NAVIGATION
167. Page
SURAT KEDUA PULUH TIGA
باسمه
Dengan Nama-Nya
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya. (Qs. al-Isra’ [17]: 44)
السلام عليكم و رحمة الله و بركاته بعدد عاشرات دقائق عمرك و ذرات وجودك
Semoga kesejahteraan, rahmat, dan berkah terlimpah kepada kalian sebanyak puluhan bilangan menit usiamu dan atom-atom keberadaanmu.
Saudaraku yang terhormat, rajin, bersungguh-sungguh, tulus, pemilik hakikat dan pengetahuan!
Perbedaan ruang dan waktu tidaklah menghalangi orang-orang seperti kita saudara-saudara sehakiki dan seakhirat (ikhwan al-haqiqah wa al-akhirah) untuk saling berbincang dan berteman, meski salah satunya berada di belahan timur dan yang lain berada di belahan barat bumi, atau salah satunya berada di masa lalu sementara yang satunya lagi berada di masa depan, atau salah satunya di dunia sementara yang satunya lagi berada di akhirat. Keduanya tetap bisa bertemu, bisa saling berbincang, terlebih bagi mereka yang memiliki tujuan dan tugas yang sama, sehingga sebagian di antara mereka bisa saja dianggap sama dengan yang lain.
Saya membayangkan setiap pagi bersamamu, dan saya berikan sebagian di antara hasil kerja saya sebanyak sepertiganya. Semoga Allah berkenan menerimanya. Kalian selalu bersama Abdul Majid dan Abdurrahman dalam doa. Kalian insya Allah selalu mendapat bagian dari doa.
Kesulitan-kesulitan dunia kalian membuat saya sedih. Saya juga berduka karena duka yang kalian alami. Namun, karena dunia ini tiada abadi, dan di dalam musibah-musibah dunia terdapat suatu kebaikan, terlintas di benak saya bahwa apa pun yang terjadi pasti terjadi, dan semua yang berlalu pasti berlalu. Saya merenungkan, “Tiada kehidupan selain kehidupan akhirat” (لا عيشَ إلاَّ عيشَ الآخرة),[1] dan saya membaca:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Qs. al-Baqarah [2]: 153)
[1] Hr. al-Bukhari, hadits nomor 2801, 3584, dan lainnya; Muslim, hadits nomor 1803; Ibnu Majah, hadits nomor 5789; al-Nasa`i dalam al-Sunan al-Kubra, hadits nomor 8283; al-Tirmidzi, hadits nomor 3856.
168. Page
Dan saya ucapkan:
إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nya-lah kami kembali. (Qs. al-Baqarah [2]: 156)
Saya pun menemukan hiburan sebagai penggantimu.
Ketika Allah mencintai seorang hamba, Dia jadikan dunia berpaling darinya. Dia perlihatkan dunia dalam wujud yang buruk padanya. Insya Allah engkau termasuk golongan orang-orang yang dicintai Allah. Karena itu, banyaknya halangan dan rintangan yang menghadang penyebaran al-Kalimat jangan sampai mengganggumu. Saat kau berkesempatan untuk menyebarkan risalah itu kala mendapatkan rahmat, insya Allah biji bercahaya (al-Kalimat) itu akan merekah dengan berkah, subur, dan memunculkan bunga-bunga yang begitu banyak.
Saudaraku yang terhormat, kau mengajukan sejumlah pertanyaan. Sebagian besar isi “al-Kalimat” dan “al-Maktubat” yang telah ditulis melintas di hati seketika tanpa saya inginkan, sehingga kata-katanya indah dan lembut. Andai saya memberikan jawaban dengan berfikir berdasarkan kekuatan ilmiah seperti Sa’id lama, tentu kata-katanya tumpul dan tidak sempurna.
Inspirasi hati terhenti sejak beberapa waktu ini, cambuk memori saya juga sedikit melemah. Namun begitu, saya akan berusaha memberikan jawaban singkat sekali, agar pertanyaan-pertanyaanmu tidak mengendap tanpa jawaban.
Pertanyaanmu yang pertama:
Dalam bentuk seperti apakah doa terbaik seorang mukmin untuk saudaranya sesama mukmin?
Jawaban: Doa itu sebaiknya berada dalam batas-batas yang menyebabkannya mustajab, karena doa akan diterima dan dikabulkan ketika memenuhi sejumlah persyaratan. Semakin memenuhi syarat, doa akan semakin dikabulkan. Berikut kami sebutkan dengan singkat:
Orang yang hendak berdoa kepada Allah harus membersihkan diri secara maknawi dengan istighfar. Setelah itu, dia hendaknya berdzikir dan memohon syafaat dengannya. Selanjutnya, hendaknya dia menyebut bacaan shalawat syarifah yang merupakan doa makbul, untuk Rasulullah S.a.w. Bacaan shalawat juga hendaknya disampaikan di bagian akhir doa. Alasannya, karena doa yang dipanjatkan di antara dua doa makbul (shalawat), juga akan dikabulkan, atas izin Allah. Termasuk di antara syarat doa adalah mendoakan saudara yang lain tanpa sepengetahuan mereka. Selanjutnya, hendaknya dia membaca doa-doa ma’tsur yang tertera dalam al-Qur’an dan sunnah.
169. Page
Misalnya, doa:
اللهم إني أسألك العفو والعافية لي و له في الدين والدنيا والآخرة
“Ya Allah! Sesungguhnya aku memohon kepada-Mu ampunan dan keselamatan untukku dan dia di dunia dan akhirat.”
رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (Qs. al-Baqarah [2]: 201)
Begitu pula, dan doa-doa umum lainnya.
Syarat lainnya, hendaknya dia berdoa dengan tulus, khusyuk, hati tenang, dan berkonsentrasi.
Hendaknya dia berdoa selepas shalat, khususnya sesudah shalat fajar. Juga, hendaknya dia berdoa di tempat-tempat yang diberkahi, khususnya di masjid.
Hendaknya dia berdoa pada hari Jum’at, khususnya pada saat-saat mustajab di dalamnya.
Hendaknya dia berdoa pada tiga bulan Rajab, Sya’ban, dan Ramadhan, khususnya pada malam-malamnya yang diberkahi, terlebih pada malam Lailatul Qadar di bulan Ramadhan.
Ketika memenuhi syarat-syarat di atas, besar harapan doa terkabul berkat rahmat Allah. Jawaban doa ada kalanya terlihat langsung di dunia, ada kalanya dikabulkan di akhirat bagi orang yang didoakan, tepatnya dalam kehidupan abadinya. Ketika maksud doa tidak terwujud, jangan dikatakan, “Doa tidak dikabulkan,” tapi katakan, “Dikabulkan dalam bentuk yang lebih baik.”
Pertanyaan kedua kalian:
Bolehkah kita membaca doa radhiyallahu ‘anhu (رضي الله عنه) untuk selain sahabat Nabi S.a.w, seperti yang biasa kita baca untuk para sahabat?
Jawab: Ya, boleh, karena kata-kata radhiyallahu ‘anhu bukan syiar khusus untuk para sahabat seperti halnya kata-kata ‘alahi al-shalatu wa al-salam (عليه الصلاة والسلام) yang khusus untuk Rasulullah S.a.w. Kita bahkan harus membaca doa radhiyallahu ‘anhu untuk keempat imam, Syaikh Abdul Qadir Jailani, Imam Ghazali, Imam Rabbani dan lainnya yang mencapai tingkatan kewalian besar yang merupakan warisan nubuwah, seperti halnya para sahabat, dan yang telah mencapai maqam ridha Ilahi.
Hanya saja, pada umumnya di kalangan ulama, doa-doa radhiyallahu ‘anhu (رضي الله عنه), semoga Allah meridhainya) diperuntukkan sahabat Nabi, rahimalullah (رحمه الله, semoga Allah merahmatinya) diperuntukkan para tabi’in dan para tabi’ut tabi’in, ghafarallah lahu (غفر الله له, semoga Allah mengampuninya) diperuntukkan generasi setelahnya, dan quddisa sirruhu (قُدِّس سرُّه, semoga batinnya disucikan) diperuntukkan para wali.
170. Page
Pertanyaan ketiga kalian:
Siapa yang lebih baik, para imam besar ahli ijtihad, ataukah para syaikh tarekat yang benar dan para ahli quthub?
Jawab: Tidak semua ahli ijtihad lebih baik dari para ahli quthub. Namun Imam Abu Hanifah, Imam Malik, Imam al-Syafi'i, Imam Ahmad bin Hanbal, mereka ini secara khusus lebih baik. Untuk sebagian ahli quthub besar, seperti Syaikh Abdul Qadir Jailani, mereka memiliki maqam yang lebih terang dari sisi tertentu dalam keutamaan-keutamaan tertentu. Untuk keutamaan secara menyeluruh, tetap dimiliki oleh para imam besar.
Ada sebagian syaikh tarekat yang ahli ijtihad. Karena itu, tidak semua ahli ijtihad lebih baik dari para ahli quthub, tapi imam yang empat adalah orang-orang terbaik setelah para sahabat dan Imam Mahdi.
Pertanyaan keempat kalian:
إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ
Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar. (Qs. al-Anfal [8]: 46)
Apa hikmah firman Allah S.w.t ini, dan apa tujuannya?
Jawab: Sesuai tuntutan nama al-Hakim (Maha Bijaksana), Allah membuat urutan segala sesuatu laksana tingkatan anak tangga. Orang yang tidak sabar kemungkinan akan meloncat begitu saja melangkah beberapa tingkat, lalu terjatuh karena tidak bersabar, atau mungkin juga tidak bisa meneruskan urutan hingga tuntas, sehingga tidak mampu mencapai atap tujuan yang dimaksud. Karena alasan inilah sifat tamak menyebabkan orang terhalang untuk meraih keinginan. Berbeda dengan sabar yang merupakan kunci segala kesulitan, sampai-sampai ungkapan, “orang tamak adalah orang rugi” (الحريص خائب خاسر) dan “sabar adalah kunci kegembiraan,” (الصبر مفتاح الفرج) menjadi kata-kata perumpamaan.
Dengan demikian, pertolongan dan taufiq Allah senantiasa menyertai orang-orang yang bersabar, karena sabar ada tiga macam:
Pertama: Sabar menjauhi kemaksiatan dengan menahan jiwa agar tidak melakukannya. Kesabaran ini namanya takwa, dan membuat seseorang meraih rahasia:
أَنَّ اللَّهَ مَعَ الْمُتَّقِينَ
Dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa. (Qs. al-Baqarah [2]: 194)
171. Page
Kedua: Sabar menghadapi segala musibah, bertawakal, dan menyerahkan segala urusan kepada Allah. Sabar ini membuat orang meraih kemuliaan:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 159)
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الصَّابِرِينَ
Allah menyukai orang-orang yang sabar. (Qs. Ali ‘Imran [3]: 146)
Tidak sabar dan berkeluh kesah secara tidak langsung mengeluhkan Allah. Artinya, tidak sabar adalah mencela perbuatan-perbuatan Allah, mencurigai rahmat-Nya, dan tidak suka pada hikmah-Nya.
Masih tetap wajar jika manusia yang lemah dan tak berdaya ini menangis seraya mengadukan berbagai musibah yang datang menderanya. Hanya saja keluhan harus ditujukan kepada Allah semata, bukannya mengeluhkan Allah. Anda harus seperti yang dikatakan Nabi Ya’qub:
إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللَّهِ
Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku. (Qs. Yusuf [12]: 86)
Artinya, wajib mengeluhkan musibah kepada Allah semata. Jika tidak, keluhan akan berbahaya dan sama sekali tidak berguna. Apalagi, ketika seseorang menarik rasa iba terhadap sesama manusia secara berlebihan dengan mengeluhkan Allah pada mereka, seakan dengan mencaci dan menyesal ia berkata, “Apa salah saya sampai tertimpa musibah seperti ini?!”
Ketiga: Sabar dalam menjalankan ibadah. Sabar ini mengantarkan seseorang mencapai maqam cinta, mendorong seseorang mencapai ubudiyah sempurna yang merupakan maqam paling agung.
Pertanyaan kelima kalian:
Taklif (beban kewajiban) baru dimulai pada seseorang sejak dia berusia lima belas tahun. Pertanyaannya, bagaimana junjungan kita, Rasul mulia S.a.w, beribadah sebelum menjadi nabi?
Jawaban: Beliau beribadah dengan menjalankan sisa-sisa ajaran agama Ibrahim yang saat itu masih dipraktekkan di Jazirah Arabia di balik banyak sekali tabir yang menutupi. Hanya saja pelaksanaan ajaran Ibrahim ini bukan sebagai kewajiban atau paksaan, tapi semata atas suka rela dan dalam bentuk anjuran.
Sebenarnya permasalahan ini panjang untuk dibicarakan, namun untuk saat ini penjelasannya cukup sampai di sini saja.
Pertanyaan keenam kalian:
Apa hikmah di balik pengangkatan Rasulullah S.a.w sebagai rasul pada usia empatpuluh tahun yang merupakan usia sempurna, dan apa hikmah usia beliau yang enampuluh tiga tahun?
172. Page
Jawab: Hikmahnya banyak, salah satunya:
Nubuwah adalah taklif yang berat dan besar. Taklif berat ini hanya mampu dipikul dengan kemampuan-kemampuan akal dan hati yang sempurna. Kesempurnaan ini umumnya ada pada usia empatpuluh tahun.
Sementara fase masa muda yang merupakan fase gejolak kecenderungan jiwa, saat-saat kehangatan naluri sedang bergolak, dan masa-masa kuat untuk keinginan-keinginan dunia, fase ini tidak cocok untuk tugas-tugas nubuwah suci dan tulus untuk Allah semata dan demi negeri akhirat. Setenang, sebijak, dan setulus apa pun seseorang sebelum menginjak usia empatpuluh tahun, tetap saja muncul dugaan di benak pada budak-budak ketenaran bahwa mungkin saja ia melakukan hal itu demi ketenaran dan demi meraih kedudukan tinggi di dunia, sehingga tidak mudah untuk melepaskan tuduhan-tuduhan seperti ini.
Lain halnya setelah seseorang menginjak usia empatpuluh tahun. Mengingat usia empatpuluh tahun ini sudah mulai turun menuju kuburan, akhirat lebih terlihat di hadapan seseorang melebihi dunia, saat itu ia bisa dengan cepat menepis tuduhan tersebut yang dinyatakan dalam bentuk perbuatan dan tindak tanduk akhirat, ia bisa menuntaskan segala amal perbuatan dan segala urusan dengan sukses, orang lain pun tidak lagi berburuk sangka kepadanya.
Terkait usia Rasulullah S.a.w enampuluh tiga, salah satu hikmahnya sebagai berikut:
Orang-orang yang beriman secara syar’i diperintahkan untuk mencintai, menghormati dan memuliakan Rasulullah S.a.w, tidak boleh membenci satu pun di antara hal-ihwal beliau, seluruh kondisi beliau harus dipandang baik. Karena itu, Allah tidak membiarkan kekasih-Nya itu hidup hingga masa tua renta yang menimbulkan banyak sekali musibah ketika usia menginjak enampuluh tahun ke atas. Tapi Allah mengirim beliau ke golongan tertinggi dan mengantarkannya kepada himpunan tingkatan terbesar para malaikat di usia enampuluh tiga tahun yang merupakan usia mayoritas umat yang beliau pimpin. Ini terlihat bahwa beliau adalah pemimpin dalam segala-galanya.
Pertanyaan ketujuh kalian:
Apakah kata-kata berikut ini sebuah hadits, dan apa maksudnya?
خير شبابكم من تشبه بكهولكم، وشر كهولكم من تشبه بشبابكم
“Sebaik-baik pemuda di antara kalian adalah yang menyerupai orang tua di antara kalian, dan seburuk-buruk orang tua di antara kalian adalah yang menyerupai kaum muda di antara kalian?”[1]
[1] Hr. Thabrani dalam al-Mu’jam al-Awsath, hadits nomor 5904, dan al-Mu’jam al-Kabir, hadits nomor 202; Abu Ya’la dalam Musnad-nya, hadits nomor 7483; dan Syihab dalam Musnad-nya, hadits nomor 1255.
173. Page
Jawab: Saya pernah mendengar, kata-kata tersebut merupakan hadits. Maksud hadits ini sebagai berikut:
Sebaik-baik pemuda adalah yang selalu memikirkan kematian layaknya orang tua, berusaha untuk akhirat, tidak ditawan oleh kecenderungan-kecenderungan dan gairah masa muda, dan tidak hanyut dalam kelalaian. Dan seburuk-buruk orang tua adalah yang ingin menyerupai kaum muda dalam hal kelalaian dan gairah masa muda, selalu menurut segala keinginan seperti anak kecil.
Gambaran benar yang kau lihat pada bagian kedua di papanmu adalah sebagai berikut:
Saya meletakkan tulisan-tulisan berikut ini di atas kepala saya laksana papan hikmah. Saya membacanya setiap pagi dan petang, dan saya mendapatkan pelajaran dari kata-kata hikmah ini:
إن كنت تريد خليلا فكفي بالله خليلا
“Jika kau menginginkan seorang teman, maka Allah sudah cukup.”
Ya, ketika Allah menjadi teman, maka segala sesuatu adalah teman baginya.
إن كنت تريد أنيسا فكفي بالقرآن أنيسا
“Jika kau menginginkan sahabat, maka cukuplah al-Qur’an sebagai sahabat.”
Ya, siapa pun bisa bertemu dengan para nabi dan para malaikat yang tertera dalam al-Qur’an melalui hayalan, menyaksikan kondisi dan kejadian-kejadian mereka sehingga bisa merasa senang karena ada yang menjadi sahabatnya.
إن كنت تريد مالا فكفي بالقناعة مالا
“Jika kau menginginkan harta, maka cukuplah qana’ah sebagai harta.”
Ya, orang qana’ah berhemat, dan orang hemat pasti mendapatkan berkah.
إن كنت تريد عدوا فكفي بالنفس عدوا
“Jika kau menginginkan musuh, maka cukuplah jiwamu sebagai musuh.”
Ya, orang yang kagum pada diri sendiri pasti tertimpa petaka, pasti merasakan beban berat dan kesulitan. Dan siapa yang tidak kagum pada diri sendiri, pasti merasakan nyaman dan rahmat.
إن كنت تريد نصيحة فكفي بالموت نصيحة وواعظا
“Jika kau menginginkan nasehat, maka cukuplah kematian sebagai nasehat dan peringatan.”
Ya, orang yang memikirkan kematian pasti terhindar dari cinta dunia, dan berusaha sekuat tenaga memperoleh akhirat.
Berikut saya tambahkan satu pertanyaan lagi untuk pertanyaanmu yang ketujuh di atas:
Beberapa hari lalu, salah seorang qari’ hafizh membaca surah Yusuf sampai firman Allah S.w.t:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Qs. Yusuf [12]: 101)
174. Page
Seketika itu juga, sebuah poin terlintas di hati.
Apa pun yang berkenaan dengan al-Qur’an dan iman pasti begitu bernilai. Meski sekecil apa pun secara kasat mata, namun nilai dan urgensinya begitu besar.
Sesuatu yang membantu untuk meraih kebahagiaan abadi tentu bukan hal sepele, sehingga tidak bisa dikatakan bahwa poin ini tak seberapa, tidak patut dijelaskan dan diperhatikan. Ibrahim Khulusi yang merupakan murid pertama untuk masalah-masalah seperti ini, lawan bicara pertama dan murid yang memuliakan poin-poin al-Qur’an, tentu saja ingin mendengar poin ini. Silahkan didengarkan, karena poin ini poin lembut dan indah untuk kisah terbaik:
Salah satu poin di antara sekian banyak poin ayat berikut adalah poin yang lembut, kabar gembira, dan juga mukjizat:
تَوَفَّنِي مُسْلِمًا وَأَلْحِقْنِي بِالصَّالِحِينَ
“Wafatkanlah aku dalam keadaan Islam dan gabungkanlah aku dengan orang-orang yang saleh.” (Qs. Yusuf [12]: 101)
Ayat ini menuturkan akhir kisah Yusuf yang merupakan kisah terbaik. Berikut jelasnya:
Derita dan kesedihan yang dipicu oleh kisah-kisah perpisahan di bagian akhir kisah-kisah membahagiakan tentu saja merusak kenikmatan hayalan yang bisa didapatkan dari kisah tersebut, dan membuat kesan yang ditangkap dari kisah tadi terasa getir, terlebih dalam kisah-kisah tentang kesenangan dan kebahagiaan yang sempurna. Berita tentang kematian dan perpisahan terasa lebih menyakitkan, karena hal itu akan membuat siapa pun yang mendengarnya merasa sedih dan merintih.
Namun, ayat ini yang merupakan bagian paling berkilau dalam kisah Yusuf, memberitahukan tentang kematian Yusuf yang saat itu sudah menjadi pembesar Mesir, bertemu kedua orang tua, mengenali saudara-saudaranya, dan kembali saling mencintai. Saat itu Yusuf berada di puncak kebahagiaan dunia, lalu kisah mengatakan, “Yusuf memohon kepada Allah agar diwafatkan, supaya dia meraih kebahagiaan lebih besar dan lebih bersinar terang dari kebahagiaan yang dirasakannya.” Yusuf akhirnya meninggal dunia dan meraih kebahagiaan yang ia inginkan.
Dengan demikian, ada kebahagiaan, kesenangan dan suka cita di balik kubur yang jauh lebih menarik dari kebahagiaan dunia yang nikmat dan menyenangkan ini. Itulah mengapa Yusuf yang memiliki pandangan yang benar memohon kematian yang amat getir dan memilukan kala ia berada di puncak kebahagiaan dunia, demi meraih kebahagiaan akhirat.
Perhatikan kefasihan al-Qur’an ini, bagaimana kisah akhir Yusuf disampaikan, bagaimana kisah ini semakin membuat siapa pun yang mendengar kian merasa senang dan bahagia, bukannya sedih.
175. Page
Ayat ini juga menuntun kita untuk beramal demi sesuatu yang ada setelah kematian, karena kebahagiaan dan kenikmatan hakiki ada di sana.
Dalam saat yang bersamaan, kebenaran Yusuf yang luhur terlihat dengan jelas dan menyatakan, “Kondisi dunia yang paling bersinar terang sekaligus lebih menyenangkan dan menggembirakan, tidak menimbulkan kelalaian ataupun fitnah bagi Yusuf, ia justru terus tanpa henti mencari akhirat.”
الباقي هو الباقي