NAVIGATION
1. Page
Serial Risalah al-Nur
المَكْتُوْبَات
Al-Maktubat
(Surat-surat)
Imam Badiuzzaman Sa’id Nursi
2. Page
بسم الله الرحمن الرحيم
وبه نستعين
Kepada-Nya Jua Kami Memohon Pertolongan
Surat Pertama
باسمه سبحانه
وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ
Jawaban Singkat untuk Empat Pertanyaan
Pertanyaan Pertama:
Apakah Nabi Khidhir a.s masih hidup? Jika memang masih hidup, mengapa sebagian tokoh ulama tidak menerima pernyataan bahwa dia masih hidup?
Jawab:
Nabi Khidhir a.s masih hidup. Namun, ada lima tingkatan kehidupan, dan dia berada di tingkatan kedua. Karena itulah sebagian ulama meragukan Nabi Khidhir masih hidup.
Tingkat Kehidupan Pertama adalah kehidupan kita ini, yang terikat oleh banyak ikatan.
Tingkat Kehidupan Kedua adalah kehidupanNabiKhidhir dan NabiIlyas a.s, yang bebas hingga batas tertentu. Yakni, Nabi Khidhir dan Ilyas bisa saja berada di sejumlah tempat berbeda pada saat bersamaan. Keduanya tidak selamanya terikat oleh berbagai kebutuhan pokok manusia seperti kita. Mereka kadang makan dan minum seperti kita ketika mereka mau, namun mereka tidak harus demikian seperti halnya kita. Peristiwa-peristiwa yang dialami para wali yang merupakan ahli syuhud dan mukasyafah, serta laporan petualangan mereka dengan Khidir, sudah diakui kebenarannya (mutawatir). Peristiwa-peristiwa itu menjelaskan, sekaligus membuktikan, tingkat kehidupan ini. Bahkan, sampai-sampai salah satu maqam kewalian diberi nama maqam Khidhir. Siapa pun wali yang mencapai tingkatan ini akan bertemu Nabi Khidhir, menimba ilmu dan pelajaran darinya. Hanya saja kadang terbayang secara keliru bahwa si pemilik maqam ini adalah NabiKhidhir a.s itu sendiri.
Tingkat Kehidupan Ketiga adalah tingkat kehidupan NabiIdris dan Isa a.s yang, terlepas dari berbagai kebutuhan manusia, meningkat masuk ke tingkat kehidupan malaikat dan memiliki suatu kehalusan (lathafah) yang bercahaya. Nabi Idris dan Isa masing-masing berada di langit dengan jasad
3. Page
duniawi, yang memiliki raga halus dari Dunia Perumpamaan, dan memiliki cahaya dari benda-benda seperti bintang.
Adapun rahasia hadits yang menjelaskan bahwa, “Pada akhir zaman, Nabi Isa a.s akan turun dan akan bertindak sesuai syariat Muhammad S.a.w,”[1] menunjukkan bahwa pada akhir zaman agama Kristen akan dibersihkan dan membebaskan dirinya dari segala bentuk khurafat di hadapan arus kekafiran dan atheisme yang lahir dari filsafat naturalisme. Di tengah transformasinya ke dalam Islam, sosok maknawi ke-Isa-an (Isawiyah) akan membunuh sosok maknawi atheisme dan pengingkaran yang mengkhawatirkan itu, dengan pedang wahyu dari langit. Demikian pula, Nabi Isa pun akan berperan sebagai sosok maknawi ke-Isa-an, dan akan membunuh Dajjal yang merepresentasikan sosok maknawi kekafiran dan atheisme. Yakni, Isa akan membunuh pemikiran atheistik.
Tingkat Kehidupan Keempat adalah tingkat kehidupan para syuhada. Sebagaimana dipastikan menurut nash al-Qur'an, para syuhada memiliki tingkat kehidupan yang lebih tinggi dan lebih luhur dari kehidupan para ahli kubur.
Ya, mengingat para syuhada rela mengorbankan kehidupan duniawi mereka di jalan kebenaran (al-haq), dalam kemuliaan-Nya yang sempurna, maka Allah Ta’ala melimpahkan kepada mereka di Alam Barzakh suatu kehidupan yang menyerupai kehidupan duniawi, tapi tanpa duka, kesedihan, atau kesulitan. Mereka tidak mengetahui bahwa mereka sudah meninggal dunia. Mereka hanya mengetahui bahwa mereka sudah berpindah ke alam yang lebih baik dan lebih mulia, sehingga mereka menikmati kebahagiaan yang sempurna, dan tidak merasakan derita perpisahan yang terdapat dalam kematian.
Betul. Meskipun ruh pada penghuni kubur kekal abadi, namun mereka mengetahui bahwa mereka sudah mati, dan mereka tidak merasakan nikmatnya kebahagiaan sampai ke tingkat yang dirasakan para syuhada. Misalkan terdapat dua orang yang, di alam mimpi, memasuki sebuah istana menawan bak surga. Salah satunya mengetahui bahwa ia berada di alam mimpi, sehingga kenikmatan dan kesenangan yang dinikmati dan dirasakannya sangat terbatas, karena ia berfikir, begitu bangun, kenikmatan itu akan lenyap. Sementara yang satunya lagi tidak mengetahui bahwa ia berada di alam
[1] Al-Bukhari (hadits nomor 2222) dan Muslim (hadits nomor 155) meriwayatkan dari Abu Hurairah r.a., ia menuturkan, “Rasulullah Saw. bersabda, ‘Demi Zat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sudah dekat masanya putra Maryam turun di tengah-tengah kalian sebagai pemimpin yang adil, ia akan menghancurkan salib, membunuh babi, menghapus pajak, dan harta benda pun melimpah, hingga tak seorang pun menerima (zakat harta)’.” Al-Iraqi menuturkan dalam Tharhut Tatsrib (VII/255), “Maksudnya, Isa turun sebagai pelaksana syariat ini, bukan sebagai nabi yang membawa risalah tersendiri ataupun syariat penghapus, karena syariat Islam ini tetap berlaku hingga hari kiamat dan tak terhapus, tidak ada nabi setelah nabi kita, seperti yang ia sampaikan sendiri. Isa adalah sosok terpercaya, bahkan ia adalah salah seorang pemimpin umat ini.”
4. Page
kenikmatan itu akan lenyap. Sementara yang satunya lagi tidak mengetahui bahwa ia berada di alam mimpi, sehingga ia meraih kebahagiaan hakiki bersamaan dengan kenikmatan hakiki. Seperti itulah tingkat perbedaan antara para mayit biasa dan para syuhada, yang sama-sama berada di alam barzakh, dalam memperoleh manfaat dari kehidupan alam barzakh.
Capaian para syuhada terhadap kehidupan jenis ini dan keyakinan mereka bahwa mereka masih hidup sudah terbukti secara pasti melalui kejadian-kejadian nyata dan kisah-kisah yang tak terhitung banyaknya. Bahkan, tingkat kehidupan ini telah diterangi dan ditegaskan melalui tidak sedikit kejadian dan peristiwa seperti Hamzah r.a, pemimpin para syuhada, yang berkali-kali menjaga orang yang berlindung kepadanya, menuntaskan berbagai keperluan duniawi mereka, membimbing orang lain untuk menyelesaikan berbagai keperluan mereka, serta memberikan pertolongan kepada mereka.
Saya mempunyai keponakan bernama Ubaid. Dia murid saya, yang tewas di dekat saya, menggantikan saya, dan gugur sebagai syahid. Lalu, saat saya menjadi tawanan perang di tempat sejauh perjalanan tiga bulan, dalam sebuah mimpi nyata saya masuk ke dalam kuburannya yang mirip sebuah rumah bawah tanah, meskipun saya tidak mengetahui di mana dia dimakamkan. Saya melihatnya berada dalam tingkat kehidupan para syuhada. Dia mengira saya sudah mati, dan mengatakan bahwa dia sering menangisi saya. Dia percaya dirinya masih hidup, namun karena ketakutannya terhadap invasi Rusia dia membangun sebuah rumah indah di bawah tanah. Maka, melalui sejumlah indikasi, mimpi tak penting ini memberi saya kepuasan –hingga tingkatan syuhud– untuk meyakini hakikat tersebut.
Tingkat Kehidupan Kelima, kehidupan ruhani para penghuni kubur. Ya, kematian adalah pergantian tempat, pelepasan ruh, pembebasan dari segala tugas, dan bukan peniadaan, ketiadaan, atau kefanaan. Sejumlah bukti seperti peristiwa-peristiwa yang tak terhingga banyaknya berupa penampakan ruh para wali bagi ahli mukasyafah, hubungan para penghuni kubur dengan kita baik dalam keadaan terjaga maupun tidur, serta pemberitahuan-pemberitahuan mereka pada kita tentang hal-hal yang sesuai dengan kenyataan, semua ini menerangi dan menegaskan keberadaan tingkat kehidupan ini. “Kalimat ke-29” tentang keabadian ruh manusia secara khusus menegaskan tingkat kehidupan ini dengan bukti-bukti yang tak terbantahkan.
Pertanyaan Kedua:
الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا
Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. (Qs. al-Mulk [67]: 2)
5. Page
Melalui ayat ini dan ayat-ayat senada lainnya dalam al-Qur'an, menjadi jelas bahwa kematian adalah makhluk, sama seperti kehidupan, dan bahwa kematian adalah suatu nikmat. Hanya saja kematian kelihatannya merupakan bubarnya (inhilal), tiadanya (‘adam), busuknya (tafassukh), dan padamnya (inthifa’) kehidupan, serta penghancur segala kenikmatan. Lalu bagaimana kematian merupakan makhluk dan suatu nikmat?
Jawab:
Sebagaimana telah disampaikan di bagian akhir jawaban pertama, kematian adalah pembebasan dari tugas kehidupan sekaligus pemberhentiannya. Kematian adalah pergantian tempat, perubahan wujud, undangan menuju kehidupan yang kekal abadi, serta permulaan dan pendahuluannya.
Sebagaimana datangnya kehidupan ke dunia ini berlangsung melalui penciptaan dan takdir, demikian pula lenyapnya kehidupan dari dunia juga berlangsung melalui penciptaan, takdir, melalui hikmah dan pengaturan. Sebab matinya kehidupan tumbuh-tumbuhan, yang merupakan tingkat kehidupan paling sederhana, menunjukkan bahwa itu merupakan penciptaan yang lebih tertata ketimbang kehidupan itu sendiri. Sebab, meskipun matinya buah, benih, dan biji tampak terjadi melalui kerusakan dan pelepasan, kematiannya pada hakekatnya merupakan adonan yang meliputi reaksi kimia yang begitu tertata rapi, perpaduan beragam unsur dengan takaran-takaran yang sangat rumit, dan pembentukan atom yang amat bijak; kematian yang tertata, bijak, dan tak terlihat, ini tampak melalui kehidupan bulir-bulir baru. Jadi, kematian benih adalah awal kehidupan bulir-bulir baru; tentu, karena kematian ini seperti kehidupan itu sendiri, maka kematian adalah makhluk, indah dan tertata rapi, seperti halnya kehidupan.
Selain itu, kematian buah-buahan yang hidup atau kematian hewan-hewan di dalam lambung manusia adalah awal bagi kebangkitan mereka menuju kehidupan insani. Itulah mengapa dikatakan “kematian adalah makhluk, tertata rapi, dan indah seperti kehidupan.”
Jika kematian tumbuh-tumbuhan –yang merupakan tingkat kehidupan paling bawah– adalah makhluk yang sempurna dan menawan, maka tidak diragukan bahwa kematian yang menimpa kehidupan manusia –yang merupakan tingkat kehidupan teratas– akan menjadikan si manusia yang memasuki bawah tanah ini, mengeluarkan bulir kehidupan abadi di alam barzakh sana, sebagaimana biji ketika masuk ke tanah akan menjadi pohon di alam udara.
Adapun kematian sebagai nikmat, berikut akan kami sebutkan empat aspek di antara sekian banyak aspek yang menunjukkan bahwa kematian adalah kenikmatan;
6. Page
Pertama: Kematian membebaskan manusia dari tugas berat kehidupan, dan dari beban-beban kehidupan. Kematian adalah pintu penghubung untuk berjumpa dengan 99 persen orang-orang tercinta di alam barzakh. Itulah alasan mengapa kematian adalah suatu nikmat.
Kedua: Kematian adalah keluar dari penjara dunia yang sempit, menyulitkan, memberatkan, dan mengguncang, menuju luasnya rahmat Sang Kekasih Abadi dengan meraih kehidupan kekal yang luas, menyenangkan, menggembirakan, tenang, dan tidak menyulitkan.
Ketiga: Banyak faktor penyebab yang membuat unsur-unsur penopang kehidupan menjadi sulit dan berat, seperti masa tua. Faktor-faktor ini memberitahukan dengan jelas bagaimana kematian adalah kenikmatan yang jauh berada di atas kenikmatan hidup. Sebagai contoh, andai saja kakek-kakeknya kakekmu masih hidup dalam kondisi yang memilukan bersama ayah dan ibumu yang lemah dan tua renta yang membuat keduanya menderita, engkau tentu mengetahui sejauh mana kehidupan ini merupakan siksa dan sejauh mana kematian merupakan nikmat.
Contoh lain, kehidupan lalat yang indah dan merindukan bunga-bunga menawan, juga menunjukkan sejauh mana kehidupan lalat ini amat berat dan sulit dalam menghadapi berbagai beban berat musim dingin, sekaligus menunjukkan sejauh mana kematian lalat di saat-saat menghadapi segala beban berat dan kesulitan ini adalah rahmat baginya.
Keempat: Seperti halnya tidur merupakan kenikmatan, rahmat, dan istirahat, khususnya bagi mereka yang tertimpa berbagai musibah, ketika terluka dan sakit, seperti itu pulalah kematian, yang “adiknya” adalah tidur, merupakan suatu nikmat dan rahmat bagi mereka yang tertimpa berbagai macam musibah dan cobaan, serta bagi mereka yang tertimpa berbagai petaka yang mendorong mereka melakukan bunuh diri.
Sementara bagi orang-orang sesat –sebagaimana telah dijelaskan secara pasti di sebagian besar Risalah al-Nur– kematian menurut mereka adalah, seperti kehidupan, merupakan “siksa dalam siksa,” “azab dalam azab,” dan ini berada di luar pembahasan kita saat ini.
Pertanyaan Ketiga:
Di manakah neraka?
Jawab:
قُلْ إِنَّمَا الْعِلْمُ عِندَ اللَّهِ
Katakanlah, “Sesungguhnya ilmu (tentang itu) hanya pada sisi Allah.” (Qs. al-Mulk [67]: 26)
Tidak ada yang mengetahui hal gaib selain Allah.
7. Page
Dalam sebagian riwayat disebutkan bahwa neraka berada di bawah bumi. Kami telah menjelaskan di berbagai tempat lain bahwa, dalam orbit tahunannya, bumi ini berotasi mengelilingi suatu lingkaran di seputar wilayah yang akan menjadi tempat Kebangkitan pada Hari Kemudian. Artinya, neraka berada di bawah orbit tahunan bumi ini.
Adapun tentang neraka yang tidak bisa dilihat dan tak dapat dirasakan keberadaannya, itu tidak lain karena neraka terdiri dari api yang terselubung dan tidak bercahaya. Seperti halnya di jarak begitu jauh sejauh bulatan bumi terdapat banyak makhluk yang tak bisa dilihat karena tidak mengeluarkan cahaya, demikian pula terdapat bola-bola dan makhluk-makhluk di hadapan kita yang tak terlihat karena tidak bercahaya, sama seperti bulan yang tak terlihat ketika cahayanya memudar dan menghilang.
Neraka ada dua: neraka kecil dan neraka besar. Neraka kecil adalah benih neraka besar, dan kelak akan berubah menjadi neraka besar, serta akan menjadi salah satu tempat huniannya. Neraka kecil ada di bawah bumi, maksudnya di pusat bumi. Seperti diketahui dalam ilmu geologi, panas bumi akan semakin meningkat satu derajat setiap kali bumi digali sedalam tigapuluh tiga meter. Karena diameter bumi berjarak sekitar enam ribu kilometer, berarti api di pusat bumi memiliki temperatur dua ratus ribu derajat. Yakni, duaratus kali lipat lebih panas dari di permukaannya; hal ini sesuai dengan apa yang disebutkan dalam hadits.
Neraka kecil telah menjalankan banyak peran khusus neraka besar di dunia dan di alam barzakh, seperti diisyaratkan dalam sejumlah hadits. Sebagaimana bumi menuangkan seluruh penghuninya ke padang mahsyar –yang berada di orbit tahunannya– di alam akhirat, bumi juga menyerahkan, atas perintah Ilahi, neraka kecil yang ada di dalam perutnya kepada neraka besar.
Adapun pandangan sebagian imam Mu’tazilah yang menyatakan bahwa, “Neraka akan diciptakan kemudian,” ini keliru dan bodoh, sebab neraka belum membentang secara sempurna sekarang ini dan belum berkembang dalam bentuk yang sepenuhnya layak bagi para penghuninya.
Agar kita bisa melihat tempat-tempat hunian alam akhirat yang tertutup dalam kegaiban dengan mata kepala duniawi kita, dan agar kita dapat memperlihatkannya pada orang lain, kita perlu mengecilkan jagad raya ini serta menjadikan dunia dan akhirat menjadi dua wilayah, atau kita harus membesarkan mata kita hingga kita memiliki mata sebesar bintang, sehingga dengan demikian kita bisa melihat dan memastikan tempat-tempat alam tersebut sebagai alam akhirat.
Wallâhu a’lam, kita tidak mungkin bisa melihat tempat-tempat hunian alam akhirat dengan mata duniawi kita. Hanya saja, seperti diriwayatkan dalam sebagian hadits, neraka yang ada di akhirat
8. Page
terhubung dengan dunia kita. Bahkan disebutkan dalam hadits mengenai begitu panasnya udara musim panas, bahwa itu adalah “bagian dari hembusan neraka Jahanam” (من فيح جهنم).[1]
Jadi, neraka besar tidak bisa dilihat dengan mata akal duniawi yang kecil dan terbatas. Hanya saja dimungkinkan bagi kita untuk melihat neraka itu melalui cahaya nama Allah “Al-Hakim,” sebagai berikut:
Neraka besar yang berada di bawah orbit tahunan bumi seakan mengangkat neraka kecil yang ada di pusat bumi sebagai wakilnya, dan membuatnya menjalankan sebagian tugasnya.
Kekuasaan Allah Yang Maha Kuasa luas sekali; di mana pun hikmah Ilahi menunjuk, Dia menempatkan neraka besar di sana.
Ya, Allah Yang Maha Kuasa dan Penuh Hikmah, Pemilik Kesempurnaan dan Perintah kun fayakun –yang telah mengikat bulan dengan bumi di hadapan mata kita melalui kesempurnaan hikmah, keteraturan, dan kecanggihan, dan yang mengikat bumi dengan matahari melalui kekuasaan keagungan, kecanggihan, dan keteraturan, serta yang menjalankan matahari bersama planet-planetnya menuju mataharinya sekalian matahari melalui keagungan rububiyah-Nya dengan kecepatan yang mendekati kecepatan tahunan bumi, dan yang menjadikan bintang sebagai saksi terang akan kuasa rububiyah-Nya laksana lampu-lampu listrik armada laut, yang menampakkan kekuasaan rububiyah dan keagungan kuasa-Nya– tidaklah mustahil bagi kesempurnaan hikmah, keagungan kuasa dan rububiyah-Nya untuk menjadikan neraka besar sebagai pabrik lampu-lampu listrik, di mana dengan sumber ini bintang-bintang langit yang menatap menuju akhirat dinyalakan, memberikan panas dan energi pada bintang-bintang itu dengan cahaya dari surga yang merupakan alam cahaya, juga mengirim panasnya neraka ke sana, dan menjadikan sebagian dari neraka sebagai tempat tinggal sekaligus penjara bagi mereka yang mendapat hukuman siksa.
Selain itu, Sang Pencipta Maha Bijaksana yang dapat menyimpan pohon sebesar gunung di dalam biji kecil seukuran kuku, tentu tidak mustahil dengan kuasa dan hikmah-Nya untuk menyimpan dan menyembunyikan neraka besar di dalam benih neraka kecil yang ada di pusat bola bumi.
[1] Diriwayatkan dari Abu Dzar al-Ghifari, ia berkata, “Suatu ketika kami bersama Nabi S.a.w dalam suatu perjalanan, lalu muadzin bermaksud untuk mengumandangkan adzan zhuhur. Nabi S.a.w lalu bersabda, ‘Tundalah (hingga suasana agak dingin).’ Setelah itu, si muadzin bermaksud untuk mengumandangkan adzan zhuhur, Nabi Saw. kembali bersabda, ‘Tundalah (hingga suasana agak dingin),’ hingga kami melihat bayangan bangunan-bangunan, setelah itu Nabi S.a.w bersabda, ‘Sesungguhnya panasnya udara itu termasuk hembusan neraka Jahanam. Ketika suasana memanas, tundalah shalat (dzuhur) hingga suasana agak dingin’.” Hadits riwayat al-Bukhari, hadits nomor 514, 3085; Muslim, hadits nomor 615, 617, 618; Hakim, hadits nomor 5092; Ibnu Hibban, hadits nomor 1504; Ibnu Khuzaimah, hadits nomor 1329; Abu Dawud, hadits nomor 401; Ibnu Majah, hadits nomor 677; dan al-Tirmidzi, hadits nomor 157.
9. Page
Kesimpulan:
Neraka dan surga adalah dua buah dari ranting yang menjulur ke keabadian dari pohon penciptaan, sementara tempat buah-buahan ini berada di ujung ranting.
Surga dan neraka adalah dua hasil dari rangkaian jagad raya ini, sementara tempat dari kedua hasil ini berada di ujung rangkaian. Bagian bawah dari keduanya yang berat berada di bawah, sementara bagian cahayanya yang luhur berada di atas.
Selanjutnya, surga dan neraka adalah dua ruang penyimpanan bagi aliran berbagai peristiwa dan hasil-hasil maknawi bumi. Adapun tempat dari ruang penyimpanannya sendiri bergantung pada jenis hasil yang didapatkan. Hasil rusak berada di bawah, sementara hasil yang bagus berada di atas.
Surga dan neraka juga merupakan dua kolam bagi semua wujud yang bergerak mengalir menuju keabadian. Sementara tempat kolam ini berada di bagian akhir aliran air segala wujud. Yang buruk dan kotor berada di bawah, dan yang baik serta bersih berada di atas.
Demikian pula, surga dan neraka adalah tempat manifestasi (tajalli)dari kasih sayang dan kemurkaaan, serta manifestasi dari rahmat dan kemaha-agungan. Sementara tempat manifestasinya bisa di mana-mana, karena Allah Yang Maha Pengasih Pemilik Keindahan, Kekuasaan dan Keagungan, membuka tempat bagi manifestasi-Nya di mana pun yang dikehendaki-Nya.
Adapun keberadaan surga dan neraka secara pasti sudah dijelaskan dalam “Kalimat Kesepuluh,” “Kalimat Keduapuluh Delapan,” dan, “Kalimat Keduapuluh Sembilan.” Namun, di sini kami ingin menyampaikan hal berikut:
Sesunguhnya keberadaan buah tersebut sudah terbukti secara pasti dan meyakinkan sebagaimana keberadaan ranting; keberadaan hasil sebagaimana keberadaan rangkaian; keberadaan tempat penyimpanan sebagaimana keberadaan berbagai hasil; keberadaan kolam sebagaimana keberadaan sungai; keberadaan tempat manifestasi sebagaimana keberadaan rahmat dan murka.
Pertanyaan Keempat:
Bagaimana pendapat Anda? Apakah mungkin cinta majasi (‘isyiq majazi) yang dimiliki sebagian besar manusia terhadap dunia ini bisa berubah menjadi cinta hakiki (‘isyiq haqiqi), seperti halnya cinta majasi terhadap para kekasih berubah menjadi cinta hakiki?
Jawab: Ya, ketika si pecinta dengan cinta majasinya yang mengarah kepada dunia yang fana ini mengetahui buruknya ketiadaan dan kefanaan pada sisi tersebut. Ketika dia mencari Kekasih Abadi, dan berhasil mengarah ke dua wajah lain dunia yang indah sekali, yang merupakan cermin Nama-nama Ilahi sekaligus ladang akhirat, cinta majasinya yang tidak sesuai syariat itu akan beralih ke cinta hakiki.
10. Page
Namun, dengan syarat, hendaknya dia tidak mengacaukan dunianya yang fana, tak pasti, dan yang terkait dengan kehidupannya, dengan dunia luar. Ketika, seperti orang-orang sesat dan lalai, dia melupakan diri, hanyut ke dunia luar, mengira dunia secara umum adalah dunianya secara khusus, dan mencintainya, ia pasti jatuh ke dalam lumpur pemikiran naturalisme. Terkecuali, jika ada tangan pertolongan (inayah) menyelamatkannya secara luar biasa.
Perhatikan perumpamaan berikut ini untuk memperterang hakikat di atas:
Misalkan, jika di empat tembok ruangan yang indah dan berhias terdapat empat cermin besar milik pribadi kita berempat, berarti saat itu terdapat lima kamar. Salah satunya adalah kamar yang sesungguhnya dan umum, serta empat lainnya adalah kamar-kamar perumpamaan dan pribadi. Masing-masing dari kita bisa saja mengubah bentuk, format, dan warna ruangan pribadinya, melalui perantara cermin pribadinya. Jika kita mengecatnya dengan warna merah, ruangan akan terlihat berwarna merah. Jika kita mengecatnya dengan warna hijau, ruangan akan terlihat berwarna hijau, dan begitu seterusnya. Kita juga bisa memberikan berbagai macam bentuk dengan memberikan sentuhan pada cermin tersebut. Kita bisa membuatnya jelek atau indah. Namun, kita tidak bisa mengotak-atik ruangan luar yang bersifat umum. Kita tidak bisa mengubahnya dengan mudah. Meskipun pada hakikatnya ruangan pribadi dan ruangan umum memiliki kesamaan, namun hukumnya berbeda, karena Anda bisa menghancurkan ruangan pribadi Anda dengan satu jari, tapi Anda tidak bisa menggerakkan satu batu pun dari ruangan lain.
Demikian pula, dunia ini adalah tempat tinggal yang dihiasi. Kehidupan masing-masing kita adalah satu cermin besar. Masing-masing kita memiliki dunia tersendiri di dunia ini, dan mempunyai alam khusus, namun tiang, pusat, dan pintu keduanya adalah kehidupan kita. Bahkan, dunia kita yang khusus untuk kita, dan dan alam kita yang khusus, adalah sebuah lembaran, sementara kehidupan kita merupakan pena untuk menuliskan banyak hal yang akan tercatat dalam lembaran amal perbuatan kita. Ketika kita mencintai dunia kita, kemudian kita menyadari bahwa dunia kita fana dan tidak abadi seperti kehidupan kita —sebab dunia kita didirikan di atas kehidupan kita— lalu kita merasakan dan mengetahui hal ini, maka saat itulah cinta kita terhadap dunia akan beralih menuju cinta pada ukiran Nama-nama Ilahi yang indah, di mana dunia kita yang khusus ini merupakan salah satu cerminan Nama-nama itu, dan dari sana kemudian berpindah ke manifestasi Nama-nama Ilahi.
Berikutnya, ketika kita mengetahui bahwa dunia kita yang khusus ini adalah persemaian sesaat untuk akhirat dan surga, dan ketika kita mengarahkan perasaan dan emosi kita padanya bagaikan hasrat dan cinta yang kuat terhadap manfaat akhirat yang merupakan hasil, buah, dan bulir akhirat, maka saat itulah cinta majasi akan berubah menjadi cinta hakiki. Jika tidak, orang akan tertimpa rahasia ayat ini:
11. Page
نَسُوا اللَّهَ فَأَنسَاهُمْ أَنفُسَهُمْ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Orang-orang yang lupa kepada Allah, lalu Allah menjadikan mereka lupa kepada mereka sendiri. Mereka itulah orang-orang yang fasik. (Qs. al-Hasyr [59]: 19)
Dia akan lupa pada dirinya, tidak memikirkan bahwa dunia akan lenyap, mengira bahwa dunianya yang khusus dan tidak abadi itu seperti dunia umum, serta berhitung bahwa dirinya tidak akan mati; maka dia pun tenggelam dalam dunia, berpegangan pada dunia dengan seluruh perasaannya yang begitu kuat, sehingga dia pun benar-benar tenggelam di sana.
Cinta demikian merupakan petaka dan siksa tanpa akhir. Sebab, cinta tersebut muncul dari perasaan iba seperti anak yatim dan kasih sayang penuh putus asa, sehingga ia merasa kasihan pada seluruh makhluk hidup yang suatu ketika pasti lenyap, merasakan akan berpisah dengan semua itu, selalu lemah dan terbelenggu, tidak mampu berbuat apa pun menghadapi semua itu, sehingga ia mengalami penderitaan dalam keputusasaan mutlak.
Namun, orang pertama, yang selamat dari kelalaian, menemukan penangkal racun yang kuat untuk menghadapi rasa iba yang keras itu. Dalam kematian dan ketiadaan seluruh makhluk hidup yang membuatnya merasa iba dan kasihan, ia melihat cermin-cermin ruh –yang menampakkan manifestasi abadi dari Nama-nama Abadi Allah Yang Maha Abadi– itu abadi, sehingga rasa iba dan kasihannya berubah menjadi kebahagiaan.
Di balik seluruh makhluk indah yang suatu ketika pasti lenyap, ia juga melihat suatu ukiran dan polesan indah, suatu ciptaan dan hiasan, suatu kebaikan dan penyinaran abadi, yang membuatnya merasakan keindahan yang suci serta kebaikan yang kudus. Ia menyaksikan kelenyapan dan kefanaan itu dalam bentuk pembaruan untuk semakin memperbarui keindahan, memperbarui kenikmatan, serta menampakkan ciptaan dan temuan, sehingga ia semakin merasakan kenikmatan, kerinduan, dan kekaguman.
الباقي هو الباقي
Sa’id