Surat Kesebelas

43. Page

SURAT KESEBELAS

باسمه سبحانه

 وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ

Dengan Nama-Nya, Mahasuci Dia

Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.

(Qs. al-Isra’ [17]: 44)

 

Obat Penting

 

Surat ini mengisyaratkan empat mutiara kecil yang terdapat di dalam khazanah-khazanah empat ayat al-Qur’an.

Saudaraku yang terhormat! Al-Qur’an Hakim telah mengajarkan keempat masalah yang berbeda-beda tersebut kepada saya dalam waktu yang berbeda pula, lalu saya menuliskannya agar siapa pun di antara saudara-saudara saya bisa memetik pelajaran atau mendapat bagian darinya.

Berkenaan dengan materi bahasan, masing-masing telah dijelaskan sebagai sampel, sebuah permata kecil, dari perbendaharaan hakikat keempat ayat yang berbeda-beda. Masing-masing dari keempat topik memiliki bentuk yang berbeda dan manfaat tersendiri.

 

Bahasan pertama:

                            إِنَّ كَيْدَ الشَّيْطَانِ كَانَ ضَعِيفًا

 “Sesungguhnya tipu daya setan itu adalah lemah.” (Qs. al-Nisa’ [4]: 76)


Wahai jiwaku yang berputus asa lantaran buruknya rasa was-was! Cetusan ide dan imajinasi yang terjadi pada seseorang adalah semacam ekspresi atau penggambaran tak disengaja dan di luar kehendak. Jika penggambaran ini muncul dari kebaikan atau terangnya cahaya, sifat-sifat gambaran dan realitas tersebut berpindah ke bentuk dan citranya sedemikian rupa. Itu tak ubahnya seperti gambaran sinar dan panas matahari yang berpindah ke gambarannya yang tercermin di kaca. Namun jika ia muncul dari keburukan dan materi padat, sifat-sifat dan hukum aslinya tidak dapat berpindah atau menyebar ke bentuk dan gambarannya. Sebagai contoh, gambar obyek yang najis dan kotor di cermin tidaklah najis atau kotor. Gambar ular di cermin tidaklah menggigit.

Berdasarkan rahasia ini, maka mengangan-angankan kekafiran bukanlah kekafiran, mengkhayalkan cercaan bukanlah cercaan. Apalagi, jika itu sifatnya tidak disengaja dan hanyalah anggapan yang terjadi pada seseorang. Ini sama sekali tidak berbahaya.


44. Page

Menurut madzhab pengikut kebenaran, Ahlussunnah wal Jamaah, buruk dan najisnya sesuatu ditentukan berdasarkan larangan Ilahi. Karena ia – yakni cetusan ide-ide yang sifatnya tidak disengaja – merupakan imajinasi yang terjadi pada seseorang tanpa kehendaknya, maka larangan tidak tergantung padanya. Betapa pun jelek dan najisnya bentuk sesuatu, ia tidaklah jelek dan najis.

 

Bahasan Kedua:

Yaitu, salah satu dari buah-buahan pohon cemara, gaharu, dan poplar hitam di Tepelice, di Barla. Penjelasan ini, karena sudah dicantumkan dalam kumpulan al-Kalimat, tidak dicantumkan lagi di sini.

 

Bahasan Ketiga:

Masalah ini dan masalah berikutnya adalah bagian dari sebagian perumpamaan “Kalimat Keduapuluh Lima” yang menampilkan dan menjelaskan kelemahan peradaban modern di depan mukjizat al-Qur’an. Ada dua di antara ribuan contoh yang menegaskan sejauh mana zalimnya hukum-hukum hak pemilikan dalam peradaban modern, yang bertentangan dengan al-Qur’an.

فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ 

Maka bagian seorang saudara laki-laki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. (Qs. al-Nisa’ [4]: 176)

Sebagaimana hukum al-Qur’an di ayat ini merupakan keadilan sempurna, ia juga merupakan rahmat tulen.

Ya, itulah keadilan, karena ketika seorang lelaki menikahi seorang wanita pada umumnya ia berjanji untuk memenuhi nafkahnya. Berbeda dengan wanita yang, ketika menikah dengan seorang lelaki, nafkahnya menjadi tanggungan si suami, sehingga bagian hak warisnya menjadi berkurang.

Hukum al-Qur’an juga rahmat, karena seorang anak perempuan yang lemah tak berdaya lebih banyak memerlukan kasih sayang dari ayahnya dan saudara lelakinya. Berdasarkan hukum al-Qur’an, si anak perempuan memperoleh kasih sayang yang tulus dari sang ayah tanpa rasa takut dan khawatir. Si ayah juga tidak memandangnya mencemaskan dengan berpikir dia merupakan anak berbahaya karena separuh warisannya beralih ke tangan orang asing dan pihak luar. Kasih sayang tersebut juga tidak ternodai oleh perasaan resah dan amarah.

Si anak perempuan pun mendapatkan kasih sayang dan penjagaan dari saudara lelakinya tanpa persaingan atau perasaan dengki. Saudaranya tidak menganggapnya sebagai kompetitor yang akan 

45. Page

merusak separuh keluarga dan memberikan sebagian besar harta benda mereka ke tangan orang asing. Kasih sayang dan penjagaan ini juga tidak ternodai oleh perasaan dengki atau kecil hati.

Maka, si anak perempuan, yang lembut secara fitrah dan lemah secara fisik, ini tampak secara lahiriah sedikit kehilangan sesuatu. Namun, sebagai gantinya, ia mendapatkan kekayaan yang tidak akan pernah pupus, yaitu kasih sayang dari keluarga.

Dengan demikian, memberikan hak pada anak perempuan melebihi yang seharusnya diterima –seakan kita lebih menyayanginya lebih dari rahmat Allah Ta’ala– sama sekali bukan memberikan kasih sayang, tapi justru merupakan kezaliman besar. Bahkan, keserakahan biadab pada zaman sekarang ini, yang mengingatkan kita akan tindakan sewenang-wenang mengerikan seperti mengubur anak perempuan hidup-hidup di masa jahiliyah dulu hanya karena kecemburuan biadab, mungkin dapat membuka jalan terjadinya kejahatan tanpa kasih sayang.

Dengan demikian, seperti hukum ini, seluruh hukum al-Qur’an membenarkan dekrit Tuhan (ferman):

وَمَا أَرْسَلْنَاكَ إِلَّا رَحْمَةً لِّلْعَالَمِينَ

 Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Qs. Al-Anbiya’ [21]: 107)

 

Bahasan Keempat:

فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ

Maka ibunya mendapat seperenam. (Qs. al-Nisa’ [4]: 11)

Sebagaimana halnya peradaban (madaniyah) modern yang, jika huruf mim di depannya dibuang akan menjadi daniyah yang berarti hina, menyebabkan ketidak-adilan ketika memberi bagian anak perempuan lebih dari hak yang semestinya, peradaban hina tersebut juga menimbulkan ketidak-adilan yang lebih besar dan lebih berat terkait hak para ibu, karena ia menahan hak-hak mereka.

Ya, kasih sayang seorang ibu yang merupakan manifestasi rahmat rabbani yang paling mulia, paling manis, paling lembut, paling indah, dan terbaik, adalah hakikat paling mulia dan paling luhur di antara seluruh hakikat jagad raya ini.

Ibu adalah sosok wanita paling mulia dan paling sayang yang rela mengorbankan segala dunia, kehidupan, dan kenikmatannya demi sang anak berdasarkan dorongan kasih sayang yang dimiliki. Sampai-sampai, ayam penakut yang memiliki tingkat keibuan paling rendah sekali pun berani menyambar anjing, tidak takut menyerang singa, demi membela anaknya karena dorongan secercah kilauan kasih sayang.


46. Page

Dengan demikian, tentu sangat tidak adil ketika seorang ibu yang di dalam dirinya terdapat sebuah hakikat yang begitu mulia dan agung, dihalangi untuk mendapat bagian dari harta anaknya. Sikap seperti ini tentu merupakan penghinaan keji dan kejahatan kriminal terhadap hakikat tersebut, di samping merupakan pengingkaran terhadap nikmat yang karenanya membuat Arsy kasih sayang terguncang, dan merupakan pemberian racun ke dalam obat paling manjur yang bermanfaat bagi kehidupan sosial umat manusia.

Jika manusia-manusia jahat yang mengklaim mencintai dan mengasihi manusia tidak memahami hal ini, tentu tak diragukan lagi manusia-manusia sejati dapat memahaminya. Mereka mengetahui bahwa hukum al-Qur’an:


فَلِأُمِّهِ السُّدُسُ

Maka ibunya mendapat seperenam, (QS. al-Nisa’ [4]: 11) adalah kebenaran sejati dan keadilan murni.