahwa al-Qur’an tidak mungkin diterjemahkan secara hakiki, dan gaya bahasanya yang tinggi dan luhur di balik kemukjizatan
296. Page
maknawi tidak bisa diterjemahkan. Menjelaskan dan memahamkan daya rasa dan hakikat yang muncul dari gaya bahasa al-Qur’an yang tinggi dan tersembunyi di balik kemukjizatan maknawi terasa begitu sulit dan rumit. Meski demikian, berikut akan kami sampaikan beberapa sisi kemukjizatan gaya bahasa al-Qur’an:
وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَاخْتِلَافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَآيَاتٍ لِّلْعَالِمِينَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. (Qs. al-Rum [30]: 22)
وَمَا قَدَرُوا اللَّهَ حَقَّ قَدْرِهِ وَالْأَرْضُ جَمِيعًا قَبْضَتُهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَالسَّمَاوَاتُ مَطْوِيَّاتٌ بِيَمِينِهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَىٰ عَمَّا يُشْرِكُونَ
Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang semestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Maha Suci Tuhan dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan. (Qs. al-Zumar [39]: 67)
خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَأَنزَلَ لَكُم مِّنَ الْأَنْعَامِ ثَمَانِيَةَ أَزْوَاجٍ يَخْلُقُكُمْ فِي بُطُونِ أُمَّهَاتِكُمْ خَلْقًا مِّن بَعْدِ خَلْقٍ فِي ظُلُمَاتٍ ثَلَاثٍ ذَٰلِكُمُ اللَّهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ فَأَنَّىٰ تُصْرَفُونَ
Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia. Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan? (Qs. al-Zumar [39]: 6)
إِنَّ رَبَّكُمُ اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ
Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa. (Qs. Yunus [10]: 3)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَجِيبُوا لِلَّهِ وَلِلرَّسُولِ إِذَا دَعَاكُمْ لِمَا يُحْيِيكُمْ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَحُولُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهِ وَأَنَّهُ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
297. Page
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu. Ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya, dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan. (Qs. al-Anfal [8]: 24)
لَا يَعْزُبُ عَنْهُ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَلَا أَصْغَرُ مِن ذَٰلِكَ وَلَا أَكْبَرُ إِلَّا فِي كِتَابٍ مُّبِينٍ
Tidak ada tersembunyi daripada-Nya sebesar zarrahpun yang ada di langit dan yang ada di bumi dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh). (Qs. Saba’ [34]: 3)
يُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَيُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ وَهُوَ عَلِيمٌ بِذَاتِ الصُّدُورِ
Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha mengetahui segala isi hati. (Qs. al-Hadid [57]: 6)
Melalui ayat-ayat di atas dan ayat-ayat senada lainnya, al-Qur’an menggambarkan hakikat penciptaan dengan gaya bahasa tinggi, menawan, luar biasa, dan menyeluruh, sekaligus menunjukkan bahwa Sang Pembangun jagad raya ini yang merupakan Pencipta alam, menempatkan matahari dan bulan di tempatnya masing-masing dengan palu maknawi. Dengan palu maknawi dan dalam saat yang bersamaan, Ia menempatkan atom-atom di biji mata para makhluk hidup, misalnya. Ia menata seluruh langit dengan penuh perhitungan, membuka langit dengan alat maknawi, dan dalam saat yang bersamaan, juga bersamaan dengan pengaturan ini, Allah membuka kelopak penutup mata, menciptakan, menyusun dan menatanya di mata.
Sang pencipta menempatkan bintang-bintang di langit dengan palu maknawi kuasa maknawi. Dan dengan palu maknawi yang sama, Ia mengukir setiap titik-titik pertanda tanpa batas di wajah manusia, juga menempatkan indera-indera lahir dan batin di posisinya yang tepat.
Artinya, Sang Pencipta memukulkan palu ayat-ayat al-Qur’an ke atom agar memperlihatkan pekerjaan-pekerjaan-Nya untuk mata dan telinga saat menjalankan fungsi masing-masing. Dengan kata lain dan dengan ayat yang sama, Allah dengan palu tersebut
298. Page
memukul matahari. Dengan gaya bahasa yang tinggi, Allah memperlihatkan kesatuan di balik keesaan Zat-Nya, Allah memperlihatkan puncak kemuliaan di balik puncak keindahan, puncak keagungan di balik puncak kesamaran, puncak kelapangan di balik puncak kejelian, puncak keagungan di balik puncak rahmat, puncak kejauhan di balik puncak kedekatan. Allah menjelaskan tingkatan hal-hal yang berseberangan paling jauh yang dianggap mustahil, dalam bentuk yang mencapai tingkatan wajib, serta menegaskannya.
Jenis kefasihan dan gaya bahasa inilah yang mendorong orang-orang paling fasih sekali pun untuk sujud karena kefasihan yang dimiliki gaya bahasa al-Qur’an.
Sebagai contoh, ayat berikut:
وَمِنْ آيَاتِهِ أَن تَقُومَ السَّمَاءُ وَالْأَرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِّنَ الْأَرْضِ إِذَا أَنتُمْ تَخْرُجُونَ
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan perintah-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu (juga) kamu keluar (dari kubur). (Qs. al-Rum [30]: 25)
Melalui ayat ini Allah menjelaskan keagungan kuasa rububiyah-Nya dengan gaya bahasa tinggi. Jelasnya demikian:
Langit dan bumi laksana dua kamp yang dikuasai dan dalam bentuk markas militerdua tentara yang tertata rapi dan berwibawa. Seluruh wujud yang tidur panjang di balik tirai kefanaan dan ketiadaan menjalankan perintah-perintah berdasarkan satu perintah dan isyarat seperti terompet dengan begitu cepat dan patuh secara sempurna seraya mengatakan, “Aku penuhi panggilan-Mu,” lalu bangkit dari kubur menuju padang mahsyar dan tempat pengujian.
Perhatikan! Bagaimana ayat ini menjelaskan tentang penghimpunan makhluk dan hari kiamat dengan gaya bahasa tinggi sekaligus bernuansa mukjizat. Ayat ini juga mengisyaratkan pada sebuah dalil pasti untuk pernyataan kami:
Sebagaimana biji-bijian yang tersembunyi di dalam tanah dan terbilang mati, seperti halnya tetesan-tetesan air yang bersembunyi di udara dikumpulkan setiap kali musim semi dengan sangat tertata rapi dan cepat, muncul ke medan ujian, seperti halnya biji-bijian yang ada di tanah, dan tetesan-tetesan air yang ada di udara senantiasa menggambarkan bentuk
299. Page
penghimpunan seluruh makhluk, demikian pula halnya penghimpunan terbesar yang terlihat semudah itu. Seperti halnya engkau menyaksikan contoh di atas, berarti kau tidak bisa memungkiri adanya penghimpunan seluruh makhluk.
Kau bisa membandingkan ayat ini dengan ayat-ayat lain yang memiliki tingkat kefasihan serupa.
Apakah gerangan ayat-ayat seperti ini bisa diterjemahkan secara hakiki? Sama sekali tidak mungkin! Jika pun diperlukan, cukup menulis makna-makna ayat secara garis besar saja, atau menulis penafsiran dalam beberapa baris kata untuk setiap rangkaian kata-kata ayat tersebut.
Nuktah Kelima:
“Alhamdulillah” adalah kata-kata al-Qur’an. Makna paling singkatnya, seperti yang disampaikan kaidah-kaidah ilmu nahwu dan bayan, adalah sebagai berikut:
كُلّ فَردٍ من أَفرَاد الحَمدِ منْ أيِّ حَامدٍ صدَرَ،وعلى أيِّ مَحمُوْدٍ وقَع،من الأزَل إلى الأبَد، خَاصٌّ ومُستَحَقٌّ للذَّات الوَاجب الوُجُود المُسمى بالله
“Seluruh bagian pujian yang berasal dari pemuji siapa saja dan ditujukan untuk apa saja, sejak zaman azali hingga selamanya, dikhususkan dan berhak didapatkan Zat yang Wajib Ada, yang disebut Allah.”
“Seluruh bagian pujian” menunjukkan makna umum karena adanya huruf “al” (ال) pada al-hamdu (الحمد). Adapun batasan "dari pemuji siapa saja," karena "pujian" (hamd) adalah kata benda verbal dan dengan dihilangkannya partisip aktif (fa’il), itu menunjukkan makna umum dalam hal ini. Tidak disebutnya partisip pasif (maf’ul) juga menunjukkan makna umum, dalam hal ini disebutkan oleh batasan “dan ditujukan untuk apa saja.”
“Sejak zaman azali hingga selamanya,” menunjukkan keabadian, karena kaidah menunjukkan, peralihan dari jumlah fi’liyah ke jumlah ismiyah menunjukkan seperti itu.
300. Page
Makna “khusus dan berhak didapatkan” ditunjukkan oleh huruf lam jar(ل) yang ada dalam lafadz “Allah,” karena lam ini menunjukkan pengkhususan.
“Untuk Zat yang Wajib Ada” karena keharusan wujud adalah kepastian uluhiyah sekaligus sebagai gelar Zat-Nya, karena lafadz “Allah” menunjukkan seluruh nama-nama dan sifat-sifat sesuai petunjuk korelasi (iltizamiyah), karena lafadz ini adalah lafadz menyeluruh untuk nama-nama dan sifat-sifat-Nya, juga sebagai nama paling agung. Dan secara esensi menunjukkan gelar Zat yang Wajib Ada.
Jika makna-makna lahiriah paling singkat untuk rangkaian kata “alhamdulillah” (الحمدلله) dan makna yang disepakati oleh ulama bahasa Arab saja sudah sedemikian rupa, lalu bagaimana bisa diterjemahkan ke bahasa lain dengan sisi kemukjizatan dan kekuatan seperti itu?!
Selain itu, dari sekian bahasa selain bahasa Arab, ada satu bahasa yang memiliki gramatika seperti ilmu nahwu, hanya saja bahasa ini tidak mampu mencapai sisi kelengkapan yang dimiliki bahasa Arab.
Kata-kata al-Qur’an akan terlihat sebagai mukjizat melalui ilmu nahwu yang ada di dalam ilmu menyeluruh yang mengetahui dan menginginkan segala sisinya secara bersamaan. Berbeda dengan kata-kata bahasa terjemahan yang bisa didapatkan melalui perantara dialek-dialek bahasa gramatikal (tarkibiyyah) yang dimiliki sebagian orang dengan pemahaman terbatas, fikiran kacau balau, dan hati kelam. Lantas mungkinkah bahasa buatan orang-orang seperti itu bisa menggantikan bahasa al-Qur’an?!
Bahkan, bisa saya katakan bahwa setiap huruf al-Qur’an merupakan simpanan hakikat. Kadang, satu huruf memberikan pelajaran hakikat seukuran satu halaman penuh.
Nuktah Keenam:
Untuk memahami makna ini lebih jelas, berikut saya sebutkan sebuah kondisi dan khayalan hakikat yang pernah saya rasakan. Suatu ketika, saya merenungkan “nun” pada kata ganti jamak orang pertama (dhamir mutakallim ma’a al-ghair) di ayat berikut:
301. Page
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Qs. al-Fatihah [1]: 5)
Hati saya mencari tahu penyebab peralihan kata ganti tunggal ke kata ganti jamak pada kata “kami menyembah,” dan seketika itu juga tersingkap oleh saya keutamaan dan rahasia shalat berjamaah dari huruf “nun.” Akhirnya saya menyadari bahwa semua orang yang shalat berjamaah di Masjid Jami’ Bayazid, tempat biasa saya mengerjakan shalat berjamaah, memberikan syafaat untuk saya. Mereka semua bersaksi akan segala hukum dan pernyataan yang saya tampakkan dalam bacaan saya, hingga saya memiliki keberanian untuk mempersembahkan ibadah saya yang tidak sempurna ini di antara ibadah-ibadah yang begitu banyak dan agung milik jamaah tersebut ke hadirat ilahi.
Selanjutnya, tersingkaplah sebuah tirai lain seketika itu juga, bahwa masjid-masjid Istanbul saling terhubung satu sama lain. Kota ini menjadi seperti Masjid Jami’ Bayazid, hingga saya merasa mendapatkan doa dan pengakuan mereka secara maknawi.
Saya merasakan berada di antara shaf-shaf memutar di sekitar Ka’bah di masjid bumi ini, dan saya ucapkan, “Alhamdulillahi rabb al-‘alamin” (الحمد لله رب العالمين), saya merasa memiliki begitu banyak sekali orang yang memberikan syafaat, mereka juga membaca dan membenarkan bacaan seperti yang saya baca dalam shalat.
Mengingat tirai ini terbuka dalam khayalan, dan Ka’bah menjadi seperti mihrab, saya akhirnya meraih kesempatan ini. Saya jadikan shaf-shaf tersebut sebagai saksi, dan saya sampaikan penerjemah iman ini sebagai kata-kata perpisahan, “Aku bersaksi bahwa tiada ilah (yang berhak diibadahi) selain Allah, dan aku bersaksi Muhammad utusan Allah” (أشهد أن لا إله إلا الله وأشهد أن محمدا رسول الله), yang saya baca dalam tahiyat, dan saya serahkan kepada Hajar Aswad sebagai titipan.
Saat berada dalam kondisi ini, tiba-tiba ada kondisi lain yang tersingkap. Saya melihat jamaah di mana saya bergabung bersama mereka terbagi menjadi tiga lingkaran:
302. Page
Lingkaran pertama:
Jamaah agung yang terdiri dari orang-orang mukmin dan para ahli tauhid yang ada di muka bumi.
Lingkaran kedua:
Saya seakan berada dalam sebuah jamaah, di sana semua wujud tengah menjalankan shalat dan tasbih agung. Setiap kelompok di antara seluruh wujud ini menjalankan tasbih-tasbih khusus, dan pengabdian-pengabdian yang disaksikan yang disebut sebagai tugas segala sesuatu merupakan pertanda ubudiyah mereka semua. Saya akhirnya menundukkan kepala sebagai ungkapan rasa kagum dan gamang seraya mengucapkan, “Allahu akbar” (الله أكبر), lalu saya memandang diri saya.
Lingkaran ketiga:
Di sana, saya melihat sebuah alam kecil yang mencengangkan dari sisi lahiriah dan kualitasnya, namun besar dari sisi hakikat, peran, dan kuantitas.
Artinya, saya melihat sebuah jamaah sibuk, di mana setiap kelompok menjalankan peran ibadah dan syukur, dimulai dari atom-atom tubuh saya hingga indera-indera lahiriah, semuanya yang berada dalam lingkup kelembutan rabbani di dalam tubuh, tepatnya di dalam hati, sama-sama mengucapkan atas nama jamaah ini:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Qs. al-Fatihah [1]: 5)
Sama seperti yang diucapkan lisan saya dengan niat kedua jamaah besar sebelumnya.
Kesimpulan:
Huruf “nun” di kata “na’budu” (نعبد) mengisyaratkan tiga jamaah ini. Saat berada dalam kondisi ini, tiba-tiba terbayang oleh saya sosok maknawi Rasul mulia S.a.w yang merupakan penerjemah dan penyampai al-Qur’an dengan segenap keagungan dan wibawa di mimbar
303. Page
maknawi yang disebut Madinah al-Munawwarah. Sama halnya dengan semua orang, saya membayangkan tengah mendengar kata-kata berikut secara maknawi:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu. (Qs. al-Baqarah [2]: 21)
Setiap individu ketiga jamaah menyahut dengan bacaan:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah. (Qs. al-Fatihah [1]: 5)
Sama seperti bacaan saya.
Karena itu, sesuai kaidah, “Ketika sesuatu terbukti ada, maka terbukti pula segala kaitannya” (إذَا ثبتَ الشَّيءُ ثبتَ بِلوَازمه), muncul hakikat berikut dalam fikiran saya:
Karena Rabb seluruh alam menjadikan manusia sebagai lawan bicara, berbicara dengan seluruh wujud, dan Rasul mulia, Nabi S.a.w, menyampaikan pesan kemuliaan tersebut kepada manusia, bahkan juga untuk seluruh makhluk bernyawa yang memiliki kesadaran dan pemahaman, maka masa lalu dan masa depan sama-sama menjadi seperti masa sekarang, seluruh ras manusia berubah menjadi seperti jamaah dengan shaf-shaf yang berbeda di sebuah majlis, mereka semua mendengar penyampaian sang Rasul mulia dalam bentuk seperti ini. Saat itu, saya melihat setiap ayat al-Qur’an memburat begitu terang di balik kekuatan, keluhuran, dan kefasihan yang didapatkan dari maqam kemuliaan, keagungan dan keindahan puncak, didapatkan pula dari para lawan bicara yang beragam dan begitu banyak, didapatkan dari Zat yang berbicara sejak azali yang keagungan dan kemuliaan-Nya tak terbatas, didapatkan dari penerjemah luhur dan agung yang memiliki maqam cinta agung, Nabi S.a.w.Maka, bukan al-Qur’an secara keseluruhan, bukan satu surah, dan bukan satu ayat al-Qur’an saja yang menjadi mukjizat, tapi setiap kata-katanya juga menjadi seperti mukjizat.
Akhirnya saya mengucapkan, “Segala puji bagi Allah atas karunia cahaya iman dan al-Qur’an” (الحمد لله على نورالاِيمان والقرآن).
304. Page
Saya tersadar dan keluar dari khayalan yang merupakan inti hakikat ini, seperti halnya sebelumnya saya juga membayangkan huruf “nun” dalam kata نعبد , lalu saya sadar bahwa ayat-ayat al-Qur’an, bahkan kata-kata al-Qur’an, dan bahkan sebagian huruf-huruf al-Qur’an, seperti huruf “nun” di “na’budu” (نعبد) semata merupakan kunci cahaya hakikat-hakikat penting.
Kala hati dan khayalan saya keluar meninggalkan huruf “nun” kata نعبد , akal saya menghampiri hati dan khayalan saya. Akal berkata, “Saya juga sedang mencari-cari bagian saya, tapi saya tidak bisa menyusul kalian, karena kedua kaki saya ini adalah dalil dan hujah. Untuk melangkah menuju jalan yang mengantarkan menuju Sang Pencipta yang dimintai pertolongan dalam ayat berikut ini, diperlukan adanya dalil, agar saya bisa menyertai kalian berdua.” Ayat tersebut:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (QS. al-Fatihah [1]: 5)
Saat itu, terlintas dalam hati:
Katakan kepada akal yang bingung ini, “Lihatlah seluruh wujud di jagad raya ini, masing-masing di antara semua itu –entah makhluk hidup ataupun benda mati- memiliki ubudiyah dalam bentuk tugas dan peran yang dijalankan dengan sepenuh ketaatan dan kesempurnaan. Meski sebagian di antaranya tidak punya kesadaran atau perasaan, namun ia tetap menjalankan peran dengan perasaan, kesadaran, kedisiplinan, dan ubudiyah secara sempurna. Karena itu, pasti ada sembahan hakiki dan pemerintah mutlak, Dialah yang menuntun semua wujud itu untuk beribadah.
Setelah itu lihatlah ke seluruh wujud, khususnya makhluk hidup. Masing-masing di antaranya memiliki kebutuhan-kebutuhan yang amat banyak dan beraneka ragam, memiliki keinginan-keinginan yang begitu banyak dan penting untuk keberlangsungan hidup, namun tangannya tak mampu mencapai kebutuhan yang paling rendah sekali pun, dan kebutuhan itu berada di luar kemampuannya. Namun, semua kebutuhan dan keinginan ini diserahkan ke tangan setiap wujud secara sempurna, di saat yang tepat, dan dengan cara yang tidak diduga-duga. Ini terlihat nyata melalui pandangan mata hati.
305. Page
Kemiskinan tanpa batas, kebutuhan-kebutuhan tanpa akhir semua wujud, bantuan-bantuan gaib dan rahmani luar biasa ini, secara pasti menunjukkan bahwa ada yang menjaga dan memberi rizki semua wujud. Dia adalah Sang Maha Kaya secara mutlak, Maha Mulia secara mutlak, Maha Kuasa secara mutlak. Dialah yang dimintai pertolongan oleh segala sesuatu dan semua makhluk hidup, bantuan dan pertolongan-Nya dinantikan, sehingga setiap wujud mengucapkan makna:
وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. (Qs. al-Fatihah [1]: 5)
Saat itu, akal mengatakan, “Kami beriman dan kami percaya.”
Nuktah Ketujuh;
Selanjutnya ketika saya membaca:
اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ
Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka. (Qs. al-Fatihah [1]: 6-7)
Saya menatap, lalu saya melihat di antara kafilah manusia yang berlalu menuju masa lalu. Ada kafilah terang bercahaya. Mereka adalah para nabi, shiddiqun, syuhada dan orang-orang shalih. Mereka meniti jalan besar, lurus, dan membentang menuju keabadian, melenyapkan kegelapan-kegelapan masa depan. Rangkaian kata ini menuntun saya untuk menyusul kafilah tersebut, dan bahkan membuat saya menyusul mereka.
Saat itu juga saya mengucapkan, “Subhanallah!” Siapa saja yang masih memiliki perasaan dan pemahaman meski hanya sebesar atom, harus mengetahui seberapa rugi dan binasa orang yang tidak menyusul kafilah agung yang bercahaya terang yang menerangi kegelapan masa depan, dan berjalan dengan selamat dan aman secara sempurna.
Di mana gerangan orang yang menyimpang menjauhi kafilah agung ini karena membuat-buat bid’ah, bisa menemukan cahaya, dan jalan apa kiranya yang ditempuh?!
306. Page
Pembimbing kita, Rasul mulia S.a.w, pernah menyampaikan, “Setiap bid’ah sesat, dan setiap kesesatan tempatnya di neraka.”[1]
Kepentingan apa kiranya yang bisa didapatkan orang-orang celaka dan sengsara yang layak disebut sebagai ulama busuk (‘ulama’ al-su’), jika dibandingkan dengan hukum qath’i ini. Apa gerangan fatwa yang mereka keluarkan sampai-sampai harus melanggar syiar-syiar Islam yang bersifat pasti ini, padahal tidak diperlukan, dan dalam bentuk yang membahayakan, yang menurut mereka bisa diubah dan diganti. Ulama busuk seperti mereka ini hanya tertipu oleh perhatian sesaat yang muncul dari manifestasi makna-makna sesaat.
Contoh: Ketika kulit hewan atau buah-buahan dikelupas, tentu keduanya terlihat indah untuk sesaat. Dan, tidak lama setelah itu warna daging yang lembut, dan warna buah yang indah di balik kulit yang aneh dan tebal, itu akan segera berubah. Seperti itu juga dengan ungkapan-ungkapan nabawi dan ilahi yang ada dalam syiar-syiar Islam laksana kulit yang memberikan vitalitas dan pahala. Ketika kulit ini dikelupas, cahaya di balik makna-maknanya akan terlihat dalam bentuk telanjang untuk sesaat, namun nyawa makna-makna tersebut terbang melayang seperti buah yang kulitnya dikelupas, meninggalkan kulit-kulit insani di dalam hati dan akal yang gelap pekat, sehingga cahayanya lenyap, yang tersisa hanya asap.
Apa pun keadaannya, kami cukupkan demikian.
Nuktah Kedelapan:
Perlu kiranya kami jelaskan prinsip realitas menyangkut persoalan ini. Demikian jelasnya:
Seperti halnya ada dua jenis hak: hak pribadi dan hak bersama yang bisa dibilang sebagai bagian dari hak-hak Allah. Ada sebagian masalah syariat yang berkenaan dengan pribadi, dan sebagian lain berkenaan dengan hak-hak bersama. Hak ini disebut sebagai syiar-syiar Islam (الشعاعيرالاسلامية). Mengingat syiar-syiar ini berkaitan dengan semua individu, masing-masing punya bagian di sana. Ikut campur dalam syiar-syiar ini tanpa kerelaan seluruh
[1] Bagian dari hadits yang diriwayatkan dari Jabir bin Abdullah, diriwayatkan Ibnu Khuzaimah dalam kitab Shahih-nya, hadits nomor 1785, an-Nasa`i dalam Sunan-nya, hadits nomor 1578, dan al-Sunan al-Kubra, hadits nomor 1786, 5892, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Kabir, hadits nomor 8521.
307. Page
individu kelompok dinilai sebagai tindakan semena-mena dan pelanggaran terhadap hak bersama. Permasalahan paling kecil di antara permasalahan syiar-syiar ini, seperti permasalahan sunnah misalnya, sama seperti permasalahan besar menurut perhatian seluruh individu.
Karena itu, mereka yang berusaha memutus rangkaian cahaya yang mengaitkan seluruh tokoh Islam sejak Era Kebahagiaan (عصرالسعادة, masa sahabat dan tabi’in) hingga saat ini layaknya rangkaian yang mengikat seluruh dunia Islam secara langsung, berusaha untuk meruntuhkan, mengubah, dan membantu pihak lain untuk itu, harus sadar dan memetik pelajaran, bagaimana mereka bisa jatuh dalam kesalahan sebesar ini. Mereka harus merasa takut kalau memang masih punya kesadaran dan pemahaman seberat atom sekali pun.
Nuktah Kesembilan:
Di antara sebagian permasalahan syar’i, ada yang disebut permasalahan-permasalahan ta’abbudi, yaitu yang tidak ada sangkut pautnya dengan pemikiran dan logika akal, cukup dikerjakan saja sebagai suatu perintah, karena alasannya hanyalah perintah.
Bagian lainnya disebut al-ma’qul al-ma’na (maknanya difahami). Artinya, bagian ini memiliki hikmah dan maslahat yang memperkuat pemberlakuan hukum tersebut. Hanya saja, hikmah dan maslahat ini bukan sebagai sebab atau ‘illah, karena ‘illah hakiki adalah perintah dan larangan ilahi.
Syiar-syiar ta’abbudi tidak mungkin diubah oleh hikmah dan maslahat, karena aspek ta’abbudi lebih kuat, tidak bisa diusik dan diintervensi, bahkan meskipun seratus ribu maslahat bersatu, tetap tidak bisa mengubah aspek ta’abbudi ini.
Karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa manfaat-manfaat seluruh syi’ar adalah maslahat yang diketahui saja. Keliru jika diyakini seperti itu. Bahkan, maslahat-maslahat tersebut hanya merupakan satu faidah di antara sekian banyak hikmah.
Contoh: Misalkan seseorang berkata, “Hikmah azan adalah untuk menyeru kaum muslimin mengerjakan shalat, sehingga azan bisa digantikan dengan bunyi tembakan saja.” Orang seperti ini adalah orang gila dan dungu yang tidak tahu bahwa seruan itu hanyalah satu maslahat saja di antara ribuan maslahat azan. Bahkan jika pun suara tembakan bisa
308. Page
mewujudkan maslahat ini, bagaimana mungkin bunyi tembakan bisa menggantikan azan yang merupakan sarana untuk memproklamirkan tauhid yang merupakan hasil terbesar penciptaan alam, hasil penciptaan ras manusia, sarana untuk menampakkan ubudiyah terhadap rububiyah ilahi atas nama manusia, atau atas nama para penghuni kota bernama bumi?!
Kesimpulan:
Neraka tidaklah sia-sia, karena banyak sekali urusan dan amal perbuatan dengan sepenuh kekuatan mengatakan, “Hidup neraka!” Sebaliknya, surga tidaklah murah, karena surga meminta harga yang tinggi.
لَا يَسْتَوِي أَصْحَابُ النَّارِ وَأَصْحَابُ الْجَنَّةِ أَصْحَابُ الْجَنَّةِ هُمُ الْفَائِزُونَ
Tidaklah sama penghuni-penghuni neraka dengan penghuni-penghuni surga; penghuni-penghuni surga itulah orang-orang yang beruntung. (Qs. al-Hasyr [59]: 20)
Sa’id Nursi
309. Page
Bagian Kedua yang merupakan Risalah Kedua
Seputar
Ramadhan Mulia
Pada pembahasan akhir “Bagian Pertama,” saya telah menyinggung sedikit mengenai syiar-syiar Islam. Pada bagian ini akan dibahas sebagian hikmah puasa Ramadhan yang merupakan syiar Islam paling bercahaya dan paling agung.
Bagian ini terdiri dari sembilan nuktah yang menjelaskan sembilan hikmah di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Qs. al-Baqarah [2]: 185)
Nuktah Pertama:
Puasa Ramadhan merupakan salah satu di antara lima rukun Islam, dan merupakan syiar Islam terbesar.
Puasa Ramadhan memiliki banyak sekali hikmah terkait rububiyah Allah al-Haq Ta’ala, kehidupan sosial dan pribadi manusia, pendidikan jiwa, dan rasa syukur atas beragam nikmat Ilahi.
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi rububiyah Allah sebagai berikut:
Allah al-Haq Ta’ala menciptakan permukaan bumi laksana meja jamuan penuh karunia. Allah membentangkan beragam jenis karunia di atas meja jamuan ini dari arah
310. Page
yang tidak diduga-duga (من حيث لا يحتسب) oleh manusia untuk memperlihatkan rububiyah, rahmaniyah, dan rahimiyah-Nya yang sempurna.
Namun, tirai kelalaian dan lingkungan sebab-akibat menghalangi manusia untuk mengetahui hakikat yang sebetulnya tampak jelas berbentuk meja jamuan tersebut, dan kadang membuat mereka melupakannya. Lain halnya dalam bulan Ramadhan, orang-orang beriman laksana pasukan tentara yang berbaris rapi. Kala menjalankan ubudiyah yang sempurna, mereka memperlihatkan sebuah kondisi penantian sebuah perintah “Silahkan” menjelang maghrib. Mereka semua seakan diundang untuk menghadiri jamuan sultan azali, menghadapi kerahmaniahan kasih sayang yang agung dan menyeluruh melalui ubudiyah yang agung, sempurna, dan teratur rapi. Dan apakah orang yang tidak ikut serta dalam ubudiyah yang luhur dan mulia ini masih bisa disebut sebagai manusia?
Nuktah Kedua:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi rasa syukur yang dipanjatkan atas beragam karunia Allah adalah sebagai berikut:
Makanan-makanan yang dibawa penyaji barang dari dapur sultan tentu menuntut harga mahal sebagaimana disinggung di Kalimat Pertama. Seperti halnya ketika manusia bersikap acuh tak acuh terhadap Sang Pemberi nikmat yang amat berharga tersebut karena dikiranya tidak bernilai, maka sikap demikian tentu merupakan ketololan yang keterlaluan, dan di saat bersamaan tidak menghargai si penyaji barang.
Allah al-Haq Ta’ala telah menebarkan beragam nikmat yang tak terbatas di atas permukaan bumi kepada manusia, dan sebagai imbalannya Dia meminta mereka bersyukur atas nikmat-nikmat itu, sebagai harga yang harus dibayar. Sebab-sebab yang tampak dan para pemilik nikmat tak ubahnya laksana para pemasok yang datang membawakan berbagai barang. Lalu, kita menyerahkan uang sebagai harga yang harus kita bayarkan kepada para pemasok barang tersebut. Itu pun kita masih merasa berhutang budi pada mereka. Bahkan, kita juga menyampaikan rasa hormat dan terimakasih melebihi hak yang mereka terima. Padahal, Sang Pemberi nikmat hakiki
311. Page
lebih patut untuk disyukuri dengan syukur tak terbatas atas beragam nikmat yang diberikan, jauh lebih banyak dari rasa terimakasih yang kita berikan kepada sebab-sebab yang tampak tersebut.
Bersyukur kepada Allah hanya bisa dilakukan dengan mengetahui bahwa segala nikmat berasal dari Allah secara langsung, dengan mengukur nilai nikmat-nikmat itu, dan dengan perasaan sangat memerlukan nikmat-nikmat tersebut.
Puasa Ramadhan adalah kunci rasa syukur hakiki, tulus, agung dan menyeluruh. Sebab, kebanyakan orang yang tidak hidup di bawah kondisi-kondisi sulit yang memaksa mereka merasa lapar, tidak mampu memahami seberapa besar nilai nikmat kala mereka tidak mengalami lapar yang sesungguhnya. Sepotong roti kering tentu tidak bisa dipahami seberapa besar nilai nikmatnya oleh orang yang sedang lapar, apalagi dia seorang yang kaya. Tapi, bagi seorang mukmin, dengan kekuatan indera perasanya, sepotong roti kering yang dimakannya saat berbuka merupakan nikmat Ilahi yang amat bernilai.
Di bulan Ramadhan, melalui pemahamannya tentang nilai nikmat-nikmat Ilahi tersebut, semua manusia mulai dari sultan hingga orang yang paling miskin akan meraih rasa syukur maknawi.
Karena dilarang makan pada siang hari Ramadhan, orang akan berkata, “Nikmat-nikmat ini bukanlah milik saya. Saya tidak bebas menggunakannya. Jadi, nikmat itu pasti milik orang lain dan merupakan karunia dari-Nya. Karena itu, saya harus menunggu perintah-Nya.” Dengan demikian, ia merasa dan menyadari seberapa besar nilai nikmat, dan menghargai nikmat-nikmat yang diberikan, selanjutnya bersyukur secara maknawi. Sehingga puasa menjadi kunci rasa syukur yang merupakan tugas hakiki manusia dilihat dari banyak sisi.
Nuktah Ketiga:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi kaitan dengan kehidupan sosial manusia sebagai berikut:
312. Page
Dilihat dari sisi penghidupannya, manusia diciptakan berbeda-beda. Berdasarkan perbedaan ini, Allah al-Haq Ta’ala mengajak orang-orang kaya untuk membantu orang-orang fakir. Tanpa melalui puasa, orang-orang kaya tak akan bisa merasakan kondisi getir orang-orang fakir yang mendorong timbulnya perasaan belas kasih, dan mereka tidak bisa merasa lapar dengan sesungguhnya. Tanpa puasa, mungkin banyak sekali orang kaya yang menjadi budak hawa nafsu. Mereka tidak merasakan seperti apa sakitnya lapar dan kemiskinan, sejauh mana orang-orang fakir memerlukan kasih sayang dan kelembutan.
Kasih sayang yang terpendam dalam diri manusia terhadap sesamanya merupakan asas rasa syukur hakiki. Setiap orang, siapa pun juga, bisa saja menemukan orang lain yang lebih miskin dari dirinya dalam hal tertentu. Ia diperintahkan untuk mengasihi orang tersebut.
Andai saja tidak ada paksaan untuk merasakan lapar melalui puasa, tentu tak akan ada seorang pun yang mampu memberikan kebaikan dan bantuan yang seharusnya berdasarkan kasih sayang yang dimiliki. Bahkan, andai pun ia mampu memberikan bantuan tersebut, tetap saja ia tidak diberi kemampuan tersebut secara sempurna, karena ia tidak merasakan sendiri kondisi tersebut dengan sebenarnya.
Nuktah Keempat:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi kaitannya dengan pendidikan jiwa (tarbiyat al-nafs):
Jiwa meyakini dirinya bebas lepas, dan menganggap dirinya demikian. Bahkan, secara fitrah ia menginginkan rububiyah palsu, ingin bertindak seenaknya, tidak ingin berfikir bahwa dirinya dirawat dan dididik melalui beragam nikmat tak terbatas. Khususnya ketika ia memiliki kekayaan dan kemampuan di dunia. Lebih-lebih, jika didukung oleh kelalaian, jiwa akan melahap segala nikmat Ilahi seperti binatang ternak, seakan ia merampas dan mencuri seluruh kenikmatan itu tanpa sisa.
Di bulan Ramadhan, jiwa menyadari bahwa semua manusia, mulai dari orang yang paling kaya hingga yang paling miskin, bukanlah pemilik, tapi dimiliki; bukan orang
313. Page
merdeka tapi hamba sahaya. Mereka tidaklah mampu melakukan sesuatu yang paling rendah dan mudah sekali pun jika tidak ada perintah untuk itu. Mereka tak mampu menjulurkan tangannya ke air. Dengan demikian, rububiyah palsu mereka menjadi patah. Ia menjalankan ibadahnya, dan mereka pun menunaikan rasa syukur yang merupakan tugas hakiki bagi mereka.
Nuktah Kelima:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi kaitannya dengan pendidikan akhlak jiwa (akhlaq al-nafs), dan pembebasan dari sifat pemberontakannya:
Ketika lalai, manusia lupa diri. Ia tidak mampu melihat esensi dirinya yang lemah tak terbatas, miskin tak terhingga, dan lalai sebegitu jauh. Manusia tidak ingin melihat sisi ini. Ia tidak memikirkan seberapa lemahnya, dan seberapa kepastiannya untuk lenyap. Ia tidak memikirkan berbagai macam musibah yang membidiknya. Ia tidak memikirkan bahwa dirinya hanya merupakan daging dan tulang yang bisa busuk dan terlepas dengan cepat. Ia menekuni dan merangkul dunia dengan sekuat tenaga, seakan ia memiliki tubuh dari baja, seakan membayangkan dirinya tidak bakal mati dan akan hidup selamanya. Ia berlari menuju dunia dan melemparkan diri dalam rengkuhan dunia dengan tamak, serakah, dan cinta sekuatnya. Ia bergantungan pada dunia dengan segala kenikmatan dan manfaatnya, namun melupakan Sang Pencipta yang merawatnya sepenuh kasih sayang dan kelembutan. Ia tak mau memikirkan bagian akhir kehidupan dunia atau kehidupan akhirat, serta berkubang dalam akhlak-akhlak buruk.
Puasa Ramadhan membuat manusia yang paling lalai dan lalim sekali pun merasakan kelemahan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan diri. Masing-masing memikirkan lambungnya yang kosong melalui rasa lapar, merasakan dan menyadari kemiskinan yang terselip di sana. Ia mengingat sejauh mana kelemahan tubuhnya, mengetahui sejauh mana ia memerlukan rahmat dan kasih sayang. Ia pun melepaskan diri dari kefir’aunan jiwa, sehingga terdorong untuk berlindung pada kantor Ilahi
314. Page
sepenuh kelemahan dan kemiskinan, serta bersedia untuk mengetuk pintu rahmat dengan tangan rasa syukur maknawi, selagi kelalaian tidak merusak hati.
Nuktah Keenam:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dari sisi kaitannya dengan Nuzul al-Qur’an, dan dari sisi keberadaan Ramadhan sebagai saat paling utama bagi turunnya al-Qur’an:
Mengingat al-Qur’an turun pada bulan Ramadhan, demi menyambut datangnya pesan langit dengan baik seiring datangnya waktu turunnya pesan samawi tersebut, jiwa harus dibersihkan dari segala keinginan hina yang tak ada gunanya dalam bulan Ramadhan. Ia harus meniru kondisi malaikat dengan meninggalkan makanan dan minuman. Ia membaca dan mendengarkan al-Qur’an seakan baru turun, mendengarkan pesan-pesan Ilahi yang ada di dalamnya, seakan mendengar pesan-pesan tersebut saat pertama kali turun, mendengarkan pesan-pesan tersebut seakan disampaikan langsung oleh Rasul mulia S.a.w, bahkan disampaikan Jibril, dan bahkan seakan mendengarnya secara langsung dari Zat yang berbicara, sehingga manusia bisa meraih kondisi suci.
Di bulan Ramadhan, dunia Islam seakan sebuah masjid, karena jutaan qari’ penghafal al-Qur’an menyampaikan pesan langit untuk makhluk-makhluk bumi di setiap sudut masjid terbesar ini, memperlihatkan ayat:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang batil). (Qs. al-Baqarah [2]: 185)
Ayat ini dengan jelas, terang, dan nyata menegaskan bahwa bulan Ramadhan adalah bulan al-Qur’an. Sebagian anggota jamaah agung mendengarkan bacaan para penghafal al-Qur’an dengan khusyuk, sementara sebagian lainnya membaca sendiri.
315. Page
Mengikuti hawa nafsu rendahan, dan keluar dari kondisi bercahaya terang dengan makan dan minum di masjid suci ini, itu adalah tindakan buruk. Hal itu juga mendatangkan kebencian maknawi dari jamaah yang ada di masjid tersebut. Demikian pula halnya orang-orang yang tidak berpuasa di bulan Ramadhan, mereka akan menerima rasa benci dan penghinaan dari seluruh dunia Islam.
Nuktah Ketujuh:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dari sisi kaitannya dengan keuntungan dan pencaharian manusia yang datang ke dunia untuk bercocok tanam dan berdagang demi akhirat:
Pahala amal baik di bulan Ramadhan berlipat ganda. Satu kebaikan digandakan seribu kali, setiap satu huruf al-Qur’an mendapat sepuluh pahala, sesuai nash hadits, dan dinilai sebagai sepuluh kebaikan, mendatangkan sepuluh buah surga. Satu huruf di bulan Ramadhan mendapatkan sepuluh, bahkan seribu, kebaikan. Setiap huruf sebagian ayat-ayat tertentu seperti ayat Kursi, mendapat ribuan kebaikan. Kebaikan-kebaikan ini semakin berlipat kali pada hari Jum’at di bulan Ramadhan, dan pada malam Lailat al-Qadar dihitung sebagai tigapuluh ribu kebaikan.
Al-Qur’an yang setiap hurufnya membuahkan tigapuluh ribu buah abadi, laksana pohon Thuba yang bercahaya terang. Pohon ini memberikan buah-buah abadi itu kepada orang-orang mukmin di bulan Ramadhan. Mari sama-sama kita perhatikan bisnis suci abadi yang menguntungkan ini. Mari lihat dan renungkan agar Anda mengerti bagaimana mereka yang tidak menghargai huruf-huruf ini berada dalam kerugian tak terbatas.
Ramadhan laksana pameran dan pasar perdagangan akhirat yang memberikan keuntungan, laksana tanah yang amat subur untuk hasil-hasil akhirat, laksana hujan di musim semi bulan April untuk menumbuh-kembangkan amalan-amalan baik, laksana perayaan suci yang paling bersinar terang untuk pameran resmi ubudiyah umat manusia bagi kuasa rububiyah Ilahi.
316. Page
Karena itulah manusia diperintahkan berpuasa agar tidak hanyut dalam kelalaian memenuhi segala kebutuhan jiwa hewani, seperti makan dan minum, agar tidak hanyut dalam segala hal yang memicu hawa nafsu yang sama sekali tiada guna. Manusia seakan keluar sesaat dari kondisi hewani dan memasuki kondisi malaikat, atau menjadi sosok akhirat. Ia laksana ruh yang tampak dengan jasad karena meninggalkan segala kebutuhan dunia untuk sementara waktu, agar bisa memasuki perdagangan akhirat. Dengan menjalankan ibadah puasa, manusia melaksanakan fungsi cermin bagi shamadiyah dalam batasan tertentu.
Ramadhan menjamin usia kekal dan kehidupan abadi yang panjang yang diberikan di dunia yang fana ini, dalam rentang usia yang fana, dan dalam kehidupan yang singkat.
Satu kali Ramadhan bisa memberikan buah usia hingga mencapai delapanpuluh tahun. Keberadaan malam Lailat al-Qadar lebih baik dari seribu bulan sesuai nash al-Qur’an merupakan hujah qath’i atas rahasia ini.
Sultan kita suka menentukan hari-hari tertentu sebagai perayaan selama masa kekuasaannya, atau setiap tahun untuk memperingati hari pertama menduduki kursi kekuasaan, atau hari-hari besar lain selama masa kekuasaannya. Pada hari-hari ini sang sultan tidak memberlakukan undang-undang secara umum, tapi memberikan kemuliaan dengan arahan khusus secara langsung yang disampaikan kepada seluruh rakyat yang tulus dan patut mendapatkan penghormatan. Ia memberikan kemuliaan dengan kebaikan-kebaikan khusus. Ia tampil langsung di hadapan para rakyat tanpa adanya tabir penghalang, dengan penghormatan khusus dan berbagai protekoler pengecualian. Demikian pula kiranya Sultan Dzul Jalal yang menguasai delapanbelas ribu alam. Dialah Sultan azali dan abadi. Ia menurunkan al-Qur’an –firman luhur yang menatap dan mengarah ke delapanbelas ribu alam- di bulan Ramadhan, karena bulan penuh berkah ini laksana perayaan Ilahi dan pameran rabbani, serta majelis ruhani khusus ini merupakan tuntutan hikmah.
Mengingat Ramadhan adalah perayaan Ilahi, festival rabbani, majelis rohani khas bagi atas tuntutan hikmah, maka patut kiranya jika manusia diperintahkan untuk
317. Page
berpuasa di bulan ini, untuk mengalihkan mereka dari segala kesibukan hewani yang tak berguna.
Puasa terbaik dan yang paling sempurna adalah mempuasakan seluruh indera dan anggota tubuh, seperti mata, telinga, hati, khayalan, dan fikiran, seperti halnya menahan lambung untuk tidak makan. Maksudnya, semuanya harus dijauhkan dari segala hal yang diharamkan, dari hal-hal tak berguna, dan menuntun kesemua itu untuk menjalankan ubudiyah khusus.
Contoh, mempuasakan lisan dengan menahannya untuk berkata dusta, menggunjing, mengeluarkan kata-kata kasar, lalu menyibukkannya dengan hal-hal berguna seperti membaca al-Qur’an, zikir, tasbih, membaca doa shalawat untuk Nabi S.a.w, dan beristighfar. Contoh lain, menuntun seluruh raga dan inderanya untuk berpuasa, misalkan dengan menundukkan mata dari hal-hal yang diharamkan, menahan telinga dari mendengar kata-kata kotor, mengalihkan pandangan untuk menatap seraya memetik pelajaran, mengalihkan telinga untuk mendengarkan kalam Allah al-Haq Ta’ala, dan mendengarkan al-Qur’an.
Lambung merupakan pabrik terbesar. Jika pekerjaan-pekerjaan di pabrik ini dihentikan sementara dengan puasa, tentu hal ini akan mudah diikuti oleh seluruh tempat kerja dan organ-organ kecil lainnya.
Nuktah Kedelapan:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dilihat dari sisi kaitannya dengan kehidupan pribadi manusia sebagai berikut:
Diet materi maupun maknawi merupakan terapi paling ampuh bagi manusia. Diet ini bagus, karena ketika jiwa manusia bertingkah semaunya dalam hal makan dan minum, pasti hal itu akan membahayakan kehidupan materiil, yakni aspek kesehatannya. Meraup apa pun yang didapatkan tanpa memisahkan mana yang haram dan mana yang halal akan meracuni kehidupan maknawi seseorang. Tentu sulit bagi nafsu untuk patuh kepada hati dan ruhani setelah itu. Nafsu akan memegang kendali
318. Page
tanpa terkontrol, sehingga orang tidak mampu menunggangi nafsu, justru ia yang ditunggangi nafsu.
Berbeda ketika di bulan Ramadhan, nafsu melatih semacam diet dengan puasa. Nafsu berusaha untuk membiasakan diri dan belajar untuk mematuhi perintah. Ia tidak mengundang berbagai macam penyakit masuk ke dalam lambung yang lemah dan malang ini dengan memasukkan berbagai makanan secara bertumpuk-tumpuk setelah makanan sebelumnya tidak sempat dicerna.
Karena meninggalkan sesuatu yang halal demi menjalankan perintah, nafsu mendapatkan kemampuan untuk mendengar dan mematuhi segala perintah akal dan syariat untuk menjauhi yang haram, dan berusaha untuk tidak merusak kehidupan maknawi.
Pada umumnya, orang sering merasa lapar. Karena itu, mereka perlu merasa lapar dan melatih diri untuk sabar dan tahan. Puasa Ramadhan adalah kesabaran dan menahan diri dari rasa lapar selama limabelas atau empatbelas jam jika tidak disertai sahur.
Dengan demikian, terapi untuk mengatasi minimnya kesabaran, tidak tahan banting, dan sering berkeluh kesah yang membuat musibah terasa berlipat dua kali, adalah puasa.
Pabrik lambung memiliki banyak sekali buruh, dan manusia memiliki banyak organ tubuh yang terkait langsung dengan lambung. Jika nafsu tidak menghentikan segala pekerjaannya untuk sementara waktu di siang hari selama satu bulan tertentu, tentu para buruh pabrik lambung itu bakal melupakan ibadah khusus mereka, dan terus sibuk dengan pekerjaan sendiri di bawah pengaruh dan kuasa lambung. Akibatnya, organ-organ tubuh lainnya terganggu oleh kebisingan mesin dan asap pabrik maknawi tersebut, mengalihkan perhatian mereka pada diri mereka setiap waktu, membuat mereka lupa akan tugas-tugas luhur untuk sementara waktu.
Karena itu, sejak dulu para wali membiasakan diri untuk melatih jiwa, sedikit makan dan minum untuk mencapai kesempurnaan diri. Melalui puasa Ramadhan, para buruh pabrik tersebut sadar bahwa mereka tidak diciptakan hanya untuk pabrik tersebut.
319. Page
Organ-organ tubuh lain juga mendapatkan kenikmatan dalam bulan Ramadhan layaknya kenikmatan-kenikmatan para malaikat dan ruhani, menatap ke sana, bukannya menatap ke arah kenikmatan-kenikmatan pabrik yang tingkatannya rendah. Karena itulah, di bulan Ramadhan orang-orang mukmin meraih kebahagiaan, cahaya, dan luapan-luapan maknawi sesuai tingkatan yang mereka miliki. Organ-organ lembut manusia, seperti hati, ruh, dan akal, bisa naik tingkat dan memiliki banyak luapan melalui puasa di bulan penuh berkah ini. Semua organ lembut ini tertawa bagai tak berdosa walaupun lambung menangis.
Nuktah Kesembilan:
Satu di antara sekian banyak hikmah puasa Ramadhan dari sisi penghancuran rububiyah jiwa imajiner, dan penampakan kelemahan diri sehingga mengingatkannya bahwa ia adalah hamba, bukan Tuhan, adalah sebagai berikut:
Jiwa tidak ingin mengenal Rabb-nya, bahkan cenderung menganggap diri sebagai tuhan dalam kecongkakan bagai firaun. Meski disiksa seperti apa pun, karakter ini tetap saja ada dalam jiwa manusia. Hanya saja karakter ini bisa hancur melalui lapar. Puasa di bulan Ramadhan melancarkan serangkaian serangan dan mematahkan kecongkakan jiwa secara langsung, menampakkan kelemahan dan kemiskinan diri, serta membuatnya mengakui kapasitasnya sebagai hamba.
Disebutkan dalam sebagian riwayat, Allah bertanya kepada jiwa, “Siapa Aku dan siapa kamu?”
“Aku adalah aku, Kamu adalah Kamu,” sahut jiwa.
Allah kemudian menyiksa dan melemparkan jiwa ke dalam neraka. Setelah itu Allah kembali bertanya kepada jiwa, yang menjawab:
“Aku adalah aku, Kamu adalah Kamu,” sahut jiwa.
Allah lantas menimpakan berbagai macam siksaan kepadanya. Meski begitu, jiwa tetap tidak juga meninggalkan keegoan diri. Setelah itu Allah menyiksanya dengan rasa lapar, kemudian Allah bertanya kepada jiwa, “Siapa Aku dan siapa kamu?”
320. Page
Saat itulah jiwa menjawab: “Engkau Rabb-ku Yang Maha Penyayang, dan aku adalah hamba-Mu yang lemah.”
اللهم صلِّ على سَيدنَا محمدٍ صلاَةً تكُونُ لكَ رِضَاءً و لِحقِّهِ أدَاءً بِعَدَدِ ثوَاب حروْفِ القرآنِ في شهر رمضانَ و على آلِهِ و صحبه وسلَّمَ
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami, Muhammad, rahmat yang membuat-Mu ridha sekaligus untuk menunaikan hak beliau, sebanyak bilangan pahala huruf-huruf al-Qur’an di bulan Ramadhan, limpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya.
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. (Qs. al-Shaffat [37]: 180-183)
Permintaan Maaf
Bagian kedua ini ditulis cepat dalam waktu empatpuluh menit. Saat menulis bagian ini, saya dan pencatat naskah kasar berada dalam kondisi sakit. Karena itu, mungkin dalam tulisan ini terdapat kekurangan di sana-sini. Maka, kami berharap saudara-saudara sekalian memandang bagian ini dengan tatapan toleransi. Saudara-saudara bisa meralat bagian mana yang dinilai tepat.
321. Page
Bagian Ketiga:
Risalah ketiga
Saya mempunyai niat untuk menulis mushaf dalam bentuk yang dapat menampakkan bagian kemukjizatan kaligrafi, salah satu sisi kemukjizatan di antara duaratus kemukjizatan al-Qur’an. Penulisan itu akan dilakukan bersama sejumlah penghafal al-Qur’an dengan menggunakan mushaf tulisan Hafidz Utsman,[1] yang menjadikan ayat Mudayanah[2] (utang-piutang) sebagai ukuran halaman dan surat al-Ikhlash sebagai standar baris.
Saya sudah menulis bagian ini untuk saya sampaikan kepada saudara-saudara saya. Saya ingin memperlihatkan kepada mereka tentang niat saya yang penting ini dalam pengabdian al-Qur’an. Saya hendak mengajak mereka berdiskusi, meminta pendapat mereka, sekaligus sebagai peringatan bagi saya sendiri. Saya sengaja melibatkan mereka dalam urusan ini.
Bagian ketiga ini terdiri dari sembilan permasalahan:
Permasalahan Pertama:
Seperti yang telah disebutkan dengan sejumlah dalil dalam “Kalimat Keduapuluh Lima” yang disebut Risalah “Mukjizat al-Qur’an” (al-Mu’jizat al-Qur’aniyyah) bahwa jenis kemukjizatan (i’jaz) al-Qur’an Agung mencapai empatpuluh. Sebagian di antaranya sudah dijelaskan secara rinci, dan sebagian lain dijelaskan secara garis besar, sehingga menjadi gamblang, bahkan bagi orang-orang keras kepala sekali pun.
Dalam “Isyarat Kedelapan Belas” dari “Surat Kesembilan Belas” telah dijelaskan bahwa al-Qur’an menampakkan empatpuluh jenis mukjizat untuk setiap tingkatan manusia. Isyarat ini akan menjelaskan sepuluh di antara tingkatan mukjizat tersebut. Tigapuluh tingkatan mukjizat lainnya telah ditampakkan al-Qur’an kepada kalangan
[1] Hafidz Utsman, salah seorang ahli kaligrafi terkenal di dunia, lahir tahun 1642 di Istanbul, dijuluki sebagai imam ketiga di bidang kaligrafi setelah Syaikh Hamdullah (imam pertama) dan Syaikh Duraisy Ali (imam kedua) di bidang kaligrafi.
[2] Qs. Al-Baqarah (2) ayat 282.
322. Page
wali dengan berbagai faham masing-masing dan kepada para sarjana dengan berbagai keahlian ilmu masing-masing. Keimanan tahqiqi mereka yang mencapai derajat ‘ilmul yaqin, ‘ainul yaqin, dan haqqul yaqin menunjukkan bahwa al-Qur’an adalah kalam Allah. Jadi, masing-masing dari mereka melihat sisi kemukjizatan al-Qur’an dengan kondisi yang berbeda satu sama lain.
Ya, manifestasi keindahan mukjizat al-Qur’an berbeda-beda sesuai faham yang berbeda-beda. Misalnya, mukjizat al-Qur’an yang difahami seorang wali ahli makrifat berbeda dengan mukjizat yang disaksikan wali ahli ‘isyq (pecinta sejati). Mukjizat al-Qur’an yang difahami seorang ulama ilmu ushuluddin berbeda dengan mukjizat yang difahami seorang imam ahli ijtihad dalam masalah-masalah cabang syariat. Dan begitu seterusnya.
Saya tidak bisa menunjukkan semua aspek kemukjizatan melalui semua sudut pandang ini secara detail. Pemahaman saya terlalu sempit untuk mengetahui semua itu. Pandangan saya juga terbatas, tak mampu melihat semua itu. Karenanya, kami hanya akan menjelaskan sepuluh tingkat saja. Selebihnya hanya akan diisyaratkan secara garis besar. Dua di antara sepuluh tingkat ini, yang masih terasa sangat kurang lengkap dalam Risalah “Mukjizat Muhammad” (al-Mu’jizat al-Ahmadiyyah) meski keduanya perlu penjelasan lebih lanjut, sebagai berikut:
Tingkatan Pertama:
Mereka adalah orang-orang awam yang kami sebut “tingkatan pendengar.” Mereka mendengarkan al-Qur’an dengan telinga saja. Melalui telinga, mereka memahami mukjizat al-Qur’an. Maksudnya, orang awam berkata, “Al-Qur’an yang saya dengar ini tidak sama seperti kitab-kitab lain, mungkin berada di bawah semuanya, atau berada di atas semuanya.”
Disebut berada di bawah semua kitab, karena tak seorang pun menuturkan kata-kata seperti ini dan tidak ada yang mampu menuturkannya. Bahkan setan pun tak mampu menuturkannya. Jadi, al-Qur’an mesti berada di atas semua kitab.
323. Page
Topik ini secara garis besar sudah ditulis dalam “Isyarat Kedelapan Belas.” Untuk menjelaskan topik ini, “Bahasan Pertama” dari “Surat Keduapuluh Enam” yang disebut sebagai “Hujah al-Qur’an terhadap Golongan Setan” sudah menegaskan pemahaman tingkat kemukjizatan tersebut.
Tingkatan Kedua:
Tingkatan orang yang melihat. Dalam “Isyarat Kedelapan Belas” dari “Surat Kesembilan Belas” telah disinggung bahwa di dalam al-Qur’an terdapat isyarat-isyarat mukjizat yang bisa dilihat dengan mata telanjang oleh orang-orang mulai dari tingkatan awam hingga tingkatan kaum materialis yang akal mereka melorot ke mata.
Untuk memperjelas klaim ini dan menegaskannya, diperlukan banyak penjelasan. Penjelasan itu tidak diberikan kepada kami karena hikmah rabbani yang kami ketahui sekarang. Di antaranya, meski cuma sebagian kecilnya saja, sudah diisyaratkan sebelumnya. Mengingat hikmah tersebut terlihat jelas saat ini, maka lebih baik jika pembahasan ini ditunda lain waktu.
Untuk mempermudah pemahaman tingkatan ini dan mempergampang jalan sesuai tingkat perasaan mereka, saya meminta untuk dituliskan sebuah mushaf yang bisa memperlihatkan sisi kemukjizatan ini, dengan mata telanjang, di antara empatpuluh aspek kemukjizatan al-Qur’an lainnya.
(Sisa permasalahan Bagian Ketiga ini bersama dengan Bagian Keempat secara khusus membahas tentang Tawafuq (keselarasan). Hal itu telah dijelaskan di Indeks, jadi tidak perlu kami ulangi di sini. Kami hanya mencantumkan Perhatian di sini mengenai Bagian Keempat dan Poinnya yang Ketiga).
Perhatian:
Telah ditulis sebanyak seratus enampuluh ayat untuk menjelaskan nuktah penting mengenai kata “rasul.” Keistimewaan ayat-ayat ini begitu agung, dan memiliki tujuan
324. Page
sangat mendalam, karena maknanya saling melengkapi satu sama lain. Inilah doa hizb al-Qur’an bagi orang yang ingin menghafal atau membaca berbagai macam ayat.
Kemudian, begitu luhurnya derajat balaghah dan keindahan enampuluh sembilan ayat yang menjelaskan nuktah penting kata “al-Qur’an.” Ayat-ayat ini disarankan untuk dibaca sebagai doa hizb kedua al-Qur’an.
Kata “al-Qur’an” sendiri disebutkan dalam al-Qur’an laksana tujuh rangkaian. Seluruhnya, kecuali dua di antaranya, memiliki keselarasan (tawafuq) dengan kata tersebut. Meski keluar dari keselarasan, tapi karena kedua kata ini memiliki arti qira’ah (membaca), maka keduanya justru semakin meningkatkan kekuatan nuktah tersebut.
Untuk kata “rasul,” surah Muhammad dan surah al-Fath adalah dua surah yang paling banyak memiliki keterkaitan dengan kata ini. Karena itu, terkait rangkaian zahirnya, kami cukupkan dengan kedua surah ini. Hanya saja kata “rasul” yang masih berada di luar rangkaian itu belum sempat dibahas saat ini. Insya Allah, kalau ada waktu, rahasia kata ini nanti akan dibahas.
Nuktah Ketiga:
Nuktah ini terdiri dari empat nuktah:
Nuktah Pertama: Dalam al-Qur’an, kata “Allah” disebut sebanyak 2.806 kali, kata “al-Rahman” disebut sebanyak 159 termasuk yang disebut dalam basmalah, kata “al-Rahim” disebut sebanyak 220 kali, kata “al-Ghafur” disebut sebanyak 61 kali, kata “al-Rabb” disebut sebanyak 846 kali, kata “al-Hakim” disebut sebanyak 86 kali, kata “al-’Alim” disebut sebanyak 126 kali, kata “al-Qadir” disebut sebanyak 31 kali, kata “Huwa” dalam “la ilaha illallah” disebut sebanyak 26 kali.[1]
Jumlah lafadz al-jalalah (Allah) memiliki sejumlah rahasia dan nuktah, di antaranya sebagai contoh:
Kata-kata terbanyak yang disebutkan dalam al-Qur’an setelah lafadz al-jalalah (Allah) dan kata “al-Rabb” adalah kata “al-Rahman,”“al-Rahim,”“al-Ghafur,” dan, “al-Hakim.”
[1] Adanya kumpulan jumlah ayat al-Qur’an sebanyak 6.666 ayat, serta hubungan antara jumlah al-asma’ al-husna yang disebutkan di halaman delapanpuluh sembilan sebelumnya menurut naskah Turki dengan angka enam, keduanya menunjukkan suatu rahasia penting, namun masih belum mendapatkan perhatian saat ini (Penulis).
325. Page
Jumlah lafadz al-jalalah (Allah) dan kata-kata ini mencapai separuh dari jumlah ayat-ayat al-Qur’an. Kata “al-Rabb” yang disebut sebanyak 846 kali itu, jika kita cermati secara detail, akan diketahui bahwa 500 sekian di antaranya disebut pada posisi kata “Allah,” sementara 200 sekian di antaranya tidak disebut dalam posisi kata “Allah.”
Selanjutnya, jumlah lafadz al-jalalah (Allah), “al-Rahman,”“al-Rahim,”“al-’Alim,” dan “huwa” dalam “la ilaha illallah,” mencapai separuh ayat-ayat al-Qur’an, hanya selisih empat saja. Jumlah ini sama dengan separuh jumlah total ayat-ayat al-Qur’an dengan jumlah kata “al-Qadir” yang disebut sebagai pengganti kata “huwa,” hanya selisih sembilan saja.
Terkait jumlah kata-kata jalalah itu, terdapat banyak sekali nuktah, namun untuk sekarang kami rasa cukup sampai di sini.
Nuktah Kedua: Nuktah ini khusus tentang surah-surah. Bagian ini juga memiliki sejumlah nuktah dan keselarasan (tawafuq) yang tampak dalam bentuk yang menunjukkan keselarasan, kesengajaan, dan tujuan, di antaranya:
Lafadz al-jalalah dalam surah al-Baqarah jumlahnya sama dengan jumlah ayat surah ini, hanya selisih empat saja, karena di dalam surah ini disebutkan kata “huwa” sebagai pengganti lafadz al-jalalah (Allah), sama seperti kata “huwa” dalam “la ilaha illallah.” Dengan demikian keselarasan tercapai.
Demikian pula halnya keselarasan jumlah lafadz al-jalalah (Allah) dalam surah Ali ‘Imran, sama dengan jumlah ayatnya. Hanya saja lafadz al-jalalah (Allah) disebut sebanyak 209 kali, sementara jumlah surah ini mencapai 200 ayat, beda sembilan. Perbedaan kecil tentu tidak merusak keistimewaan kalam dan nuktah-nuktah kefasihan, karena keselarasan yang hampir mirip sudah cukup.
Jumlah keseluruhan ayat ketiga surah al-Nisa’, al-Ma’idah, dan al-An’am selaras dengan jumlah lafadz al-jalalah yang ada dalam ketiga surah ini, karena jumlah ayat-ayatnya mencapai 464, dan jumlah lafadz al-jalalah mencapai 461. Jika lafadz al-jalalah dalam basmalah ketiga surat ini dicantumkan, berarti tercapai keselarasan secara sempurna dengan jumlah keseluruhan ayat.
326. Page
Jumlah lafadz al-jalalah dalam lima surah pertama mencapai dua kali jumlah lafadz al-jalalah dalam surat al-A’raf, al-Anfal, al-Taubah, Yunus dan Hud. Dengan demikian, jumlah lafadz al-jalalah dalam lima surah yang kedua mencapai separuh dari jumlah lafadz al-jalalah dalam lima surah yang pertama.
Jumlah lafadz al-jalalah dalam surat Yusuf, al-Ra’d, Ibrahim, al-Hijr dan al-Nahl mencapai separuh dari jumlah lafadz al-jalalah sebelumnya.
Jumlah lafadz al-jalalah dalam surah al-Isra’, al-Kahfi, Maryam, Thaha, al-Anbiya’ dan al-Hajj[1] mencapai separuh dari jumlah lafadz al-jalalah sebelumnya.
Surah-surah berikutnya (lima surah demi lima surah) memiliki jumlah lafadz al-jalalah yang hampir sama, meski ada sedikit perbedaan. Perbedaan kecil seperti ini tentu tidak merusak maqam khitab seperti ini.
Sebagai contoh, sebagian surah menyebut sebanyak 121 lafadz al-jalalah, sementara sebagian lain menyebut 125, sebagian surat menyebut lafadz al-jalalah sebanyak 152, sebagian lainnya menyebut 159.
Selanjutnya, jumlah lafadzh al-jalalah dalam lima surah dimulai dari surat al-Zukhruf jumlahnya separuh dari separuh jumlah lafadz al-jalalah sebelumnya.
Dalam lima surah berikutnya dimulai dari surah al-Najm, jumlah lafadz al-jalalah mencapai separuh dari separuh jumlah lafadz al-jalalah sebelumnya. Hanya saja jumlah ini tidak sama persis, sekedar mendekati saja. Perbedaan-perbedaan kecil dalam maqam-maqam khitab seperti ini tentu tidak merusak.
Pada tiga kelompok lima surah pendek berikutnya hanya menyebut tiga lafadz al-jalalah saja.
Ini semua menunjukkan bahwa jumlah lafadz al-jalalah sama sekali tidak diatur secara kebetulan, tapi sudah ditentukan dengan hikmah, teratur, dan sempurna.
Nuktah Ketiga: Nuktah ini terkait lafadz al-jalalah. Lafadz al-jalalah memiliki kesamaan dilihat dari sisi halaman al-Qur’an. Jumlah lafadz al-jalalah yang disebut pada
[1] Suatu rahasia telah tersingkap berdasarkan pembagian perlima ini, namun di sini tercatat enam surat tanpa seorang pun dari kami yang menyetahuinya. Maka tak ada keraguan sedikit pun pada kami bahwa yang keenam telah masuk berasal dari sisi sang gaib tanpa kehendak kami sehingga rahasia penting ini tidak hilang bagi sisanya.
327. Page
sisi kanan halaman al-Qur’an umumnya sama seperti jumlah yang disebut pada sisi kiri halaman yang berhadapan; jumlah lafadz al-jalalah yang disebut pada sisi belakang umumnya sama seperti jumlah yang disebut di sisi depannya.
Saya mencermati keselarasan ini dalam naskah mushaf saya. Umumnya saya menemukan adanya keselarasan terkait bilangan yang lembut dan amat indah. Saya memberikan tanda keselarasan ini dalam mushaf saya, dan sering kali memiliki kesamaan, kadang separuh atau sepertiga. Kondisi ini mengisyaratkan sebuah hikmah dan keteraturan.
Nuktah Keempat: Keselarasan (tawafuq) dalam satu halaman. Bersama sejumlah saudara, saya membandingkan sejumlah mushaf yang berbeda. Hasilnya, kami yakin bahwa keselarasan-keselarasan memang harus dalam keseluruhan mushaf. Hanya saja ada sedikit ketidakselarasan karena adanya maksud-maksud lain dari pihak penulis mushaf di sejumlah penerbit. Ketika disusun dengan rapi, akan terlihat adanya keselarasan-keselarasan pada lafadz al-jalalah yang jumlahnya mencapai 2.806 di seluruh mushaf. Obor mukjizat memburat terang di sini, karena fikiran manusia tak mampu menjangkau ruang yang amat luas ini, juga tidak mampu untuk ikut campur di sana.
Faktor kebetulan juga tak bisa menjangkau kondisi yang memiliki tujuan ini.
Kami tengah berusaha untuk membuat naskah baru mushaf al-Qur’an untuk menampakkan “nuktah keempat” ini hingga batas tertentu. Dalam mushaf ini, bagian-bagian yang tidak teratur akibat kurangnya perhatian dan faktor terlalu mempermudah, akan dibenahi dan ditata dengan rapi, namun halaman dan baris mushaf tetap dipertahankan sesuai mushaf-mushaf yang banyak beredar. Keselarasan-keselarasan hakiki akan terlihat dengan jelas, insya Allah. Dan memang sudah diperlihatkan.
اللهم يَا مُنَزِّلَ القُرآنِ، بِحَقِّ القُرآنِ فَهِّمْنَا أسْرَارَ القُرآنِ، مَا دَارَ الْمَلَوانِ
Ya Allah, yang menurunkan al-Qur’an! Dengan kebenaran al-Qur’an, bimbinglah kami untuk memahami rahasia-rahasia al-Qur’an selama matahari dan bulan masih beredar.
328. Page
وصَلِّ و سَلِّمْ على مَنْ أنْزَلَ القُرآنَ، و على آلِهِ وَصَحْبِهِ أجْمَعِيْنَ، آمِين
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan pada rasul yang al-Qur’an Engkau turunkan kepadanya, limpahkan pula kepada keluarga dan para sahabatnya. Amin.
329. Page
Bagian Kelima:
Risalah Kelima
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Qs. al-Nur [24]: 35)
Dalam suatu kondisi spiritual di bulan Ramadhan Mulia, saya merasakan sebuah cahaya di antara sekian cahaya rahasia ayat ini, yang mengalirkan cahaya. Saya melihat padanya seolah-olah dari jauh, sebagai berikut:
Dari pandangan kalbu dan imajinasi, saya melihat sesuatu yang membuat saya yakin bahwa seluruh makhluk hidup berbisik kepada Allah, seperti munajat Uwais al-Qarni:
إلهي أنت ربي و أنا العبد، و أنت الخالق و أنا المخلوق، و أنت الرزاق و أنا المرزوق ... إلخ
“Ilahi! Engkau Rabbku dan aku hamba-Mu, Engkau Khaliq sementara aku makhluk, Engkau Pemberi rizki sementara aku yang diberi rizki,”… dan seterusnya.
Cahaya masing-masing dari delapanbelas ribu alam merupakan salah satu dari nama-nama Ilahi. Saya melihat alam tersebut terbalut ribuan tirai, laksana kuntum
330. Page
mawar dengan dedaunan yang saling menutupi. Saya melihat banyak sekali alam saling tersembunyi di alam ini. Setiap kali tirai diangkat, saya melihat alam lain. Alam ini tampak dalam kegelapan, keterasingan, dan gelapnya rasa takut, seperti digambarkan ayat berikut lanjutan ayat cahaya di atas:
أَوْ كَظُلُمَاتٍ فِي بَحْرٍ لُّجِّيٍّ يَغْشَاهُ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ مَوْجٌ مِّن فَوْقِهِ سَحَابٌ ظُلُمَاتٌ بَعْضُهَا فَوْقَ بَعْضٍ إِذَا أَخْرَجَ يَدَهُ لَمْ يَكَدْ يَرَاهَا وَمَن لَّمْ يَجْعَلِ اللَّهُ لَهُ نُورًا فَمَا لَهُ مِن نُّورٍ
Atau seperti gelap gulita di lautan yang dalam, yang diliputi oleh ombak, yang di atasnya ombak (pula), di atasnya (lagi) awan; gelap gulita yang tindih-bertindih, apabila dia mengeluarkan tangannya, tiadalah dia dapat melihatnya, (dan) barangsiapa yang tiada diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah tiadalah dia mempunyai cahaya sedikit pun. (Qs. al-Nur [24]: 40)
Tiba-tiba, manifestasi salah satu nama Ilahi muncul laksana sebuah cahaya besar menerangi seluruh alam. Ketika tirai penutup akal disingkap, tampaklah salah satu nama Ilahi laksana mentari. Ia menerangi alam tersebut dari ujung ke ujung, meski alam ini terlihat gelap pekat di hadapan imajinasi akibat kelalaian. Demikianlah perjalanan kalbu dan wisata imajinatif ini berlangsung dalam waktu lama.
Intinya, saat saya melihat alam hewan, saya melihat kelemahan dan ketidakberdayaan, selain kebutuhan-kebutuhannya yang tak terbatas, juga rasa laparnya yang hebat yang dirasakan alam ini. Ia menampakkan kegelapan yang begitu pekat. Ia dirundung kesedihan yang mendalam. Namun tiba-tiba, nama al-Rahman muncul dari menara al-Razzaq, bak mentari yang terang, menghiasi alam tersebut dengan cahaya rahmat dari ujung ke ujung.
Di alam hewan ini, saya melihat alam lain yang dirundung kesedihan dalam kegelapan yang mengundang rasa iba dan belas kasihan. Anak-anak kecil di alam ini gemetar ketakutan berada di antara kelemahan, ketidakberdayaan, kemiskinan, dan kebutuhan. Namun tiba-tiba, nama al-Rahim muncul dari menara kasih sayang, menerangi alam ini dengan terang, nyaman, dan lembut, mengubah deraian air mata
331. Page
karena derita dan kesedihan menjadi air mata bahagia, air mata yang muncul karena nikmatnya rasa syukur.
Selanjutnya tirai lain yang mirip layar bioskop diangkat. Di sana, alam manusia terlihat di hadapan saya. Saya melihat alam ini gelap dan menakutkan, hingga saya berteriak kencang dan menangis karena sangat ketakutan. Saya bergumam, “Oh, celakanya!” Saya berteriak menangis. Saya melihat manusia memiliki banyak sekali keinginan dan harapan yang membentang hingga menuju keabadian; bayangan dan fikiran-fikirannya meliputi alam semesta; keinginan dan kemampuan-kemampuannya yang sangat menginginkan kehidupan abadi, kebahagiaan abadi dan surga. Mereka memiliki banyak keperluan tak terbatas. Di samping lemah, tak berdaya, beragam musibah dan musuh tak terbatas siap menghujam. Dalam rentang waktu usia yang amat pendek, kehidupan yang tidak stabil, dan penghidupan yang amat sengsara, mereka menghadapi musibah-musibah ketiadaan tanpa henti, perpisahan tanpa akhir yang amat menyakitkan dan menakutkan hati. Saat itu kuburan dan makam tampak seperti pintu kegelapan abadi bagi orang-orang lalai yang akan dilemparkan ke dalam lubangnya, seorang diri atau beramai-ramai.
Kala saya melihat alam ini seraya tenggelam dalam kegelapan dengan seluruh kelembutan yang ada pada diri saya, bersama hati, ruhani dan akal, bahkan seluruh organ-organ lembut tubuh saya pun nyaris menangis meminta tolong, tiba-tiba nama al-’Adil (Maha Adil) muncul dari menara al-Hakim (Maha Bijaksana), nama al-Rahman (Maha Pengasih) tampak dari menara al-Karim (Maha Mulia), nama al-Rahim (Maha Penyayang) muncul dari menara al-Ghafur (Maha Pengampun), nama al-Ba’its (Maha Membangkitkan) muncul dari menara al-Warits (Maha mewarisi), nama al-Muhyi (Maha Menghidupkan) muncul dari menara al-Muhsin (Maha Berbuat baik), nama al-Rabb muncul dari menara al-Malik (Maha Raja, Maha menguasai). Nama-nama ini menerangi banyak sekali alam yang ada dalam alam manusia, membuka jendela-jendela alam akhirat yang terang bercahaya, dan menebarkan cahaya di alam manusia yang gelap pekat.
332. Page
Setelah itu tirai besar lainnya disingkap, dan terlihatlah alam bumi. Aturan-aturan filsafat ilmiah yang gelap menampakkan sebuah alam yang menakutkan khayalan. Terlihatlah oleh saya kondisi manusia malang yang berteriak kencang di ruang hampa alam tak terbatas, di bumi yang sudah tua renta, yang menempuh jarak perjalanan 25 ribu tahun dalam satu tahun dengan pergerakan tujuh puluh kali lebih cepat dari peluru meriam, bumi yang siap untuk terpecah belah kapan pun juga, bumi yang di perutnya terdapat banyak sekali guncangan. Bumi terlihat dalam kegelapan yang sunyi, hingga kepala saya terasa pening. Dunia membuat apa pun yang ada di hadapan mata saya terasa gelap. Tiba-tiba, nama-nama Sang Pencipta langit dan bumi; al-Qadir (Maha Kuasa), al-’Alim (Maha mengetahui), al-Rabb, Allah, Penguasa langit dan bumi, Tuhan yang menundukkan matahari dan bulan, muncul di menara rahmat, keagungan, dan rububiyah, menyinari alam ini hingga bumi ini terlihat seperti bahtera yang berlabuh dengan aman, sangat teratur dan terkontrol, begitu menawan dan lembut, dipersiapkan untuk berwisata, kesenangan, dan perdagangan.
Kesimpulan:
Masing-masing dari seribu satu nama Ilahi yang mengarah ke jagad raya ini laksana mentari yang menyinari setiap alam, menerangi seluruh alam yang ada. Di balik manifestasi setiap nama, juga terlihat hingga batas tertentu banyak sekali manifestasi nama-nama lain dari sudut rahasia keesaan (ahadiyyah).
Hati ini melihat adanya beragam cahaya di balik kegelapan, hingga muncul gairah untuk berwisata. Hati ingin menunggangi khayalan untuk naik ke langit. Saat itu, tirai yang amat luas sekali disingkap. Hati ini kemudian masuk ke alam langit, melihat bintang-bintang terang yang tampak tersenyum yang bentuknya lebih besar dari bumi, berotasi lebih cepat dari bumi, saling merasuk satu sama lain. Jika salah satu di antara bintang-bintang yang begitu banyak ini tersesat jalan selama satu menit saja, pasti ia akan bertubrukan dengan bintang lain, pasti akan menimbulkan ledakan besar yang memecahkan jantung jagad raya ini, pasti meluluh-lantakkan alam raya ini hingga berserakan, dan tentu api muncul, bukannya cahaya.Bintang-bintang ini menatap saya
333. Page
dengan pandangan liar dan takut, bukan tersenyum. Saya kemudian melihat langit-langit yang begitu besar dan luas terbentang tak terbatas berada dalam kegelapan rasa takut dan amarah. Saya pun menyesali kedatangan saya ini.
Tiba-tiba, al-asma’ al-husna:
رَّبُّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ
“Tuhan langit dan bumi” (Qs. al-Ra’du [13]: 16) dan Rabb para malaikat dan ruh (Jibril), tampak bersamaan dengan manifestasi-manifestasinya di menara:
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيحَ وَجَعَلْنَاهَا رُجُومًا لِّلشَّيَاطِينِ وَأَعْتَدْنَا لَهُمْ عَذَابَ السَّعِيرِ
Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan, dan Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala. (Qs. al-Mulk [67]: 5)
وَسَخَّرَ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ ۖ كُلٌّ يَجْرِي لِأَجَلٍ مُّسَمًّى يُدَبِّرُ الْأَمْرَ يُفَصِّلُ الْآيَاتِ لَعَلَّكُم بِلِقَاءِ رَبِّكُمْ تُوقِنُونَ
Dan menundukkan matahari dan bulan. Masing-masing beredar hingga waktu yang ditentukan. Allah mengatur urusan (makhluk-Nya), menjelaskan tanda-tanda (kebesaran-Nya), supaya kamu meyakini pertemuan (mu) dengan Tuhanmu. (Qs. al-Ra’d [13]: 2)
Bintang-bintang yang tertutupi kegelapan dari sisi makna ini mendapat secercah kilauan dari cahaya-cahaya agung itu. Lalu cahaya ini menerangi alam langit seakan lampu-lampu listrik sebanyak bilangan bintang-bintang, memenuhi ruang langit yang dikira hampa dan kosong dengan para malaikat dan makhluk ruhaninya, serta dipenuhi dan diramaikan oleh mereka.
Saya melihat matahari dan bintang-bintang yang bergerak laksana gerakan pasukan tak terbatas milik Sultan Azali dan Abadi, menampakkan keagungan Sang Sultan, memperlihatkan keindahan dan rububiyah-Nya yang seakan melakukan manuver kelas tinggi.
Dengan sepenuh kekuatan yang ada, dan dengan seluruh atom dalam tubuh saya jika memang memungkinkan, juga dengan lisan seluruh makhluk jika memang mereka mendengar saya, bahkan atas nama mereka semua, saya akan mengatakan:
334. Page
اللَّهُ نُورُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ . مَثَلُ نُورِهِ كَمِشْكَاةٍ فِيهَا مِصْبَاحٌ . الْمِصْبَاحُ فِي زُجَاجَةٍ . الزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٍ مُّبَارَكَةٍ زَيْتُونَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَلَا غَرْبِيَّةٍ يَكَادُ زَيْتُهَا يُضِيءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌ . نُّورٌ عَلَىٰ نُورٍ . يَهْدِي اللَّهُ لِنُورِهِ مَن يَشَاءُ . وَيَضْرِبُ اللَّهُ الْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ . وَاللَّهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ
Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Qs. al-Nur [24]: 35)
Saya baca ayat ini. Saya kemudian pulang, turun, dan sadar, seraya mengucapkan:
الحمد على نور الايمان و القرآن
Segala puji bagi Allah atas karunia cahaya iman dan al-Qur’an.
335. Page
Bagian Keenam:
Risalah Keenam
Bagian ini ditulis untuk mengingatkan para murid dan pengabdi al-Qur’an agar tidak tertipu.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ
Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim yang menyebabkan kamu disentuh api neraka. (Qs. Hud [11]: 113)
“Bagian Keenam” ini menjadikan enam tipu muslihat setan yang berasal dari golongan jin dan manusia, yang tak membawa manfaat. Bagian ini juga menangkal keenam serangan itu, insya Allah.
Tipuan Pertama:
Berdasarkan pelajaran yang didapatkan dari setan golongan jin, para setan golongan manusia ingin menipu para pengabdi golongan al-Qur’an dengan perantara cinta kedudukan. Mereka ingin menipu (para pengabdi al-Qur’an) dari khidmat suci dan jihad maknawi yang luhur tersebut. Hal itu dilakukan karena, setiap individu para pengikut dunia memiliki keinginan total atau sebagian untuk meraih ketenaran seperti yang diinginkan orang pada umumnya. Ini lazim disebut cinta kedudukan, suka pamer atau bangga diri. Mereka menginginkan reputasi dan kemuliaan di mata orang, ingin meraih kedudukan tinggi di hadapan publik. Sampai-sampai hasrat akan ketenaran mendorong sebagian mereka rela mengorbankan hidupnya.
Perasaan tersebut sangat berbahaya bagi para pencari akhirat. Sementara bagi para pencari dunia, perasaan tersebut juga mengandung derita dan nestapa, menjadi sumber dari banyak sekali akhlak buruk. Perasaan tersebut merupakan sifat paling lemah dalam diri manusia. Dengan menangkap sifat lemah ini, para setan golongan manusia
336. Page
membuat pengabdi al-Qur’an tertarik ikut mereka, cenderung pada mereka, serta mengendalikannya, sehingga mereka bisa menundukkan dan mengalahkannya.
Satu hal yang paling saya khawatirkan terhadap saudara-saudara saya adalah kemungkinan kalangan munafik memanfaatkan sifat lemah mereka. Inilah yang sangat meresahkan saya, karena dengan cara ini mereka menarik sebagian teman-teman saya yang malang dan tidak hakiki, lalu mereka lemparkan ke dalam kebinasaan secara maknawi.[1]
Karena itu, wahai saudara-saudara dan teman-teman saya para pengabdi al-Qur’an, katakanlah kepada para mata-mata seluruh pengikut dunia yang mendekati kalian melalui aspek cinta jabatan ini, katakan kepada para penyeru pengikut kesesatan, atau para murid setan: “Ridha Allah S.w.t, kemulian rahmani, dan penerimaan rabbani, merupakan posisi (maqam) tak tertandingi sehingga penghormatan dan kekaguman dari manusia hampir tidak ada artinya di samping itu semua. Jika rahmat dan kebaikan Ilahi datang menghampirimu, itu sudah cukup. Penghormatan dari manusia bisa saja diterima sebagai manifestasi, naungan rahmat dan kebaikan Ilahi yang datang menghampirimu; jika tidak, maka tak ada yang perlu diharapkan. Sebab, itu semua pasti lenyap di pintu kuburan, tidak bernilai apa pun!”
Ketika seseorang tidak dapat membungkam dan melenyapkan perasaan cinta jabatan dan kedudukan, maka dia harus mengalihkan perhatian terhadap sesuatu yang lain. Jelasnya demikian:
Perasaan ini mungkin saja dilatar-belakangi oleh alasan yang bisa diterima, misalkan dengan niat untuk mendapatkan doa dari orang banyak, demi meraih pahala akhirat, dan untuk memberikan pengaruh dakwah pada mereka, berdasarkan rahasia di balik perumpamaan berikut:
[1] Orang-orang malang itu mengira diri mereka berada dalam posisi berbahaya melalui ucapan mereka: Sesungguhnya hati kami bersama “ustadz/guru”; Padahal kata-kata orang yang mendukung aliran kaum atheis, dan menyokong di belakang seruan mereka, bahkan orang yang berada dalam bahaya dengan menyibukkan diri memata-matai tanpa dia rasakan, “Hatiku tulus bersih, jujur demi langkah guruku”; menyerupai perumpamaan ini: Salah seorang dari mereka melakukan shalat, tapi tidak dapat menahan angin dari perutnya sehingga keluar kentut darinya, dan dia pun mengalami hadats. Ketika dikatakan padanya, “Shalatmu batal,” dia menjawab, “Kenapa batal? Hatiku tulus dan bersih!” (Penulis)
337. Page
Anggap saja Masjid Aya Sophia dipenuhi orang-orang terhormat dari kalangan orang mulia dan sempurna. Di pintu masjid terdapat anak-anak kecil dan orang-orang bodoh, di dekat jendela masjid terdapat orang-orang asing yang gemar bersenda gurau dan bermain-main.
Ketika seseorang masuk ke masjid ini dan bergabung dengan jamaah tersebut, lalu membaca al-Qur’an dari ayat yang mudah dibacanya dengan suara paling merdu, indah dan lembut, saat itu pandangan ribuan ahli hakikat akan tertuju padanya. Mereka memberi respek padanya melalui penghargaan, pujian, dan doa maknawi mereka untuk orang tersebut. Hanya saja amalan baik ini tidak disukai anak-anak, orang-orang munafik yang bodoh dan orang-orang asing tersebut.
Lain halnya jika orang yang masuk masjid itu langsung melantunkan nyanyian rendahan dan cabul tanpa tahu malu, kemudian menari dan berjoged, seraya bergabung dengan jamaah tersebut. Saat itu anak-anak pasti menertawakannya.Orang-orang bodoh lagi gila itu pasti merasa senang karena secara tidak langsung nyanyian cabul yang dilantunkannya mendorong mereka untuk berbuat keji dan cabul, orang-orang asing yang senang melihat aib dan kesalahan kaum muslimin pasti tersenyum jijik. Dan tingkah laku ini akan mengundang tatapan benci, pengingkaran, dan penghinaan dari seluruh anggota jamaah yang diberkahi ini. Di mata mereka, orang ini hina dan rendah hingga sampai pada tingkatan paling hina.
Sesuai perumpamaan ini, dunia Islam dan benua Asia adalah masjid agung itu. Orang-orang mukmin dan ahli hakikat adalah jamaah mulia yang ada di masjid tersebut.
Anak-anak kecil adalah mereka yang mencari muka tanpa memiliki akal layaknya anak-anak.
Orang-orang bodoh lagi cabul itu adalah mereka yang meniru-niru orang asing yang tak beragama.
Orang-orang asing yang menyaksikan itu adalah para wartawan yang menyebarkan pemikiran-pemikiran asing Eropa.
338. Page
Setiap orang muslim, khususnya yang memiliki nilai dan kesempurnaan, memiliki tempat tersendiri yang tampak di masjid itu sesuai tingkatan yang dimiliki. Seluruh pandangan tertuju ke sana.
Ketika ia melakukan tindakan dan amal terkait hukum dan hakikat suci yang diajarkan al-Qur’an dengan ikhlas dan ridha Ilahi yang merupakan bagian dari rahasia asas Islam, menuturkan ayat-ayat al-Qur’an secara maknawi melalui gerak-geriknya, saat itulah ia termasuk dalam doa yang dipanjatkan setiap individu warga dunia Islam: “Ya Allah! Ampunilah orang-orang mukmin lelaki dan perempuan.” Ia punya andil dalam doa ini, dan memiliki hubungan ukhuwah dengan seluruh anggota dunia Islam. Hanya saja nilai yang dimilikinya ini tidak terlihat di hadapan sebagian pengikut kesesatan yang seolah-olah hewan-hewan berbahaya, juga tidak terlihat di mata orang-orang dungu yang seolah-olah anak-anak berjenggot.
Namun ketika orang tersebut meninggalkan seluruh leluhur yang menjadi sumber kemuliaan, meninggalkan seluruh kakeknya yang merupakan sumber kebanggaan, melepaskan diri dari jalan salaf shalih yang terang yang dinilai sebagai titik sandaran ruhani, dan justru melakukan banyak sekali tindakan yang ternoda oleh kotoran bid’ah karena dorongan keinginan jiwa, hawa nafsu, pamrih, dan cinta ketenaran, ia pasti jatuh ke tingkatan paling bawah secara maknawi di mata ahli hakikat dan orang-orang beriman. Sebab, hati orang beriman dari kalangan awam atau bodoh pasti merasa terusik dan membenci meski tingkatan akal mereka tidak menjangkau, kala melihat orang-orang terpedaya terhadap diri sendiri seperti mereka ini berdasarkan rahasia:
اتقُوا فراسة المؤمن فإنه ينظر بنورالله
“Takutlah firasat orang mukmin, karena ia melihat dengan cahaya Allah.”[1]
Wahai siapa pun yang tergoda oleh cinta jabatan dan diuji oleh cinta ketenaran! Orang kedua dalam perumpamaan ini jatuh ke tingkatan paling bawah di mata jamaah yang begitu banyak tak terbatas, menempati posisi terbalik di mata sebagian orang
[1] Hadits riwayat al-Tirmidzi, hadits nomor 3127, al-Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath, hadits nomor 3253, 7842, al-Mu’jam al-Kabir, hadits nomor 7497, juga disebutkan dalam Musnad al-Syamiyyin, hadits nomor 2043, dan Musnad al-Syihab, hadits nomor 663.
339. Page
bodoh yang tak berguna, mendapatkan kerugian dunia, siksa di alam Barzakh, dan bertemu dengan teman-teman palsu yang akan menjadi musuh di akhirat kelak berdasarkan rahasia ayat:
الْأَخِلَّاءُ يَوْمَئِذٍ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ عَدُوٌّ إِلَّا الْمُتَّقِينَ
Teman-teman akrab pada hari itu sebagiannya menjadi musuh bagi sebagian yang lain kecuali orang-orang yang bertakwa. (Qs. al-Zukhruf [43]: 67)
Sementara orang pertama dalam perumpamaan di atas, andaikan tidak mengeluarkan cinta jabatan dari hatinya, ia tetap meraih maqam maknawi yang bisa dibenarkan dalam batasan tertentu. Bahkan, ia meraih maqam agung yang memuaskan sifat cinta jabatan dalam dirinya secara utuh. Dengan syarat, ikhlas dan ridha Ilahi harus menjadi asasnya, dan tidak menjadikan cinta jabatan sebagai tujuan.
Meski kehilangan sesuatu yang tidak seberapa, ia mendapat banyak hal bernilai, bahkan mahal namun tidak berbahaya. Bisa saja ia membuat sebagian ular lari menjauhi. Sebagai gantinya, ia mendapatkan banyak sekali makhluk baik sebagai teman, mengusir lebah liar, dan mendatangkan kawanan lebah yang masing-masing dari setiap lebah merupakan petugas pemberi minuman rahmat yang diberkahi. Ia seakan meminum madu dari tangan mereka, menemukan teman-teman. Ruhaninya diberi minuman luapan-luapan bak air telaga Kautsar dari seluruh penjuru dunia Islam melalui doa-doa yang senantiasa terucap, dan tertulis dalam buku catatan amalnya.
Suatu ketika, orang biasa yang sibuk dengan kedudukan duniawi melakukan suatu dosa besar demi meraih ketenaran. Pada akhirnya, ia justru menjadi bahan cemoohan dan ejekan di mata dunia Islam. Pelajaran perumpamaan ini saya sampaikan kepadanya, dan saya pukulkan ke kepalanya hingga terguncang keras. Namun, usaha saya untuk menyadarkan orang tersebut tidak berhasil, mengingat saya sendiri belum menyelamatkan diri dari cinta kedudukan.
Tipuan Kedua:
Salah satu perasaan manusia yang paling penting dan paling menancap kuat adalah takut. Para tiran dan penipu seringkali memanfaatkan perasaan ini. Mereka menahan
340. Page
para pengecut dengan perasaan ini. Mata-mata para pengikut dunia, penyeru para pengikut kesesatan, seringkali memanfaatkan perasaan ini terhadap kalangan umum, khususnya ulama. Para mata-mata pengikut dunia menakut-nakuti dan mengobarkan perasaan mereka. Contoh:
Seorang penipu menampakkan sesuatu yang terlihat berbahaya di hadapan seseorang peragu yang ada di atap rumah. Ia membangkitkan perasaan dan dugaannya agar ia menjatuhkan diri dalam bahaya. Ia mendorongnya sedikit demi sedikit ke tepi atap rumah hingga si peragu jatuh dengan kepala di bawah, lehernya pun patah. Demikian pula halnya dengan para pengikut kesesatan dan pengikut dunia. Mereka membangkitkan perasaan dan dugaan-dugaan sepele banyak orang, mendorong mereka untuk mengorbankan hal-hal yang sangat berharga, sehingga ada yang terpaksa masuk ke dalam mulut ular demi menghindari gigitan nyamuk.
Ada seorang pemuka takut naik sekoci. Suatu sore, kami tiba di jembatan Istanbul, dan kami harus naik sampan, karena saat itu memang belum ada kendaraan. Kami hendak menuju perkampungan Abu Ayyub al-Anshari. Saya mendesak orang tersebut untuk naik sampan.
“Saya takut, jangan-jangan tenggelam,” katanya.
“Menurut perkiraanmu, berapa banyak sampan di teluk ini?” tanya saya padanya.
“Ada seribu, mungkin,” jawabnya.
“Berapa banyak yang tenggelam dalam setahun?” tanya saya.
“Hanya satu atau dua, dan kadang tidak ada satu pun yang tenggelam,” jawabnya.
“Dalam setahun, ada berapa hari?” tanya saya.
“Ada tigaratus enampuluh hari,” jawabnya.
“Kemungkinan tenggelam menurut dugaan dan rasa takutmu itu hanya satu berbanding tigaratus enampuluh ribu kemungkinan. Orang yang takut pada kemungkinan seperti ini tidak mungkin berwujud hewan, apalagi manusia,” kata saya.
“Berapa tahun lagi menurutmu kau akan hidup?” tanya saya lagi.
“Saya ini sudah tua, mungkin sepuluh tahun lagi,” jawabnya.
341. Page
“Kemungkinan kematian tetap ada setiap harinya, karena ajal tidak diketahui. Dengan demikian, kamu kemungkinan mati dalam tigaribu enamratus hari. Kamu mungkin saja mati pada hari ini dengan satu kemungkinan di antara tigaribu enamratus kemungkinan itu, bukan satu kemungkinan di antara tigaratus ribu kemungkinan seperti halnya sampan ini. Karena itu, silahkan kamu gemetar dan menangis, tulislah wasiat, dan sadarlah,” kata saya. Dia pun mengerti. Setelah itu saya menuntunnya naik ke atas sampan dengan gemetar.
Saat berada di atas sampan, saya berkata padanya, “Allah menciptakan perasaan takut dalam diri kita demi menjaga hidup, bukan untuk menghancurkan hidup. Allah tidak menciptakan rasa takut untuk menjadikan kehidupan ini terasa berat, sulit, dan menyiksa. Mungkin masih bisa dibenarkan jika kita waspada dan berhati-hati jika rasa takut menjadi satu kemungkinan di antara dua, tiga, lima, atau enam kemungkinan. Tapi jika kita takut karena satu kemungkinan di antara duapuluh, tigapuluh, atau empatpuluh kemungkinan, ini namanya waham yang mengubah hidup menjadi siksaan.”
Saudara-saudaraku sekalian! Ketika para pencari muka kaum munafik menyerang kalian agar menghalangi kalian untuk terus menjalankan jihad maknawi yang suci ini dengan menanamkan rasa takut dalam hati kalian, katakan kepada mereka:
Kami ini golongan al-Qur’an, berada dalam benteng al-Qur’an sesuai rahasia:
إِنَّا نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Qur’an, dan sesungguhnya Kami benar-benar menjaganya. (Qs. al-Hijr [15]: 9)
حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 173)
Ayat ini merupakan benteng kokoh yang melindungi kami. Kalian tidak akan mampu mengalihkan ikhtiar kami dari jalan yang akan mengantarkan kami menuju kehidupan abadi, seratus persen, dengan ribuan mara bahaya, hanya karena
342. Page
mengkhawatirkan kehidupan dunia yang fana dan singkat ini dengan satu kemungkinan di antara ribuan kemungkinan bahaya.”
Katakan pula kepada mereka:
Siapa gerangan di antara orang-orang seperti kami yang mengikuti kebenaran, yang tertimpa mara bahaya lantaran Sa’id Nursi yang merupakan teman kami dalam pengabdian al-Qur’an, pembimbing dan guru kami dalam mengatur segala urusan pengabdian suci? Siapa gerangan di antara murid-murid terdekat beliau yang tertimpa mara bahaya, hingga kami juga tertimpa bahaya, hingga kami resah dan gelisah karena adanya kemungkinan kami tertimpa bahaya?
Saudara kami ini memiliki ribuan teman dan saudara akhirat. Sejak kurang lebih tigapuluh tahun silam, kami tidak pernah mendengar seorang pun di antara teman atau saudaranya tertimpa mara bahaya, meski ia terjun dalam kehidupan sosial dan berpengaruh di sana, terlebih saat itu ia memegang palu politik. Namun saat ini yang dimilikinya hanyalah cahaya hakikat, bukan lagi palu politik.
Orang-orang di pemerintahan mengaitkan nama beliau dengan peristiwa 31 Maret dan menyiksa sebagian teman beliau, namun setelah itu, terbukti bahwa peristiwa ini dipicu kelompok lain. Teman-teman beliau tidak tertimpa mara bahaya lantaran beliau, tapi lantaran musuh-musuh beliau. Justru beliau menyelamatkan banyak sekali teman beliau saat itu.”
Karena itu, kalian harus membuat para pencari muka pengikut dunia merasa rugi. Kalian harus mengusir mereka seraya mengatakan:
“Jangan pernah terlintas di benakpara setan seperti kalian ini bahwa kami akan meninggalkan dan menyia-nyiakan harta simpanan abadi dari tangan kami, hanya karena takut pada satu kemungkinan bahaya di antara seribu kemungkinan lain, bahkan di antara ribuan kemungkinan lain!”
Katakan pula untuk para pencari muka dan penjilat itu:
“Andaikan kami tertimpa petaka bukan karena satu kemungkinan di antara ratusan ribu kemungkinan, bahkan dengan kemungkinan seratus persen sekalipun, kami tidak akan pernah takut, melarikan diri, dan meninggalkan kekayaan abadi ini selama kami
343. Page
masih punya akal sebesar atom sekalipun. Sebab, sudah terbukti melalui banyak sekali pengalaman –dan masih terus terbukti- bahwa mereka yang mengkhianati saudara sendiri, guru atau pembimbing saat tertimpa mara bahaya, mereka akan tertimpa petaka-petaka yang jauh lebih dahsyat. Bahkan, mereka akan disiksa tanpa belas kasihan, diperlakukan layaknya para pengkhianat hina. Tubuh mereka mati, namun pada saat yang bersamaan ruh mereka berada dalam kehinaan dan kerendahan.
Orang-orang yang menyiksa mereka pun tak memiliki belas kasih. Mereka berkata, “Karena mereka ini berkhianat kepada guru dan pembimbing mereka yang setia dan menyayangi mereka, berarti mereka ini para pengkhianat rendahan, tak patut mendapatkan belas kasih, tapi kehinaan dan penghinaan.”
Misalkan ada orang lalim, semena-mena, dan tidak punya nurani, melemparkan salah seorang di antara mereka ke tanah dan menginjak kepalanya dengan kaki. Lalu, ia mencium kaki orang lalim ini. Saat itu, hatinya lebih dulu remuk sebelum kepalanya, ruhnya lebih dulu mati sebelum jasadnya. Selain kehilangan kepala, ia juga kehilangan harga diri dan kehormatan. Dengan memperlihatkan kelemahan, ia justru mendorong orang semena-mena dengan nurani buas ini untuk semakin menyiksanya. Lain halnya jika orang yang diperlakukan semena-mena ini meludahi wajah orang lalim tersebut ketika diinjak. Saat itu, ia menyelamatkan hati dan ruhaninya, dan jasadnya menjadi sosok syahid yang teraniaya.
Karena itu, ludahilah muka-muka tak tahu malu orang-orang lalim yang semena-mena itu!
Saat Inggris menghancurkan benteng-benteng selat Besfor dan menjajah Istanbul, kepala uskup Gereja Anglikan yang merupakan majelis agama tertinggi negara tersebut saat itu, mengajukan enam pertanyaan kepada ulama Islam. Ketika itu, saya termasuk anggota Darul Hikmah Islamiyah di sana.
Mereka berkata kepada saya, “Jawablah pertanyaan mereka. Mereka menginginkan jawaban enamratus kata untuk enam pertanyaan yang mereka ajukan!”
Saya katakan, “Saya tidak akan memberikan enamratus kata sebagai jawaban, tidak pula enam kata, atau satu kata sekali pun. Saya tidak akan memberikan jawaban apa
344. Page
pun selain dengan ludah, karena saat Inggris menginjak-injak selat kita seperti yang kalian lihat, saat itu kita seharusnya meludahi wajah para uskup yang menyampaikan pertanyaan-pertanyaan dengan nada angkuh terhadap kita. Maka ludahilah muka-muka kejam orang zalim itu!”
Sekarang saya katakan wahai saudara-saudaraku:
Menghadapi pemerintahan lalim seperti Inggris dengan bahasa pers –yang pada hakikatnya sama seperti meludahi wajah mereka- kala menjajah negeri kita sudah bisa dipastikan bahayanya seratus persen. Hanya saja penjagaan al-Qur’an sudah cukup bagi saya. Karena itu, seharusnya penjagaan al-Qur’an juga cukup bagi kalian dalam menghadapi berbagai bahaya yang dilakukan orang-orang lalim tak berharga itu dengan kemungkinan satu dibanding seratus.
Saudara-saudaraku! Sebagian besar di antara kalian pernah mengalami wajib militer. Yang belum pernah, tentu pernah mendengarnya, dan bagi yang belum pernah mendengar, dengarkan kata-kata saya:
Sebagian besar mereka yang terluka dalam perang adalah mereka yang meninggalkan parit pertahanan, dan yang jarang terkena luka adalah mereka yang tetap bertahan di parit pertahanan.
قُلْ إِنَّ الْمَوْتَ الَّذِي تَفِرُّونَ مِنْهُ فَإِنَّهُ مُلَاقِيكُمْ
Katakanlah, “Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu.” (Qs. al-Jumu’ah [62]: 8)
Makna eksplisit ayat ini mengisyaratkan, orang-orang yang melarikan diri dari kematian justru menerima resiko kematian lebih besar dari yang lain.
Tipuan Setan yang Ketiga:
Setan-setan dari golongan manusia memburu banyak orang melalui sifat tamak. Seperti telah kami sebutkan di sebagian besar risalah dengan sejumlah dalil qath’i bersumber dari ayat-ayat al-Qur’an bahwa, “Rizki yang disyariatkan tidak datang menurut kemampuan dan ikhtiar, tapi menurut ketidakberdayaan dan merasa
345. Page
kekurangan (iftiqar).” Ada beberapa tanda dan bukti akan isyarat-isyarat tak terbatas yang menunjukkan hakikat ini. Di antaranya:
Pohon yang merupakan makhluk hidup yang memerlukan rizki selalu tetap berada di tempatnya, namun justru rizki datang menghampiri. Berbeda dengan hewan-hewan yang harus letih mengejar rizki dengan tamak, mereka tetap saja tidak mendapatkan makanan secara utuh seperti halnya pohon.
Ikan yang merupakan jenis hewan mendapatkan makanan secara penuh dan mengagumkan. Makanan ikan biasanya tersembunyi, padahal si ikan adalah hewan tak berakal, lemah dan hidup di bawah pasir di dalam air. Lain halnya dengan hewan-hewan cerdas dan memiliki kemampuan seperti kera dan serigala. Mereka kurus dan lemah karena tidak mendapatkan makanan yang baik. Ini semua menunjukkan, perantara rizki bukan kodrat, tapi rasa tak berdaya.
Makhluk-makhluk kecil, baik manusia maupun hewan, umumnya memiliki sumber makanan yang baik. Mereka mendapatkan hadiah paling lembut dari simpanan rahmat rabbani, seperti susu, dari arah yang tidak mereka sangka-sangka sebagai bentuk belas kasih terhadap kelemahan mereka. Berbeda dengan sumber makanan hewan buas. Ini menunjukkan perantara rizki halal adalah kelemahan dan kemiskinan, bukan kecerdasan atau kemampuan.
Tidak berbeda dengan sebuah bangsa di dunia yang paling getol mencari rizki, seperti Yahudi yang dikenal sangat tamak. Meski demikian, mereka mengalami penghidupan yang buruk, lebih sengsara dari bangsa-bangsa lain. Bahkan orang-orang kaya kalangan Yahudi pun hidup dalam kehinaan. Harta benda yang mereka dapatkan melalui cara-cara melanggar syariat, seperti riba, bukan rizki halal yang menyangkal diskusi kita ini.
Tidak sedikit orang terpelajar dan ulama hidup miskin, dan tidak sedikit pula orang-orang bodoh hidup kaya. Ini menunjukkan bahwa sarana untuk mendapatkan rizki bukan kecerdasan atau kemampuan, tapi ketidakberdayaan dan kekurangan, berserah diri dalam tawakal, doa melalui bahasa lisan, bahasa kondisional, dan bahasa aksi nyata.
346. Page
إِنَّ اللَّهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِينُ
Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh. (Qs. al-Dzariyat [51]: 58).
Ayat yang memperlihatkan hakikat ini adalah dalil kuat dan kokoh untuk pernyataan kami di atas. Bahkan seluruh tumbuhan, hewan, anak-anak, dan seluruh kelompok makhluk hidup yang memohon rizki, membaca ayat ini dengan bahasa kondisional.
Mengingat rizki sudah ditentukan, diberikan, dan yang memberi Allah, Rabb Yang Maha Penyayang lagi Mulia, maka siapa pun yang bertindak tanpa tahu malu dengan cara melanggar syariat, hingga mencurigai rahmat Allah, merendahkan kemuliaan-Nya, rela menggadaikan nurani bahkan sebagian kesucian diri sebagai suap, rela menerima uang haram yang tiada membawa berkah, orang seperti ini musti berfikir bagaimana ia bisa gila berlipat kali sedemikian rupa!
Para pengikut dunia, khususnya orang-orang sesat, tidak mau memberikan uang dengan percuma. Mereka menjualnya dengan harga amat mahal. Orang kadang menjadi sarana perusak kehidupan abadi tak terbatas demi sejumlah harta yang hanya bisa digunakan untuk kehidupan dunia selama satu tahun. Dengan sikap tamak yang kotor inilah, ia mengundang murka Ilahi dan berusaha membuat senang orang-orang sesat.
Saudara-saudaraku sekalian!
Karena tamak, kalian terjerat oleh para pencari muka dunia, oleh orang-orang munafik para pengikut kesesatan. Inilah kelemahan manusia. Karena itu, fikirkan hakikat sebelumnya, dan jadikan saudara kalian yang miskin ini sebagai teladan. Dengan sepenuh kekuatan, saya meyakinkan kalian bahwa qana’ah dan kesederhanaan akan memperlama kehidupan kalian, melimpahkan kalian rizki melebihi gaji yang kalian terima, khususnya uang-uang tidak halal yang diberikan kepada kalian. Dengan uang yang kalian terima, kalian dituntut untuk membayar harganya seribu kali lipat. Cara ini mungkin saja akan mempersulit pengabdian al-Qur’an yang bisa saja membukakan simpanan-simpanan rahmat abadi setiap saat, dan bisa saja menimpakan
347. Page
kelemahan dalam memberikan pengabdian. Ini sangat berbahaya, sekaligus sebagai kekosongan yang tak mungkin bisa diisi oleh siapa pun, bahkan andai setiap bulannya digaji ribuan kali lipat.
Perhatian:
Orang-orang sesat tidak mampu menghadapi hakikat-hakikat iman dan al-Qur’an yang kita sebarkan, yang bersumber dari al-Qur’an. Karena itu, mereka pasti menggunakan perangkap kelalaian dan tipu daya di balik kemunafikan dan tipuan. Mereka bermaksud menipu teman-teman saya melalui cinta kedudukan, sifat tamak, rasa takut, dan merendahkan martabat saya dengan kebohongan.
Dalam menyampaikan dakwah dan pengabdian, kami senantiasa berperilaku positif. Hanya saja cara menangkal halangan-halangan yang merintangi segala urusan kebajikan kadang mendorong kami berperilaku negatif. Karena itu, saya ingatkan tiga poin sebelumnya kepada saudara-saudara saya dalam menghadapi segala propaganda orang-orang munafik yang menipu, dan saya akan berusaha untuk menangkal tudingan-tudingan yang menerpa.
Namun, saat ini saya perlu mengingatkan serangan yang ditujukan pada pribadi saya, karena mereka mengatakan, “Sa’id itu orang Kurdi, mengapa kalian memuliakan dan menghormatinya sedemikian rupa. Mengapa kalian mengikutinya?”
Untuk membuat orang-orang bodoh seperti mereka ini diam tak berkutik, saya terpaksa harus menyebutkan tipuan setan yang keempat melalui lisan Sa’id lama, tanpa sedikit pun saya inginkan.
Tipuan Setan yang Keempat:
Sebagian orang munafik yang menyerang saya dengan berbagai tudingan yang bersumber dari bisikan-bisikan setan dan arahan-arahan para pengikut kesesatan yang sibuk dengan jabatan, menyatakan dengan maksud untuk menipu saudara-saudara saya, juga untuk menyulut fanatisme golongan di tengah-tengah mereka:
348. Page
“Kalian orang Turki. Alhamdulillah, masih banyak ulama dan orang sempurna di kalangan orang Turki. Sementara Sa’id orang Kurdi. Bekerjasama dengan orang yang tidak berasal dari kaum kalian tentu menyalahi fanatisme.”
Jawab:
Wahai orang munafik yang menyedihkan. Alhamdulillah, saya Muslim, dan umat saya setiap zamannya memiliki tigaratus limapuluh juta jiwa. Seratus ribu kali saya berlindung kepada Allah untuk mengorbankan tigaratus limapuluh juta saudara saya yang membangun persaudaraan abadi seperti ini, membantu saya melalui doa, dan sebagian besar di antara mereka adalah orang Kurdi. Saya juga berlindung kepada Allah untuk mengganti saudara-saudara yang diberkahi yang jumlahnya tak terbatas ini dengan beberapa orang yang menempuh jalur kemunafikan atau faham yang tidak mengakui satu pun madzhab yang menyandang sifat sebagai orang Kurdi, maupun yang termasuk orang-orang Kurdi.
Karena itu, hai orang atheis! Orang-orang bodoh sepertimu memang harus ada, agar selanjutnya melepaskan diri dari ukhuwah abadi milik sebuah jamaah hakiki yang jumlah anggotanya mencapai tigaratus limapuluh juta jiwa, agar mereka mendapatkan sesuatu yang tidak bermanfaat –meski di dunia- dari balik persaudaraan dengan orang-orang kafir Majar (Hungaria), atau sebagian orang Turki yang menjadi orang-orang munafik dan meniru orang-orang Barat.
Esensi nasionalisme negatif dan apa saja bahayanya sudah kami jelaskan lengkap dengan bukti-buktinya dalam “Masalah Ketiga” di “Surat Keduapuluh Enam.” Karena itu, penjelasannya kami alihkan ke sumber tersebut. Hanya saja, berikut ini akan kami jelaskan hakikat yang telah disebutkan secara garis besar di bagian akhir “Masalah Ketiga.” Demikian:
Pesan saya untuk orang-orang munafik yang mengklaim fanatisme, yang bersembunyi di balik tirai nasionalisme Turki, padahal sebenarnya mereka adalah musuh-musuh bangsa Turki:
Saya punya hubungan dengan umat Islam melalui ukhuwah abadi dan hakiki. Saya punya hubungan hakiki, tulus, dan kuat dengan orang-orang mukmin di negeri ini
349. Page
yang disebut sebagai orang-orang Turki. Dengan penuh bangga, saya memilikirasa cinta dan loyalitas atas nama Islam terhadap bangsa ini yang berkeliling membawa panji al-Qur’an sejak sekitar seribu tahun silam ke enam penjuru dunia.
Sementara kalian, hai penipu, yang mengaku-aku fanatik! Yang kau punya hanyalah persaudaraan palsu, rasial, sesaat, dan sarat kepentingan dalam bentuk yang melupakan kebanggaan bangsa Turki sebenarnya. Jawab pertanyaan saya:
Apakah bangsa Turki hanya pemuda-pemuda lalai yang mengikuti hawa nafsu yang berusia antara duapuluh hingga empatpuluh tahun saja?!
Apakah kepentingan dan pengabdian sebagai konsekwensi fanatisme golongan mengharuskan mereka dididik ala Barat yang semakin membuat mereka lalai dan melatih mereka untuk berbuat kerusakan dan amoral, juga mendorong mereka untuk menerjang apa pun yang diharamkan?! Tawa sesaat ini akan membuat mereka menangis di masa tua.
Jika memang fanatisme nasionalisme seperti itu, jika memang kemajuan dan kebahagiaan hidup adalah seperti itu; jika kau bilang hal-hal semacam ini sebagai nasionalisme Turki; dan jika kau memang orang nasionalis dalam bentuk seperti ini; maka saya harus menjauhi klaim nasionalisme Turki seperti ini, dan kau juga harus menjauhi saya.
Jika memang kau masih memiliki fanatisme, kesadaran, pemahaman, dan sikap obyektif meski hanya seberat atom sekali pun, perhatikan klasifikasi berikut, setelah itu jawab pertanyaan saya:
Golongan pertama, orang-orang shalih dan bertakwa.
Golongan kedua, kelompok yang tertimpa musibah dan terserang penyakit.
Golongan ketiga, para manusia lanjut usia (manula).
Golongan keempat, kelompok anak-anak.
Golongan kelima, kelompok orang-orang fakir dan dhuafa.
Golongan keenam, kaum muda.
Bukankah lima golongan pertama orang-orang Turki?! Bukankah mereka punya bagian dari fanatisme nasionalisme?
350. Page
Apakah menyakiti lima kelompok pertama, mempersulit penghidupan mereka, dan merusak hiburan mereka demi menyenangkan kelompok kelima dengan kesenangan yang memabukkan, disebut sebagai fanatisme nasionalisme? Ataukah musuh-musuh bangsa Turki?
Orang yang membahayakan kalangan mayoritas adalah musuh, bukan teman sesuai aturan kekuasaan mayoritas.
Jawab pertanyaan saya:
Mana yang bermanfaat untuk golongan pertama, golongan orang-orang yang beriman dan bertakwa, apakah peradaban orang Barat, ataukah menantikan kebahagiaan abadi melalui cahaya hakikat iman, menempuh jalan kebenaran yang mereka rindukan dan inginkan, serta mencari hiburan hakiki?
Jalan yang ditempuh oleh orang yang menggembor-gemborkan fanatisme, yang menempuh jalan kesesatan sepertimu, memadamkan cahaya-cahaya maknawi orang mukmin yang bertakwa, merusak hiburan hakiki mereka, memperlihatkan kematian sebagai peniadaan abadi, memperlihatkan kuburan sebagai pintu perpisahan abadi.
Apakah manfaat untuk golongan kedua, yaitu mereka yang tertimpa musibah, orang-orang sakit, dan yang sengsara hidup, mendorong mereka berada di bawah peradaban Barat dengan bersikap munafik?
Orang-orang malang dan sengsara secara ekonomi ini mencari cahaya, mencari hiburan, mencari balasan atas musibah yang menimpa, menuntut balas terhadap siapa pun yang memperlakukan mereka secara semena-mena. Mereka ingin menepis rasa takut di depan pintu kuburan yang sudah mereka dekati. Namun dengan fanatisme dusta, kalian menanamkan jarum di hati orang-orang yang tertimpa musibah seperti mereka ini, padahal mereka patut mendapatkan belas kasihan, rasa sayang, kelembutan, perlindungan, dan pelayanan. Kalian justru memukul kepala mereka dengan palu. Kalian menghancurkan cita-cita dan harapan mereka tanpa belas kasih. Kalian membuat mereka berputus asa secara mutlak.
Inikah yang disebut fanatisme nasionalisme?! Seperti inikah sumbangsih kalian terhadap umat?!
351. Page
Kelompok ketiga, mereka adalah para manusia lanjut usia (manula). Mereka berjumlah sepertiga umat, dan mereka ini sudah mendekati kuburan, mendekati kematian, menjauhi dunia, dan condong pada akhirat.
Apakah manfaat, cahaya dan hiburan yang bisa diberikan kepada mereka ini adalah memperdengarkan kisah orang-orang lalim seperti Hulagu dan Jenghis Khan?! Sementara perilaku orang-orang lalim seperti ini membuat orang melupakan akhirat, membuat mereka berpegangan pada dunia. Perilaku-perilaku mereka yang hina, yang membuat manusia lupa akhirat dan membuat mereka bersandar pada dunia, yang tak lain adalah perilaku yang steril, disebut sebagai kemajuan dan peradaban, padahal sebenarnya tidak lain adalah keruntuhan maknawi?!
Apakah cahaya akhirat ada dalam film?! Apakah hiburan sejati ada dalam drama?!
Orang-orang tua malang seperti mereka ini mengharapkan perlakuan hormat orang-orang nasionalis. Karena itu, maka membuat mereka terkesan digiring menuju ketiadaan abadi, mengubah pintu kuburan yang mereka bayangkan sebagai pintu rahmat menjadi mulut ular, membisikkan di telinga mereka secara maknawi, “Kau akan pergi ke sana,” itu semua mirip seperti memotong-motong mereka dengan pisau maknawi. Kalau memang fanatisme nasionalisme seperti ini, maka seratus ribu kali saya berlindung kepada Allah darinya!
Kelompok keempat, mereka adalah anak-anak. Mereka ini menginginkan kasih sayang, menantikan belas kasih fanatisme nasionalisme. Mereka ingin mengenal Sang Khaliq Maha Kuasa lagi Maha Penyayang yang membentangkan ruhani mereka, menumbuhkan segenap kemampuan mereka dengan bahagia dan senang, sebab mereka lemah dan tak berdaya. Dengan mengajarkan tawakal imani dan penyerahan diri secara Islam, mereka siap menghadapi segala hal mengerikan dan kondisi yang menakutkan di dunia. Anak-anak yang tak bersalah ini pun bisa menatap kehidupan dengan pandangan harapan dan kerinduan.
Apakah gerangan semua itu tertera dalam pelajaran peradaban di mana hubungan mereka dengan semua itu amat kecil, selain tertera di dalam pelajaran-pelajaran filsafat
352. Page
materialisme kelam dan pekat yang mematahkan kekuatan maknawi mereka, juga memadamkan ruhani mereka?!
Andai saja manusia hanya berupa jasad hewani semata, dan di kepalanya tidak berisi akal, mungkin ajaran orang kafir Eropa ini bisa menyenangkan anak-anak untuk sementara waktu. Ajaran yang kalian sebut sebagai pendidikan peradaban dan kalian hiasi sedemikian rupa seakan sebagai pendidikan kewarnegaraan, mungkin bisa memberi manfaat untuk anak-anak secara duniawi layaknya mainan anak-anak.
Mengingat anak-anak tak bersalah ini akan mengarungi kehidupan yang penuh gelombang, mengingat mereka ini manusia, di hati kecil mereka tentu saja terdapat serangkaian harapan besar yang jauh terbentang, di akal mereka yang kecil pasti muncul banyak sekali tujuan dan sasaran besar.
Mengingat hakikatnya seperti ini, dan karena mereka ini lemah dan tak berdaya tak terhingga, maka kasih sayang mengharuskan untuk menanamkan titik sandar yang kuat di hati mereka dalam bentuk keimanan kepada Allah dan akhirat. Dengan cara ini, kasih sayang terhadap mereka akan terwujud. Tanpa itu, peradaban yang mereka sebar adalah penyembelihan maknawi terhadap orang-orang tak berdaya dan malang itu karena mabuk fanatisme nasionalisme, ibarat ibu edan menyembelih anak sendiri dengan pisau secara maknawi. Ini zalim, laksana mengeluarkan otak dan hati anak, lalu diberikan sebagai makanan jasmani padanya.
Kelompok kelima, golongan orang-orang fakir dan dhuafa:
Bukankah ada bagian dari fanatisme nasionalisme untuk orang-orang fakir yang menderita karena menghadapi kerasnya beban berat kehidupan disebabkan kemiskinan, untuk para dhuafa yang amat tersiksa karena berbagai perubahan dan guncangan keras kehidupan?
Apa bagian untuk orang-orang malang dari serangkaian perilaku yang kalian lakukan atas nama kemajuan dan peradaban Eropa yang firauni dan mengoyak tirai rasa malu, dan yang semakin membuat orang-orang miskin merasa putus asa dan menderita, yang menjadi ladang bagi hawa nafsu diri orang-orang kaya yang bodoh,
353. Page
juga sebagai sarana untuk meraih ketenaran dan kesengsaraan segelintir orang kuat yang lalim?!
Obat manjur untuk mengobati luka kemiskinan orang-orang fakir dan miskin tidak mungkin muncul dari gagasan rasial, tapi semata bersumber dari apotek suci Islam. Tidak mungkin orang-orang lemah mendapatkan kekuatan dari filsafat naturalisme yang tidak memiliki kesadaran yang bersumber dari faktor kebetulan, tapi hanya didapatkan dari fanatisme nasionalisme Islam yang suci.
Kelompok keenam adalah kaum muda.
Andai saja mereka ini selalu muda, tentu minuman keras yang disuguhkan oleh nasionalisme negatif bisa memberikan manfaat sesaat untuk mereka. Tapi apa boleh dikata, mabuk dan berbagai derita yang disebabkan minuman keras ini akan terus membuat mereka menangis ketika sadar dari mabuk masa muda yang begitu nikmat karena derita masa tua, kala mereka bangun dari tidur pada pagi hari masa tua yang penuh dengan penyesalan dan kerugian.
Derita di balik hilangnya impian nikmat ini akan membuat kaum muda merasa rugi dan menyesal penuh kesedihan, serta membuatnya mengatakan, “Oh, menyesal sekali, hilang sudah masa muda, lenyap sudah usia, aku pasti masuk kubur dengan sia-sia. Andai saja aku sadar!”
Apakah gerangan bagian kelompok kaum muda dari fanatisme nasionalisme ini semata mendorong mereka untuk menangis merugi dan menyesal dalam waktu lama demi kesenangan sesaat?!
Ataukah kebahagiaan duniawi dan kesenangan hidup mereka ada di balik keberhasilan menjalani masa muda abadi di negeri kebahagiaan yang dikekalkan secara maknawi oleh pemuda fana melalui ibadah, menginfakkan nikmat hidup di jalur keistiqamahan, bukan di jalur permainan dan kesenangan semu. Dengan menghabiskan mata muda dalam keistiqamahan, yang berarti mensyukuri nikmat masa muda yang indah, lembut, dan manis?
354. Page
Jawablah pertanyaan saya kalau memang Anda masih punya kesadaran dan pengertian meski seberat atom sekali pun?
Kesimpulan:
Andai bangsa Turki ini hanya berupa kelompok kaum muda saja, yaitu pemuda, mereka tetap bertahan dengan kepemudaan mereka selamanya, dan mereka tidak punya tempat tinggal apa pun selain dunia, tentu perilaku kalian yang ke-Eropa-an di balik topeng bisa disebut sebagai fanatisme nasionalisme, tentu kalian bisa mengatakan bahwa orang seperti saya ini terlahir di kawasan lain, bukan di Turki, yang tidak terlalu memperdulikan kehidupan dunia, yang menganggap gagasan rasial sebagai penyakit laksana penyakit Eropa-isasi, dan yang berusaha untuk memalingkan kaum muda dari hawa nafsu dan keinginan-keinginan diri yang melanggar syariat, tentu kalian bisa bilang pada orang seperti saya ini, “Dia orang Kurdi, jangan diikuti.”
Namun karena bangsa negara yang menyandang sifat sebagai orang Turki ini terdiri dari enam golongan seperti yang telah kami jelaskan di atas, maka merugikan lima golongan, merusak kenyamanan mereka, memberikan kenyamanan dan kesenangan sesaat yang bersifat keduniaan yang akibatnya memalukan hanya kepada satu golongan saja, bahkan memabukkan golongan ini, tentu merupakan sikap permusuhan terhadap bangsa Turki, sama sekali bukan persahabatan dengan bangsa ini!
Dari sisi ras, saya memang bukan orang Turki. Namun saya telah dan akan tetap bekerja sekuat tenaga, sepenuh kerinduan, dengan kasih sayang dan ukhuwah, demi kelompok orang-orang Turki yang bertakwa, untuk kelompok yang tertimpa berbagai musibah, untuk golongan kaum tua, kalangan anak-anak, kelompok dhuafa dan fakir. Saya juga ingin mengalihkan golongan keenam (kaum muda) dari segala perilaku dan tindakan melanggar syariat yang meracuni kehidupan dunia sekaligus merusak kehidupan akhirat mereka, membuat mereka menangis sepanjang satu tahun penuh hanya demi tertawa sesaat.
355. Page
Tulisan-tulisan yang saya sebar dengan bahasa Turki yang bersumber dari al-Qur’an juga bukan hanya saya lakukan enam atau tujuh tahun belakangan ini saja, tapi sudah duapuluh tahun lamanya ada di tengah-tengah!
Cahaya-cahaya (Risalah al-Nur) yang amat didambakan kelompok kaum tua bisa dilihat melalui tulisan-tulisan yang bersumber dari cahaya al-Qur’an.
Obat paling manjur yang diperlukan oleh mereka yang menderita berbagai macam musibah dan penyakit bisa dilihat melalui apotek suci al-Qur’an.
Pintu kuburan yang begitu meresahkan kaum tua, oleh cahaya-cahaya al-Qur’an (Risalah al-Nur) diperlihatkan sebagai pintu rahmat, bukan pintu peniadaan. Dan dari tambang al-Qur’an, sebuah titik sandaran yang sangat kuat untuk menghadapi berbagai musibah dan hal-hal membahayakan, dimunculkan di hati anak-anak yang peka, dimunculkan untuk mereka, dan dipasang untuk memberikan manfaat bagi mereka, dan mereka benar-benar memanfaatkannya.
Dengan hakikat keimanan terhadap al-Qur’an Hakim, beban berat kehidupan yang sering kali membuat mereka sedih dan menderita, akan diringankan dari orang-orang fakir dan lemah.
Itulah lima dari enam kalangan bangsa Turki. Kami berusaha demi maslahat dan kepentingan mereka. Untuk golongan keenam (kaum muda), di hati ini terselip cinta tulus untuk para pemuda shalih. Dan kami sama sekali tidak mempunyai ikatan persahabatan apa pun dengan orang-orang atheis seperti Anda. Sebab, kami tidak menganggap orang-orang atheis yang ingin mengoyak umat Islam sebagai pengusung segala kebanggaan hakiki bangsa Turki. Kami menganggap mereka sebagai orang-orang Eropa yang bersembunyi di balik tirai nasionalisme Turki.
Meski mereka seratus ribu kali mengaku sebagai orang Turki, klaim itu tetap tidak akan mampu menipu para ahli hakikat. Sebab, segala perilaku dan tindakan mereka mendustakan pengakuan mereka sendiri.
Wahai kalian yang meniru gaya Eropa, wahai orang-orang atheis yang dengan segala propaganda, kalian berusaha untuk menjauhkan saudara-saudara hakiki saya dari saya!
356. Page
Apa sumbangsih yang telah kalian berikan untuk bangsa ini?
Kalian memadamkan cahaya orang-orang yang bertakwa dan shalih (golongan pertama). Kalian tebarkan racun di atas luka-luka mereka yang justru memerlukan kasih sayang, kelembutan, perhatian, dan pelayanan (golongan kedua).
Kalian merusak hiburan kelompok ketiga yang seharusnya berhak dimuliakan dan dihormati dengan sebenarnya. Kalian membuat mereka merasa berputus asa.
Kalian secara total merusak kekuatan maknawi kelompok keempat yang amat memerlukan kasih sayang. Kalian padamkan kemanusiaan hakiki mereka.
Kalian membuat harapan dan cita-cita kelompok kelima yang amat memerlukan bantuan, pertolongan, dan hiburan, menjadi mandul. Kalian ubah kehidupan terlihat lebih menakutkan dari kematian di mata mereka. Kalian cekoki golongan keenam dengan minuman keras derita yang membuat mereka mabuk dalam tidur masa muda, padahal mereka amat memerlukan kesadaran.
Apakah seperti ini kiranya fanatisme nasionalisme kalian, sampai-sampai kalian mengorbankan banyak sekali kesucian?! Seperti inikah cara kalian untuk memberikan manfaat bagi nasionalisme Turki untuk orang-orang Turki?!
Seratus ribu kali na’udzu billah.
Wahai yang terhormat! Saya tahu, kalian tentu menggunakan kekuatan ketika kalah dalam kebenaran. Andaipun kalian mengubah bumi ini menjadi bola api raksasa dan kalian timpakan di atas kepala ini, tentu kepala saya yang sudah dikorbankan bagi hakikat al-Qur’an tidak akan pernah tunduk pada kalian, berdasarkan rahasia,“Kekuatan ada pada kebenaran, bukan pada kekuatan.”
Saya katakan kepada kalian, saya takkan peduli andai ribuan orang seperti kalian memusuhi saya secara materi, andai banyak orang tak terbatas dari kalangan rakyat seperti kalian membenci saya secara maknawi. Dan saya tidak akan menganggap mereka selain sebagai hewan-hewan berbahaya, karena apa memangnya yang bisa kalian lakukan padaku?!
Yang bisa kalian lakukan hanya dua: mengakhiri kehidupan saya, atau merusak aktivitas dakwah saya. Sebab, hanya dua hal ini saja yang ada dalam hubungan saya
357. Page
dengan dunia. Untuk masalah ajal yang menimpa kehidupan, saya secara pasti mengimani hingga tingkatan syuhud bahwa ajal tidak akan berubah, karena sudah ditakdirkan.
Karena ajal sudah ditakdirkan, saya tak perlu takut pada kematian sebagai syahid demi kebenaran. Saya justru menantikan itu dengan kerinduan, terlebih saya sudah tua. Menurut saya, saya tidak akan hidup lebih dari satu tahun lagi. Menggantikan kehidupan satu tahun usia menjadi usia hakiki tak terbatas yang diraih melalui mati syahid, merupakan tujuan paling luhur untuk orang-orang seperti saya.
Untuk dakwah menyeru kepada Allah(ilallah), alhamdulillah dengan rahmat-Nya, Allah memberi saya banyak sekali saudara dalam pengabdian al-Qur’an dan keimanan. Seiring kematian saya, pelayanan ini akan muncul di berbagai tempat, bukannya di satu tempat saja.
Andai lidah saya dibungkam oleh kematian, akan banyak sekali lidah-lidah kuat yang berbicara menggantikan saya, dan akan tetap meneruskan pelayanan ini. Bahkan bisa saya katakan, “Seperti halnya satu benih setelah dimasukkan ke dalam tanah dan mati, akan memunculkan kehidupan bulir, lalu seratus benih akan mulai menjalankan fungsi, bukannya satu benih saja, seperti itu juga saya berharap, semoga kematian saya ini menjadi sarana pengabdian al-Qur’an dan keimanan yang jauh lebih banyak dari kehidupan saya.”
Tipuan Setan yang Kelima:
Para pembela pengikut kesesatan berusaha untuk menarik dan menyingkirkan saudara-saudara saya dari saya dengan memanfaatkan sikap egoisme dan sikap terpedaya yang telah terpendam dalam diri manusia.
Sifat paling berbahaya sekaligus paling lemah dalam diri manusia adalah egoisme, karena sifat yang satu ini bisa mendorong mereka melakukan berbagai perilaku rakus dan buruk.
Saudara-saudaraku sekalian! Berhentilah dan waspadalah, jangan sampai mereka menyerang anda dengan sifat egoisme dan memburu kalian dengannya.
358. Page
Perlu kalian ketahui bahwa para pengikut kesesatan pada masa sekarang menunggangi “keakuan”(egoism) menuju lembah-lembah kesesatan. Para pengikut kebenaran tidak mungkin mampu menyeru menuju kebenaran dan mengabdi pada kebenaran tanpa meninggalkan egoisme diri terlebih dahulu, bahkan andaipun seseorang menggunakan “keakuan” dengan benar. Sebab, hal itu akan membuat orang lain mengiranya sebagai orang egois seperti halnya mereka, sehingga akan menjelma jadi kezaliman dan prasangka terhadap pengabdian al-Qur’an.
Selain itu, pengabdian al-Qur’an yang membuat kita saling menyatu di sekitarnya, tidak menerima “aku,” yang diinginkan hanyalah “kami.” Pengabdian al-Qur’an mengatakan, “Jangan katakan, ‘Aku,’ tapi katakan, ‘Kami’.”
Seperti yang kalian ketahui, saudara kalian yang miskin ini tidak muncul ke permukaan dengan “keakuan,” juga tidak menjadikan kalian sebagai para pelayan egoisme diri. Ia hanya menampakkan diri sebagai pengabdi al-Qur’an yang jauh dari “keakuan,” tidak kagum pada diri sendiri, dan tidak menjadikan “keakuan” sebagai manhaj yang ditempuh.
Selain itu, melalui sejumlah bukti pasti, ia membuktikan kepada kalian bahwa tulisan-tulisan yang dibuat untuk memberikan manfaat bagi semua orang, adalah hak milik bersama. Dengan kata lain, tulisan-tulisan tersebut bersumber dari al-Qur’an, tidak bisa dimiliki siapa pun dengan egoisme diri.
Dengan asumsi mustahil bahwa saya memiliki tulisan-tulisan tersebut atas dasar egoisme diri, namun karena pintu hakikat al-Qur’an telah membuka pintu ini, maka sudah pasti bagi para ahli ilmu dan kesempurnaan untuk tidak memperhatikan segala kekurangan dan kerendahan saya, jangan sampai tidak memberikan bantuan pada saya dan jangan merasa tidak memerlukan saya, seperti yang dibilang salah seorang saudara saya.
Meski jejak-jejak peninggalan salaf shalih dan ulama ahli tahqiq merupakan simpanan yang begitu besar dan memadai untuk mengatasi segala persoalan dan kesulitan, namun kadang kunci lebih penting dari harta-harta simpanan itu sendiri,
359. Page
karena tempat penyimpanan terkunci. Dan satu kunci bisa digunakan untuk membuka banyak sekali harta-harta simpanan.
Saya kira orang-orang yang terpedaya oleh ilmu yang dimiliki dalam skala besar menyadari bahwa masing-masing dari “al-Kalimat” yang diterbitkan merupakan kunci hakikat Al-Quran dan pedang permata yang jatuh ke kepala siapa pun yang berusaha mengingkari semua hakikat tersebut.
Para pemilik keutamaan dan kesempurnaan harus mengetahui, juga siapa pun yang memiliki egoisme keilmuan yang kuat, bahwa mereka bukan murid-murid saya, tapi murid-murid al-Qur’an. Saya pun teman mereka dalam mempelajari hakikat al-Qur’an.
Bahkan andai saya mengklaim diri sebagai “ustadz,” mengingat pada waktu yang serba sulit ini kita menemukan sebuah solusi dan sarana untuk menyelamatkan tingkatan-tingkatan ahli keimanan –yang awam maupun kalangan terpelajar- dari berbagai waham dan syubhat yang menyerang mereka, maka hendaklah para ulama menemukan cara yang lebih mudah, atau gunakan saja cara ini, pelajarilah, jadikanlah cara ini sebagai titik sandaran, dan dukunglah.
Ada ancaman keras yang ditujukan pada para ulama jelek (‘ulama’ al-su’). Karena itu, ahli ilmu harus benar-benar waspada di zaman sekarang ini! Jika kalian mengira saya menyebarkan dakwah ini karena alasan egoisme seperti yang dikira musuh-musuh kami, apa bisa dikata, jika di luar sana banyak orang yang rela meninggalkan sikap egoisme diri dan berkumpul demi tujuan duniawi-nasionalisme di sekeliling seseorang yang bertindak laksana manusia Fir’aun dengan penuh kesetiaan dan ketulusan, melaksanakan berbagai pekerjaan dengan sandaran yang amat kuat? Lantas, apakah saudara kalian ini tidak punya hak untuk meminta bantuan kalian guna menopang hakikat al-Qur’an dan hakikat keimanan dengan meninggalkan sikap egoisme diri laksana para penggerak golongan duniawi tersebut?!
Bukankah ulama terbesar kalian tidak berhak untuk tidak memenuhi seruan saudara kalian ini?!
360. Page
Saudara-saudaraku sekalian! Sisi paling berbahaya dalam egoisme terhadap amalan kita adalah dengki (hasad). Ketika amalan tidak dilakukan untuk Allah semata, dengki pasti menyusup dan merusak amalan tersebut.
Seperti halnya dua tangan seseorang tidak saling dengki satu sama lain, seperti halnya mata tidak dengki pada telinga, hati tidak bersaing dengan akal, seperti itu juga masing-masing dari kalian laksana satu indera dan anggota tubuh dalam sosok maknawi organisasi kita ini. Kewajiban kalian secara perasaan adalah tidak saling bersaing satu sama lain. Yang benar, keistimewaan sebagian dari kalian adalah kebanggaan dan kenikmatan bagi yang lain.
Ada satu hal lain yang paling penting: Adanya rasa dengki pada diri kalian dan orang-orang tercinta di antara kalian terhadap saudara kalian yang miskin ini. Inilah hal yang paling berbahaya. Di tengah-tengah kalian ada ulama terkemuka. Di kalangan ahlul ilmi di antara kalian pun ada sikap egois dalam hal ilmu. Bahkan, andaipun seseorang bersikap rendah hati, tetap saja bersikap egois di sisi ini. Tentu tidak mudah untuk melepaskan diri dari sikap tersebut meski sekuat apa pun hati dan akal dalam berpegang teguh pada dakwah ini, sebab jiwanya tetap akan mencari-cari keistimewaan karena dorongan sikap egois tersebut, ingin memperkenalkan dan memasarkan diri, bahkan ingin menentang risalah-risalah yang tertulis.
Meski hatinya mencintai Risalah al-Nur, akalnya merasa kagum dan menilainya sebagai sesuatu yang luhur, namun jiwanya berharap untuk meruntuhkan wibawa “al-Kalimat.” Jiwanya seakan menyembunyikan permusuhan karena rasa dengki yang muncul akibat sikap egois tersebut, demi menggapai hasil-hasil pemikiran, menyebarluaskan, dan menjual hasil-hasil tersebut dengan hal-hal duniawi yang setimpal.
Saya mau tidak mau harus memberitahukan kalian bahwa mereka yang berada dalam lingkup pelajaran al-Qur’an ini, bahkan sekaliber ulama yang luas ilmunya dan ahli ijtihad, tugas mereka dari sisi ilmu keimanan adalah menjelaskan dan mengelola “al-Kalimat” yang tertulis ini. Itu saja. Sebab, berdasarkan sejumlah pertanda, kami melihat bahwa kita diberi tugas untuk menyampaikan fatwa dalam ilmu keimanan ini.
361. Page
Ketika ada seseorang dari lingkaran kita menulis sesuatu yang tidak menjelaskan dan memaparkan “al-Kalimat” (Risalah al-Nur) atas dorongan perasaan yang bersumber dari sikap egois ilmu, tindakan ini merupakan penentangan dingin dan taqlid tidak sempurna. Sebab, telah terbukti dan dipastikan melalui banyak sekali alamat dan pertanda bahwa bagian-bagian dari Risalah al-Nur merupakan tetesan-tetesan al-Qur’an. Masing-masing kita memiliki tugas tertentu sesuai aturan pembagian tugas, untuk selanjutnya kita menghantarkan tetesan-tetesan air kehidupan ini bagi siapa pun yang memerlukan.
Tipuan Setan yang Keenam:
Setan-setan memanfaatkan sisi kemalasan, kenyamanan, ketenangan, dan keterikatan pada tugas-tugas lain.
Ya, setan-setan dari golongan manusia dan jin menyerang dari semua sisi. Kala mereka melihat teman-teman kita teguh, setia, loyal, berniat tulus, dan punya idealisme tinggi, mereka mencari sisi lain untuk melancarkan serangan. Mereka memanfaatkan sebaik-baiknya sisi kemalasan, kegemaran akan kenikmatan dan kenyamanan, dan keterikatan pada tugas-tugas lain demi menghalangi aktivitas kita. Mereka menghentikan dakwah kita dan menimbulkan rasa malas di sana. Setan-setan ini memalingkan mereka dari pengabdian al-Qur’an melalui banyak sekali tipuan dan perdaya busuk. Setan membuat mereka sibuk dengan pekerjaan lain sampai-sampai mereka tidak punya waktu untuk memberikan pengabdian al-Qur’an. Setan memperlihatkan hal-hal keduniaan yang menarik dan memperdaya agar hawa nafsu mereka bangkit, agar mereka lalai dalam memberikan pengabdian al-Qur’an, dan seterusnya.
Intinya, banyak sekali cara yang digunakan setan untuk menyerang kita. Namun, hanya sampai di sini saja yang kita bicarakan, selanjutnya silahkan kalian fahami sendiri.
362. Page
Karena itu, saudara-saudara sekalian, waspadalah! Tugas kalian suci, pelayanan kalian luhur, setiap jam kalian amat bernilai dan mahal, laksana nilai ibadah sehari penuh. Gunakan kesempatan ini agar tak terlepas begitu saja dari tangan kalian.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اصْبِرُوا وَصَابِرُوا وَرَابِطُوا وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah, supaya kamu beruntung. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 200)
وَلَا تَشْتَرُوا بِآيَاتِي ثَمَنًا قَلِيلًا وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Dan janganlah kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah kamu harus bertakwa. (Qs. al-Baqarah [2]: 41)
سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُونَ وَسَلَامٌ عَلَى الْمُرْسَلِينَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
Maha Suci Tuhanmu yang mempunyai keperkasaan dari apa yang mereka katakan. Dan kesejahteraan dilimpahkan atas para rasul. Dan segala puji bagi Allah Tuhan seru sekalian alam. (Qs. al-Shaffat [37]: 180-183)
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۖ إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah [2]: 32)
اللهم صل و سلم على سيدنا محمد النبي الأمي الحبيب، العالي القدر، العظيم الجاه، و على آله و صحبه و سلم، آمين
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan kami, Muhammad, nabi ummi kekasih tercinta, pemilik kedudukan yang luhur dan wibawa yang agung, juga limpahkan kepada keluarga dan para sahabat. Amin.
363. Page
Tambahan Bagian Keenam:
Enam Pertanyaan
Tambahan khusus dan rahasia ini sengaja ditulis demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan berupa kebencian atau kehinaan yang bisa saja terjadi di kemudian hari. Dengan kata lain, bagian ini ditulis agar wajah kita tidak diludahi orang-orang yang akan mengatakan, “Celakalah orang-orang di masa itu yang tidak memiliki kemuliaan, idealisme, dan kesungguhan.” Atau untuk mengusap ludah yang mengenai wajah kita.
Berikut sebuah petisi agar bisa didengar oleh telinga para penguasa Eropa yang tuli, liar, dan bersembunyi di balik topeng kemanusiaan mereka; agar terlihat di mata orang-orang zalim dan kasar yang buta, yang tidak memiliki kasih sayang, yang menimpakan para pemimpin lalim tak punya nurani kepada kita; juga untuk menimpa kepala para penyembah peradaban hina yang membuat siapa pun dari seratus ribu sisi pada zaman sekarang meneriakkan, “Hidup neraka!”
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
وَمَا لَنَا أَلَّا نَتَوَكَّلَ عَلَى اللَّهِ وَقَدْ هَدَانَا سُبُلَنَا ۚ وَلَنَصْبِرَنَّ عَلَىٰ مَا آذَيْتُمُونَا ۚ وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُتَوَكِّلُونَ
Mengapa kami tidak akan bertawakal kepada Allah padahal Dia telah menunjukkan jalan kepada kami, dan kami sungguh-sungguh akan bersabar terhadap gangguan-gangguan yang kamu lakukan kepada kami. Dan hanya kepada Allah saja orang-orang yang bertawakal itu, berserah diri. (Qs. Ibrahim [14]: 12)
Berbagai macam tindakan semena-mena yang dilakukan orang-orang atheis di balik topeng sekarang ini memiliki bentuk yang amat buruk sekali. Mereka sampai-sampai mengusik azan dan iqamat yang senantiasa kita junjung tinggi secara diam-diam di tengah ibadah yang kami lakukan bersama beberapa sahabat di tempat peribadatan tak resmi yang saya bangun dan saya dirikan sendiri. Mereka berlaku semena-mena terhadap orang-orang mukmin miskin dalam bentuk atheisme yang
364. Page
kasar, dengan mengatakan, “Mengapa kalian mengumandangkan iqamat dengan bahasa Arab, dan mengumandangkan azan secara rahasia dengan bahasa Arab pula?”
Kesabaran saya habis sudah. Saya tidak bisa terus-terusan diam. Saya tidak menanggapi orang-orang rendahan yang tak punya nurani, yang tak patut diberi tanggapan. Saya hanya menanggapi para pemimpin tiran yang mempermainkan kemampuan rakyat dengan perlakuan semena-mena sesuai hawa nafsu:
Wahai ahli bid’ah dan atheis, saya minta kalian menjawab enam pertanyaan saya berikut ini:
Pertanyaan Pertama:
Setiap kelompok yang berkuasa di bumi ini, bahkan orang-orang primitif-kanibal yang memakan daging manusia sekali pun, bahkan seorang pemimpin sekelompok manusia liar dan kasar pun, tetap memiliki undang-undang dan aturan sebagai tolok ukur segala tindakan. Namun kalian, atas aturan apa kalian melakukan tindakan semena-mena yang aneh seperti ini? Tindakan-tindakan lalim yang menampakkan aturan kalian sebenarnya!
Apa kalian menganggap hawa nafsu sebagian pejabat hina sebagai undang-undang? Karena membuat undang-undang untuk ibadah khusus seperti ini tidaklah mungkin, dan tidak akan pernah ada undang-undang terkait ibadah khusus.
Pertanyaan Kedua:
Kekuatan apa gerangan yang kalian jadikan pegangan, sehingga kalian dengan beraninya merusak aturan kebebasan nurani yang berlaku di seluruh umat manusia, terutama pada masa kebebasan seperti saat ini, khususnya dalam lingkup peradaban. Merendahkan aturan kebebasan nurani berarti merendahkan umat manusia dan tidak peduli terhadap berbagai macam kritikan.
Kekuatan apa yang kalian miliki, sampai-sampai kalian berlaku semena-mena terhadap agama dan para pemeluk agama, seakan kalian menjadikan atheisme sebagai agama di balik sikap fanatisme?
365. Page
Meski kalian menyebut diri “tak beragama,” dan menyatakan tidak akan mengusik agama atau atheisme, berarti tindakan semena-mena ini sudah jelas sekali. Kalian akan dimintai pertanggung-jawabannya, lalu apa jawaban yang akan kalian berikan?
Kalian berusaha merusak kebebasan nurani secara kasar seakan tidak peduli terhadap kritikan yang dilayangkan duapuluh pemerintahan sekaligus, padahal kalian tidak mampu menanggapi satu pemerintahan paling kecil sekali pun di antara duapuluh pemerintahan ini!
Pertanyaan Ketiga:
Atas dasar aturan apa kalian memaksa pengikut madzhab Syafi’i seperti saya ini untuk mengikuti fatwa-fatwa keliru yang disampaikan sebagian ulama busuk yang rela menjual nurani untuk dunia, fatwa-fatwa yang menyalahi keluhuran dan kesucian madzhab Hanafi?
Jika pun saya dipaksa untuk menganut madzhab Hanafi setelah madzhab Syafi’i yang dianut oleh jutaan orang dihapus, dan setelah menjadikan para pengikut madzhab Syafi’i mengikuti madzhab Hanafi, saat itu baru bisa dikatakan:
Itulah manhaj umum orang-orang atheis seperti kalian. Tanpa itu, berarti aturan yang kalian terapkan adalah aturan hina dan semena-mena menuruti hawa nafsu. Kami tidak akan mengikuti atau mengakui hawa nafsu orang-orang seperti itu!
Pertanyaan Keempat:
Atas dasar undang-undang dan peraturan apa kalian memaksa orang-orang dari bangsa lain seperti saya ini, untuk menjalankan shalat dengan bahasa Turki berdasarkan fatwa menyimpang dan bid’ah atas nama nasionalisme Turki yang kalian adopsi, dalam bentuk yang sepenuhnya melanggar nasionalisme Turki yang taat beragama, yang sangat tulus menghormati agama, dan yang sudah sejak dulu kala menyatu dengan agama?
Ya, saya sedikit pun tidak punya hubungan dengan orang ke-Eropa-an seperti kalian. Sebab, saya memiliki hubungan dan ikatan kuat dengan orang Turki sejati
366. Page
secara tulus, dalam bentuk ukhuwah hakiki yang murni, lantas mengapa kalian memaksakan hal tersebut kepada saya, atas dasar undang-undang apa?
Jika kalian melenyapkan nasionalisme Kurdi yang terdiri dari jutaan warga, yang sejak ribuan tahun silam tidak melupakan nasionalisme dan agama, yang hidup berdampingan dengan orang Turki di negeri yang sama secara tulus bersaudara, yang menyertai mereka berjihad sejak dulu kala, bahkan rela melupakan bahasanya sendiri, berarti paksaan yang kalian terapkan kepada orang-orang seperti kami yang dinilai berasal dari ras lain, adalah undang-undang primitif. Jika tidak begitu, berarti perlakuan semena-mena murni berdasarkan hawa nafsu. Hawa nafsu diri tidak patut diikuti, dan kami tidak akan mengikutinya.
Pertanyaan Kelima:
Pemerintahan mana pun bisa menerapkan undang-undang pada rakyat dan siapa pun yang dianggap sebagai rakyatnya. Karena itu, pemerintah tidak akan bisa menerapkan undang-undang kepada siapa pun yang tidak dianggap sebagai rakyatnya, karena mereka berhak mengatakan, “Karena kami bukan rakyat kalian, berarti kalian juga bukan pemerintahan kami!”
Pemerintah mana pun tidak menghukum seseorang dengan dua hukuman sekaligus dalam waktu bersamaan. Seorang pembunuh mungkin dijebloskan ke dalam penjara atau disiksa. Adapun menghukum penjara dan eksekusi mati secara bersamaan, undang-undang semacam ini tidak ada.
Meski saya tidak melakukan apa pun yang membahayakan negara atau rakyat, namun sudah delapan tahun ini kalian menawan saya, memberi hukuman yang sama sekali tidak diperlukan pada penjahat dari kelompok yang paling asing sekali pun.
Karena kalian mengampuni para penjahat, namun kalian merampas kemerdekaan saya, dan kalian menggugurkan hak-hak sipil saya, lalu mengapa kalian mengatakan bahwa saya termasuk warga negara Turki. Atas dasar undang-undang dan aturan apa kalian memaksa orang asing seperti saya yang asing bagi kalian untuk menerapkan
367. Page
undang-undang kalian yang membatasi segala kebebasan, yang kalian terapkan bukan atas dasar kerelaan rakyat kalian?!
Kalian menganggap segala pengorbanan kami, jihad kami demi membela negara dengan sepenuh jiwa raga dan harta seperti yang diakui oleh para pemimpin pasukan dalam Perang Dunia Pertama, sebagai suatu kejahatan. Kalian juga menganggap menjaga akhlak umat yang malang ini, kerja keras untuk merealisasikan kebahagiaan dunia dan akhirat, sebagai pengkhianatan. Kalian menghukum selama delapan tahun[1] orang yang menolak gaya hidup Eropa atheis dan sangat membahayakan yang kalian terapkan sesuai hawa nafsu kalian yang sama sekali tidak memberikan manfaat secara maknawi. Berarti hukuman yang diterapkan bukan hanya satu, dan saya tidak mau melaksanakan hukuman seperti ini. Namun kalian tetap saja menerapkan hukuman itu pada saya. Atas dasar apa gerangan kalian melaksanakan hukuman lain secara paksa kepada saya?
Pertanyaan Keenam:
Mengingat di antara kita terdapat perbedaan menyeluruh sesuai keyakinan kalian, dan menurut perlakuan yang kalian terapkan kepada kami. Di samping itu, kalian mengorbankan agama dan akhirat demi dunia. Karena itu, kami siap mengorbankan dunia demi agama dan akhirat kami kapan pun juga sesuai perselisihan antara kami dan kalian menurut keyakinan kalian.
Mengorbankan beberapa tahun kehidupan yang akan kami lalui di bawah kehinaan kekuasaan kalian yang semena-mena dan liar demi meraih mati syahid yang suci, sungguh bagi kami laksana air telaga Kautsar.
Berdasarkan luapan dan isyarat al-Qur’an, saya akan menyampaikan sesuatu kepada kalian secara pasti, agar kalian semua terguncang:
Setelah pembunuhan saya nanti, kalian takkan bisa hidup dengan tenang. Kalian akan diusir paksa dari dunia yang menjadi surga dan kecintaan kalian. Kalian akan dengan segera dihempaskan menuju kegelapan abadi. Sepeninggal saya nanti, para
[1] Dan hingga saat ini terhitung delapanbelas tahun sudah (saat penulisan risalah ini).
368. Page
penguasa kalian yang semena-mena akan dengan cepat mati dan akan dikirim ke tempat saya di kuburan. Lalu, saya akan pegang erat-erat kerah kalian di hadapan Ilahi, saya akan membalas kalian. Dan sesuai keadilan Ilahi, kalian akan dilemparkan ke golongan yang paling rendah.
Wahai orang-orang menyedihkan yang rela menjual agama dan akhirat dengan dunia! Kalau kalian ingin hidup, maka jangan sekali-sekali mengusik saya. Jika kalian tetap saja mengusik saya, kalian harus tahu bahwa balasan saya akan menimpa kalian berlipat kali. Ketahuilah hal ini, dan silahkan kalian terguncang dan gemetar!
Saya berharap kepada rahmat Ilahi, semoga kematian saya menjadi pengabdian agama, lebih dari kehidupan saya, dan semoga menjadikan kematian saya sebagai bom yang menimpa kepala kalian lalu menghancur-leburkan kepala kalian!
Kalau memang kalian berani, silahkan saja mengusik saya. Dan jika kalian benar-benar mengusik saya, kalian pasti tahu sendiri akibatnya!
Dengan sepenuh kekuatan, saya bacakan ayat ini untuk menghadapi semua ancaman kalian:
الَّذِينَ قَالَ لَهُمُ النَّاسُ إِنَّ النَّاسَ قَدْ جَمَعُوا لَكُمْ فَاخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَانًا وَقَالُوا حَسْبُنَا اللَّهُ وَنِعْمَ الْوَكِيلُ
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan, “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka.” Maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab, “Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (Qs. Ali ‘Imran [3]: 173)
369. Page
Bagian Ketujuh:
Tujuh Isyarat
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
فَآمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah dia, supaya kamu mendapat petunjuk. (Qs. al-A’raf [7]: 158)
يُرِيدُونَ أَن يُطْفِئُوا نُورَ اللَّهِ بِأَفْوَاهِهِمْ وَيَأْبَى اللَّهُ إِلَّا أَن يُتِمَّ نُورَهُ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ
Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan Allah tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-Nya, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai. (Qs. al-Taubah [9]: 32)
Tujuh isyarat ini ditulis sebagai jawaban atas tiga pertanyaan, di mana pertanyaan pertama terdiri dari empat isyarat:
Pertanyaan Pertama:
Isyarat Pertama:
Alasan mereka mengubah syiar Islam timbul karena mereka meniru buta orang-orang asing, tidak berbeda dengan hal buruk lainnya yang mereka lakukan. Mereka menyatakan, orang yang mendapat petunjuk di London, orang asing yang masuk Islam, menerjemahkan banyak hal di negara mereka, seperti azan dan iqamat. Mereka menerapkan hal itu, sementara dunia Islam berdiam dan tidak mengusik sikap mereka. Ini menunjukkan adanya izin syariat, maka dunia Islam bersikap diam, tak memberikan komentar apa pun?
370. Page
Jawab: Qiyas ini sangat berbeda sekali, karena menqiyaskan banyak hal. Mengikuti mereka sama sekali bukan tindakan orang yang masih memiliki kesadaran dan pemahaman sedikit pun. Negara orang-orang asing dalam istilah syariat disebut Darul Harb. Di negeri seperti itu bisa saja banyak hal dibolehkan, sementara kalian yang berada di Darul Islam, sama sekali tidak punya alasan untuk melakukan hal seperti itu.
Selain itu, negara-negara bangsa Eropah merupakan wilayah kekuatan Nasrani, bukan lingkungan yang mengajarkan makna istilah-istilah Islam dan konsep kata-kata suci melalui tindakan nyata. Karena itu, makna suci terpaksa didahulukan sebelum kata-kata suci. Kata-kata ditinggalkan demi menjaga makna. Ini namanya memilih satu di antara dua keburukan yang lebih ringan.
Berbeda halnya dengan Darul Islam. Lingkungan ini nyata-nyata mengajarkan makna kata-kata suci tersebut kepada orang mukmin secara garis besar. Dialog di antara kaum muslimin seputar adat, tradisi Islam, sejarah Islam, seluruh syiar Islam dan rukun Islam tetap berjalan. Mengajarkan makna kata-kata suci tersebut, bahkan kuburan-kuburan yang ada di negeri ini, apalagi peran ibadah dan sekolah agama, tidak lain laksana guru dan sekolah yang mengingatkan orang mukmin akan makna-makna suci itu.
Jika ada orang menyebut dirinya muslim rela mempelajari limapuluh kata dari lima bahasa asing dalam sehari demi satu kepentingan dunia, lalu mengapa ia tidak mempelajari kata-kata suci seperti subhanallah wa al-hamdulillah wa la ilaha illallah wa Allahu akbar (“الله سبحان “, “"الحمدلله, “إلاالله أكبر" و "لاإله الله “) yang dibaca limapuluh kali setiap hari selama limapuluh tahun. Bukankah orang seperti ini jatuh ke tempat yang limapuluh kali lebih rendah dari tingkatan hewan?!
Kata-kata suci ini tidak bisa diterjemahkan atau diubah dan ditinggalkan hanya demi hewan-hewan seperti itu!
Meninggalkan kata-kata suci seperti ini artinya menghapus seluruh makam dan mengubah para penghuni kubur yang terguncang di dalam kubur akibat penghinaan, menjadi para musuh.
371. Page
Ulama-ulama buruk (al-suu’), yang terseret mengikuti kaum atheis, mengatakan demi memperdaya orang banyak: Imam agung mengatakan hal berbeda, tidak seperti pandangan para imam lain, “Boleh membaca terjemahan al-Fatihah dalam bahasa Persia sesuai tingkat keperluan yang dibutuhkan bagi mereka yang berada di negeri jauh dan tidak bisa berbahasa Arab sama sekali.”[1] Kami juga memerlukan penerjemahan seperti ini, maka kita pun bisa membaca terjemahan al-Fatihah dalam bahasa Turki?
Jawab: Imam-imam besar dan imam duabelas ahli ijtihad, menyampaikan fatwa yang berbeda dengan fatwa imam agung ini. Faham terbesar dunia Islam adalah pandangan umum para imam ini, dan kalangan terbesar umat Islam menempuh jalan besar ini. Mereka yang digiring untuk menempuh jalan khusus dan sempit pasti tersesat.
Fatwa imam agung bersifat khusus karena lima alasan:
Pertama, fatwa tersebut berlaku secara khusus untuk mereka yang berada di negara-negara yang jauh dari pusat Islam.
Kedua, didasarkan pada kebutuhan hakiki.
Ketiga, khusus diterjemahkan ke dalam bahasa Persia yang menurut salah satu riwayat merupakan bahasa penghuni surga.
Keempat, penerjemahan ini hanya berlaku untuk al-Fatihah saja, agar orang yang tidak bisa al-Fatihah tidak meninggalkan shalat.
Kelima, izin penerjemahan ini diberikan oleh organisasi Islam yang muncul dari kekuatan iman, agar kalangan awam bisa memahami makna-makna suci.
Namun jika penerjemahan ini dilakukan karena motif keinginan untuk merusak disebabkan oleh kelemahan iman, muncul dari nasionalisme negatif, muncul karena kebencian terhadap Bahasa Arab, dan demi meninggalkan asalnya yang Arab, ini membuat kaum muslimin meninggalkan agama.
[1] Silahkan merujuk permasalahan ini dalam al-Mabsuth karya al-Sarkhasi (I/37).
372. Page
Isyarat Kedua:
Para ahli bid’ah yang mengubah syiar-syiar Islam terlebih dahulu meminta fatwa kepada ulama buruk. Mereka inilah yang mengeluarkan fatwa yang telah kami singgung sebelumnya, bahwa fatwa tersebut bersifat khusus karena lima alasan.
Mereka mengutip pemikiran sial dari kalangan revolusioner asing sebagai berikut:
Eropa tidak tertarik dengan faham Katholik, lalu mereka menganut faham Prostestan yang dinilai sebagai ajaran bid’ah dan sempalan oleh penganut faham Katholik, khususnya para revolusioner dan filosof. Mereka memetik pelajaran dari revolusi Perancis. Mereka pun meruntuhkan faham Katholik hingga batas tertentu, lalu memproklamirkan faham Protestan.
Para penyeru fanatisme di Turkisini sudah terbiasa mengikuti faham orang lain secara buta. Mereka menyatakan, revolusi seperti ini pernah terjadi dalam agama Nasrani, dan pada mulanya para revolusioner disebut sebagai orang-orang murtad, namun setelah itu mereka diterima kembali dalam ajaran Nasrani. Dengan demikian, revolusi agama juga mungkin saja terjadi dalam Islam.
Jawab: Kekeliruan dalam qiyas ini lebih jelas dari qiyas dalam Isyarat Pertama sebelumnya. Sebab, asas agama hanya bersumber dari Nabi Isa dalam agama Nasrani, sementara hukum khusus berkenaan dengan kehidupan sosial dan cabang-cabang syariat dibuat oleh para pengikut setia Nabi Isa dan para pemimpin spiritual, di mana bagian terbesar di antaranya diambil dari kitab-kitab suci sebelumnya. Nabi Isa bukan seorang penguasa atau raja dunia, juga bukan menjadi rujukan undang-undang sosial secara umum. Karena itu, aturan tradisional dan aturan sipil dijadikan sebagai syariat Nasrani, hingga seakan asas agama Isa diberi tambahan bentuk lain dan diberi pakaian luar. Andai bentuk dan pakaian luar ini diubah, tentu agama asli Nabi Isa akan tetap bertahan, dan tidak memicu pengingkaran serta pendustaan terhadap Nabi Isa.
Berbeda dengan Nabi kebanggaan alam, Muhammad, pemangku agama dan syariat Islam, sultan dua dunia, di mana masing-masing dari Timur,Barat, Andalusia, dan India, adalah bagian dari kekuasaannya. Dia sendiri yang menjelaskan asas-asas Islam,
373. Page
dia pula yang menyampaikan dan memerintahkan cabang-cabang agama, juga semua hukum, bahkan etika Islam paling kecil sekali pun.
Dengan demikian, permasalahan cabangan Islam bukan seperti pakaian yang bisa diganti agar asas-asas agama tetap bisa bertahan setelah diganti. Permasalahan Islam laksana tubuh bagi asas-asas Islam, atau minimal seperti kulitnya yang sudah menyatu dan bercampur secara sempurna, tak bisa dipisah-pisahkan, karena mengubah permasalahan Islam berarti mengingkari dan mendustakan pemilik syariat.
Perbedaan pandangan di antara madzhab sepenuhnya muncul karena cara memahami aturan teoritis yang telah dijelaskan oleh pemilik syariat. Sementara aturan yang disebut muhkamat, atau yang disebut sebagai bagian utama agama (al-dharuriyyat al-diniyyah) dan yang tidak bisa ditakwilkan, ini tak bisa diubah dengan alasan apa pun, juga tidak bisa diijtihadkan. Siapa pun yang mengganti aturan ini, berarti telah melepaskan tali agama dari leher dan termasuk dalam kaidah, “Mereka lepas dari agama, seperti anak panah terlepas dari busur” (الرمية من السهم يمرق كما الدين من يمرقون).[1]
Para ahli bid’ah menemukan celah seperti ini untuk memperkuat kekafiran dan keatheisan. Mereka mengatakan:
Para rahib, pendeta, dan pemimpin spiritual, sebagaimana faham Katholik yang merupakan faham khusus, dihancurkan selama revolusi Perancis yang menimbulkan serangkaian kejadian di alam kemanusiaan. Namun kemudian serangan-serangan ini dibenarkan kebanyakan orang, dan setelah itu orang-orang Eropa mengalami kemajuan pesat.
Jawab: Kekeliruan qiyas ini juga terlihat jelas, sama seperti qiyas-qiyas sebelumnya. Sebab, Nasrani secara umum dan faham Katholik secara khusus sudah menjadi sarana kekuasaan dan perilaku semena-mena kalangan tertentu dan para tokoh pemerintahan sejak lama di kalangan bangsa Perancis. Kelas atas melanggengkan kekuasaannya terhadap kalangan awam melalui cara ini. Faham Katholik menjadi sarana untuk memberangus kaum patriot dari kalangan awam yang memiliki kesadaran dan yang disebut sebagai “Jacobin,”serta kalangan pemikir dari kalangan
[1] Disebutkan dalam Shahih al-Bukhari, hadits nomor 3095, dan Shahih Muslim, hadits nomor 1763 dan 1771.
374. Page
penganjur kebebasan yang menyerang despotisme para tiran kelasatas, dan yang dianggap sebagai sebab perusak kenyamanan banyak orang. Faham Katholik merusak kehidupan sosial melalui aksi-aksi revolusi di negara-negara Eropa yang terjadi selama hampir empatratus tahun. Itulah mengapa faham ini diserang bukan atas nama ketidak-beragamaan, tapi atas nama faham Nasrani lainnya, hingga kalangan awam dan filosof membencinya, dan terjadilah peristiwa bersejarah yang terkenal itu.
Berbeda dengan agama Muhammad S.a.w, tak seorang teraniaya pun, dan tak seorang pemikir pun berhak mengeluhkan agama ini, juga syariat Islam, karena Islam tidak membenci mereka, tapi justru melindungi mereka. Sejarah Islam tentu sudah diketahui siapa pun, tak pernah terjadi peperangan internal di antara kaum muslimin, selain segelintir kejadian saja. Lain soal dengan faham Katholik yang memicu berbagai goncangan dan perpecahan internal selama empat abad lamanya.
Di samping itu, Islam sudah menjadi tempat bernaung bagi kalangan awam, jauh melebihi kalangan khusus. Bahkan Islam menjadikan kalangan khusus sebagai para pelayan melalui kewajiban zakat dan larangan riba. Islam mengatakan, “Manusia terbaik adalah yang paling bermanfaat bagi sesama” (للناس أنفعهم الناس خير),[1]“Pemimpin kaum adalah pelayan mereka” (خادمهم القوم سيد).[2]
Islam mendorong akal untuk mencari bukti dan dalil melalui kata-kata suci seperti, “Apakah mereka tidak berfikir, apakah mereka tidak merenungkan, apakah mereka tidak bersyukur.” Melalui bahasa al-Qur’an, Islam mendorong untuk mengadakan penyelidikan, memberikan ahlul ilmi dan orang berakal kedudukan, membuat mereka sebagai sosok penting atas nama agama. Al-Qur’an tidak mengabaikan akal sehat, tidak membungkam para pemikir, dan tidak menuntut untuk mengikuti secara buta seperti halnya yang terjadi dalam faham Katholik.
[1] Baca, Musnad al-Syihab (II/223), hadits nomor 1234. Hadits ini dikuatkan riwayat lain seperti, “Para manusia adalah tanggungan-tanggungan Allah, dan yang paling dicintai Allah adalah yang paling bermanfaat bagi orang-orang yang menjadi tanggungannya.” Baca, Kasyf al-Khafa` (I/472), hadits nomor 1254.
[2] Disebutkan al-Khathib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad (X/187), dari Yahya bin Katsir dari Ma’mun dari al-Rasyid al-Mahdi, dari al-Manshur dari Ikrimah dari Abu Qatadah, dari Ibnu Abbas r.a.
375. Page
Asas-asas Nasrani saat ini bukanlah Nasrani sebenarnya, jauh berbeda dengan asas-asas Islam dari sebuah poin penting. Karena itu, masing-masing menempuh jalur berbeda dari banyak sisi, sama seperti perbedaan-perbedaan sebelumnya.
Poin penting yang dimaksud adalah:
Islam adalah agama tauhid hakiki yang tidak mengakui adanya perantara, meruntuhkan egoisme, membangun ubudiyah tulus, memutus berbagai jenis rububiyah palsu, dimulai dari rububiyah diri.
Berdasarkan rahasia ini, jika salah seorang tokoh kalangan khusus taat beragama secara sempurna, mau tidak mau ia harus meninggalkan sisi egoisme diri. Siapa pun yang enggan meninggalkan egoisme diri, berarti ia meninggalkan keteguhan agama, bahkan meninggalkan agama dalam batas tertentu.
Berbeda dengan agama Nasrani saat ini yang memberikan pengaruh hakiki pada perantara-perantara dan sebab-sebab, tidak meruntuhkan egoisme dan sikap terpedaya atas nama agama, bahkan memberikan kesucian pada egoisme diri yang dianggap sebagai perwakilan suci Nabi Isa. Karena itu, kalangan khusus Nasrani yang mencapai kedudukan agama tertinggi bisa memeluk agama secara sempurna. Bahkan, tidak sedikit para tokoh seperti mantan Presiden Amerika, Wilson, mantan Perdana Menteri Inggris, Lloyd George, menjadi taat beragama laksana pendeta fanatik.
Sementara di kalangan orang-orang muslim, mereka yang naik ke tingkatan seperti ini jarang memegang teguh agama secara sempurna meski agama mereka tetap kuat. Sebab, mereka tidak mampu meninggalkan egoisme dan sikap angkuh. Ketakwaan hakiki tidak menyatu dengan egoisme dan sikap angkuh.
Seperti halnya fanatisme agama kalangan khusus Nasrani dan sikap menyepelekan kaum muslimin terhadap agama, serta tidak kuatnya agama dalam diri mereka menampakkan perbedaan penting, demikian pula sikap tidak peduli para filosof yang menentang agama Nasrani berbeda dengan para filosof dan orang bijak dari kalangan muslimin yang tetap berpegangan pada asas-asas Islam. Perbedaan besar juga tampak di sini.
376. Page
Selain itu, kaum awam Nasrani yang dijebloskan ke dalam penjara tidak menantikan bantuan dari agama mereka, sehingga sebagian besar dari mereka berubah menjadi munafik. Bahkan, para revolusioner yang terkenal dalam sejarah yang menggerakkan revolusi Perancis, mereka disebut sebagai kaum jelata munafik. Mereka adalah kalangan awam yang terbuang.
Sementara dalam Islam, sebagian besar mereka yang dijebloskan ke dalam penjara dan mereka yang tertimpa berbagai macam musibah, menantikan bantuan dan pertolongan dari agama. Mereka pun menjadi sosok-sosok yang taat menjalankan agama.
Kondisi ini juga menampakkan perbedaan besar.
Isyarat Ketiga:
Para ahli bid’ah menyatakan:
Fanatisme agama inilah yang membuat kita terbelakang. Kemajuan hanya bisa dicapai dengan meninggalkan fanatisme keagamaan. Eropa mengalami kemajuan setelah mereka meninggalkan fanatisme keagamaan.
Tanggapan: Kalian keliru dan tertipu, karena Eropa sebenarnya taat beragama. Misalkan Anda bilang pada orang Bulgaria biasa, tentara Inggris, atau seorang pengangguran Perancis, “Kenakan surban, atau kau akan dijebloskan dalam penjara,” tentu ia akan menanggapi dengan fanatisme, “Aku tidak akan pernah merendahkan agama dan nasionalisme saya, meski pun kalian membunuh saya, apalagi sekedar menghukum saya di penjara.”
Sejarah membuktikan, ketika kaum muslimin berpegang teguh pada agama dengan kuat, mereka maju dan berkembang pada masanya. Namun, ketika meninggalkan keteguhan beragama, mereka tertinggal dan terhina. Kaum Nasrani justru sebaliknya. Ini disebabkan karena perbedaan mendasar yang amat penting.
Selain itu, Islam tidak bisa dibandingkan dengan agama lain. Sebab, ketika seorang Islam murtad dan meninggalkan agama, ia tidak bisa menerima nabi siapa pun setelah itu. Bahkan ia tidak bisa mengakui keberadaan Allah, dan bahkan tidak akan
377. Page
mengakui kesucian apa pun. Dalam dirinya tidak ada lagi perasaan yang memantulkan segala kesempurnaan.
Karena itu, kafir harbi memiliki hak hidup dalam Islam. Ketika ia membuat perjanjian damai dengan Islam karena berada di luar Darul Islam, atau membayar jizyah karena berada di dalam Darul Islam, kehidupannya dijamin dan dijaga menurut Islam. Berbeda dengan orang murtad yang tidak punya hak hidup, karena perasannya sudah rusak, dan menjadi seperti racun bagi kehidupan sosial.
Berbeda dengan orang Nasrani munafik. Ia tetap bisa memberikan manfaat untuk kehidupan sosial, menerima sebagian kesucian, mengimani sebagian nabi, dan mungkin mempercayai keberadaan Allah dari sisi tertentu.
Apa gerangan kepentingan dan manfaat yang didapatkan oleh para ahli bid’ah seperti mereka, atau lebih tepatnya orang-orang atheis, di balik ketidak-beragamaan ini?
Jika mereka ingin mengatur dan mengamankan negara ini, mengatur sepuluh orang atheis liar yang tidak mengenal Allah, dan menangkal keburukan mereka jauh lebih sulit dari mengatur seribu orang yang taat beragama. Jika mereka menginginkan kemajuan, orang munafik seperti mereka ini selain membahayakan pengaturan negara, mereka juga menghalangi kemajuan dan mengusai keamanan yang keduanya menjadi asas kemajuan dan perdagangan. Nyatanya, mereka adalah para perusak dan peruntuh agama.
Orang paling bodoh sedunia adalah orang yang mengharapkan kemajuan dan kebahagiaan hidup dari orang atheis seperti mereka ini.
Salah seorang bodoh yang menjabat sebuah kedudukan penting mengatakan: “Kita terbelakang karena sering mengucapkan kata, ‘Allah, Allah,’ sementara Eropa mengalami kemajuan karena terus mengucapkan kata, ‘Meriam dan pistol!”
(Tanggapan untuk orang-orang bodoh seperti mereka adalah diam, sesuai kaidah, “Jawaban untuk orang bodoh adalah diam” ( السكوت الأحمق جواب). Tapi, karena sebagian orang bodoh ada yang berakal namun sengsara, perlu kami katakan:
378. Page
“Hai orang-orang malang! Dunia ini ruang tamu. Setiap harinya, tiga ribu saksi menandatangani putusan ‘kematian itu benar adanya’ melalui jenazah mereka. Mereka mengakui dakwaan ini. Lantas bisakah kalian membunuh kematian? Bisakah kalian mendustakan para saksi ini?
Karena kalian tidak mampu, maka kematian membuat kalian mengucapkan, ‘Allah, Allah’.”
Meriam apa di antara meriam-meriam kalian, dan pistol apa di antara pistol-pistol kalian, yang mampu menerangi kegelapan-kegelapan abadi di hadapan orang sekarat sebagai pengganti ucapan, “Allah, Allah”? Bisakah meriam dan pistol kalian mengubah keputusasaan orang sekarat menjadi harapan mutlak?
Mengingat kematian ada, perjalanan menuju kuburan tak terelakkan, kehidupan ini pasti habis dan berlalu, dan kehidupan abadi pasti datang, maka jika ada yang bilang satu kali, “Meriam dan pistol,” maka harus dikatakan sebanyak seribu kali, “Allah, Allah.”
Pistol sendiri akan mengucapkan, “Allah,” jika memang digunakan di jalan Allah. Meriam pun akan meneriakkan, “Allahu akbar,” selalu menyebut, “Allah.” Meriam pun akan berpuasa dan imsak (karena iftar dan imsak di Turki ditandakan dan dimulai dengan bunyi meriam).
Isyarat Keempat:
Pada ahli bid’ah perusak terbagi menjadi dua golongan:
Pertama, golongan yang menampakkan loyalitas terhadap agama dengan mengatakan, “Kami ingin menanamkan pohon agama yang bercahaya terang –yang telah melemah– di tanah nasionalisme, agar pohon itu menguat.” Mereka ini seakan ingin memperkuat agama dengan nasionalisme atas nama agama dan ketulusan untuk Islam.
Kedua, demi memperkuat pemikiran rasial dan nasionalisme atas nama umat dan demi kepentingan nasionalisme, mereka menciptakan berbagai bid’ah seraya mengatakan, “Kami ingin memberikan vaksinasi Islam untuk umat.”
379. Page
Pesan kami untuk golongan pertama:
Wahai ulama busuk dan sengsara yang disebut “orang tulus yangtolol,” wahai orang-orang sufi yang majdzub, gila dan dungu!
Akar pohon Thuba Islam sudah tertanam kuat dalam hakikat jagad raya dan mengirim akar-akar itu ke hakikat-hakikat jagad raya. Tidak mungkin jika akar-akar itu tertanam di tanah rasialisme palsu, sesaat, kecil, dan negatif, bahkan sesat, menyesatkan, palsu, oportunis dengan niat jahat. Usaha untuk menanam pohon Thuba Islam di tanah seperti ini adalah usaha dungu, merusak, dan bid’ah.
Untuk golongan kedua, kami sampaikan:
Wahai para penyeru nasionalisme yang mabuk, masa lalu bisa saja menjadi masa nasionalisme. Namun tidak pada saat ini. Peristiwa Bolsevik dan sosialisme menguasai banyak pemikiran, meruntuhkan pemikiran rasialisme hingga lenyap.
Umat Islam yang kekal abadi tak terikat oleh rasialisme sesaat yang kacau, juga tidak mendapat injeksi dari pemikiran ini. Jika pun tetap diberi injeksi pemikiran rasialisme, justru hal itu akan merusak umat Islam. Seperti halnya tidak mampu membenahi pemikiran rasialisme, Islam juga tidak bisa mempertahankan pemikiran ini.
Injeksi pemikiran ini sepintas lalu terlihat memberikan daya rasa dan kekuatan sesaat, tapi hanya sebentar saja, dan berefek buruk.
Setelah itu, akan terjadi perpecahan abadi di tengah kaum Turki, perpecahan parah yang tak bisa disatukan kembali. Saat itu, kekuatan umat akan runtuh secara keseluruhan, karena setiap pihak berusaha menghancurkan kekuatan kelompok lain.
Ketika ada dua gunung berada di ujung kedua sisi timbangan, kekuatan sekecil apa pun akan mampu mempermainkan kedua kekuatan ini, mengangkat dan menurunkannya.
Pertanyaan Kedua:
Pertanyaan ini terdiri dari dua isyarat:
380. Page
Isyarat Pertama:
Isyarat ini merupakan isyarat kelima, berisi jawaban singkat untuk sebuah pertanyaan penting.
Pertanyaan: Ada sejumlah riwayat shahih tentang munculnya al-Mahdi di akhir zaman. Ia akan memperbaiki dunia yang dipenuhi kerusakan. Hanya saja zaman tersebut adalah zaman persatuan, bukan zaman orang perorang, meski secerdas apa pun, bahkan jika pun memiliki kekuatan seratus orang cerdas sekali jika tidak mewakili suatu jamaah apapun, dan tidak memerankan kepribadian maknawi suatu jamaah apa pun.
Lantas bagaimana al-Mahdi bisa membenahi kerusakan besar yang menyebar di tengah umat manusia di saat-saat sulit seperti ini, meski sekuat, seluhur dan seagung apa pun kewaliannya. Jika semua tindakan al-Mahdi terjadi secara luar biasa, berarti menyalahi hikmah Ilahi, aturan sunnatullah yang berlaku di dunia ini. Kami ingin memahami rahasia permasalahan al-Mahdi ini?
Jawab: Sebagai bentuk kesempurnaan rahmat-Nya demi mempertahankan syariat Islam sepanjang masa kala terjadi kerusakan di tengah umat Islam, Allah mengutus seorang pembaharu, khalifah agung, quthb paling agung, pembimbing paling sempurna, atau sosok yang diberkahi dan mulia seperti al-Mahdi, selanjutnya melenyapkan kerusakan, membenahi umat, dan menjaga agama Muhammad S.a.w.
Mengingat seperti inilah sunnatullah berlaku, tentu tak dapat diragukan bahwa Allah akan mengutus seorang ahli ijtihad, reformis terbesar, penguasa yang mendapat petunjuk, dan quthb terbesar ketika terjadi kerusakan besar di akhir zaman. Sosok mulia ini akan muncul dari kalangan ahlul bait Nabi S.a.w.
Seperti halnya Allah mampu mengisi dan mengosongkan ruang antara langit dan bumi dalam satu menit, Ia pun mampu menenangkan gelombang samudera yang bergejolak dalam hitungan satu detik. Sebab, Tuhan Yang Maha Kuasa yang menciptakan contoh musim panas dalam musim dingin dalam sesaat, dan menciptakan angin topan musim dingin di tengah-tengah musim panas dalam sesaat, Ia juga mampu
381. Page
melenyapkan kegelapan dunia Islam melalui al-Mahdi. Allah menjanjikan hal itu, dan Ia pasti memenuhi janji-Nya itu.
Dilihat dari sisi kuasa Ilahi, melenyapkan kegelapan dunia Islam melalui sosok al-Mahdi sangat mudah sekali. Juga masuk akal dan patut terjadi jika kita cermati melalui lingkup sebab-akibat dan hikmah rabbani, mengingat para pemikir memutuskan harus seperti itu, dan pasti akan terjadi, meski tidak ada riwayat terkait hal ini dari sang penyampai kabar terpercaya, Nabi S.a.w. Sebab, seluruh kaum muslimin membaca doa:
اللهم صل على سيدنَا محمّدٍ وعلى آل سيدنَا محمد كمَا صلَّيت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنَّك حميدٌ مجيدٌ
“Ya Allah! limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami, Muhammad, dan keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan keluarga junjungan kami, Ibrahim di antara seluruh alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mulia.”
Doa yang dibaca di semua shalat, lima kali sehari, ini pasti akan dikabulkan melalui musyahadah, karena keluarga Muhammad S.a.w yang bercahaya itu menempati posisi laksana keluarga Ibrahim a.s, sebab mereka mengendalikan kepemimpinan seluruh silsilah keturunan penuh berkah itu di semua tempat dan waktu.[1] Mereka memiliki jumlah yang banyak. Jumlah keseluruhan para pemimpin ini membentuk sebuah pasukan agung. Jika mereka mengenakan pakaian materi, membentuk kelompok dengan saling memperkuat satu sama lain, menjadikan agama Islam sebagai ikatan kesempatan dan sarana kesadaran, maka pasukan bangsa mana pun tak akan mampu melawan atau menghadapi mereka dengan tegar.
Pasukan besar dan kuat ini adalah keluarga Muhammad S.a.w, dan secara lebih khusus lagi adalah pasukan al-Mahdi.
[1] Bahkan ada di antaranya, Sayyid Ahmad al-Sanusi memimpin jutaan murid, sosok agung lain, Sayyid Idris, memimpin lebih dari seratus ribu kaum muslimin, dan terakhir, Sayyid Yahya memimpin ratusan ribu orang. Dan sebagainya. Demikianlah, di antara sosok suku Sayyid ini terdapat banyak komandan luar, demikian juga terdapat pahlawan di antara pahlawan-pahlawan spiritual, seperti Sayyid 'Abd al-Qadir Jailani, Sayyid Abul Hasan al-Shazali, dan Sayyid Ahmad Badawi.
382. Page
Saat ini, dalam sejarah dunia, kita tidak mengetahui adanya keturunan yang terus terhubung satu sama lain dengan pohon silsilah dan sanad, yang memiliki keistimewaan kemuliaan luhur, keturunan mulia dan asal usul terhormat serta memiliki kekuatan dan nilai penting, kecuali keturunan para pemimpin yang berasal dari ahlul bait.
Sejak dulu kala, mereka ini memimpin kelompok ahli hakikat secara keseluruhan. Mereka adalah para pemimpin terkenal pemilik kesempurnaan sejak masa lalu. Saat ini, mereka membentuk keturunan baik dan diberkahi dengan jumlah lebih dari jutaan jiwa. Mereka ini adalah manusia-manusia yang sadar dan waspada, memiliki hati yang sarat akan iman, penuh dengan kecintaan terhadap Nabi S.a.w. Mereka adalah para pembesar yang memiliki kemuliaan luhur karena nasabnya terhubung hingga Nabi S.a.w. Nasab inilah yang akan meluruskan dunia.
Banyak kejadian besar menggerakkan kekuatan suci yang dimiliki jamaah agung seperti ini. Sehingga tak lagi diragukan bahwa fanatisme luhur yang ada di dalam kekuatan besar ini pasti akan memancar, di mana Sayyid al-Mahdi akan memimpin dan mengarahkan kekuatan ini dalam kebenaran dan hakikat.
Kami menantikan hal ini sebagai wujud sunnatullah dan rahmat-Nya, seperti halnya kami menantikan musim semi setelah musim dingin. Dan kami benar dalam penantian ini.
Isyarat Kedua sekaligus sebagai Isyarat Keenam:
Jamaah bercahaya terang Sayyid al-Mahdi akan membenahi aturan bid’ah yang merusak milik jamaah Sufyan, dan akan menghidupkan Sunnah Luhur (sunnah saniyyah). Artinya, jamaah Sufyan yang berusaha menghancurkan syariat Muhammad S.a.w di dunia Islam dengan tujuan mengingkari risalah beliau, akan dibunuh dengan pedang maknawi yang memiliki banyak sekali mukjizat milik jamaah Sayyid al-Mahdi, dan akan memecah belah persatuan jamaah al-Sufyani.
Jamaah yang memiliki fanatisme dan pengorbanan yang bekerja atas nama jamaah Isa, dan yang patut disebut sebagai jamaah Isa Muslim, yang berusaha untuk
383. Page
menyatukan antara agama hakiki Nabi Isa dan hakikat Islam, akan berperang di bawah komando Isa melawan jamaah Dajjal. Jamaah Dajjal menghancurkan peradaban dan segala kesucian umat manusia di dunia Islam dengan tujuan untuk mengingkari uluhiyah. Jamaah Isa Muslim akan memecah belah persatuan kelompok Dajjal ini, dan akan menyelamatkan umat manusia dari pengingkaran uluhiyah.
Rahasia penting ini amat panjang sekali untuk dibahas. Namun isyarat singkat ini kami rasa sudah cukup, karena dalam batas tertentu sudah kami jelaskan di bagian lain.
Isyarat Ketujuh sekaligus Pertanyaan Ketiga:
Mereka menyatakan, “Bentuk dan cara pembelaan serta mujahadah Anda demi Islam pada masa lalu berbeda dengan yang ada saat ini. Anda tidak lagi menempuh metode para pemikir yang membela Islam dari serangan Eropa. Mengapa Anda mengubah cara Sa’id lama? Mengapa Anda tidak melakukan seperti yang dilakukan para mujahid maknawi kaum muslimin?
Jawab:
Sa’id lama dan sejumlah pemikir, dalam batas tertentu, menerima ajaran-ajaran filsafat manusia dan filsafat Barat. Mereka memerangi filsafat ini dengan senjata filsafat itu sendiri. Mereka mengakui filsafat tersebut dalam batas tertentu. Mereka menerima sejumlah aturannya sebagai ilmu positif yang kokoh tak terguncang. Namun, dengan cara ini, mereka tak mampu menampakkan nilai Islam sesungguhnya. Mereka seakan mengawinkan Islam dengan dahan-dahan filsafat yang dikiranya memiliki akar yang menghujam dalam ke tanah, apalagi mereka juga mengakuinya sebagai bagian dari Islam.
Kemenangan yang diraih melalui cara ini tak seberapa, sebab cara ini merendahkan martabat Islam dalam batas tertentu. Karena itulah, akhirnya saya tinggalkan cara ini, lalu saya mulai menjelaskan bahwa asas-asas Islam sangat mengakar dalam-dalam. Asas-asas filsafat Islam yang mengakar takkan mampu mencapai dalamnya akar asas-asas Islam, bahkan ia akan tetap dangkal.
384. Page
“Kalimat Ketigapuluh,”“Surat Keduapuluh Empat,” dan “Kalimat Keduapuluh Sembilan” sudah menjelaskan hakikat ini secara lengkap dengan bukti-buktinya. Dalam pandangan lama, filsafat dikira mengakar dalam-dalam dan hukum Islam bersifat zhahir, sehingga hukum-hukum ini tidak mungkin ditegakkan dan dijaga tanpa diikatkan dengan dahan filsafat. Namun bagaimana bisa aturan-aturan filsafat mampu menggapainya?!
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah [2]: 32)
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِي هَدَانَا لِهَٰذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَا أَنْ هَدَانَا اللَّهُ . لَقَدْ جَاءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّ
Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran. (Qs. al-A’raf [7]: 43)
اللهمّ صلِّ على سيِّدنا محمد وعلى آل سيدنا محمد كما صليت على إ براهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
Ya Allah! limpahkanlah rahmat kepada junjungan kami, Muhammad, dan keluarga junjungan kami, Muhammad, sebagaimana Engkau melimpahkan rahmat kepada junjungan kami, Ibrahim, dan keluarga junjungan kami, Ibrahim di antara seluruh alam, sesungguhnya Engkau Maha Terpuji lagi Mulia.
385. Page
Bagian Kedelapan:
Delapan Rumus:
Bagian ini adalah sebuah risalah tersendiri, sehingga tidak dicantumkan di sini.
386. Page
Bagian Kesembilan:
Sembilan Pertanda
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
أَلَا إِنَّ أَوْلِيَاءَ اللَّهِ لَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Yunus [10]: 62)
Bagian ini membahas tentang tarekat para wali, dan terdiri dari sembilan pertanda:
Pertanda Pertama:
Di bawah istilah-istilah tasawuf, tarekat, kewalian, sair dan suluk (perjalanan dan laku spiritual), terdapat hakikat yang suci, manis, lembut, bercahaya, dan ruhaniah, penuh kenikmatan dan mabuk cinta. Para sarjana dari kalangan ahli dzauq dan mukasyafah telah menulis ribuan jilid buku yang menjelaskan dan mengajarkan hakikat suci. Mereka memberitahukan hakikat itu kepada kita dan umat. Semoga Allah berkenan memberikan balasan banyak untuk mereka.
Kami akan menjelaskan sejumlah kiasan sebagai tetesan-tetesan samudera itu berdasarkan beberapa kondisi yang menarik perhatian kita saat ini.
Tanya: Apa itu tarekat?
Jawab: Tujuan dan sasaran tarekat adalah mengenal Allah (makrifat), mengungkap hakikat keimanan, meraih hakikat iman dan al-Qur’an, melalui olah daya rasa (dzawq), kondisi batin (hal), dan pandangan mata hati (syuhud) hingga batas tertentu, sebagai hasil sayr dan suluk (perjalanan spiritual) mengikuti langkah hati di bawah naungan dan perlindungan Mi’raj Muhammad S.a.w.
Dengan demikian, tarekat adalah rahasia kemanusiaan luhur dan kesempurnaan insani tinggi, yang disebut tasawuf.
387. Page
Mengingat manusia merupakan katalog menyeluruh jagad raya ini, maka hati manusia ibarat peta maknawi untuk ribuan alam.
Seperti halnya otak yang ada di kepala manusia merupakan pusat maknawi jagad raya, seperti pusat jaringan tanpa kabel maknawi tak terbatas, seperti jaringan telepon dan telegram yang saat ini disebut sentra, seperti dijelaskan dalam ilmu-ilmu kemanusiaan tak terbatas, demikian pula halnya hati manusia yang berfungsi untuk memperlihatkan pusat dan benih hakikat jagad raya tak terbatas, sebagaimana disampaikan dalam jutaan kitab bercahaya yang dikarang oleh para wali tak terbatas.
Mengingat kondisi dan kualitas hati dan otak manusia seperti ini, mengingat keduanya berisi serangkaian perangkat sebuah pohon besar dalam bentuk biji, sejumlah alat dan gigi-gigi mesin besar akhirat yang abadi dimasukkan ke dalam hati dan otak, maka tak dapat diragukan bahwa Sang Pencipta hati ini bermaksud memfungsikan dan meningkatkan perangkat yang satu ini dari yang potensial ke yang aktual, mengembangkannya dan menggerakkannya, lalu menciptakannya dan menjadikannya berdasarkan apa yang dibuat-Nya, dan dengan apa yang dikehendaki-Nya.
Hati diciptakan dalam bentuk seperti ini. Mengingat hati dimaksudkan demikian, maka hati juga akan berfungsi layaknya akal. Dan cara paling agung untuk menjalankan fungsi hati adalah mengarahkan hati kepada hakikat iman melalui zikir Ilahi di tingkatan-tingkatan kewalian melalui jalur-jalur tarekat.
Pertanda Kedua:
Kunci sayr dan suluk, pergerakan ruhani dan perangkatnya, adalah zikir kepada Allah (dzikrullah) dan perenungan (tafakkur). Kebaikan-kebaikan zikir dan fikir ini tak ada batasnya, belum lagi manfaat akhirat dan berbagai kesempurnaan insani di sana yang tak terbatas adanya.
Satu manfaat kecil di antara sekian banyak manfaat untuk kehidupan dunia yang kacau-balau ini adalah sebagai berikut:
388. Page
Setiap insan pasti memerlukan hiburan. Ia meniti daya rasa dan kenikmatan, mencari teman untuk mengusir sepi agar bisa melepaskan diri dari segala guncangan dan peralihan hidup hingga batas tertentu, agar terlepas dari segala beban berat hidup yang meletihkan, dan bisa bernafas lega. Hanya saja, pusat-pusat hiburan yang dilahirkan oleh peradaban manusia mewariskan hiburan dan kesenangan sesaat di balik kelalaian dan kondisi mabuk untuk satu atau dua orang dari sepuluh orang. Delapanpuluh persen di antaranya hidup menyendiri di pegunungan dan lembah-lembah. Atau mereka didorong pergi ke tempat-tempat yang sangat jauh karena impian mencari penghidupan. Atau mereka terhalang dari kesenangan yang bisa didapatkan melalui pusat-pusat hiburan lantaran beragam musibah dan masa tua yang membawa mereka memikirkan akhirat.
Itulah mengapa pusat-pusat hiburan peradaban tidak mampu memberikan rasa senang atau hiburan. Hiburan hakiki dan daya rasa nikmat untuk orang-orang seperti ini adalah menyibukkan hati dengan zikir dan fikir yang mengarah ke hati dengan mengucapkan, “Allah, Allah,” di tempat-tempat nun jauh, di pegunungan sepi dan lembah-lembah sunyi.
Melalui suasana yang menghibur ini, ia berfikir bahwa segala sesuatu yang menatap ke arahnya dengan pandangan aneh, sejatinya tersenyum senang dan mengatakan, “Para pengabdi Pencipta saya yang saya sebut, tersebar luas di berbagai tempat. Mereka banyak jumlahnya di tengah kesendirian saya. Berarti saya tidak sendirian, sehingga tidak ada lagi perasaan sepi dan terasing.” Sehingga ia menikmati kehidupan yang sarat akan iman dengan kenikmatan sepenuh rasa senang, dan memahami makna kebahagiaan hidup. Ia pun bersyukur kepada Allah.
Pertanda Ketiga:
Kewalian adalah hujah risalah, dan tarekat adalah bukti syariat. Sebab, kewalian dengan tingkatan ‘ainul yaqin, kesaksian hati, dan daya rasa ruhaniah (dzawq), mampu melihat semacam hakikat keimanan yang disampaikan risalah, dan mempercayainya. Ini merupakan hujah nyata akan kebenaran risalah. Sementara tarekat dengan daya
389. Page
rasa, pandangan mata hati, kemanfaatan dan luapan hakikat hukum yang disampaikan syariat, adalah bukti nyata bahwa hakikat tersebut benar adanya, dan semua itu berasal dari al-Haq Ta’ala.
Seperti halnya kewalian dan tarekat adalah hujah dan bukti nyata syariat dan risalah, keduanya juga merupakan rahasia kesempurnaan Islam, pusat cahaya Islam, sumber kemajuan dan luapan kemanusiaan berdasarkan rahasia Islam.
Meski rahasia agung ini amat penting hingga sedemikian rupa, ada saja sekelompok orang sesat yang mengingkarinya, hingga membuat yang lain terhalang dari cahaya-cahaya ini, dan hingga kini pun mereka tetap terhalang dari cahaya-cahaya itu.
Sangat disayangkan, sebagian ulama yang tidak memiliki pandangan mendalam dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah, serta sebagian politikus lalai yang menisbatkan diri kepada Ahlussunnah wal Jamaah, berusaha menutup khazanah agung ini. Bahkan, mereka berusaha untuk meruntuhkannya dan mengeringkan sumber mata air kehidupan ini, dengan dalih adanya tindakan buruk dan sejumlah kekeliruan yang dilakukan sebagian penganut tarekat. Padahal, tentu jarang sekali ada sesuatu, baik itu faham atau aliran, yang seluruh sisinya baik, tak memiliki kekeliruan atau cacat sama sekali. Intinya, memang pasti ada saja beberapa kekeliruan dan perilaku buruk, karena apa pun atau siapa pun yang memasuki sesuatu padahal ia bukan ahlinya, pasti berlaku tidak baik di sana.
Namun, Allah pasti akan memperlihatkan keadilan rabbani di akhirat kelak dengan timbangan kebaikan dan keburukan berdasarkan kaidah perhitungan amal perbuatan. Yakni, apabila kebaikan seseorang lebih berat, kebaikan ini akan mendapat balasan dan diterima, dan jika keburukan seseorang lebih berat, pasti akan dibalas dan tidak akan diterima.
Timbangan kebaikan dan keburukan tidak hanya mengacu pada kuantitas, tapi juga kualitas. Kadang satu kebaikan saja lebih berat dari seribu keburukan dan melenyapkan keburukan itu.
Mengingat keadilan Ilahi mengharuskan seperti itu, dan hakikat juga menilai keadilan yang seperti ini benar adanya, maka bukti kebaikan tarekat –tarekat yang
390. Page
berada dalam lingkup sunnah- yang mengalahkan keburukan-keburukannya adalah usaha para penganut tarekat untuk menjaga keimanan kala orang-orang menyerang.
Bahkan, orang biasa dari kalangan penganut tarekat namun tulus hendaknya mampu menjaga diri lebih dari seorang terpelajar ekternalis superfisial. Melalui daya rasa tarekat dan kecintaan terhadap para wali, ia menyelamatkan keimanan. Ketika melakukan dosa-dosa besar, ia fasik namun tidak sampai kafir. Ia tidak bisa dengan mudah mendekati kekufuran zindik. Di matanya, tak ada kekuatan apa pun yang bisa mencederai silsilah para syaikh yang mereka yakini sebagai quthb yang amat mereka cintai dan yakini. Karena itu, kepercayaan dan ketergantungannya pada para wali tidak akan terhalang oleh apa pun. Selama kepercayaan ini tidak terputus, ia tidak akan mendekati kemunafikan.
Siapa yang tidak punya bagian dari tarekat, dan tidak tergerak hatinya, tentu akan sulit untuk menjaga diri secara sempurna melawan segala macam tipuan dan makar orang-orang atheis saat ini, bahkan sekalipun bagi seorang ahlul ilmu ahli tahqiq.
Satu lagi, tarekat tidak bisa divonis begitu saja lantaran keburukan-keburukan sebagian aliran yang berada di luar lingkup ketakwaan, bahkan di luar lingkup Islam, juga lantaran keburukan-keburukan mereka yang menyebut diri dengan nama tarekat secara tidak benar.
Terlepas dari hasil-hasil keagamaan, akhirat dan ruhani, yang penting dan sangat luhur, tarekat berada di baris terdepan yang amat berpengaruh untuk mengungkap dan membentangkan ukhuwah yang merupakan ikatan suci di antara kaum muslimin di dunia Islam. Tarekat juga merupakan satu di antara tiga benteng Islam yang tak tergoyahkan kala menghadapi berbagai macam serangan hebat yang dilancarkan dunia kekafiran dan politik Nasrani yang berusaha memadamkan cahaya Islam.
Hal yang dapat menjaga pusat khilafah Istanbul selama 550 tahun lamanya dari serangan dunia Nasrani secara keseluruhan, adalah cahaya tauhid yang memancar di 500 titik kota Istanbul. Dan titik sandaran penting orang-orang mukmin di pusat Islam tersebut adalah kekuatan iman di hati mereka yang selalu mengucapkan, “Allah,
391. Page
Allah,” di sudut-sudut belakang masjid, serta rasa bahagia karena cinta ruhani yang muncul dari makrifatullah.
Karena itu, wahai para pemeluk fanatisme dungu, wahai para penyeru nasionalisme palsu, katakan, apa keburukan tarekat yang meruntuhkan kebaikan ini di tengah kehidupan sosial kalian?!
Pertanda Keempat:
Meski mudah, jalan kewalian memiliki banyak kerumitan. Meski pendek, jalan ini begitu panjang. Meski begitu berharga, banyak sekali bahaya di sana. Meski luas, jalan ini amat sempit sekali. Itulah mengapa banyak penempuh jalan ini yang kadang tenggelam, terkena bahaya, sesat, dan menyesatkan orang lain. Contoh:
Ada dua faham dalam tarekat: perjalanan spiritual diri (sair anfusi) dan perjalanan spiritual ufuk (sair afaqi).
Perjalanan diri dimulai dari diri sendiri. Penempuh jalan ini mengalihkan pandangannya dari luar dan ia arahkan ke hati, menembus dan merobek egoisme diri, dan meretas jalan menuju hati, menemukan hakikat, kemudian masuk ke berbagai ufuk. Saat itulah ia melihat ufuk-ufuk bercahaya terang, dan mengakhiri perjalanan ini dengan cepat.
Hakikat yang ia lihat dalam lingkup diri ia lihat dengan ukuran besar. Kebanyakan tarekat bawah tanah menempuh jalur ini. Asas utama tarekat ini adalah menghancurkan egoisme diri, meninggalkan hawa nafsu, dan mematikan jiwa.
Faham kedua dimulai dari ufuk. Penempuh jalan spiritual ini menyaksikan manifestasi-manifestasi al-asma’ dan al-shifat di balik berbagai fenomena yang ada dalam lingkup besar ufuk-ufuk jagad raya tersebut. Ia menyaksikan cahaya-cahaya itu dengan ukuran kecil dalam lingkup hati, menempuh jalan singkat menuju Allah, dan menyaksikan bahwa hati merupakan manifestasi sifat Allah sebagai tempat bergantung segala sesuatu, sehingga ia bisa mencapai apa yang ia inginkan.
Bagi yang menempuh faham pertama, jika tidak mendapat pertolongan untuk mematikan nafsu amarah, tidak meninggalkan hawa nafsu, dan tidak mampu
392. Page
menghancurkan egoisme diri, ia pasti jatuh dari maqam syukur ke maqam kebanggaan diri (fakhr), selanjutnya dari maqam kebanggaan diri menuju maqam terpedaya (ghurur). Ketika ia memiliki ketertarikan hati yang muncul dari cinta yang disertai semacam mabuk cinta, saat itu akan muncul banyak pengakuan yang melampaui batas diri. Inilah yang disebut sebagai ocehan ekstatik (syathahat), sehingga berbahaya. Ya, ini berbahaya bagi dirinya, dan membahayakan orang lain. Sebagai contoh:
Ketika seorang letnan terpedaya karena begitu menikmati dan mencintai posisi komandonya, ia mengira dirinya seorang marsekal, dan bingung antara lingkup komandonya yang kecil tersebut dengan lingkup yang universal. Begitu pula, matahari yang muncul di cermin kecil pun menjadi kacau dengan matahari yang manifestasinya terlihat dalam semua kemegahan di permukaan laut, karena adanya semacam kesamaan di antara keduanya. Demikian pula halnya dengan banyak wali yang menilai dirinya lebih besar dan lebih agung dari wali lain yang jauh lebih besar darinya, seperti perbedaan antara lalat dan burung merak. Mereka menilai dirinya seperti itu, dan menganggap diri sebagai ahli tahqiq.
Saya pernah melihat seseorang yang hanya bermodalkan kesadaran hati merasa dirinya sebagai seorang wali dan menganggap dirinya sebagai seorang quthb agung. Ia semakin menjadi-jadi. Lalu, saya katakan padanya, “Saudaraku! Seperti halnya aturan kerajaan memiliki manifestasi universal dan juga manifestasi kecil, dimulai dari lingkup menteri agung hingga lingkup kepala desa, seperti itu juga dengan kewalian. Kewalian pun memiliki banyak lingkup dan manifestasi yang berbeda. Setiap maqam memiliki banyak sekali bayangan, setiap bayangan adalah wujud tersendiri. Engkau melihat manifestasi kewalian agung yang mirip seorang menteri agung dalam lingkup dirimu yang mirip dengan lingkup seorang kepala desa, dan kau pun terpedaya. Apa yang kau lihat itu benar, hanya saja penilaianmu keliru, karena wadah air seperti lautan terasa kecil bagi lalat.”
Akhirnya orang tersebut, atas izin Allah, menyadari penjelasan saya. Ia akhirnya terhindar dari kekeliruannya.
393. Page
Saya juga melihat sejumlah mereka yang mengira dirinya al-Mahdi. Mereka semua mengatakan, “Aku akan menjadi al-Mahdi.” Mereka ini bukannya berdusta atau penipu, hanya saja tertipu dan membayangkan sesuatu seakan-akan hakikat.
Seperti halnya nama-nama Ilahi memiliki banyak sekali manifestasi, dimulai dari Arsy paling agung hingga atom paling kecil, dan fenomena seluruh manifestasi tersebut berbeda sesuai tingkat keterkaitan masing-masing, seperti itu pula tingkatan kewalian yang merupakan manifestasi nama-nama Ilahi, juga berbeda.
Faktor utama pemicu ketidakjelasan tersebut adalah:
Ada beberapa maqam yang terkait dengan sejumlah tokoh terkenal. Misalnya, ada keistimewaan-keistimewaan tugas serta karakteristik al-Mahdi pada sebagian maqam para wali. Keterkaitan khusus dengan quthb agung dan Nabi Khidir tampak di sana. Maqam-maqam ini disebut sebagai maqam Khidir, maqam Uwais, dan maqam al-Mahdi.
Berdasarkan hal tersebut, mereka yang memasuki maqam ini, dan menjadi contoh kecil maqam tersebut, atau menjadi salah satu bayangannya, mengira diri mereka sebagai orang terkenal terkait maqam tersebut karena adanya kaitan-kaitan khusus, hingga ada yang mengira dirinya Khidir, al-Mahdi, atau membayangkan dirinya sebagai quthb agung. Tak masalah jika yang bersangkutan tidak berambisi untuk meraih kedudukan atau jabatan. Apa pun pengakuan dan pernyataan yang melampaui batas dinilai sebagai ocehan ekstatik saja, sehingga ia tidak dimintai pertanggung-jawaban atas apa yang dilakukan dan dinyatakannya.
Sementara ketika egoisme diri menguasai, dengan berambisi untuk meraih jabatan atau kedudukan dengan mengenakan topeng tertentu, hingga ia kalah oleh egoisme tadi, kemudian tidak mau bersyukur malah berbangga diri, saat itulah secara bertahap ia akan jatuh dari sikap bangga diri ke sikap terpedaya. Mungkin ia akan jatuh ke tingkat kebodohan dan gila, atau ia akan menyimpang dari jalan kebenaran, sebab ia mengira para wali agung sama seperti dirinya, sehingga sikap berbaik sangka terhadap para wali agung menurun dalam dirinya. Meski seperti apa pun jiwa seseorang terpedaya, ia mestinya tetap menyadari segala kekurangan diri. Lain halnya dengan
394. Page
jiwa orang seperti ini yang menyamakan para wali besar dengan dirinya, sehingga mengira memiliki banyak kesalahan dan kekurangan, sampai-sampai penghormatan terhadap para nabi pun berkurang dalam dirinya.
Orang yang terkena kondisi hati seperti itu harus berpegang teguh pada neraca syariat, dan menjadikan aturan ulama ushuluddin sebagai tolak ukur, menjadikan ajaran para wali ahli tahqiq, seperti Imam Ghazali, Imam Rabbani, dan lainnya, sebagai pembimbing. Ia harus selalu menyalahkan diri, dan jangan menisbatkan apa pun pada diri sendiri selain kekeliruan, kekurangan, kelemahan, dan kemiskinan.
Ocehan ekstatik di faham ini muncul karena kecintaan terhadap diri sendiri, sebab mata seorang yang mencintai tentu tidak bisa melihat berbagai kekurangan dan kekeliruan. Karena mencintai diri sendiri, ia mengira dirinya yang kekurangan dan mirip potongan kaca tak berharga itu sebagai berlian dan permata.
Kekeliruan paling fatal dalam faham seperti ini adalah seseorang membayangkan makna-makna kecil yang terlintas di dalam hati berbentuk ilham sebagai “kalam” Allah. Ia menganggapnya sebagai “ayat-ayat” Allah. Akibatnya, muncul dalam dirinya sikap tidak menghargai wahyu yang tingkatannya begitu luhur dan suci.
Seluruh ilham, mulai dari ilham yang didapatkan lebah dan binatang lainnya, hingga ilham yang diterima kalangan awam serta kalangan khusus, dari ilham yang diterima malaikat biasa hingga malaikat khusus yang selalu mendekatkan diri pada Allah, adalah semacam kalam rabbani. Hanya saja kalam rabbani merupakan serangkaian manifestasi yang berbeda-beda dari khitab rabbani yang berkilau di antara tujuhpuluh ribu tirai berdasarkan kapasitas tempat manifestasi dan maqamnya.
Namun, menyebut ilham-ilham tersebut dengan istilah “ayat,” kata benda khusus untuk bintang-bintang al-Qur’an - yang merupakan kata benda khusus untuk “Wahyu” dan “Firman Allah” serta contoh paling gamblang yang dikhususkan untuk Firman Allah - benar-benar suatu kesalahan.
Ilham yang ada di dalam hati orang-orang yang mengiranya sebagai ayat-ayat al-Qur’an yang merupakan kalam Ilahi secara langsung, tak ubahnya seperti citra matahari kecil dan lemah yang memantul di kaca berwarna yang ada di tangan kita jika
395. Page
dibandingkan dengan matahari yang ada di langit, sebagaimana telah dijelaskan dalam “Kalimat Kedua Belas,”“Kalimat Keduapuluh Lima,” dan “Kalimat Ketigapuluh Satu.”
Benar dan betul jika dikatakan bahwa seluruh manifestasi matahari yang terlihat di semua cermin merujuk pada matahari hakiki, dan memiliki hubungan dengan matahari tersebut. Hanya saja bumi tidak dapat dikaitkan dengan cermin-cermin dari matahari-matahari kecil itu, serta tidak terkait dengan daya tarik matahari-matahari tersebut.
Pertanda Kelima:
Di antara tarekat-tarekat sufi, salah satunya yang penting adalah faham wihdat al-syuhud, yang termasuk dalam istilah wihdat al-wujud. Faham ini membatasi pandangan pada keberadaan Zat yang Wajib Ada (wajib al-wujud), menganggap wujud-wujud lain begitu lemah dan hanya sebagai bayangan bagi wujud Zat tersebut, hingga sampai menganggap bahwa semua wujud tidak patut menyandang nama wujud. Faham ini membungkusnya dengan tirai imajinasi, dan menganggapnya tidak ada di maqam “meninggalkan apa pun yang selain Allah.” Bahkan, ia membayangkan semua wujud tidak ada, dan lebih jauh lagi faham ini menilai manifestasi nama-nama Ilahi hanya sebagai cermin khayali.
Faham ini memiliki sebuah hakikat penting sebagai berikut:
Dengan mengetahui keberadaan Zat yang Wajib Ada melalui kekuatan iman dan kasyaf kewalian yang luhur dan tinggi hingga derajat haqqul yaqin, keberadaan semua yang mungkin ada (al-mumkinat), menurut para penganut faham ini, jatuh hingga tingkatan paling bawah, hingga sampai pada tingkat tidak tersisa lagi adanya maqam bagi semua yang mungkin ada, selain hanya khayalan dan ketiadaan; seakan-akan mereka mengingkari keberadaan semua wujud demi keberadaan Zat yang Wajib Ada.
Hanya saja faham ini juga mengandung sejumlah bahaya, pertama dan yang terutama adalah: Rukun iman ada enam. Selain keimanan kepada Allah, terdapat rukun-rukun iman lainnya seperti keimanan terhadap hari akhir. Rukun-rukun iman ini mengharuskan keberadaan apa pun yang mungkin ada; dan rukun-rukun iman yang tegas ini tidak dapat dibangun di atas khayalan!
396. Page
Karena alasan itu, ketika beralih dari alam mabuk cinta ke alam kesadaran, penganut faham ini tidak boleh membawa-serta fahamnya itu, dan tidak boleh berbuat sesuai dengannya. Selain itu, ia tidak boleh mengubah faham yang menyangkut hati (qalbi), kondisi spiritual (hali), dan iluminasi (dzawqi) ini menjadi faham yang terkait akal (‘aqli), perkataan (qawli), dan pengetahuan (‘ilmi). Sebab, hukum dan prinsip yang terkait dengan akal, pengetahuan, dan perkataan, yang bersumber dari Kitab al-Qur’an dan sunnah, tidak mendukung faham ini, dan tidak cocok untuk dipraktekkan. Itulah mengapa faham ini tidak terlihat dengan jelas di kalangan para khalifah yang mendapat petunjuk (al-khulafa’ al-rasyidun), para imam ahli ijtihad, dan para tokoh salaf shalih. Artinya, faham ini bukanlah faham paling tinggi.
Meski tetap masih tinggi, faham itu memiliki kekurangan. Ia penting sekali, namun mengandung sejumlah bahaya dan sulit. Ia tetap punya kelebihan dan bobot yang besar, meskipun punya cita rasa spiritual (dzawq). Mereka yang bergabung ke dalamnya, atas dorongan cita rasa, tidak mau keluar lagi. Karena egoisme dan ujub, mereka mengiranya sebagai martabat tertinggi.
Karena asas dan esensi faham ini sudah kami jelaskan hingga batas tertentu dalam Risalah “al-Nuqthah” serta di sebagian “al-Kalimat” dan “al-Maktubat,” maka kami rasa penjelasan ini sudah cukup kiranya. Berikut akan kami jelaskan kekeliruan penting pada faham yang penting ini:
Bagi kalangan elit sangat khusus (akhasshu al-khawash), yang telah melampaui lingkaran sebab-akibat, yang memutuskan hubungan dengan semua yang mungkin ada (mumkinat) berdasarkan rahasia “meninggalkan apa pun selain Allah,” faham yang didapatkan dalam kondisi tenggelam (istighraq) mutlak itu baik sekali. Namun, mengajarkan faham itu sebagai pengetahuan intelektual kepada orang-orang yang hanyut dalam sebab-akibat, yang tergoda oleh dunia, dan yang tenggelam dalam Alam dengan filsafat materialisme, sama dengan menenggelamkan mereka ke dalam Alam dan materi, serta menjauhkan mereka dari hakikat Islam. Sebab, pandangan yang terpedaya oleh dunia dan terkait dengan lingkaran sebab-akibat selalu ingin memberikan semacam keabadian pada dunia fana ini, tidak ingin melepaskan dunia
397. Page
yang dicintainya, mengira dunia memiliki wujud abadi dengan dalih wihdat al-wujud, juga karena anggapan bahwa dunia ini kekal hingga disembah-sembah. Kekeliruan ini memicu pengingkaran keberadaan Allah. Na’udzu billah.
Pemikiran materialisme menguasai akal banyak orang saat ini, hingga mereka menganggap materi sebagai sumber segala-galanya. Andai faham wihdat al-wujud disebarluaskan di masa sekarang, di mana kalangan mukmin elit menganggap materi tidak berguna, bahkan menganggap materi tidak ada, bisa saja kaum materialis membela faham ini dan menyatakan, “Kami juga mengatakan demikian. Kami berpendapat sama.” Padahal, di antara banyak faham dunia, yang paling jauh dari pandangan kaum materialis dan para penyembah Alam adalah faham wihdat al-wujud. Sebab, penganut faham ini fokus mementingkan keberadaan Allah dengan kekuatan iman, hingga lebih jauh mereka mengingkari alam semesta dan semua wujud. Berbeda halnya dengan kalangan materialis yang hanya menentingkan semua wujud hingga mengingkari Allah demi alam semesta. Tentu saja antara keduanya sangat jauh berbeda.
Pertanda Keenam:
Bagian ini terdiri dari tiga poin:
Poin Pertama:
Di antara seluruh tarekat kewalian yang paling indah, paling lurus, paling kaya, dan paling cerdas, adalah mengikuti sunnah mulia (ittiba’ al-sunnah al-saniyyah). Yakni, hendaknya seseorang menjalankan sunnah di semua amal kegiatan dan gerak-geriknya, mengikutinya, dan menirunya; hendaknya ia menjalankan hukum-hukum syariat di seluruh mualamat dan tingkah lakunya; serta menjadikan sunnah sebagai pembimbingnya.
Dengan mengikuti dan menjalankan sunnah, seluruh perilaku sehari-hari, hubungan biasa, dan tindakan alaminya, berubah menjadi ibadah. Bersamaan dengan itu, setiap laku perbuatannya mendorongnya untuk mengingat sunnah dan syariat, sehingga
398. Page
berikutnya akan membuatnya mengingat hukum syariat, dan ingatan ini pun akan mendorongnya untuk mengingat si pemangku syariat. Adapun ingatan ini akan mengingatkan seseorang kepada Allah, dan ingatan yang ini pun akan menimbulkan semacam hudhur.[1] Dengan demikian, seluruh detik usia mungkin akan berubah menjadi ibadah dalam hudhur terus-menerus.
Jalan besar inilah jalan para sahabat dan salaf shalih yang merupakan para wali besar dan para pewaris nubuwah.
Poin Kedua:
Asas tarekat-tarekat kewalian dan cabang-cabang tarekat yang paling penting adalah keikhlasan. Sebab, dengan ikhlas, orang terhindar dari berbagai jenis kesyirikan tersembunyi. Siapa pun yang tidak mampu meraih keikhlasan, ia tidak akan bisa berkelana dalam wilayah tarekat-tarekat tersebut.
Sementara itu, kekuatan paling kokoh dan berdaya tembus dalam tarekat-tarekat itu adalah cinta (mahabbah). Ya, seorang pecinta tidak mencari-cari kekurangan atau kekeliruan kekasihnya, menutup mata terhadap semua aib sang kekasih. Bahkan, ia menganggap tanda-tanda lemah yang menunjukkan kesempurnaan sang kekasih sebagai hujah kuat. Dan ia selalu ingin berada di dekat sang kekasih.
Berdasarkan rahasia ini, mereka yang sedang menuju ke makrifatullah melalui langkah-langkah cinta tidak mencela berbagai syubhat dan bantahan yang didengarnya. Mereka terhindar dengan mudah sekali dari semua itu. Bahkan, meskipun ribuan setan bersatu-padu melawan mereka, tetap saja tidak akan mampu memalingkan pandangan mereka atas sebuah tanda yang mengisyaratkan kesempurnaan sang kekasih hakiki.
Tanpa cinta, orang mau tidak mau harus bergulat dengan berbagai macam kritikan yang datang dari dirinya, dari setannya, dan dari setan-setan di luar. Ia tidak akan
[1]Hudhur adalah hadirnya hati kala lenyap dari esensi hati itu sendiri karena jernihnya keyakinan.
399. Page
mampu menyelamatkan diri tanpa melalui pertarungan penuh keberanian, kekuatan iman, dan pandangan yang jeli.
Berdasarkan rahasia ini, cinta yang muncul dari makrifatullah adalah permata utama dan eliksir penting di seluruh tingkat kewalian. Namun, cinta memiliki kekurangan. Yaitu, si pecinta akan melompat dari permohonan khusyu (tadharru’) dan ketundukan (tadzallul) yang merupakan esensi ibadah, menuju keluhan, klaim, dan tindakan tak seimbang. Dengan berpindahnya si pecinta dari makna harfiah sesuatu menuju makna literalnya ketika berurusan dengan apa pun yang selain Allah S.w.t, cinta justru menjadi racun, padahal sebelumnya merupakan obat.
Yakni, ketika ia mencintai sesuatu selain Allah S.w.t, ia harus mengaitkan hatinya dengan apa yang dicintainya tersebut demi Allah dan dengan nama-Nya, juga dengan memperhitungkan keberadaan apa pun yang selain Allah itu sebagai cermin bagi nama-nama terbaik Allah (al-asma’ al-husna).
Kadang seseorang memikirkan kekasihnya demi sang kekasih hakiki, demi kesempurnaan pribadinya dan keindahan esensinya. Cinta seperti ini adalah cinta menurut makna kata. Terkadang pula, orang mencintai sesuatu selain Allah tanpa mengingat Allah dan rasul-Nya. Cinta seperti ini bukan sarana untuk menggapai cinta Allah, justru akan menjadi tirai penghalang cinta Allah. Namun jika cinta tersebut diartikan sesuai makna kata, saat itu cinta menjadi sarana untuk menggapai cinta Allah, bahkan bisa dikatakan, cinta seperti ini merupakan salah satu manifestasi cinta Allah.
Poin Ketiga:
Dunia ini adalah negeri hikmah dan negeri pengabdian, bukan negeri untuk mendapatkan upah dan balasan. Upah dan balasan segala amal dan pengabdian yang dilakukan di dunia akan didapatkan di alam Barzakh dan alam Akhirat. Amal-amal shalih yang dilakukan di sini, akan membuahkan hasil di sana.
Mengingat hakikatnya demikian, maka hasil-hasil segala amalan akhirat tidak boleh diminta di dunia. Bahkan, jika pun diberikan, itu harus diterima dengan sedih, bukan dengan gembira dan senang hati. Sebab, sama sekali tidak masuk akal untuk memakan
400. Page
hasil amalan-amalan akhirat –yang abadi laksana buah surga yang, ketika dipetik, langsung muncul buah serupa sebagai gantinya- di dunia ini dalam bentuk hasil fana. Hal itu mirip mengganti lampu abadi dengan lampu yang hanya berpijar satu menit lalu setelah itu mati.
Berdasarkan rahasia ini, para wali menganggap khidmah pengabdian, amal shalih, segala musibah dan kesulitan, sebagai beban yang harus diterima. Mereka tidak mengeluh, justru mengucapkan, “Segala puji bagi Allah dalam kondisi apa pun.” Kala mendapatkan mukasyafah, karamah, dzawq, dan cahaya, mereka menerimanya sebagai kemuliaan Ilahi. Mereka berusaha untuk menutupi dan menyembunyikan semua itu. Mereka tidak hanyut dalam kebanggaan diri dan sikap terpedaya, tapi malah semakin bersyukur dan kian beribadah. Banyak di antara mereka yang berusaha menutupi dan menghentikan kondisi-kondisi ini agar keikhlasan mereka dalam beramal tidak terkena noda dan cela.
Ya, kebaikan (ihsan) Ilahi paling utama bagi seseorang yang diterima di sisi Allah adalah tidak membuat Allah merasa bahwa ia telah berbuat baik pada-Nya, agar permohonan dan doanya tidak berubah menjadi sikap pamer, dan rasa syukurnya tidak berubah menjadi bangga diri.
Berdasarkan hakikat ini, mereka yang mencari kewalian dan tarekat demi dzawq (cita rasa spiritual) dan karamah-karamah yang merupakan sebagian kecil dari tetes kewalian, serta merasa kagum akan semua ini, berarti keikhlasan yang merupakan esensi kewalian sudah lenyap dalam dirinya. Akibatnya, kewalian pun ikut lenyap. Apalagi, ia memakan buah-buah akhirat yang abadi dalam bentuk buah-buah yang fana di dunia fana ini.
Pertanda Ketujuh:
Ada empat nuktah:
Nuktah Pertama:
Syariat adalah hasil langsung, tanpa bayangan atau penghalang, dari khitab Ilahi, melalui rahasia Keesaan Ilahi dari sisi rububiyah mutlak. Tingkatan tarekat dan hakikat
401. Page
tertinggi dianggap sebagai bagian dari syariat. Tanpa itu, tarekat dan hakikat akan selalu seperti sarana, pendahuluan, dan pelayan. Hasilnya adalah hukum-hukum syariat yang muhkamat. Yakni, jalur tarekat dan hakikat laksana sarana dan pelayan, serta tangga untuk mencapai hakikat syariat. Keduanya berubah sedikit demi sedikit hingga ke tingkatan tangga paling atas, hingga mencapai makna hakikat dan rahasia tarekat yang ada di dalam syariat itu sendiri. Saat itu, tarekat dan hakikat menjadi bagian dari syariat besar (syari’ah kubra). Tanpa itu, tentu keliru jika membayangkan syariat adalah kulit luarnya, sementara hakikatnya merupakan inti, hasil, dan tujuannya, seperti yang dikira oleh sebagian sufi.
Ya, mukasyafah syariat memiliki tingkatan berbeda-beda dan beragam sesuai tingkatan orang. Keliru jika mengira bahwa sisi lahiriah syariat itulah hakikat syariat seperti anggapan kalangan awam. Juga salah menyebut tingkatan syariat yang tersingkap bagi sufi kalangan khusus sebagai hakikat dan tarekat. Syariat juga memiliki tingkatan-tingkatan yang tertuju ke seluruh lapisan orang.
Berdasarkan rahasia ini, ketika para ahli tarekat dan hakikat semakin merasuk ke dalamnya, mereka akan semakin tertarik pada hakikat syariat. Gairah mereka akan semakin meningkat untuk mengikuti hakikat itu. Mereka menganggap sunnah yang tingkatannya terendah sebagai tujuan paling agung. Maka, mereka pun berusaha untuk mengikutinya, sebab adab syariat yang merupakan buah wahyu merupakan etika tarekat paling luhur, dan itulah buah ilham yang paling utama, selaras dengan keunggulan wahyu di atas ilham.
Karena itu, asas utama dalam tarekat adalah mengikuti sunnah mulia (ittiba’ al-sunnah al-saniyyah).
Nuktah Kedua:
Tarekat dan hakikat tidak boleh keluar dari kapasitasnya sebagai sarana dan perantara. Jika keduanya menjadi tujuan, maka muhkamat-muhkamat syariat, muamalat-muamalatnya, dan pengikutan sunnah mulia, hanya akan menjadi formalitas belaka, sehingga hati pun mengarah ke sisi lain. Artinya, seseorang akan lebih
402. Page
memikirkan halaqah zikir ketimbang memikirkan shalat, lebih tertarik untuk membaca wirid daripada menjalankan ibadah wajib, lebih menjauhi pantangan etika tarekat dibanding menjauhi dosa besar.
Padahal sebenarnya, wirid tarekat tak mampu menandingi satu pun kewajiban di antara sekian banyak amalan wajib yang merupakan bagian dari hukum muhkamat syariat. Wirid juga tidak bisa menggantikannya. Sebaliknya, etika tarekat dan wirid sufi harus menjadi sarana dzawq hakiki yang ada di dalam amalan-amalan wajib syariat, bukan sebagai sumber kewajiban syariat. Artinya, zawiyah (padepokan) tarekat harus menjadi sarana bagi dzawq yang tersembunyi dalam shalat di masjid, dan harus menunaikan shalat dengan sebenarnya dan dengan cara yang sepatutnya. Tanpa itu, orang yang menjalankan shalat di masjid dengan cepat dan dalam bentuk formalitas saja, lalu membayangkan akan menemukan dzawq dan kesempurnaan shalat yang hakiki di zawiyah, berarti menjauhi realitas.
Nuktah Ketiga:
Satu pertanyaan dikemukakan: Mungkinkah ada tarekat di luar sunnah dan hukum syariat?
Jawab: Mungkin ada, mungkin juga tidak.
Mungkin ada, sebab ada sebagian wali sempurna yang dihukum mati dengan pedang syariat.
Mungkin juga tidak ada, sebab para wali ahli tahqiq telah menyepakati prinsip-prinsip Sa’di al-Syairazi ini:
مُحالَسْت سعدِي بَرَاهِ صفَا ظفَربُرْدَنْ جُزدَرْبَي مُصطفى
Mustahil, Sa’di, untuk menang di jalan kebahagiaan,
kecuali dengan mengikuti al-Musthafa
Artinya, orang yang berada di luar jalan Rasul mulia S.a.w, yang tidak mengikuti beliau, mustahil bisa mencapai cahaya hakikat yang hakiki. Rahasia masalah ini sebagai berikut:
403. Page
Karena Rasul mulia S.a.w adalah penutup para nabi, lawan bicara Allah atas nama seluruh umat manusia, maka seluruh umat manusia tidak bisa menempuh jalan lain selain jalannya, bahkan harus berada di bawah panjinya.
Mengingat orang-orang sufi yang tertarik (jadzb) dan hanyut dalam cinta (istighraq) tidak dimintai pertanggung-jawaban atas segala keanehan yang dilakukan; mengingat dalam diri manusia ada bagian-bagian kelembutan (lathaif) yang tidak tunduk pada taklif, sehingga ketika lathaif tersebut menguasai diri ia tidak dihukum atas pelanggaran terhadap taklif syar’i yang dilakukannya; dan mengingat dalam diri manusia ada bagian-bagian lathaif yang tak tunduk pada kuasa kehendak seperti halnya tidak tunduk pada taklif syar’i, bahkan tidak tunduk pada kontrol akal, artinya kelembutan-kelembutan ini tidak mendengarkan kata hati maupun akal; maka karena itu semua, tidak diragukan bahwa ketika lathaif itu menguasai seseorang, saat itu ia tidak terjatuh dari tingkat kewaliannya karena pelanggaran terhadap syariat yang dilakukannya. Bahkan, ia bisa ditolelir, dengan syarat tidak ada pengingkaran atau pemalsuan terhadap hakikat syariat dan kaidah keimanan. Ia harus mengakui bahwa hukum syariat benar adanya meski tidak diamalkannya. Tanpa itu, ketika kondisi ini menguasai diri, lalu muncul sebuah indikasi yang mengisyaratkan pengingkaran dan pendustaan terhadap hakikat pasti tersebut, ini menandakan kejatuhan dan keruntuhan ke titik nadir, na’udzu billah.
Kesimpulan:
Para penganut tarekat yang berada di luar lingkup syariat terbagi menjadi dua golongan:
Golongan pertama: Kondisi hati, tenggelam dalam cinta (istighraq), tertarik (jadzb) dan mabuk cinta (sukr) mungkin mendominasi golongan ini, atau mungkin pula karena lathaif dalam diri tidak mau mendengar taklif syar’i atau kehendak diri seperti yang telah dibahas sebelumnya. Karena itulah mereka ini berada di luar lingkup syariat. Hanya saja keberadaan mereka di luar lingkup syariat bukan berarti tidak ridha atau menolak hukum syariat. Ia meninggalkan hukum ini semata di luar kehendak diri.
404. Page
Ada sejumlah wali termasuk dalam golongan ini, juga ada sebagian wali besar berada di sana untuk sesaat. Bahkan sebagian wali ahli tahqiq menyatakan bahwa sebagian ulama besar golongan ini berada di luar lingkup syariat, bahkan berada di luar lingkup Islam. Namun dengan catatan, mereka tidak boleh mendustakan hukum apa pun yang disampaikan Muhammad S.a.w.
Mereka mungkin saja tidak memikirkan syariat, atau tidak mampu menghadap ke sana, atau tidak mampu mengetahuinya, dan tidak mau tahu. Lain soal ketika mereka sudah mengamalkannya lalu mereka menolaknya, ini tidak bisa diterima.
Golongan kedua: Golongan ini hanyut dan tertarik oleh dzawq yang terang benderang di dalam tarekat dan hakikat, sehingga tidak mampu menggapai derajat dzawq hakikat syariat yang jauh lebih tinggi dari dzawq mereka. Karena itu, mereka mengira hakikat syariat kering dan hambar tanpa rasa, hanya sebatas formalitas saja, dan mereka pun tak mempedulikannya. Sedikit demi sedikit, mereka meyakini bahwa syariat hanya kulit luar, dan mereka membayangkan bahwa hakikat yang mereka rasakan itulah asas dan inti.
Sebagian di antara mereka mengatakan, “Apa yang saya temukan sudah cukup,” lalu melakukan berbagai macam tindakan yang melanggar hukum syariat. Mereka yang sadar dari golongan ini tetap bertanggung-jawab atas segala tindakan yang mereka lakukan. Mereka ini terkadang ragu dan bahkan menjadi bahan olokan para setan.
Nuktah Keempat:
Ada sebagian orang-orang sesat dan ahli bid’ah diterima di mata umat, dan ada pula orang lain yang mirip seperti mereka. Hanya saja umat tetap menolak mereka meski secara lahiriah tidak ada bedanya antara kedua kelompok tersebut. Saya heran dan bingung mengapa bisa seperti itu. Sebagai contoh:
Al-Zamakhsyari, yang amat fanatik menganut faham Mu’tazilah, tidak dikafirkan oleh para ahli tahqiq dari kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Mereka juga tidak menuduhnya sesat. Padahal, ia dengan keras memberikan banyak kritikan terhadap
405. Page
kalangan Ahlussunnah wal Jamaah. Bahkan, mereka mencarikan jalan keselamatan untuknya. Hanya saja kalangan ini menganggap sebagian imam Mu’tazilah, seperti Abu Ali al-Juba’i yang terbilang lebih lunak dari al-Zamakhsyari, harus ditolak.
Hal ini sering kali membuat saya penasaran untuk mengetahui apa rahasia di baliknya, hingga saya pun mengerti berkat kemuliaan Ilahi sebagai berikut:
Kritikan-kritikan yang disampaikan al-Zamakhsyari kepada Ahlussunnah muncul dari rasa cintanya terhadap hakikat menurut faham yang dikiranya benar. Sebagai contoh:
Memahasucikan yang hakiki (tanzih haqiqi), menurut al-Zamakhsyari, hanya terwujud jika hewan-hewan mampu menciptakan perbuatannya sendiri. Disebabkan karena kecintaan al-Zamakhsyari untuk memahasucikan Allah, ia tidak menerima sikap Ahlussunnah terkait prinsip bahwa perbuatan makhluk adalah diciptakan (khalq al-af’al).
Sementara para imam Mu’tazilah lainnya tertolak bukannya karena menolak prinsip-prinsip luhur Ahlussunnah yang mencintai al-Haq, namun karena akal mereka yang pendek tidak mampu menggapai prinsip-prinsip tersebut. Disebabkan pemikiran sempit itu, mereka tidak mampu memahami kaidah-kaidah Ahlussunnah yang luas.
Sebagaimana halnya perbedaan faham Mu’tazilah dengan Ahlussunnah wal Jamaah di bidang ilmu kalam ini, demikian pula perbedaan faham antara pengikut tarekat yang berada di luar jalur Ahlussunnah wal Jamaah juga terbagi menjadi dua golongan:
Golongan pertama: Dari sisi kondisi dan faham yang membuat mereka terpedaya seperti al-Zamakhsyari, mereka dalam batasan tertentu tidak mempedulikan etika-etika syariat yang tidak mampu mereka capai dan tidak bisa mereka gapai tingkatan dzawqnya.
Golongan kedua: Mereka memandang etika syariat tidak penting jika dibandingkan dengan aturan-aturan tarekat. Disebabkan karena pemahaman sempit ini, mereka tidak mampu meliputi dzawq syariat yang luas, dan maqam mereka yang rendah tidak mampu menggapai etika syariat yang luhur dan tinggi.
406. Page
Pertanda Kedelapan:
Bagian ini akan menjelaskan delapan kekeliruan:
Pertama: Sekelompok kalangan sufi yang tidak memperhatikan sunnah dengan sebenarnya, melakukan kekeliruan karena lebih mengutamakan kewalian daripada kenabian. Seperti telah dijelaskan dalam “Kalimat Keduapuluh Empat” dan “Kalimat Ketigapuluh Satu” sejauh mana keluhuran dan ketinggian nubuwah, dan seberapa rendahnya kewalian jika dibandingkan dengan kenabian.
Kedua: Mereka mengutamakan sebagian wali ahli tarekat ekstrem di atas sahabat Nabi. Bahkan mereka memandang para wali itu sederajat dengan para nabi. Maka mereka pun terjatuh ke dalam jurang. Hal ini telah dijelaskan secara tegas di dalam “Kalimat Keduabelas,” “Kalimat Keduapuluh Tujuh,” dan di “Tambahannya” khusus mengenai sahabat, bahwa sahabat memperoleh sifat keutamaan persahabatandengan Nabi yang tidak mungkin dicapai dengan melalui kewalian, dan bahwa para sahabat tidak mungkin bisa melampaui derajat sahabat, dan bahwa para waliselamanya tidak akan pernah mungkin mencapai derajat para sahabat.
Ketiga: Sebagian kalangan yang fanatik terhadap tarekat secara berlebihan lebih mengutamakan adat tatakrama dan wirid-wirid tarekat daripada sunnah, sehingga mereka melanggar sunnah. Mereka rela meninggalkan sunnah, dan tidak rela meninggalkan wirid tarekat.
Seperti telah dijelaskan di sejumlah bagian “al-Kalimat,” para ahli tahqiq dari kalangan penganut tarekat seperti Imam al-Ghazali dan Imam Rabbani[1] menyatakan bahwa sesuatu yang didapatkan dengan mengikuti satu sunnah tidak bisa didapatkan dengan mengikuti seratus adab dan nafilah-nafilah khusus. Seperti halnya satu amalan fardhu lebih baik dari seribu amalan sunnah, seperti itu juga satu sunnah lebih baik dari seribu adab tasawuf.
[1] Syaikh Ahmad bin Abdul Ahad bin Zainal Abidin al-Faruqi al-Sirhindi, dikenal sebagai reformis milennium kedua. Ia seorang ulama yang getol mengamalkan ilmu, arif, sempurna, dan nasabnya terhubung hingga Umar al-Faruq. Ia lahir pada tahun 971 H.
407. Page
Keempat: Sebagian sufi yang berlebihan mengira ilham laksana wahyu, dan mereka menganggapnya sebagai wahyu, sehingga mereka keliru. Sejauh mana keluhuran tingkat wahyu dan sejauh mana keberadaan wahyu yang menyeluruh dan suci, dan sejauh mana kecilnya ilham jika dibandingkan dengan wahyu, sudah dijelaskan secara pasti dalam “Kalimat Keduabelas” dan “Kalimat Keduapuluh Lima” yang secara khusus membahas tentang mukjizat-mukjizat al-Qur’an, juga di sejumlah bagian risalah lainnya.
Kelima: Sebagian orang yang tidak memahami rahasia tarekat dari kalangan sufi, menyukai dzawq (cita rasa spiritual), cahaya, dan karamah-karamah yang diberikan tanpa diminta demi menguatkan kaum lemah dan menyemangati para penganggur, juga untuk mengurangi keluh kesah dan beban berat yang muncul dari pengabdian yang berat. Akibatnya, mereka terpedaya, dan lebih mengutamakan hal-hal tersebut daripada ibadah, amal dakwah, dan wirid, sehingga mereka jatuh ke jurang yang dalam tanpa bisa diselamatkan.
Seperti telah dijelaskan secara garis besar dalam “Nuktah Ketiga” dari “Isyarat Keenam” di bagian risalah ini, juga seperti telah ditegaskan di seluruh al-Kalimat secara pasti, bahwa dunia ini adalah negeri pengabdian, bukan negeri untuk menerima upah. Mereka yang meminta upah di dunia ini mengubah buah-buah kekal abadi menjadi buah-buah yang fana dan sesaat. Menetap di dunia membuat mereka tidak bisa tidur nyenyak. Mereka juga tidak mampu menatap ke alam Barzakh dengan penuh kerinduan. Mereka seakan mencintai kehidupan dunia dari satu sisi, karena di sana mereka menemukan kehidupan akhirat dalam batas tertentu.
Keenam: Sekelompok kalangan sufi yang bukan merupakan ahli hakikat tidak bisa membedakan antara bayangan maqam-maqam kewalian dan contoh-contoh kecil maqam asli yang universal, sehingga mereka jatuh ke dalam jurang yang dalam.
Seperti telah dijelaskan dalam “Dahan Kedua” dari “Kalimat Keduapuluh Empat” dan kalimat-kalimat lain secara pasti, bahwa:
408. Page
Seperti halnya matahari berjumlah banyak melalui perantara banyak cermin; seperti halnya ribuan matahari percontohan memiliki cahaya dan kehangatan laksana matahari asli, namun ada saja matahari-matahari percontohan yang amat redup sekali cahayanya jika dibandingkan dengan matahari hakiki; seperti itu juga dengan maqam para nabi dan maqam para wali agung juga memiliki bayangan. Orang-orang sufi memasuki bayangan ini, lalu mereka menganggap diri lebih agung daripada wali agung. Bahkan mereka juga mengira mendahului para nabi, sehingga mereka jatuh dalam kekeliruan.
Untuk menghindari semua kekeliruan ini, siapa pun harus selalu menjadikan asas-asas keimanan dan syariat sebagai pembimbing dan fondasi, serta harus mencurigai semua kesaksian dan dzawq ketika melanggar asas syariat.
Ketujuh: Sebagian ahli dzawq dan syawqlebih mengutamakan sifat bangga diri dan syathahat, meraih antusias orang, menjadikan ritual ruhani mereka sebagai rujukan rasa syukur, doa, permohonan, dan rasa tidak memerlukan orang lain, sehingga mereka jatuh dalam kekeliruan. Padahal, tingkatan paling tinggi yang sebenarnya adalah ubudiyah Muhammadiyah, atas pemiliknya Muhammad S.a.w, yang disebut sebagai mahbubiyyah.
Berbeda dengan kesempurnaan hakikat ubudiyah yang diraih dengan doa, rasa syukur, permohonan, kekhusyukan, ketidakberdayaan, kemiskinan, dan rasa tidak memerlukan makhluk. Sebagian wali besar ada yang merasuk dalam rasa bangga diri dan syathahat sesaat, namun bukan atas ikhtiar dan kehendak mereka. Dari sisi ini, mereka tidak bisa diikuti. Mereka memang mendapat petunjuk, tapi tidak bisa memberi petunjuk, sehingga tidak bisa diikuti.
Kedelapan: Sebagian kalangan suci bersikap egois dan terburu-buru ingin memakan buah kewalian di dunia padahal sepatutnya baru dipetik di akhirat. Mereka mencari manfaat-manfaat ini di balik ritual ibadah yang mereka lakukan, sehingga mereka jatuh ke dalam jurang.
وَمَا الْحَيَاةُ الدُّنْيَا إِلَّا مَتَاعُ الْغُرُورِ
Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. (Qs. al-Hadid [57]: 20)
409. Page
Sebagaimana disampaikan maksud ayat di atas, telah disebutkan secara pasti di sebagian besar al-Kalimat bahwa satu buah di alam baqa jauh lebih baik dari seribu kebun dunia yang fana. Karena itu, buah-buah penuh berkah tidak sepatutnya dimakan di dunia. Ketika seseorang diberi buah ini bukan karena keinginan dan permintaan, ia harus bersyukur dan menganggapnya sebagai nikmat Ilahi yang diberikan sebagai dorongan, bukan sebagai balasan atau upah.
Pertanda Kesembilan:
Dari sekian banyak manfaat dan buah tarekat, berikut akan kami jelaskan secara garis besar sembilan saja di antaranya:
Pertama, melalui perantara tarekat yang lurus, hakikat iman akan tersingkap dengan jelas dan nyata hingga ke tingkat ainul yaqin. Hakikat ini merupakan kunci sekaligus sumber dan bahan dasar simpanan-simpanan abadi yang ada di dalam kebahagiaan abadi.
Kedua, mencapai derajat insan hakiki. Hal itu dilakukan dengan menggerakkan hati yang merupakan pusat mesin manusia melalui perantara tarekat, sehingga mampu menggerakkan lathaif manusia, dan mengarahkannya ke tujuan diciptakannya manusia.
Ketiga, bergabung dengan salah satu silsilah tarekat dalam perjalanan menuju alam barzakh dan akhirat, mendampingi rombongan terang bercahaya ini di jalan keabadian, melepaskan diri dari keterasingan dan kesendirian, menemani mereka di dunia dan di alam barzakh secara maknawi, bersandar pada ijmak dan kesepakatan mereka melawan serangan dan tantangan waham serta syubhat, menganggap setiap pembimbing (mursyid) sebagai sandaran kuat dan bukti nyata, serta menangkal kesesatan dan syubhat yang terlintas di fikiran.
Keempat, melalui tarekat yang bersih dan tulus, orang memahami makrifatullah, yang adanya di dalam iman. Ia merasakan dzawq yang di makrifatullah itu, yang tersembunyi di mahabbatullah. Dengan pemahaman dan perasaan ini, orang akan terhindar dari keterasingan mutlak terhadap dunia dan jagad raya.
410. Page
Seperti telah kami tegaskan di sejumlah bagian al-Kalimat bahwa kebahagiaan dunia-akhirat, kenikmatan murni yang tak terkotori oleh duka cinta, kesenangan yang tidak dicampuri rasa terasing, serta dzawq hakiki dan kebahagiaan murni, itu semua hanya ada di hakikat iman dan Islam.
Seperti telah dijelaskan dalam “Kalimat Kedua” bahwa di dalam iman terdapat biji pohon Thuba surga. Melalui pendidikan tarekat, biji ini akan tumbuh dan tersingkap.
Kelima, merasakan hakikat lembut yang terkandung dalam taklif syariat dan memuliakan hakikat tersebut dengan kesadaran hati yang tumbuh melalui tarekat dan muncul melalui zikir kepada Allah; saat itulah seseorang akan menjalankan ketaatan dan ubudiyah bukan sebagai paksaan, tapi dijalaninya dengan penuh kerinduan dan keinginan.
Keenam, meraih maqam tawakal, derajat penyerahan diri (taslim), dan derajat keridhaan. Inilah wasilah dan sarana hakiki bagi dzawq, kenikmatan sejati, pelipur lara nyata, kesenangan bebas rasa sakit, dan keakraban tanpa kesepian.
Ketujuh, melalui keikhlasan yang merupakan syarat paling penting dan hasil utama tarekat, seseorang terhindar dari kesyirikan tersembunyi, terhindar dari berbagai kehinaan seperti riya’ dan sikap pura-pura. Melalui penyucian diri yang merupakan esensi amalan tarekat, seseorang terhindar dari bahaya-bahaya nafsu amarah dan egoisme.
Kedelapan, menjadikan seluruh bagian usia laksana biji-bijian yang merekah dan memunculkan bulir-bulir kehidupan abadi dengan mempergunakan modal utama (usia) dengan baik, dengan mengubah kebiasaan-kebiasaan menjadi ibadah, muamalat-muamalat dunia menjadi amalan-amalan akhirat dengan mengarahkan diri, menghadirkan hati, dan niat yang tulus dan kuat yang diraih melalui zikir hati dan fikir akal yang ada di dalam tarekat.
Kesembilan, berusaha meraih tingkatan insan sempurna melalui perjalanan hati, mujahadah ruhani, dan peningkatan maknawi. Yakni, menjadi mukmin hakiki dan muslim sempurna. Dengan kata lain, meraih hakikat iman dan Islam, bukan sebatas bentuk formalitas belaka.
411. Page
Maksudnya, di alam raya ini, manusia –dalam kapasitasnya sebagai perwakilan seluruh wujud dari sisi tertentu- menjadi hamba bagi Sang Pencipta, lawan bicara, wali, kekasih, dan cermin-Nya secara langsung, memperlihatkan diri sebagai wujud dalam bentuk yang sebaik-baiknya, sehingga terbukti kelebihan manusia atas malaikat, dan bergantungan di maqam-maqam tertinggi dengan dua sayap syariat iman dan amal, serta menatap kebahagiaan abadi dari dunia ini, bahkan bisa langsung memasuki kebahagiaan tersebut.
سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا . إِنَّكَ أَنتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. (Qs. al-Baqarah [2]: 32)
اللهم صلّ وسلّم على الغَوث الأكبرفي كُل العصور، والقُطب الأعظَم في كل الدُّهور، سيدنا محمدٍ الذي تظَاهرتْ عظمةُ وَلايَتِه ومقَام محبوبيَّتِه في مِعراجه، وانْدرجتْ كلّ الوَلايَاتِ في ظلِّ معراجِه، وعلى آله وصحبه أجمعين، آمين، والحمد لله ربِّ العالمين.
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan kesejahterlppaan kepada penolong terbesar sepanjang masa, quthb paling agung sepanjang waktu; junjungan kami, Muhammad, yang keagungan kewalian dan maqam cintanya tampak jelas dalam Mi’raj, dan seluruh kewalian masuk di bawah naungan Mi’rajnya. Limpahkan pula itu semua kepada keluarga dan para sahabatnya. Amin.
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.