NAVIGATION
40. Page
"MAQAM PERTAMA DARI “DZULFIQA ”
Kalimat Keduapuluh Lima
Risalah
Kemukjizatan Al-Qur'an
Besarta Sejumlah Penjelasan Tambahan
“Nampak bagi akal saya bahwa tidak ada gunanya untuk menyampaikan penjelasan, sementara di tangan ini terdapat mukjizat abadi seperti Al-Qur'an.
Sulitkah bagi hati ini untuk mengalahkan para pengingkar, sementara di tangan ini terdapat bukti kebenaran seperti Al-Qur'an.”
Perhatian
Sebenarnya kami bermaksud untuk menulis “lima obor” di bagian awal kalimat ini. Hanya saja kami terpaksa menulis bagian akhir obor pertama dengan cepat sekali untuk segera ditulis dengan huruf lama.[1] Sampai-sampai, suatu ketika kami menulis duapuluh atau tigapuluh halaman dalam waktu dua atau tiga jam saja.
Untuk itu, kami menulis tiga obor secara ringkas dan garis besar. Sementara dua obor lainnya untuk sementara kami tunda dulu. Kami menantikan para saudara kami untuk mencermati apa saja kekurangan, kelalaian, kerumitan, dan kesalahan dengan pandangan yang penuh dengan keadilan dan maaf.
Sa’id An-Nursi
Setiap ayat di antara sebagian besar ayat-ayat yang tertera dalam risalah ini –risalah kemukjizatan Al-Qur'an- menjadi sasaran kritik kalangan atheis, rentang ditentang oleh para penganut ilmu-ilmu modern, atau terkena was-was dan syubhat setan dari golongan manusia dan jin.
Kalimat keduapuluh lima ini menjelaskan hakikat dan noktah ayat-ayat tersebut secara menyeluruh, dimana bagian-bagian yang dikira kalangan atheis dan penganut ilmu-ilmu modern sebagai kekurangan, justru merupakan kilauan kemukjizatan dan sumber kesempurnaan kefasihan Al-Qur'an menurut kaidah-kaidah ilmiah.
[1] Maksudnya huruf-huruf Al-Qur'an yang digunakan para era khilafah Utsmaniyah sebelum pemerintahan republik baru Turki diumumkan.
41. Page
Saya menyampaikan tanggapan pasti terhadap sejumlah syubhat tanpa menyebut syubhat-syuhbat tersebut agar tidak mengotori pikiran. Hanya saja syubhat-syubhat ini disebut di tiga atau empat ayat pada maqam pertama dari kalimat keduapuluh, seperti ayat;
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا
“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya.” (QS. Yasin: 38) Dan ayat;
وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ
“Dan gunung-gunung sebagai pasak.” (QS. An-Naba`: 7)
Selanjutnya, meski risalah kemukjizatan Al-Qur'an ini ditulis sangat ringkas dan cepat, namun dari sisi ilmu balaghah dan bahasa Arab, risalah ini dijelaskan secara ilmiah, mendalam, dan kuat, yang membuat ulama bingung karenanya.
Meski setiap topik risalah ini tidak dipahami dan tidak dipetik manfaatnya oleh para pemeriksa secara sempurna, namun siapapun punya bagian dari taman risalah ini.
Risalah ini menjelaskan banyak sekali hakikat sejumlah permasalahan penting dari sisi pandang ilmu, meski dalam ungkapan dan kata-kata risalah ini terdapat sedikit kelalaian, mengingat risalah ini ditulis dalam waktu yang sangat cepat dan di tengah situasi kekacauan.
Sa’id An-Nursi
42. Page
Risalah
Kemukjizatan Al-Qur'an
بسم الله الرحمن الرحيم
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (QS. Al-Isra`: 88)
Dalam risalah-risalah yang saya tulis dalam bahasa Arab, risalah An-Nur dan penafsiran saya yang berjudul isyarat-isyarat kemukjizatan, juga dalam duapuluh empat kalimat sebelumnya, saya sudah mengisyaratkan hampir empatpuluh sisi di antara sisi-sisi kemukjizatan tanpa batas Al-Qur'anul Hakim al-mu’jizul bayan yang merupakan gudang penyimpanan serangkaian mukjizat, juga sebagai mukjizat terbesar Muhammad Saw.
Berikut ini, saya akan menjelaskan lima sisi saja di antaranya, seraya menyelipkan sisi-sisi lain di dalamnya secara garis besar.
Di bagian mukadimah, saya akan menjelaskan definisi dan urgensi Al-Qur'an.
Mukadimah
Bagian ini terdiri dari tiga bagian;
Bagian pertama;
Apakah Al-Qur'an itu? Dan apa definisi Al-Qur'an?
Jawab;
Seperti yang telah dijelaskan dalam kalimat kesembilanbelas dan kalimat-kalimat lain, Al-Qur'an merupakan terjemah azali kitab besar alam raya, penerjemah abadi lisan-lisan seluruh alam raya nan beragam yang membaca ayat-ayat takwiniyah, penafsir kitab alam gaib dan nyata, pengungkap segala simpanan maknawi nama-nama ilahi yang tersembunyi di langit dan bumi, kunci segala hakikat yang terselip di antara baris serangkaian peristiwa, lisan alam gaib di alam nyata, simpanan serangkaian lirikan keabadian rahmani, khitab azali subhani yang ada di balik tirai alam nyata ini, dan yang berasal dari alam gaib.
Juga mentari, asas, dan arsitek alam maknawi Islam, peta suci alam-alam akhirat, perkataan yang menjelaskan, penafsiran yang jelas, bukti kebenaran yang bersifat qath’i, terjemah terang Zat, sifat-sifat, nama-nama, dan segala kondisi Allah, pengatur alam insani, air dan cahaya Islam yang menuntun manusia menuju kebahagiaan.
Bagi manusia, Al-Qur'an merupakan kitab syariat, kitab doa, kitab hikmah, kitab ubudiyah, kitab perintah dan dakwah, kitab zikir, kitab fikir, satu-satunya kitab suci yang mencakup banyak sekali kitab yang menjadi rujukan bagi seluruh kebutuhan spiritual umat manusia.
43. Page
Selain itu, Al-Qur'an merupakan kitab samawi laksana perpustakaan suci yang memperlihatkan beragam paham para wali, shiddiqun, ‘arif dan muhaqqiq. Juga memperlihatkan berbagai macam aliran mereka –masing-masing diperlihatkan secara tersendiri- sebagai risalah yang sesuai dengan daya rasa setiap paham tersebut, kitab yang mampu menyinari mereka semua, selaras dengan seluruh paham tersebut dan mampu menyebutnya.
Bagian kedua sekaligus sebagai pelengkap definisi Al-Qur'an;
Seperti disebutkan dan dijelaskan dalam kalimat keduabelas, Al-Qur'an kalam Allah dalam kapasitas-Nya sebagai Rabb seluruh alam, karena Al-Qur'an berasal dari Arsy nan agung, nama paling agung, dan tingkatan setiap nama di antara nama-nama terbaik yang paling agung.
Al-Qur'an adalah firman Allah dalam kapasitas-Nay sebagai Tuhan seluruh wujud, khitab atas nama Pencipta seluruh langit dan bumi, pembicaraan rububiyah mutlak, khutbah azali atas nama kekuasaan subhani secara keseluruhan, catatan kemuliaan rahmani dari sisi rahmat nan luas dan meliputi.
Al-Qur'an adalah rangkaian komunikasi yang kadang di bagian awalnya berisi senjata tajam dari sisi agungnya kemuliaan uluhiyah.
Al-Qur'an adalah kitab suci nan memancarkan beragam hikmah yang menatap dan memeriksa apapun yang diliputi Arsy terbesar, karena Al-Qur'an diturunkan dari cakupan nama paling agung.
Karena rahasia inilah Al-Qur'an senantiasa disebut kalam Allah dengan sepenuh kelayakan.
Di bawah tingkatan Al-Qur'an terdapat kitab-kitab dan lembaran para nabi.
Adapun kalimat-kalimat ilahi lainnya yang tiada batas, sebagian di antaranya berupa pembicaraan yang nampak dalam bentuk ilham dengan pertimbangan tersendiri, dengan tanda parsial, penampakan tersendiri, nama parsial, dengan rububiyah, kekuasaan dan rahmat tersendiri.
Ilham malaikat, manusia, dan hewan sangat berbeda dari sisi keseluruhan dan kekhususan.
Bagian ketiga;
Al-Qur'an adalah kitab samawi yang secara garis besar mencakup kitab-kitab para nabi di berbagai masa, risalah seluruh wali dan aliran mereka, juga jejak-jejak seluruh orang terpilih dengan paham masing-masing.
Keenam arah mata angin Al-Qur'an bersinar terang, bersih dari segala kelamnya halusinasi syubhat;
Karena titik sandarnya adalah wahyu langit dan kalam azali secara yakin.
Sasaran dan tujuannya kebahagiaan abadi secara musyahadah.
Isinya petunjuk murni secara aksioma.
Bagian atasnya cahaya-cahaya iman secara pasti.
Bagian bawahnya dalil dan bukti kebenaran secara ‘ilmul yaqin.
Sisi kanannya penyerahan hati dan perasaan melalui pengalaman spiritual.
Sisi kirinya menundukkan akal secara ‘ainul yaqin.
Buahnya rahmat Ar-Rahman dan surga secara haqqul yaqin.
Maqam dan perputarannya penerimaan para malaikat, manusia dan jin melalui dugaan yang benar.
44. Page
Setiap sifat yang tertera dalam tiga bagian seputar definisi Al-Qur'an ini sudah atau akan disebutkan secara pasti di bagian-bagian lain.
Pernyataan kami bukan sekedar klaim, karena semua pernyataan kami diperkuat dengan bukti kebenaran yang pasti.
Obor Pertama;
Obor ini memiliki tiga sinar
Sinar pertama;
Kefasihan Al-Qur'an mencapai tingkat kemukjizatan.
Kefasihan ini merupakan kefasihan luar biasa yang muncul dari kefasihan rangkaian kata Al-Qur'an, kekokohan kata-kata Al-Qur'an nan menawan, keindahan gaya bahasa dan ke-unik-annya nan elok, juga keindahan, keunggulan dan bahasanya nan terbaik, kekuatan makna dan kebenarannya, kefasihan dan kelancaran lafalnya, karena Al-Qur'an menantang para sastrawan dari golongan manusia yang paling pandai, orator mereka yang paling fasih, dan ulama mereka yang paling mendalami perdebatan sejak lebih dari 1300 tahun silam,[1] menyentuh senar-senar mereka nan sensitif dan membangkitkan hafalan mereka. Meski Al-Qur'an menantang mereka, namun orang-orang cerdik pandai yang sikap terpedaya dan kesombongan mereka sampai menyentuh langit ini sama sekali tidak mampu membuat kata-kata seperti Al-Qur'an. Bahkan mereka benar-benar tunduk.
Berikut kami singgung kemukjizatan Al-Qur'an dari sisi kefasihannya dalam dua bentuk;
Bentuk pertama;
Al-Qur'an memiliki mukjizat karena mayoritas penduduk semenanjung Arab kala itu buta huruf. Karena sebagian besar di antara mereka buta huruf, mereka menghafal kebanggaan, peristiwa-peristiwa sejarah, dan perumpamaan-perumpamaan yang membantu untuk berakhlak baik melalui bait-bait syair dan kefasihan bahasa, bukan melalui tulisan.
Untuk itu, kata-kata yang punya tujuan beralih dari para pendahulu ke generasi penerus melalui hafalan dengan daya tarik syair dan kefasihan bahasa.
Mengingat kebutuhan fitrah ini, barang yang paling laku dalam pasar maknawi bangsa Arab adalah kefasihan bahasa. Sampai-sampai seorang sastrawan nan fasih di suatu kabilah laksana seorang pahlawan nasional terbesar. Mereka membanggakan orang seperti ini melebihi apapun juga.
Orang-orang cerdas yang memimpin dunia dengan kecerdasan yang mereka miliki setelah Islam datang ini berada di bagian depan seluruh umat dunia kala itu. Mereka berada di puncak kefasihan yang merupakan barang paling laku bagi mereka, sebagai kebanggaan dan sesuatu yang sangat mereka perlukan.
Kefasihan sangat berpengaruh besar dalam kehidupan mereka. Peperangan ganas di antara dua kelompok bisa saja terjadi lantaran kata-kata orang fasih. Sebaliknya, peperangan akan berakhir dan kedua kelompok yang saling menyerang berdamai pun karena kata-kata orang fasih pula. Bahkan, mereka menulis tujuh kasidah
[1] Di saat penulisan kitab ini. Sekarang sudah lebih dari 1400 tahun.
45. Page
gubahan para ahli sastra yang disebut al-mu’allaqat as-sab’a dengan tinta emas dan mereka tempelkan di dinding Ka’bah. Mereka begitu membanggakan karya ini.
Seperti halnya sihir menyebar di masa nabi Musa a.s., pengobatan menyebar di masa nabi Isa a.s., untuk itulah mukjizat-mukjizat kedua nabi ini disesuaikan dengan jenis apa yang menyebar luas kala itu.
Demikian halnya Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang turun pada saat kefasihan bahasa begitu menyebar.
Al-Qur'an mengajak para ahli bahasa bangsa Arab untuk membuat seperti surah Al-Qur'an yang paling pendek, dan menantang mereka melalui serangkaian khitab;
وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Qur'an berkata kepada mereka; jika kalian tidak beriman, kalian dilaknat dan akan masuk neraka Jahanam. Al-Qur'an menyerang mereka dengan kuat, mematahkan sikap terpedaya dalam diri mereka dengan cara yang mencengangkan, merendahkan akal mereka nan sombong, memvonis mereka dengan hukuman mati abadi terlebih dahulu, lalu setelah itu hukuman mati abadi di neraka Jahanam, khususnya di dunia. Al-Qur'an berkata kepada mereka, “Buatlah kata-kata seperti Al-Qur'an, atau ruh dan harta benda kalian akan binasa.”
Jika pembuatan kata-kata seperti Al-Qur'an memungkinkan, lantas mungkinkah orang memilih cara berperang yang lebih berbahaya, rumit, dan sulit jika masih ada solusi mudah dan sederhana, seperti membuat kata-kata seperti Al-Qur'an sebanyak beberapa baris saja dan meruntuhkan klaim Al-Qur'an?!
Ya, umat ini, para cerdik pandai, dan para politikus itu sengaja meninggalkan jalan pintas, jalan yang lebih mudah dan lebih selamat. Mereka lebih memilih jalan yang lebih berbahaya dan lebih panjang yang menghabiskan harta dan melenyapkan harta benda dalam musibah dan kebinasaan, meski mereka memimpin dunia selang berapa lama melalui langkah politik. Mungkinkah hal itu bisa terjadi?!
Jika para ahli bahasa mampu membuat seperti Al-Qur'an meski hanya beberapa huruf saja, tentu klaim Al-Qur'an ini runtuh, dan tentu mereka terhindar dari kebinasaan materi maupun spiritual. Namun mereka sengaja memilih jalan yang lebih berbahaya dan lebih panjang seperti peperangan.
Untuk itu, pembuatan huruf-huruf seperti Al-Qur'an mustahil dan tidak mungkin. Karenanya, mereka terpaksa harus berperang dengan menenteng pedang.
Ada dua faktor sangat kuat untuk membuat dan meniru kata-kata seperti Al-Qur'an;
Pertama; ambisi para lawan untuk membuat kata-kata seperti Al-Qur'an.
Ketiga; keinginan para kawan untuk menirunya.
Jutaan buku berbahasa Arab dikarang karena dua motif ini. Namun tidak ada satu pun di antaranya yang mirip Al-Qur'an. Siapapun yang memperhatikan Al-Qur'an dan buku-buku tersebut, baik terpelajar ataupun awam, pasti akan mengatakan, “Al-Qur'an tidak sama seperti buku-buku itu, dan tak satu pun di antaranya yang mampu menjadi tandingan Al-Qur'an.”
46. Page
Dengan demikian ada dua kemungkinan; Al-Qur'an berada di bawah seluruh buku-buku dan kitab-kitab tersebut, dan kemungkinan ini batil serta mustahil berdasarkan kesepakatan seluruh kawan maupun lawan. Atau Al-Qur'an berada di atas seluruh buku dan kitab-kitab tersebut.
Jika Anda berkata; bagaimana kita tahu seseorang tidak berupaya untuk meniru Al-Qur'an. Tidak adakah seseorang yang percaya diri untuk menampakkan tantangan ini? Tidakkah ada kerjasama di antara mereka untuk meniru Al-Qur'an?
Jawab;
Jika meniru Al-Qur'an memungkinkan, tentu mereka berupaya untuk meniru, karena ada persoalan gengsi dan harga diri di sana, juga pertaruhan nyawa dan harta. Andai mereka berupaya untuk itu, tentu akan banyak sekali pihak-pihak yang ikut membantu, karena para penentang kebenaran selalu banyak jumlahnya. Andai penggabungan ini benar-benar ada, tentu akan tersebar luas, karena pertikaian sekecil apapun sudah cukup untuk menarik perhatian seluruh manusia.
Pertarungan aneh dan peristiwa-peristiwa seperti ini tidak mungkin terjadi secara tertutup. Biasanya hal paling buruk yang melawan Islam beralih dari satu tempat ke tempat lain lalu menjadi ramai. Namun terkait peniruan Al-Qur'an ini hanya ada beberapa alenia gubahan Musailamah Al-Kadzdzab.
Pada dasarnya, Musailamah punya kefasihan. Namun karena kata-katanya dibandingkan dengan penuturan Al-Qur'an yang memiliki keindahan dan keelokan tanpa batas, kata-kata Musailamah diabadikan dalam sejarah bak kata-kata ngelantur.
Seperti itulah kemukjizatan dalam kefasihan Al-Qur'an ada secara pasti, sepasti dua dikali dua sama dengan empat.
Bentuk kedua;
Pada bagian ini akan kami jelaskan hikmah kemukjizatan Al-Qur'an dari sisi kefasihan melalui lima noktah.
Noktah pertama;
Dalam rangkaian kata Al-Qur'an terdapat kefasihan nan menawan.
Rangkaian setiap susunan kata Al-Qur'anul Hakim, rangkaian kalimat-kalimatnya, keteraturan kata-kata dalam rangkaian-rangkaian nan indah satu sama lain, sudah dijelaskan dalam isyarat-isyarat kemukjizatan, seperti halnya aturan hitungan detik, menit, dan jam yang saling menyempurnakan satu sama lain.
Kefasihan dan kekuatan bahasa Al-Qur'an ini sudah dijelaskan dalam kitab “isyarat-isyarat mukjizat” dari awal hingga akhir. Bagi yang berkenan, silahkan merujuk kitab tersebut, pasti akan melihat kefasihan nan menawan pada rangkaian kata seperti ini.
Dan berikut ini akan kami sampaikan satu atau dua contoh saja untuk menjelaskan untaian bahasa dalam satu rangkaian kata.
Contoh pertama;
وَلَىِٕنْ مَّسَّتْهُمْ نَفْحَةٌ مِّنْ عَذَابِ رَبِّكَ
“Dan sesungguhnya, jika mereka ditimpa sedikit saja dari azab Tuhan-mu.” (QS. Al-Anbiya`: 46)
Untuk menjelaskan kerasnya azab dalam rangkaian kata ini, Allah bermaksud memperlihatkan siksa dengan memperlihatkan pengaruhnya yang begitu keras meski
47. Page
hanya dengan sedikit azab saja. Dengan kata lain, seluruh kondisi rangkaian kata yang menunjukkan makna sedikit ini, mengarah dan menguatkan makna tersebut.
Karena kata لئن menunjukkan makna ragu, dan keraguan menunjukkan sesuatu yang sedikit.
Kata مس menunjukkan serangan yang tidak seberapa dan ringan, juga menunjukkan sesuatu yang sedikit.
Kata نفحة artinya bau yang tidak tajam, menunjukkan sesuatu yang sedikit, seperti halnya bentuk katanya menunjukkan makna satu kali, karena isim marrah dalam disiplin ilmu sharf menunjukkan kejadian satu kali dan juga menunjukkan sesuatu yang sedikit. Bentuk nakirah pada kata نفحة menunjukkan sesuatu yang sedikit. Maksudnya sesuatu yang sangat kecil sekali hingga nyaris tidak diketahui.
Kata من menunjukkan makna sebagian, dan menunjukkan makna yang sedikit.
Kata عذاب menunjukkan sebagian kecil balasan yang dikaitkan dengan hukuman, sehingga menunjukkan makna yang sedikit.
Kata ربك mengesankan kasih sayang, tidak seperti kata Al-Qahhar (Maha mengalahkan), Al-Jabbar (Maha Perkasa), Al-Muntaqim (Maha membalas). Dengan demikian, kata ربك menunjukkan makna yang sedikit.
Contoh kedua;
وَاَنْفَقُوْا مِمَّا رَزَقْنٰهُمْ
“Dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan kepada mereka.” Kondisi rangkaian kata ini mengisyaratkan lima syarat diterimanya sedekah;
Pertama; seseorang bersedekah dalam kondisi ia tidak memerlukan sedekah orang lain. Syarat ini ditunjukkan kata من yang menunjukkan makna sebagian pada kata مما .
Kedua; tidak memungut dari si A lalu diberikan kepada si B. Artinya, orang yang bersedekah mengambil dari harta miliknya sendiri. Syarat ini ditunjukkan oleh kata رزقناهم , artinya berikan sebagian rizki milik kalian.
Ketiga; tidak mengungkit-ungkit sedekah yang telah diberikan. Inilah yang diisyaratkan kata نا pada kata رزقنا , yaitu Akulah yang memberi kalian rizki. Untuk itu, kalian tidak boleh mengungkit-ungkit sedekah yang kalian berikan pada hamba-Ku yang berasal dari harta milik-Ku.
Syarat keempat; sedekah diberikan kepada seseorang untuk digunakan sebagai nafkah, karena sedekah yang diberikan untuk tindakan bodoh tidak diterima. Syarat ini diisyaratkan kata ينفقون .
Syarat kelima; memberikan sedekah dengan nama Allah, seperti ditunjukkan kata رزقناهم . Yaitu, harta itu harta milik-Ku. Untuk itu, kalian harus menginfakkannya dengan nama-Ku.
Selain sejumlah persyaratan ini masih ada perluasan makna sedekah. Artinya, selain dengan harta, sedekah juga dapat dilakukan dengan ilmu, tutur kata, perbuatan, dan nasehat. Inilah yang diisyaratkan kata ما dari kata مما yang menunjukkan makna menyeluruh. Rangkaian kata ini juga mengisyaratkan makna yang sama karena, karena kata tersebut merupakan kata mutlak yang menunjukkan makna umum.
Di samping kelima syarat di atas, rangkaian kata yang sangat singkat terkait makna sedekah ini, membuat akal menikmati dan merasakan lingkaran luas mukjizat kefasihan kata-kata Al-Qur'an, karena di dalam Al-Qur'an terdapat banyak sekali rangkaian kata-kata seperti ini.
48. Page
Selain itu, kata-kata dan kalam juga memiliki lingkaran rangkaian kata nan luas seperti itu.
Contoh; dalam firman berikut;
قُلْ هُوَ اللّٰهُ اَحَدٌۚ
“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah, yang Maha Esa’,” terdapat enam rangkaian kata; tiga di antaranya menegaskan, dan tiga lainnya menafikan. Semua rangkaian kata ini menolak enam jenis kesyirikan. Di samping itu, enam rangkaian kata ini menegaskan tauhid dalam enam tingkatan. Setiap rangkaian kata di antaranya menunjukkan rangkaian kata lain sekaligus menunjukkan kesimpulannya, karena setiap rangkaian kata memiliki dua makna; makna kesimpulan dan makna dalil.
Artinya, di dalam surah Al-Ikhlash terdapat serangkaian dalil-dalil yang saling menegaskan satu sama lain dan tersusun rapi laksana tigapuluh surah Al-Ikhlash.
Contoh;
قُلْ هُوَ اللّٰهُ
“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah’,” karena Allah Maha Esa, tempat bergantung seluruh makhluk, tidak beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya.
Demikian halnya;
وَلَمْ يَكُنْ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
“Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia,” (QS. Al-Ikhlash: 4) karena Ia tidak melahirkan, tidak dilahirkan, dan tidak ada sesuatu pun yang setara dengan-Nya.
Demikian halnya;
قُلْ هُوَ اللّٰهُ
“Dia-lah Allah,” karena Allah Maha Esa, dan tempat bergantung seluruh makhluk. Karenanya, Ia beranak, tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatupun yang setara dengan-Nya. Selanjutnya silahkan Anda analogikan sendiri.
Contoh lain;
الٓمّٓۚ , ذٰلِكَ الْكِتٰبُ لَا رَيْبَ ۛ فِيْهِ ۛ ھُدًى لِّلْمُتَّقِيْ
“Alif lam min. Kitab (Al-Qur'an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 1-2)
Setiap rangkaian kata pada empat susunan kata ini memiliki dua makna. Setiap rangkaian kata menunjukkan rangkaian kata lain menurut salah satu makna, juga sebagai kesimpulannya menurut makna yang satunya lagi, karena ukiran rangkaian kata mukjizat ini menciptakan enambelas garis yang selaras. Ini sudah dijelaskan dalam isyarat-isyarat mukjizat secara indah nan membentuk ukiran untaian kata mukjizat.
Juga seperti dijelaskan dalam kalimat ketigabelas bahwa sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an seakan memiliki mata yang saling menatap satu sama lain, memiliki wajah yang saling berhadapan satu sama lain, dimana garis-garis maknawi dibentangkan untuk keselarasan-keselarasan dan menenun ukiran mukjizat. Untuk itu, penafsiran isyarat-isyarat mukjizat menjelaskan kefasihan rangkaian kata ini dari awal hingga akhir.
49. Page
Noktah kedua;
Kefasihan menawan dalam makna rangkaian kata Al-Qur'an.
Sebagai contoh, perhatikan contoh yang telah dijelaskan dalam kalimat ketigabelas ini. Bayangkan diri Anda berada di era Jahiliyah di tengah padang pasir primitif sebelum cahaya Al-Qur'an muncul, dan rasakan kefasihan maknawi ayat ini misalnya;
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hadid: 1)
Selanjutnya dengarkan ayat-ayat seperti ini;
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah).” Atau ayat;
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra`: 44) Dimana segala sesuatu tertutup tirai kevakuman alam di bawah kelamnya kebodohan dan kelalaian.
Perhatikan bagaimana seluruh wujud di alam kematian atau kehidupan dibangkitkan dengan gema سبح dan تسبح di dalam otak siapapun yang mendengarnya. Semuanya bangkit, berdiri, dan berzikir menyebut nama Allah 'Azza wa Jalla.
Bintang-bintang yang merupakan benda mati, dimana masing-masing di antaranya sebagai gugusan api di wajah langit nan kelam. Makhluk-makhluk malang di bumi menyingkap wajahnya di hadapan pandangan Sang Maha mendengar dengan teriakan dan cahaya تسبح karena wajah langit menjadi mulut, setiap bintang menuturkan kata nan memancarkan beragam hikmah, dan memancarkan cahaya hakikat. Bumi menjadi kepala, dimana darat, laut, dan udara menjadi lisan. Setiap hewan dan tumbuh-tumbuhan menjadi kata yang memancarkan tasbih.
Sebagai contoh; perhatikan contoh yang disebutkan dalam kalimat kelimabelas berikut, dan dengarkan kedua rangkaian ayat ini;
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَن تَنفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانفُذُوا ۚ لَا تَنفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ, فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ , يُرْسَلُ عَلَيْكُمَا شُوَاظٌ مِّن نَّارٍ وَنُحَاسٌ فَلَا تَنتَصِرَانِ, فَبِأَيِّ آلَاءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبَانِ
“Hai segolongan jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan kekuatan. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan? Kepada kamu, (jin dan manusia) dilepaskan nyala api dan cairan tembaga maka kamu tidak dapat menyelamatkan diri (dari padanya). Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” (QS. Ar-Rahman: 33-36)
وَلَقَدْ زَيَّنَّا السَّمَاۤءَ الدُّنْيَا بِمَصَابِيْحَ وَجَعَلْنٰهَا رُجُوْمًا لِّلشَّيٰطِيْنِ
“Sesungguhnya Kami telah menghiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang, dan Kami jadikan bintang-bintang itu alat-alat pelempar setan.” (QS. Al-Mulk: 5)
50. Page
Perhatikan apa yang dikatakan kedua rangkaian ayat di atas. Keduanya mengatakan; wahai manusia dan jin nan terpercaya dan membangkang meski berada dalam kelemahan dan kehinaan. Wahai para penentang dan pembangkang meski berada dalam kelemahan dan kemiskinan! Jika kalian tidak patuh pada perintah-perintah-Ku, silahkan kalian semua keluar dari wilayah-wilayah kekuasaan-Ku jika kalian mampu. Bagaimana berani-beraninya kalian menentang perintah-perintah Sang Penguasa itu, padahal seluruh bintang, bulan dan matahari patuh pada seluruh perintah-Nya. Mereka laksana prajurit yang senantiasa siap menjalankan perintah-perintah itu.
Selanjutnya, dengan perilaku semena-mena kalian melawan Sang Penguasa Dzul Jalal yang memiliki prajurit-prajurit patuh, berwibawa, dan mampu melempari setan-setan kalian dengan alat-alat pelempar seperti gunung dengan asumsi mereka mampu melakukan tantangan dalam ayat di atas.
Selanjutnya, dengan kekafiran kalian dalam lingkup kerajaan Sang Raja Dzul Jalal yang memiliki prajurit-prajurit yang mampu mengirim bintang-bintang sebesar bumi, gunung, dan serpihan-serpihan menyala dan berkobar kepada kalian, lalu meluluh-lantakkan kalian, bahkan andai pun kalian musuh-musuh kafir sebesar bumi dan gunung dengan asumsi mustahil. Namun apa boleh dikata, kalian hanya makhluk-makhluk kecil dan lemah.
Selanjutnya, kalian melanggar aturan yang dipatuhi makhluk-makhluk (malaikat) yang mampu melemparkan wajah-wajah kalian ke tanah jika diperlukan, dan menghujani kalian –dengan izin Allah- dengan bintang-bintang laksana alat-alat pelempar yang mirip bola.
Silahkan Anda analogikan kekuatan dan kefasihan di balik makna dan ungkapan seluruh ayat-ayat Al-Qur'an dengan contoh-contoh di atas.
Noktah ketiga;
Keindahan luar biasa dalam rangkaian kata Al-Qur'an.
Ya, rangkaian kata Al-Qur'an sungguh luar biasa, menawan, menakjubkan dan meyakinkan, karena kata-kata Al-Qur'an tidak meniru apapun dan siapapun juga. Dan tak seorang pun yang mampu menirunya. Rangkaian kata-kata Al-Qur'an terus menjaga kelembutan dan keunikannya seperti saat diturunkan.
Sebagai contoh, kami menyebutkan dalam kitab isyarat-isyarat mukjizat bahwa rangkaian kata Al-Qur'an nan menawan pada potongan-potongan huruf seperti ألم ألر طه يس حم عسق yang mirip senjata tajam di bagian awal-awal surah ini mengandung lima atau enam kilauan mukjizat.
Huruf-huruf yang ada di permulaan sejumlah surah tersebut mewakili separuh setiap kelompok huruf, seperti huruf-huruf izhar, mahmus, tasydid, huruf-huruf lunak, huruf-huruf yang ber-makhraj di ujung lidah, dan qalqalah. Potongan huruf-huruf ini membagi dua seluruh kelompok huruf, mengambil paruh terbanyak dari huruf-huruf ringan, dan paruh yang lebih sedikit dari huruf-huruf berat yang tidak bisa dibagi.
Meski pembagian kelompok-kelompok yang saling merasuk dan membelit ini juga pembagian seluruh kelompok huruf dengan cara yang sama dan tersembunyi yang tidak diketahui akal, yang memiliki duaratus kemungkinan, namun penuturan kalam melalui cara dan jarak nan luas ini, sama sekali tidak mungkin hasil pikiran manusia, dan sama sekali mustahil jika ada campur tangan unsur kebetulan di sana.
51. Page
Para ulama ilmu rahasia huruf dan para muhaqqiq dari kalangan para wali menyimpulkan banyak sekali rahasia di baik huruf-huruf potongan ini, di samping lima atau enam kilauan mukjizat yang nampak dari huruf-huruf potongan yang terletak di awal-awal surah yang merupakan senjata tajam ilahi. Mereka juga sampai kepada serangkaian hakikat menakjubkan, dimana huruf-huruf potongan ini sendiri merupakan mukjizat nan terang dan jelas sesuai pandangan mereka.
Kami tidak mungkin membahas masalah ini, karena kami bukan ahlinya. Di samping kami tidak dapat menjelaskan persoalan ini dalam bentuk yang dapat dilihat semua pandangan. Namun demikian, kami akan menjelaskan lima atau enam kilauan mukjizat seputar permasalahan ini yang sudah disampaikan dalam isyarat-isyarat mukjizat.
Selanjutnya kita akan menjelaskan sejumlah isyarat tentang gaya bahasa Al-Qur'an dari sisi surah, tujuan-tujuan, ayat-ayat, kalam, dan kata.
Sebagai contoh; jika surah An-Naba` dicermati secara seksama, akan terlihat surah ini memaparkan tentang akhirat, perhimpunan, kondisi-kondisi surga dan neraka dengan rangkaian kata nan indah dan meyakinkan hati, seakan surah ini menegaskan perbuatan-perbuatan ilahi dan jejak-jejak rabbani di dunia ini dengan memandang kondisi-kondisi akhirat tersebut satu persatu.
Mengingat penjelasan gaya bahasa dalam surah ini panjang lebar, kami hanya akan menyebut satu atau dua noktah saja sebagai berikut;
Untuk menegaskan keberadaan hari kiamat, bagian awal surah ini mengatakan;
“Kami menjadikan bumi sebagai hamparan nan indah untuk kalian. Kami menjadikan gunung-gunung sebagai tiang-tiang dan pasak-pasak bagi tempat tinggal dan kehidupan kalian yang memiliki banyak simpanan. Kami menjadikan kalian berpasangan yang saling mencintai dan harmoni. Kami menjadikan malam sebagai penutup bagi kenyamanan tidur kalian. Kami menjadikan siang hari sebagai medan penghidupan kalian. Kami menjadikan matahari sebagai lampu penerang dan penghangat bagi kalian. Kami menurunkan air dari awan-awan yang mirip sumber air pembangkit kehidupan. Dari air yang sederhana, Kami menciptakan segala sesuatu nan berbunga dan berbuah yang membawa seluruh rizki kalian dengan mudah dalam waktu singkat.
Dengan demikian, kiamat yang merupakan hari pemutusan perkara- menanti kalian. Tidaklah sulit bagi kami untuk mendatangkan hari itu.”
Selanjutnya secara eksplisit surah ini mengisyaratkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi pada hari kiamat, seperti gunung-gunung berhamburan, langit terpecah belah, neraka Jahanam dipersiapkan, para penghuni surga diberi kebun dan taman-taman.
Makna surah ini mengatakan; karena gunung dan bumi diperlakukan seperti ini di hadapan mata kalian, perbuatan-perbuatan yang sama juga akan dilakukan di akhirat.
Dengan demikian, gunung-gunung di bagian awal surah An-Naba` mengarah pada kondisi gunung-gunung pada hari kiamat, taman-taman yang tertera di bagian akhir surah menatap ke arah surga-surga di akhirat. Silahkan Anda analogikan sendiri dengan noktah-noktah lainnya, dan perhatikan bagaimana rangkaian kata Al-Qur'an memiliki gaya bahasa tingkat tinggi dan menawan.
52. Page
Contoh lain;
قُلِ اللَّهُمَّ مَالِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِي الْمُلْكَ مَنْ تَشَاءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاءُ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاءُ ۖ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۖ إِنَّكَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ قَدِيرٌ, تُولِجُ اللَّيْلَ فِي النَّهَارِ وَتُولِجُ النَّهَارَ فِي اللَّيْلِ ۖ وَتُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَتُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ ۖ وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu. Engkau masukkan malam ke dalam siang dan Engkau masukkan siang ke dalam malam. Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati, dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup. Dan Engkau beri rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali ‘Imran: 26-27)
Rangkaian ayat ini menjelaskan kondisi-kondisi ilahi pada manusia, penampakan-penampakan ilahi pada pergantian malam dan siang, pengaturan-pengaturan rabbani pada musim-musim selama setahun, prosedur-prosedur rabbani dalam kehidupan, kematian, perhimpunan dan pengumpulan duniawi di dunia dengan gaya bahasa tingkat tinggi dan penuturan yang menundukkan akal para ahli bahasa yang jeli.
Mengingat gaya bahasa Al-Qur'an nan menyeluruh, terang dan nyata nampak sedikit jeli dan seksama, kami tidak akan membuka simpanan tersebut untuk saat ini.
Contoh lain;
اِذَا السَّمَآءُ انْشَقَّتۡ, وَاَذِنَتۡ لِرَبِّهَا وَحُقَّتۡ,
وَاِذَا الۡاَرۡضُ مُدَّتۡؕ, وَاَلۡقَتۡ مَا فِيۡهَا وَتَخَلَّتۡ, وَاَذِنَتۡ لِرَبِّهَا وَحُقَّتۡؕ
“Apabila langit terbelah. Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya langit itu patuh. Dan apabila bumi diratakan. Dan dilemparkan apa yang ada di dalamnya dan menjadi kosong. Dan patuh kepada Tuhannya, dan sudah semestinya bumi itu patuh, (pada waktu itu manusia akan mengetahui akibat perbuatannya).” (QS. Al-Insyiqaq: 1-5)
Ayat-ayat ini menjelaskan sejauh mana langit dan bumi patuh kepada perintah Al-Haq Ta’ala dengan gaya bahasa sebagai berikut;
Seperti halnya seorang panglima besar membentuk dan membuka dua markas untuk segala hal yang diperlukan dalam jihad, seperti kelompok pasukan jihad, manuver, dan mobilisasi pasukan.
Setelah jihad dan urusan-urusan lain selesai, sang panglima besar menghampiri kedua markas tersebut untuk digunakan mengurus persoalan-persoalan lain. Kedua markas selanjutnya ia ganti. Masing-masing dari kedua markas ini berkata melalui lisan para pegawai dan pelayannya, atau melalui lisannya sendiri;
“Wahai Panglima! Tunggu sebentar, saya akan menyelesaikan sisa-sisa pekerjaan sebelumnya. Saya akan membersihkan tempat ini dari sisa-sisa pekerjaan lalu saya akan membuangnya. Setelah itu silahkan Anda masuk. Kami sudah membuang sisa-sisa pekerjaan sebelumnya, kami mematuhi perintah Anda dan siap menunggu arahan Anda. Silahkan masuk dan silahkan Anda lakukan apa yang Anda inginkan. Kami patuh pada segala perintah Anda. Apapun yang Anda lakukan benar dan maslahat nan indah.”
53. Page
Langit dan bumi juga merupakan dua markas yang dibuka untuk taklif dan ujian. Setelah batas waktu habis, langit dan bumi melenyapkan segala sesuatu berkenaan dengan markas taklif dengan perintah ilahi. Keduanya berkata, “Wahai Rabb kami! Pergunakanlah kami untuk sesuatu seperti yang Engkau kehendaki, karena taat pada-Mu adalah kewajiban kami, dan apapun yang Engkau lakukan benar adanya.”
Silahkan Anda perhatikan keagungan gaya bahasa dalam untaian kata dan renungkan dengan baik!
Contoh lain;
وَقِيْلَ يٰٓاَرْضُ ابْلَعِيْ مَاۤءَكِ وَيٰسَمَاۤءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاۤءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْنَ
“Dan difirmankan, ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan, ‘Binasalah orang-orang yang zalim’.” (QS. Hud: 44)
Kami akan memperlihatkan satu gaya bahasa ayat ini dalam cermin tamsil untuk mengisyaratkan satu tetes air saja di antara samudera kefasihan ayat ini. Demikian jelasnya;
Seperti halnya seorang panglima setelah meraih kemenangan berkata kepada para pasukan yang menembaki, “Hentikan tembakan!” dan berkata kepada pasukan yang menyerang, “Hentikan serangan!” Selanjutnya setelah tembakan dan serangan berhenti, si panglima berkata kepada seluruh pasukan, “Perang sudah berakhir, kita telah menguasai musuh, bendera kita sudah dipasang di puncak benteng musuh nan tinggi di markas mereka, dan orang-orang lalim nan tak tahu malu yang jatuh ke tingkatan manusia paling rendah itu sudah mendapatkan hukuman.”
Tidak ubahnya seperti perumpamaan ini, Sang Penguasa yang tiada banding dan tiada tanding memerintahkan langit dan bumi untuk membinasakan kaum Nuh a.s. Setelah langit dan bumi menyelesaikan tugas, Sang Penguasa memerintahkan keduanya, “Wahai bumi! Telanlah airmu. Wahai langit! Hentikan hujanmu, karena tugasmu sudah selesai.” Air pun surut dan bahtera perintah ilahi yang menjalankan tugas sebagai kemah itu pun berlabuh di atas gunung dan orang-orang zalim pun mendapat balasan mereka.
Perhatikan betapa tingginya gaya bahasa ini. Ayat di atas mengatakan bahwa langit dan bumi laksana dua prajurit yang patuh, mendengar segala perintah, dan melaksanakannya. Gaya bahasa ini mengisyaratkan bahwa alam raya marah terhadap perilaku durhaka manusia. Langit dan bumi marah dan berkata dengan isyarat berikut; “Zat yang langit dan bumi patuh pada perintah-Nya laksana dua prajurit, tidak didurhakai dan tidak patut didurhakai.”
Melalui kata-kata ini, isyarat tersebut mengungkapkan larangan keras. Dengan beberapa kata, ayat ini menjelaskan sebuah peristiwa besar seperti badai topan dengan segala imbas dan hakikatnya secara singkat, bersifat mukjizat, indah, dan garis besar. Silahkan Anda analogikan seluruh tetes air samudera dengan satu tetes ini.
Selanjutnya silahkan Anda perhatikan gaya bahasa yang diperlihatkan Al-Qur'an melalui kata-kata berikut;
54. Page
Sebagai contoh, silahkan Anda memperhatikan kata dalam ayat;
وَالْقَمَرَ قَدَّرْنٰهُ مَنَازِلَ حَتّٰى عَادَ كَالْعُرْجُوْنِ الْقَدِيْمِ
Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah. Sehingga (setelah dia sampai ke manzilah yang terakhir) kembalilah dia sebagai bentuk tandan yang tua.” (QS. Yasin: 39)
Bagaimana kata ini menunjukkan gaya bahasa nan lembut, yaitu bulan memiliki manzilah (gugusan bintang-bintang kartika). Ayat ini menyerupakan bulan ketika berbentuk hilal dengan tandan kurma yang sudah tua. Melalui persamaan ini, ayat di atas memaparkan di hadapan mata (baca; hayalan) siapapun yang mendengar, seakan di balik tirai biru langit ini terdapat sebuah pohon dengan tandan putih nan bercahaya tajam menembus tirai itu dan mengeluarkan ujungnya, seakan bintang kartika tandan dahan tersebut, dan seakan bintang-bintang lain buah terang pohon penciptaan nan tersembunyi.
Jika Anda punya daya rasa bahasa, pasti tahu bagaimana pemaparan di hadapan pandangan para penduduk padang pasir dimana pohon kurma merupakan faktor penghidupan paling utama bagi mereka ini merupakan gaya bahasa ungkapan nan tepat, indah, lembut, dan tinggi.
Contoh lain; kata تجري pada ayat;
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَا ۗذٰلِكَ تَقْدِيْرُ الْعَزِيْزِ الْعَلِيْمِۗ
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya,” (QS. Yasin: 38) membuka jendela gaya bahasa tingkat tinggi seperti disebutkan di bagian akhir kalimat kesembilan belas sebagai berikut;
Rotasi matahari menunjukkan keagungan Sang Pencipta melalui pengaturan-pengaturan kuasa ilahi nan tertata rapi di balik pergantian musim dingin dan musim panas, dan dalam pergantian siang dan malam. Kuasa ilahi ini mengalihkan perhatian kepada tulisan-tulisan shamdani yang ditulis pena kuasa dalam lembaran-lembaran musim. Dengan demikian, pengaturan kuasa ilahi ini memberitahukan hikmah Sang Pencipta Dzul Jalal.
Demikian halnya ayat berikut;
وَّجَعَلَ الْقَمَرَ فِيْهِنَّ نُوْرًا وَّجَعَلَ الشَّمْسَ سِرَاجًا
“Dan (Allah) menjadikan matahari sebagai pelita” (QS. Nuh: 16) Yaitu dengan menyebut pelita, kuasa ilahi membuka jendela untuk gaya bahasa yang mengingatkan bahwa alam ini merupakan istana dan segala sesuatu yang ada di dalamnya seperti berbagai macam hiasan, makanan, dan segala keperluan, sudah dipersiapkan dan dihadirkan untuk manusia dan makhluk hidup lain. Dan matahari adalah obor besar yang ditundukkan.
Ini menunjukkan keagungan dan kebaikan Sang Pencipta. Juga menjelaskan dalil tauhid bahwa matahari yang dikira orang-orang musyrik sebagai sembahan paling utama dan paling terang, tidak lain hanya pelita yang ditundukkan dan benda mati.
Dengan demikian, kata سراج mengingatkan pada rahmat Sang Khaliq dalam keagungan rububiyah-Nya, menunjukkan kebaikan-Nya di balik rahmat-Nya nan begitu luas, menunjukkan kemuliaan-Nya di balik keagungan kuasa-Nya, dan memberitahukan persatuan.
Makna ayat ini mengatakan; pelita yang ditundukkan dan berupa benda mati tidak sama sekali mungkin berhak disembah.
Selanjutnya, rotasi matahari yang diungkapkan dengan kata تجري mengingatkan aturan-aturan tertata rapi nan luar biasa mengagumkan di balik perputaran siang dan
55. Page
malam, musim dingin dan musim panas. Ini mengingatkan pada keagungan kuasa Sang Pencipta tunggal dalam rububiyah-Nya. Dengan demikian, ayat ini mengalihkan pikiran manusia dari mentari dan bulan menuju lembaran-lembaran siang dan malam, musim dingin dan musim panas. Mengalihkan pandangan pemeriksaan pada tulisan-tulisan serangkaian peristiwa nan tertera dalam lembaran-lembaran itu.
Ya, Al-Qur'an tidak membicarakan matahari karena matahari itu sendiri. Tapi Al-Qur'an membicarakan matahari karena Ia menerangi benda ini. Al-Qur'an tidak membahas esensi matahari yang dibutuhkan manusia, tapi membahas tentang tugas matahari. Dimana matahari berperan sebagai spiral keteraturan ciptaan rabbani, menjalankan tugas sebagai pusat tata aturan ciptaan rabbani, tugas kumparan keselarasan ciptaan rabbani dalam segala sesuatu yang dirajut Sang Pengukir azali dengan benang-benang siang dan malam.
Anda dapat menganalogikan seluruh kata-kata Al-Qur'an dengan ungkapan ini. Meski terlihat seperti kata sederhana dan biasa, namun kata-kata Al-Qur'an menjalankan peran sebagai kunci segala simpanan-simpanan makna nan lembut.
Karena gaya bahasa Al-Qur'an nan tinggi dan terang seperti yang tertera dalam bentuk-bentuk gaya bahasa sebelumnya, kadang ada orang badui yang terpesona oleh satu rangkaian kata dan bersungkur sujud tanpa masuk Islam.
Kala seorang badui mendengar ayat;
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).” (QS. Al-Hijr: 94) Ia pun bersungkur sujud. Saat ditanya, “Kamu masuk Islam?” “Tidak. Aku hanya sujud karena kefasihan kata-kata ini,” jawabnya.
Noktah keempat;
Kefasihan luar biasa dari sisi lafal.
Ya, di dalam lafal Al-Qur'an terdapat kefasihan yang sangat lembut, seperti halnya Al-Qur'an tiada bandingnya dari sisi makna dan gaya bahasa. Dalil pasti kefasihan Al-Qur'an adalah tidak menjemukan, dan pengakuan para ulama terdepan di bidang ilmu bayan dan ma’ani akan bukti kebenaran hikmah kefasihan Al-Qur'an.
Ya, Al-Qur'an tidak membuat jemu bahkan meski dibaca berulang hingga ribuan kali. Bahkan semakin memberikan kenikmatan. Al-Qur'an tidak memberatkan pikiran anak kecil. Bahkan ia mampu menghafalnya. Al-Qur'an tidak dimuntahkan oleh pendengaran yang paling terusik oleh kata-kata sedikit dan sederhana, tapi justru memanjakan seluruh pendengaran.
Al-Qur'an laksana minuman manis bagi mulut orang sekarat. Telinga dan otaknya merasakan kenikmatan lantunan Al-Qur'an, seperti mulutnya menikmati air Zamzam.
Rahasia kenapa Al-Qur'an tidak menimbulkan rasa jemu adalah Al-Qur'an merupakan kekuatan dan santapan kalbu. Al-Qur'an adalah kekuatan dan lantunan akal. Al-Qur'an adalah air dan cahaya bagi ruhani. Al-Qur'an adalah obat dan penawar bagi jiwa. Inilah alasan kenapa Al-Qur'an tidak menimbulkan rasa jemu. Kita setiap hari memakan roti tanpa jemu. Namun jika kita setiap hari memakan buah paling enak, pasti akan menimbulkan rasa bosan.
Mengingat Al-Qur'an adalah kebenaran, hakikat, petunjuk, dan memiliki kefasihan luar biasa, ia tidak menimbulkan rasa jemu. Al-Qur'an selalu menjaga kenikmatan dan kesegerannya, seperti halnya menjaga kemudaannya. Sampai-sampai
56. Page
salah seorang fasih dari kalangan pemimpin kaum Quraisy pergi untuk mendengarkan Al-Qur'an. Setelah mendengar kata-kata Al-Qur'an, ia mengakui kitab yang satu ini memiliki kenikmatan dan kesegaran, dan tidak menyerupai kata-kata manusia. Ia berkata, “Aku mengetahui para pujangga dan para dukun. Namun kata-kata ini sama sekali tidak menyerupai kata-kata mereka. Makanya, kami hanya bisa mengatakan kata-kata itu sihir untuk menipu para pengikut kami.”[1]
Seperti itulah siapapun terpesona di hadapan kefasihan Al-Qur'anul Hakim, bahkan musuh yang paling membangkang sekalipun.
Penjelasan terkait sebab-sebab kefasihan dalam ayat, kata dan rangkaian kata Al-Qur'an merupakan penjelasan yang panjang lebar. Untuk itu kami akan menjelaskan secara singkat saja dengan menyebutkan beberapa contoh kelembutan dan kefasihan kata-kata Al-Qur'an yang terlihat pada bentuk huruf-huruf hijaiyah dalam satu ayat dan kilauan mukjizat yang memburat dari bentuk-bentuk huruf tersebut. Ayat yang dimaksud adalah;
ثُمَّ اَنْزَلَ عَلَيْكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ الْغَمِّ اَمَنَةً نُّعَاسًا يَّغْشٰى طَۤاىِٕفَةً مِّنْكُمْ ۙ وَطَۤاىِٕفَةٌ قَدْ اَهَمَّتْهُمْ اَنْفُسُهُمْ يَظُنُّوْنَ بِاللّٰهِ غَيْرَ الْحَقِّ ظَنَّ الْجَاهِلِيَّةِ ۗ يَقُوْلُوْنَ هَلْ لَّنَا مِنَ الْاَمْرِ مِنْ شَيْءٍ ۗ قُلْ اِنَّ الْاَمْرَ كُلَّهٗ لِلّٰهِ ۗ يُخْفُوْنَ فِيْٓ اَنْفُسِهِمْ مَّا لَا يُبْدُوْنَ لَكَ ۗ يَقُوْلُوْنَ لَوْ كَانَ لَنَا مِنَ الْاَمْرِ شَيْءٌ مَّا قُتِلْنَا هٰهُنَا ۗ قُلْ لَّوْ كُنْتُمْ فِيْ بُيُوْتِكُمْ لَبَرَزَ الَّذِيْنَ كُتِبَ عَلَيْهِمُ الْقَتْلُ اِلٰى مَضَاجِعِهِمْ ۚ وَلِيَبْتَلِيَ اللّٰهُ مَا فِيْ صُدُوْرِكُمْ وَلِيُمَحِّصَ مَا فِيْ قُلُوْبِكُمْ ۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
“Kemudian setelah kamu berdukacita, Allah menurunkan kepada kamu keamanan (berupa) kantuk yang meliputi segolongan dari pada kamu, sedang segolongan lagi telah dicemaskan oleh diri mereka sendiri, mereka menyangka yang tidak benar terhadap Allah seperti sangkaan jahiliyah. Mereka berkata, ‘Apakah ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini?’ Katakanlah, ‘Sesungguhnya urusan itu seluruhnya di tangan Allah.’ Mereka menyembunyikan dalam hati mereka apa yang tidak mereka terangkan kepadamu; mereka berkata, ‘Sekiranya ada bagi kita barang sesuatu (hak campur tangan) dalam urusan ini, niscaya kita tidak akan dibunuh (dikalahkan) di sini.’ Katakanlah, ‘Sekiranya kamu berada di rumahmu, niscaya orang-orang yang telah ditakdirkan akan mati terbunuh itu keluar (juga) ke tempat mereka terbunuh.’ Dan Allah (berbuat demikian) untuk menguji apa yang ada dalam dadamu dan untuk membersihkan apa yang ada dalam hatimu. Allah Maha mengetahui isi hati.” (QS. Ali ‘Imran: 154)
Di dalam ayat ini terdapat seluruh huruf hijaiyah. Perhatikan, rangkaian huruf ini tidak merusak kelembutannya meski seluruh kelompok huruf, seperti huruf-huruf berat, menyatu di dalam ayat ini. Sebaliknya, rangkaian kata ini justru semakin memperindah, membuat simponi kefasihan nan selaras muncul dari beragam senar.
Selanjutnya, perhatikan secara seksama kilauan mukjizat ini, Anda akan mendapati ya` dan alif yang merupakan huruf hijaiyah paling ringan, salah satunya berubah menjadi yang lain, dan masing-masing dari keduanya diulang sebanyak duapuluh satu kali, seakan kedua huruf ini bersaudara.
Demikian halnya mim dan nun karena kedua huruf ini bersaudara dan masing-masing dari keduanya menempati posisi yang lain. Masing-masing dari kedua huruf ini disebut sebanyak 33 kali. Demikian halnya shad, sin, dan syin. Ketiga huruf ini bersaudara sesuai makhraj, sifat, dan suaranya. Karenanya, masing-masing dari ketiga huruf ini disebut sebanyak tiga kali. Demikian halnya ‘ain dan ghain. Meski kedua
[1] Perkataan orang fasih yang dimaksud, Walid bin Mughirah, adalah, “(Al-Qur'an) memiliki kenikmatan dan keindahan. Atasnya membuahkan dan bawahnya lebat. Ia unggul dan tidak ada yang mengunggulinya.”
57. Page
huruf ini bersaudara, namun ‘ain lebih ringan dari ghain. ‘Ain disebut sebanyak enam kali, sementara ghain disebut separuhnya; tiga kali karena huruf ini berat.
Tha`, zha`, dzal dan za` bersaudara dari sisi makhraj, sifat, dan suara. Karenanya, masing-masing di antara huruf ini disebut sebanyak dua kali. Lam dan alif menyatu dalam bentuk لا , untuk itu bagian alif dalam لا adalah separuh dari bagian lam. Untuk itu, lam disebut sebanyak 42 kali, sementara alif disebut sebanyak separuhnya; 21 kali.
Hamzah dan ha` bersaudara dari sisi makhraj. Karenanya, hamzah disebut sebanyak 13 kali, dan ha` disebut sebanyak 14 kali karena ha` lebih ringan dari hamzah.
Qaf, fa`, dan kaf bersaudara. Karenanya, qaf disebut sebanyak 13 kali karena di dalam qaf terdapat titik tambahan, sementara fa` disebut sebanyak sembilan kali dan kaf disebut sebanyak sembilan kali.
Ba` disebut sebanyak sembilan kali, ta` disebut sebanyak 12 kali karena tingkatan huruf ini ada tiga. Ra` adalah saudara lam, namun ra` menurut perhitungan alphabet adalah 200 sementara lam 30. Untuk itu, ra` lebih rendah enam tingkat karena ia enam tingkatan berada di atas lam.
Ra` dilafalkan secara berulang dan memberatkan. Untuk itu, ra` disebut sebanyak enam kali saja. Kha`, ha`, tsa`, dan dhad masing-masing disebut sebanyak satu kali karena huruf-huruf ini berat, juga karena sisi kesamaan di antaranya.
Wawu lebih ringan dari ha` dan hamzah, namun lebih berat dari ya` dan alif. Untuk itu, wawu disebut sebanyak tujuhbelas kali empat tingkatan berada di atas hamzah tsaqilah dan empat tingkatan pula di bawah alif khafifah.
Melalui bentuk nan tertata rapi dan tiada duanya, melalui keselarasan-keselarasan samar, keteraturan menawan, keserasian nan jeli dan sensitif dalam menyebut huruf-huruf ini, Al-Qur'an nampak seperti hasil dari dua dikali dua sama dengan empat. Jangkauan kemampuan pikiran manusia tidak bisa membuat rangkaian kata seperti ini. Mustahil jika faktor kebetulan ikut campur di sana.
Keteraturan dan susunan luar biasa di balik bentuk huruf-huruf ini di samping sebagai faktor kelembutan dan kefasihan kata, juga memiliki banyak sekali hikmah tersembunyi lain. Seperti halnya keteraturan dari sisi huruf dijaga sedemikian rupa, maka tidak diragukan keteraturan dan keselarasan pada kata-kata, rangkaian kata, dan maknanya juga tentu dijaga, dimana jika Anda melihat, pasti akan mengucapkan, “Masya’Allah.” Dan seandainya akal memahami, pasti mengucapkan, “Barakallah.”
Noktah kelima;
Keindahan dalam bayan Al-Qur'an.
Maksudnya keunggulan, kekokohan, dan keagungan Al-Qur'an. Seperti halnya kefasihan Al-Qur'an terdapat pada sisi lafal, makna, dan gaya bahasa, bayan Al-Qur'an juga memiliki kefasihan.
Ya, bayan Al-Qur'an berada di puncak tertinggi seluruh jenis kalam dan tingkatan khitab, seperti anjuran dan peringatan, pujian dan celaan, penegasan dan bimbingan, bantahan dan penjelasan.
Bayan[1] Al-Qur'an dalam surah Al-Insan misalnya –di antara contoh-contoh tanpa batas pada maqam anjuran dan dorongan- terdapat kelembutan nan tawar, setawar air
[1] Gaya bahasa dalam bayan ini mengenakan pakaian ma’ani dalam surah tersebut.
58. Page
telaga Kautsar. Mengalir dengan kelembutannya laksana mata air Salsabil. Nikmat rasanya laksana buah surga dan indah laksana pakaian bidadari surga.
Bayan Al-Qur'an di bagian awal surah Al-Ghasyiyah misalnya –di antara contoh-contoh tanpa batas pada maqam peringatan dan ancaman- sangat berpengaruh terhadap telinga orang-orang sesat, seperti pengaruh timah panas yang mendidih. Berpengaruh di otak mereka laksana api nan membakar. Berpengaruh terhadap mulut mereka laksana buah Zaqqum dan membakar. Berpengaruh terhadap wajah mereka laksana api neraka Jahanam nan berkobar dengan jilatan-jilatan api nan menyambar. Dan berpengaruh terhadap lambung mereka laksana buah berduri nan getir rasanya.
Ya, neraka Jahanam –petugas penyiksa- yang nampak sebagai ancaman dan Al-Qur'an mengabarkan neraka ini terbelah lantaran marah, menunjukkan sejauh mana berat dan ngerinya ancaman ini.
Bayan Al-Qur'an dalam lima surah yang dimulai dengan kata الحمد لله di antara ribuan contoh pada maqam pujian, begitu terang laksana mentari, amat menghias laksana bintang-bintang, amat besar dan mencekam laksana langit dan bumi, amat dicinta laksana para malaikat, begitu menyayangi laksana kasih sayang terhadap anak kecil di dunia, dan sangat indah laksana surga di akhirat.
Berikut contoh ayat untuk maqam celaan dan larangan di antara ribuan contoh lain;
أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ
“Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya.” (Al-Hujurat: 12) Melalui ayat ini, Al-Qur'an mencela perbuatan yang dimaksud melalui enam tingkatan. Juga melarang keras ghibah melalui enam tingkatan pula. Demikian jelasnya;
Pertama; hamzah di permulaan ayat adalah istifham inkari. Makna hamzah ini mengalir di seluruh rangkaian kata ayat ini laksana aliran air. Dengan hamzah ini, Al-Qur'an terlebih dahulu mengatakan, “Bukankah kalian punya akal yang menjadi tempat tanya-jawab, sampai-sampai memahami persoalan buruk sedemikian rupa?”
Kedua; melalui kata يحب ayat ini mengatakan, “Rusakkah hati kalian yang menjadi tempat cinta dan benci, hingga menyukai hal paling tidak sukai?!”
Ketiga; melalui kata أحدكم ayat ini mengatakan, “Apa yang terjadi dengan kehidupan sosial dan sipil kalian yang menjadi penopang kehidupan bersama, sampai-sampai menerima pekerjaan yang meracuni kehidupan kalian seperti ini?!”
Keempat; melalui kalam أن يأكل لحم أخيه ayat ini mengatakan, “Apa yang terjadi dengan kemanusiaan kalian, sampai-sampai kalian memakan sendiri teman-teman kalian laksana hewan buas?!”
Kelima; melalui kata أخيه ayat ini mengatakan, “Bukankah kalian punya belas kasih dan hubungan kekeluargaan di antara sesama kalian, sampai-sampai kalian memakan sosok maknawi orang yang teraniaya tanpa kenal keadilan, padahal dia saudara kalian sendiri dari banyak sisi?! Bukankah kalian punya akal, sampai-sampai kalian menggigit bagian-bagian tubuh kalian dengan gigi-gigi kalian sendiri seperti orang gila?!”
Keenam; melalui kata ميتا ayat ini mengatakan, “Mana nurani kalian? Apakah fitrah kalian rusak sampai-sampai kalian melakukan tindakan paling dibenci terhadap saudara kalian sendiri; memakan dagingnya, padahal ia patut dihormati?!”
59. Page
Dengan demikian, celaan dan ghibah tercela menurut akal, hati, kemanusiaan, nurani, fitrah, fanatisme, dan golongan.
Selanjutnya, silahkan Anda perhatikan bagaimana ayat ini melarang dosa tersebut secara ringkas. Maksudnya mencela dalam enam tingkatan i’jaz nan nyata.
Di antara ribuan contoh maqam penegasan adalah ayat berikut;
فَانْظُرْ اِلٰٓى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰىۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. dan dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ar-Rum: 50)
Ayat ini menegaskan dan melenyapkan kemustahilan perhimpunan setelah kematian dengan penjelasan yang tidak mungkin tertandingi oleh penegasan lain. Jelasnya;
Seperti disebutkan dan dijelaskan dalam hakikat kesembilan dari kalimat kesepuluh, dan kilauan kelima dari kalimat keduapuluh dua, bahwa Al-Qur'an memperlihatkan di hadapan pandangan manusia 300 ribu jenis perhimpunan setelah kematian di bumi ini di setiap musim semi dengan penuh keteraturan dan bisa dibedakan satu sama lain, meski semuanya bercampur dan membaur. Al-Qur'an mengatakan, “Zat yang melakukan tindakan-tindakan seperti ini, tentu tidak sulit bagi-Nya untuk mendatangkan perhimpunan dan hari kiamat.”
Selanjutnya, penulisan ratusan ribu jenis makhluk hidup secara bersamaan secara sempurna tanpa kesalahan ataupun kekurangan dengan tulisan yang saling membaur dengan pena kuasa di atas lembaran bumi dengan stempel Maha Esa, Maha Tunggal.
Seperti halnya Al-Qur'an menegaskan kesatuan melalui ayat seterang mentari ini, Al-Qur'an juga menjelaskan perhimpunan dan hari kiamat dengan jelas, mudah, dan pasti sejelas dan sepasti terbit dan terbenamnya mentari.
Seperti halnya Al-Qur'an menjelaskan hakikat ini dari sisi kualitas melalui kata كيف , Al-Qur'an juga menyebutkan hakikat yang sama secara rinci melalui banyak sekali surah.
Contoh; Al-Qur'an menegaskan perhimpunan dalam surah Qaf melalui penjelasan nan terang, indah, lembut, dan tinggi yang memberikan kepastian pada manusia, sepasti kedatangan musim semi.
Perhatikan, Al-Qur'an membantah orang-orang kafir yang mengingkari bahwa tulang belulang yang sudah hancur luluh akan dihidupkan kembali, seraya menyatakan hal itu aneh dan mustahil;
اَفَلَمْ يَنْظُرُوْٓا اِلَى السَّمَاۤءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنٰهَا وَزَيَّنّٰهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوْجٍ, وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ وَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍۢ بَهِيْجٍۙ,تَبْصِرَةً وَّذِكْرٰى لِكُلِّ عَبْدٍ مُّنِيْبٍ, وَنَزَّلْنَا مِنَ السَّمَاۤءِ مَاۤءً مُّبٰرَكًا فَاَنْۢبَتْنَا بِهٖ جَنّٰتٍ وَّحَبَّ الْحَصِيْدِۙ,وَالنَّخْلَ بٰسِقٰتٍ لَّهَا طَلْعٌ نَّضِيْدٌۙ,رِّزْقًا لِّلْعِبَادِۙ وَاَحْيَيْنَا بِهٖ بَلْدَةً مَّيْتًاۗ كَذٰلِكَ الْخُرُوْجُ
“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun? Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepada Allah). Dan dari langit Kami turunkan air yang
60. Page
memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur).” (QS. Qaf: 6-11)
Penjelasan Al-Qur'an ini mengalir laksana air, berkelip bak bintang-bintang, memberikan kenikmatan dan daya rasa bagi hati laksana kurma, dan di saat yang sama juga menjadi rizki.
Di antara contoh paling lembut terkait penegasan adalah firman Allah Swt. berikut;
يٰس ۚ, وَالْقُرْاٰنِ الْحَكِيْمِۙ,اِنَّكَ لَمِنَ الْمُرْسَلِيْنَۙ
“Ya sin. Demi Al-Qur'an yang penuh hikmah. Sesungguhnya kamu salah seorang dari rasul-rasul.” (QS. Yasin: 1-3)
Yaitu, Aku bersumpah dengan Al-Qur'an yang penuh hikmah bahwa engkau adalah seorang rasul. Sumpah ini mengisyaratkan bahwa hujah risalah adalah hal meyakinkan dan kebenaran yang mencapai tingkatan pengagungan hingga disebut sebagai sumpah. Melalui isyarat ini, Allah mengatakan bahwa engkau (Muhammad) seorang rasul, karena kau memiliki Al-Qur'an. Al-Qur'an itu benar dan kalam Al-Haq Ta’ala, karena di dalamnya terdapat hikmah hakiki dan stempel mukjizat tertera padanya.
Di antara contoh ijaz dan i’jaz penegasan adalah ayat berikut;
وَضَرَبَ لَنَا مَثَلًا وَّنَسِيَ خَلْقَهٗۗ قَالَ مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ, قُلْ يُحْيِيْهَا الَّذِيْٓ اَنْشَاَهَآ اَوَّلَ مَرَّةٍ ۗوَهُوَ بِكُلِّ خَلْقٍ عَلِيْمٌ
“Dan ia membuat perumpamaan bagi Kami; dan dia lupa kepada kejadiannya; ia berkata, ‘Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?’ Katakanlah, ‘Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya kali yang pertama. Dan Dia Maha mengetahui tentang segala makhluk’.” (QS. Yasin: 78-79)
Seperti digambarkan dalam tamsil ketiga dalam hakikat kesembilan dari kalimat kesepuluh, bahwa seseorang membentuk sekelompok pasukan besar dalam sehari di hadapan banyak pasang mata. Apabila ada yang berkata, “Orang seperti ini mampu mengumpulkan satu batalion pasukan yang para personilnya berpencar untuk istirahat dengan sekali tiupan terompet, lalu seluruh personil tunduk pada aturannya.”
Jika Anda, wahai manusia, mengatakan, “Saya tidak mempercayai hal itu.” Anda sendiri tahu pengingkaran seperti ini gila.
Sama persis seperti permisalan ini, Sang Maha Kuasa lagi Maha Mengetahui yang mencatat dan memasukkan atom-atom tubuh yang mirip seperti batalion pasukan dan segala kelembutannya atas perintah kun fayakun dari ketiadaan sebagai pembaruan untuk seluruh makhluk hidup yang mirip pasukan, yang menciptakan ratusan ribu berbagai jenis makhluk hidup lengkap dengan tugas masing-masing mirip seperti pasukan di setiap generasi, bahkan di setiap musim semi. Lantas apakah dikatakan mustahil jika Sang Maha Kuasa lagi Maha mengetahui menyatukan seluruh atom utama dan bagian-bagian inti yang saling mengenali satu sama lain di bawah aturan jasad yang mirip seperti batalion pasukan dengan satu kali tiupan sangkakala Israfil? Jika dinyatakan mustahil, ini namanya gila dalam kebodohan.
Berikut salah satu contoh di antara ribuan contoh penjelasan Al-Qur'an terkait maqam petunjuk bagi pengaruh, kelembutan dan kasih sayang yang memenuhi ruhani dengan kerinduan, memenuhi hati dengan daya rasa, memenuhi akal dengan cinta, memenuhi mata dengan air mata;
61. Page
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. Padahal diantara batu-batu itu sungguh ada yang mengalir sungai-sungai dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang terbelah lalu keluarlah mata air dari padanya dan diantaranya sungguh ada yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah sekali-sekali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 74) Ayat ini berbicara kepada Bani Israil –seperti disebutkan dalam bahasa ayat ketiga pada maqam pertama dari kalimat keduapuluh. Apa gerangan yang terjadi dengan kalian hingga tiada memperdulikan seluruh mukjizat Musa a.s. Kenapa mata kalian mengering dan tidak menangis, hati kalian keras membatu tanpa adanya kehangatan, padahal batu keras menitikkan air mata melalui duabelas mata air laksana sumber air kala dipukul Musa dengan tongkatnya sebagai salah satu mukjizatnya?
Makna petunjuk ini sudah dijelaskan dalam kalimat keduapuluh. Untuk itu, kami alihkan penjelasannya ke sana dan kami cukupkan sampai di sini.
Perhatikan dua contoh berikut di antara ribuan contoh maqam bantahan dan penundukan;
Contoh pertama;
وَاِنْ كُنْتُمْ فِيْ رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلٰى عَبْدِنَا فَأْتُوْا بِسُوْرَةٍ مِّنْ مِّثْلِهٖ ۖ وَادْعُوْا شُهَدَاۤءَكُمْ مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ
“Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba kami (Muhammad), buatlah satu surat (saja) yang semisal Al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” (QS. Al-Baqarah: 23)
Al-Qur'an al-mu’jizul bayan mengatakan; wahai manusia dan jin! Jika kalian berada dalam keraguan tentang Al-Qur'an adalah kalam Allah, dan jika kalian mengiranya kata-kata manusia, silahkan kalian pergi ke manapun lalu buatlah kitab seperti Al-Qur'an yang disampaikan seorang buta huruf yang tidak bisa baca-tulis dan tidak pernah belajar baca-tulis seperti Muhammad yang kalian sebut Al-Amin.
Jika kalian tidak mampu melakukan ini, berarti Muhammad bukan buta huruf, ia termasuk ahli sastra dan ilmuan ternama. Jika kalian tetap tidak mampu, berarti Muhammad bukan seorang diri. Untuk itu, kumpulkan seluruh ahli bahasa dan orator kalian, bahkan kumpulkan pula seluruh jejak-jejak peninggalan seluruh ahli bahasa terdahulu, dengan bantuan seluruh ahli bahasa yang datang kemudian, dan idealisme sembahan-sembahan kalian. Berusahalah dengan segala kekuatan yang kalian miliki untuk membuat seperti Al-Qur'an.
Jika kalian masih tidak mampu juga, maka buatlah sebuah kitab dengan kefasihan seperti rangkaian kata Al-Qur'an saja, tanpa memandang hakikat-hakikat Al-Qur'an yang tidak mungkin dapat ditiru, juga tanpa memandang mukjizat-mukjizat maknawi Al-Qur'an nan begitu banyak. Al-Qur'an berbicara kepada mereka seraya menundukkan;
فَأْتُوْا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهٖ
“Maka datangkanlah sepuluh surat-surat yang dibuat-buat yang menyamainya.” (QS. Hud: 13) Aku tidak menginginkan makna yang benar dari kalian. Buat saja kebohongan dan cerita-cerita buatan palsu.
62. Page
Jika kalian tidak mampu juga melakukan ini, maka buatlah sepuluh surah saja seperti Al-Qur'an, bukan seluruh Al-Qur'an. Jika kalian tidak mampu juga, buatlah satu surah saja. Satu surah saja juga banyak. Buatlah saja satu surah pendek seperti Al-Qur'an.
Karena kalian tidak mampu dan tidak akan pernah mampu padahal kalian sangat memerlukan itu, mengingat kemuliaan, harga diri, kejayaan, agama, fanatisme, keagungan, dunia dan akhirat kalian tidak akan selamat tanpa membuat seperti Al-Qur'an. Untuk itu, ruh dan harta benda kalian akan lenyap di dunia dalam kebinasaan tanpa kemuliaan, agama, dan kehormatan. Di akhirat, kalian akan divonis menempati penjara abadi dalam neraka Jahanam. Kalian akan menjadi bahan bakar neraka bersama berhala-berhala kalian berdasarkan isyarat;
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِيْ وَقُوْدُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ ۖ اُعِدَّتْ لِلْكٰفِرِيْنَ
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 24)
Karena kalian memahami kelemahan kalian hingga delapan tingkat, tidak diragukan lagi kalian wajib mengetahui sebanyak delapan tingkat bahwa Al-Qur'an mukjizat. Kalian harus percaya. Atau kalian akan masuk neraka Jahim.
Perhatikan tanggapan Al-Qur'an al-mu’jizul bayan pada maqam bantahan ini, dan katakan, “Tidak ada penjelasan lagi setelah penjelasan Al-Qur'an.”
Ya, tidak ada penjelasan lagi setelah penjelasan Al-Qur'an, dan tidak lagi diperlukan.
Contoh kedua;
فَذَكِّرْ فَمَا أَنْتَ بِنِعْمَتِ رَبِّكَ بِكَاهِنٍ وَّلَا مَجْنُوْنٍ ۗ أَمْ يَقُوْلُوْنَ شَاعِرٌ نَّتَرَبَّصُ بِهٖ رَيْبَ الْمَنُوْنِ, قُلْ تَرَبَّصُوْا فَإِنِّيْ مَعَكُمْ مِّنَ الْمُتَرَبِّصِيْنَ ۗ, أَمْ تَأْمُرُهُمْ أَحْلَامُهُمْ بِهٰذَا ۚ أَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَ, أَمْ يَقُوْلُوْنَ تَقَوَّلَهٗ ۚ بَلْ لَّا يُؤْمِنُوْنَ , فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِّثْلِهٖ إِنْ كَانُوْا صٰدِقِيْنَ, أَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ أَمْ هُمُ الْخَالِقُوْنَ, أَمْ خَلَقُوا السَّمٰوٰتِ وَالْأَرْضَ ۚ بَلْ لَّا يُوْقِنُوْنَ, أَمْ عِنْدَهُمْ خَزَائِنُ رَبِّكَ أَمْ هُمُ الْمُصَيْطِرُوْنَ, أَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَّسْتَمِعُوْنَ فِيْهِ ۚ فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍ, أَمْ لَهُ الْبَنٰتُ وَلَكُمُ الْبَنُوْنَ, أَمْ تَسْأَلُهُمْ أَجْرًا فَهُمْ مِّنْ مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُوْنَ, أَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُوْنَ, أَمْ يُرِيْدُوْنَ كَيْدًا ۗ فَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا هُمُ الْمَكِيْدُوْنَ, أَمْ لَهُمْ إِلٰهٌ غَيْرُ اللّٰهِ ۗ سُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Maka peringatkanlah, karena dengan nikmat Tuhanmu engkau (Muhammad) bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula orang gila. Bahkan mereka berkata, ‘Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya.’ Katakanlah (Muhammad), ‘Tunggulah! Sesungguhnya aku pun termasuk orang yang sedang menunggu bersama kamu.’ Apakah mereka diperintah oleh pikiran-pikiran mereka untuk mengucapkan (tuduhan-tuduhan) ini ataukah mereka kaum yang melampaui batas? Ataukah mereka berkata, ‘Dia (Muhammad) mereka-rekanya.’ Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur'an) jika mereka orang-orang yang benar. Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)? Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan). Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu ataukah mereka yang berkuasa? Atau apakah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka itu datang membawa keterangan yang nyata. Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan sedangkan untuk kamu anak-anak laki-laki? Ataukah engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang? Ataukah di sisi mereka mempunyai (pengetahuan) tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya? Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Tetapi orang-orang yang kafir itu, justru merekalah yang terkena tipu daya. Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan’.” (QS. Ath-Thur: 29-43)
63. Page
Berikut akan kami jelaskan satu hakikat saja di antara ribuan hakikat rangkaian ayat ini sebagai contoh untuk menjelaskan bantahan Al-Qur'an nan menundukkan;
Ayat-ayat ini membantah seluruh golongan orang-orang sesat dan menutup segala sumber syubhat dengan limabelas lapis pertanyaan dengan nada pengingkaran dan keanehan dengan kata أم . Menutup seluruh celah bagi orang-orang sesat agar tidak masuk dan bersembunyi di sana. Merobek seluruh tirai kesesatan agar tidak disusupi orang-orang sesat lalu bersembunyi di baliknya. Melenyapkan seluruh kebohongan-kebohongan mereka.
Setiap alenia ayat ini meruntuhkan inti pemikiran kekafiran yang diusung salah satu kelompok dengan kata-kata singkat. Atau mengalihkan bantahannya kepada sesuatu yang bersifat pasti dengan diam tidak memberikan tambahan, karena kebatilan tersebut sangat jelas. Atau memberikan isyarat secara garis besar karena kebatilan ini sudah dibantah secara rinci melalui ayat-ayat lain.
Sebagai contoh; poin pertama mengisyaratkan ayat;
وَمَا عَلَّمۡنٰهُ الشِّعۡرَ وَمَا يَنۡۢبَغِىۡ لَهٗؕ
“Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya.” (QS. Yasin: 69)
Poin kelimabelas mengisyaratkan ayat;
لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa.” (QS. Al-Anbiya`: 22) Silahkan Anda analogikan seluruh poin lain dengan poin ini. Jelasnya;
Di bagian awal, ayat mengatakan; sampaikan hukum-hukum ilahi, karena kau bukanlah seorang dukun. Kata-kata dukun kacau dan bersifat dugaan, sementara kata-katamu benar dan bersifat meyakinkan. Kau sama sekali bukan orang gila. Bahkan musuh-musuhmu pun mengakui kesempurnaan akalmu.
اَمْ يَقُوْلُوْنَ شَاعِرٌ نَّتَرَبَّصُ بِهٖ رَيْبَ الْمَنُوْنِ
“Bahkan mereka berkata, ‘Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya’.”
Aneh sekali! Apakah mereka berkata seperti halnya orang-orang kafir awam yang tiada memiliki kekuatan untuk memeriksa benar atau tidaknya sesuatu, “Kamu penyair,” seraya menantikan kebinasaanmu?! Katakan kepada mereka, “Silahkan kalian menanti, karena aku pun menanti.” Karena hakikat-hakikatmu nan agung dan nyata itu jauh dari ilusi syair dan tidak memerlukan hiasan apapun.
اَمْ تَأْمُرُهُمْ اَحْلَامُهُمْ بِهٰذَآ اَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَۚ
“Apakah mereka diperintah oleh pikiran-pikiran mereka untuk mengucapkan (tuduhan-tuduhan) ini ataukah mereka kaum yang melampaui batas?”
Apakah mereka berkata seperti para filosof bodoh yang memperlakukan akal mereka secara semena-mena, “Akal kami sudah cukup bagi kami,” sehingga mereka merasa sombong untuk mengikutimu? Padahal sebenarnya akal memerintahkan untuk mengikutimu karena apa yang kau katakan masuk akal. Namun akal semata tidaklah mampu menemukan kebenaran.
اَمْ هُمْ قَوْمٌ طَاغُوْنَۚ
“Ataukah mereka kaum yang melampaui batas?” Ataukah mereka mengingkari karena tidak mau tunduk pada kebenaran laksana orang-orang zalim nan melampaui batas? Padahal seperti apa kesudahan buruk para penguasa lalim seperti Fir’aun dan Namrud sudah sama-sama diketahui.
64. Page
َمْ يَقُوْلُوْنَ تَقَوَّلَهٗۚ بَلْ لَّا يُؤْمِنُوْنَۚ , فَلْيَأْتُوْا بِحَدِيْثٍ مِّثْلِهٖٓ اِنْ كَانُوْا صٰدِقِيْنَۗ
“Ataukah mereka berkata, ‘Dia (Muhammad) mereka-rekanya.’ Tidak! Merekalah yang tidak beriman. Maka cobalah mereka membuat yang semisal dengannya (Al-Qur'an) jika mereka orang-orang yang benar’.”
Ataukah mereka menuding seperti halnya orang-orang munafik pendusta yang tiada punya nurani bahwa Al-Qur'an kata-katamu, padahal sebenarnya mereka memanggilmu Muhammad Al-Amin, dan mereka tidak mengetahui seorang pun di antara mereka yang lebih benar tutur katanya melebihimu. Dengan demikian, mereka tidak berhasrat untuk beriman. Untuk itu, silahkan mereka mencari kitab seperti Al-Qur'an di antara jejak-jejak peninggalan umat manusia.
اَمْ خُلِقُوْا مِنْ غَيْرِ شَيْءٍ
“Atau apakah mereka tercipta tanpa asal-usul.” Ataukah mereka mengira seperti halnya para filosof tiada guna yang meyakini seluruh wujud sia-sia belaka tanpa tujuan bahwa mereka bebas begitu saja tanpa hikmah, tujuan, tugas dan tanpa adanya Pencipta yang menciptakan mereka?
Apakah gerangan pandangan mereka buta?! Tidakkah mereka melihat bahwa seluruh alam raya ini dihias dengan serangkaian hikmah dan tujuan, dan bahwa seluruh wujud dimulai dari atom-atom paling kecil hingga mentari ditugaskan untuk menjalankan peran dan ditunjukkan untuk perintah-perintah ilahi.
اَمْ هُمُ الْخٰلِقُوْنَۗ
“Ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka sendiri)?” Apakah mereka berhayal –seperti halnya kaum materialis nan sombong dan tinggi hati- bahwa mereka memberi makan diri mereka sendiri dan menciptakan segala sesuatu yang mereka perlukan, sehingga mereka merasa tinggi hati untuk beriman dan beribadah. Dengan demikian, mereka semua mengira dirinya pencipta, padahal pencipta sesuatu harus menciptakan segala sesuatu. Kesombongan dan sikap tinggi hati mereka membuat mereka benar-benar dungu. Sampai-sampai orang lemah secara mutlak dan tiada berdaya menghadap seekor lalat dan bakteri, mengira dirinya berkuasa secara mutlak.
Mengingat mereka runtuh dari tingkatan akal dan kemanusiaan hingga pada batas ini, mereka lebih sesat dari hewan, dan bahkan lebih rendah dari benda-benda mati. Untuk itu, pengingkaran mereka tidak perlu membuatmu sedih. Anggap saja mereka hewan berbahaya dan benda-benda kotor. Jangan kau pandang dan memperhatikan mereka.
اَمْ خَلَقُوا السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ بَلْ لَّا يُوْقِنُوْنَۗ
“Ataukah mereka telah menciptakan langit dan bumi? Sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan).”
Ataukah mereka mengingkari keberadaan Allah seperti kaum mu’aththilah dungu yang mengingkari keberadaan Khaliq, sehingga tidak mendengarkan Al-Qur'an? Kalau begitu, silahkan saja mereka mengingkari keberadaan langit dan bumi. Atau silahkan saja mereka berkata, “Kamilah yang menciptakan langit dan bumi.” Silahkan saja mereka terlepas dari neraca-neraca akal secara keseluruhan dan memasuki kata-kata ngelantur orang gila, karena bukti-bukti kebenaran tauhid di langit terlihat dan terbaca sebanyak bilangan bintang-bintang, dan bukti-bukti kebenaran tauhid di bumi terlihat dan terbaca sebanyak bilangan bunga-bunga.
Dengan demikian jelas, mereka tidak punya niat untuk menerima kebenaran dan keyakinan, padahal mereka tahu bahwa satu huruf saja tidak akan ada tanpa adanya
65. Page
penulis huruf tersebut. Lantas bagaimana mereka mengira kitab alam raya ini dimana setiap hurufnya ditulis sebagai sebuah kitab sempurna, ada tanpa adanya penulis?!
اَمْ عِنْدَهُمْ خَزَاۤىِٕنُ رَبِّكَ
“Ataukah di sisi mereka ada perbendaharaan Tuhanmu,” ataukah mereka mengingkari asas nubuwah seperti halnya sebagian kalangan filosof sesat yang menepis adanya kehendak Al-Haq Ta’ala. Juga seperti Brahmana dan tidak mau beriman kepadamu?
Kalau begitu, silahkan saja mereka mengingkari apapun wujud yang terlihat dan menunjukkan adanya kehendak, seperti jejak-jejak hikmah, tujuan, keteraturan, buah, jejak-jejak rahmat dan pertolongan, serta mukjizat-mukjizat para nabi. Silahkan mereka membuktikan diri bahwa mereka bukan lawan bicara ayat ini. Untuk itu, pengingkaran mereka tidak perlu membuatmu sedih, dan katakan saja, “Allah memang memiliki banyak sekali hewan-hewan dungu.”
اَمْ هُمُ الْمُصَۣيْطِرُوْنَۗ
“Ataukah mereka yang berkuasa?” Ataukah mereka mengira pengawas dan pemeriksa Allah, serta bermaksud menjadikan Allah sebagai pihak yang dimintai tanggungjawab laksana kelompok Mu’tazilah yang menjadikan akal sebagai hakim dan penguasa?
Jangan pernah kau merasa lemah, karena mengingkari orang-orang terpedaya seperti mereka ini tidak penting. Tidak perlu kau perhatikan orang-orang seperti itu.
اَمْ لَهُمْ سُلَّمٌ يَّسْتَمِعُوْنَ فِيْهِۚ فَلْيَأْتِ مُسْتَمِعُهُمْ بِسُلْطٰنٍ مُّبِيْنٍۗ
“Atau apakah mereka mempunyai tangga (ke langit) untuk mendengarkan (hal-hal yang gaib)? Maka hendaklah orang yang mendengarkan di antara mereka itu datang membawa keterangan yang nyata.”
Ataukah mereka mengira ada jalan lain menuju alam gaib, seperti dukun-dukun pengikut jin dan setan, atau seperti orang-orang yang menghadirkan arwah? Dengan demikian, mereka berhayal bahwa mereka punya tangga untuk naik ke langit yang pintu-pintunya terkunci rapat untuk para setan, sehingga mereka mendustakan berita-berita langit yang engkau sampaikan. Karena itu, mengingkari para pendusta dan dukun sama sekali tidak ada gunanya.
اَمْ لَهُ الْبَنٰتُ وَلَكُمُ الْبَنُوْنَۗ
“Ataukah (pantas) untuk Dia anak-anak perempuan sedangkan untuk kamu anak-anak laki-laki?” Ataukah mereka menisbatkan anak kepada Zat Yang Maha Esa dan tempat bergantung seluruh makhluk, yang menafikan keberadaan, kesatuan, shamdaniyah, dan kekayaan mutlak Allah. Juga menisbatkan jenis wanita kepada para malaikat yang menafikan ubudiyah, ke-ma’shum-an, dan jenis mereka seperti halnya para filosof musyrik yang meyakini adanya sekutu-sekutu Allah yang disebut “sepuluh akal” dan “para pemilik keragaman.” Juga seperti kelompok shaibah yang menyebut bintang dan malaikat memiliki semacam ketuhanan. Seperti kaum atheis sesat yang menisbatkan anak kepada Al-Haq Ta’ala? Ataukah mereka mengira bahwa mereka makhluk-makhluk tersebut akan menjadi penolong mereka sehingga mereka tidak mau mengikutimu?!
Oleh karenanya, menisbatkan berketurunan yang merupakan media untuk memperbanyak jenis, kerjasama, ikatan kehidupan, dan keberlangsungan makhluk seperti manusia yang berada dalam lingkup kemungkinan, fana, memerlukan
66. Page
keberlangsungan hidup bagi jenisnya, berada dalam lingkup jasmani, terbagi, bisa berkembang menjadi banyak, tiada berdaya, cinta pada dunia hingga sampai pada tingkat menyembahnya, merindukan pewaris. Juga menyandarkan anak kepada Sang Pencipta yang wajib ada dan selalu ada, yang keberadaan-Nya tetap abadi, Maha Suci dan Maha Tinggi dari materi, Maha Suci dan terbebas dari pembagian dan perkembangbiakan, suci kuasa-Nya dari kelemahan, yang tiada sesuatu pun setara dengan-Nya, terlebih menisbatkan anak-anak perempuan yang tidak disukai orang-orang lemah dan malang, yang mereka nilai tidak pantas bagi kemuliaan dan sikap terpedaya mereka, ini namanya memutar balik kata, gila, dan ngelantur.
Tidak ada artinya mendustakan ataupun mengingkari orang-orang hina seperti mereka yang mengusung pikiran seperti ini. Untuk itu, tidak perlu kau hiraukan mereka, karena pemutarbalikan kata setiap orang hina dan kata-kata ngelantur orang gila tidak perlu didengar.
اَمْ تَسْـَٔلُهُمْ اَجْرًا فَهُمْ مِّنْ مَّغْرَمٍ مُّثْقَلُوْنَۗ
“Ataukah engkau (Muhammad) meminta imbalan kepada mereka sehingga mereka dibebani dengan hutang?”
Ataukah mereka merasa beban hidupnya terlalu berat seperti halnya para penyembah dunia nan semena-mena yang terbiasa bersikap tamak dan hina, sehingga mereka lari menjauh darimu? Tidakkah mereka tahu bahwa kau tidak menginginkan upah dari mereka, dan upahmu hanya berasal dari Allah Ta’ala semata?
Beratkah bagi mereka untuk memberikan sepersepuluh atau satu dari empatpuluh harta yang Al-Haq Ta’ala berikan kepada mereka untuk orang-orang fakir agar harta mereka berkah, terhindar dari sifat iri dengki dan doa keburukan orang-orang fakir. Beratkah ini hingga mereka menganggap zakat sebagai beban berat dan enggan masuk Islam?
Karenanya, pendustaan mereka tiada nilai. Terlebih, mereka layak mendapat tamparan, bukannya jawaban.
اَمْ عِنْدَهُمُ الْغَيْبُ فَهُمْ يَكْتُبُوْنَۗ
“Ataukah di sisi mereka mempunyai (pengetahuan) tentang yang gaib lalu mereka menuliskannya?”
Ataukah mereka tidak menyukai pemberitaan-pemberitaan gaib yang kau sampaikan, seperti halnya orang-orang Budha yang mengaku mengetahui ilmu gaib, dan kalangan rasionalis yang membayangkan segala dugaan terkait persoalan-persoalan gaib sebagai sesuatu yang yakin? Apakah mereka punya kitab gaib hingga menolak kitab gaibmu?
Mereka berhayal bahwa alam gaib –yang tidak dibuka untuk selain para nabi yang diberi wahyu, dan yang tidak mungkin dimasuki siapapun- terbuka bagi mereka, dan mereka mengambil berbagai pengetahuan dari sana lalu mereka tulis?!
Karenanya, jangan sampai pendustaan orang-orang terpedaya dan sombong seperti mereka yang melampaui ambang batas itu melemahkanmu, karena kebenaran-kebenaran yang engkau sampaikan akan menghancurkan segala impian dan hayalan mereka dalam waktu singkat.
اَمْ يُرِيْدُوْنَ كَيْدًاۗ فَالَّذِيْنَ كَفَرُوْا هُمُ الْمَكِيْدُوْنَۗ
“Ataukah mereka hendak melakukan tipu daya? Tetapi orang-orang yang kafir itu, justru merekalah yang terkena tipu daya.”
67. Page
Ataukah mereka hendak menipu manusia lalu mereka halangi dari hidayah yang mereka raih, dan mengakali mereka hingga mereka menolak hidayah itu laksana orang-orang munafik pendusta dan orang-orang zindiq penyusup yang fitrah dan nurani mereka rusak, karena mereka sesekali menyebutmu dukun, orang gila, dan sesekali tukang sihir. Mereka ingin meyakinkan orang pada tuduhan-tuduhan seperti ini, padahal mereka sendiri tidak yakin.
Karenanya, para pendusta seperti mereka ini tidak perlu kau anggap sebagai manusia lurus. Jangan lemah untuk terus berdakwah. Jangan sampai kau membinasakan diri sendiri karena sedih terhadap segala kebohongan dan pengingkaran mereka. Sebaliknya, teruslah berupaya dan lebih bersungguh-sungguh, karena sejatinya mereka hanya mengakali dan membahayakan diri sendiri. Pertolongan yang mereka dapatkan dalam menjalankan keburukan hanya sementara. Pertolongan seperti ini merupakan bentuk uluran waktu dan rencana ilahi.
اَمْ لَهُمْ اِلٰهٌ غَيْرُ اللّٰهِ ۗسُبْحٰنَ اللّٰهِ عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Ataukah mereka mempunyai tuhan selain Allah? Mahasuci Allah dari apa yang mereka persekutukan.”
Ataukah mereka menentang mereka dan merasa tidak memerlukanmu karena bersandar pada tuhan-tuhan lain, seperti kaum Majusi yang membayangkan ada dua tuhan; tuhan kebaikan dan tuhan keburukan. Juga seperti para penyembah sebab-sebab dan para penyembah semacam ketuhanan kepada berhala yang memberikan sebab-sebab, dan mereka bayangkan berhala-berhala tersebut sebagai titik sandaran.
Dengan demikian, berdasarkan hukum;
لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu telah rusak binasa,” (QS. Al-Anbiya`: 22) mereka buta untuk melihat tatanan rapi dan keselarasan terindah yang nampak di alam raya ini dengan begitu jelas sejelas siang hari. Padahal misalkan ada dua kepala desa di sebuah perkampungan, dua wali kota di suatu kota, dua raja dalam sebuah kerajaan, niscaya rusaklah tatanan dan kacaulah keselarasan. Sementara keteraturan ini dijaga dengan sangat detail sekali, dimulai dari sayap lalat hingga lentera-lentera langit. Tidak ada satu pun tempat untuk kesyirikan meski seukuran sayap lalat pun.
Karena perilaku mereka berseberangan dengan akal dan hikmah, di samping menyalahi perasaan dan sesuatu yang bersifat spontan, jangan sampai pendustaan mereka mengalihkan zikirmu.
Demikian penjelasan satu esensi seputar jawaban dan tanggapan di antara ratusan esensi ayat-ayat yang merupakan rantai hakikat. Andai saja saya dapat menjelaskan beberapa esensi lagi, Anda pasti berkata, “Masing-masing dari ayat-ayat ini adalah mukjizat secara tersendiri.”
Terkait bayan Al-Qur'an dalam memberikan pemahaman dan pengajaran, bayan seperti ini sangat indah, menawan, dan lembut, dimana orang buta huruf paling lugu sekalipun dengan mudah dapat memahami hakikat bayan Al-Qur'an yang paling dalam.
Ya, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan sering kali menyebut hakikat-hakikat rumit dengan kata-kata sederhana dan jelas yang memanjakan pandangan masyarakat umum, tidak melukai perasaan mereka, tidak melemahkan ataupun melelahkan pikiran mereka.
Seperti halnya ketika berbicara dengan anak kecil, tentu yang digunakan adalah bahasa anak-anak, seperti itu juga dengan gaya bahasa Al-Qur'an yang disebut
68. Page
tanazzulat ilahiyah untuk akal manusia, yang mengalah hingga ke tingkatan lawan bicara dalam gaya bahasa, berbicara sesuai tingkat kemampuan manusia dan membuat orang awam paling buta huruf sekalipun dapat memahami hakikat-hakikat ilahi nan rumit dan rahasia-rahasia rabbani yang tidak mampu dicapai sebagian besar filosof dengan pikiran mereka dengan sejumlah perumpamaan dan tamsil. Sebagai contoh;
اَلرَّحْمٰنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوٰى
“(Yaitu) Tuhan yang Maha Pemurah. yang bersemayam di atas 'Arsy.” (QS. Thaha: 5) Rububiyah ilahiyah menjelaskan padanan kekuasaan melalui tamsil, menjelaskan tingkatan rububiyah dalam mengatur alam yang diumpamakan seperti seorang sultan yang duduk di atas singgasana kekuasaan dan mengatur segala urusan pemerintahan.
Ya, Al-Qur'an adalah kalam Pencipta alam raya ini, muncul dari tingkatan rububiyah paling agung, berada di atas seluruh tingkatan, membimbing balighin menuju tingkatan-tingkatan tersebut, menembus 70 ribu hijab, mengarah ke hijab-hijab itu dan cahayanya, menebarkan luapan dan menyebarkan cahayanya kepada ribuan tingkatan lawan bicara dengan tingkat pemahaman dan kecerdasan berbeda, yang hidup dalam masa dan kurun waktu dengan tingkat kemampuan dan kesiapan yang berbeda, dan menyebarkan maknanya yang begitu banyak.
Meski demikian, Al-Qur'an tidak kehilangan kemudaannya meski hanya seukuran satu atom pun. Bahkan, Al-Qur'an tetap segar dan lembut. Al-Qur'an menyampaikan pelajaran yang bisa dipahami dengan sangat mudah kepada setiap orang awam.
Di samping itu, Al-Qur'an dengan kata-kata yang sama dalam pelajaran yang sama juga mengajari banyak sekali lapisan masyarakat dengan tingkat kemampuan dan pemahaman berbeda hingga mereka semua yakin. Maka tidak diragukan, ketika sisi manapun di antara sisi-sisi kitab nan meluapkan beragam mukjizat ini dicermati secara seksama, Anda tentu akan melihat kilauan mukjizat.
Kesimpulan;
Seperti halnya satu lafal Al-Qur'an seperti الحمد لله ketika dibaca memenuhi goa yang merupakan telinga gunung, dan kata yang sama juga mendekam di dalam telinga kecil lalat secara sempurna, seperti itu juga Al-Qur'an. Seperti halnya makna-makna Al-Qur'an memuaskan akal-akal laksana gunung, pada saat yang sama juga mengajari akal-akal kecil dan sangat sederhana sekecil lalat dengan kata-kata yang sama, dan memuaskan seluruh akal tersebut, karena Al-Qur'an menyeru seluruh lapisan manusia dan jin untuk beriman, mengajarkan ilmu-ilmu iman kepada mereka semua.
Untuk itu, pelajaran Al-Qur'an akan didengar orang awam yang paling buta huruf bersamaan dengan orang paling terpelajar secara sejajar dan berdekap tangan. Mereka semua akan memetik manfaat dari pelajaran Al-Qur'an.
Al-Qur'anul Karim adalah hidangan langit dimana ribuan lapis umat manusia dengan tingkatan pikiran, akal, hati, dan ruhani yang berbeda mendapatkan hidangan masing-masing, menemukan apa yang mereka inginkan dan memuaskannya. Bahkan sebagian besar pintu-pintu hidangan ini tertutup dan akan dibuka untuk yang akan datang di kemudian hari. Jika Anda menginginkan contoh untuk maqam ini, Al-Qur'an secara keseluruhan dari awal hingga akhir adalah contohnya.\
Ya, setiap murid Al-Qur'an dan siapapun yang mendengar pelajarannya dari kalangan ahli ijtihad, shiddiqun, filosof Islam, para muhaqqiq, ulama ushul fiqh, ahli ilmu kalam, para wali yang mencapai tingkat makrifat, para wali quthub, ulama mudaqqiq, dan
69. Page
kaum muslimin umumnya sepakat menyatakan, “Kami memahami pelajaran kami secara sempurna.”
Kesimpulan;
Kilauan-kilauan mukjizat Al-Qur'an berkelip di maqam pemahaman dan pengajaran seperti yang berlaku di seluruh lapisan manusia.
Obor Kedua;
Kelengkapan Al-Qur'an nan tiada bandingnya
Obor ini memiliki lima kilauan;
Kilauan pertama;
Kelengkapan luar biasa pada lafalnya. Tidak diragukan, kelengkapan ini nampak dengan jelas pada “kalimat-kalimat” sebelumnya dan ayat-ayat yang tertera dalam “kalimat” ini.
Ya, kata-kata Al-Qur'an dibuat sedemikian rupa, dimana setiap kalam, setiap kata, bahkan setiap huruf, dan bahkan setiap sukun kadang memiliki banyak sekali sisi. Memberikan bagian pada setiap lawan bicara melalui bab-bab yang berbeda, seperti diisyaratkan hadits, “Setiap ayat memiliki punggung, perut, pipi, dan wajah. Dan masing-masing memiliki dahan, ranting, dan rumput.”[1]
Contoh;
وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ
“Dan gunung-gunung sebagai pasak.” (QS. An-Naba`: 7) Kata-kata ini merupakan kalam. Maksudnya, Aku menjadikan gunung-gunung sebagai penopang dan tiang bagi bumi kalian. Bagian orang awam dari kalam ini adalah ia melihat gunung dengan jelas yang seakan menjadi penopang yang ditancapkan di dalam bumi. Ia berpikir dan merenungkan segala manfaat dan nikmat yang ada padanya. Selanjutnya bersyukur kepada Sang Pencipta.
Bagian pujangga dari kalam ini adalah ia membayangkan bumi ini sebagai landasan, membayangkan kubah langit sebagai tenda hijau nan indah yang dipasang di atasnya dengan hiasan lampu-lampu listrik. Membayangkan ufuk laksana lingkaran, membayangkan gunung yang nampak seperti ekor-ekor langit yang ada di atasnya, seakan pasak-pasak tenda tersebut. Selanjutnya ia menyembah Sang Pencipta dalam rasa takjub.
Sementara sastrawan yang tinggal di dalam tenda, bagiannya dari kalam ini adalah ia membayangkan permukaan bumi ini berupa padang pasir nan luas, gugusan gunung-gunung bak tenda orang-orang badui nan begitu banyak dan bertebaran. Seakan tumpukan tanah dipasang sebagai tirai penutup di atas tiang-tiang nan tinggi. Seakan ujung-ujung setiap tiang nan tajam tersebut mengangkat tirai penutup dari tanah tersebut, membuatnya menjadi hunian-hunian yang saling menatap satu sama lain yang ditempati berbagai makhluk hidup yang begitu banyak.
Ia membayangkan seperti itu selanjutnya bersungkur sujud takjub kepada Sang Pencipta yang dengan mudah memasang dan meletakkan makhluk-makhluk besar laksana tenda yang dipasang di bumi.
[1] Bagian dari hadits dalam Shahih Ibnu Hibban (I/276), hadits nomor 75.
70. Page
Sementara bagian ilmuan geografi dari kalam ini adalah ia merenungkan bumi laksana bahtera nan berlabuh di tengah samudera udara atau gas, merenungkan gunung-gunung laksana penopang dan tiang-tiang yang dipasang pada bahtera itu untuk kekuatan dan keseimbangan.
Ia bermunajat kepada Sang Maha Kuasa Pemilik kesempurnaan yang menjadikan bumi nan besar ini seperti bahtera nan sempurna dan indah. Kita ditempatkan di atas bahtera itu dan kita dibawa berjalan-jalan di berbagai penjuru alam. Ia pun mengucapkan, “Maha Suci Engkau, betapa agung kondisi-Mu!”
Sementara bagian dari ilmuan di bidang ilmu sosial dan peradaban dari kalam ini adalah ia memahami dari ayat ini bahwa bumi ini tempat tinggal. Tiang tempat tinggal ini adalah kehidupan. Tiang kehidupan adalah air, udara dan tanah yang merupakan unsur-unsur kehidupan. Tiang air, udara, dan tanah adalah gunung, karena gunung adalah tempat penyimpanan air dan penyaring udara. Gas-gas berbahaya diserap dan udara dijernihkan. Gunung juga menjaga tanah agar tidak menjadi lumpur dan tidak menguasai lautan. Selain itu, gunung merupakan tempat penyimpanan seluruh kebutuhan utama manusia.
Si ilmuan ini pun memuji Sang Pencipta Dzul Jalali wal Ikram dengan sepenuh pengagungan yang telah menciptakan gunung besar dengan bentuk seperti itu sebagai pasak-pasak bagi bumi yang menjadi tempat tinggal kehidupan kita dan bendahara bagi penghidupan kita.
Sementara bagian filosof naturalisme dari kalam ini adalah ia memahami bahwa goncangan-goncangan yang terjadi akibat perubahan dan percampuran di dalam perut bumi mereda dengan adanya gunung-gunung. Faktor kestabilan bumi di bagian intinya dan kenapa bumi tidak menyimpang dari rotasi akibat goncangan yang dialami adalah adanya gunung yang nampak menonjol. Amarah dan gejolak bumi mereda dengan bernafas melalui celah-celah gunung.
Ia memahami seperti itu. Iman pun masuk ke dalam hatinya secara sempurna dan mengatakan, “Hikmah semata milik Allah.”
Contoh lain;
kata رتقا pada ayat;
اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ
“Bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya,” (QS. Al-Anbiya`: 30) memahamkan kepada seorang ilmuan yang tidak terkontaminasi oleh pernyataan-pernyataan filsafat bahwa pintu-pintu langit terbuka melalui hujan setelah sebelumnya cerah, dan bumi terbuka melalui tanaman setelah sebelumnya kering tanpa kehidupan dan tidak layak untuk menumbuhkan tanaman. Seluruh makhluk hidup diciptakan dari air dengan semacam percampuran dan pembuahan yang merupakan pekerjaan Zat Maha Kuasa Dzul Jalal dimana wajah bumi merupakan taman mini bagi-Nya, dan awan yang merupakan topeng langit sebagai penyiram air bagi taman-Nya.
Seperti itulah ia memahami lalu bersujud pada keagungan kuasa Zat Maha Kuasa.
Kata ini memberitahukan kepada ilmuan ilmu-ilmu alam bahwa langit dan bumi pada mulanya diciptakan secara menumpuk tanpa bentuk, seperti adonan segera yang tidak ada manfaatnya, dan berupa dua materi menyatu yang belum dihuni makhluk, lalu Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana membuka dan membentangkan keduanya.
71. Page
Membuat keduanya dalam bentuk nan indah dan bermanfaat. Membuat keduanya sebagai tempat bagi berbagai macam makhluk nan indah tumbuh berkembang.
Seperti itulah ia merasa kagum dan gamang di hadapan luasnya hikmah Allah Ta’ala.
Kata ini memberitahukan kepada filosof era modern bahwa bumi kita dan planet-planet lain yang membentuk gugusan bintang, pada mulanya menyatu dengan matahari dalam bentuk adonan yang belum dibentangkan. Selanjutnya Zat Yang Maha Kuasa yang tiada berhenti mengurus makhluk, membentangkan adonan tersebut. Meletakkan seluruh planet di tempatnya masing-masing. Ia meletakkan matahari di sana dan menempatkan bumi di sini. Ia membentangkan bumi dengan tanah, menurunkan hujan dari langit, menebarkan cahaya matahari ke bumi, meramaikan bumi dan menempatkan kita di sana.
Seperti itulah ia memahami dan kepalanya pun keluar dari lumpur naturalisme lalu mengucapkan, “Saya beriman kepada Allah Yang Maha Esa, Maha Tunggal.”
Contoh lain;
Lam pada ayat;
وَالشَّمْسُ تَجْرِيْ لِمُسْتَقَرٍّ لَّهَ
“Dan matahari berjalan ditempat peredarannya,” (QS. Yasin: 38) menunjukkan maknanya yang lazim. Seperti halnya makna في dan إلى . Orang awam menilai lam pada kata (لمستقر) artinya إلى . Berdasarkan makna ini, ayat di atas menunjukkan bahwa matahari yang merupakan lampu penerang yang bergerak, bersinar, dan memberikan kehangatan bagi manusia. Suatu hari nanti, pergerakan matahari akan berhenti dan sampai di tempatnya menetap. Matahari akan berada pada suatu kondisi yang tidak akan lagi memberikan manfaat bagi umat manusia kala itu.
Seperti itulah orang awam memahami dan merenungkan segala nikmat agung yang dikaitkan Sang Khaliq pada mentari, lalu mengucapkan, “Subhanallah!” dan, “Alhamdulillah.”
Sementara seorang ulama menilai lam dalam ayat ini bermakna إلى , karena ulama menilai matahari bukan hanya sebagai lentera dan pelita saja, tapi juga sebagai spiral bagi tenunan-tenunan rabbani yang dirajut di dalam laboratorium musim semi musim panas. Juga sebagai tinta dan wadah dari cahaya untuk tulisan-tulisan shamadani yang ditulis di atas lembaran-lembaran siang dan malam. Hal ini mendorongnya untuk merenungkan tatanan alam dimana peredaran matahari sebagai pertanda dan isyaratnya.
Ia pun bersungkur sujud di hadapan ciptaan Sang Pencipta Nan Maha Bijaksana seraya mengatakan, “Ma sya’Allah.” Juga bersujud di hadapan hikmah-Nya seraya mengatakan, “Barakallah!”
Sementara filosof astronomi, menurutnya huruf lam dalam ayat ini bermakna في , artinya pergerakan matahari diatur perintah ilahi, seakan perintah-perintah tersebut spiral di pusat dan intinya.
Ia selanjutnya berkata dengan gamang dan kagum pada Sang Pencipta yang menciptakan dan menata seperti jam super besar ini, “Keagungan milik Allah semata, dan kuasa milik Allah semata.” Ia pun membuang filsafat dan memasuki hikmah Al-Qur'an.
Sementara filosof cermat menilai lam dalam ayat ini bermakna lam ‘illah dan lam zharfiyyah. Artinya, mengingat Sang Pencipta Nan Maha Bijaksana menjadikan sebab-sebab zhahir sebagai tirai penutup segala pekerjaan-Nya, Ia mengikat planet-planet
72. Page
yang seakan batu-batu ketapel itu dengan matahari dengan aturan ilahi yang disebut gaya gravitasi, lalu matahari memutar seluruh planet dalam lingkup hikmah-Nya dengan pergerakan-pergerakan yang beragam dan berbeda namun tertata rapi.
Allah menjadikan gerakan matahari di pusatnya sebagai sebab nyata untuk menciptakan gaya gravitasi tersebut. Yaitu, makna kata لمستقر adalah berada di tempat menetapnya, karena tatanan matahari nan stabil, mengingat pergerakannya menciptakan panas, panas menciptakan kekuatan, kekuatan selanjutnya menciptakan gaya gravitasi. Itulah sunnatullah dan undang-undang rabbani.
Kala memahami hikmah dari salah satu huruf Al-Qur'an ini, si filosof mengucapkan, “Alhamdulillah.” Hikmah sejati hanya ada di dalam Al-Qur'an. Bagi saya, filsafat tidak setara dengan sepeser uang pun.
Sementara orang yang memiliki pikiran dan hati pujangga, ia memahami makna dari lam dan kata لمستقر ini bahwa matahari merupakan pohon cahaya, dan planet-planet merupakan buahnya nan bergerak. Matahari mengibas agar buah-buahan tersebut tidak rontok, berbeda dengan pepohonan. Jika matahari tidak mengibas, buah-buahan tersebut akan berjatuhan dan berserakan.
Ia juga berhayal bahwa matahari sebagai pemimpin orang-orang berzikir yang tertarik oleh cinta. Ia pun berzikir kepada Allah dengan daya tarik dan cinta di pusat halaqah zikir, dan mendorong yang lain untuk melakukan zikir yang sama.
Dalam salah satu risalah,[1] saya menuturkan seputar makna ini sebagai berikut;
Ya, matahari adalah pohon buah yang mengibas agar buah-buahannya nan berotasi (planet-planet) tidak rontok. Andai matahari diam tak bergerak, niscaya gaya gravitasinya lenyap, dan seluruh planet yang tertarik oleh gaya gravitasi ini pun menangis di ruang angkasa.
Contoh lain;
وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ
“Dan merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Baqarah: 5) Ayat ini diam tidak menyebutkan penjelasan apapun dan menyampaikan secara mutlak, karena ayat ini tidak menyebut keberuntungan apa yang mereka dapat hingga masing-masing mendapatkan apa yang ia inginkan.
Kalam ini diringkas agar maknanya meluas, karena sebagian di antara para lawan bicara hanya bertujuan selamat dari neraka, sebagian lainnya hanya memikirkan surga, sebagian lainnya mendambakan kebahagiaan abadi, yang lainnya hanya mengharap ridha ilahi, ada pula yang berharap melihat Allah Ta’ala.
Seperti itulah Al-Qur'an menyebut kalam secara mutlak di banyak sekali tempat seperti ayat di atas agar maknanya meluas, membuang sebagian kalam agar menunjukkan banyak makna, dan meringkas kalam agar masing-masing mendapat bagian makna dari kalam tersebut secara tersendiri, karena ayat ini hanya menyebut orang-orang yang beruntung tanpa menyebut keberuntungan apa yang mereka dapatkan. Seakan ayat ini dengan diam menyatakan; kalian mendapatkan kabar gembira wahai kaum muslimin! Wahai orang yang bertakwa, kau beruntung karena kau selamat dari neraka. Engkau, wahai orang shalih, beruntung karena meraih surga. Engkau wahai ‘arif akan meraih ridha ilahi. Engkau wahai pecinta akan melihat Allah. Dan seterusnya.
[1] Maksudnya risalah kilauan-kilauan.
73. Page
Sengaja kami hanya menyebut satu contoh saja sebagai contoh kelengkapan lafal Al-Qur'an di antara ribuan contoh kalam, kata, huruf, dan diam. Anda dapat menganalogikan sendiri contoh ini pada ayat dan kisah lain.
Contoh lain;
فَاعْلَمْ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا اللّٰهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْۢبِكَ
“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, Tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad: 19)
Di dalam ayat ini terdapat banyak sisi dengan kandungan berbagai tingkatan yang berbeda. Bahkan, seluruh tingkatan wali menganggap ayat ini diperlukan di seluruh jenis suluk dan tingkatan mereka. Mereka mengambil santapan ruhani dan makan baru yang sesuai dengan tingkatan mereka, karena lafal الله adalah nama menyeluruh. Nama ini mencakup beragam jenis tauhid sebanyak bilangan nama-nama-Nya nan indah, seperti tiada Pemberi rizki selain-Nya, tiada Pencipta selain-Nya, Tiada Yang Maha Pengasih selain-Nya. Dan seterusnya.
Contoh; kisah Musa a.s. yang merupakan bagian dari kisah-kisah Al-Qur'an, memiliki ribuan faedah, seperti halnya tongkat Musa juga memiliki banyak faedah. Kisah ini memberikan hiburan dan menenangkan Rasulullah Saw., sekaligus menjadi ancaman bagi orang-orang kafir, celaan bagi orang-orang munafik, Yahudi, dan orang-orang serupa di antara banyak sekali tujuan dan sisi lain.
Itulah kenapa kisah ini disebut berulang di sejumlah surah. Meski kisah ini mencakup seluruh tujuan di setiap tempat dimana kisah ini disebut, namun satu tujuan saja di antaranya merupakan tujuan utama di tempat tersebut, sementara tujuan-tujuan lain hanya mengikuti.
Jika Anda mengatakan; bagaimana kita mengetahui Al-Qur'an memaksudkan dan mengisyaratkan pada seluruh makna yang disebut dalam contoh-contoh sebelumnya?
Jawab;
Mengingat Al-Qur'an kalam azali dan berbicara kepada seluruh anak Adam dengan tingkatan-tingkatan beragam di segala masa dan mengajari mereka semua, tentu saja Al-Qur'an memasukkan dan memaksudkan beragam makna sesuai pemahaman yang berbeda-beda tersebut, dan Al-Qur'an akan memberikan pertanda-pertanda yang menunjukkan seperti apa yang ia inginkan.
Ya, kata-kata Al-Qur'an nan beragam sudah disebutkan dan dijelaskan dalam kitab isyarat-isyarat kemukjizatan –seperti makna-makna yang disinggung di sini- melalui kaidah-kaidah ilmu nahw dan sharf. Juga melalui tatanan ilmu bayan, ma’ani, dan balaghah.
Di samping semua itu, kami katakan bahwa seluruh sisi dan makna yang diterima sesuai ilmu ma’ani, tepat sesuai ilmu bayan, dan bagus sesuai ilmu balaghah, itu termasuk salah satu makna Al-Qur'an berdasarkan ijma’ para ahli ijtihad, tafsir, ushuluddin dan ushul fiqh. Juga berdasarkan kesaksian perbedaan pandang mereka. Dengan syarat makna tersebut harus benar sesuai disiplin ilmu-ilmu bahasa Arab, dan benar sesuai asas-asas keagamaan.
Al-Qur'anul Hakim membuat sejumlah pertanda yang menunjukkan makna-makna tersebut sesuai tingkatan masing-masing, baik secara lafal maupun makna. Jika pertanda tersebut bersifat makna, pertanda dari sisi rangkaian kalam atau pertanda dari makna lain pasti mengisyaratkan makna tersebut. Ratusan ribu kitab tafsir yang ditulis para muhaqqiq dimana sebagian di antaranya mencapai duapuluh, tigapuluh,
74. Page
empat puluh, enam puluh, atau bahkan delapan puluh jilid, merupakan bukti nyata dan pasti akan kelengkapan lafal dan kemukjizatan Al-Qur'an.
Bagaimanapun juga, jika kami jelaskan setiap pertanda yang menunjukkan setiap makna di antara sekian banyak makna berdasarkan aturan dan kaidahnya dalam kalimat ini (maksudnya dalam risalah ini) tentu penjelasannya sangat panjang lebar. Untuk itu kami ringkas sampai di sini saja, dan kami alihkan penjelasan lainnya pada kitab isyarat-isyarat kemukjizatan.
Kilauan Kedua;
Kelengkapan Luar Biasa dalam Makna-makna Al-Qur'an
Ya, dari simpanan makna-maknanya, Al-Qur'an meluapkan sumber para ahli ijtihad, daya rasa para ‘arif, paham para washil, aliran para kamil, dan madzhab para muhaqqiq. Di samping itu, Al-Qur'an selalu menjadi penuntun dan pembimbing bagi mereka untuk menapaki kenaikan tingkatan spiritual setiap saat, menebar cahaya penerang jalan mereka yang bersumber dari mata air Al-Qur'an nan tiada pernah habis, dan dari simpanan Al-Qur'an nan tiada pernah lekang. Ini mereka benarkan dan sepakati.
Kilauan Ketiga;
Kelengkapan Luar Biasa dalam Ilmu Al-Qur'an
Ya, sebagaimana ilmu-ilmu syariah, hakikat, dan tasawuf nan beragam dan banyak berlayar di lautan ilmu Al-Qur'an, seperti itu juga hikmah hakiki untuk lingkup kemungkinan, ilmu-ilmu hakiki untuk lingkup kewajiban, dan pengetahuan-pengetahuan rumit untuk lingkup akhirat juga berlayar di lautan ilmu Al-Qur'an.
Jika kita memerlukan contoh untuk kilauan ini, tentu akan memerlukan satu jilid penuh. Untuk itu kami sampaikan duapuluhlima kalimat ini sebagai contohnya.
Ya, hakikat-hakikat benar duapuluhlima kalimat ini tidak lain hanyalah duapuluhlima tetes air samudera ilmu Al-Qur'an. Jika ada kekurangan pada kalimat-kalimat tersebut, semata bersumber dari pemahaman saya yang terbatas.
Kilauan Keempat;
Kelengkapan Luar Biasa dalam Bahasan-bahasan Al-Qur'an
Ya, Al-Qur'an menyatukan seluruh bahasan menyeluruh dan tugas manusia, menyatukan alam raya and Penciptanya, menyatukan bumi dan langit, dunia dan akhirat, masa lalu dan masa depan, azali dan abadi. Terlebih, Al-Qur'an menjelaskan seluruh bahasan utama dan penting, mulai dari penciptaan manusia dari nutfah hingga masuk ke liang kubur. Mulai dari etika makan dan minum hingga bahasan qadha dan qadar, dari penciptaan alam selama enam hari hingga tugas-tugas angin yang diisyaratkan melalui sumpah-sumpah berikut;
وَالۡمُرۡسَلٰتِ عُرۡفًا
“Demi malaikat-malaikat yang diutus untuk membawa kebaikan.” (QS. Al-Mursalat: 1)
وَالذّٰرِيٰتِ ذَرۡوًا ۙ
“Demi (angin) yang menerbangkan debu dengan kuat.” (QS. Adz-Dzariyat: 1) Juga campur tangan Allah Ta’ala di hati dan kehendak manusia melalui isyarat ayat;
75. Page
وَمَا تَشَاۤءُوْنَ اِلَّآ اَنْ يَّشَاۤءَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. At-Takwir: 29)
اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ
“Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. Al-Anfal: 24)
Hingga Allah menggenggam seluruh langit dalam genggaman-Nya melalui isyarat;
وَالسَّمٰوٰتُ مَطْوِيّٰتٌۢ بِيَمِيْنِهٖ ۗ
“Langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67)
Dari bunga, anggur, dan kurma bumi dalam ayat;
وَجَعَلْنَا فِيْهَا جَنّٰتٍ مِّنْ نَّخِيْلٍ وَّاَعْنَابٍ
“Dan Kami jadikan padanya kebun-kebun kurma dan anggur.” (QS. Yasin: 34) Hingga hakikat luar biasa yang diungkapkan melalui ayat;
اِذَا زُلْزِلَتِ الْاَرْضُ زِلْزَالَهَاۙ
“Apabila bumi digoncangkan dengan goncangan (yang dahsyat).” (QS. Az-Zalzalah: 1)
Dari kondisi langit saat masih berupa asap;
ثُمَّ اسْتَوٰىٓ اِلَى السَّمَاۤءِ وَهِيَ دُخَانٌ
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap.” (QS. Fushshilat: 11) Hingga langit terbelah oleh asap, bintang-bintangnya berjatuhan di ruang angkasa tanpa batas.
Dari terbukanya dunia untuk ujian hingga dunia ditutup. Dari alam barzakh, perhimpunan dan shirath setelah alam kubur sebagai tempat pemberhentian pertama akhirat, hingga surga dan kebahagiaan abadi. Dari peristiwa-peristiwa masa lalu, penciptaan jasad Adam a.s., dan pertarungan kedua anak Adam hingga badai topan, tenggelamnya Fir’aun, hingga peristiwa-peristiwa penting sebagian besar para nabi. Dari peristiwa azali yang diisyaratkan oleh ayat;
اَلَسْتُ بِرَبِّكُمْۗ
“Bukankah Aku ini Tuhanmu?.” (QS. Al-A’raf: 172) Sampai peristiwa abadi yang diungkapkan oleh ayat;
وُجُوْهٌ يَّوْمَىِٕذٍ نَّاضِرَةٌۙ
“Wajah-wajah (orang-orang mukmin) pada hari itu berseri-seri. Kepada Tuhannyalah mereka melihat.” (QS. Al-Qiyamah: 22-23)
Ya, Al-Qur'an menjelaskan bahasan-bahasan ini dengan penjelasan yang patut bagi Al-Haq Ta’ala, Maha Esa, Dzul Jalal yang mengatur seluruh alam raya laksana mengatur sebuah istana, membuka dan menutup dunia dan akhirat laksana membuka dan menutup kamar, mengatur bumi seperti mengatur taman, mengatur langit yang seakan atap berhias lampu-lampu, melihat dan menyaksikan masa lalu dan masa depan seperti dua lembaran di hadapan mata laksana siang dan malam, melihat rangkaian kondisi ilahi, seperti azali, abadi, kemarin, dan hari ini, dengan dua ujung yang saling berkaitan seperti memandang masa sekarang.
Seperti halnya seorang developer bercerita tentang dua rumah yang ia bangun, ia atur segala sesuatunya, ia tata program dan segala perencanaannya, ia buat daftar dan catalog pekerjaan-pekerjaannya, demikian halnya Al-Qur'an nampak seperti penjelasan yang patut bagi Zat Pencipta alam raya ini, yang mengatur, menulis, menampakkan daftar pekerjaan-pekerjaan-Nya ataupun program-programnya jika bisa dikatakan seperti itu, tanpa terlihat sedikit pun sesuatu yang dipaksa-paksakan dalam sisi manapun juga. Seperti halnya tidak ada satu pun pertanda tiruan ataupun penipuan
76. Page
di sana, seperti berbicara demi kepentingan atau atas nama orang lain dengan menganggap dirinya menempati posisi tersebut.
Seperti halnya cahaya siang hari berkata, “Aku datang dari mentari,” seperti itu juga Al-Qur'an dengan penjelasannya nan jernih dan berkilau terang, juga dengan segala keseriusan dan kebersihannya mengatakan, “Aku adalah penjelasan dan kalam Pencipta alam.”
Ya, patutkah Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang memenuhi dunia dengan teriakan-teriakan takdir, kebaikan, dan gema puji serta syukur, yang merubah bumi menjadi tempat zikir, masjid, pameran segala ciptaan Allah nan menawan, patutkah Al-Qur'an tanpa adanya Sang Pencipta Nan memberi nikmat yang menghiasi alam ini dengan serangkaian keindahan dan hadiah, yang memenuhi alam ini dengan berbagai nikmat nan lezat, menebarkan berbagai keajaiban ciptaan dan nikmat berharga hingga sedemikian ini dengan begitu indahnya, yang menata dan membentangkan semua kenikmatan ini di muka bumi dengan sempurna?!
Mungkinkah Al-Qur'an bukan kalam-Nya?! Siapa selain-Nya yang mampu mengklaim Al-Qur'an sebagai miliknya?! Siapa pemilik kalam ini jika bukan Allah?!
Pantaskah cahaya yang menerangi bumi ini tidak bersumber dari mentari?! Cahaya siapa lagi selain cahaya mentari azali sebagai sumber penjelasan Al-Qur'an yang mengungkap misteri lam raya dan yang menyinari alam ini?! Siapa yang berani membuat dan meniru Al-Qur'an?!
Mustahil jika Sang Pencipta yang menghiasi bumi dengan beragam ciptaan-Nya ini tidak berbicara dengan manusia yang menghargai dan mengetahui nilai segala ciptaan-Nya nan menawan. Karena Allah berbuat dan mengetahui, tentu saja Ia berbicara. Karena Allah berbicara, tentu saja Al-Qur'an jua yang patut menjadi kalam-Nya.
Pemilik seluruh kerajaan yang tidak pernah lamban untuk mengatur sekuntum bunga pun, bagaimana tidak memperhatikan kalam yang menggema di seluruh kerajaan-Nya?! Apakah Ia menisbatkan Al-Qur'an kepada selain-Nya sehingga Al-Qur'an tidak punya nilai?!
Kilauan Kelima;
Kilauan ini memiliki lima cahaya;
Cahaya pertama;
Gaya bahasa Al-Qur'an lengkap dan luar biasa, karena satu surah saja mengandung lautan Al-Qur'an yang meliputi seluruh alam raya. Dan satu ayat saja mencakup simpanan surah tersebut. Sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an, masing-masing di antaranya laksana sebuah surah pendek. Dan sebagian besar surah-surah Al-Qur'an, masing-masing di antaranya seperti Al-Qur'an kecil. Kemukjizatan ini merupakan kelembutan agung untuk menjadi petunjuk dan kemudahan dan lembut.
Siapapun memerlukan Al-Qur'an setiap saat, hanya saja ia tidak membaca Al-Qur'an secara utuh setiap saat karena kesederhanaan akal atau karena sejumlah faktor lain. Atau tidak punya waktu dan kesempatan untuk membacanya. Agar ia tidak terhalang dari Al-Qur'an, setiap surah Al-Qur'an laksana Al-Qur'an. bahkan setiap ayat panjang laksana satu surah pendek.
77. Page
Bahkan, ahlul kasyaf sepakat bahwa Al-Qur'an terselip di dalam Al-Fatihah, dan Al-Fatihah terselip di dalam basmalah. Dalil hakikat ini adalah ijma’ para ahli tahqiq.
Cahaya kedua;
Ayat-ayat Al-Qur'an bersifat menyeluruh melalui petunjuk dan isyarat-isyarat seluruh tingkatan kalam, pengetahuan hakiki, dan semua kebutuhan manusia, seperti perintah dan larangan, janji dan ancaman, dorongan dan peringatan, bimbingan dan larangan, perumpamaan-perumpamaan, hukum-hukum dan pengetahuan ilahi, ilmu-ilmu alam, undang-undang dan unsur-unsur kehidupan pribadi maupun sosial, unsur-unsur kehidupan kalbu, spiritual, dan kehidupan akhirat.
Dengan kata lain, makna yang ditunjukkan oleh kata-kata, “Ambillah apa yang kau inginkan untuk apa yang kau inginkan,” maksudnya silahkan Anda mengambil bagian dari Al-Qur'an kapanpun Anda mau, dapat diterima dan kata-kata ini benar. Hingga menjadi sebuah perumpamaan di kalangan ahli hakikat.
Di dalam ayat-ayat Al-Qur'an terdapat kelengkapan yang bisa menjadi obat segala penyakit, dan makanan bagi segala kebutuhan.
Ya, Al-Qur'an harus seperti itu karena pembimbing mutlak bagi seluruh tingkatan ahli kesempurnaan yang selalu menapaki tingkatan-tingkatan kemuliaan, harus memiliki keistimewaan seperti ini.
Cahaya ketiga;
Kata-kata singkat Al-Qur'an nan bersifat mukjizat.
Terkadang, Al-Qur'an menyebut dua sisi rangkaian panjang suatu penuturan dengan memperlihatkan rangkaian tersebut sebagai penjelasan lembut. Terkadang pula Al-Qur'an menyelipkan banyak sekali bukti kebenaran suatu pernyataan dalam suatu kata secara tegas maupun melalui isyarat dan simbol.
Contoh; dengan menyebut permulaan dan akhiran rangkaian penciptaan alam raya yang membentuk rangkaian dan petunjuk ayat-ayat kesatuan dalam ayat;
وَمِنْ اٰيٰتِهٖ خَلْقُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافُ اَلْسِنَتِكُمْ وَاَلْوَانِكُمْۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيٰتٍ لِّلْعٰلِمِيْنَ
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui,” (QS. Ar-Rum: 22) Al-Qur'an menjelaskan rangkaian kedua dan menuntut pembaca untuk membaca rangkaian pertama.
Ya, tingkatan pertama lembaran-lembaran alam yang bersaksi akan keberadaan Sang Pencipta Nan Maha Bijaksana, merupakan asas penciptaan langit dan bumi. Dilanjutkan rangkaian merias langit dengan bintang-bintang dan meramaikan bumi dengan berbagai makhluk hidup. Dilanjutkan dengan menundukkan matahari dan bulan, serta pergantian musim. Dilanjutkan dengan pergantian siang dan malam. Dan begitu seterusnya hingga sampai pada ciri khusus wajah dan suara yang berbeda satu sama lain.
Mengingat ada aturan sempurna yang menimbulkan rasa tercengang dan kagum di balik identifikasi ciri-ciri setiap orang yang menjadi bagian yang terlihat seakan tidak teratur dan paling rentan dikatakan muncul secara kebetulan, namun pena bijak dan indah bekerja di sana, maka tidak diragukan bahwa seluruh lembaran-lembaran yang
78. Page
tertata rapi secara nyata, secara spontan menjelaskan dan menunjukkan adanya Sang Pengukir.
Karena jejak penciptaan dan hikmah di balik penciptaan langit dan bumi nan besar ini terlihat nyata, maka tidak diragukan bahwa jejak penciptaan dan ukiran hikmah Sang Pencipta yang meletakkan langit dan bumi dengan penuh hikmah sebagai batu pertama bangunan istana alam raya ini nampak jelas sekali pada seluruh bagian istana alam raya.
Dengan demikian, ayat di atas mengandung ijaz (kata-kata singkat) sangat lembut sekali dengan memperlihatkan yang tersembunyi, dan menyembunyikan yang nampak jelas.
Benar, rangkaian bukti-bukti yang dimulai sebanyak enam kali dengan kata-kata, “Dan di antara tanda-tanda (kebesaran-Nya),” dimulai dari;
فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ حِيْنَ تُمْسُوْنَ وَحِيْنَ تُصْبِحُوْنَ
“Maka bertasbihlah kepada Allah di waktu kamu berada di petang hari dan waktu kamu berada di waktu subuh,” (QS. Ar-Rum: 17) sampai;
وَلَهُ الْمَثَلُ الْاَعْلٰى فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Dan bagi-Nyalah sifat yang Maha Tinggi di langit dan di bumi; dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana,” (QS. Ar-Rum: 27) merupakan rangkaian esensial, rangkaian cahaya, rangkaian kemukjizatan, rangakian kata singkat nan luar biasa.
Niat hati ingin menyampaikan keselarasan-keselarasan samar di dalam simpanan-simpanan ini. Namun apa daya maqam ini tidak muat untuk penjelasan itu. Saya menunda penjelasan ini pada waktu lain dan untuk saat ini saya tidak membuka dulu pintu ini.
Contoh; antara kata فأرسلون dan kata يوسف dalam firman Allah Swt.;
فَاَرْسِلُوْنِ , يُوْسُفُ
“Maka utuslah aku (kepadanya).’ (Setelah pelayan itu berjumpa dengan Yusuf dia berseru), ‘Yusuf!” (QS. Yusuf: 45-46) tersembunyi makna-makan berikut; “Aku akan meminta Yusuf untuk mena’birkan mimpi itu, maka utuslah aku untuk menemuinya.” Si pelayan itu akhirnya pergi ke penjara dan berkata kepada Yusuf, “Wahai Yusuf!” dan seterusnya. Artinya, Al-Qur'an menyingkat lima suku kata dalam satu kata saja. Namun demikian tetap tidak mengurangi kejelasan makna dan tidak rumit untuk dipahami.
Contoh lain;
اۨلَّذِىۡ جَعَلَ لَـكُمۡ مِّنَ الشَّجَرِ الۡاَخۡضَرِ نَارًا فَاِذَاۤ اَنۡـتُمۡ مِّنۡهُ تُوۡقِدُوۡنَ
“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (QS. Yasin: 80)
Al-Qur'an membantah pengingkaran manusia durhaka seakan menantang sambil berkata, “Siapa yang akan menghidupkan kembali tulang belulang yang sudah hancur luluh ini?” Al-Qur'an menjawab, “Tulang belulang itu akan dihidupkan kembali oleh Yang menciptakannya pertama kali. Sang Khaliq itu mengetahui segala sesuatu dengan segala caranya.”
Al-Qur'an juga berkata, “Zat yang mengeluarkan api untuk kalian dari kayu yang hijau, Mampu untuk memberikan kehidupan pada tulang belulang yang sudah hancur luluh.”
Kalam ini menatap, mengarah, dan menegaskan adanya penghidupan makhluk-makhluk yang sudah mati melalui banyak sekali sisi. Kalam ini dimulai dari rangkaian kebaikan yang Allah berikan kepada manusia. Allah mengingatkan manusia pada
79. Page
kebaikan-kebaikan itu. Allah meringkas kalam ini dan mengalihkannya kepada akal, karena Allah sudah menjelaskan hakikat ini melalui ayat-ayat lain.
Artinya, Al-Qur'an berkata, “Zat yang memberi kalian buah dan api dari pohon, memberi kalian rizki dan biji-bijian dan rerumputan, memberi kalian hewan dan tumbuh-tumbuhan dari tanah, menjadikan bumi sebagai hamparan lembut lengkap dengan seluruh rizki kalian yang diletakkan di sana, Zat yang menciptakan alam indah ini berisi seluruh kebutuhan kalian, tidak mungkin jika manusia dapat melarikan diri dari-Nya ataupun lenyap tanpa guna. Mustahil jika manusia pergi menuju ketiadaan lalu bersembunyi dari-Nya. Mustahil manusia hidup tanpa tugas dan peran, lalu masuk ke liang kubur dan tidur nyenyak tanpa dibangunkan kembali.
Selanjutnya, Al-Qur'an mengisyaratkan kepada salah satu dalil klaim adanya kehidupan setelah kematian. Secara simbolik dengan menyebut, “Kayu yang hijau,” Al-Qur'an berkata, “Wahai pengingkar perhimpunan! Perhatikan pohon-pohon itu. Dengan mengingkari dan menganggap mustahil, tidak mungkin kau menantang kuasa Zat yang menghidupkan dan menghijaukan berbagai pepohonan tanpa batas pada musim semi setelah sebelumnya mati pada musim dingin dan berubah menjadi seperti tulang-belulang. Tidak mungkin kau menantang Zat yang memperlihatkan contoh tiga jenis perhimpunan pada daun, bunga, dan buah di setiap pohon!”
Selanjutnya, Al-Qur'an mengisyaratkan pada dalil lain dan berkata, “Bagaimana kalian menganggap mustahil tulang yang mirip seperti kayu itu diberi kehidupan seperti api dan perasaan seperti cahaya oleh Zat yang mengeluarkan untuk kalian materi lembut, ringan, dan bersifat cahaya seperti api dari materi tebal, berat, dan gelap seperti pohon?!”
Selanjutnya, Al-Qur'an menyebut dalil lain secara tegas dan mengatakan, “Zat yang menciptakan api dari pohon yang dikenal di kalangan kaum badui dapat mengeluarkan percikan api manakala dua ranting hijau pohon tersebut digesek-gesekkan satu sama lain, Zat yang memadukan dua unsur yang saling berlawanan, seperti hijau dengan kelembabannya dan unsur panas dengan kekeringannya, dan menjadikan unsur yang satunya sebagai bahan penciptaan unsur yang lain, Zat yang segala sesuatu menjalankan perintah-Nya dan bergerak karena kekuatan-Nya, bahkan unsur-unsur utama dan tabiat-tabiat asasi, Zat yang tidak ada sesuatu pun yang bergerak bebas sesuai wataknya, tentu tidak mustahil bagi Zat seperti ini untuk mengeluarkan kembali manusia –yang diciptakan dari tanah dan akan kembali lagi ke tanah- dari tanah, dan tidak patut ditantang dengan melakukan kemaksiatan.”
Selanjutnya, Al-Qur'an mengingatkan pada pohon Musa a.s. yang masyhur itu bahwa doa Rasulullah Saw. adalah doa Musa a.s. juga. Al-Qur'an kemudian secara rahasia mengisyaratkan kesepakatan para nabi. Dengan demikian, rangkaian kata singkat ini semakin menambahkan kelembutan lainnya.
Cahaya keempat;
Kemukjizatan Al-Qur'an bersifat menyeluruh dan luar biasa, dimana jika dicermati secara seksama, pasti terlihat sebagai undang-undang menyeluruh nan sangat luas dan panjang, serta aturan umum dengan bagiannya yang sederhana, juga melalui kejadian tersendiri sebagai wujud rahmat bagi pemahaman-pemahaman kalangan umum dan sederhana. Juga memperlihatkan lautan di dalam kendi.
Berikut akan kami sampaikan dua contoh saja di antara ribuan contoh kemukjizatan Al-Qur'an;
80. Page
Contoh pertama;
Ada tiga ayat yang sudah dijelaskan secara rinci pada maqam pertama dari kalimat keduapuluh. Dimana judul “pengajaran nama-nama” pada Adam a.s. menunjukkan pengajaran seluruh ilmu dan pengetahuan yang diilhamkan kepada golongan manusia.
Peristiwa sujudnya para malaikat kepada Adam dan tidak sujudnya setan pada Adam menunjukkan bahwa seluruh wujud mulai dari ikan hingga malaikat ditundukkan untuk manusia, demikian halnya makhluk-makhluk berbahaya dimulai dari ular hingga setan pun tidak patuh padanya, dan bahkan memusuhinya.
Demikian halnya penyembelihan sapi yang dilakukan Bani Israil, kaum Musa. Peristiwa ini menunjukkan gagasan penyembahan sapi –yang bersumber dari penyembahan kaum Mesir terhadap sapi yang berdampak pada peristiwa anak sapi- disembelih dengan pisau Musa a.s.
Peristiwa memancarnya air dari bebatuan, lalu batu terpecah dan menggelinding, lalu aliran air mengalir dari air yang memancar tersebut, menunjukkan bahwa lapisan bebatuan yang berada di bahwa lapisan tanah berperan sebagai penyimpan air, dan berperan laksana seorang ibu yang merawat tanah.
Contoh kedua;
Rangkaian dan bagian-bagian kisah Musa a.s. yang disebut berulang di dalam Al-Qur'an, dimana setiap rangkaian kata bahkan setiap bagian-bagiannya diperlihatkan sebagai ujung aturan menyeluruh dan menunjukkan aturan tersebut. Sebagai contoh;
وَقَالَ فِرۡعَوۡنُ يٰهَامٰنُ ابۡنِ لِىۡ صَرۡحًا لَّعَلِّىۡۤ
“Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang tinggi.” (QS. Ghafir: 36) Fir’aun memerintahkan menterinya seraya berkata, “Buatkanlah untukku sebuah bangunan tinggi untuk melihat kondisi-kondisi langit. Apakah gerangan di sana ada Tuhan yang mengatur langit seperti yang dikatakan Musa ‘alaihissalam?”
Kata صرحا dan peristiwa kecil ini menunjukkan sebuah aturan menakjubkan yang menjalankan kekuasaannya dan menguasai berbagai kebiasaan dan tradisi para raja Mesir kuno yang menginginkan gunung, mengingat mereka berada di kawasan padang pasir yang tidak ada gunungnya, yang mengaku tuhan karena mereka adalah budak-budak alam lantaran tidak mengenal Sang Khaliq, yang mengabadikan nama-nama dengan menampakkan jejak-jejak kekuasaan, yang membangun pyramid-pyramid ternama laksana gunung karena mereka budak-budak reputasi, yang membalsam dan menjaga jenazah-jenazah mereka di dalam kuburan-kuburan mirip gunung karena mereka mempercayai sihir dan paham reinkarnasi.
Contoh lain; ayat berikut kepada Fir’aun yang tenggelam;
فَالْيَوْمَ نُنَجِّيْكَ بِبَدَنِكَ لِتَكُوْنَ لِمَنْ خَلْفَكَ اٰيَةً
“Maka pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu.” (QS. Yunus: 92) Ayat ini menunjukkan sebuah aturan hidup yang mengandung pelajaran dan bercampur dengan kematian seluruh raja-raja Mesir kuno; jasad-jasad mereka dipindahkan dari masa lalu dengan cara dibalsam ke generasi-generasi berikutnya pada masa depan berdasarkan paham reinkarnasi.
Juga menunjukkan bahwa seperti halnya sebuah jasad yang ditemukan pada abad belakangan ini yang merupakan jasad Fir’aun yang tenggelam dan yang
81. Page
dimuntahkan dari lautan –tempat ia tenggelam- menuju pantai, demikian halnya Fir’aun akan dimuntahkan dari lautan zaman di atas gelombang-gelombang masa menuju pantai masa sekarang ini. Dengan demikian, ayat ini menunjukkan isyarat gaib nan bersifat mukjizat, menunjukkan kilauan mukjizat, dan satu kata ini saja merupakan mukjizat tersendiri.
Contoh lain;
Ayat;
يُذَبِّحُوْنَ اَبْنَاۤءَكُمْ وَيَسْتَحْيُوْنَ نِسَاۤءَكُمْ
“Mereka menyembelih anak-anakmu yang laki-laki dan membiarkan hidup anak-anakmu yang perempuan,” (QS. Al-Baqarah: 49) melalui sebuah peristiwa yang terjadi pada masa Fir’aun; peristiwa penyembelihan anak-anak lelaki Bani Israil dan anak-anak perempuan mereka dibiarkan hidup, menunjukkan aksi genosida yang dialami Yahudi di berbagai masa di sebagian besar negara. Juga menunjukkan peran yang dilakukan kaum wanita mereka dalam kehidupan kebodohan umat manusia.
وَلَتَجِدَنَّهُمْ اَحْرَصَ النَّاسِ عَلٰى حَيٰوةٍ ۛوَمِنَ الَّذِيْنَ اَشْرَكُوْا
“Dan sungguh kamu akan mendapati mereka, manusia yang paling loba kepada kehidupan (di dunia), bahkan (lebih loba lagi) dari orang-orang musyrik.” (QS. Al-Baqarah: 96)
وَتَرٰى كَثِيْرًا مِّنْهُمْ يُسَارِعُوْنَ فِى الْاِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاَكْلِهِمُ السُّحْتَۗ لَبِئْسَ مَا كَانُوْا يَعْمَلُوْنَ
“Dan kamu akan melihat kebanyakan dari mereka (orang-orang Yahudi) bersegera membuat dosa, permusuhan dan memakan yang haram. Sesungguhnya amat buruk apa yang mereka kerjakan itu.” (QS. Al-Ma`idah: 62)
وَيَسْعَوْنَ فِى الْاَرْضِ فَسَادًاۗ وَاللّٰهُ لَا يُحِبُّ الْمُفْسِدِيْنَ
“Dan mereka berbuat kerusakan di muka bumi dan Allah tidak menyukai orang-orang yang membuat kerusakan.” (QS. Al-Ma`idah: 64)
وَقَضَيْنَآ اِلٰى بَنِيْٓ اِسْرَاۤءِيْلَ فِى الْكِتٰبِ لَتُفْسِدُنَّ فِى الْاَرْضِ مَرَّتَيْنِ وَلَتَعْلُنَّ عُلُوًّا كَبِيْرًا
“Dan telah Kami tetapkan terhadap Bani Israil dalam Kitab itu, ‘Sesungguhnya kamu akan membuat kerusakan di muka bumi ini dua kali dan pasti kamu akan menyombongkan diri dengan kesombongan yang besar.” (QS. Al-Isra`: 4)
وَلَا تَعْثَوْا فِى الْاَرْضِ مُفْسِدِيْنَ
“Dan janganlah kamu berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Al-Baqarah: 60)
Dua hukum yang diarahkan kepada Yahudi ini mengandung dua aturan besar dan menyeluruh yang mereka atur melalui penyusupan dan tipuan. Seperti halnya mereka ini mempraktekkan riba berlipat ganda yang menggoncang kehidupan sosial umat manusia, berupaya menciptakan pertikaian dan peperangan melalui modal, membuat kaum fakir bertikai dengan orang-orang kaya, memicu pendirian berbagai macam bank, mengumpulkan harta melalui tipu daya, seperti itu juga mereka ini ikut terlibat dalam berbagai macam lembaga dan organisasi perusak. Mereka terlibat dalam berbagai macam pergolakan, revolusi, dan kerusakan untuk menuntut balas terhadap pemerintahan-pemerintahan yang anti Yahudi, yang menindas dan memperlakukan Yahudi secara semena-mena. Juga terhadap siapapun juga yang pernah mengalahkan Yahudi.
82. Page
Contoh lain;
فَتَمَنَّوُا الْمَوْتَ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ , وَلَنْ يَّتَمَنَّوْهُ اَبَدًاۢ
“Maka inginilah kematian(mu), jika kamu memang benar. Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya.” (QS. Al-Baqarah: 94-95)
Melalui sebuah peristiwa kecil di sekelompok kecil dalam majlis nabawi, menunjukkan bahwa kaum Yahudi yang dikenal sebagai bangsa paling tamak terhadap kehidupan dan paling takut kepada kematian, tidak akan pernah mengharap kematian melalui bahasa kondisional mereka, dan mereka tidak akan pernah terlepas dari ketamakan untuk hidup hingga hari kiamat.
Contoh lain;
ضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الذِّلَّةُ اَيْنَ مَا ثُقِفُوْٓا اِلَّا بِحَبْلٍ مِّنَ اللّٰهِ وَحَبْلٍ مِّنَ النَّاسِ وَبَاۤءُوْ بِغَضَبٍ مِّنَ اللّٰهِ وَضُرِبَتْ عَلَيْهِمُ الْمَسْكَنَةُ ۗ ذٰلِكَ بِاَنَّهُمْ كَانُوْا يَكْفُرُوْنَ بِاٰيٰتِ اللّٰهِ وَيَقْتُلُوْنَ الْاَنْبِۢيَاۤءَ بِغَيْرِ حَقٍّۗ ذٰلِكَ بِمَا عَصَوْا وَّكَانُوْا يَعْتَدُوْنَ
“Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa ampak yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas.” (QS. Ali ‘Imran: 112)
Melalui topik ini dan dengan bentuk segala kemampuan masa depan bangsa Yahudi, juga karena aturan-aturan mencengangkan yang terselip di dalam watak dan kemampuan Yahudi, Al-Qur’an memperlakukan mereka dengan sangat keras dan melayangkan tamparan-tamparan pelajaran keras pada mereka. Silahkan Anda analogikan sendiri bagian-bagian dan kisah-kisah Musa lainnya dan kisah Bani Israil dengan kisah di atas.
Di balik kata-kata sederhana dan bahasan-bahasan kecil Al-Qur’an, terdapat banyak sekali kilauan mukjizat seperti kilauan kata singkat pada cahaya keempat ini. Orang pandai cukup dengan ampak isyarat.
Cahaya kelima;
Kelengkapan Al-Qur’an luar biasa dari sisi tujuan, permasalahan, makna, gaya ampak, kelembutan, dan keindahan-keindahan.
Ya, jika surah-surah dan ayat-ayat Al-Qur’an al-mu’jizul bayan diperhatikan secara seksama, khususnya di permulaan-permulaan berbagai surah, ayat, dan potongan-potongan ayat, tentu akan ampak dengan jelas bahwa surah, ayat, dan potongan-potongan ayat tersebut mencakup segala jenis balaghah, seluruh jenis keutamaan-keutamaan kalam, seluruh jenis gaya ampak tingkat tinggi, seluruh bagian keindahan akhlak, seluruh inti sari ilmu-ilmu alam, seluruh catalog pengetahuan ilahi, seluruh aturan kehidupan pribadi maupun ampak umat manusia yang bermanfaat, dan undang-undang hikmah alam nan tinggi.
Namun demikian tidak terlihat sedikit pun kerancuan secara mutlak.
Benar, kumpulan berbagai jenis disiplin ilmu di satu tempat tanpa menimbulkan kerancuan ataupun kekacuan, benar-benar merupakan kondisi aturan nan sangat luar biasa.
Merobek tirai kebiasaan-kebiasaan yang memicu kebodohan rangkap dengan penjelasan-penjelasan pasti, mengeluarkan dan menampakkan hal-hal luar biasa yang tersembunyi di balik tirai kebiasaan, menghancurkan kekuasaan ampakmm yang menjadi sumber kesesatan dengan pedang bukti kebenaran intan, melenyapkan lapisan-
83. Page
lapisan tebal kelalaian dengan teriakan bak halilintar, memecahkan dan mengungkap teka-teki alam raya dan misteri luar biasa di balik penciptaan alam yang tidak mampu dipecahkan oleh filsafat ampakm dan hikmah insani bersamaan dengan seluruh keteraturan di dalam kelengkapan ini.
Maka tidak diragukan bahwa kemampuan seperti ini tidak lain merupakan hal luar biasa yang dimiliki mukjizat seperti Al-Qur’an yang mengetahui hakikat, mengetahui alam gaib, memberikan petunjuk, dan menampakkan kebenaran, seperti yang telah dijelaskan dalam duapuluh empat kalimat sebelumnya.
Ya, jika ayat-ayat Al-Qur’an dicermati dengan pandangan adil, tentu akan terlihat bahwa ayat-ayat Al-Qur’an tidak sama seperti rangkaian pemikiran bertahap yang membidik satu atau dua tujuan layaknya kitab-kitab lain. Tapi ayat-ayat Al-Qur’an memiliki fase sekaligus yang mengisyaratkan bahwa ayat-ayat Al-Qur’an disampaikan begitu saja, memiliki serangkaian tanda yang mengisyaratkan kedatangan seluruh kelompok-kelompok ayat –yang ampak secara bersamaan- secara terpisah dari tempat yang jauh, dan mengisyaratkan datangnya komunikasi lurus dan sangat penting, satu persatu dan dalam bentuk yang pasti.
Ya, siapa lagi yang mampu membangun komunikasi terkait seluruh wujud dan Pencipta segala wujud selain Pencipta seluruh wujud itu sendiri?! Siapa yang mampu melampaui batasannya sendiri dengan pelanggaran tanpa batas, mengatakan terkait Allah seperti yang ia inginkan, dan membuat segala wujud berbicara dengan benar?!
Ya, di dalam Al-Qur’an ampak pembicaraan Sang Pencipta seluruh wujud secara serius, benar, luhur, dan membuat yang lain berbicara. Tidak ada tanda apapun di dalam Al-Qur’an yang mengisyaratkan peniruan. Dialah yang berbicara dan membuat yang lain berbicara.
Andai ada di antara mereka melampaui batas seperti Musailamah Al-Kadzdzab dan mengatakan kebohongan terhadap Penciptanya yang memiliki kemuliaan dan kekuatan sesuai pikirannya, dan membuat seluruh wujud menuturkan pikiran ini, tentu di dalam kata-katanya terlihat ribuan tanda peniruan, ribuan tanda tipuan, kebohongan, dan pemalsuan, karena setiap fase orang-orang yang meniru fase-fase tingkat tinggi dan luhur pasti menunjukkan bahwa mereka meniru, karena mereka berada di dalam fase yang paling buruk.
Perhatikan dengan seksama ayat yang menunjukkan hakikat ini melalui sumpah;
{وَالنَّجْمِ إِذَا هَوَى (1) مَا ضَلَّ صَاحِبُكُمْ وَمَا غَوَى (2) وَمَا يَنْطِقُ عَنِ الْهَوَى (3) إِنْ هُوَ إِلا وَحْيٌ يُوحَى (4) }
“Demi bintang ketika terbenam. Kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak pula keliru. Dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. An-Najm: 1-4)
84. Page
Obor Ketiga;
Kemukjizatan Al-Qur'an al-mu’jizul bayan terdapat pada sisi pemberitaan-pemberitaan gaib yang disampaikan, selalu menjaga kemudaannya di setiap masa, menjaga kelayakannya untuk seluruh lapisan masyarakat
Obor ini terdiri dari tiga kilatan;
Kilatan pertama;
Pemberitaan-pemberitaan gaib.
Kilatan ini terdiri dari tiga sinar;
Sinar pertama;
Pemberitaan-pemberitaan gaib Al-Qur'an tentang masa lalu.
Ya, Al-Qur'anul Hakim melalui lisan orang buta huruf terpercaya –buta huruf dan amanatnya disepakati- menuturkan kondisi-kondisi dan fakta-fakta penting para nabi mulai dari zaman Adam a.s. hingga zaman kebahagiaan melalui pemberitaan sangat kuat dan serius, dan dibenarkan oleh kitab-kitab samawi lain seperti Taurat dan Injil. Selaras dengan poin-poin yang disepakati kitab-kitab sebelumnya, menjelaskan kebenaran-kebenaran nyata yang diperselisihkan kitab-kitab sebelumnya dan meluruskannya.
Artinya, pandangan Al-Qur'an terhadap hal gaib melihat kondisi-kondisi masa lalu melebihi kitab-kitab sebelumnya, karena Al-Qur'an membenarkan permasalahan-permasalahan disepakati. Al-Qur'an menjadi penentu keputusan dalam permasalahan-permasalahan yang diperselisihkan dan meluruskannya. Faktanya, pemberitaan Al-Qur'an tentang peristiwa-peristiwa dan kondisi-kondisi masa lalu bukan bersifat logika sehingga harus disampaikan dengan logika. Lebih dari itu, menukil bergantung pada pendengaran. Dan penukilan hanya untuk orang-orang yang bisa baca-tulis.
Al-Qur'an diturunkan kepada seseorang yang tidak bisa baca-tulis, dikenal amanat, dan disepakati kawan maupun lawan sebagai orang buta huruf.
Al-Qur'an mengabarkan dan membahas kondisi-kondisi masa lalu dengan cara seakan melihatnya langsung, karena Al-Qur'an mencakup akidah kehidupan dan spirit peristiwa panjang, selanjutnya menjadikannya sebagai mukadimah bagi tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian, seluruh intisari dan kesimpulan di dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa Zat yang menyampaikan kesimpulan dan intisari tersebut melihat seluruh kondisi masa lalu, karena seperti halnya sebuah perkataan yang disimpulkan dari sejumlah pakar di bidang suatu ilmu dan intisari hasil kreasi mereka menunjukkan kemahiran dan kecakapan mereka, demikian halnya segala intisari dan spirit seluruh peristiwa yang tertera di dalam Al-Qur'an menunjukkan bahwa Zat yang mengabarkan peristiwa-peristiwa tersebut meliputi semua peristiwa-peristiwa tersebut dan melihatnya. Artinya mengabarkan peristiwa-peristiwa tersebut dengan kemahiran luar biasa jika bisa dibilang seperti itu.
Sinar kedua;
Pemberitaan-pemberitaan gaib Al-Qur'an tentang masa depan.
Bagian pemberitaan ini memiliki banyak jenis. Jenis pertama di antaranya bersifat khusus untuk sebagian ahli mukasyafah dan wali.
85. Page
Sebagai contoh, Muhyiddin Ibnu Arabi[1] menemukan banyak sekali pemberitaan-pemberitaan gaib dalam surah Ar-Rum. Imam Rabbani[2] melihat banyak sekali isyarat dan pemberitaan-pemberitaan interaksi gaib di balik huruf-huruf potongan di awal-awal surah.
Seperti itulah Al-Qur'an, dari awal hingga akhir merupakan semacam pemberitaan tentang hal gaib bagi para ulama kebatinan.
Sementara kami akan mengisyaratkan bagian khusus untuk kalangan luas. Bagian ini juga memiliki banyak sekali tingkatan. Kami hanya akan membicarakan satu tingkatan saja. Al-Qur'anul Hakim berbicara kepada Rasul mulia Saw.;[3]
فَاصْبِرْ اِنَّ وَعْدَ اللّٰهِ حَقٌّ
“Dan bersabarlah kamu, sesungguhnya janji Allah adalah benar.” (QS. Ar-Rum: 60)
لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ ۚ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ اٰمِنِيْنَۙ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ لَا تَخَافُوْنَ ۗفَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا
“Sesungguhnya Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya, tentang kebenaran mimpinya dengan sebenarnya (yaitu) bahwa sesungguhnya kamu pasti akan memasuki Masjidil Haram, insya Allah dalam keadaan aman, dengan mencukur rambut kepala dan mengguntingnya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tiada kamu ketahui dan dia memberikan sebelum itu kemenangan yang dekat.” (QS. Al-Fath: 27
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْد
“Dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang. Dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.” (QS. Ar-Rum: 3-4)
اَمْ يَقُوْلُوْنَ شَاعِرٌ نَّتَرَبَّصُ بِهٖ رَيْبَ الْمَنُوْنِ, قُلْ تَرَبَّصُوْا فَاِنِّيْ مَعَكُمْ مِّنَ الْمُتَرَبِّصِيْنَۗ
“Bahkan mereka mengatakan, ‘Dia adalah seorang penyair yang kami tunggu-tunggu kecelakaan menimpanya.’ Katakanlah, ‘Tunggulah, maka sesungguhnya akupun termasuk orang yang menunggu (pula) bersama kamu’.” (QS. Ath-Thur: 30-31)
وَاللّٰهُ يَعْصِمُكَ مِنَ النَّاسِۗ
“Allah memelihara kamu dari (gangguan) manusia.” (QS. Al-Ma`idah: 67)
وَلَنْ يَّتَمَنَّوْهُ اَبَدًاۢ بِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْ
[1] Muhyiddin Ibnu Arabi; sufi besar, Imam Muhyiddin Muhammad bin Ali bin Muhammad bin Arabi Al-Hatimi Ath-Tha`i Al-Andalusi. Dijuluki syaikh besar. Untuk itulah ada sebuah madzhab yang dinisbatkan kepadanya. Namanya Akbariyah. Lahir di Marsia, Andalusia, pada bulan Ramadhan 558 H., bertepatan dengan tahun 1164 M. Meninggal dunia di Damaskus pada tahun 638 H., bertepatan dengan tahun 1240 M., dikebumikan di gunung Safah, Qasiun.
[2] Imam Rabbani; Ahmad bin Abdul Ahad As-Sarhandi Al-Faruqi (971-1034 H.), unggul di berbagai disiplin ilmu di masanya. Allah memberinya taufiq untuk mengeluarkan daulah Mongolia dari atheisme menuju Islam.
[3] Mengingat ayat-ayat ini memberitakan tentang hal gaib yang sudah dijelaskan dalam kitab-kitab tafsir, di samping karena penulis berniat untuk mencetak kitab ini dengan huruf-huruf lama (huruf-huruf Al-Qur'an maksudnya), hingga terjadi kekeliruan karena terburu-buru. Untuk itu, ayat-ayat ini masih belum sempat diberi penjelasan, dan simpanan-simpanannya nan bernilai masih tersembunyi. (Penulis)
86. Page
“Dan sekali-kali mereka tidak akan mengingini kematian itu selama-lamanya, karena kesalahan-kesalahan yang telah diperbuat oleh tangan mereka (sendiri).” (QS. Al-Baqarah: 95)
فَاِنْ لَّمْ تَفْعَلُوْا وَلَنْ تَفْعَلُوْا
“Maka jika kamu tidak dapat membuat(nya) -dan pasti kamu tidak akan dapat membuat(nya).” (QS. Al-Baqarah: 24)
سَنُرِيْهِمْ اٰيٰتِنَا فِى الْاٰفَاقِ وَفِيْٓ اَنْفُسِهِمْ حَتّٰى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُّۗ
“Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al-Qur'an itu adalah benar” (QS. Fushshilat: 53)
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا “Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (QS. Al-Isra`: 88)
اَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مَنْ يَّرْتَدَّ مِنْكُمْ عَنْ دِيْنِهٖ فَسَوْفَ يَأْتِى اللّٰهُ بِقَوْمٍ يُّحِبُّهُمْ وَيُحِبُّوْنَهٗٓ ۙاَذِلَّةٍ عَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ اَعِزَّةٍ عَلَى الْكٰفِرِيْنَۖ يُجَاهِدُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا يَخَافُوْنَ لَوْمَةَ لَاۤىِٕمٍ
“Maka kelak Allah akan mendatangkan suatu kaum yang Allah mencintai mereka dan merekapun mencintai-Nya, yang bersikap lemah lembut terhadap orang yang mukmin, yang bersikap keras terhadap orang-orang kafir, yang berjihad di jalan Allah, dan yang tidak takut kepada celaan orang yang suka mencela.” (QS. Al-Ma`idah: 54)
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ سَيُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ فَتَعْرِفُوْنَهَاۗ
“Dan katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya.” (QS. An-Naml: 93)
قُلْ هُوَ الرَّحْمٰنُ اٰمَنَّا بِهٖ وَعَلَيْهِ تَوَكَّلْنَاۚ فَسَتَعْلَمُوْنَ مَنْ هُوَ فِيْ ضَلٰلٍ مُّبِيْنٍ
“Katakanlah, ‘Dia-lah Allah yang Maha Penyayang kami beriman kepada-Nya dan kepada-Nya-lah kami bertawakkal. Kelak kamu akan mengetahui siapakah yang berada dalam kesesatan yang nyata’.” (QS. Al-Mulk: 29)
وَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى الْاَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِهِمْۖ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِيْنَهُمُ الَّذِى ارْتَضٰى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِّنْۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ اَمْنًاۗ يَعْبُدُوْنَنِيْ لَا يُشْرِكُوْنَ بِيْ شَيْـًٔاۗ وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذٰلِكَ فَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْفٰسِقُوْنَ
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (QS. An-Nur: 55)
Pemberitaan-pemberitaan gaib yang disebut ayat-ayat ini terjadi tepat seperti yang diberitakan. Pemberitaan-pemberitaan gaib yang disampaikan melalui lisan seseorang yang rentan menghadapi berbagai macam bantahan dan kritikan, di samping pengakuannya akan runtuh karena kesalahan sekecil apapun yang ia lakukan, ia sampaikan tanpa ragu, sepenuh kesungguhan dan ketenangan, serta ia sampaikan dengan cara yang mengisyaratkan kepercayaan diri nan kuat. Ini secara pasti menunjukkan bahwa ia menerima pelajaran dari Sang Guru Azali (Allah Ta’ala), lalu setelah itu ia memberitahukan (hal-hal gaib) dari-Nya.
87. Page
Sinar ketiga;
Pemberitaan-pemberitaan gaib Al-Qur'an tenang hakikat-hakikat ilahi, hakikat-hakikat alam, dan hal-hal akhirat.
Ya, penjelasan-penjelasan Al-Qur'an tentang hakikat-hakikat ilahi dan penjelasan-penjelasan alam yang memecahkan teka-teki alam raya dan mengungkap misteri penciptaan alam merupakan pemberitaan-pemberitaan gaib yang paling penting, karena tidak mungkin jika akal manusia yang menempuh jalan-jalan kesesatan tanpa batas itu mencapai hakikat-hakikat gaib seperti ini. Seperti diketahui, sebagian besar filosof dan orang-orang jenius tidak mampu mencapai permasalahan-permasalahan seperti ini melalui akal meski sekecil apapun.
Setelah Al-Qur'an menjelaskan hakikat-hakikat ilahi dan alam, setelah hati jernih, jiwa suci, ruh mengalami peningkatan dan akal sempurna, akal manusia menerima hakikat-hakikat tersebut seraya mengatakan, “Kau benar.” Dan berkata kepada Al-Qur'an, “Barakallah.”
Bagian ini sedikit banyak sudah dijelaskan dalam kalimat kesebelas, sehingga tidak perlu lagi diulang.
Terkait kondisi-kondisi akhirat dan alam barzakh, akal manusia tidak mampu mengetahui semua itu dengan sendirinya dan tidak dapat melihatnya. Hanya saja akal menegaskan permasalahan-permasalahan ini pada tingkatan syuhud melalui cara-cara yang dijelaskan Al-Qur'an.
Di dalam kalimat kesepuluh sudah disebutkan sejauh mana kebenaran pemberitaan-pemberitaan gaib yang disampaikan Al-Qur'an. Silahkan dirujuk kembali.
Kilatan Ketiga;
Kemudaan Al-Qur'an.
Al-Qur'an menjaga kesegaran dan kemudaannya di setiap masa, seakan ia baru diturunkan.
Ya, mengingat Al-Qur'an khitab azali yang berbicara kepada seluruh tingkatan umat manusia di setiap masa, Al-Qur'an harus selalu muda. Seperti itulah Al-Qur'an terlihat, dan akan tetap terlihat seperti itu karena Al-Qur'an mengarah pada setiap masa yang berbeda dari sisi pemikiran dan kemampuan. Al-Qur'an seakan khusus untuk masa tersebut, menarik perhatian, dan menyampaikan pelajaran-pelajarannya.
Jejak dan aturan-aturan umat manusia ikut tua, berubah, dan berganti seperti mereka. Namun hukum dan aturan-aturan Al-Qur'an tetap stabil dan kokoh hingga setiap kali masa berlalu kekuatannya kian terlihat.
Ya, masa sekarang ini dan ahli kitab saat ini yang lebih percaya diri dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya dan yang menutup telinga dengan jari-jari tangan Al-Qur'an agar tidak mendengar kata-kata Al-Qur'an, mereka ini memerlukan khitab Al-Qur'an nan menuntun dan membimbing, “Wahai ahli kitab!” Bahkan seakan khitab ini diarahkan langsung kepada masa sekarang. Kata, “Wahai ahli kitab!” juga mengandung makna, “Wahai pihak sekolah!”
Dengan sepenuh kekuatan, kesegaran, dan kemudaan, Al-Qur'an mengirim teriakan ini ke berbagai penjuru dunia;
88. Page
قُلْ يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ تَعَالَوْا اِلٰى كَلِمَةٍ سَوَاۤءٍۢ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ اَلَّا نَعْبُدَ اِلَّا اللّٰهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهٖ شَيْـًٔا وَّلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا اَرْبَابًا مِّنْ دُوْنِ اللّٰهِ ۗ فَاِنْ تَوَلَّوْا فَقُوْلُوا اشْهَدُوْا بِاَنَّا مُسْلِمُوْنَ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah (kita) menuju kepada satu kalimat (pegangan) yang sama antara kami dan kamu, bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan kita tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun, dan bahwa kita tidak menjadikan satu sama lain tuhan-tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah (kepada mereka), ‘Saksikanlah, bahwa kami adalah orang Muslim’.” (QS. Ali ‘Imran: 64)
Contoh; peradaban modern yang merupakan buah pemikiran seluruh umat manusia bahkan jua jin, melalui fase peniruan Al-Qur'an dimana seluruh individu maupun kelompok tidak akan mampu menirunya. Peradaban dengan sihirnya berupaya meniru kemukjizatan Al-Qur'an.
Berikut ini kita akan membahas peniruan baru nan mencengangkan ini dengan membuat perbandingan antara asas dan aturan-aturan peradaban yang dibuat untuk meniru Al-Qur'an dengan asas-asas Al-Qur'an, agar kita dapat menegaskan klaim kemukjizatan Al-Qur'an dalam ayat;
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (QS. Al-Isra`: 88)
Pada tingkatan pertama, disebutkan serangkaian perbandingan dan pertimbangan seperti yang sudah dicantumkan dalam kalimat-kalimat sebelumnya; mulai dari kalimat pertama hingga kalimat keduapuluh lima. Juga ayat-ayat yang merupakan hakikat seluruh kalimat-kalimat tersebut yang diawali dari kemukjizatan Al-Qur'an dan dominasi Al-Qur'an terhadap peradaban modern. Semuanya sudah disebutkan secara pasti, sepasti dua dikali dua sama dengan empat.
Pada tingkatan kedua, disebutkan kesimpulan sejumlah aturannya seperti yang disebutkan dalam kalimat ketigabelas. Intinya, peradaban modern melalui filsafat yang dianut menganggap kekuatan sebagai titik sandar dalam kehidupan sosial, bertujuan untuk mencapai kepentingan, dan menjadikan persaingan sebagai aturan hidup.
Bagi peradaban ini, rasial dan nasionalisme negatif menjadi ikatan kelompok. Di antara tujuannya adalah bermain-main untuk memenuhi keinginan jiwa dan meningkatkan kebutuhan-kebutuhan umat manusia. Padahal kekuatan umumnya melampaui batas. Kepentingan umumnya mengundang persaingan, mengingat kepentingan tidak dapat memenuhi segala keinginan. Aturan persaingan umumnya pertarungan. Rasial umumnya pelanggaran, karena semua unsur ini menguat dengan menelan orang lain.
Peradaban seperti ini –sebagai imbas dari aturan-aturannya dengan kebaikan-kebaikan yang ada- hanya memberikan kebahagiaan secara formalitas dan lahiriah semata pada duapuluh persen umat manusia, dan mendorong delapanpuluh persen lainnya menuju kesengsaraan dan kemiskinan.
Sementara menurut hikmah Al-Qur'an, kebenaran dinilai sebagai titik sandar, bukannya kekuatan. Menjadikan nilai keutamaan dan ridha ilahi sebagai tujuan, bukannya kepentingan. Menjadikan aturan kerjasama sebagai asas kehidupan, bukannya aturan persaingan. Menerima ikatan agama, golongan, dan tanah air sebagai ikatan kebersamaan, bukannya ikatan rasial ataupun nasionalisme. Bertujuan membendung segala pelanggaran ilegal atas dasar dorongan jiwa. Mendorong ruhani
89. Page
untuk menggapai hal-hal tinggi, memenuhi segala perasaan ruhani nan luhur, mendorong umat manusia menuju kesempurnaan-kesempurnaan insani hingga menjadi manusia sebenarnya.
Kebenaran umumnya disepakati. Nilai-nilai utama umumnya didukung. Kerjasama umumnya berupaya untuk membantu orang lain. Agama umumnya memicu persaudaraan dan daya tarik. Mengekang nafsu amarah umumnya mendorong ruhani untuk menggapai segala kesempurnaan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Dengan demikian, meski peradaban modern menerima kebaikan-kebaikan dari agama-agama samawi sebelumnya, khususnya petunjuk-petunjuk Al-Qur'an, namun tetap saja kalah di hadapan Al-Qur'an terkait pandangan tentang kebenaran.
Pada tingkatan ketiga, kami akan menjelaskan tiga atau empat permasalahan sebagai contoh saja di antara ribuan permasalahan-permasalahannya.
Ya, aturan dan undang-undang Al-Qur'an berasal dari azali dan akan kembali kepada azali pula. Aturan dan undang-undang ini tidak divonis mati setelah mencapai masa tua. Tidak seperti undang-undang peradaban saat ini. Aturan dan undang-undang Al-Qur'an tetap berseri dan kuat.
Contoh; dengan segala organisasi sosial, aturan-aturan tegas dan memaksa, serta lembaga-lembaga pendidikan akhlaknya, peradaban modern tidak mampu menentang dua permasalahan Al-Qur'anul Hakim yang tertera dalam firman Allah Swt.;
وَاَقِيْمُوا الصَّلٰوةَ وَاٰتُوا الزَّكٰوةَ
“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat.” (QS. Al-Baqarah: 43)
وَاَحَلَّ اللّٰهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبٰواۗ
“Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-Baqarah: 275)
Dominasi kemukjizatan Al-Qur'an ini akan kami jelaskan dengan sebuah mukadimah sebagai berikut;
Seperti halnya seluruh goncangan manusia berasal dari satu kata, seperti itu pula sumber seluruh akhlak buruk adalah satu kata, seperti yang disebutkan dalam isyarat-isyarat kemukjizatan.
Kata pertama; kalau saya sudah kenyang, apa urusan saya jika orang lain mati kelaparan.
Kata kedua; kamu yang kerja, saya yang memakan hasilnya.
Ya, dalam kehidupan sosial, manusia menjalani hidup yang enak manakala terjadi keseimbangan antara kalangan khusus dan umum. Maksudnya antara orang-orang kaya dan kaum miskin. Asas keseimbangan ini bagi kalangan khusus adalah kasih sayang, sementara untuk kalangan awam adalah penghormatan dan ketaatan.
Namun saat ini, seperti halnya kata pertama mendorong kalangan khusus berbuat lalim, berakhlak tidak baik, dan kasar. Sementara kata kedua mendorong kalangan umum iri hati, dengki, bersaing dan melawan, tidak heran jika kenyamanan manusia mulia hilang dalam beberapa kurun waktu belakangan.
Akibat persaingan usaha dengan mengandalkan modal, kini muncul kejadian-kejadian besar seperti yang dialami Eropah yang lazim diketahui siapapun juga.
Seperti halnya peradaban saat ini tidak mampu mendamaikan kedua lapisan sosial umat manusia ini, meski dengan berbagai lembaga sosial, sekolah-sekolah akhlak,
90. Page
pendidikan, undang-undang dan aturan tegas, seperti itu juga peradaban tidak mampu mengobati luka mendalam kehidupan umat manusia.
Sementara Al-Qur'an mencabut kata pertama hingga ke akar-akarnya dengan mewajibkan zakat dan menangani persoalan ini, dan mencabut kata kedua hingga ke akar-akarnya dan menangani persoalan tersebut dengan mengharamkan riba.
Ya, ayat Al-Qur'an berdiri di depan pintu dunia dan berkata kepada riba, “Kamu terlarang!” Memerintahkan seluruh umat manusia dengan mengatakan, “Tutuplah pintu-pintu bank agar kalian dapat menutup pintu-pintu persaingan dan pertikaian.” Dan memerintahkan murid-muridnya agar tidak memasuki pintu-pintu riba.
Asas kedua;
Peradaban saat ini menolak poligami, menilai hukum Al-Qur'an ini bertentangan dengan peradaban, berseberangan dengan hikmah dan kepentingan umat manusia.
Ya, jika memang hikmah dari pernikahan sebatas untuk melampiaskan syahwat semata, tentu harus ada poligami. Padahal terbukti menurut kesaksian seluruh hewan dan pembenaran seluruh tanaman yang berpasangan, hikmah dan tujuan pernikahan adalah untuk memperbanyak keturunan. Kenikmatan yang didapat dari pelampiasan syahwat hanya upah kecil yang diberikan rahmat ilahi untuk menjalankan tugas ini.
Mengingat pernikahan adalah hikmah dan hakikat untuk berketurunan dan demi keberlangsungan populasi, tidak diragukan bahwa peradaban saat ini terpaksa harus membuka pintu-pintu perzinaan, karena wanita hanya mampu melahirkan satu kali dalam setahun, dan hanya hamil pada paruh bulan. Wanita memasuki usia menopause pada usia 50 tahun. Saat itu ia tidak cukup bagi seorang lelaki yang umumnya siap untuk membuahi bahkan sampai usia 100 tahun.
Asas ketiga;
Peradaban yang memerlukan akal tentu mengkritik ayat waris, karena Al-Qur'an memberi wanita sepertiga warisan, mengingat hukum-hukum kehidupan sosial umumnya berlaku sesuai kalangan mayoritas. Umumnya, wanita dilindungi lelaki. Sementara lelaki harus menyertakan wanita yang tentu saja menjadi beban berat karena harus menanggung nafkah dan segala penghidupannya.
Berdasarkan gambaran ini, andaikan wanita mendapatkan separuh dari bagian lelaki dari harta peninggalan ayahnya, tentu suami si wanita menerima bagian yang kurang. Sebaliknya, andaikan lelaki mendapatkan duapertiga warisan peninggalan ayahnya, ia akan memberikan sepertiga bagian tersebut untuk menghidupi wanita yang ia nikahi. Dengan demikian, bagiannya sama seperti bagian saudara perempuannya. Untuk itulah keadilan Al-Qur'an mengharuskan dan memutuskan seperti itu.
Asas keempat;
Seperti halnya Al-Qur'an melarang keras penyembahan berhala, Al-Qur'an juga melarang kecintaan terhadap gambar-gambar hingga sampai batas penyembahan dimana kecintaan seperti ini meniru perilaku penyembahan berhala. Peradaban saat ini bermaksud menentang Al-Qur'an dengan menganggap gambar-gambar dari sisi keindahannya. Padahal gambar –entah berdimensi maupun tidak- mungkin sebagai kezaliman yang membantu, riya’ yang berwujud, atau keinginan jiwa yang berbentuk, yang mendorong manusia untuk berbuat zalim, riya’, dan menuruti hawa nafsu dengan menggerakkan keinginan-keinginan dalam diri mereka.
91. Page
Sementara sebagai wujud kasih sayang terhadap kaum wanita, Al-Qur'an memerintahkan mereka untuk mengenakan hijab rasa malu demi menjaga kesucian dan kehormatan mereka, agar sumber-sumber kasih sayang ini tidak diinjak-injak oleh kaki-kaki segala kecenderungan dan keinginan hina, agar mereka tidak menjadi alat pemuas segala keinginan dan barang tak berharga.[1]
Berbeda dengan peradaban saat ini yang justru mengeluarkan kaum wanita dari sarangnya dan menyesatkan umat manusia. Seperti diketahui, kehidupan rumah-tangga berlangsung dengan saling menghormati, mencintai, dan timbal balik antara lelaki dan perempuan. Nyatanya, buka-bukaan dan bersolek justru melenyapkan sikap saling hormat, cinta tulus, dan meracuni kehidupan rumah-tangga. Terlebih kegemaran terhadap gambar-gambar dapat mengguncang akhlak dan memicu keruntuhan ruhani. Ini dapat dipahami melalui penjelasan berikut;
Seperti halnya memandang tubuh seorang wanita cantik yang sudah meninggal dunia dan yang memerlukan belas kasihan dengan tatapan syahwat dapat meruntuhkan akhlak, seperti itu juga memandang gambar-gambar wanita yang sudah mati maupun masih hidup yang hukumnya sama seperti jenazah-jenazah kecil dengan tatapan syahwat juga meruntuhkan perasaan-perasaan luhur insan.
Setiap permasalahan di antara ribuan permasalahan Al-Qur'an semata untuk melayani kehidupan abadi umat manusia. Terlebih, permasalahan-permasalahan Al-Qur'an berupaya untuk menyediakan kebahagiaan mereka di dunia seperti yang tertera dalam tiga contoh ini. Anda dapat menganalogikan permasalahan-permasalahan lain dengan permasalahan-permasalahan yang tertera di atas.
Seperti halnya peradaban saat ini kalah di hadapan undang-undang Al-Qur'an terkait kehidupan sosial umat manusia, dan kalah di hadapan kemukjizatan maknawi Al-Qur'an dari sisi hakikat, seperti itu pula perbandingan di antara dua hikmah ini (hikmah Al-Qur'an dan hikmah filsafat Eropah) seperti disebutkan dalam kalimat-kalimat dengan jumlah mencapai duapuluh lima kalimat, secara pasti menunjukkan bahwa hikmah manusia dan filsafat Eropah yang menjadi spirit peradaban modern saat ini lemah, sementara hikmah Al-Qur'an mukjizat.
Seperti itu pula disebutkan dalam kalimat kesebelas dan keduabelas bahwa hikmah filsafat lemah dan hikmah Al-Qur'an mukjizat serta memadai. Silahkan Anda membaca kembali kedua kalimat tersebut.
Seperti halnya peradaban modern kalah di hadapan kemukjizatan ilmiah dan praktis Al-Qur'an, seperti itu juga menisbatkan sastra dan kefasihan bahasa peradaban modern pada sastra dan kefasihan bahasa Al-Qur'an, sama seperti mengaitkan tangisan anak yatim dengan kesedihan disertai putus asa, nyanyian orang mabuk dalam kondisi hina-dina, dengan lantunan pecinta hal-hal luhur dengan kesedihan penuh dengan kerinduan dan asa karena perpisahan sementara, dengan lagu-lagu nasional pembakar semangat yang dilantunkan sebagai dorongan untuk meraih kemenangan, peperangan, dan pengorbanan-pengorbanan luhur, karena sastra dan kefasihan bahasa dari sisi pengaruh bahasa, menimbulkan kesedihan atau kesenangan.
Kesedihan ada dua kategori. Kategori pertama; sedih kehilangan orang-orang tercinta. Artinya, kesedihan nan kelam muncul karena tidak adanya orang-orang
[1] Kilauan keempatbelas dari catatan ketigapuluh satu yang menjelaskan tentang hijab wanita, secara pasti menyebutkan bahwa hijab adalah fitrah kaum wanita. Melepaskan hijab artinya berseberangan dengan fitrah. (Penulis)
92. Page
tercinta dan handai-taulan karena dipicu oleh sastra peradaban modern yang dikotori oleh kesesatan, meyakini paham naturalisme, dan sudah terbiasa lalai.
Kategori kedua; sedih karena berpisah dengan orang-orang tercinta. Artinya, orang-orang tercinta bukannya tidak ada. Hanya saja keberadaan mereka menimbulkan ras sedih penuh kerinduan karena perpisahan. Kesedihan seperti inilah yang dimunculkan Al-Qur'an nan memberi petunjuk dan penerangan.
Kesenangan juga terdiri dari dua kategori. Kategori pertama; kesenangan yang mendorong jiwa untuk berbagai keinginan dan senda gurau. Seperti inilah sastra dramatikal dan teatrikal peradaban modern.
Kategori kedua; kesenangan yang membungkam jiwa, mendorong ruhani, kalbu, akal, dan batin secara lembut pada segala keluhuran, mendorong untuk pulang ke kampung halaman dan tempat menetap abadi, menyusul orang-orang tercinta yang sudah berada di akhirat.
Inilah kesenangan yang dimunculkan Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang mendorong manusia menuju surga, kebahagiaan abadi, dan melihat keindahan Allah.
Makna agung dan hakikat besar yang ditunjukkan ayat berikut;
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’,” (QS. Al-Isra`: 88) oleh mereka yang dangkal pemahaman disebabkan karena tidak memperhatikan Al-Qur'an secara seksama, mengira bahwa hakikat tersebut mustahil yang hanya disebut demi kefasihan bahasa yang dilebih-lebihkan.
Dugaan ini sama sekali tidak benar. Hakikat yang disebut ayat di atas bukan dilebih-lebihkan dan bukan sesuatu yang mustahil. Inilah kefasihan hakiki, bersifat mungkin dan nyata.
Salah satu sisi bentuk tersebut adalah misalkan seluruh perkataan dan kata indah gubahan manusia dan jin yang tidak bersumber dari Al-Qur'an dan bukan pula milik Al-Qur'an disatukan, tentu tidak akan dapat menjadi padanan Al-Qur'an. Tak seorang pun di antara mereka semua mampu melakukan itu. Itulah mengapa tak seorang pun dapat memperlihatkan kata-kata seperti rangkaian kata Al-Qur'an.
Sisi kedua; peradaban modern, hikmah filsafat, dan sastra-sastra asing yang merupakan buah pikiran jin, manusia, dan bahkan setan, serta hasil bantuan dan pekerjaan mereka, berada di titik nadir kelemahan di hadapan hukum, hikmah, dan kefasihan bahasa Al-Qur'an, seperti yang sudah kami jelaskan dalam sebuah contoh sebelumnya.
Kilatan ketiga;
Al-Qur'anul Hakim mengarah kepada setiap tingkatan umat manusia di setiap masa. Al-Qur'an seakan mengarah secara langsung dan secara khusus pada tingkatan manusia tersebut, serta berbicara kepada mereka.
Ya, karena Al-Qur'an menyeru seluruh umat manusia dengan seluruh tingkatan mereka menuju keimanan yang merupakan ilmu paling luhur dan paling lembut, menuju makrifatulalh yang merupakan ilmu paling luas dan paling terang bercahaya, menuju hukum-hukum Islam yang merupakan pengetahuan paling penting dan paling
93. Page
banyak ragamnya, serta mengajari mereka, sudah barang tentu Al-Qur'an memberikan pelajaran kepada setiap jenis dan tingkatan manusia yang sesuai.
Nyatanya, pelajaran yang disampaikan Al-Qur'an sama dan tidak berbeda. Untuk itu diperlukan adanya tingkatan-tingkatan manusia dalam pelajaran tersebut. Masing-masing di antara mereka mendapatkan bagian tersendiri dari setiap level pelajaran-pelajaran dan khitab Al-Qur'an. Kami sudah menyebutkan banyak sekali contoh hakikat ini yang bisa dibaca kembali. Namun berikut ini kami akan mengisyaratkan perbedaan pemahaman pada satu atau dua bagian, pada satu atau dua tingkatan.
Contoh; bagian kalangan awam –yang mewakili kalangan mayoritas- dari ayat berikut;
لَمۡ يَلِدۡ ۙ وَلَمۡ يُوۡلَدۡ , وَلَمۡ يَكُنۡ لَّهٗ كُفُوًا اَحَدٌ
“Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia,” (QS. Al-Ikhlash: 3-4) yaitu Al-Haq Ta’ala Maha Suci dari ayah, anak, teman, dan istri.
Sementara kalangan menengah yang lebih tinggi tingkatannya dari kalangan umum, mereka memahami wajib hukumnya menafikan ketuhanan Isa a.s., para malaikat, dan apapun yang beranak. Mengingat tidak ada gunanya menafikan sesuatu yang mustahil secara lahir, maka yang dimaksud dalam kefasihan bahasa ayat ini adalah hukum lazim yang menjadi pusat faedah. Maksud menafikan anak dan ayah -dimana keduanya ini khusus untuk jasmani- adalah menafikan ketuhanan makhluk yang memiliki anak, ayah, dan padanan, serta menampakkan ketidak-pantasannya untuk menjadi sembahan. Berdasarkan rahasia ini, surah Al-Ikhlash berguna bagi siapapun dan kapanpun juga.
Bagian pemahaman untuk kalangan lain yang lebih maju dari dua kalangan sebelumnya –dalam batasan tertentu- adalah Al-Haq Ta’ala Maha Suci dari segala ikatan yang mengesankan diperanakkan dan memiliki anak, terbebas dari sekutu, pembantu, dan padanan. Hubungan Al-Haq Ta’ala dengan seluruh wujud adalah hubungan antara Khaliq dan makhluk. Ia menciptakan segala sesuatu dengan perintah kun fayakun, dengan kehendak azali-Nya. Ia Maha Suci dari segala ikatan yang menafikan kesempurnaan, seperti diwajibkan melakukan sesuatu, melakukan sesuatu secara terpaksa bukan secara suka rela.
Bagian pemahaman untuk kalangan lain yang lebih maju dari semua kalangan sebelumnya adalah Al-Haq azali, abadi, awal dan akhir, sama sekali tidak memiliki padanan, tandingan, serupa, misal, dan contoh pada Zat, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya. Hanya saja di dalam perbuatan dan kesibukan-kesibukan-Nya terdapat contoh-contoh sekedar untuk persamaan saja;
وَلِلّٰهِ الْمَثَلُ الْاَعْلٰىۗ
“Dan Allah mempunyai sifat yang Maha Tinggi.” (QS. An-Nahl: 60) Anda dapat menganalogikan kalangan-kalangan lain pemilik bagian ini, seperti kalangan ‘arif, para pecinta, dan shiddiqun dengan kalangan-kalangan di atas.
Contoh; -misal kedua-
مَا كَانَ مُحَمَّدٌ اَبَآ اَحَدٍ مِّنْ رِّجَالِكُمْ
“Muhammad itu sekali-kali bukanlah bapak dari seorang laki-laki di antara kamu.” (QS. Al-Ahzab: 40)
Bagian pemahaman kalangan pertama dari ayat ini adalah Zaid r.a., pelayan Rasul mulia Saw. yang meraih khitab, “Wahai anakku!”, menceraikan istri tercintanya
94. Page
karena menilai dirinya tidak selevel dengannya. Rasul mulia Saw. lalu menikahi mantan istri Zaid atas perintah dari Allah.
Ayat di atas mengatakan; apabila Rasulullah Saw. memanggil kalian, “Wahai anakku!” artinya beliau mengucapkan kata-kata itu dari sisi nubuwah dan risalah. Beliau bukan ayah kalian dari sisi pribadi beliau, sehingga para wanita yang beliau nikahi tidak pantas bagi beliau.
Bagian pemahaman kalangan kedua adalah sang pemberi perintah nan agung memandang rakyat dengan kasih sayang seorang ayah. Jika si pemberi perintah ini seorang pemimpin spiritual lahir-batin yang memiliki kasih sayang seratus kali melebihi kasih sayang seorang ayah, lalu masing-masing di antara rakyatnya memandangnya seperti ayah sendiri dan seakan mereka anak-anak si ayah tersebut, di samping karena pandangan terhadap sosok seorang ayah tidak dapat dengan mudah berubah menjadi sosok seorang suami, dan pandangan terhadap sosok seorang anak perempuan tidak dapat dengan mudah berubah menjadi sosok seorang istri, maka rahasia ini tidak selaras dengan pernikahan yang Rasulullah Saw. jalani dengan anak-anak perempuan orang-orang mukmin menurut pemikiran orang pada umumnya.
Karenanya, Al-Qur'an mengatakan bahwa Rasulullah Saw. berbelas kasih pada kalian dengan pandangan rahmat ilahi, memperlakukan kalian seperti seorang ayah dan kalian seperti anak-anaknya atas nama risalah dan nubuwah. Hanya saja beliau bukan ayah kalian dari sisi pribadi beliau sebagai manusia hingga pernikahan beliau dengan anak-anak perempuan kalian tidak pantas.
Kalangan ketiga memahami sebagai berikut;
Kalian sepatutnya menisbatkan diri kepada Rasulullah Saw., bersandar pada kesempurnaan-kesempurnaan beliau, dan bertumpu pada kasih sayang beliau sebagai ayah. Untuk itu, janganlah kalian melakukan kesalahan-kesalahan dan dosa.
Ya, banyak sekali orang mengandalkan tokoh dan pembimbing mereka hingga bermalas-malasan. Sampai-sampai ada yang terkadang berkata seperti kalangan Alawiyah, “Shalat kami sudah dijalankan oleh para tokoh kami.”
Noktah keempat;
Sebagian orang memahami isyarat gaib dari ayat ini sebagai berikut; anak-anak Rasulullah Saw. tidak ada yang hidup sampai dewasa dan keturunan lelaki beliau tidak bertahan lama karena suatu hikmah. Hanya saja keturunan perempuan beliau akan tetap bertahan, karena kata lelaki yang disebut dalam ayat di atas mengisyaratkan bahwa lelaki adalah ayah bagi anak-anak perempuan.
Alhamdulillah, purnama terang dua keturunan bercahaya seperti Hasan dan Husain merupakan keturunan yang diberkahi dari Fathimah. Keduanya mengabadikan keturunan materi dan spiritual mentari nubuwah. Ya Allah! Limpahkanlah rahmat pada beliau dan keluarga beliau.
Demikian obor pertama bersama tiga sinarnya.
95. Page
Obor Kedua
Obor kedua ini memiliki tiga cahaya
Cahaya Pertama
Di balik rangkaian Al-Qur'an al-mu’jizul bayan terdapat kelembutan indah, ketentraman luar biasa, kerjasama nan kokoh dan keselarasan nan sempurna. Juga terdapat perpaduan kuat antara rangkaian kata dan kondisinya, komunikasi luhur antara ayat-ayat dan tujuan-tujuannya yang diakui oleh ribuan imam jenis di bidang ilmu bayan dan seni ma’ani, seperti Az-Zamakhsyari,[1] As-Sakaki,[2] dan Abdul Qahir Al-Jurjani.[3]
Namun demikian, ada delapan atau sembilan sebab penting yang mungkin saja dapat menyebabkan kerusakan pada komunikasi, perpaduan, kerjasama, kelembutan dan ketentraman ini. Meski sebenarnya sebab-sebab ini bukannya merusak, tapi malah memperkuat.
Hanya saja, hukum sebab-sebab ini dalam batasan tertentu berlaku dan mengeluarkan kepala dari tirai penutup aturan dan kelembutan. Seperti halnya pada pangkal pohon biasa dan lurus nampak sejumlah tonjolan dan kayu-kayu runcing, tonjolan-tonjolan ini nampak bukannya untuk merusak keselarasan dan keserasian pohon tersebut. Tapi muncul untuk memberikan buah yang menjadi inti kesempurnaan dan keindahan pohon tersebut. Sama persis seperti pohon ini, sebab-sebab yang dimaksud juga mengeluarkan kepalanya nan tajam untuk memberikan makna-makna berharga bagi kelembutan rangkaian kata Al-Qur'an al-mu’jizul bayan.
Ya, meski Al-Qur'an turun secara bertahap sesuai peristiwa-peristiwa yang melatarbelakanginya dalam durasi duapuluh tahun, namun Al-Qur'an punya keselarasan sempurna yang menampakkan keserasian seakan Al-Qur'an turun sekaligus.
Meski Al-Qur'an turun sesuai asbabun nuzul nan beragam dalam durasi duapuluh tahun, namun Al-Qur'an memperlihatkan kerjasama sempurna seakan turun karena satu sebab.
[1] Az-Zamakhsyari; Abu Qasim Mahmud bin Umar bin Muhammad bin Umar Al-Khawarizmi. Al-Alamah Persia. Lahir di perkampungan Zamakhsyar, salah satu kawasan Khawarizm pada tahun 467 H. dan meninggal dunia pada tahun 538 H. Salah seorang imam Mu’tazilah. Di antara karyanya yang paling terkenal adalah tafsir Al-Kasysyaf dan Asasul Balaghah.
[2] As-Sakaki; Yusuf bin Abu Bakar bin Muhammad Abu Ya’qub As-Sakaki. Lahir tahun 554 H. dan meninggal tahun 626 H., dari Khawarizm. Ia seorang Allamah, imam di bidang bahasa, ilmu ma’ani, bayan, sastra, arudh, syair, ahli ilmu kalam, faqih, dan ahli di berbagai disiplin ilmu lain. Di antara karyanya yang paling ternama adalah Miftahul ‘Ulum.
[3] Abdul Qahir Al-Jurjani; Abu Bakar bin Abdurrahman bin Muhammad Al-Jurjani, asli Persia, menetap di Jurjan. Lahir di Jurjan dan tinggal di sana tanpa berpindah ke tempat lain, sampai meninggal dunia pada tahun 471 H. Di antara karyanya yang paling ternama adalah Al-I’jaz dan Asrarul Balaghah.
96. Page
Meski Al-Qur'an turun sebagai jawaban atas beragam pertanyaan berbeda dan berulang, namun Al-Qur'an memperlihatkan perpaduan nan sempurna seakan turun sebagai jawaban atas satu pertanyaan.
Meski Al-Qur'an turun untuk menjelaskan hukum-hukum serangkaian peristiwa berbeda, namun Al-Qur'an menunjukkan keteraturan sempurna seakan menjelaskan satu peristiwa.
Meski Al-Qur'an turun dalam kondisi-kondisi yang berbeda dan beragam, dan dengan gaya bahasa yang tepat untuk pemahaman para lawan bicara tanpa batas, namun Al-Qur'an memperlihatkan kesamaan lembut dan kelembutan rangkaian kata, seakan kondisinya sama, dan seakan tingkat pemahaman para lawan bicaranya sama. Al-Qur'an menampakkan kelembutan laksana air Salsabil nan bercucuran.
Meski Al-Qur'an mengarahkan pembicaraan kepada para golongan lawan bicara yang banyak dan berbeda, namun Al-Qur'an mudah dalam memberikan penjelasan, fasih dalam aturan, jelas dalam memahamkan seakan para lawan bicaranya satu golongan. Hingga setiap golongan mengira merekalah yang menjadi lawan bicara.
Meski Al-Qur'an turun untuk menuntun menuju serangkaian tujuan yang beragam dan bertingkat, namun Al-Qur'an memiliki konsistensi sempurna, standar nan jeli dan keteraturan indah, seakan tujuannya sama.
Ya, sebab-sebab tersebut memang mengganggu. Namun semua sebab ini sengaja digunakan untuk menjelaskan kemukjizatan, kelembutan, dan keselarasan Al-Qur'an.
Ya, siapapun yang hatinya tidak sakit, akalnya masih lurus, nuraninya tidak sakit dan daya rasa kalbunya sehat, tentu akan melihat kelembutan indah, keselarasan menawan, simponi lembut, dan kefasihan tiada duanya dalam penjelasan Al-Qur'an.
Siapapun yang punya mata normal, pasti melihat Al-Qur'an memiliki mata yang melihat seluruh wujud secara lahir dan batin dalam bentuk yang jelas, seakan seluruh wujud lembaran kitab yang ada di hadapannya, membolak-balik dan menjelaskan makna-maknanya seperti yang ia kehendaki.
Kita memerlukan beberapa jilid kitab andai bermaksud untuk menjelaskan hakikat cahaya pertama ini dengan sejumlah contoh. Untuk itu, penjelasan-penjelasan dalam seluruh risalah yang saya tulis dalam bahasa Arab terkait penegasan hakikat ini dirasa sudah cukup. Demikian halnya penjelasan-penjelasan dalam isyarat-isyarat mukjizat dan kalimat-kalimat yang mencapai duapuluh lima kalimat. Al-Qur'an menyebutkan contoh untuk semua maknanya.
Cahaya Kedua
Bagian ini berkenaan dengan intisari yang diperlihatkan Al-Qur'an di ujung ayat-ayatnya, dan seputar keistimewaan i’jaz dalam gaya bahasa Al-Qur'an nan menawan dari sisi Al-Asma`ul Husna.
Perhatian!
Dalam cahaya kedua ini akan disebut banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an. Ayat-ayat ini bukan contoh cahaya kedua saja, tapi juga contoh bagi sejumlah permasalahan dan obor-obor sebelumnya. Penjelasan ayat-ayat ini akan sangat panjang lebar sekali. Untuk saat ini, saya terpaksa meringkas dan menjelaskan secara garis besar saja. Karenanya, saya akan mengisyaratkan ayat-ayat berikut yang merupakan rangkaian
97. Page
contoh rahasia besar kemukjizatan secara singkat, seraya menangguhkan penjelasan-penjelasan rincinya pada waktu lain.
Al-Qur'an al-mu’jizul bayan biasanya menyebut intisari di bagian akhir ayat yang kadang menyebut al-asma`ul husna atau makna-maknanya, mengalihkan kepada akal agar berpikir, atau mengandung kaidah menyeluruh tujuan-tujuan Al-Qur'an, dimana intisari-intisari disebutkan untuk memperkuat ayat, mengingat di dalamnya terdapat sejumlah isyarat-isyarat hikmah Al-Qur'an nan tinggi, percikan-percikan air kehidupan hidayah ilahi, jilatan-jilatan kilat kemukjizatan Al-Qur'an.
Berikut ini akan kami sebut sepuluh isyarat saja di antara sekian banyak secara garis besar, satu contoh saja di antara sekian banyak contoh, dan makna global satu hakikat saja di antara sekian banyak hakikat untuk setiap contohnya. Sebagian besar isyarat-isyarat ini menyatu di sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an hingga membentuk ukiran mukjizat. Dan sebagian besar ayat-ayat yang kami sebut sebagai contoh merupakan contoh-contoh untuk sebagian besar serangkaian isyarat. Kami hanya akan menyebut satu isyarat saja untuk setiap ayat, dan kami akan mengisyaratkan secara samar makna ringkas ayat-ayat yang kami sebut sebagai contoh bagi ayat-ayat yang akan kami sebut sebagai contoh, yang sudah disebutkan dalam kalimat-kalimat sebelumnya.
Keistimewaan pertama kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'anul Hakim melalui penjelasan-penjelasan luar biasanya menyampaikan perbuatan-perbuatan dan jejak-jejak Sang Pencipta di hadapan seluruh mata, selanjutnya menyimpulkan nama-nama ilahi dari jejak-jejak dan perbuatan-perbuatan tersebut, atau menyebutkan tujuan asli di antara tujuan-tujuan Al-Qur'an, seperti perhimpunan dan tauhid. Di antara contoh makna pertama;
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ لَكُمْ مَّا فِى الْاَرْضِ جَمِيْعًا ثُمَّ اسْتَوٰٓى اِلَى السَّمَاۤءِ فَسَوّٰىهُنَّ سَبْعَ سَمٰوٰتٍ ۗ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dia-lah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu dan Dia berkehendak (menciptakan) langit, lalu dijadikan-Nya tujuh langit. Dan Dia Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Baqarah: 29)
Di antara contoh makna kedua;
اَلَمْ نَجْعَلِ الْاَرْضَ مِهٰدًاۙ, وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ, وَّخَلَقْنٰكُمْ اَزْوَاجًاۙ, وَّجَعَلْنَا نَوْمَكُمْ سُبَاتًاۙ, وَّجَعَلْنَا الَّيْلَ لِبَاسًاۙ, وَّجَعَلْنَا النَّهَارَ مَعَاشًاۚ, وَبَنَيْنَا فَوْقَكُمْ سَبْعًا شِدَادًاۙ, وَّجَعَلْنَا سِرَاجًا وَّهَّاجًاۖ. وَّاَنْزَلْنَا مِنَ الْمُعْصِرٰتِ مَاۤءً ثَجَّاجًاۙ, لِّنُخْرِجَ بِهٖ حَبًّا وَّنَبَاتًاۙ, وَّجَنّٰتٍ اَلْفَافًاۗ, اِنَّ يَوْمَ الْفَصْلِ كَانَ مِيْقَاتًاۙ
“Bukankah Kami telah menjadikan bumi sebagai hamparan, dan gunung-gunung sebagai pasak? Dan Kami menciptakan kamu berpasang-pasangan, dan Kami menjadikan tidurmu untuk istirahat, dan Kami menjadikan malam sebagai pakaian, dan Kami menjadikan siang untuk mencari penghidupan, dan Kami membangun di atas kamu tujuh (langit) yang kokoh, dan Kami menjadikan pelita yang terang-benderang (matahari), dan Kami turunkan dari awan, air hujan yang tercurah dengan hebatnya, untuk Kami tumbuhkan dengan air itu biji-bijian dan tanam-tanaman, dan kebun-kebun yang rindang. Sungguh, hari keputusan adalah suatu waktu yang telah ditetapkan.” (QS. An-Naba`: 6-17)
Ayat pertama menyebutkan jejak-jejak terbesar yang mengakui adanya ilmu dan kuasa melalui tujuan dan aturannya. Jejak-jejak ini disebutkan sebagai mukadimah untuk sebuah kesimpulan dan tujuan penting, dimana pada akhirnya memunculkan nama Al-‘Alim (Maha mengetahui).
98. Page
Rangkaian ayat kedua menyebut perbuatan-perbuatan dan jejak-jejak besar Al-Haq Ta’ala. Untuk itu, perhimpunan yang merupakan hari pemutusan perkara disebut sebagai kesimpulan, seperti yang sedikit banyak sudah dijelaskan dalam noktah ketiga dari sinar pertama dari obor pertama.
Noktah kedua kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'anul Karim memaparkan dan memperlihatkan rajutan-rajutan ciptaan ilahi di hadapan seluruh mata. Selanjutnya pada bagian intisari, Al-Qur'an melipat rajutan-rajutan tersebut dalam nama-nama ilahi, atau mengalihkannya kepada akal.
Di antara contoh makna pertama;
قُلْ مَنْ يَّرْزُقُكُمْ مِّنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ اَمَّنْ يَّمْلِكُ السَّمْعَ وَالْاَبْصَارَ وَمَنْ يُّخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَمَنْ يُّدَبِّرُ الْاَمْرَۗ فَسَيَقُوْلُوْنَ اللّٰهُ ۚفَقُلْ اَفَلَا تَتَّقُوْنَ, فَذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّۚ
“Katakanlah (Muhammad), ‘Siapakah yang memberi rezeki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup, dan siapakah yang mengatur segala urusan?’ Maka mereka akan menjawab, ‘Allah.’ Maka katakanlah, ‘Mengapa kamu tidak bertakwa (kepada-Nya)?’ Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya’.” (QS. Yunus: 31-32)
Di bagian awal Allah berfirman; siapa yang mempersiapkan langit dan bumi sebagai tempat penyimpanan rizki kalian, siapa yang mengeluarkan hujan dari atas dan biji-bijian dari bawah? Mampukah selain Allah yang menciptakan langit dan bumi nan besar ini sebagai penjaga harta simpanan nan patuh? Karenanya, segala puji syukur untuk Allah semata.
Pada poin kedua Allah berfirman; siapa pemilik pandangan dan pendengaran kalian yang merupakan bagian tubuh paling berharga? Dari laboratorium atau toko mana kalian membelinya? Yang mampu memberikan kalian pandangan dan pendengaran nan menawan dan begitu berharga ini tidak lain adalah Rabb kalian. Dialah yang menciptakan kalian, Dialah yang merawat kalian, dan Dialah yang memberi kalian pendengaran dan penglihatan.
Dengan demikian, Allah adalah Rabb yang sebenarnya, Allah adalah yang disembah dengan sebenarnya.
Pada poin ketiga Allah berfirman; siapa yang menghidupkan tanah tandus? Siapa yang menghidupkan ratusan ribu kelompok makhluk yang mati? Siapa yang mampu melakukan itu semua selain Al-Haq Ta’ala dan selain Pencipta seluruh wujud? Tidak diragukan, Dialah yang kuasa melakukan semua itu, dan Dialah yang menghidupkan. Karena Ia Al-Haq, maka tidak diragukan Ia tidak akan menyia-nyiakan segala hak, akan mengirim kalian kepada peradilan besar, dan kelak akan menghidupkan kalian, seperti Ia menghidupkan bumi.
Pada poin keempat Allah berfirman; siapa selain Allah yang mampu mengatur alam nan besar ini, mengatur segala urusan alam dengan penuh keteraturan laksana mengatur sebuah istana atau sebuah kota? Karena tidak ada yang mampu melakukan itu selain Allah, maka tidak ada suatu kekurangan pun dalam kekuasaan yang mengatur alam raya nan besar ini dengan segala planet yang ada dengan mudah, dimana tidak mungkin kuasa seperti ini memerlukan sesuatu, kerjasama atau bantuan. Zat yang mengatur alam raya nan besar ini tidak akan menyerahkan makhluk-makhluk kecil pada tangan-tangan lain. Dengan demikian, mau tidak mau kalian pasti akan menyebut, “Allah.”
99. Page
Poin pertama dan keempat menyebut, “Allah.” Poin kedua menyebut, “Rabb.” Poin ketiga menyebut, “Al-Haq.” Maka pahamilah, bagaimana rangkaian kata;
فَذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّۚ
“Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya,” (QS. Yunus: 32) nampak di dalam kemukjizatan!
Al-Qur'anul Hakim menyebut perbuatan-perbuatan besar Al-Haq Ta’ala dan rajutan-rajutan penting kuasa-Nya, lalu mengatakan bahwa laboratorium dan mesin jejak-jejak agung serta rajutan-rajutan penting itu adalah;
فَذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمُ الْحَقُّۚ
“Maka itulah Allah, Tuhan kamu yang sebenarnya.” Artinya, dengan menyebut nama Al-Haq, Rabb, dan Allah, rangkaian kata ini memperlihatkan sumber perbuatan-perbuatan besar tersebut.
Di antara contoh makna kedua;
اِنَّ فِيْ خَلْقِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَاخْتِلَافِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِيْ تَجْرِيْ فِى الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَآ اَنْزَلَ اللّٰهُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ مَّاۤءٍ فَاَحْيَا بِهِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلِّ دَاۤبَّةٍ ۖ وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ لَاٰيٰتٍ لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Al-Qur'anul Hakim setelah menyebut rajutan-rajutan ciptaan sebagai penampakan kuasa uluhiyah di balik penciptaan langit dan bumi yang memperlihatkan kesempurnaan kuasa dan keagungan rububiyah Al-Haq Ta’ala, yang mengakui kesatuan, menampakkan rububiyah dalam pergantian malam dan siang, menampakkan rahmat dengan menundukkan bahtera-bahtera –yang menjadi salah satu alat transportasi penting dalam kehidupan sosial umat manusia- di lautan, menampakkan kebesaran kuasa dalam mengirim air kehidupan dari langit ke bumi nan tandus, menghidupkannya lengkap dengan seluruh populasi makhluk hidup yang mencapai ratusan ribu jenis dan menjadikannya seperti padang mahsyar berbagai keajaiban, menampakkan rahmat dan kuasa di balik penciptaan berbagai macam hewan tanpa batas dari unsur tanah sederhana, menampakkan rahmat dan hikmah dalam pengaturan dan penugasan angin untuk menjalankan tugas-tugas besar seperti untuk keperluan pernafasan dan pembuahan tumbuh-tumbuhan dan hewan, menampakkan rububiyah di balik pengaturan awan sebagai media rahmat antara bumi dan langit yang disatukan disebar di utara laksana padang mahsyar segala keajaiban, membuatnya istirahat laksana sekelompok pasukan lalu dipanggil untuk melaksanakan tugas.
Saya katakan bahwa setelah menyebut berbagi rajutan penciptaan seperti ini, Al-Qur'anul Hakim mengatakan;
لَءَايَٰتٍ لِّقَوْمٍ يَعْقِلُونَ
“Sungguh (terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan,” guna menuntun akal untuk mengetahui hakikat dan rincian segala urusan tersebut hingga akal berpikir, dan mengalihkan hakikat-hakikat tersebut kepada akal agar sadar.
100. Page
Keistimewaan ketiga kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'an sesekali menjelaskan perbuatan-perbuatan Al-Haq secara rinci kemudian menyebut intisarinya secara garis besar, karena melalui penjelasan rinci, penuturan Al-Qur'an dapat diterima. Selanjutnya Al-Qur'an memperkuat penjelasan tersebut di dalam benak (manusia) dengan menyebut perbuatan-perbuatan Al-Haq secara garis besar.
Contoh; Al-Qur'anul Hakim mengisyaratkan serangkaian karunia yang dianugerahkan kepada nabi Yusuf a.s. dan kakek-kakeknya melalui ayat ini;
وَكَذٰلِكَ يَجْتَبِيْكَ رَبُّكَ وَيُعَلِّمُكَ مِنْ تَأْوِيْلِ الْاَحَادِيْثِ وَيُتِمُّ نِعْمَتَهٗ عَلَيْكَ وَعَلٰٓى اٰلِ يَعْقُوْبَ كَمَآ اَتَمَّهَا عَلٰٓى اَبَوَيْكَ مِنْ قَبْلُ اِبْرٰهِيْمَ وَاِسْحٰقَۗ اِنَّ رَبَّكَ عَلِيْمٌ حَكِيْمٌ
“Dan Demikianlah Tuhanmu, memilih kamu (untuk menjadi Nabi) dan diajarkan-Nya kepadamu sebahagian dari ta'bir mimpi-mimpi dan disempurnakan-Nya nikmat-Nya kepadamu dan kepada keluarga Ya'qub, sebagaimana Dia tmenyempurnakan nikmat-Nya kepada dua orang bapakmu sebelum itu, (yaitu) Ibrahim dan Ishak. Sesungguhnya Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Yusuf: 6)
Al-Qur'an mengatakan; sungguh, Kami telah memuliakanmu dengan kedudukan nubuwah di antara seluruh umat manusia, Kami merangkai silsilah para nabi secara keseluruhan dengan silsilahmu, Kami menjadikan silsilahmu sebagai inti seluruh silsilah, Kami menjadikan rumahmu sebagai tempat untuk mengajarkan ilmu-ilmu ketuhanan dan hikmah rabbani. Selain ilmu dan hikmah, Kami juga memberimu kekuasaan dan kerajaan dunia dalam kebahagiaan, di samping kebahagiaan abadi di akhirat.
Dengan ilmu dan hikmah, Kami menjadikanmu pemimpin terhormat Mesir, seorang nabi besar, dan pembimbing nan bijaksana.
Setelah menyebut serangkaian karunia ilahi, Allah menyebut bahwa Ia menjadikan Yusuf, ayah dan kakek-kakeknya memiliki keistimewaan ilmu dan hikmah. Setelah itu Al-Qur'an mengatakan, “Sesungguhnya Tuhanmu Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana,” karena rububiyah dan hikmah-Nya mengharuskan untuk menjadikanmu, ayah dan kakek-kakekmu sebagai pembiasan nama Al-‘Alim (Maha mengetahui) dan Al-Hakim (Maha Bijaksana).
Contoh lain;
قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ali ‘Imran: 26)
Ayat ini menunjukkan perbuatan-perbuatan Al-Haq Ta’ala dalam kehidupan sosial umat manusia bahwa kemuliaan dan kehinaan, kekayaan dan kemiskinan terkait langsung dengan kehendak Al-Haq Ta’ala semata. Artinya, segala sesuatu –bahkan perbuatan-perbuatan yang paling banyak menyebar dalam tingkatan-tingkatan makhluk hidup- terjadi atas kehendak dan takdir Allah. Mustahil faktor kebetulan ikut campur di sana.
Selanjutnya, faktor paling penting dalam kehidupan manusia setelah hikmah di atas adalah rizki. Ayat ini melalui sejumlah mukadimah menegaskan bahwa rizki dikirim langsung dari simpanan rahmat Sang Pemberi Rizki secara hakiki, karena Ia berfirman bahwa rizki kalian berkaitan dengan kehidupan bumi. Hidupnya bumi bergantung pada
101. Page
musim semi. Musim semi berada di tangan Zat yang mengatur matahari dan bulan, mempergilirkan malam dan siang.
Dengan demikian, mustahil ada yang memberi sebuah apel kepada seseorang sebagai rizki hakiki selain Zat yang mampu mengisi seluruh penjuru bumi dengan buah-buahan. Karena itulah, Dia adalah Sang Pemberi rizki secara hakiki bagi orang tersebut.
Selanjutnya Al-Qur'an mengatakan;
وَتَرْزُقُ مَنْ تَشَاۤءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Dan Engkau memberi rezki siapa yang Engkau kehendaki tanpa hisab (batas).” (QS. Ali ‘Imran: 27) Melalui rangkaian kata ini, Al-Qur'an menyebut perbuatan-perbuatan rinci pada ayat sebelumnya secara garis besar. Maksudnya, Al-Qur'an mengatakan; Zat yang memberi kalian rizki tanpa perhitungan, Dialah yang melakukan perbuatan-perbuatan tersebut.
Noktah keempat kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'an kadang menyebut makhluk-makhluk ilahi secara berurutan, selanjutnya memperlihatkan bahwa makhluk-makhluk tersebut punya aturan dan keseimbangan, dimana makhluk-makhluk tersebut merupakan buah dari aturan dan keseimbangan itu sendiri. Dengan demikian, Al-Qur'an memberikan transparasi dan kilauan pada makhluk-makhluk tersebut, selanjutnya memperlihatkan nama-nama ilahi yang nampak pada urutan seperti kaca tersebut.
Dengan kata lain, makhluk-makhluk tersebut seakan kata-kata dan nama-nama tersebut seakan makna dari kata-kata tersebut, atau seakan benih dan inti sari buah tersebut.
Contoh;
وَلَقَدْ خَلَقْنَا ٱلْإِنسَٰنَ مِن سُلَٰلَةٍ مِّن طِينٍ, ثُمَّ جَعَلْنَٰهُ نُطْفَةً فِى قَرَارٍ مَّكِينٍ, ثُمَّ خَلَقْنَا ٱلنُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا ٱلْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا ٱلْمُضْغَةَ عِظَٰمًا فَكَسَوْنَا ٱلْعِظَٰمَ لَحْمًا ثُمَّ أَنشَأْنَٰهُ خَلْقًا ءَاخَرَ ۚ فَتَبَارَكَ ٱللَّهُ أَحْسَنُ ٱلْخَٰلِقِينَ, عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ وَكَّلَ بِالرَّحِمِ مَلَكًا يَقُولُ يَا رَبِّ نُطْفَةٌ يَا رَبِّ عَلَقَةٌ يَا رَبِّ مُضْغَةٌ فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقْضِيَ خَلْقَهُ قَالَ أَذَكَرٌ أَمْ أُنْثَى شَقِيٌّ أَمْ سَعِيدٌ فَمَا الرِّزْقُ وَالْأَجَلُ فَيُكْتَبُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ
“Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari suatu saripati (berasal) dari tanah. Kemudian Kami jadikan saripati itu air mani (yang disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim). Kemudian air mani itu Kami jadikan segumpal darah, lalu segumpal darah itu Kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu Kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu Kami bungkus dengan daging. Kemudian Kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.” (QS. Al-Mu`minun: 12-14)
Al-Qur'an menyebut fase-fase penciptaan manusia nan luar biasa, menawan, tertata rapi dan terukur secara berurutan dalam bentuk mirip cermin yang memperlihatkan;
فَتَبَارَكَ اللّٰهُ اَحْسَنُ الْخٰلِقِيْنَۗ
“Maka Maha sucilah Allah, Pencipta yang paling baik,” dengan sendirinya dan membuat Anda mengucapkannya. Bahkan, salah satu pencatat wahyu mengucapkan kata-kata di atas sebelum disebutkan dalam ayat ini saat ditulis. Terbayang olehnya apakah ia juga mendapat wahyu? Pada hakikatnya, kesempurnaan tatanan permulaan ayat, transparasi dan keselarasannya jua yang memperlihatkan kata-kata di atas sebelum disampaikan.
102. Page
Contoh lain;
اِنَّ رَبَّكُمُ اللّٰهُ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوٰى عَلَى الْعَرْشِۗ يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, lalu Dia bersemayam di atas 'Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)
Melalui ayat ini, Al-Qur'anul Hakim memperlihatkan keagungan kuasa ilahi dan kekuasaan rububiyah dengan suatu bentuk. Al-Qur'an menyebut bahwa matahari, bukan, dan bintang-bintang siap menyambut segala perintah-Nya bak prajurit-prajurit patuh. Ia mempergilirkan malam dan siang secara silih berganti laksana benang hitam dan putih atau seperti dua pita.
Melalui penuturan ini, Al-Qur'an mengisyaratkan keberadaan Sang Maha Kuasa Dzul Jalal yang menulis ayat-ayat rububiyah dalam lembaran-lembaran alam raya, dan yang bersemayam di atas singgasana rububiyah. Untuk itu, ketika ruh mendengar penjelasan ini, ia terdorong untuk mengucapkan, “Barakallah!” “Masya’Allah!” “Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.”
Dengan demikian,
تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam,” sebagai intisari, benih, buah, dan air kehidupan bagi pendahulunya.
Keistimewaan keempat kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'an terkadang menyebut materi-materi kecil yang dapat berubah dan menimbulkan berbagai macam bentuk. Selanjutnya Al-Qur'an menyebut secara garis besar dan mengaitkannya dengan nama-nama menyeluruh untuk merubahnya menjadi bentuk hakikat-hakikat nan stabil, atau sebagai dorongan untuk berpikir dan memetik pelajaran, selanjutnya ditutup dengan intisari.
Di antara contoh makna pertama;
وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلٰۤىِٕكَةِ فَقَالَ اَنْۢبِـُٔوْنِيْ بِاَسْمَاۤءِ هٰٓؤُلَاۤءِ اِنْ كُنْتُمْ صٰدِقِيْنَ , قَالُوْا سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar!’ Mereka menjawab, ‘Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 31-32)
Ayat-ayat ini terlebih dahulu menyebut sebuah peristiwa kecil terkait persoalan khilafah Adam a.s. Ia memiliki ilmu yang membuatnya lebih kuat dari malaikat. Selanjutnya di sela peristiwa ini, Al-Qur'an menuturkan tentang kalahnya para malaikat dari sisi ilmu di hadapan Adam. Selanjutnya Al-Qur'an menyebut dua peristiwa ini secara garis besar dengan dua nama menyeluruh di antara nama-nama Allah nan indah, yaitu;
103. Page
إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ
“Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” Yaitu, karena Engkau Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana, Engkau memberi kami berdasarkan kemampuan kami, dan Engkau memberi Adam dan lebih menguatkannya dari kami karena kemampuan yang Adam miliki.
Di antara contoh makna kedua;
وَاِنَّ لَكُمْ فِى الْاَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۚ نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِيْ بُطُوْنِهٖ مِنْۢ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَاۤىِٕغًا لِّلشّٰرِبِيْنَ
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara tahi dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An-Nahl: 66) Dan;
ثُمَّ كُلِيْ مِنْ كُلِّ الثَّمَرٰتِ فَاسْلُكِيْ سُبُلَ رَبِّكِ ذُلُلًاۗ يَخْرُجُ مِنْۢ بُطُوْنِهَا شَرَابٌ مُّخْتَلِفٌ اَلْوَانُهٗ ۖفِيْهِ شِفَاۤءٌ لِّلنَّاسِۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari perut lebah itu ke luar minuman (madu) yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 69)
Setelah menyebut Al-Haq Ta’ala menciptakan makhluk-makhluk-Nya, seperti domba, kambing jawa, sapi dan unta sebagai sumber-sumber susu murni nan lezat bagi manusia, menjadikan ciptaan-ciptaan lain seperti anggur dan kurma laksana meja atau periuk berbagai macam nikmat nan lembut, nikmat, dan manis, menjadikan mukjizat-mukjizat kuasa-Nya nan kecil seperti lebah sebagai pemberi minuman penawar nan lezat, ayat-ayat di atas mengatakan;
اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّتَفَكَّرُوْنَ
“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang memikirkan,” sebagai dorongan untuk berpikir dan memetik pelajaran, serta menganalogikan persoalan-persoalan lain dengan penjelasan tersebut lalu dijadikan sebagai penutup ayat.
Noktah keenam kefasihan Al-Qur'an;
Ayat Al-Qur'an kadang menyebut hukum-hukum rububiyah secara luas, lalu setelah itu merangkum dan mengaitkannya dengan satu ikatan yang hukumnya sama seperti satu sisi, atau meletakkannya dalam kaidah menyeluruh.
Contoh;
كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ
“Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Di dalam ayat Kursi, Al-Qur'an menyebut sepuluh tingkatan tauhid dengan sepuluh kata dengan nuansa berbeda. Terlebih, Al-Qur'an memutus kesyirikan dan intervensi pihak lain dengan keras melalui rangkaian kata;
يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ
“Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya.” Al-Qur'an membuang dan mencampakkan kesyirikan.
104. Page
Selanjutnya, karena ayat ini merupakan pembiasan nama paling agung, ayat ini mengandung makna hakikat-hakikat ilahi pada tingkatannya yang paling agung. Karena itulah ayat ini menampakkan perilaku rububiyah dalam tingkatan keagungan.
Setelah menyebut pengaturan-pengaturan uluhiyah yang mengarah kepada langit dan bumi secara bersamaan dan setelah menyebut penjagaan menyeluruh terhadap seluruh makhluk dalam tingkatan-tingkatan agung, ayat ini merangkum ikatan kesatuan, sisi kesatuan, dan sumber-sumber pembiasannya nan agung dengan lafal;
وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ
“Dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Contoh lain;
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ وَأَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجَ بِهِ مِنَ الثَّمَرَاتِ رِزْقًا لَكُمْ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْفُلْكَ لِتَجْرِيَ فِي الْبَحْرِ بِأَمْرِهِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ الْأَنْهَارَ, وَسَخَّرَ لَكُمُ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ دَائِبَيْنِ ۖ وَسَخَّرَ لَكُمُ اللَّيْلَ وَالنَّهَارَ, وَآتَاكُمْ مِنْ كُلِّ مَا سَأَلْتُمُوهُ ۚ وَإِنْ تَعُدُّوا نِعْمَتَ اللَّهِ لَا تُحْصُوهَا ۗ إِنَّ الْإِنْسَانَ لَظَلُومٌ كَفَّارٌ
Terjemah
“Allah-lah yang telah menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air hujan dari langit. Kemudian Dia mengeluarkan dengan air hujan itu berbagai buah-buahan menjadi rezki untukmu; dan Dia telah menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu, berlayar di lautan dengan kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai. Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus menerus beredar (dalam orbitnya); dan telah menundukkan bagimu malam dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah).” (QS. Ibrahim: 32-34)
Ayat-ayat ini mengatakan; seperti halnya Al-Haq Ta’ala menciptakan alam raya nan besar ini laksana sebuah istana, mengirim air kehidupan dari langit ke bumi, menjadikan bumi dan langit sebagai pelayan untuk menghasilkan rizki bagi manusia, seperti itu pula Ia menundukkan bahtera guna membuka kesempatan bagi manusia memanfaatkan berbagai macam buah-buahan yang ada di segala penjuru bumi, dan menundukkannya untuk manusia agar mereka mendapatkan berbagai sebab rizki sebagai hasil jerih payah.
Dengan demikian, Al-Haq memberikan suatu kondisi untuk lautan, angin, dan pohon; angin seakan cambuk, bahtera seakan kuda, dan lautan padang pasir berada di bahwa kakinya. Allah menjadikan manusia terkait dengan seluruh penjuru bumi dengan perantara bahtera, menundukkan sungai-sungai besar sebagai alat-alat transportasi alami bagi manusia, menjalankan mentari dan bulan secara tersendiri untuk menciptakan musim, menjadikan keduanya laksana dua pelayan untuk mempersembahkan beragam nikmat hakiki kepada manusia sesuai musimnya.
Menjadikan keduanya laksana pembuat papan kayu lengkung untuk memutar perisai besar; perisai musim. Menundukkan malam dan siang untuk manusia. Yaitu, menundukkan malam sebagai penutup kenyamanan tidur dan siang sebagai toko dan pasar untuk mendapatkan rizki.
Setelah menyebut serangkaian nikmat-nikmat ilahi ini, Al-Qur'an mengisyaratkan sejauh mana lingkup berbagai kenikmatan yang dianugerahkan kepada
105. Page
manusia. Untuk itulah Al-Qur'an mengisyaratkan sejauh mana tidak terbatasnya nikmat-nikmat dalam lingkup melalui intisari berikut;
وَاٰتٰىكُمْ مِّنْ كُلِّ مَا سَاَلْتُمُوْهُۗ وَاِنْ تَعُدُّوْا نِعْمَتَ اللّٰهِ لَا تُحْصُوْهَاۗ
“Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (QS. Ibrahim: 34) Yaitu, segala permintaan manusia yang diungkapkan melalui bahasa kemampuan dan bahasa kebutuhan fitrah dipenuhi dan diberi, dan segala nikmat ilahi yang dianugerahkan kepada manusia tiada terbatas.
Ya, jika meja makan berbagai nikmat manusia adalah langit dan bumi, jika sebagian nikmat yang ada di atas meja makan itu mentari, bulan, malam, dan siang, maka tidak diragukan bahwa segala nikmat yang mengarah kepada manusia begitu banyak dan tiada terhingga.
Rahasia keempat kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'anul Karim kadang menampakkan tujuan-tujuan dan manfaat musabbab untuk melepaskan sebab nyata dari kemampuan untuk menciptakan. Juga untuk menunjukkan bahwa sebab-sebab nyata tidak lain hanya tirai penutup nyata semata, karena kehendak untuk mencapai tujuan-tujuan bijak dan manfaat-manfaat penting haruslah menjadi amalan Zat Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana. Sebab-sebab hanya benda mati yang tidak memiliki perasaan.
Selanjutnya, dengan menyebut manfaat dan tujuan-tujuan berbagai sebab, ayat di atas mengisyaratkan bahwa sebab-sebab nampak di hadapan pandangan telanjang dan di alam wujud berhubungan dengan musabbab. Namun pada hakikatnya ada jarak nun begitu jauh antara sebab dan musabbab, karena jarak antara sebab dan penciptaan musabbab begitu jauh hingga tangan paling besar sekalipun tak mampu untuk menciptakan musabbab paling kecil sekalipun.
Nama-nama ilahi muncul bak bintang-bintang dalam tentang jarak maknawi nan panjang antara sebab dan musabbab. Tempat-tempat terbit bintang-bintang maknawi tersebut adalah jarak maknawi nan begitu panjang. Seperti halnya kaki-kaki langit terlihat terhubung dengan ujung-ujung gunung dalam lingkup ufuk gunung menurut pandangan mata telanjang, padahal antara ufuk gunung dengan kaki langit terbentang jarak nan begitu jauh; berupa tempat-tempat terbit seluruh bintang dan tempat-tempat menetap bagi segala sesuatu yang lainnya, seperti itu pula antara sebab dan musabbab terdapat jarak maknawi yang terlihat dengan kata mata iman dan cahaya Al-Qur'an.
Contoh;
فَلْيَنْظُرِ الْاِنْسَانُ اِلٰى طَعَامِهٖٓ ۙ, اَنَّا صَبَبْنَا الْمَاۤءَ صَبًّاۙ, ثُمَّ شَقَقْنَا الْاَرْضَ شَقًّاۙ, فَاَنْۢبَتْنَا فِيْهَا حَبًّاۙ, وَّعِنَبًا وَّقَضْبًاۙ, وَّزَيْتُوْنًا وَّنَخْلًاۙ, وَّحَدَاۤىِٕقَ غُلْبًا, وَفَاكِهَةً وَّاَبًّا, مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْۗ,
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya. Kamilah yang telah mencurahkan air melimpah (dari langit), kemudian Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu di sana Kami tumbuhkan biji-bijian, dan anggur dan sayur-sayuran, dan zaitun dan pohon kurma, dan kebun-kebun (yang) rindang, dan buah-buahan serta rerumputan. (Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu.” (QS. ‘Abasa: 24-32)
Ayat-ayat ini menyebut mukjizat-mukjizat kuasa ilahi dengan urutan bijak dan mengikat sebab dengan musabbab. Selanjutnya di bagian akhir dengan lafal;
106. Page
مَتَاعًا لَّكُمْ
“(Semua itu) untuk kesenanganmu,” mengisyaratkan suatu tujuan. Tujuan itu adalah menegaskan adanya Pelaku tersembunyi yang melihat dan menjaga tujuan tersebut di sela seluruh rangkaian sebab dan musabbab, dimana sebab-sebab tersebut menjadi tirai penutup bagi Pelaku tersembunyi tersebut (Allah Ta’ala).
Ya, melalui ungkapan;
مَتَاعًا لَّكُمْ وَلِاَنْعَامِكُمْۗ
“(Semua itu) untuk kesenanganmu dan untuk hewan-hewan ternakmu,” ayat ini melepaskan seluruh sebab dari kemampuan untuk menciptakan, dan secara makna mengatakan; air turun dari langit untuk memunculkan rizki bagi kalian dan hewan-hewan ternak kalian. Artinya, karena air tidak memiliki kemampuan untuk memberikan rahmat dan kasih sayang untuk kalian dan hewan-hewan ternak kalian sehingga rizki sampai kepada kalian, dengan demikian air tidak datang kepada kalian dengan sendirinya, tapi dikirim kepada kalian.
Selanjutnya, tanah terbelah dengan tanaman-tanamannya lalu rizki kalian muncul dari sana. Karena tanah yang tidak punya perasaan, kesadaran, dan emosi ini jauh sekali dari kemampuan berpikir untuk memberi kalian rizki dan mengasihi kalian, maka tentu saja tanah tidak terbelah dengan sendirinya, tapi ada yang membuka pintu itu dan meletakkan berbagai macam nikmat di tangan kalian.
Selanjutnya, mengingat rerumputan dan pepohonan sangat jauh sekali dari kemampuan untuk memunculkan buah-buahan dan biji-bijian untuk kalian, menyayangi kalian dan memikirkan rizki kalian, maka ayat di atas mengisyaratkan bahwa rerumputan dan pepohonan merupakan tali dan benang yang dibentangkan Sang Maha Bijaksana lagi Maha Penyayang dari balik tirai untuk menggantungkan nikmat-nikmat itu lalu mengantarkannya kepada makhluk hidup.
Melalui penjelasan-penjelasan ini, terlihatlah tempat-tempat terbit banyak sekali nama-nama ilahi, seperti Ar-Rahim (Maha Penyayang), Ar-Razzaq (Maha Pemberi rizki), Al-Mun’im (Maha Pemberi nikmat), Al-Karim (Maha Mulia), dan nama-nama ilahi lainnya.
Contoh lain;
اَلَمْ تَرَ اَنَّ اللّٰهَ يُزْجِيْ سَحَابًا ثُمَّ يُؤَلِّفُ بَيْنَهٗ ثُمَّ يَجْعَلُهٗ رُكَامًا فَتَرَى الْوَدْقَ يَخْرُجُ مِنْ خِلٰلِهٖۚ وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاۤءِ مِنْ جِبَالٍ فِيْهَا مِنْۢ بَرَدٍ فَيُصِيْبُ بِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُ وَيَصْرِفُهٗ عَنْ مَّنْ يَّشَاۤءُۗ يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ, يُقَلِّبُ اللّٰهُ الَّيْلَ وَالنَّهَارَۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَعِبْرَةً لِّاُولِى الْاَبْصَارِ, وَاللّٰهُ خَلَقَ كُلَّ دَاۤبَّةٍ مِّنْ مَّاۤءٍۚ فَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى بَطْنِهٖۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰى رِجْلَيْنِۚ وَمِنْهُمْ مَّنْ يَّمْشِيْ عَلٰٓى اَرْبَعٍۗ يَخْلُقُ اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tidakkah engkau melihat bahwa Allah menjadikan awan bergerak perlahan, kemudian mengumpulkannya, lalu Dia menjadikannya bertumpuk-tumpuk, lalu engkau lihat hujan keluar dari celah-celahnya dan Dia (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran es) itu kepada siapa yang Dia kehendaki dan dihindarkan-Nya dari siapa yang Dia kehendaki. Kilauan kilatnya hampir-hampir menghilangkan penglihatan. Allah mempergantikan malam dan siang. Sesungguhnya pada yang demikian itu, pasti terdapat pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai penglihatan (yang tajam). Dan Allah menciptakan semua jenis hewan dari air, maka sebagian ada yang berjalan di atas perutnya dan sebagian berjalan dengan dua kaki, sedang sebagian (yang lain) berjalan dengan empat kaki. Allah menciptakan apa yang Dia kehendaki. Sungguh, Allah Mahakuasa atas segala sesuatu.” (QS. An-Nur: 43-45)
107. Page
Di sela penjelasan tentang perilaku-perilaku luar biasa pada aturan awan dalam menurunkan hujan yang merupakan salah satu mukjizat rububiyah paling penting dan sebagai salah satu tirai luar biasa simpanan rahmat, ayat di atas mengatakan;
Seakan bagian-bagian awal ketika tersebar dan bersembunyi di udara, menyatu atas perintah ilahi -laksana prajurit-prajurit yang berserakan untuk istirahat kembali berkumpul ketika dipanggil dengan suara terompet- hingga membentuk awan.
Selanjutnya Al-Haq Ta’ala menyusun awan-awan yang terpisah tersebut seakan membentuk sejumlah kelompok pasukan, kemudian mengirim air kepada makhluk hidup dari bagian awan yang berbentuk seperti gunung nan berjalan tersebut, juga seperti salju dan es dari sisi warna putih dan kelembabannya.
Dari pengiriman air ini terlihat adanya kehendak dan tujuan, dan air didatangkan sesuai kebutuhan. Dengan demikian, air dikirim, bukan turun dengan sendirinya, setelah sebelumnya udara cerah dan bersih, tidak ada sesuatu pun di sana, tidak ada tumpukan-tumpukan awan bak gunung, seakan awan-awan itu padang mahsyar segala keajaiban.
Air hujan tidak turun dengan sendirinya. Zat yang mengetahui seluruh makhluk hidup, Dialah yang mengirim air tersebut. Dalam rentang maknawi ini, nampak tempat-tempat terbit sejumlah nama-nama ilahi, seperti Al-Qadir (Maha Kuasa), Al-‘Alim (Maha mengetahui), Al-Mutasharrif (Maha memberlakukan), Al-Mudabbir (Maha mengatur), Al-Murabbi (Maha mengurus dan merawat), Al-Mughits (Maha Penolong), dan Al-Muhyi (Maha menghidupkan).
Keistimewaan kedelapan kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'anul Karim kadang menyebut keajaiban-keajaiban perbuatan Allah yang berlaku di dunia sebagai sebuah pendahuluan agar hati menerima perbuatan-perbuatan-Nya nan luar biasa yang akan terjadi di akhirat. Juga sebagai persiapan bagi pikiran untuk percaya. Atau terkadang Al-Qur'an menyebut perbuatan-perbuatan ilahi nan luar biasa terkait masa depan dan akhirat dengan cara yang dapat kita terima melalui banyak sekali padanan-padanannya yang nampak dengan jelas.
Contoh;
اَوَلَمْ يَرَ الْاِنْسَانُ اَنَّا خَلَقْنٰهُ مِنْ نُّطْفَةٍ فَاِذَا هُوَ خَصِيْمٌ مُّبِيْنٌ
“Dan apakah manusia tidak memperhatikan bahwa Kami menciptakannya dari setitik air (mani), maka tiba-tiba ia menjadi penantang yang nyata!” (QS. Yasin: 77) Sampai akhir surah.
Al-Qur'anul Hakim menegaskan adanya perhimpunan melalui tujuh atau delapan bentuk dan model yang beragam, dimana Al-Qur'an memperlihatkan penciptaan pertama di hadapan mata dan mengatakan; kalian melihat penciptaan kalian dari nutfah menjadi segumpal darah, dari segumpal darah menjadi segumpal daging, dari segumpal daging menjadi bentuk manusia. Lantas bagaimana kalian mengingkari penciptaan berikutnya yang sama seperti penciptaan pertama, dan bahkan lebih mudah?!
Selanjutnya, setelah menyebut serangkaian kebaikan agung yang Al-Haq Ta’ala karuniakan kepada manusia melalui rangkaian kata;
الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمْ مِّنَ الشَّجَرِ الْاَخْضَرِ نَارًاۙ فَاِذَآ اَنْتُمْ مِّنْهُ تُوْقِدُوْنَ
“Yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu,” (QS. Yasin: 80) Al-Qur'an mengatakan; Zat yang
108. Page
melimpahkan beragam nikmat pada kalian seperti ini, tidak akan membiarkan kalian begitu saja hingga kalian masuk ke liang kubur dan tidur tanpa dibangunkan.
Selanjutnya, secara simbolik Al-Qur'an mengatakan; kalian melihat pohon mati dihidupkan kembali dan menghijau. Lantas bagaimana kalian tidak dapat menganalogikan tulang belulang yang mirip dengan kayu itu dengan pohon yang dihidupkan kembali setelah sebelumnya mati, hingga kalian menganggap mustahil tulang belulang kembali dihidupkan?!
Selanjutnya, apakah Zat yang menciptakan langit dan bumi tidak mampu untuk menghidupkan dan mematikan manusia sebagai buah langit dan bumi?!
Zat yang memperhatikan pohon besar, mungkinkah mengabaikan dan membiarkan buahnya untuk pihak lain?! Apakah kalian mengira bahwa Ia membiarkan saja pohon penciptaan yang seluruh bagiannya dibuat dengan hikmah dengan membiarkan seluruh hasil-hasil pohon tersebut?!
Zat yang akan menghidupkan kalian pada perhimpunan kelak adalah Zat yang seluruh wujud tunduk pada-Nya laksana prajurit-prajurit patuh dan menundukkan kepala di hadapan perintah kun fayakun dengan sepenuh kepatuhan. Menciptakan musim semi bagi-Nya lebih mudah dari menciptakan sekuntum bunga. menciptakan seluruh hewan mudah bagi kuasa-Nya laksana menciptakan seekor lalat.
Kuasa Zat yang menyandang sifat-sifat seperti ini tidak dapat ditantang dengan kata-kata;
مَنْ يُّحْيِ الْعِظَامَ وَهِيَ رَمِيْمٌ
“Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang, yang telah hancur luluh?” (QS. Yasin: 78) untuk melemahkan-Nya.
Selanjutnya, melalui ungkapan;
فَسُبْحٰنَ الَّذِيْ بِيَدِهٖ مَلَكُوْتُ كُلِّ شَيْءٍ وَّاِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Maka Maha Suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan,” (QS. Yasin: 83) Al-Qur'an mengatakan bahwa Yang Maha Kuasa yang kendali segala sesuatu berada di tangan-Nya, dan yang memiliki kunci segala sesuatu, membolak-balikkan malam dan siang hari, musim dingin dan musim panas dengan mudah, semudah membolak-balikkan lembaran-lembaran kitab. Dunia dan akhirat bagi kuasa-Nya laksana dua rumah; salah satunya ditutup, dan lainnya dibuka.
Karena segala sesuatunya seperti itu, maka kesimpulan dari seluruh dalil adalah;
ثُمَّ اِلَيْهِ تُرْجَعُوْنَ
“Dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan,” yaitu Ia akan menghidupkan kalian setelah kalian berada di dalam kubur dan mendatangkan kalian ke perhimpunan lalu memperhitungkan amal perbuatan kalian di hadapan-Nya.
Dengan demikian, ayat-ayat ini mempersiapkan pikiran dan hati untuk menerima adanya perhimpunan, karena contoh-contoh perhimpunan terlihat dengan jelas dalam perbuatan-perbuatan-Nya di dunia.
Selanjutnya, Al-Qur'anul Karim kadang menyebut perbuatan-perbuatan Allah di akhirat nan luar biasa dengan cara yang mengesankan adanya contoh perbuatan-perbuatan tersebut di dunia, agar tidak menyisakan ruang anggapan mustahil dan pengingkaran.
109. Page
Contoh;
اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ
“Apabila matahari digulung.” (QS. At-Takwir: 1)
اِذَا السَّمَآءُ انْفَطَرَتۡ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Infithar: 1)
اِذَا السَّمَآءُ انْشَقَّتۡ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Insyiqaq: 1)
Melalui surah-surah ini, Al-Qur'an menyebut perubahan-perubahan besar dan perbuatan-perbuatan rububiyah yang akan terjadi pada hari kiamat dan saat perhimpunan dengan cara yang membuat akal manusia dapat menerima dengan mudah perubahan-perubahan mencengangkan yang tidak dapat dicerna akal tersebut, karena akal melihat contoh-contohnya di dunia pada musim gugur dan musim panas misalnya.
Pembahasan dan bahkan hanya sekedar isyarat terkait makna-makna global surah-surah ini secara lirih akan sangat panjang lebar. Untuk itu, kami hanya akan menyebut satu kata saja sebagai contoh.
Contoh; kata;
وَاِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْۖ
“Dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka,” (QS. At-Takwir: 10) menunjukkan seluruh amal perbuatan manusia yang tertera dalam sebuah lembaran dibuka. Mengingat permasalahan ini sangat aneh sekali, akal semata tidak mampu menjangkaunya. Namun contoh pembukaan lembaran-lembaran catatan amal perbuatan nyata sekali pada perhimpunan musim semi, seperti halnya nampak pula contoh bagi persoalan-persoalan lain seperti diisyaratkan surah ini, karena setiap pohon berbuah dan tanaman berbunga punya pekerjaan dan tugas-tugas tersendiri. Semuanya memiliki ubudiyah tersendiri dengan bertasbih untuk memperlihatkan nama-nama ilahi.
Seluruh perbuatan pepohonan dan tanaman lengkap dengan riwayat hidup masing-masing, ditulis di seluruh benih dan biji-bijiannya yang akan muncul pada musim semi berikutnya di tanah yang berbeda. Seperti halnya semua ini secara fasih menuturkan amal perbuatan para leluhur pepohonan dan tumbuh-tumbuhan tersebut melalui bahasa bentuk yang diperlihatkan, seperti itu pula lembaran-lembaran catatan amal perbuatan pepohonan dan tumbuh-tumbuhan tersebut juga dibuka, lengkap dengan seluruh ranting, dahan, dedaunan, bunga, dan buah-buahannya.
Zat yang melakukan dan menjalankan segala hal ini dengan penuh hikmah, penjagaan, pengaturan, dan kelembutan di hadapan mata kita, Dialah yang mengatakan;
وَاِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْۖ
“Dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka.” (QS. At-Takwir: 10) Selanjutnya silahkan Anda analogikan sendiri poin-poin lain dengan hal tersebut. Jika Anda punya kemampuan, silahkan Anda menarik kesimpulan sendiri. Sebagai bantuan, kami sampaikan;
110. Page
Seperti halnya kalam;
اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ
“Apabila matahari digulung,” (QS. At-Takwir: 1) melalui kata التكوير yang berarti menggulung, melipat, dan mengumpulkan, mengisyaratkan pada perumpamaan nyata, sehingga mengisyaratkan pula pada padanannya.
Pertama; ya, Al-Haq Ta’ala membuka tirai ketiadaan, gas, dan langit dari sisi-Nya, lalu mengeluarkan pelita dari simpanan rahmat-Nya seperti mentari nan mirip sebuah esensi yang menyinari dunia dan menampakkan pelita tersebut pada dunia. Setelah dunia ditutup, esensi tersebut akan ditutup di dalam tirai lalu diangkat.
Kedua; seperti halnya mentari diperintahkan untuk menyebarkan nikmat cahaya, melipat cahaya dan kegelapan secara silih berganti di muka bumi, seperti halnya Al-Haq Ta’ala menjadikan petugas tersebut (mentari) mengemas barang-barangnya setiap sore tiba lalu bersembunyi, sesekali ditarik bersamaan dengan tirai mendung, dan sesekali pula bulan menutupi wajahnya sehingga mentari mengibaskan tangan untuk sesaat, mengemas barang dan mencatat pekerjaan-pekerjaan yang sudah ia lakukan, seperti itu juga mentari yang diperintahkan itu suatu hari nanti pasti akan diberhentikan dari pekerjaan tersebut. Bahkan andaipun tidak ada sebab pemecatan bagi mentari, namun dua tanda kecil yang saat nampak pada wajahnya dan yang terus menua sedikit demi sedikit, suatu hari nanti akan menua.
Atas perintah rabbani, mentari akan melipat cahayanya yang berada di muka bumi. Al-Haq Ta’ala akan melipat cahaya yang ada di kepala mentari ini dan berfirman kepadanya, “Pekerjaanmu di bumi sudah berakhir. Pergilah ke neraka Jahanam, bakarlah mereka yang menyembahmu, hinakan makhluk lain sepertimu yang ditengarai berkhianat dan tidak setia.” Dengan demikian, mentari membaca firman berikut yang tertera di wajahnya nan berbintik;
اِذَا الشَّمْسُ كُوِّرَتْۖ
“Apabila matahari digulung.” (QS. At-Takwir: 1)
Noktah kesembilan kefasihan Al-Qur'an;
Al-Qur'anul Karim kadang menyebutkan tujuan-tujuan kecil. Selanjutnya menegaskan tujuan kecil tersebut dengan al-asma`ul husna yang berada dalam hukum kaidah menyeluruh untuk menuntun pikiran menuju maqam-maqam menyeluruh melalui tujuan-tujuan kecil tersebut.
Contoh;
قَدْ سَمِعَ اللّٰهُ قَوْلَ الَّتِيْ تُجَادِلُكَ فِيْ زَوْجِهَا وَتَشْتَكِيْٓ اِلَى اللّٰهِ ۖوَاللّٰهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَاۗ اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
“Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat.” (QS. Al-Mujadilah: 1)
Al-Qur'an mengatakan; Al-Haq Ta’ala Maha mendengar secara mutlak, Maha mendengar secara mutlak, bahkan dengan nama Al-Haq, Ia mendengar peristiwa kecil berupa gugatan seorang istri yang disampaikan kepadamu, dan ia mengadukan tentang suaminya.
Dengan nama Ar-Rahim (Maha Penyayang),–sebagai suatu hal besar dan dengan perhatian- Ia mendengar pengaduan seorang wanita (yang mendapatkan pembiasan rahmat nan paling lembut sekaligus sebagai sumber sebuah hakikat pengorbanan yang
111. Page
merupakan hakikat kasih sayang paling besar) terkait suaminya dan ia benar dalam pengaduan ini.
Allah memperhatikan pengaduan wanita ini dengan perhatian yang dipenuhi keseriusan atas nama Al-Haq. Untuk menjadikan tujuan kecil ini menjadi tujuan menyeluruh, Al-Qur'an mengatakan; tidak diragukan bahwa Zat yang mendengar dan melihat peristiwa-peristiwa kecil yang dialami para makhluk dan berada di luar lingkup kemungkinan alam, harus mendengar dan melihat segala sesuatu.
Zat yang menjadi Rabb bagi alam raya ini wajib mengetahui pikiran dan segala permasalahan makhluk-makhluk kecil yang teraniaya, harus mendengar rintihan dan tangisannya. Siapa yang tidak mengetahui pikiran dan segala persoalan makhluk, tidak mendengar rintihan dan tangisan mereka, tentu tidak dapat menjadi Rabb.
Dengan demikian, rangkaian kata;
اِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha melihat,” menegaskan dua hakikat agung.
Contoh lain;
سُبْحٰنَ الَّذِيْٓ اَسْرٰى بِعَبْدِهٖ لَيْلًا مِّنَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ اِلَى الْمَسْجِدِ الْاَقْصَا الَّذِيْ بٰرَكْنَا حَوْلَهٗ لِنُرِيَهٗ مِنْ اٰيٰتِنَاۗ اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsha yang telah Kami berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al-Isra`: 1)
Setelah menyebut perjalanan Rasul mulia Saw. dari Masjidil Haram –tempat permulaan Mi’raj- menuju Masjidil Aqsa, Al-Qur'an menyebut;
اِنَّهٗ هُوَ السَّمِيْعُ الْبَصِيْرُ
“Sesungguhnya Dia adalah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui.” Kata ganti إنه mungkin merujuk pada Al-Haq Ta’ala, dan mungkin pula merujuk kepada Rasulullah Saw.
Jika kata ganti ini merujuk kepada Rasulullah Saw., maknanya demikian; di dalam perjalanan kecil ini terdapat sebuah perjalanan dan mi’raj menyeluruh, karena Rasulullah Saw. melihat dan melihat segala tanda-tanda kebesaran rabbani dan keajaiban-keajaiban penciptaan ilahi yang terpampang di hadapan pendengaran dan penglihatan beliau dalam tingkatan-tingkatan menyeluruh al-asma`ul husna, mulai dari mi’raj hingga Sidratul Muntaha, dan hingga sedekat dua busur panah, atau lebih dekat lagi.
Al-Qur'an menyampaikan perjalanan pendek dan kecil tersebut sebagai kunci bagi perjalanan menyeluruh; tempat perhimpunan seluruh keajaiban.
Namun jika kata ganti tersebut merujuk kepada Al-Haq Ta’ala, maknanya demikian;
Allah mengutus salah seorang hamba-Nya dari Masjidil Haram menuju Masjidil Aqsa yang menjadi tempat perkumpulan pada nabi guna memanggil beliau agar datang ke hadapan-Nya, dan selanjutnya menerima suatu tugas. Juga mempertemukan beliau dengan para nabi dan menyampaikan bahwa beliau adalah pewaris mutlak asas-asas agama seluruh nabi. Lalu setelah itu Allah memperjalankan beliau di dalam kekuasaan-kekuasaan kerajaan-Nya hingga sedekat dua busur panah atau lebih dekat lagi.
112. Page
Rasul tersebut pada hakikatnya adalah seorang hamba yang berkelana dalam mi’raj kecil. Hanya saja hamba tersebut memiliki amanat terkait seluruh alam raya dan seluruh wujud, cahaya yang akan merubah warna alam raya dan seluruh wujud, kunci yang akan membuka pintu kebahagiaan abadi. Untuk itu, Al-Haq Ta’ala menyebut dirinya mendengar dan melihat segala sesuatu hingga memperlihatkan hikmah-hikmah universal amanat, cahaya, dan kunci tersebut.
Contoh lain;
اَلْحَمْدُ لِلّٰهِ فَاطِرِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ جَاعِلِ الْمَلٰۤىِٕكَةِ رُسُلًاۙ اُولِيْٓ اَجْنِحَةٍ مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ يَزِيْدُ فِى الْخَلْقِ مَا يَشَاۤءُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Fathir: 1)
Pencipta langit dan bumi memamerkan dan memperlihatkan jejak-jejak kesempurnaan-Nya dengan menghias langit dan bumi dalam bentuk yang membuat seluruh makhluk tanpa batas pada keduanya menyampaikan puja dan puji tanpa batas kepada Sang Pencipta. Sang Pencipta juga menghiasi bumi dan langit dengan beragam nikmat tanpa batas, dimana keduanya memuji Sang Pencipta Yang Maha Pengasih dengan pujian tanpa batas dengan lisan seluruh nikmat dan yang diberi nikmat.
Setelah menyampaikan hal di atas, surah Fathir mengatakan; tidak diragukan bahwa Allah Dzul Jalal -yang memberi sayap pada para malaikat yang menghuni bintang-bintang sebagai istana-istana langit dan gugusan-gugusan bintang sebagai negeri mereka sehingga mereka dapat berkelana dan beterbangan di sana, seperti halnya Ia memberi manusia, hewan, dan burung serangkaian perangkat dan sayap untuk berjalan dan berkelana di berbagai kota dan negeri-negeri di bumi- wajib berkuasa atas segala sesuatu.
Zat yang memberi dua sayap pada lalat hingga dapat terbang dari satu buah ke buah lain, yang memberi dua sayap pada burung parkit hingga dapat terbang dari satu pohon ke pohon lain, Dialah yang memberi sayap-sayap kepada para malaikat, hingga mereka dapat terbang dari bintang Venus ke bintang Jupiter, dari bintang Jupiter ke bintang Saturnus.
Selanjutnya, para malaikat jumlahnya tak terbatas, seperti halnya jumlah penduduk bumi. Mereka tak terbatas oleh suatu tempat. Melalui rangkaian kata;
مَّثْنٰى وَثُلٰثَ وَرُبٰعَۗ
“Dua, tiga dan empat,” Al-Qur'an menjelaskan bahwa dalam saat yang bersamaan, mereka bisa berada di tempat bintang atau lebih.
Melalui ungkapan “malaikat diberi sayap,” yang merupakan peristiwa kecil, Al-Qur'an mengisyaratkan dan menegaskan model dan laboratorium besar kuasa yang sangat menyeluruh melalui kata-kata secara garis besar;
اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
113. Page
Noktah kesepuluh kefasihan Al-Qur'an;
Ayat-ayat Al-Qur'an kadang menyebut amalan-amalan durhaka manusia dan melarangnya dengan keras, selanjutnya ditutup dengan menyebut sebagian ayat-ayat yang mengisyaratkan rahmat dan memberikan hiburan kepada manusia, agar ancaman keras tidak menimbulkan rasa putus asa.
Contoh;
قُلْ لَّوْ كَانَ مَعَهٗ ٓ اٰلِهَةٌ كَمَا يَقُوْلُوْنَ اِذًا لَّابْتَغَوْا اِلٰى ذِى الْعَرْشِ سَبِيْلًا, سُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يَقُوْلُوْنَ عُلُوًّا كَبِيْرًا
“Katakanlah (Muhammad), ‘Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai ’Arsy.’ Mahasuci dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka katakan, luhur dan agung (tidak ada bandingannya). Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tidak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu tidak mengerti tasbih mereka. Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun’.” (QS. Al-Isra`: 42-44)
Ayat-ayat ini mengatakan; katakanlah (Muhammad), “Jika ada sekutu dalam kerajaan Allah seperti yang kalian katakan, tentu ia menjulurkan tangan ke singgasana rububiyah-Nya, tentu akan terjadi kekacauan dan tidak tertib hingga menampakkan jejak intervensi. Padahal seluruh makhluk dimulai dari tujuh langit hingga hewan-hewan mikroskopis, yang menyeluruh maupun kecil, yang kecil maupun besar, semuanya bertasbih -dengan lisan-lisan pembiasan dan ukiran-ukiran seluruh nama-nama ilahi- memahasucikan Dzul Jalal dan memahasucikan-Nya dari sekutu dan tandingan.
Ya, seperti halnya langit memahasucikan Allah Jalla wa ‘Ala dengan kata-kata nan memancarkan cahaya yang disebut bintang-bintang, dengan kesempurnaan dan aturannya, serta mengakui akan kesatuan-Nya. Udara langit juga memahasucikan-Nya dengan suara-suara awan, dengan kata-kata kilat, guntur, dan tetes-tetes hujan, serta mengakui keesaan-Nya. Seperti itu juga bumi bertasbih dan mengesakan Sang Pencipta dengan kata-kata nan mendetakkan kehidupan yang disebut hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua wujud.
Seperti halnya setiap pohon bertasbih dengan kata-kata daun, bunga, dan buah-buahan, serta mengakui kesatuan-Nya, seperti itu juga makhluk paling kecil pun memperlihatkan banyak sekali ukiran dan bentuk nama-nama menyeluruh meski ia kecil sekali. Dengan demikian, makhluk paling kecil sekalipun bertasbih memahasucikan Dzul Jalal dan mengakui keesaan-Nya.
Al-Qur'an mengatakan;
عُلُوًّا كَبِيْرًا
“Sungguh, Dia Maha Penyantun, Maha Pengampun,” agar tidak membuat manusia –sebagai intisari, hasil, khalifah terhormat, dan buah alam raya nan lembut- berputus asa secara keseluruhan karena penjelasan sejauh mana buruknya kekafiran dan kesyirikan yang ditentang seluruh makhluk dan ciptaan yang menjalankan tugas ubudiyah sesuai fitrah masing-masing dengan sepenuh ketaatan melalui tasbih yang mereka ucapkan secara bersamaan dengan satu lisan memahasucikan Sang Pencipta Dzul Jalal, dan mengakui keesaan-Nya. Juga karena penjelasan sejauh mana siksa yang patut ia dapatkan karena kekafiran dan kesyirikan.
114. Page
Di samping untuk memperlihatkan bahwa Al-Qahhar (Yang Maha mengalahkan) memaafkan kejahatan tanpa batas seperti kekafiran dan kesyirikan, memaafkan perilaku durhaka buruk tanpa batas, dan tidak meruntuhkan alam raya agar menimpa mereka.
Al-Qur'an juga menjelaskan hikmah pemberian waktu dan membiarkan pintu harapan terbuka melalui penutup ayat di atas.
Melalui sepuluh isyarat mukjizat ini, perlu Anda pahami bahwa intisari-intisari yang tertera di bagian akhir ayat-ayat merupakan kilauan mukjizat lengkap dengan tetesan-tetesan hidayah, karena para tokoh orang-orang fasih melongo di hadapan rangkaian bahasa nan menawan sepenuh mukjizat dan keindahan seraya mengatakan, “Ini bukan perkataan manusia.” Dan mereka beriman dengan haqqul yaqin bahwa;
وَاِنَّكَ لَعَلٰى خُلُقٍ عَظِيْمٍ
“Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS. Al-Qalam: 4)
Sebagian ayat-ayat yang mengandung banyak sekali keistimewaan belum sempat dimasukkan di dalam bahasan ini meski di dalamnya terdapat seluruh isyarat di atas, dimana seluruh keistimewaan tersebut menampakkan ukiran mukjizat yang dapat dipandang siapapun, bahkan orang buta sekalipun.
Cahaya Ketiga
Al-Qur'an tidak mungkin dibandingkan dengan kata-kata lain, karena tingkatan-tingkatan kalam memiliki empat sumber dari sisi keluhuran, kekuatan, dan keindahan;
Pertama; mutakallim (orang yang berbicara).
Kedua; mukhathab (lawan bicara).
Ketiga; maqshad (tujuan).
Keempat; maqam (situasi dan kondisi).
Sumber kekuatan dan keindahan kata-kata bukan hanya maqam saja seperti yang dikatakan para ahli sastra. Saat menilai perkataan, perhatikan siapa yang berkata, kepada siapa ia berkata, kenapa ia mengatakan, dan pada kesempatan apa ia mengatakan? Jangan hanya memperhatikan kata-kata saja.
Mengingat kekuatan dan keindahan kata-kata mengacu dari empat sumber ini, ketika sumber Al-Qur'an dicermati, tentu tingkat kefasihan dan keindahannya tentu dapat dipahami.
Ya, mengingat kata-kata mengacu kepada siapa yang berbicara; jika kata-kata tersebut berupa perintah atau larangan, ia mengandung kehendak dan kuasa sesuai tingkatan si pembicara. Saat itu kalam menjadi kuat dan tak dapat dilawan, memberikan pengaruh secara nyata laksana aliran listrik, kekuatan dan keluhurannya kian meningkat karena kaitannya dengan si pembicara.
Contoh;
وَقِيْلَ يٰٓاَرْضُ ابْلَعِيْ مَاۤءَكِ وَيٰسَمَاۤءُ اَقْلِعِيْ وَغِيْضَ الْمَاۤءُ وَقُضِيَ الْاَمْرُ وَاسْتَوَتْ عَلَى الْجُوْدِيِّ وَقِيْلَ بُعْدًا لِّلْقَوْمِ الظّٰلِمِيْن
“Dan difirmankan, ‘Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,’ dan airpun disurutkan, perintahpun diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan dikatakan, ‘Binasalah orang-orang yang zalim’.” (QS. Hud: 44) Yaitu, wahai bumi! Tugasmu
115. Page
sudah selesai. Maka telanlah airmu. Wahai langit! Kau sudah tidak lagi diperlukan. Maka hentikan hujanmu.
Contoh lain;
ثُمَّ اسْتَوٰىٓ اِلَى السَّمَاۤءِ وَهِيَ دُخَانٌ فَقَالَ لَهَا وَلِلْاَرْضِ ائْتِيَا طَوْعًا اَوْ كَرْهًاۗ قَالَتَآ اَتَيْنَا طَاۤىِٕعِيْنَ
“Kemudian Dia menuju kepada penciptaan langit dan langit itu masih merupakan asap, lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi, ‘Datanglah kamu keduanya menurut perintah-Ku dengan suka hati atau terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati’.” (QS. Fushshilat: 11)
Yaitu, Allah berfirman, “Wahai bumi dan wahai langit, kemarilah dan tunduklah pada hikmah dan kuasa-Ku dengan suka rela ataupun terpaksa. Keluarlah kalian berdua dari ketiadaan dan datanglah kepada tempat pameran ciptaan-Ku di alam wujud.” Keduanya berkata, “Kami datang dengan sepenuh ketaatan. Kami akan menjelaskan seluruh tugas yang Engkau perintahkan kepada kami dengan daya dan kekuatan-Mu.”
Perhatikan kekuatan dan keluhuran perintah-perintah hakiki yang mengandung kekuatan dan kehendak ini. Selanjutnya perhatikan dialog ngelantur orang dengan benda-benda mati dalam bentuk perintah seperti, “Wahai bumi, tenanglah! Wahai langit, terbelahlah! Wahai kiamat, terjadilah!” Mungkinkah kata-kata ngelantur seperti ini dapat disamakan dengan kedua perintah sebelumnya?!
Ya, mana itu harapan-harapan yang muncul dari keinginan? Mana itu perintah-perintah iseng yang muncul dari keinginan jika dibandingkan dengan hakikat perintah Zat yang menyandang hak untuk memerintah secara hakiki kala Ia tengah menjalankan pekerjaan-Nya? Keduanya tentu jauh berbeda.
Ya, mana itu perintah “Maju!” yang disampaikan seorang pemimpin besar yang segala perintahnya dipatuhi seluruh pasukan yang taat padanya, jika dibandingkan dengan perintah yang didengar dari seorang prajurit rendahan? Bukankah perbedaan di antara kedua perintah ini –meski sama-sama perintah secara zhahir- laksana perbedaan seorang prajurit rendahan dengan seorang panglima besar?!
Contoh lain;
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia’.” (QS. Yasin: 82)
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam’.” (QS. Al-Baqarah: 34)
Perhatikan kekuatan dan keluhuran dua perintah dalam dua ayat ini, selanjutnya perhatikan perintah-perintah yang diucapkan manusia. Bukankah perbandingan ini sama seperti membandingkan kunang-kunang dengan matahari?!
Ya, Raja hakiki yang menyebut pekerjaan-Nya yang tengah Ia lakukan, penjelasan-penjelasan Sang ahli seni hakiki seputar seni dan hasil kreasi kala Ia tengah melakukan pekerjaan, penjelasan-penjelasan Sang Pemberi nikmat hakiki seputar kebaikan-kebaikan kala Ia tengah membagi-bagikan nikmat. Artinya, ketika Ia bermaksud memadukan antara perkataan dan perbuatan, dan agar Ia menyebut perbuatan-Nya di hadapan seluruh mata dan telinga, Ia berkata, “Lihatlah Aku
116. Page
menciptakan ini, Aku membuat ini, Aku melakukan ini, ini akan menjadi seperti ini dan itu, Aku melakukan ini karena sebab ini dan itu.”
Contoh;
أَفَلَمْ يَنظُرُوٓا۟ إِلَى ٱلسَّمَآءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَـٰهَا وَزَيَّنَّـٰهَا وَمَا لَهَا مِن فُرُوجٍۢ ٦ وَٱلْأَرْضَ مَدَدْنَـٰهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَٰسِىَ وَأَنۢبَتْنَا فِيهَا مِن كُلِّ زَوْجٍۭ بَهِيجٍۢ ٧ تَبْصِرَةًۭ وَذِكْرَىٰ لِكُلِّ عَبْدٍۢ مُّنِيبٍۢ ٨ وَنَزَّلْنَا مِنَ ٱلسَّمَآءِ مَآءًۭ مُّبَـٰرَكًۭا فَأَنۢبَتْنَا بِهِۦ جَنَّـٰتٍۢ وَحَبَّ ٱلْحَصِيدِ ٩ وَٱلنَّخْلَ بَاسِقَـٰتٍۢ لَّهَا طَلْعٌۭ نَّضِيدٌۭ ١٠ رِّزْقًۭا لِّلْعِبَادِ ۖ وَأَحْيَيْنَا بِهِۦ بَلْدَةًۭ مَّيْتًۭا ۚ كَذَٰلِكَ ٱلْخُرُوجُ ١١
“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun? Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepada Allah). Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur).” (QS. Qaf: 6-11)
Penuturan Al-Qur'an yang berkelip bak bintang-bintang di menara surah ini dan di langit Al-Qur'an, dan bak buah surga, sering kali menyebut tingkatan dalil-dalil perhimpunan dengan kefasihan tersembunyi nan begitu tersusun rapi dalam perbuatan-perbuatan di atas.
Al-Qur'an selanjutnya menegaskan perhimpunan yang merupakan hasil dari seluruh dalil-dalil yang disampaikan melalui ungkapan;
كَذٰلِكَ الْخُرُوْجُ
“Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur).”
Mana itu perkataan manusia tentang perbuatan-perbuatan mereka yang sama sekali tidak ada sangkut pautnya dengan perhimpunan selain hanya sedikit saja, dari bantahan para pengingkar perhimpunan di awal surah?
Bukankkah ini sama seperti menyamakan replica bunga dengan bunga asli yang hidup?!
Penjelasan makna ayat-ayat ini akan terlalu panjang lebar bagi kami;
أَفَلَمْ يَنْظُرُوا إِلَى السَّمَاءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنَاهَا وَزَيَّنَّاهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوجٍ (6) وَالأرْضَ مَدَدْنَاهَا وَأَلْقَيْنَا فِيهَا رَوَاسِيَ وَأَنْبَتْنَا فِيهَا مِنْ كُلِّ زَوْجٍ بَهِيجٍ (7) تَبْصِرَةً وَذِكْرَى لِكُلِّ عَبْدٍ مُنِيبٍ (8) وَنزلْنَا مِنَ السَّمَاءِ مَاءً مُبَارَكًا فَأَنْبَتْنَا بِهِ جَنَّاتٍ وَحَبَّ الْحَصِيدِ (9) وَالنَّخْلَ بَاسِقَاتٍ لَهَا طَلْعٌ نَضِيدٌ (10) رِزْقًا لِلْعِبَادِ وَأَحْيَيْنَا بِهِ بَلْدَةً مَيْتًا كَذَلِكَ الْخُرُوجُ (11)
“Maka tidakkah mereka memperhatikan langit yang ada di atas mereka, bagaimana cara Kami membangunnya dan menghiasinya dan tidak terdapat retak-retak sedikit pun? Dan bumi yang Kami hamparkan dan Kami pancangkan di atasnya gunung-gunung yang kokoh dan Kami tumbuhkan di atasnya tanam-tanaman yang indah, untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi setiap hamba yang kembali (tunduk kepada Allah). Dan dari langit Kami turunkan air yang memberi berkah lalu Kami tumbuhkan dengan (air) itu pepohonan yang rindang dan biji-bijian yang dapat dipanen. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun-susun, (sebagai) rezeki bagi hamba-hamba (Kami), dan Kami hidupkan dengan (air) itu negeri yang mati (tandus). Seperti itulah terjadinya kebangkitan (dari kubur).” (QS. Qaf: 6-11)
Untuk itu, kami cukup memberikan isyarat berikut;
Di permulaan surah (Qaf), Al-Qur'an menjelaskan sejumlah pendahuluan untuk memaksa orang-orang kafir menerima adanya perhimpunan, karena mereka mengingkarinya. Al-Qur'an berkata; tidakkah kalian memperhatikan langit yang ada di atas kalian. Dengan cara, keteraturan, dan keindahan seperti apa Kami membangunnya?
117. Page
Selanjutnya, tidakkah kalian memperhatikan bagaimana Kami menghiasi langit dengan bintang-bintang, matahari dan bulan, tanpa membiarkan sedikit pun celah dan kekurangan?
Selanjutnya, tidakkah kalian memperhatikan bagaimana Kami membentangkan bumi untuk kalian. Dengan hikmah apa Kami menghamparkannya? Bagaimana kami mengokohkan gunung-gunung di sana untuk menjaga bumi agar tidak dikuasai lautan?
Selanjutnya, tidakkah kalian memperhatikan bagaimana Kami menciptakan makhluk saling berpasangan di bumi dari berbagai jenis tanaman dan sayuran? Bagaimana Kami memperindah segala penjuru bumi dengan pasangan-pasangan nan menawan itu?
Selanjutnya, tidakkah kalian memperhatikan bagaimana air penuh berkah Kuturunkan dari langit, dan dari air itu Aku menciptakan kebun, taman, biji-bijian, pepohonan berbuah nan tinggi menjulang seperti kurma lalu melalui media pepohonan-pepohonan seperti ini Aku menumbuhkan rizki dan Aku sampaikan kepada hamba-hamba-Ku?
Selanjutnya, tidakkah kalian memperhatikan bahwa melalui air itu, Aku menghidupkan negeri tandus, Aku menciptakan ribuan jenis perhimpunan di dunia, bagaimana Aku mengeluarkan tumbuh-tumbuhan dari negeri nan gersang dan tandus itu dengan kuasa-Ku? Keluarnya kalian (dari dalam kubur) pada perhimpunan kelak juga akan seperti itu, karena bumi pada hari kiamat akan mati dan kalian semua akan keluar dalam keadaan hidup.
Kami hanya mampu mengisyaratkan satu saja kefasihan kata-kata Al-Qur'an ini saja terkait penegasan adanya perhimpunan di antara ribuan kefasihan lain.
Lantas mana kefasihan kata-kata Al-Qur'an ini jika dibandingkan dengan kata-kata buatan manusia terkait suatu pengakuan?
Sejak bagian awal risalah hingga sampai bagian ini, kami bersikap netral dan obyektif di sela dialog kami dengan musuh pembangkang, dengan harapan agar ia menerima kemukjizatan Al-Qur'an. Untuk itu, kami sengaja meninggalkan banyak sekali hak Al-Qur'an yang tersembunyi di sana.
Kami meletakkan mentari itu bersama mentari-mentari lain di satu tempat, selanjutnya kami bandingkan di antara keduanya. Saat ini, penelitian telah menjalankan perannya dan menegaskan kemukjizatan Al-Qur'an secara hakiki yang tidak mungkin dibandingkan dengan hal lain atas nama penelitian, dan bahkan atas nama kebenaran.
Ya, membandingkan seluruh perkataan dengan ayat-ayat Al-Qur'an sama seperti membandingkan bentuk bintang-bintang nan sangat kecil sekali yang terpantul di cermin dengan bintang-bintang itu sendiri.
Ya, mana itu makna-makna manusia yang mereka gambarkan melalui kata-kata pada cermin sempit pikiran dan perasaan, jika dibandingkan dengan kata-kata Al-Qur'an dimana masing-masing di antaranya menggambarkan, menunjukkan dan mengisyaratkan suatu hakikat nyata di antara sekian banyak hakikat?!
Ya, mana itu kata-kata manusia nan menyengat dengan tiupan-tiupan nan menyihir, dan dengan kejelian-kejelian palsu yang dirangkai untuk membangkitkan hawa nafsu, jika dibandingkan dengan kata-kata Al-Qur'an nan hidup laksana para malaikat; kata-kata yang mengilhamkan cahaya hidayah, kalam Pencipta mentari dan bulan?!
118. Page
Ya, membandingkan kata-kata manusia dengan kata-kata Al-Qur'an laksana membandingkan antara serangga-serangga penyengat dengan para malaikat nan penuh berkah dan suci, dan para makhluk halus nan bercahaya.
Duapuluh empat kalian sebelumnya dan kalimat keduapuluh lima sudah menjelaskan hakikat-hakikat ini. Pernyataan kami ini bukan sebatas klaim semata, tapi sebagai hasil dari bukti-bukti kebenaran yang sudah disampaikan sebelumnya.
Ya, mana itu kata-kata manusia yang penuh dengan hawa nafsu tiada bernilai dan menyulut segala keinginan diri, jika dibandingkan dengan kata-kata Al-Qur'an yang masing-masing di antaranya merupakan rumah kerang bagi berbagai esensi hidayah, mata air berbagai hakikat keimanan, asal usul segala asas Islam, berasal dari Arsy Ar-Rahman secara langsung, turun dari atas alam raya, menatap ke arah manusia, mengandung ilmu, kuasa dan kehendak, dan yang merupakan khitab azali?!
Ya, mana itu kata-kata manusia yang terkenal di antara kita, jika dibandingkan dengan Al-Qur'an yang menjadi laksana pohon Thuba yang dibuka di alam Islam dengan sepenuh makna, simbol, kesempurnaan, undang-undang, dan hukum yang laksana dedaunan bagi pohon itu, yang memunculkan orang-orang terbaik dan para wali laksana bunga segar nan indah berkat air kehidupan yang dimiliki pohon itu, yang membuahkan segala kesempurnaan, hakikat-hakikat alam, dan hakikat-hakikat ilahi, yang sebagian besar benihnya nan terkandung di dalam buahnya merupakan undang-undang dan program praktis bagi pohon itu, dimana Al-Qur'an yang menampakkan hakikat-hakikat secara terangkai yang juga sama seperti pohon berbuah? Begitu jauh perbedaannya (antara bumi dan langit).
Meski Al-Qur'an mengungkap dan memperlihatkan seluruh hakikat-hakikatnya sejak 1300 tahun silam[1] di pasar dunia, meski setiap orang, kaum, dan setiap negeri hingga kini terus mengambil esensi dan segala hakikatnya, namun kebiasaan, perjalanan waktu, dan perubahan-perubahan besar sama sekali tidak merusak hakikat-hakikatnya nan begitu berharga, tidak merusak rangkaian kata-katanya nan indah, tidak membuatnya menua dan mengering, tidak menjatuhkan harganya, dan tidak memadamkan keindahannya. Kondisi seperti ini saja sudah merupakan mukjizat.
Sekarang jika ada seseorang berusaha merangkai sebagian hakikat-hakikat Al-Qur'an atas dorongan kekanak-kanakan sesuai keinginan hawa nafsu, lalu ia membandingkan kata-kata buatannya itu dengan sebagian ayat-ayat Al-Qur'an untuk meniru dan berkata, “Saya menyusun perkataan yang mirip seperti Al-Qur'an.” Kata-kata ini ia sampaikan atas dasar kebodohan dan kedunguan mirip seperti perumpamaan berikut;
Ada seorang membangun sebuah istana besar, indah dan menawan dari berbagai macam batu berharga. Setiap batunya ia hiasi dengan ukiran-ukiran terukur nan menatap ke seluruh ukiran-ukiran istana nan luhur itu. Selanjutnya ada orang biasa dan kurang dapat memahami ukiran-ukiran luhur, batu-batu berharga dan segala hiasan memasuki istana tersebut, dimana orang ini adalah pembangun rumah-rumah biasa. Ia selanjutnya merubah ukiran-ukiran luhur pada bebatuan mulia istana tersebut, lalu ia tata dan ia beri suatu bentuk sesuai keinginan kekanak-kanakan dalam dirinya dan seakan menata sebuah rumah biasa, lalu menggantungkan batu-batu merjan yang hanya menarik perhatian pandangan anak-anak kecil, lalu setelah berkata, “Lihatlah!
[1] Di saat penulisan risalah ini.
119. Page
Saya punya keahlian dan kekayaan melebihi si pembangun istana ini, dan saya punya hiasan-hiasan nan berharga.”
Bukankah kreasinya ini jika dibandingkan dengan kreasi orang sebelumnya laksana kata-kata ngelantur dan sinting buatan para pendusta?!
120. Page
Obor Ketiga
Obor ini memiliki tiga cahaya
Cahaya Pertama;
Salah satu sisi kemukjizatan besar Al-Qur'an al-mu’jizul bayan sudah dijelaskan dalam kalimat ketigabelas. Namun demikian, penjelasan sisi ini dicantumkan dalam maqam ini agar sama-sama mengambil tempat bersama sisi-sisi kemukjizatan lainnya.
Jika Anda ingin tahu dan merasakan bagaimana setiap ayat-ayat Al-Qur'an melenyapkan gelapnya kekafiran dan kelalaian laksana bintang yang cahayanya menembus dengan cahaya kemukjizatan dan hidayah yang disebarkan, anggaplah diri Anda berada di era Jahiliyah dan di tengah padang pasir sebelum Al-Qur'anul Karim turun.
Kala segala sesuatunya tertutup oleh tirai alam nan mati di bawah kelamnya kebodohan dan kelalaian, tiba-tiba Anda mendengar ayat-ayat seperti berikut ini dari lisan luhur Al-Qur'an;
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hadid: 1)
يُسَبِّحُ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِ الْمَلِكِ الْقُدُّوْسِ الْعَزِيْزِ الْحَكِيْمِ
“Senantiasa bertasbih kepada Allah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Raja, yang Maha suci, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Jumu’ah: 1)
Anda mengetahui bagaimana seluruh wujud di alam nan mati ataupun berkembang ini hidup di dalam pikiran siapapun yang mendengarkan gema سبح , يسبح , dan zikir.
Anda mengetahui bagaimana bintang-bintang yang merupakan benda mati itu, yang masing-masing di antaranya merupakan kumpulan api di langit dan gelap, mengetahui makhluk-makhluk malang di bumi menyingkap wajah di hadapan sang pendengar teriakan;
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah.” (QS. Al-Isra`: 44) Karena wajah langit menjadi mulut, setiap bintang menjadi kata nan memancarkan hikmah dan menyebarkan cahaya hakikat, bumi menjadi kepala, masing-masing di antara darat dan lautan menjadi lisan, setiap hewan dan tumbuhan menjadi kata nan bertasbih.
Seperti itulah Anda mengetahui setiap makhluk menyingkap wajah sedemikian rupa di hadapan seluruh pandangan jika Anda membayangkan berada di era Jahiliyah. Jika tidak, Anda tidak dapat melihat daya rasa nan detail seperti di atas dengan melintasi lorong waktu menuju masa nun jauh dari zaman sekarang ini.
Ya, jika Anda memandang Al-Qur'an dengan tatapan bahwa Al-Qur'an menyebar cahaya-cahayanya sejak zaman itu dan menjadi ilmu yang dikenal secara luas seiring perjalanan waktu, dan menyebar bersama seluruh pancaran-pancaran Islam lainnya, juga dengan pandangan situasional seakan cahaya-cahaya Al-Qur'an bernuansa laksana siang hari berkat mentari Al-Qur'an. Atau jika Anda memandang di sela tirai
121. Page
kebiasaan dan sesuatu yang biasa-biasa saja, Anda tidak akan dapat melihat jenis kegelapan-kegelapan yang dilenyapkan setiap ayat-ayat Al-Qur'an dalam guncangan kemukjizatan nan begitu manis. Anda tidak akan dapat merasakan jenis kemukjizatan ini di antara berbagai jenis kemukjizatan lain nan begitu banyak!
Jika Anda ingin melihat tingkatan kemukjizatan Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang paling tinggi, lihatlah dengan kacamata perumpamaan berikut;
Anggap saja ada sebuah pohon besar, luar biasa dan aneh sekali menyebar luas karena diperhatikan dan dirawat. Pohon ini tertutup oleh tirai gaib nan luas di bawah lapisan tersembunyi. Seperti diketahui, harus ada ikatan, keselarasan, dan keseimbangan antara seluruh bagian-bagian pohon tersebut, mulai dari dahan, buah, daun, hingga bunga. Seperti halnya bagian-bagian tubuh manusia, setiap bagian-bagian pohon tersebut memiliki bentuk tertentu sesuai esensi pohon.
Selanjutnya ketika ada seseorang mengurus pohon ini lalu melukis setiap bagian-bagian pohon tersebut yang belum pernah terlihat sama sekali, atau membuat garis-garis untuk pohon ini, atau melukis suatu bentuk dengan menjaga hubungan antara dahan dan buah, antara buah dan daun, lalu mengisi bentuk-bentuk yang sama persis dengan bentuk-bentuk seluruh bagian pohon tersebut mulai dari ujung hingga pangkal, maka tidak diragukan bahwa si pelukis ini melihat pohon gaib tersebut dengan pandangan yang menatap dan meliputi alam gaib, lalu setelah itu ia gambar dan ia lukis pohon tersebut.
Seperti halnya perumpamaan ini, penjelasan-penjelasan Al-Qur'an al-mu’jizul bayan terkait hakikat segala kemungkinan, maksudnya hakikat pohon penciptaan nan membentang mulai dari penciptaan alam hingga ujung akhirat, dan yang tersebar luas mulai dari Arys (makhluk paling besar) hingga serangga (makhluk paling kecil), dari atom hingga matahari; penjelasan-penjelasan Al-Qur'an menjaga keselarasan semua itu, memberikan setiap bagian dan setiap buah gambaran yang pantas, hingga seluruh peneliti mengatakan di hadapan lukisan Al-Qur'an setelah mereka melakukan serangkaian penelitian, “Masya`Allah, barakallah! Hanya engkau semata yang menyingkap teka-teki alam raya dan misteri penciptaan, wahai Al-Qur'anul Karim!”
Milik Allah jua perumpamaan paling tinggi –dan perumpamaan tidak perlu diperdebatkan-, nama-nama, sifat-sifat, kondisi-kondisi ilahi dan perbuatan-perbuatan rabbani ibarat pohon Thuba nan bercahaya. Lingkup agung pohon terang itu membentang dari azali hingga abadi. Batas-batas kebesarannya membentang dan menyebar di ruang angkasa mutlak tanpa batas. Batasan-batasan pemberlakuannya membentang dari;
اَنَّ اللّٰهَ يَحُوْلُ بَيْنَ الْمَرْءِ وَقَلْبِهٖ
“Allah membatasi antara manusia dan hatinya.” (QS. Al-Anfal: 24)
اِنَّ اللّٰهَ فَالِقُ الْحَبِّ وَالنَّوٰىۗ
“Sesungguhnya Allah menumbuhkan butir tumbuh-tumbuhan dan biji buah-buahan.” (QS. Al-An’am: 95)
Hingga batasan-batasan;
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.” (QS. Al-Hadid: 4) Dan;
وَالسَّمٰوٰتُ مَطْوِيّٰتٌۢ بِيَمِيْنِهٖ ۗ
“Langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67)
122. Page
Al-Qur'an menjelaskan hakikat terang tersebut lengkap dengan seluruh dahan, ranting, buah, dan tujuan-tujuannya dengan sangat tepat dan selaras dalam bentuk yang tidak saling melukai satu sama lain, tidak merusak hukum satu sama lain, dan tidak saling merasa aneh satu sama lain.
Artinya, Al-Qur'an menjelaskan hakikat nama-nama, sifat-sifat, segala kondisi dan perbuatan tersebut dalam bentuk yang menjadikan seluruh ahli kasyaf dan hakikat, seluruh orang ‘arif dan bijak yang berkelana dalam lingkup kerajaan-kerajaan ilahi itu membenarkan penjelasan-penjelasan Al-Qur'an ini seraya mengatakan, “Subhanallah! Alangkah benar, indah, tepat, dan selarasnya penjelasan-penjelasan ini!”
Contoh;
Al-Qur'an menggambarkan enam rukun iman yang mengarah pada lingkup kemungkinan dan kewajiban secara keseluruhan laksana satu dahan untuk dua pohon besar, dengan menjaga keselarasan menawan antara buah dan bunga pada dahan-dahan dan ranting seluruh rukun iman tersebut, memberikan definisinya secara berimbang, dan menampakkannya secara tepat, dimana akal manusia tiada mampu untuk mengetahui definisi tersebut, tetap tercengang dan kagum di hadapan keindahannya.
Bukti bahwa Al-Qur'an menjaga keselarasan dan keseimbangan sempurna antara rukun-rukun Islam yang merupakan salah satu ranting dari dahan iman, bahkan keselarasan rumit antara penjelasan-penjelasan rincinya, etika-etika paling kecil, tujuan dan maksud paling jauh, hikmah paling mendalam dan buah paling kecil adalah keteraturan sempurna syariat islam yang muncul dari nash-nash Al-Qur'an yang menyatukan seluruh sisi, isyarat, dan simbol Al-Qur'an. Juga keseimbangan sempurna dan kekokohannya. Ini semua merupakan saksi adil yang tidak dapat dikritik dan bukti kebenaran pasti yang tidak menerima syubhat.
Artinya, penjelasan-penjelasan Al-Qur'an tidak mungkin bertumpu pada ilmu manusia, apalagi ilmu seorang buta huruf. Penjelasan-penjelasan Al-Qur'an semata bertumpu pada ilmu nan meliputi. Al-Qur'an adalah kalam Zat yang melihat segala sesuatu secara bersamaan, menyaksikan seluruh hakikat secara bersamaan pada waktu yang sama antara azali dan abadi. Kami beriman.
Cahaya kedua;
Filsafat manusia yang menentang hikmah Al-Qur'an pasti runtuh. Karena sejauh mana keruntuhan ini sudah kami jelaskan dalam kalimat keduabelas dengan perumpamaan, juga sudah kami sampaikan dalam seluruh kalimat (Risalah-risalah An-Nur), kami mengalihkan penjelasan tentang keruntuhan ini ke kalimat-kalimat tersebut. Pada bagian ini, kami akan membuat perbandingan dari sisi lain sebagai berikut;
Filsafat dan hikmah manusia memandang dunia sebagai sesuatu yang abadi, dan membahas esensi dan karakteristik segala wujud secara rinci. Bahkan andai pun filsafat manusia membahas peran-peran seluruh wujud terhadap Sang Pencipta, bahasan yang disampaikan hanya sebatas garis besar, seakan hanya membahas ukiran dan huruf-huruf kitab alam raya saja, tanpa memperhatikan makna.
Berbeda dengan Al-Qur'an yang memandang dunia sebagai tempat sementara, sepintas lalu, penipu, pendusta, dan selalu berubah tanpa pernah menetap. Al-Qur'an membahas esensi dan karakteristik segala wujud yang bersifat materi secara garis besar. Namun Al-Qur'an menyebut tugas ubudiyah yang dijalankan seluruh wujud dan yang dibebankan Sang Pencipta kepada mereka. Al-Qur'an menjelaskan dengan cara dan sisi
123. Page
mana seluruh wujud menunjukkan nama-nama Sang Pencipta, tunduk pada seluruh perintah kauniyah secara rinci.
Berikut akan kita ketahui perbedaan antara hikmah Al-Qur'an dan filsafat manusia secara garis besar dan rinci terkait bahasan tentang seluruh wujud yang disampaikan oleh masing-masing di antara keduanya. Kita akan mengetahui mana di antara keduanya yang benar dan sebagai inti hakikat;
Seperti halnya jam di tangan kita nampak stabil dan tidak bergerak, namun di dalam jam ini terdapat guncangan tanpa henti karena gerakan gigi-gigi yang ada di dalamnya, juga gerakan alat-alat lainnya.
Seperti itu pula dunia ini merupakan jam besar kuasa ilahi. Meski secara kasat mata nampak stabil, namun dunia selalu berubah dalam guncangan dan kefanaan tiada henti.
Ya, malam dan siang –penyebab masuknya waktu di dunia- laksana kalajengking berkepala dua yang menghitung detik-detik jam besar tersebut, sementara tahun laksana jarum penghitung detik, sementara tanduknya adalah jarum penghitung jam.
Seperti itulah waktu melemparkan dunia ke gelombang ketiadaan, menyerahkan masa lalu dan masa depan kepada ketiadaan, dan hanya menyisakan zaman sekarang saja untuk wujud.
Dunia dari sisi ruang laksana jam yang selalu berguncang dan tidak stabil, karena ruang udara berubah dengan cepat seperti perubahan jarum penghitung detik. Berubah dari suatu kondisi ke kondisi lain dengan cepat, dipenuhi dengan mendung beberapa kali dalam sehari, dan kadang pula tidak ada mendung.
Posisi bumi yang merupakan basis dunia, wajahnya mengalami perubahan dengan cepat dari sisi kematian dan kehidupan, bagi tumbuh-tumbuhan dan hewan. Untuk itu dari sisi ini, dunia –laksana jarum penghitung detik- menjelaskan bahwa dunia ini hanya sepintas dan sementara.
Mengingat wajah bumi seperti ini, sisi perut bumi pun penuh dengan perubahan dan guncangan. Adanya gunung dan gempa –laksana jarum penghitung jam- menjelaskan bahwa wajah bumi ini berlalu dengan lamban.
Terkait posisi langit sebagai atap bagi bumi; perubahan-perubahan yang terjadi di sana seperti gerakan benda-benda langit, munculnya meteor, terjadinya gerhana bulan, gerhana matahari, dan bintang jatuh, ini semua menunjukkan bahwa langit juga tidak stabil. Langit bergerak menuju penuaan, keruntuhan, dan kehancuran.
Perubahan-perubahan yang terjadi pada hakikatnya lamban dan telat seperti jarum penghitung hari pada jam mingguan. Namun perubahan-perubahan tetap menjelaskan bahwa dunia ini sesaat dan akan berlalu dalam segala kondisi menuju ketiadaan dan kehancuran.
Dunia dari sisi dunia itu sendiri, dibangun di atas tujuh tiang ini. Tiang-tiang ini selalu berguncang. Namun dunia yang selalu berguncang dan bergerak ini memandang Sang Pencipta, maka gerakan-gerakan dan perubahan-perubahan tersebut merupakan gerakan dan guncangan pena takdir untuk membuat tulisan-tulisan shamadani.
Perubahan dan pergantian-pergantian kondisi merupakan cermin-cermin pembias yang selalu silih berganti nan menampakkan pembiasan kondisi nama-nama ilahi dengan berbagai sifat nan beragam. Dengan demikian, dunia dari sisi dunia itu sendiri, berlalu menuju ketiadaan dan kematian. Di samping dunia selalu berguncang. Meski pada hakikatnya dunia berlalu laksana sungai mengalir, ia statis tanpa gerakan
124. Page
karena kelalaian, menjadi tebal dan keruh karena pemikiran naturalisme, hingga menjadi tirai penutup yang menghalangi akhirat.
Ya, filsafat sakit dengan segala penjelasan rincinya dan hikmah naturalisme dengan segala senda guraunya nan memperdaya peradaban bodoh, dan segala syahwat memabukkan yang semakin membuat dunia ini statis, kian tebal kelalaiannya, dan semakin keruh, hingga melupakan Sang Pencipta dan akhirat.
Berbeda dengan Al-Qur'an yang meniup dunia –dalam pengertian seperti di atas- bak kapas, mengguncang dan mengibaskannya dari sisinya sebagai dunia melalui ayat-ayat berikut;
اَلۡقَارِعَةُ , مَا الۡقَارِعَةُ
“Hari kiamat. Apakah hari kiamat itu?” (QS. Al-Qari’ah: 1-2)
إِذَا وَقَعَتِ ٱلْوَاقِعَةُ
“Apabila terjadi hari kiamat.” (QS. Al-Waqi’ah: 1)
وَٱلطُّورِ ١ وَكِتَـٰبٍۢ مَّسْطُورٍۢ ٢
“Demi bukit. Dan Kitab yang ditulis.” (QS. Ath-Thur: 1-2)
Al-Qur'an memberikan transparasi kepada dunia dan menghilangkan kotorannya melalui penjelasan-penjelasan seperti;
اَوَلَمْ يَنْظُرُوْا فِيْ مَلَكُوْتِ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ
“Dan apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi?” (QS. Al-A’raf: 185)
اَوَلَمْ يَرَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَنَّ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ كَانَتَا رَتْقًا فَفَتَقْنٰهُمَاۗ
“Bahwa langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara keduanya,” (QS. Al-Anbiya`: 30)
اَفَلَمْ يَنْظُرُوْٓا اِلَى السَّمَاۤءِ فَوْقَهُمْ كَيْفَ بَنَيْنٰهَا وَزَيَّنّٰهَا وَمَا لَهَا مِنْ فُرُوْجٍ
“Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun.” (QS. Qaf: 6)
Al-Qur'an melebur dunia nan beku melalui ayat-ayat terang nan memancarkan cahaya seperti;
لّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.” (QS. An-Nur: 35)
وَمَا الْحَيٰوةُ الدُّنْيَآ اِلَّا لَعِبٌ وَّلَهْوٌ
“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, selain dari main-main dan senda gurau belaka.” (QS. Al-An’am: 32)
Dengan kata-kata ungkapan Al-Qur'an nan menebar kematian, Al-Qur'an mengoyak dan menghancurkan keabadian palsu dunia;
اِذَا الشَّمۡسُ كُوِّرَتۡ
“Apabila matahari digulung.” (QS. At-Takwir: 1)
اِذَا السَّمَآءُ انْفَطَرَتۡ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Infithar: 1)
اِذَا السَّمَآءُ انْشَقَّتۡ
“Apabila langit terbelah.” (QS. Al-Insyiqaq: 1)
وَنُفِخَ فِى الصُّوْرِ فَصَعِقَ مَنْ فِى السَّمٰوٰتِ وَمَنْ فِى الْاَرْضِ اِلَّا مَنْ شَاۤءَ اللّٰهُ ۗ ثُمَّ نُفِخَ فِيْهِ اُخْرٰى فَاِذَا هُمْ قِيَامٌ يَّنْظُرُوْن
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).” (QS. Az-Zumar: 68)
125. Page
Al-Qur'an melenyapkan kelalaian yang muncul akibat pemikiran naturalisme melalui teriakan-teriakan nan menggema bak halilintar;
يَعْلَمُ مَا يَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَا يَخْرُجُ مِنْهَا وَمَا يَنْزِلُ مِنَ السَّمَاۤءِ وَمَا يَعْرُجُ فِيْهَاۗ وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ بَصِيْرٌۗ
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya. Dan Dia bersama kamu di mama saja kamu berada. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Hadid: 4)
وَقُلِ الْحَمْدُ لِلّٰهِ سَيُرِيْكُمْ اٰيٰتِهٖ فَتَعْرِفُوْنَهَاۗ وَمَا رَبُّكَ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Dan Katakanlah, ‘Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan.” (QS. An-Naml: 93)
Ayat-ayat Al-Qur'an ini mengarah kepada alam raya dari ujung ke ujung sesuai asas di atas, mengungkap hakikat dunia dan memperlihatkan seperti apa dunia sebenarnya dengan memperlihatkan sejauh mana sisi keburukan dunia dan berpalingnya wajah manusia darinya. Juga dengan mengungkap wajah indah dunia yang mengarahkan pandangan kepada Sang Pencipta nan mengalihkan pandangan manusia kepada-Nya, mengajarkan hikmah hakiki, mengajarkan makna-makna kitab alam raya, bukan hanya memandang huruf dan ukiran-ukirannya semata melainkan hanya sedikit. Dunia dari sisi indahnya tidak mencintai manusia buruk rupa seperti filsafat mabuk, tidak melupakan makna, dan tidak menyibukkan manusia dengan ukiran-ukiran huruf, tidak menggiring mereka membuang-buang waktu untuk hal-hal tiada guna seperti filsafat.
Cahaya Ketiga
Pada cahaya pertama, kami telah mengisyaratkan runtuhnya hikmah manusia di hadapan hikmah Al-Qur'an, dan sisi kemukjizatan hikmah Al-Qur'an. Pada cahaya kali ini, kami akan menjelaskan tingkatan hikmah orang-orang suci dan para wali –mereka adalah murid-murid Al-Qur'an- dan tingkatan hikmah para filosof timur –mereka adalah kelompok filosof yang mendapat penerangan- di hadapan hikmah Al-Qur'an.
Berikut akan kami isyaratkan kemukjizatan Al-Qur'an dari sisi ini secara ringkas.
Bukti paling benar akan keluhuran Al-Qur'anul Hakim, bukti paling kuat akan kebenarannya, dan tanda paling kuat akan kemukjizatannya adalah; Al-Qur'an menjelaskan seluruh tingkatan kategori tauhid dengan menjaga seluruh konsekwensinya tanpa merusak keseimbangannya. Al-Qur'an juga menjaga keseimbangan seluruh hakikat ilahi nan luhur, seluruh hukum yang ditunjukkan seluruh al-asma`ul husna, menjaga keselarasan hukum-hukum tersebut, menjaga seluruh kondisi rububiyah dan uluhiyah dengan penuh keseimbangan.
Penjagaan, keseimbangan, dan perpaduan ini merupakan keistimewaan yang sama sekali tidak ada pada seluruh jejak-jejak peninggalan manusia, tidak ada pada buah pikiran orang-orang besar, tidak ada pada jejak-jejak para wali yang menembus alam kerajaan-kerajaan langit, tidak ada pada kitab-kitab para filosof timur yang menembus sisi batin segala sesuatu, bahkan pada pengetahuan para makhluk halus yang menembus alam gaib. Seakan setiap kalangan di antara mereka ini berpegangan pada dahan atau ranting pohon besar hakikat yang mirip seperti jobs description
126. Page
(pembagian tugas) dan hanya sibuk dengan buah dan dedaunan pada ranting tersebut, tanpa memiliki ilmu pada sisi lain dan sama sekali tidak menatap ke sana.
Ya, hakikat mutlak tidak mungkin diliputi pandangan-pandangan nan terbatas. Untuk itu, diperlukan adanya pandangan menyeluruh seperti Al-Qur'an yang meliputi hakikat mutlak tersebut.
Setiap kelompok dari mereka ini pada dasarnya sama-sama mendapatkan pelajaran dari Al-Qur'an. Hanya saja mereka hanya memandang satu atau dua sisi hakikat menyeluruh karena sempitnya pikiran. Mereka pun sibuk dengan sisi hakikat itu dan mengurung diri di sana, sehingga merusak keseimbangan hakikat-hakikat tersebut dan melenyapkan keselarasannya, entah dengan bersikap berlebihan ataupun mengabaikan.
Hakikat ini dengan sudah dijelaskan contoh menakjubkan pada dahan kedua dari kalimat keduapuluh empat. Selanjutnya di sini kami akan mengisyaratkan permasalahan ini dengan contoh berbeda;
Misalkan ada sebuah harta simpanan penuh dengan berbagai macam batu berharga di salah satu lautan, lalu para penyelam menyelam di lautan tersebut untuk mencari batu-batu berharga tersebut. Mereka hanya mengenali batu-batu berharga tersebut dengan sentuhan tangan, karena mata mereka tertutup.
Sebagian di antara mereka menemukan intan panjang lalu si penyelam ini memutuskan bahwa harta simpanan itu berupa intan mirip tiang yang panjang. Saat ia mendengar adanya batu-batu berharga lain teman-temannya, ia mengira batu-batu tersebut bagian dari batu berharga yang ia temukan, mengiranya sebagai biji mata dan ukiran-ukiran dari batu temuannya.
Sebagian lainnya menemukan yaqut bulat. Yang lain menemukan batu amber segi empat. Dan begitu seterusnya, hingga masing-masing mengira bahwa batu berharga yang ia temukan merupakan harta simpanan asli dan bagian yang terbesar. Orang yang mendengar penuturan teman-temannya mengira bahwa batu berharga temuan temannya itu hanya tambahan dan cabangan dari batu berharga yang ia temukan. Saat itulah keseimbangan hakikat hilang, keselarasan pun lenyap, dan banyak sekali warna hakikat yang hilang, sehingga ia terpaksa membuat beragam penakwilan dan penjelasan-penjelasan yang dipaksakan untuk menampakkan warna hakikat yang sebenarnya. Bahkan kadang langkah ini memicu pengingkaran.
Siapapun yang mencermati kitab-kitab karya para filosof timur dan kitab-kitab sufi yang hanya bertumpu pada mukasyafah dan musyahadah saja, tanpa ditimbang dengan neraca sunnah, pasti akan percaya pada penilaian kami ini. Dengan demikian, penjelasan tersebut tidak sempurna dan bukan Al-Qur'an, meski mereka sama-sama mengutip dari hakikat-hakikat dan pelajaran Al-Qur'an.
Ayat-ayat Al-Qur'an yang merupakan samudera segala hakikat, juga penyelam yang mengungkap harta simpanan di dalam dasar samudera tersebut. Hanya saja mata ayat-ayat Al-Qur'an terbuka dan meliputi harta simpanan itu, melihat segala sesuatu yang ada padanya, menggambarkan dan menjelaskan harta simpanan tersebut secara jelas, tepat, tertata rapi dan selaras, serta menampakkan keindahan dan keelokan hakiki.
Contoh; ayat;
وَالْاَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَالسَّمٰوٰتُ مَطْوِيّٰتٌۢ بِيَمِيْنِهٖ ۗ
“Padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya.” (QS. Az-Zumar: 67) Dan ayat;
127. Page
يَوْمَ نَطْوِى السَّمَاۤءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِۗ
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas,” (QS. Al-An biya`: 104) memperlihatkan dan mengungkapkan keagungan rububiyah. Juga melihat dan memperlihatkan cakupan rahmat yang ditunjukkan oleh ayat berikut;
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخۡفٰى عَلَيۡهِ شَىۡءٌ فِى الۡاَرۡضِ وَلَا فِى السَّمَآءِ. هُوَ الَّذِىۡ يُصَوِّرُكُمۡ فِى الۡاَرۡحَامِ كَيۡفَ يَشَآءُ ؕ لَاۤ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الۡعَزِيۡزُ الۡحَكِيۡمُ
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 5-6)
مَا مِنْ دَاۤبَّةٍ اِلَّا هُوَ اٰخِذٌۢ بِنَاصِيَتِهَا
“Tidak ada suatu binatang melatapun melainkan Dia-lah yang memegang ubun-ubunnya.” (QS. Hud: 56)
وَكَاَيِّنْ مِّنْ دَاۤبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَاۖ اللّٰهُ يَرْزُقُهَا وَاِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan berapa banyak makhluk bergerak yang bernyawa yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezekinya sendiri. Allahlah yang memberi rezeki kepadanya dan kepadamu.” (QS. Al-‘Ankabut: 60)
Seperti halnya melihat dan memperlihatkan luasnya penciptaan yang diungkapkan oleh ayat;
لِلّٰهِ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ وَجَعَلَ الظُّلُمٰتِ وَالنُّوْرَ
“Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan menjadikan gelap dan terang.” (QS. Al-An’am: 1) Juga melihat dan memperlihatkan cakupan pengaturan dan rububiyah yang ditunjukkan oleh ayat;
وَاللّٰهُ خَلَقَكُمْ وَمَا تَعْمَلُوْنَ
“Padahal Allahlah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)
Melihat dan memperlihatkan hakikat agung yang ditunjukkan oleh ayat berikut;
يُخْرِجُ ٱلْحَىَّ مِنَ ٱلْمَيِّتِ
“Dan menghidupkan bumi setelah mati (kering).” (QS. Ar-Rum: 19) Dan hakikat mulia yang ditunjukkan melalui ayat;
وَأَوْحَىٰ رَبُّكَ إِلَى ٱلنَّحْلِ
html “Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah.” (QS. An-Nahl: 68) Juga hakikat agung nan berkuasa dan memerintah, seperti ditunjukkan melalui ayat;
وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ
“(Dia ciptakan) matahari, bulan dan bintang-bintang tunduk kepada perintah-Nya.” (QS. Al-A’raf: 54)
Ayat-ayat Al-Qur'an juga melihat dan memperlihatkan hakikat rahmat dan pengaturan yang ditunjukkan oleh ayat;
اَوَلَمْ يَرَوْا اِلَى الطَّيْرِ فَوْقَهُمْ صٰۤفّٰتٍ وَّيَقْبِضْنَۘ مَا يُمْسِكُهُنَّ اِلَّا الرَّحْمٰنُۗ اِنَّهٗ بِكُلِّ شَيْءٍۢ بَصِيْرٌ
“Tidakkah mereka memperhatikan burung-burung yang mengembangkan dan mengatupkan sayapnya di atas mereka? Tidak ada yang menahannya (di udara) selain Yang Maha Pengasih. Sungguh, Dia Maha Melihat segala sesuatu.” (QS. Al-Mulk: 19)
128. Page
Dan hakikat agung yang ditunjukkan oleh ayat;
وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ
“Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya.” (QS. Al-Baqarah: 255)
Hakikat pengawasan yang ditunjukkan melalui ayat;
وَهُوَ مَعَكُمْ اَيْنَ مَا كُنْتُمْۗ
“Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada.” (QS. Al-Hadid: 4)
Juga melihat dan memperlihatkan hakikat menyeluruh yang ditunjukkan melalui ayat;
هُوَ الْاَوَّلُ وَالْاٰخِرُ وَالظَّاهِرُ وَالْبَاطِنُۚ وَهُوَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Dialah Yang Awal, Yang Akhir, Yang Zahir dan Yang Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. Al-Hadid: 3)
Melihat dan memperlihatkan kedekatan yang ditunjukkan melalui ayat berikut;
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ وَنَعْلَمُ مَا تُوَسْوِسُ بِهٖ نَفْسُهٗ ۖوَنَحْنُ اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
“Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16)
Hakikat tinggi yang diisyaratkan oleh ayat;
تَعْرُجُ الْمَلٰۤىِٕكَةُ وَالرُّوْحُ اِلَيْهِ فِيْ يَوْمٍ كَانَ مِقْدَارُهٗ خَمْسِيْنَ اَلْفَ سَنَةٍۚ
“Para malaikat dan Jibril naik (menghadap) kepada Tuhan, dalam sehari setara dengan lima puluh ribu tahun.” (QS. Al-Ma’arij: 4)
Juga melihat dan memperlihatkan hakikat menyeluruh yang ditunjukkan oleh ayat;
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْاِحْسَانِ وَاِيْتَاۤئِ ذِى الْقُرْبٰى وَيَنْهٰى عَنِ الْفَحْشَاۤءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ “Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi bantuan kepada kerabat, dan Dia melarang (melakukan) perbuatan keji, kemungkaran, dan permusuhan. Dia memberi pengajaran kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (QS. An-Nahl: 90)
Ayat-ayat Al-Qur'an juga melihat dan memperlihatkan masing-masing dari enam rukun iman secara duniawi, ilmiah dan praktis secara rinci. Melihat dan memperlihatkan masing-masing dari lima rukun Islam secara dimaksud dan serius. Melihat dan memperlihatkan seluruh aturan yang mewujudkan kebahagiaan dunia-akhirat.
Ayat-ayat Al-Qur'an juga menjaga keseimbangan dan keselarasan seluruh rukun-rukun tersebut. Dengan demikian, kemukjizatan maknawi Al-Qur'an muncul dari sumber keindahan dan keelokan yang berasal dari keselarasan dan kesesuaian seluruh hakikat-hakikat di atas.
Berangkat dari rahasia ini, meski ulama ilmu kalam adalah murid-murid Al-Qur'an, meski mereka mengarang ribuan kitab tentang rukun-rukun iman, bahkan sebagian di antaranya mencapai puluhan jilid, namun karena mereka lebih menguatkan akal dari pada dalil seperti kelompok Mu’tazilah, mereka tidak akan dapat menjelaskan hakikat-hakikat iman secara gamblang, menegaskannya secara pasti (qath’i), dan meyakinkannya secara sempurna seperti yang dijelaskan sepuluh ayat saja di antara ayat-ayat Al-Qur'anul Hakim. Mereka seperti orang-orang yang membuka aliran-aliran air di kaki gunung nun jauh, lalu mereka pergi ke ujung dunia dengan membawa pipa-
129. Page
pipa dan rangkaian sebab, selanjutnya memutuskan rangkaian tersebut di ujung dunia, lalu menegaskan keberadaan Zat yang wajib ada dan pengetahuan ilahi yang laksana air pembangkit kehidupan itu.
Sementara ayat-ayat Al-Qur'an; masing-masing di antaranya mampu mengeluarkan air dimanapun juga laksana tongkat Musa a.s., membuka jendela yang mengarahkan segala sesuatu pada keberadaan Zat yang wajib ada, dan memperkenalkan Sang Pencipta Dzul Jalal.
Hakikat ini sudah disebut dan dijelaskan dalam risalah “tetesan” dalam bahasa Arab yang bersumber dari samudera Al-Qur'anul Karim dan di seluruh kalimat-kalimat (Risalah-risalah An-Nur) secara pasti (qath’i).
Berangkat dari rahasia yang sama, seluruh pemimpin sekte-sekte sesat yang merasuk ke dalam sisi dalam segala persoalan, mengandalkan musyahadah, tidak mengikuti sunnah, mundur di tengah jalan, memimpin jamaah dan mendirikan sekte; karena mereka ini tidak dapat menjaga keselarasan dan keseimbangan hakikat-hakikat, mereka jatuh dalam bid’ah dan kesesatan, serta menuntun sekelompok manusia menuju jalan kesesatan.
Kelemahan mereka semua menunjukkan kemukjizatan ayat-ayat Al-Qur'an.
Penutup
Dua kilau mukjizat Al-Qur'an di antara kilau-kilau mukjizat lain sudah disebutkan di dalam “tetesan keempatbelas” dari kalimat kesembilanbelas tentang pengulangan-pengulangan dan penjelasan-penjelasan tentang ilmu-ilmu alam di dalam Al-Qur'an yang disampaikan secara garis besar yang dikiranya sebagai sebab kekurangan dan ketidaksempurnaan. Padahal nyatanya masing-masing dari keduanya ini merupakan sumber kilau mukjizat.
Selanjutnya, salah satu kilau mukjizat Al-Qur'an terkait mukjizat-mukjizat para nabi sudah dijelaskan di dalam maqam kedua dari kalimat keduapuluh. Kilau-kilau mukjizat Al-Qur'an juga disebut di dalam seluruh kalimat-kalimat dan risalah-risalah berbahasa Arab. Untuk itu penjelasan di atas dirasa sudah cukup. Namun kami ingin mengatakan;
Mukjizat Al-Qur'an lainnya adalah; seperti halnya seluruh mukjizat para nabi menjelaskan dan menampakkan salah satu ukiran kemukjizatan Al-Qur'an, maka Al-Qur'an dengan seluruh mukjizatnya merupakan salah satu mukjizat Muhammad Saw.
Seluruh mukjizat Muhammad Saw. juga merupakan salah satu mukjizat Al-Qur'an, karena mukjizat-mukjizat tersebut menisbatkan Al-Qur'an kepada Allah. Karena penisbatan ini nampak dengan jelas, maka setiap kata di antara kata-kata Al-Qur'an merupakan mukjizat, karena saat itu satu kata saja mengandung sebuah pohon hakikat-hakikat secara makna, juga mengandung benih pohon hakikat yang mungkin saja berkaitan dengan seluruh bagian hakikat agung seperti pusat jantung.
Selanjutnya Anda dapat melihat segala sesuatu dengan sepenuh huruf, kondisi, situasi, dan posisinya, karena semuanya bersandar kepada ilmu menyeluruh dan kehendak tiada batas. Berdasarkan rahasia ini, ulama ilmu huruf menyatakan bahwa dari satu huruf Al-Qur'an saja, mereka menemukan rahasia-rahasia sepenuh satu halaman, dan mereka membuktikan pernyataan ini di hadapan para ahli ilmu huruf.
130. Page
Untuk itu, Pembaca perlu menyatukan seluruh obor, sinar, kilauan, dan cahaya yang ada di hadapan Pembaca dari awal risalah ini hingga bagian ini, selanjutnya silahkan Anda perhatikan semuanya, pasti Anda melihat semua itu membaca dengan suara tinggi hingga menggema dan menyampaikan klaim yang tertera di bagian awal risalah ini;
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’.” (QS. Al-Isra`: 88) Ini merupakan hasil pasti.
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.” (QS. Al-Baqarah: 286)
قَالَ رَبِّ اشْرَحْ لِيْ صَدْرِيْ وَيَسِّرْ لِيْٓ اَمْرِيْ ۙ وَاحْلُلْ عُقْدَةً مِّنْ لِّسَانِيْ ۙ يَفْقَهُوْا قَوْلِيْ ۖ
“Ya Tuhanku, lapangkanlah dadaku, dan mudahkanlah untukku urusanku, dan lepaskanlah kekakuan dari lidahku, agar mereka mengerti perkataanku.” (QS. Thaha: 25-28)
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan; rahmat-Mu yang paling baik, paling indah, paling mulia, paling kuat, paling suci, paling agung, paling tinggi, paling tinggi, paling penuh berkah, dan paling lembut, kesejahteraan-Mu yang paling sempurna, paling banyak, paling tinggi, paling luhur, dan paling abadi.
Rahmat, kesejahteraan, ridha, dan ampunan nan membentang dan terus bertambah dengan hujan karunia kemurahan dan kemuliaan-Mu, nan tumbuh dan menjadi suci karena lembutnya kemurahan dan karunia-Mu nan berharga dan mulia, nan azali seiring ke-azalian-Mu yang tiada pernah lenyap, nan abadi seiring keabadian-Mu yang tiada pernah berganti.
Limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan itu kepada hamba, kekasih, dan rasul-Mu, Muhammad, makhluk terbaik-Mu, imam di hadapan-Mu, lisan hujah-Mu, cahaya nan terang dan berkilau, bukti kebenaran nan terang dan pasti, lautan meluap, cahaya nan terang, keindahan nan bersinar, kemuliaan nan mengalahkan, kesempurnaan nan membanggakan.
Limpahkanlah pula kepada keluarga dan para sahabat, rahmat yang dengannya dosa-dosa kami diampuni, dosa-dosa penulis risalah ini dan teman-temannya. Yang dengannya dada kami menjadi lapang, juga dada penulis risalah ini. Dengannya hati kami menjadi suci, juga dada penulis risalah ini. Dengannya seluruh bersitan dan pikiran kami menjadi bersih, seluruh kotoran yang ada di dalam batin kami menjadi suci, seluruh penyakit kami sembuh, penutup hati kami terbuka dengan cahaya pembukaan yang nyata, wahai yang Paling mulai di antara yang mulia, yang Paling Penyayang di antara para penyayang.
131. Page
رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ اِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَّدُنْكَ رَحْمَةً ۚاِنَّكَ اَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau condongkan hati kami kepada kesesatan setelah Engkau berikan petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi-Mu, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi.” (QS. Ali ‘Imran: 8)
Dan penutup doa kami adalah (ucapan), “Segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.” Amin.
Sa’id An-Nursi
132. Page
Penjelasan Tambahan
Penjelasan ini merupakan salah satu penjelasan tambahan yang disisipkan seiring maqam dalam “kalimat keduapuluh lima.” Pada dasarnya, penjelasan ini merupakan “tingkatan ketujuhbelas” dari “maqam pertama” dari “sinar ketujuh.”
Tamu yang tak kenal lelah dan puas ini, yang mengetahui tujuan hidup dan inti kehidupan di dunia ini adalah iman, berkata dalam hati, “Mari kita kembali kepada kitab yang disebut Al-Qur'an al-mu’jizul bayan; kalam dan perkataan Rabb yang kita cari. Kitab paling terkenal, paling bersinar terang, dan paling bijak di dunia ini. Kitab yang menantang siapapun yang tidak tunduk padanya di setiap masa.
Mari kita kembali kepada kitab ini agar kita tahu apa yang ia katakan. Namun terlebih dulu kita harus membuktikan bahwa kitab ini adalah kalam Pencipta kita.” Ia pun mulai mencari tahu.
Karena si pengelana ini hidup di zaman sekarang, ia lebih dulu menatap Risalah-risalah An-Nur yang merupakan kilauan mukjizat maknawi Al-Qur'an. Ia melihat bahwa Risalah-risalah An-Nur –yang terdiri dari seratus tigapuluh risalah- merupakan noktah ayat-ayat Al-Qur'an, cahaya dan penafsiran nan kuat dan kokoh. Tak seorang pun mampu menentangnya, meski risalah-risalah ini menyebarkan hakikat-hakikat Al-Qur'an di segala tempat dengan semangat jihad dan keahlian dalam menunggangi kuda pada masa pembangkang atheis hingga seperti ini.
Ini menegaskan bahwa Al-Qur'an yang merupakan guru, sumber, rujukan, dan mentari samawi bagi Risalah-risalah An-Nur, bukan perkataan manusia.
Bahkan “kalimat keduapuluh lima” dan penutup “catatan kesembilanbelas” –yang keduanya ini merupakan salah satu hujah di antara ratusan hujah-hujah Risalah-risalah An-Nur lain- menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat melalui empatpuluh sisi. Siapapun melihatnya takkan mampu mengkritik ataupun menirunya. Bahkan, ia akan tercengang dan mengakuinya sebagai kata-kata nan indah serta memujinya.
Si pengelana mengalihkan penegasan sisi kemukjizatan Al-Qur'an sebagai kalam Allah sebenarnya kepada Risalah-risalah An-Nur. Namun ia fokus pada beberapa poin yang menunjukkan keagungan Al-Qur'an dengan isyarat singkat saja.
Poin pertama;
Seperti halnya Al-Qur'an dengan seluruh mukjizat dan hakikatnya menunjukkan bahwa ia benar-benar mukjizat Muhammad Saw., seperti itu pula Muhammad Saw. dengan seluruh mukjizat, bukti-bukti nubuwah dan kesempurnaan ilmunya juga merupakan mukjizat Al-Qur'an, serta hujah pasti (qath’i) bahwa Al-Qur'an kalam Allah.
Poin kedua;
Al-Qur'an menciptakan perubahan di dunia di dalam jiwa, hati, ruh, dan akal manusia, juga terhadap kehidupan pribadi, sosial, dan politik. Al-Qur'an mempertahankan dan menata perubahan ini dengan mengganti kehidupan sosial menjadi kehidupan nan terang dan hakiki penuh kebahagiaan, karena ayat-ayatnya yang mencapai 1666 ayat dibaca setiap saat sejak 14 abad silam dengan penuh penghormatan oleh lisan-lisan lebih dari minimal 100 juga orang. Mendidik, membersihkan jiwa dan menyucikan hati. Memberikan penyingkapan dan kenaikan
133. Page
tingkat pada ruhani. Memberikan konsistensi dan cahaya pada akal. Memberikan kehidupan sejati dan kebahagiaan pada kehidupan itu sendiri.
Maka tidak diragukan bahwa kitab yang tiada bandingnya seperti ini adalah kitab luar biasa, mukjizat, dan tiada duanya.
Poin ketiga;
Al-Qur'an memperlihatkan kefasihan sejak masa itu hingga saat ini. Bahkan Al-Qur'an meruntuhkan nilai kasidah-kasidah ternama yang disebut al-mu’allaqat as-saba’ karya para pujangga terkenal yang ditulis dengan tinta emas dan ditempelkan di dinding Ka’bah. Sampai-sampai putri Labid berkata ketika kasidah karya ayahnya dicopot dari dinding Ka’bah, “Kini ayat-ayat (Al-Qur'an) sudah datang, maka tidak ada lagi tempat bagi (kata-kata) sepertimu.”
Selanjutnya, ada seorang pujangga badui terpesona kala seorang mendengar ayat;
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَاَعْرِضْ عَنِ الْمُشْرِكِيْنَ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).” (QS. Al-Hijr: 94) Ia pun bersungkur sujud. Saat ditanya, “Kamu masuk Islam?” “Tidak. Aku hanya sujud karena kefasihan kata-kata ini,” jawabnya.
Selanjutnya, ribuan imam jenius dan para pujangga ahli seperti Abdul Qahir Al-Jurjani, As-Sakasiki, dan Az-Zamakhsyari dari kalangan tokoh ilmu balaghah, mereka semua sepakat mengakui bahwa kefasihan Al-Qur'an berada di atas kemampuan manusia, dan tidak mungkin disaingi.
Selanjutnya, Al-Qur'an sejak saat itu selalu menantang, memetik senar sensitif para pujangga dan orang-orang fasih nan terpedaya dan egois, mematahkan sifat terpedaya mereka, mengajak mereka untuk meniru kata-kata Al-Qur'an seraya berkata, “Buatlah satu surah sepertinya, atau silahkan saja kalian biasa dan hina di dunia maupun akhirat.”
Orang-orang fasih saat itu yang lebih memilih peperangan panjang yang membuat harta benda dan nyawa mereka berada dalam bahaya karena tidak mampu membuat satu surah pun seperti Al-Qur'an dan tidak mampu meniru Al-Qur'an yang merupakan jalan pintas meski Al-Qur'an menyampaikan secara terang-terangan tantangan ini, benar-benar menegaskan bahwa menempuh jalan pintas ini tidak mungkin.
Selanjutnya, ada jutaan buku berbahasa Arab beredar luas yang ditulis sejak saat itu hingga kini oleh kerinduan para pecinta Al-Qur'an untuk menirunya, juga oleh dorongan para musuh Al-Qur'an untuk membantah dan mengkritiknya, yang terus mengalami perkembangan seiring perkembangan pemikiran dan semua buku tersebut beredar luas. Namun demikian, tak satu pun di antaranya yang mencapai tingkatan Al-Qur'an.
Bahkan andai orang paling biasa sekali pun ketika mendengar Al-Qur'an, tentu akan berkata, “Al-Qur'an ini tidak menyerupai kitab-kitab tersebut, dan tidak setingkat dengannya.”
Dengan demikian, Al-Qur'an mungkin berada di bawah seluruh kitab-kitab yang ada, atau berada di atas semua itu. Tak seorang pun di dunia ini, bahkan orang kafir ataupun orang dungu sekalipun yang mampu mengatakan bahwa Al-Qur'an berada di bawah seluruh kitab. Dengan demikian, tingkat kefasihan bahasa Al-Qur'an berada di atas seluruh kitab.
134. Page
Bahkan, ada seseorang membaca ayat;
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hadid: 1) Ia kemudian berkata, “Saya tidak bisa mengetahui kefasihan bahasa ayat ini yang dikiranya luar biasa.” Setelah itu dikatakan kepadanya, “Kembalilah ke masa itu seperti si pengelana ini lalu dengarkan ayat itu di sana.”
Ia pun membayangkan berada di masa itu sebelum Al-Qur'an turun. Ia melihat seluruh wujud dunia berada dalam kondisi sengsara, kelam, dan mati tanpa adanya perasaan ataupun tugas, berada di ruang hampa tanpa batas, di dunia fana nan tiada menetap.
Kala ia mendengarkan ayat ini melalui lisan Al-Qur'an, seketika itu juga ia mengetahui ayat ini menyingkirkan tirai penutup alam raya dan dunia, lalu menyinarinya, karena ia melihat kalam azali dan firman abadi itu menyampaikan pelajaran kepada para makhluk yang punya perasaan yang berjejer di barisan-barisan zaman, menjelaskan bahwa alam raya ini laksana masjid besar berisi seluruh makhluk –khususnya langit dan bumi- dalam zikir, tasbih, dan amalan dengan semangat kerinduan, idealisme, dan giat seraya bahagia dan rela hati.
Ia merasakan tingkat kefasihan ayat ini dan menganalogikan ayat-ayat lain dengan ayat ini. Ia memahami sebuah hikmah di antara ribuan hikmah karena kefasihan Al-Qur'an senantiasa menjaga keagungan kekuasaan dengan penuh penghormatan selama 14 abad tanpa henti, seraya menguasai separuh bumi dan seperlima umat manusia.
Poin keempat;
Al-Qur'an menampakkan kenikmatan yang memiliki hakikat, karena pengulangan-pengulangan yang umumnya membuat jemu bahkan yang berasal dari sesuatu yang paling nikmat sekalipun, sama sekali tidak dirasakan oleh pembaca Al-Qur'an. Bahkan, semakin dibaca kenikmatannya semakin bertambah bagi siapapun yang hati dan daya rasa kalbunya tidak rusak. Ini diterima siapapun sejak dulu kala. Bahkan menjadi sebuah perumpamaan.
Al-Qur'anul Karim juga memperlihatkan kesegaran, kemudaan, dan keunikannya, karena Al-Qur'an menjaga sisi kesegarannya seakan baru diturunkan, padahal Al-Qur'an sudah berlalu 14 abad lamanya dan diterima banyak kalangan dengan mudah.
Setiap masa melihat Al-Qur'an masih muda seakan Al-Qur'an berbicara kepada masa itu, padahal setiap kalangan ilmiah memetik banyak sekali bekal dari Al-Qur'an untuk dimanfaatkan setiap saat, dan meniru gaya bahasanya. Dengan demikian, Al-Qur'an selalu menjaga sisi keunikan dalam gaya bahasa dan model kefasihannya.
Poin kelima;
Seperti halnya salah satu sayap Al-Qur'an berada pada masa lalu dan satunya lagi berada pada masa depan, seperti halnya akar dan salah satu sayap Al-Qur'an adalah hakikat-hakikat yang disepakati para nabi terdahulu, seperti halnya Al-Qur'an membenarkan dan menguatkan mereka, mereka juga membenarkan Al-Qur'an melalui bahasa kondisional, maka seperti itu pula seluruh tarekat sufi yang benar yang tumbuh berkembang dan hidup di bahwa perlindungan sayap kedua Al-Qur'an yang
135. Page
menunjukkan bahwa pohon penuh berkah miliknya menyegarkan, meluapkan, dan menjadi inti hakikat melalui buah yang menjadi sumber hidup, seperti para wali dan orang-orang suci, juga kata-kata mereka nan menyegarkan, serta seluruh ilmu hakikat Islam, semuanya bersaksi bahwa Al-Qur'an inti kebenaran, tempat segala hakikat berkumpul, dan kitab lengkap tiada duanya.
Poin keenam;
Keenam sisi Al-Qur'an terang bercahaya, menunjukkan kebenarannya.
Ya, seperti halnya serangkaian tiang hujah dan bukti-bukti kebenaran yang ada di bawahnya, kilauan stempel mukjizat yang ada di atasnya, petunjuk-petunjuk kebahagiaan dunia-akhirat yang ada di hadapannya, hakikat-hakikat wahyu langit yang menjadi titik sandarnya yang berada di belakangnya, pembenaran-pembenaran akal nan lurus tanpa batas dengan segala petunjuknya yang ada di sisi kanannya, ketenangan hati nan lurus dan nurani nan bersih, serta ketertarikan dan sikap berserah diri hati yang ada di sisi kirinya, semua ini memperkuat bahwa Al-Qur'an merupakan benteng samawi nan kokoh yang ada di bumi, luar biasa, dan tidak mungkin dapat diusik.
Seperti itu pula enam maqam mengakui bahwa Al-Qur'an merupakan inti kebenaran, Al-Qur'an benar adanya dan bukan perkataan manusia, tidak ada suatu kekeliruan pun di dalamnya, karena Pengatur alam raya ini yang senantiasa menampakkan keindahan dan keelokan di alam raya ini, menjaga kebaikan dan kebenaran, melenyapkan para peniup dan pendusta sebagai suatu ketentuan-Nya dan aturan untuk segala aktivitas, menandatangani (mengakui) dan membenarkan Al-Qur'an karena Ia memberikan maqam penghormatan paling tinggi dan tingkatan taufiq padanya.
Demikian halnya keyakinan Rasul mulia Saw. sebagai sumber Islam, penerjemah Al-Qur'an, dan penghormatan yang beliau berikan kepada Al-Qur'an jauh lebih banyak dari siapapun yang lain, beliau mengalami kondisi semacam tidur kala Al-Qur'an turun kepada beliau, seluruh tutur kata beliau tidak mencapai tingkatan dan tidak menyerupai Al-Qur'an dalam batasan tertentu, penjelasan gaib yang beliau sampaikan -meski beliau buta huruf- terkait peristiwa-peristiwa alam sebenarnya pada masa lalu maupun masa depan melalui Al-Qur'an tanpa ragu, penuh ketenangan, pembenaran beliau selaku penerjemah Al-Qur'an –yang tidak pernah terlihat sekalipun menipu ataupun melakukan kesalahan karena selalu berada di bawah pengawasan mata yang amat tajam- terhadap segala hukum Al-Qur'an dengan sepenuh kekuatan dan tiada tergoyahkan oleh apapun jua, semua ini memperkuat bahwa Al-Qur'an berasal dari langit, benar, dan kalam Sang Khaliq Ar-Rahim (Nan Maha Penyayang) yang penuh berkah.
Demikian halnya keterkaitan lima golongan manusia, bahkan golongan terbesar di antaranya dengan Al-Qur'an yang terbayang di hadapan mata mereka seraya tertarik dan mempercayainya. Mereka diam mendengar, mengikuti, dan mencintai hakikat-hakikat Al-Qur'an seraya merindukannya.
Jin, malaikat, dan para makhluk halus berkumpul di sekitar Al-Qur'an saat dibaca bak serangga-serangga pencari kebenaran berdasarkan kesaksian banyak sekali pertanda, fakta, dan mukasyafah, semua ini bukti nyata bahwa Al-Qur'an diterima seluruh wujud, dan ia berada di maqam paling tinggi dan paling luhur.
Demikian halnya setiap tingkatan manusia –dari yang paling dungu sampai yang paling cerdas, dari yang paling bodoh hingga yang paling tahu- mengambil bagian
136. Page
masing-masing dari pelajaran Al-Qur'an secara sempurna, mereka memahami hakikat-hakikat mendalam, setiap kelompok –seperti para ahli ijtihad besar bagi ilmu-ilmu pengetahuan Islam, khususnya disiplin syariat terbesar, juga seperti para tokoh muhaqqiq ushuluddin dan ilmu kalam- mendapatkan seluruh kebutuhan dan jawaban mereka terkait disiplin ilmu yang mereka geluti.
Ini semua membuktikan bahwa Al-Qur'an merupakan sumber kebenaran dan asal usul hakikat.
Demikian halnya ketidakmampuan para ahli sastra Arab generasi pendahulu untuk membuat satu surah pun seperti Al-Qur'an dari sisi kefasihan bahasa sampai saat ini, ini merupakan satu di antara sekian banyak sisi kemukjizatan Al-Qur'an di samping masih ada tujuh lagi sisi kemukjizatan Al-Qur'an lainnya.
Meski para ahli sastra sangat perlu untuk meniru Al-Qur'an, di samping ketidakberdayaan orang-orang fasih nan terkenal dan para ilmuan terkemuka sejak Al-Qur'an turun hingga saat ini, juga mereka yang ingin meraih reputasi dengan meniru salah satu sisi kemukjizatan Al-Qur'an, namun mereka diam seribu bahasa tanpa mampu meniru, ini semua merupakan bukti nyata bahwa Al-Qur'an mukjizat dan berada di luar kemampuan manusia.
Ya, tidak mungkin ada tandingan bagi Al-Qur'an, karena kalam meraih nilai, keluhuran, dan kefasihan atas dasar siapa yang mengucapkan, untuk siapa diucapkan, dan untuk apa diucapkan.
Tidak mungkin kata-kata lain mencapai tingkatan Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah kalam dan khitab Rabb dan Pencipta seluruh alam. Al-Qur'an adalah perkataan-Nya yang tidak menyiratkan satu pertanda pun yang mengesankan peniruan dan pemalsuan secara mutlak.
Tidak diragukan, mustahil membuat kata-kata seperti Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang memiliki duta atas nama seluruh manusia, bahkan atas nama seluruh makhluk, serta lawan bicara yang paling terkenal, dimana agama Islam berasal dari tetes kekuatan dan keluasan iman yang membawanya naik ke maqam “hampir sedekat dua busur panah” dan turun membawa perkataan-perkataan shamadani, yang menjelaskan segala persoalan terkait kebahagiaan dunia-akhirat, hasil-hasil penciptaan alam raya, dan tujuan-tujuan rabbani, yang menjelaskan iman paling tinggi dan paling luas –yang mengusung seluruh hakikat Islam- kepada sang lawan bicara ini, yang memperlihatkan segala penjuru alam raya nan luas terbentang ini laksana peta, jam, atau rumah, yang menjelaskan dan mengajarkan fase-fase Sang Pencipta. Tidak diragukan, mustahil untuk mencapai tingkatan kemukjizatan Al-Qur'an.
Demikian halnya ribuan ulama jenius, para peneliti ahli –yang menafsirkan Al-Qur'an, dan sebagian di antara mereka ada yang mengarang tafsir hingga tigapuluh atau empatpuluh jilid, dan bahkan tujuhpuluh jilid- yang memperlihatkan berbagai keistimewaan, noktah, kekhususan, rahasia, makna-makna luhur tanpa batas, berita-berita gaib di dalam Al-Qur'an dengan seluruh jenisnya, penjelasan hal-hal gaib dengan sandaran dan dalil-dalilnya, khususnya penegasan masing-masing dari 130 kitab Risalah-risalah An-Nur yang menegaskan keistimewaan dan noktah Al-Qur'an dengan bukti-bukti pasti (qath’i), khususnya risalah “mukjizat-mukjizat Al-Qur'an,” dan maqam kedua dari “kalimat keduapuluh,” yang menyimpulkan banyak sekali keajaiban peradaban dari Al-Qur'an, seperti kereta api dan pesawat terbang. Juga “sinar pertama” yang disebut “isyarat-isyarat Al-Qur'an” yang menjelaskan isyarat-isyarat sejumlah ayat yang menyinggung listrik, dan delapan risalah kecil yang disebut “delapan simbol”
137. Page
yang menjelaskan bagaimana huruf-huruf Al-Qur'an ditata secara sempurna dan menawan, memiliki rahasia, makna, dan tujuan. Serta risalah kecil yang menegaskan mukjizat lain dalam suatu ayat surah Al-Fath melalui lima sisi pemberitaan gaib. Setiap bagian Risalah-risalah An-Nur menampakkan suatu hakikat dan cahaya Al-Qur'an.
Semua ini merupakan pengakuan bahwa Al-Qur'an tiada banding, Al-Qur'an adalah mukjizat luar biasa, lisan alam gaib di alam nyata, dan kalam Zat Yang mengetahui segala hal gaib.
Karena segala keistimewaan Al-Qur'an yang disinggung pada enam poin, enam sisi dan enam maqam di atas, kekuasaan Al-Qur'an nan terang nan agung menerangi wajah masa, juga terus menerangi wajah bumi dengan penuh penghormatan selama 1300 tahun lamanya.
Karena segala kekhususan yang dimiliki, Al-Qur'anul Karim meraih keistimewaan-keistimewaan suci, seperti adanya minimal sepuluh pahala dan kebaikan untuk setiap huruf-hurufnya, dan menghasilkan sepuluh buah abadi. Bahkan, setiap huruf sebagian ayat dan surah, menghasilkan seratus atau seribu buah, atau bahkan lebih. Cahaya, pahala, dan nilai setiap huruf Al-Qur'an kian meningkat pada waktu-waktu tertentu nan penuh berkah dari sepuluh hingga ratusan kali.
Seperti itulah si pengelana di dunia itu memahami dan berkata kepada hatinya sendiri, “Al-Qur'an yang merupakan mukjizat dari segala sisinya ini bersaksi seraya menegaskan melalui serangkaian dalil akan keberadaan Zat wajib ada, Maha Esa, dan Tunggal, juga memperkuat kesatuan, nama-nama dan sifat-sifat-Nya melalui kesepakatan seluruh surah, kesepakatan seluruh ayat, keselarasan seluruh rahasia dan cahaya, dan kesesuaian buah dan jejak-jejaknya. Bahkan, kesaksian-kesaksian tanpa batas para mukmin bersumber dari kesaksian Al-Qur'an.”
Pada “tingkatan ketujuhbelas” dari “maqam pertama” sudah disebutkan isyarat singkat pelajaran tauhid dan iman yang didapatkan si pengelana ini Al-Qur'an sebagai berikut;
“Tiada Tuhan (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Zat Yang wajib Ada, Al-Wahid, Al-Ahad, yang keberadaan-Nya dalam kesatuan-Nya ditunjukkan oleh Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang diterima dan disukai oleh seluruh golongan malaikat, manusia, dan jin yang setiap ayatnya dibaca setiap menit dengan sepenuh penghormatan oleh lisan ratusan juta golongan manusia, yang kekuasaan sucinya selalu menguasai segala belahan bumi dan alam, seluruh masa dan zaman, yang kekuasaan maknawinya nan terang berlaku di separuh bumi dan seperlima umat manusia selama 14 abad dengan sepenuh keagungan.
Keberadaan-Nya juga disaksikan dan dibuktikan oleh kesepakatan surah-surah samawinya nan suci, oleh kesepakatan ayat-ayat ilahinya nan terang, keselarasan seluruh rahasia dan cahayanya, kesesuaian seluruh hakikat, buah, dan jejak-jejaknya melalui musyahadah dan pandangan mata.”
138. Page
Penjelasan Tambahan Kedua;
Kalimat Keduapuluh
Kalimat ini terdiri dari dua maqam
Maqam Pertama
بسم الله الرحمن الرحيم
وَاِذْ قُلْنَا لِلْمَلٰۤىِٕكَةِ اسْجُدُوْا لِاٰدَمَ فَسَجَدُوْٓا اِلَّآ اِبْلِيْسَۗ
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, ‘Sujudlah kamu kepada Adam!’ Maka mereka pun sujud kecuali Iblis’.” (QS. Al-Baqarah: 34)
اِنَّ اللّٰهَ يَأْمُرُكُمْ اَنْ تَذْبَحُوْا بَقَرَةً
“Allah memerintahkan kamu agar menyembelih seekor sapi betina.” (QS. Al-Baqarah: 67)
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras.” (QS. Al-Baqarah: 74)
Suatu hari, kala saya membaca ayat-ayat ini, saya mendapat ilmu “tiga noktah” dari luapan Al-Qur'anul Hakim untuk menghadapi bisikan-bisikan Iblis, karena melalui bisikan, ia mengatakan;
“Kalian bilang bahwa Al-Qur'an itu mukjizat, berada di puncak kefasihan karena tidak tertandingi oleh kefasihan manapun, dan petunjuk bagi siapapun di setiap saat. Lantas apa maksud pengulangan sejumlah peristiwa-peristiwa kecil dengan mendesak seakan sebuah peristiwa bersejarah?
Apa kaitan di balik peristiwa kecil seperti penyembelihan sapi hingga harus dijelaskan sepenting ini, sampai-sampai surah agung ini dinamakan surah Al-Baqarah?
Peristiwa sujudnya para malaikat kepada Adam murni perkara gaib, akal tidak dapat mengetahui hal itu, sehingga akal bisa saja berserah diri dan patuh ada pemberitaan tersebut setelah melalui keimanan kuat, toh Al-Qur'an juga menyampaikan banyak pelajaran kepada siapapun yang punya akal, sering mengatakan di sejumlah tempat, “Apakah kamu tidak mengerti?” dan mengalihkan kepada akal untuk berpikir?
Mana sisi hidayah di balik penuturan sebagian kondisi-kondisi alam yang berbenturan dengan bebatuan dengan perhatian penuh?”
Bentuk noktah-noktah yang diilhamkan kepada saya sebagai berikut;
Noktah pertama;
Di dalam Al-Qur'anul Hakim terdapat banyak sekali peristiwa kecil, dimana di setiap peristiwa tersebut terkandung sebuah undang-undang menyeluruh dan menjelaskan bahwa peristiwa tersebut sebagai bagian untuk sebuah aturan umum.
139. Page
Seperti halnya pengajaran nama-nama dalam ayat;
وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا
“Dan Dia ajarkan kepada Adam nama-nama (benda) semuanya,” (QS. Al-Baqarah: 31) yang merupakan mukjizat Adam a.s. di hadapan para malaikat guna memperlihatkan kesiapan yang dimiliki Adam untuk khilafah di bumi adalah peristiwa kecil dan bagian dari undang-undang menyeluruh; mengajarkan berbagai macam ilmu tanpa batas bagi umat manusia dari sisi kesiapan mereka yang komplit, mengajarkan ilmu-ilmu yang meliputi berbagai jenis wujud, pengetahuan-pengetahuan menyeluruh terkait kondisi dan sifat-sifat Sang Khaliq, karena pengajaran ini memberikan nilai lebih bagi manusia dalam mengemban amanat terbesar yang bukan hanya di hadapan para malaikat saja, tapi juga di hadapan langit, bumi, dan gunung.
Seperti halnya Al-Qur'an menjelaskan manusia adalah khalifah maknawi bagi seluruh bumi, seperti halnya peristiwa gaib kecil –sujudnya para malaikat kepada Adam a.s., sementara Iblis enggan bersujud padanya- merupakan bagian dari undang-undang nan sangat luas, menyeluruh, dan nyata, maka seperti itu pula Al-Qur'an mengesankan sebuah hakikat nan amat agung sebagai berikut;
Patuh dan tunduknya para malaikat kepada sosok Adam a.s., sementara setan bersikap tinggi hati dan enggan bersujud padanya seperti disebutkan dalam Al-Qur'an al-mu’jizul bayan, selain menjelaskan bahwa sebagian besar golongan materi wujud, semua yang mewakili golongan-golongan ini secara maknawi ditundukkan untuk manusia, dipersiapkan dan ditundukkan untuk seluruh manfaat indera manusia, juga mengingatkan bahwa materi-materi jahat yang merusak dan menyesatkan segala kesiapan dan kemampuan manusia, demikian halnya para wakil materi-materi jahat tersebut dan para penghuninya yang jahat menjadi penghalang-penghalang besar di jalan menuju segala kesempurnaan, dan mereka ini adalah musuh-musuh besar.
Dengan demikian, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan berbicara dengan seluruh wujud dan golongan manusia secara keseluruhan melalui pembicaraan tingkat tinggi dengan nabi Adam a.s. terkait peristiwa kecil.
Noktah kedua;
Kawasan-kawasan Mesir adalah bagian kecil di antara padang luas terbentang. Kawasan-kawasan Mesir adalah ladang subur berkat sungai Nil nan penuh berkah. Adanya tempat penuh berkah seperti Mesir nan mirip seperti surga ini di dekat kawasan padang pasir yang mirip neraka itu, membuat para sektor pertanian dan bercocok tanam disukai penduduk setempat.
Kesukaan ini ditegaskan dan ditanamkan secara kuat di dalam jiwa penduduk di sana hingga mereka mengkultuskan pertanian. Sapi dan lembut yang merupakan alat pertanian itu disucikan, bahkan mereka angkat hingga ke tingkatan sembahan. Sampai-sampai kaum Mesir saat itu mengkultuskan kerbau dan sapi hingga sampai mereka sembah.
Bani Israil hidup di kawasan-kawasan ini saat itu. Dari peristiwa anak sapi yang terjadi, dapat dipahami bahwa mereka juga mendapat bagian dari pendidikan tersebut.
Al-Qur'anul Hakim melalui penyembelihan sapi betina menjelaskan bahwa Musa a.s. melalui risalahnya menyembelih dan membunuh pemikiran penyembahan sapi yang telah merasuk ke dalam watak kaum Bani Israil, menembus dan tertanam kuat di dalam kesiapan serta kemampuan diri.
140. Page
-undang menyeluruh. Al-Qur'an mengajarkan hikmah penting bagi setiap manusia setiap saat. Sebagai analogi terhadap peristiwa ini, perlu Anda ketahui bahwa peristiwa-peristiwa kecil yang tertera dalam Al-Qur'anul Hakim dalam bentuk peristiwa-peristiwa bersejarah merupakan bagian dari undang-undang menyeluruh.
Di dalam risalah “kemukjizatan Al-Qur'an” dari kitab “kilauan-kilauan,” kami telah menjelaskan sejauh mana setiap bagian dari rangkaian kata-kata kecil itu mengandung undang-undang menyeluruh nan penting, seperti tujuh rangkaian kata dari kisah Musa r.a. yang disebut secara berulang di sejumlah surah. Silahkan Anda membaca ulang risalah tersebut jika berkenan.
Noktah ketiga;
Saat saya membaca ayat ini;
ثُمَّ قَسَتْ قُلُوْبُكُمْ مِّنْۢ بَعْدِ ذٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ اَوْ اَشَدُّ قَسْوَةً ۗ وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ ۗ وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ ۗوَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَمَا اللّٰهُ بِغَافِلٍ عَمَّا تَعْمَلُوْنَ
“Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras, sehingga (hatimu) seperti batu, bahkan lebih keras. Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya. Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya. Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah. Dan Allah tidaklah lengah terhadap apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah: 74)
Si Iblis yang berbisik itu berkata, “Apa maksud bahasan dan penjelasan sejumlah kondisi alam biasa terkait batu yang sudah diketahui siapapun juga, seakan sebagai suatu permasalahan paling penting dan paling besar saja? Terkait persoalan apa penjelasan seperti ini disebutkan? Dan untuk apa?”
Menghadapi waswas ini, suatu noktah diilhamkan kepada saya dari luapan Al-Qur'an sebagai berikut;
Ya, ada hubungan, kaitan, dan keperluan. Bahkan merupakan hubungan dan kaitan agung, makna penting, serta hakikat besar dan penting karena semuanya disampaikan Al-Qur'an dengan mudah dan ringkas hingga batas tertentu. Juga berkat kelebihan bimbingannya.
Ya, ijaz yang merupakan salah asas mukjizat Al-Qur'an, bimbingan lembut dan cara penyampaian yang baik hingga mudah dipahami merupakan bagian dari cahaya-cahaya petunjuk Al-Qur'an yang mengharuskan untuk memperlihatkan hakikat-hakikat menyeluruh dan aturan-aturan mendalam bagi kalangan umum sebagai kalangan mayoritas di antara lapisan-lapisan masyarakat yang menjadi lawan bicara Al-Qur'an dalam bentuknya yang lazim dan kecil. Juga untuk menampakkan berbagai sisi dan bentuk-bentuk sederhana bagi hakikat-hakikat besar untuk seluruh kalangan umum dengan tingkat pemikiran sederhana. Serta memperlihatkan perbuatan-perbuatan ilahi nan begitu luar biasa yang tertutup oleh tirai kebiasaan dan di bawah bumi secara garis besar.
Berdasarkan rahasia ini, Al-Qur'anul Hakim melalui ayat di atas mengatakan;
“Wahai Bani Israil! Wahai anak-anak Adam! Apa yang terjadi dengan kalian sampai hati kalian mengeras hingga lebih keras dari batu? Tidakkah kalian melihat bebatuan besar dan kokoh yang membentuk sebuah lapisan besar di bawah tanah, bagaimana ia patuh dan tunduk pada perintah-perintah ilahi, melunak dan taat untuk melakukan perbuatan-perbuatan rabbani di dalam perut bumi dan di dalam bebatuan
141. Page
keras itu dengan mudah dan teratur, laksana perbuatan-perbuatan rabbani dalam membentuk pepohonan di udara.
Bahkan, aliran-aliran air nan tertata rapi itu pun mengalir dengan sepenuh hikmah di dalam bebatuan laksana aliran darah di dalam urat tanpa menemui halangan ataupun perlawanan.
Seperti halnya dahan tumbuh-tumbuhan dan pepohonan menyebar dengan mudah di udara, seperti itu pula urat-urat kecil dan tipis akar pepohonan juga menyebar batas perintah-perintah ilahi secara tertata rapi di dalam bebatuan di bawah permukaan tanah dengan mudah tanpa menghadapi halangan apapun juga.”
Al-Qur'an mengisyaratkan seperti itu dan mengajarkan sebuah hakikat besar melalui ayat di atas.
Melalui pelajaran ini, Al-Qur'an mengajarkan makna tersebut kepada hati-hati nan keras dan secara simbolik berkata;
“Wahai Bani Israil! Wahai anak-anak Adam! Hati seperti apa yang ada di dalam tubuh kalian itu, sementara kalian sendiri lemah dan tidak berdaya lantaran hati tersebut melawan perintah-perintah Rabb yang lapisan besar bebatuan besar nan kuat sekalipun menjalankan tugas-tugasnya nan amat detail dan sensitif secara sempurna di bahwa kegelapan dengan penuh ketaatan terhadap segala perintah-Nya, tanpa menampakkan jejak apapun yang menunjukkan ketidak-patuhan. Bahkan, bebatuan tersebut melaksanakan tugas menyimpan air sebagai pembangkit kehidupan bagi seluruh makhluk hidup yang berada di atas permukaan tanah, terlebih menjaga seluruh sebab-sebab kehidupan mereka.
Bebatuan juga menjadi media untuk pembagian secara adil dan bijak, karena ia melunak dan tidak melawan kala berada di tangan kuasa Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) Dzul Jalal laksana sarang lebah, atau bahkan laksana udara.
Bebatuan bersujud kepada keagungan kuasa-Nya, karena seluruh ciptaan nan tertata rapi dan perbuatan-perbuatan bijak di bawah pertolongan ilahi yang kita saksikan di muka bumi, juga terjadi di perut bumi. Bahkan, hikmah dan pertolongan ilahi nampak dengan hikmah secara lebih menakjubkan dan teratur secara lebih mengherankan.
Perhatikan! Bagaimana bebatuan besar, kuat, mati, dan tidak punya perasaan itu memperlihatkan kelunakan laksana sarang lebih di hadapan perintah-perintah takwiniyah. Ia sama sekali tidak melawan ataupun bersikap keras terhadap air-air lembut, akar-akar tipis, dan urat-urat selembut sutera dimana masing-masing di antaranya merupakan petugas ilahi yang seakan menghancurkan hati batu keras tersebut dengan sentuhan kelembutan-kelembutan nan indah bak seorang pecinta, dan menjadi tanah melalui jalur air dan lintasan akar-akar pepohonan.”
Selanjutnya melalui ayat;
وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ
“Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah,” (QS. Al-Baqarah: 74) Al-Qur'an memperlihatkan salah satu sisi hakikat agung sebagai berikut;
Sebagian besar gunung-gunung –yang ada di permukaan bumi yang pada mulanya berupa air membeku seakan sebuah potongan batu besar- mengalami penampakan-penampakan keluhuran dalam bentuk guncangan dan peristiwa-peristiwa bumi. Karena munculnya penampakan-penampakan agung nan besar ini, bebatuan yang ada di puncak tinggi pegunungan hancur luluh, berubah menjadi tanah dan menjadi tempat tanaman tumbuh, seperti hancurnya gunung yang ternama itu (Thur) di
142. Page
hadapan penampakan ilahi kala (Musa) meminta untuk melihat (Allah), hingga bebatuan gunung tersebut berhamburan.
Sebagian lain tetap menjadi batu seperti sedia kala, dan menggelinding dengan mudah ke tanah-tanah datar dan lembah, berserakan di sana, dan memberikan pelayanan bagi para penduduk bumi dalam segala urusan, seperti menjadi bahan bangunan untuk tempat tinggal. Bebatuan ini sujud dengan taat pada kuasa dan hikmah ilahi karena sejumlah hikmah dan manfaat yang tidak dapat diketahui. Dengan demikian, bebatuan melalui fase ketaatan pada aturan hikmah subhani.
Bukti bahwa bebatuan memilih tempat-tempat rendah dengan penuh kerendahan hati seraya meninggalkan tempat-tempat tinggi karena takut (kepada Allah) adalah batu menjadi sebab bagi serangkaian manfaat penting. Ini tentu tidak terjadi begitu saja tanpa tujuan dan secara kebetulan, tapi terjadi karena aturan-aturan hikmah Al-Hakim (Yang Maha Bijaksana) Al-Qadir (Yang Maha Kuasa).
Keteraturan bijak ini tidak nampak di hadapan pandangan lahiriah dan dangkal. Namun tidak diragukan, ini merupakan manfaat-manfaat terkait bebatuan tersebut, dan kesaksian akan kesempurnaan keteraturan dan keindahan ciptaan gaun yang diukir dan dihias dengan bunga dan buah-buahan yang dikenakan pada jasad gunung, tempat asal bebatuan menggelinding ke bawah.
Kalian melihat sendiri sejauh mana nilai tiga ayat ini dalam pandangan hikmah. Sekarang silahkan Anda perhatikan kelembutan penjelasan dan kemukjizatan kefasihan Al-Qur'an, bagaimana Al-Qur'an menjelaskan sisi-sisi serangkaian hakikat besar, penting dan luas yang tertera pada tiga poin melalui tiga peristiwa terkenal dan disaksikan itu. Bagaimana Al-Qur'an membimbing secara lembut dengan menyebut tiga kejadian lain yang menjadi inti pelajaran dan melarang keras agar tidak dilawan.
Contoh; Al-Qur'an mengatakan pada poin kedua;
وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَشَّقَّقُ فَيَخْرُجُ مِنْهُ الْمَاۤءُ
“Ada pula yang terbelah lalu keluarlah mata air daripadanya,” (QS. Al-Baqarah: 74) mengisyaratkan kepada bebatuan yang terbelah dengan penuh cinta di hadapan tongkat Musa a.s., dan mengeluarkan duabelas mata air.
Al-Qur'an menjelaskan dan secara makna mengatakan; wahai Bani Israil! Bebatuan besar melunak dan hancur luluh di hadapan satu mukjizat Musa a.s., menangis dan mengucurkan air mata laksana air bah karena takut atau bahagia. Lantas atas dasar sikap adil seperti apa kalian membangkang terhadap mukjizat-mukjizat Musa a.s., kenapa kalian tidak menangis, kenapa mata kalian membeku dan hati kalian mengeras?
Pada poin ketiga, Al-Qur'an mengatakan;
وَاِنَّ مِنْهَا لَمَا يَهْبِطُ مِنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ
“Dan ada pula yang meluncur jatuh karena takut kepada Allah.” Melalui poin ini, Al-Qur'an mengingatkan pada sebuah peristiwa terkenal; peristiwa hancurnya gunung nan besar hingga seluruh bagiannya berserakan karena takut pada penampakan keluhuran di Thursina di sela-sela munajat Musa a.s., bebatuan gunung menggelinding ke berbagai penjuru karena rasa takut itu.
Secara makna, Al-Qur'an mengajarkan sebagai berikut;
Wahai kaum Musa a.s.! Bagaimana kalian tidak takut kepada Allah? Padahal gunung yang berupa bebatuan itu hancur luluh karena takut kepada-Nya, Allah memegang gunung Thur di atas kalian untuk mengambil perjanjian dari kalian, padahal
143. Page
kalian tahu dan melihat gunung tersebut hancur luluh saat Musa meminta untuk melihat (Allah).
Seberapa beraninya kalian tidak menggigil ketakutan kepada Allah dan kalian membiarkan hati kalian keras membatu?
Pada poin pertama, Al-Qur'an mengatakan;
وَاِنَّ مِنَ الْحِجَارَةِ لَمَا يَتَفَجَّرُ مِنْهُ الْاَنْهٰرُ
“Padahal dari batu-batu itu pasti ada sungai-sungai yang (airnya) memancar daripadanya.”
Melalui poin ini, Al-Qur'an mengingatkan sungai-sungai yang mengalir dari pegunungan, seperti sungai Nil nan penuh berkah, Tigris dan Eufrat. Al-Qur'an menjelaskan sejauh mana bebatuan tunduk di hadapan perintah-perintah takwiniyah dan nampak dalam bentuk nan luar biasa.
Melalui penjelasan ini, Al-Qur'an mengajarkan makna berikut pada hati-hati nan sadar;
“Gunung-gunung tidak mungkin menjadi sumber mata air hakiki untuk sungai-sungai besar, karena jika dengan asumsi mustahil gunung-gunung tersebut sepenuhnya menjadi air dan telaga, tentu sungai-sungai besar tersebut tidak dapat mengalirkan air dengan volume sebesar dan sebanyak itu tanpa mengurangi simpanan airnya selain hanya beberapa bulan semata. Tentu air hujan yang umumnya menyerap ke tanah sebanyak satu meter saja tidak dapat menjadi sumber air yang memadai untuk pengeluaran-pengeluaran debit air yang begitu besar itu.”
Dengan demikian, pancaran air sungai-sungai tersebut bukan hal biasa, alami, ataupun kebetulan. Tapi Al-Fathir (Maha Pencipta) Dzul Jalal jua yang mengalirkan air-air sungai tersebut dari simpanan gaib semata dalam bentuk nan luar biasa.
Berdasarkan rahasia ini dan sebagai ungkapan makna ini, disebutkan dalam hadits bahwa setetes air surga menetes setiap saat di tiga sungai tersebut. Inilah sebab berkah air ketiga sungai.
Disebutkan dalam riwayat lain bahwa sumber tiga sungai tersebut di surga.[1] Hakikat riwayat ini sebagai berikut;
Mengingat sebab-sebab materi tidak mungkin menjadi sebab pancaran sumber air bagi sungai-sungai sederas itu, maka tidak diragukan bahwa sumber-sumber airnya berada di dalam gaib, dan keseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan debit air terus berjalan, karena air-air ini bersumber dari simpanan rahmat gaib.
Melalui makna ini, Al-Qur'anul Hakim menyampaikan pelajaran sebagai berikut;
“Wahai Bani Israil! Wahai anak-anak Adam! Karena kerasnya hati, kalian mendurhakai perintah-perintah Al-Haq Dzul Jalal, kalian menutup mata dengan kelalaian di hadapan cahaya makrifat mentari abadi (Allah Ta’ala) yang mengalirkan sungai-sungai besar dari mulut-mulut bebatuan biasa nan benda mati seperti sungai nil yang merubah Mesir Anda sekalian menjadi surga. Yang memberikan mukjizat-mukjizat kuasa-Nya dan bukti-bukti kesatuan-Nya pada jantung alam raya dan otak bumi sesuai tingkat kekuatan dan luapan sungai-sungai besar itu. Dengan demikian, Allah mengalirkan makna ini ke hati dan akal jin dan manusia.”
[1] Baca; Shahih Muslim (I/389), Sunan An-Nasa`i (II/225), Musnad Ahmad (XV/270).
144. Page
Selanjutnya, sebagian bebatuan mati yang tiada memiliki perasaan itu meraih mukjizat-mukjizat kuasa-Nya dalam bentuk luar biasa seperti ini. Ini menunjukkan keberadaan Al-Fathir Dzul Jalal, seperti cahaya mentari menunjukkan adanya mentari.
Namun demikian, bagaimana pandangan kalian buta terhadap cahaya makrifat-Nya dan bagaimana kalian tidak melihat cahaya itu?
Perhatikanlah sampai Anda mengetahui jenis kefasihan seperti apa yang dikenakan pada tiga hakikat ini. Renungkanlah secara seksama kefasihan dalam bimbingan ini. Kekerasan seperti apa kiranya yang mampu bertahan menghadapi kefasihan bimbingan hangat ini tanpa hancur luluh?!
Jika Anda sudah memahami dari awal sampai bagian ini, selanjutnya silahkan Anda memperhatikan kilauan mukjizat bimbingan Al-Qur'anul Hakim, dan bersyukurlah kepada Allah.
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
Ya Allah! Buatlah kami memahami rahasia-rahasia Al-Qur'an seperti yang Engkau suka dan ridhai, dan berilah kami taufiq untuk mengabdi padanya, amin, dengan rahmat-Mu, wahai Yang Maha Penyayang di antara para penyayang.
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada siapa yang Al-Qur'an diturunkan kepadanya, juga limpahkanlah kepada keluarga
dan para sahabatnya
145. Page
Maqam Kedua
dari
“Kalimat Keduapuluh”
Kilauan Mukjizat Al-Qur'an membuat di wajah mukjizat para nabi
Perhatikanlah secara seksama dua pertanyaan dan dua jawaban yang tertera pada bagian akhir maqam ini.
بسم الله الرحمن الرحيم
وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)
Empatbelas tahun silam –dan kini sudah berlalu tigapuluh tahun- saya menulis sebuah bahasan berbahasa Arab seputar rahasia ayat ini dalam penafsiran saya yang bernama “isyarat-isyarat kemukjizatan.” Dua di antara saudara-saudara saya meminta sedikit penjelasan dalam bahasa Turki seputar bahasan ini, dan menurut saya permintaan mereka berdua in penting.
Dengan mengharap taufiq Al-Haq Ta’ala dan bertumpu pada luapan Al-Qur'anul Karim, saya sampaikan;
Kitab mubin menurut salah satu pendapat adalah Al-Qur'anul Karim. Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada sesuatu pun yang basah ataupun kering, melainkan tertera dalam kitab yang nyata. Apakah kitab yang nyata itu?
Ya, di dalam Al-Qur'an terdapat penjelasan segala sesuatu. Namun tidak semua orang dapat melihat segala sesuatu yang tertera di dalam Al-Qur'an, karena penjelasan di dalam Al-Qur'an terbagi menjadi beberapa tingkatan. Kadang hanya ada benih-benihnya saja, kadang bijinya, kadang penjelasan secara garis besar, kadang berupa aturan, kadang berupa tanda secara tegas, isyarat, simbol, kadang disamarkan, dan kadang berupa peringatan.
Hanya saja penjelasan Al-Qur'an diungkapkan melalui salah satu di antara gaya bahasa tersebut sesuai kebutuhan, tujuan-tujuan Al-Qur'an, dan sesuai dengan maqam.
Sebagai contoh; pesawat terbang, listrik, kereta api, telegram, dan temuan-temuan lain yang merupakan hasil dari kemajuan manusia dari sisi ilmu pengetahuan dan industri, menempati posisi penting dalam kehidupan materi umat manusia sebagai keajaiban ilmu dan industri. Maka tidak diragukan bahwa Al-Qur'anul Hakim yang berbicara kepada seluruh umat manusia tentu tidak mengabaikan hal-hal ini.
Ya, Al-Qur'an tidak mengabaikan sisi tersebut. Al-Qur'an mengisyaratkannya melalui dua sisi;
Sisi pertama; Al-Qur'an mengisyaratkan temuan-temuan tersebut melalui mukjizat para nabi.
Kedua; Al-Qur'an mengisyaratkannya melalui sejumlah peristiwa-peristiwa sejarah.
146. Page
Contoh; seperti halnya melalui ayat-ayat berikut;
قُتِلَ أَصْحَٰبُ ٱلْأُخْدُودِ, ٱلنَّارِ ذَاتِ ٱلْوَقُودِ, إِذْ هُمْ عَلَيْهَا قُعُودٌ, وَهُمْ عَلَىٰ مَا يَفْعَلُونَ بِٱلْمُؤْمِنِينَ شُهُودٌ, وَمَا نَقَمُوا۟ مِنْهُمْ إِلَّآ أَن يُؤْمِنُوا۟ بِٱللَّهِ ٱلْعَزِيزِ ٱلْحَمِيدِ
“Binasalah orang-orang yang membuat parit (yaitu para pembesar Najran di Yaman), yang berapi (yang mempunyai) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang-orang mukmin itu hanya karena (orang-orang mukmin itu) beriman kepada Allah Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji,” (QS. Al-Buruj: 4-8) Al-Qur'an mengisyaratkan kereta api.[1]
Demikian halnya melalui ayat berikut;
اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ مَثَلُ نُوْرِهٖ كَمِشْكٰوةٍ فِيْهَا مِصْبَاحٌۗ اَلْمِصْبَاحُ فِيْ زُجَاجَةٍۗ اَلزُّجَاجَةُ كَاَنَّهَا كَوْكَبٌ دُرِّيٌّ يُّوْقَدُ مِنْ شَجَرَةٍ مُّبٰرَكَةٍ زَيْتُوْنَةٍ لَّا شَرْقِيَّةٍ وَّلَا غَرْبِيَّةٍۙ يَّكَادُ زَيْتُهَا يُضِيْۤءُ وَلَوْ لَمْ تَمْسَسْهُ نَارٌۗ نُوْرٌ عَلٰى نُوْرٍۗ يَهْدِى اللّٰهُ لِنُوْرِهٖ مَنْ يَّشَاۤءُۗ وَيَضْرِبُ اللّٰهُ الْاَمْثَالَ لِلنَّاسِۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ
“Allah (pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan cahaya-Nya, seperti sebuah lubang yang tidak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam tabung kaca (dan) tabung kaca itu bagaikan bintang yang berkilauan, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang diberkahi, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di timur dan tidak pula di barat, yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah memberi petunjuk kepada cahaya-Nya bagi orang yang Dia kehendaki, dan Allah membuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu,” (QS. An-Nur: 35) Al-Qur'an mengisyaratkan listrik. Terlebih ayat ini mengisyaratkan banyak sekali cahaya dan rahasia.
Bagian kedua ini menyita perhatian banyak orang. Bagian ini memerlukan perhatian serius dan penjelasan panjang. Untuk saat ini, saya cukup menyebut ayat-ayat yang mengisyaratkan kereta api dan listrik ini saja, dan saya tidak akan membuka permasalahan ini.
Sementara pada bagian pertama, Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa mukjizat para nabi. Kami akan menyebut beberapa contoh bagian ini sebagai perumpamaan.
Mukadimah
Seperti halnya Al-Qur'anul Hakim menyebut para nabi diutus kepada masyarakat-masyarakat manusia sebagai pemimpin dalam kemajuan spiritual, mereka jug diberi mukjizat-mukjizat selaras dengan kemajuan materi manusia kala itu, dan menjadikan mereka sebagai pemimpin dan para guru, memerintahkan para umat masing-masing untuk mengikuti mereka secara penuh.
Seperti halnya Al-Qur'an membicarakan tentang kesempurnaan-kesempurnaan spiritual para nabi lalu mendorong umat manusia untuk memetik manfaat dari mereka, pembicaraan Al-Qur'an tentang mukjizat para nabi juga mengesankan semacam dorongan untuk meniru dan membuat padanan mukjizat-mukjizat tersebut.
Bahkan bisa dikatakan bahwa tangan mukjizat-mukjizat jua yang pertama kali memberikan kesempurnaan materi dan hal-hal luar biasa kepada umat manusia, seperti halnya memberikan kesempurnaan spiritual. Tangan mukjizat jua yang pertama kali
[1] Rangkaian kata ini mengisyaratkan bahwa kereta api menawan dunia Islam. Dan karena kendaraan ini, orang-orang kafir mengalahkan kaum muslimin. (Penulis)
147. Page
memberi bahtera yang merupakan salah satu mukjizat Nuh a.s., dan jam yang merupakan salah satu mukjizat Yusuf a.s.
Adanya sebagian besar para pekerja dan produsen menjadikan salah seorang nabi sebagai pemimpin dalam setiap pekerjaan dan produk barang yang mereka buat, merupakan isyarat lembut terhadap hakikat ini.
Sebagai contoh;
Para pelaut menjadikan nabi Nuh a.s. sebagai pemimpin, para pembuat jam menjadikan nabi Yusuf a.s. sebagai pemimpin, para penyulam kain menjadikan nabi Idris a.s. sebagai pemimpin.
Ya, para ahli tahqiq dan ilmu balaghah sepakat bahwa setiap ayat Al-Qur'an memiliki banyak sekali sisi bimbingan dan petunjuk, karena ayat-ayat tentang mukjizat para nabi yang merupakan ayat-ayat Al-Qur'an al-mu’jizul bayan paling terang, bukanlah cerita-cerita sejarah, tapi mengandung banyak sekali makna-makna bimbingan.
Ya, dengan menyebut mukjizat para nabi, Al-Qur'an menggariskan batas-batas ilmu, industri, dan seni manusia, serta mengisyaratkan batas akhirnya dan tujuan-tujuan paling jauh. Al-Qur'an menepuk punggung manusia dengan tangan dorongan dan menuntun mereka menuju tujuan itu.
Seperti halnya masa lalu merupakan tempat penyimpanan benih masa depan dan cermin segala kondisi masa depan, seperti itu juga masa depan merupakan ladang bagi masa lalu dan cermin segala kondisinya. Berikut akan kami jelaskan beberapa contoh saja dari sumber mata air nan deras itu sebagai perumpamaan;
Contoh;
وَلِسُلَيْمٰنَ الرِّيْحَ غُدُوُّهَا شَهْرٌ وَّرَوَاحُهَا شَهْرٌۚ
“Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman, yang perjalanannya pada waktu pagi sama dengan perjalanan sebulan dan perjalanannya pada waktu sore sama dengan perjalanan sebulan (pula).” (QS. Saba`: 12)
Ayat ini menjelaskan angin ditundukkan untuk nabi Sulaiman a.s. sebagai mukjizat baginya. Ayat ini mengatakan bahwa Sulaiman a.s. menempuh jarak perjalanan dua bulan dalam waktu sehari dengan melayang di udara. Melalui penjelasan ini, ayat di atas membuka jalan bagi manusia untuk menempuh jarak perjalanan yang sama dengan melintasi udara. Untuk itu wahai manusia! Mengingat jalan ini terbuka di hadapan Anda, ayo capailah dan dekatilah tingkatan ini!
Melalui ayat ini, Al-Haq Ta’ala secara makna mengatakan; wahai manusia! Mengingat salah seorang hamba-Ku meninggalkan hawa nafsu lalu Aku jadikan udara sebagai tunggangan baginya, maka jika kalian meninggalkan kemalasan dan memanfaatkan aturan-aturan kebiasaan-Ku secara sempurna, kalian juga mungkin dapat menunggangi udara.
Ayat;
اضْرِبْ بِّعَصَاكَ الْحَجَرَۗ فَانْفَجَرَتْ مِنْهُ اثْنَتَا عَشْرَةَ عَيْنًا
“Pukullah batu itu dengan tongkatmu!’ Maka memancarlah daripadanya dua belas mata air’.” QS. Al-Baqarah: 60)
Ayat yang menjelaskan salah satu mukjizat nabi Musa a.s ini mengisyaratkan bahwa simpanan-simpanan rahmat nan tersembunyi di dalam bumi dapat dimanfaatkan dengan alat-alat sederhana. Bahkan, air sebagai pembangkit kehidupan dapat dikeluarkan dari tanah keras sekeras batu.
148. Page
Ayat di atas menyampaikan makna berikut kepada umat manusia, “Dengan tongkat, kalian dapat menemukan air pembangkit kehidupan sebagai luapan rahmat ilahi yang paling lembut. Untuk itu, ayo bekerjalah dan carilah sampai kalian menemukan air itu!”
Melalui simbol ayat ini, Al-Haq Ta’ala secara makna mengatakan;
“Wahai manusia! Karena dengan tongkat yang Kuberikan pada salah seorang hamba, ia dapat mengeluarkan air dimanapun seperti yang ia kehendaki, kamu pun jika percaya pada undang-undang rahmat-Mu, pasti akan menemukan alat seperti tongkat tersebut. Untuk itu, ayo bekerjalah dan bersungguh-sungguhlah sampai kau menemukan alat itu!”
Salah satu sarana penting kemajuan manusia adalah penemuan alat pemancar air di berbagai tempat saat alat tersebut ditancapkan ke tanah. Ayat di atas sudah menggariskan batasan dan tujuan paling jauh untuk ayat tersebut. Seperti halnya ayat pertama menentukan sejauh mana titik batas pesawat terbang yang digunakan saat ini.
Contoh; ayat terkait salah satu mukjizat nabi Isa a.s.;
وَاُبْرِئُ الْاَكْمَهَ وَالْاَبْرَصَ وَاُحْيِ الْمَوْتٰى بِاِذْنِ اللّٰهِ
“Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahir dan orang yang berpenyakit kusta. Dan aku menghidupkan orang mati dengan izin Allah.” (QS. Ali ‘Imran: 49)
Seperti halnya Al-Qur'an secara tegas mendorong manusia untuk meniru akhlak luhur nabi Isa a.s., Al-Qur'an juga secara simbolik mendorong untuk menekuni profesi luhur dan pengobatan rabbani yang ditekuni nabi Isa a.s
Ayat ini mengisyaratkan tidak mustahil menciptakan obat untuk penyakit paling kronis sekalipun. Untuk itu wahai manusia dan wahai anak-anak Adam yang tertimpa penyakit dan musibah! Jangan berputus asa, karena dalam kondisi seperti apapun, tidak menutup kemungkinan segala penyakit dapat disembuhkan dan pasti ada obat untuk setiap penyakit. Carilah obat itu sampai ketemu. Bahkan mungkin juga memberikan warna kehidupan sesaat bagi kematian.
Melalui bahasa isyarat ayat ini, Allah secara makna mengatakan; wahai manusia! Aku memberi dua hadiah kepada salah seorang hamba-Ku yang meninggalkan dunia karena-Ku. Pertama; obat berbagai penyakit maknawi. Kedua; pengobatan penyakit-penyakit materi, karena hati yang mati dapat dibangkitkan dan dihidupkan dengan cahaya hidayah, sementara orang-orang sakit yang termasuk dalam jajaran orang-orang mati, disembuhkan dengan tiupan dan pengobatannya. Kau pun bisa menemukan obat berbagai penyakitmu di apotik hikmah-Ku. Carilah obat itu sampai ketemu. Kau pasti menemukan obat itu kalau kau mencarinya.
Ayat ini menggariskan titik paling jauh batasan-batasan pengobatan yang dicapai manusia pada sekarang, mengisyaratkan dan mendorong manusia untuk mencapainya.
Contoh lain; dua ayat berikut;
وَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ
“Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (QS. Saba`: 10)
وَشَدَدْنَا مُلْكَهٗ وَاٰتَيْنٰهُ الْحِكْمَةَ وَفَصْلَ الْخِطَابِ
“Dan Kami berikan hikmah kepadanya serta kebijaksanaan dalam memutuskan perkara.” (QS. Shad: 20) Terkait Dawud a.s., dan ayat;
اَسَلْنَا لَهٗ عَيْنَ الْقِطْرِۗ
149. Page
“Dan Kami alirkan cairan tembaga baginya.” (QS. Saba`: 12) Terkait Sulaiman a.s., mengisyaratkan besi yang merupakan salah satu nikmat ilahi terbesar dapat dilunakkan, karena melalui pelunakan besi ini terbukti kelebihan salah seorang nabi agung.
Ya, melunakkan besi seperti adonan, mencairkan tembaga, penemuan bahan-bahan tambang merupakan asas dan sumber seluruh industri materi umat manusia. Ayat ini mengisyaratkan bahwa nikmat agung laksana mukjizat seorang rasul agung dan khalifah besar di bumi adalah melunakkan besi seperti adonan, melembutkan besi seperti kabel, mencairkan dan menjadikan tembaga sebagai inti berbagai industri umum.
Karena Allah memberikan hikmah kepada lisan seorang rasul dan khalifah –maksudnya kepada lisan orang bijak baik secara materi maupun spiritual-, dan memberikan keahlian padanya, maka secara tegas Allah mendorong untuk meraih hikmah seperti yang terlontar melalui lisan rasul atau khalifah tersebut. Maka tidak diragukan bahwa di dalam ayat di atas terdapat isyarat dorongan untuk melakukan pekerjaan yang ditekuni nabi atau khalifah tersebut, karena melalui lisan isyarat makna ayat ini, Allah mengatakan;
“Wahai anak-anak Adam! Aku memberikan hikmah kepada lisan dan hati salah seorang hamba-Ku yang taat pada perintah-perintah taklif-Ku. Dengan hikmah itu, ia memutuskan segala sesuatu dengan sangat jelas dan menjelaskan hakikatnya. Aku menyerahkan keahlian padanya untuk merubah besi menjadi berbagai bentuk laksana sarang madu, dan mendapatkan kekuatan besar sebagai penopang khilafah dan kekuasaannya.
Karena hal ini bersifat mungkin, diberikan kepada seorang hamba, dan sangat penting. Karena kalian sangat memerlukan pelunakan besi dalam kehidupan sosial, maka jika kalian taat pada perintah-perintah takwiniyah-Ku, hikmah dan keahlian seperti ini juga tidak menutup kemungkinan diberikan kepada kalian. Dan seiring perjalanan waktu, kalian akan mencapai dan mendekati kemampuan itu.
Kemauan secara signifikan yang dicapai manusia di bidang industri dan kemampuan besar yang mereka raih di bidang kekuatan materi tidak lain diraih dengan melunakkan besi dan mencairkan tembaga. Dalam ayat ini, tembaga di sebut dengan istilah القطر .
Ayat-ayat ini mengalihkan perhatian seluruh umat manusia pada hakikat di atas, mengingatkan orang-orang maju pada masa lalu dan orang-orang malas pada masa sekarang yang tidak menghargai sejauh mana pentingnya hakikat ini.
Contoh;
قَالَ الَّذِيْ عِنْدَهٗ عِلْمٌ مِّنَ الْكِتٰبِ اَنَا۠ اٰتِيْكَ بِهٖ قَبْلَ اَنْ يَّرْتَدَّ اِلَيْكَ طَرْفُكَۗ فَلَمَّا رَاٰهُ مُسْتَقِرًّا عِنْدَهٗ قَالَ هٰذَا مِنْ فَضْلِ رَبِّيْۗ لِيَبْلُوَنِيْٓ ءَاَشْكُرُ اَمْ اَكْفُرُۗ وَمَنْ شَكَرَ فَاِنَّمَا يَشْكُرُ لِنَفْسِهٖۚ وَمَنْ كَفَرَ فَاِنَّ رَبِّيْ غَنِيٌّ كَرِيْمٌ
“Seorang yang mempunyai ilmu dari Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.’ Maka ketika dia (Bilqis) melihat singgasana itu terletak di hadapannya, dia pun berkata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mengujiku, apakah aku bersyukur atau mengingkari (nikmat-Nya). Barangsiapa bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya, Mahamulia’.” (QS. An-Naml: 41)
Ayat ini menunjukkan sebuah peristiwa aneh nan luar biasa. Singgasana Balqis didatangkan oleh seorang yang memiliki ilmu dalam mendatangkan sesuatu. Dia ini
150. Page
adalah salah seorang menteri Sulaiman a.s. Ia berkata, “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu dalam satu kejapan mata.”
Ayat ini mengisyaratkan bahwa benda-benda dapat didatangkan dari jarak jauh, baik bendanya secara langsung atau gambarannya, dan bahkan secara nyata, karena Allah Al-Haq memberi Sulaiman -yang dimuliakan dengan risalah, kekuasaan, dan kerajaan- mukjizat mengawasi secara langsung seluruh penjuru kerajaannya nan luas terbentang tanpa susah payah, mengawasi kondisi rakyat, dan mendengar segala keluhan mereka, hingga menjadi inti ke-ma’shum-an dan keadilannya.
Artinya, siapa bergantung kepada Al-Haq Ta’ala dan memohon kepada-Nya melalui bahasa kemampuan diri seperti Sulaiman memohon melalui lisan ke-ma’shum-an, lalu berupaya sesuai undang-undang ketentuan dan pertolongan-Nya, dunia baginya bisa saja menjadi sebuah kota.
Singgasana Balqis berada dan disaksikan di Syam setelah sebelumnya berada di Yaman, entah berupa singgasana aslinya atau gambarnya. Tidak dapat diragukan, suara orang-orang yang ada di sekitar singgasana tersebut dapat didengar, seperti halnya gambar mereka dapat di lihat.
Ayat ini mengisyaratkan pemindahan gambar dan suara dari jarak jauh, dan secara makna mengatakan;
“Wahai para pemegang kekuasaan dan kerajaan! Jika kalian ingin menegakkan keadilan secara sempurna, berusahalah untuk melihat seluruh permukaan bumi dan apa saja yang terjadi di sana seperti yang dilakukan Sulaiman a.s., karena seorang pemimpin adil dan sultan yang mencintai rakyat, hanya akan selamat dari tanggungjawab maknawi dan menegakkan keadilan secara sempurna dengan naik ke tingkat pengawasan terhadap seluruh wilayah kerajaannya kapan saja saat ia mau.”
Melalui simbol ayat ini, Al-Haq Ta’ala berkata secara makna;
“Wahai anak-anak Adam! Aku memberikan sebuah kerajaan nan luas terbentang kepada salah seorang hamba-Ku. Aku memberinya kemampuan untuk melihat sendiri segala kondisi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam lingkup kerajaan-Nya agar ia menegakkan keadilan sempurna di sana.
Karena Aku menyelipkan kemampuan di dalam fitrah manusia untuk mengurus bumi, dan karena hikmah-Ku mengharuskan untuk memberi manusia kesiapan sesuai kemampuan tersebut hingga dapat melihat permukaan bumi dan mengetahui apa yang terjadi di sana, maka Aku memberikan kesiapan itu padanya.
Jika ia tidak mampu mencapai titik dan tingkatan itu secara pribadi, ia dapat mencapainya melalui golongannya sebagai manusia. Jika ia tidak mencapai tingkatan itu secara materi, ia bisa mencapainya secara spiritual seperti para wali.
Dengan demikian, kalian dapat memanfaatkan nikmat besar ini. Maka bekerjalah, bersungguh-sungguhlah, dan berusahalah –dengan syarat jangan sampai melupakan tugas ubudiyah kalian- sampai kalian dapat merubah wajah bumi ini menjadi sebuah taman dimana kalian dengan leluasa melihat segala penjuru taman tersebut dan mendengar segala suara yang ada di segala sisi. Untuk itu, dengarkan firman rahmani dalam ayat berikut;
هُوَ الَّذِيْ جَعَلَ لَكُمُ الْاَرْضَ ذَلُوْلًا فَامْشُوْا فِيْ مَنَاكِبِهَا وَكُلُوْا مِنْ رِّزْقِهٖۗ وَاِلَيْهِ النُّشُوْرُ
“Dialah yang menjadikan bumi untuk kamu yang mudah dijelajahi, maka jelajahilah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nyalah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” (QS. Al-Mulk: 15)
151. Page
Ayat ini secara simbolik mengisyaratkan batas paling jauh yang dapat dicapai manusia dalam memindah gambar dan suara sebagai salah satu produk detail mereka, serta mendorong untuk mencapai batasan itu.
Contoh lain;
وَتَرَى الْمُجْرِمِيْنَ يَوْمَىِٕذٍ مُّقَرَّنِيْنَ فِى الْاَصْفَادِۚ
“Dan pada hari itu engkau akan melihat orang yang berdosa bersama-sama diikat dengan belenggu.” (QS. Ibrahim: 49) Sampai akhir surah.
وَمِنَ الشَّيٰطِيْنِ مَنْ يَّغُوْصُوْنَ لَهٗ وَيَعْمَلُوْنَ عَمَلًا دُوْنَ ذٰلِكَۚ وَكُنَّا لَهُمْ حٰفِظِيْنَ
“Dan (Kami tundukkan pula kepada Sulaiman) segolongan setan-setan yang menyelam (ke dalam laut) untuknya dan mereka mengerjakan pekerjaan selain itu.” (QS. Al-Anbiya`: 82)
Ayat-ayat ini menunjukkan bahwa Sulaiman r.a. menundukkan jin, setan, dan makhluk-makhluk halus yang jahat. Mencegah kejahatan mereka dan menggunakan mereka dalam hal-hal yang bermanfaat.
Ayat-ayat tersebut berkata; jin yang merupakan penghuni bumi yang punya perasaan setelah manusia, dapat menjadi pelayan bagi manusia dan berinteraksi dengan manusia. Demikian halnya setan, mereka bisa dipaksa untuk tidak memusuhi manusia dan dimanfaatkan, karena Al-Haq Ta’ala menundukkan mereka untuk salah seorang hamba-Nya yang taat pada perintah-perintah-Nya.
Melalui simbol ayat ini, Al-Haq Ta’ala berkata;
“Wahai manusia! Aku menjadikan jin, setan, dan makhluk-makhluk jahat di antara mereka patuh pada seorang hamba yang taat kepada-Ku. Kau pun jika taat pada perintah-perintah-Ku, banyak sekali wujud, bahkan jin dan manusia akan ditundukkan untuk kalian.”
Ayat ini menggariskan batasan paling jauh dalam memanggil arwah dan berdialog dengan jin yang bersumber dari perpaduan antara ilmu pengetahuan dan industri manusia, berasal dari kepekaan materi dan spiritual manusia nan luar biasa, dan menentukan cara terbaik untuk memanfaatkan pemanggilan arwah dan berdialog dengan jin, serta membuka jalan untuk itu.
Namun bukan berarti manusia ditundukkan, dicemooh dan menjadi permainan jin, setan, dan makhluk-makhluk halus yang jahat –seperti yang terjadi saat ini- yang kadang menyebut diri mereka sebagai orang-orang sudah mati. Tapi maksudnya adalah menundukkan mereka dengan mantera (baca; ruqyah) Al-Qur'an dan menghindari kejahatan mereka.
Selanjutnya, ayat-ayat yang mengisyaratkan tentang perwujudan arwah, pemanggilan dan penundukan jin Ifrit untuk nabi Sulaiman a.s., dan ayat-ayat lain seperti;
فَاَرْسَلْنَآ اِلَيْهَا رُوْحَنَا فَتَمَثَّلَ لَهَا بَشَرًا سَوِيًّا
“Lalu Kami mengutus roh Kami (Jibril) kepadanya, maka dia menampakkan diri di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna,” (QS. Maryam: 17) mengisyaratkan tentang pemanggilan arwah. Terlebih, ayat-ayat seperti ini mengisyaratkan perwujudan makhluk-makhluk halus. Hanya saja pemanggilan arwah yang baik yang diisyaratkan ini maksudnya bukan mendatangkan ruh-ruh yang sudah berada di alam lain ke tempat manusia dan ke permainan-permainan orang-orang tidak baik seperti yang dilakukan orang-orang saat ini. Tapi yang dimaksud adalah tertarik kepada mereka untuk tujuan-tujuan lurus dan penting –seperti yang dilakukan sejumlah wali yang berhadapan dengan ruh-ruh secara lurus kapanpun seperti yang mereka inginkan, seperti
152. Page
Muhyiddin Ibnu Arabi- menjalin hubungan dan ikatan dengan mereka dan mendekati mereka hingga batasan tertentu, karena ayat-ayat di atas mengisyaratkan seperti itu, mengesankan anjuran dan dorongan untuk itu secara eksplisit, menggariskan batasan-batasan paling jauh untuk ilmu dan disiplin-disiplin seperti ini, serta menjelaskan jalan terbaik yang ditempuh untuk tujuan tersebut.
Contoh lain;
إِنَّا سَخَّرْنَا ٱلْجِبَالَ مَعَهُۥ يُسَبِّحْنَ بِٱلْعَشِىِّ وَٱلْإِشْرَاقِ
“Sungguh, Kamilah yang menundukkan gunung-gunung untuk bertasbih bersama dia (Dawud) pada waktu petang dan pagi.” (QS. Shad: 18)
وَاَلَنَّا لَهُ الْحَدِيْدَۙ
“Dan Kami telah melunakkan besi untuknya.” (QS. Saba`: 10)
عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ
“Kami telah diajari bahasa burung.” (QS. An-Naml: 16)
Ayat-ayat terkait mukjizat nabi Dawud a.s. ini menunjukkan Al-Haq Ta’ala memberinya suara merdu dan tasbihnya begitu kuat, dimana Al-Haq Ta’ala membuat gunung mabuk cinta dan tertarik pada tasbih Dawud. Gunung seakan duduk melingkar di sekitar seorang pemimpin halaqah laksana piringan hitam atau manusia lalu bertasbih secara memutar. Mungkinkah hal ini terjadi? Dan apakah ini nyata?
Ya, ini nyata karena setiap gunung ada goanya mampu berbicara dengan setiap manusia dengan bahasa manusia laksana burung beo. Saat Anda berkata di hadapan gunung, “Alhamdulillah,” gunung akan berkata kepada Anda, “Alhamdulillah” seperti Anda melalui gema suara. Karena Al-Haq Ta’ala memberikan kemampuan ini kepada gunung, maka tidak diragukan kemampuan ini dapat dikembangkan dan memunculkan benih tersebut.
Allah Ta’ala memberi Dawud a.s. khilafah di bumi dalam bentuk nan istimewa selain memberinya risalah. Dawud mengembangkan benih kemampuan ini sebagai sebuah mukjizat yang patut bagi risalahnya nan luas, kekuasaannya nan agung, dan kerajaannya nan besar, karena gunung nan tinggi dan kokoh bertasbih memahasucikan Al-Khaliq Dzul Jalal atas perintah Dawud a.s., mengikuti bacaan tasbih Dawud a.s. seakan prajurit atau muridnya. Gunung membaca kata-kata yang diucapkan Dawud a.s.
Seperti halnya seorang panglima besar membuat seluruh prajuritnya yang terbesar di pegunungan serentak mengucapkan, “Allahu akbar” seketika karena perkembangan alat-alat komunikasi yang ada seperti saat ini, membuat gunung nan besar tersebut berbicara dan menggemakan suara. Seperti halnya seorang panglima dari golongan manusia membuat gunung berbicara secara majazi melalui lisan para penghuninya, maka tidak diragukan seorang panglima besar milik Allah Ta’ala mampu membuat gunung berbicara secara hakiki dan membuatnya bertasbih.
Pada “kalimat-kalimat” sebelumnya, kami sudah menjelaskan bahwa setiap gunung punya kepribadian maknawi, tasbih, dan ibadah tersendiri. Dengan demikian, seperti halnya setiap gunung bertasbih dengan lisan manusia melalui gema suara, ia juga bertasbih memahasucikan Al-Khaliq Dzul Jalal melalui lisan-lisannya yang khusus.
وَٱلطَّيْرَ مَحْشُورَةً
“Dan (Kami tundukkan pula) burung-burung dalam keadaan terkumpul.” (QS. Shad: 19)
153. Page
عُلِّمْنَا مَنْطِقَ الطَّيْرِ
“Kami telah diajari bahasa burung.” (QS. An-Naml: 16) Dua rangkaian kata ayat-ayat ini menjelaskan bahwa Al-Haq Ta’ala memberi Dawud dan Sulaiman ‘alaihimas salam pengetahuan dan pemahaman bahasa berbagai jenis burung dan bahasa kesiapan mereka. Maksudnya mengetahui apa saja yang berguna bagi kesiapan-kesiapan yang dimiliki burung.
Mengingat hal ini nyata dan mengingat wajah bumi adalah jamuan makan Ar-Rahman yang dipasang untuk manusia, maka mungkin saja sebagian besar hewan dan burung-burung yang memanfaatkan jamuan makan tersebut ditundukkan dan dijadikan pelayan bagi manusia.
Seperti halnya manusia memanfaatkan lebah, ulat kepompong (keduanya ini merupakan hewan-hewan paling kecil), burung, dan membuka jalan untuk meraih manfaat besar berkat ilham ilahi. Juga memanfaatkan burung merpati untuk sejumlah persoalan, membuat sebagian burung berbicara seperti burung beo sehingga dapat menambahkan keindahan-keindahan pada peradaban manusia.
Seperti itu pula ketika bahasa kesiapan sebagian burung dan hewan-hewan dapat diketahui, hewan-hewan ini dapat dimanfaatkan dalam hal-hal penting sama seperti hewan-hewan jinak lainnya. Sebagai contoh, burung tiung yang membunuh ulat tanpa memakannya, dapat digunakan secara cuma-cuma untuk pekerjaan penting, seperti membasmi hama ulat jika bahasa burung seperti ini diketahui dan segala tingkah lakunya dikendalikan.
Ayat di atas menggariskan batasan-batasan paling jauh dalam pemanfaatan burung, dan membuat benda-benda mati dapat berbicara seperti telepon. Juga menentukan tujuan paling jauh dan menunjuk dengan jari-jari tangan kepada bentuk tujuan tersebut yang paling besar.
Melalui bahasa simbolik ayat-ayat di atas, Al-Haq Ta’ala mengatakan, “Wahai manusia! Aku menundukkan makhluk-makhluk besar dalam kerajaan-Ku untuk seorang hamba nan tulus ikhlas di antara golongan kalian untuk mewujudkan keagungan nubuwah dan keadilan sempurna untuk kerajaan dan kekuasaannya. Aku tundukkan dan membuat sebagian besar tentara dan hewan-hewan-Ku berbicara kepadanya.
Untuk itu, karena Aku memikulkan amanat besar di pundak masing-masing dari kalian dimana langit, bumi, dan gunung merasa takut untuk memikulnya, Aku memberi masing-masing dari kalian kesiapan untuk menjadi khalifah bumi. Untuk itu, Zat yang kendali seluruh makhluk berada di tangan-Nya, wajib kalian taati dan kalian harus tunduk pada perintah-perintah-Nya, agar seluruh makhluk yang ada di dalam kerajaan-Nya taat, patuh, dan ditundukkan untuk kalian, sehingga kalian dapat mengendalikan semua makhluk tersebut atas nama Zat yang kendali seluruh makhluk berada di tangan-Nya, dan kalian pun naik ke maqam yang layak bagi segala kesiapan yang kalian punya.
Karena hakikatnya seperti ini, maka silahkan Anda manfaatkan segala kesenangan yang jauh dari dosa, syar’i, luhur dan agung, bukannya menyibukkan diri dengan senda gurau dan kesenangan-kesenangan tiada guna, seperti bermain burung merpati, membuat burung merpati bersuara merdu, dan membuat burung beo dapat berbicara, sehingga kalian dapat membuat gunung berbicara seperti halnya nabi Dawud a.s., hingga lantunan zikir pepohonan dan tumbuh-tumbuhan dapat kalian dengarkan
154. Page
melalui sentuhan udara seakan senar alat musik. Hingga gunung nampak seakan makhluk ajaib yang bertasbih dengan ribuan lisan, hingga sebagian besar burung menjelma menjadi teman dekat atau pelayan patuh, seperti halnya burung Hudhud nabi Sulaiman a.s., lalu membuat Anda senang dan bahagia, mendorong Anda dengan cinta menuju segala kesempurnaan dimana Anda sendiri memiliki kesiapan yang tepat untuk itu. Di samping tidak meruntuhkan Anda –seperti halnya mainan-mainan lain- ke tingkatan paling rendah.
Contoh lain;
قُلْنَا يٰنَارُ كُوْنِيْ بَرْدًا وَّسَلٰمًا عَلٰٓى اِبْرٰهِيْمَ
“Kami (Allah) berfirman, ‘Wahai api! Jadilah kamu dingin, dan penyelamat bagi Ibrahim!” (QS. Al-Anbiya`: 69)
Ayat terkait mukjizat nabi Ibrahim a.s. ini mengandung tiga isyarat lembut;
Pertama; seperti halnya faktor-faktor alami lain, api tidak bergerak dengan sendirinya sesuai tabiatnya secara acak. Tapi api menjalankan tugas di bawah perintah. Api tidak membakar Ibrahim a.s. kala diperintahkan, “Jangan membakar!”
Kedua; api memiliki tingkatan tertentu. Api membakar melalui suhu dinginnya. Maksudnya, api memiliki pengaruh seperti pengaruh membakar. Al-Haq Ta’ala berfirman kepada suhu dingin dengan lafal, “Jadilah penyelamat!” jangan membakar dengan suhu dinginmu seperti halnya suhu panas membakar. Dengan kata lain, api pada tingkatan tersebut berpengaruh seakan membakar dengan suhu dinginnya. Dengan demikian, api panas sekaligus dingin pada saat yang bersamaan.
Ya, menurut ilmu fisika, api punya tingkatan tertentu. Api yang dimaksud adalah api yang berwarna putih. Api ini tidak menyebarkan suhu panas yang ada di sekitarnya, tapi justru menyerap suhu panas yang ada di sekitarnya, sehingga dengan suhu dingin di dalam api ini, benda-benda cair seperti cair yang ada di sekitarnya membeku, dan membakar dengan suhu dinginnya secara makna. Untuk itu, zamharir adalah salah satu jenis api yang membakar dengan suhu dingin. Dengan demikian, di dalam neraka Jahanam pasti ada api zamharir yang mencakup seluruh tingkatan dan segala jenis utama api.
Ketiga; seperti halnya ada sejumlah hal bersifat spiritual seperti iman dan baju besi seperti Islam yang mencegah dan melindungi pengaruh neraka Jahanam, seperti itu juga ada sejumlah unsur-unsur yang mencegah pengaruh api dunia, karena Al-Haq Ta’ala memberlakukan segala prosedur di balik tirai sebab-sebab di dunia yang merupakan negeri hikmah sesuai petunjuk nama Al-Hakim.
Untuk itu, api tidak membakar pakaian ataupun tubuh Ibrahim a.s. Artinya, Allah memberinya suatu kondisi yang memberikan perlawanan terhadap api sehingga pakaian yang dikenakan Ibrahim tidak terbakar, seperti halnya Ibrahim juga tidak terbakar.
Ayat ini secara makna mengatakan melalui simbol isyarat di atas, “Wahai umat Ibrahim, jadilah seperti Ibrahim, agar pakaian kalian menjadi baju besi bagi kalian untuk melawan api yang merupakan musuh terbesar kalian.
Seperti halnya iman yang kalian gunakan untuk menutupi ruh kalian adalah baju besi guna melawan neraka Jahanam, demikian halnya di bumi terdapat bahan-bahan yang disembunyikan dan dipersiapkan Al-Haq Ta’ala untuk kalian, yang menjaga dan melindungi kalian dari kejahatan api. Maka carilah dan keluarkanlah bahan-bahan itu, lalu kenakanlah.
155. Page
Di antara kemajuan dan ciptaan penting umat manusia adalah penemuan bahan anti api dan pakaian anti api. Perhatikanlah ayat berikut yang menyebut kebalikan pakaian tersebut. Pakaian nan lembut dan indah yang dirajut dengan model paling tinggi;
حَنِيْفًا مُّسْلِمًاۗ
“Seorang yang lurus, Muslim,” (QS. Ali ‘Imran: 67) yang tidak pernah terkoyak.
Contoh lain;
وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya.” (QS. Al-Baqarah: 31)
Ayat ini mengatakan bahwa mukjizat terbesar Adam adalah pengajaran nama benda-benda untuk menunjang khilafah terbesar di bumi. Seperti halnya mukjizat para nabi mengisyaratkan hal luar biasa secara khusus, maka mukjizat nabi Adam a.s. sebagai ayah seluruh nabi dan pembuka kantor nubuwah, mengisyaratkan secara jelas pada nilai seluruh kesempurnaan dan kemajuan manusia, mengisyaratkan pada tujuannya yang paling jauh, karena Al-Haq Ta’ala secara makna mengatakan melalui bahasa isyarat ayat ini;
“Wahai anak-anak Adam! Aku mengajarkan seluruh nama benda kepada ayah kalian sebagai bukti ia lebih unggul dari para malaikat terkait pengakuan khilafah di bumi, maka kalian pun harus mempelajari nama seluruh benda, kalian harus menampakkan diri sebagai orang-orang yang unggul di atas seluruh makhluk, karena kalian adalah anak-anak Adam dan para pewaris kesiapan dan kemampuan yang ia miliki.
Jalan terbentang dan terbuka di hadapan kalian agar kalian mencapai tingkatan tertinggi di atas seluruh makhluk di alam raya ini, agar kalian naik ke tingkatan tinggi seperti makhluk-makhluk agung dan besar seperti bumi yang ditundukkan untuk kalian.
Ayo! Bergegaslah, berpeganganlah pada salah satu nama-nama-Ku, lalu naiklah. Namun setan memperdaya ayah kalian sebanyak sekali hingga ia diturunkan ke muka bumi setelah sebelumnya berada di sebuah maqam seperti surga untuk sementara waktu. Maka waspadalah! Jangan sampai kalian mengikuti setan dalam menapaki kemajuan, sehingga kalian menjadikan kemajuan sebagai faktor keruntuhan kalian dari langit hikmah ilahi menuju kesesatan alam. Angkatlah kepala kalian setiap saat ke arah nama-nama-Ku yang indah dan renungkanlah. Jadikan ilmu dan kemajuan kalian sebagai tangga untuk naik ke langit hikmah itu, hingga kalian naik ke nama-nama rabbani-Ku yang merupakan hakikat, sumber ilmu dan segala kesempurnaan kalian, lalu kalian akan melihat Rabb dengan hati melalui kaca mata nama-nama itu.
Sebuah noktah penting dan rahasia besar;
Di balik pemberitahuan dan ungkapan ayat luar biasa ini;
وَعَلَّمَ اٰدَمَ الْاَسْمَاۤءَ كُلَّهَا
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya,” (QS. Al-Baqarah: 31) dimana seluruh kesempurnaan ilmiah, kemajuan seni dan ilmu, hal-hal luar biasa, dan kreasi dengan tanda “pengajaran nama-nama segala benda,” diraih dan dicapai manusia dari sisi segala kesiapannya nan menyeluruh, terdapat sebuah simbol luhur dan lembut sebagai berikut;
156. Page
Setiap kesempurnaan, ilmu, kemajuan, dan seni memiliki hakikat tinggi, dan hakikat tersebut bersandar pada salah satu nama-nama ilahi. Ilmu, seni, kesempurnaan, dan kreasi tersebut menemukan kesempurnaan dan menjadi hakikat karena bersandar pada nama yang memiliki banyak sekali tirai penutup, penampakan, dan lingkup-lingkup nan beragam. Tanpa itu, semua kesempurnaan, ilmu, dan kemajuan tersebut hanya sebuah bayangan yang tidak sempurna.
Contoh; arsitektur adalah ilmu. Hakikat, titik akhir dan puncak ilmu ini adalah mencapai nama Allah Al-Haq Ta’ala; Al-‘Adl (Maha Adil) dan Al-Muqaddir (Maha menentukan). Pembiasan-pembiasan bijak nama ini nampak pada kaca arsitektur dengan sepenuh keagungannya.
Kedokteran misalnya merupakan ilmu, seni, dan keahlian. Puncak dan hakikat kedokteran bersandar pada nama Al-Hakim (Maha Bijaksana) mutlak dan Asy-Syafi (Maha menyembuhkan). Dengan demikian, kedokteran mencapai kesempurnaan dan menjadi hakikat melalui penampakan-penampakan rahimiyah Al-Hakim Asy-Syafi di dalam obat-obatan yang menyebar di bumi sebagai apotik terbesar-Nya.
Ilmu hikmah segala sesuatu yang membahas hakikat segala wujud; hikmah ini hanya menjadi hikmah hakiki bagi manusia manakala menyaksikan penampakan-penampakan besar nama Allah Al-Hakim di dalam segala sesuatu dan manfaat-manfaatnya, juga ketika mencapai dan bersandar pada nama itu.
Tanpa itu, hikmah akan berubah menjadi kebohongan, omong kosong, dan pemutarbalikan kata tanpa makna. Atau menjurus pada kesesatan seperti filsafat naturalisme. Silahkan Anda ambil tiga contoh ini, lalu silahkan Anda analogikan dengan seluruh kesempurnaan dan disiplin ilmu lain.
Melalui ayat di atas, Al-Qur'an mengisyaratkan dengan jari ke titik paling tinggi, batasan paling jauh, dan tingkatan puncak yang jauh meninggalkan manusia dalam kemajuannya saat ini, dan menepukkan tangan dorongan ke punggungnya guna mencapai tingkatan-tingkatan itu sambil berkata, “Ayo, majulah ke depan!”
Cukup sampai di sini saja penjelasan tentang batu berharga dari simpanan besar ayat di atas, dan kita tutup pintu ini.
Contoh lain; Al-Qur'anul Hakim adalah mukjizat terbesar Muhammad Saw., penutup kantor nubuwah, pemimpin seluruh nabi dimana seluruh mukjizat para nabi merupakan satu mukjizat bagi risalah beliau, sebagai inti kebanggaan alam raya, seluruh tingkatan nama-nama segala benda yang Allah ajarkan kepada Adam secara garis besar, nampak pada beliau secara rinci, yang membelah bulan kala menunjukkan jari beliau ke atas dengan pengagungan, memancarkan air laksana telaga Kautsar dari jari beliau kala beliau tundukkan dengan keindahan, beliau dibenarkan dan dikuatkan dengan ribuan mukjizat.
Al-Qur'an mengalihkan perhatian manusia dan jin pada salah satu sisi mukjizat abadi nan paling jelas dan terang ini melalui serangkaian ayat-ayatnya nan jelas, seperti ayat berikut;
قُلْ لَّىِٕنِ اجْتَمَعَتِ الْاِنْسُ وَالْجِنُّ عَلٰٓى اَنْ يَّأْتُوْا بِمِثْلِ هٰذَا الْقُرْاٰنِ لَا يَأْتُوْنَ بِمِثْلِهٖ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيْرًا
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa Al-Qur'an ini, niscaya mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun sebagian mereka menjadi pembantu bagi sebagian yang lain’,” (QS. Al-Isra`: 88) yang kefasihannya mengungkapkan dan menunjukkan seputar kebenaran dan hakikat yang menjadi sisi kemukjizatan Al-Qur'an paling terang, fasih tutur kata dan ungkapannya, lengkap maknanya, tinggi dan manis gaya bahasanya, menyentuh senar-senar seluruh
157. Page
manusia dan jin nan peka, membangkitkan kerinduan pada para wali-Nya dan menentang para musuh-Nya, menuntun mereka semua dengan cinta, dorongan dan anjuran untuk membuat kata-kata seperti Al-Qur'an dan meniru kalamnya, meletakkan mukjizat tersebut di hadapan pandangan seluruh manusia, seakan satu-satunya tujuan kedatangan manusia di dunia ini adalah menjadikan mukjizat ini sebagai tujuan dan aturan, menatap ke arah tujuan itu lalu berjalan dengan panduan ilmu dan keterangan menuju hasil penciptaan manusia.
Kesimpulan;
Mukjizat para nabi mengisyaratkan kreasi yang luar biasa. Mukjizat Adam a.s. mengisyaratkan kepada catalog hal-hal luar biasa dan kesempurnaan berbagai ilmu dan seni secara garis besar. Terlebih mukjizat ini mengisyaratkan asas kreasi dan mendorong ke arah itu.
Sementara Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang merupakan mukjizat terbesar Rasul mulia Saw., nampak bahwa di dalamnya terdapat penjelasan rinci hakikat pengajaran segala nama benda, menjelaskan tujuan-tujuan berbagai ilmu dan seni secara benar yang merupakan kebenaran dan hakikat, kesempurnaan-kesempurnaan dan kebahagiaan dunia-akhirat secara gamblang, mendorong manusia ke sana melalui banyak sekali dorongan dan anjuran.
Dengan demikian, Al-Qur'an menuntun dan memberikan pemahaman melalui cara sebagai berikut;
Wahai manusia! Tujuan tertinggi keberadaan alam raya ini adalah ubudiyah menyeluruh manusia terhadap penampakan rububiyah, dan tujuan tertinggi manusia adalah mencapai ubudiyah itu dengan ilmu dan segala kesempurnaan.
Al-Qur'an melalui isyarat menjelaskan bahwa manusia di akhir-akhir masa hidup akan menghadap sepenuhnya pada ilmu dan seni, seluruh kekuatannya akan bersumber dari ilmu. Sementara hikmah dan kekuatan akan dikendalikan oleh ilmu.
Selanjutnya, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan melalui pemaparan kefasihan bahasa yang disampaikan berulang kali, mengisyaratkan bahwa balaghah dan kefasihan merupakan ilmu dan seni yang paling bersinar terang. Dengan segala jenisnya, kedua disiplin ilmu ini akan menjadi barang paling laris di akhir zaman. Bahkan, orang-orang akan membuat senjata paling tajam dari kefasihan bahasa, akan membuat kekuatan paling kokoh dari kefasihan bahasa untuk meyakinkan orang lain melalui pemikiran, dan membuat mereka menerima dan melaksanakan putusan-putusan yang disampaikan.
Kesimpulannya, masing-masing di antara sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an merupakan kunci bagi simpanan-simpanan segala kesempurnaan dan pendaman-pendaman ilmu. Kalau Anda ingin naik, mencapai langit Al-Qur'an dan bintang ayat-ayatnya, maka jadikanlah duapuluh kalimat sebelumnya sebagai tangga dengan duapuluh pijakan, lalu silahkan Anda naik. Dengan kalimat-kalimat itu, pandanglah hakikat-hakikat ilahi dan hakikat-hakikat segala yang mungkin.
Kesimpulan akhir;
Mengingat ayat-ayat yang membicarakan tentang para nabi memiliki gaya bahasa yang mengisyaratkan seakan menggariskan batasan-batasan paling jauh dari kemajuan yang diraih manusia pada saat ini dengan memberikan semacam isyarat ke sana.
158. Page
Mengingat petunjuk berbagai makna yang terdapat pada setiap ayat benar-benar nyata dan bahkan disepakati, mengingat ada perintah-perintah mutlak untuk mengikuti dan meneladani para nabi, maka dapat dikatakan bahwa melalui petunjuk isyarat, ayat-ayat tersebut menunjukkan kreasi dan ilmu-ilmu paling urgen umat manusia, serta mendorong ke sana, di samping petunjuk makna-makna nan tegas yang tertera dalam ayat-ayat sebelumnya.
Dua jawaban penting untuk dua pertanyaan penting;
Pertanyaan pertama;
Jika Anda berkata; karena Al-Qur'an turun untuk manusia, kenapa tidak secara tegas menyebut keajaiban-keajaiban peradaban sebagai hal paling penting di mata mereka. Kenapa hanya memberikan simbol yang tertutup, isyarat samar dan tidak jelas, serta penjelasan yang lemah?
Jawab;
Karena keajaiban-keajaiban peradaban umat manusia tidak patut dibicarakan dalam Al-Qur'an lebih dari batas di atas, mengingat tugas utama Al-Qur'an adalah mengajarkan segala kesempurnaan lingkup dan kondisi-kondisi rububiyah, tugas-tugas lingkup ubudiyah dan sekitarnya.
Dengan demikian, bagian dari keajaiban-keajaiban manusia pada dua lingkup tersebut hanya sebatas simbol lemah dan isyarat samar saja, karena jika keajaiban-keajaiban peradaban manusia menuntut hak dalam lingkup rububiyah, tentu hanya akan mendapat bagian yang sangat sedikit.
Contoh; andaikan pesawat terbang buatan manusia berkata kepada Al-Qur'an, “Berikan saya hak untuk berbicara dan tempat di dalam ayat-ayatmu.” Maka tidak diragukan bahwa pesawat-pesawat terbang lingkup rububiyah seperti bintang, bumi, dan bulan akan berkata atas nama Al-Qur'an, “Tidak mungkin kau mendapat tempat di sini selain sebesar ukuranmu.”
Andaikan kapal selam-kapal selam buatan manusia meminta tempat yang sama di antara ayat-ayat Al-Qur'an, maka kapal selam-kapal selam dalam lingkup rububiyah, maksudnya bumi dan bintang-bintang yang berlayar di samudera udara dan lautan gas akan menolaknya sembari berkata, “Tempatmu di sini terlalu kecil, hampir tak terlihat.”
Andaikan lampu-lampu listrik nan mirip bintang-bintang terang itu menuntut hak untuk berbicara di dalam Al-Qur'an dan masuk di antara ayat-ayat, maka lampu-lampu listrik di alam lingkup rububiyah seperti matahari, meteor, bintang, dan lampu-lampu yang menghiasi wajah langit akan berkata kepadanya, “Kau tidak berhak dibahas dan dijelaskan melainkan hanya seukuran cahayamu saja.”
Andaikan keajaiban-keajaiban peradaban meminta hak-haknya dan meminta tempat di antara ayat-ayat Al-Qur'an dalam kapasitasnya sebagai kreasi rumit, saat itu seekor lalat akan berkata, “Diamlah kamu! Kau tidak punya hak meski hanya seukuran sayapku, karena andaipun seluruh kreasi rumit yang pada padamu disatukan semuanya, lengkap dengan seluruh perangkat-perangkat nan sensitif dan rumit yang ditemukan melalui kehendak kecil manusia, tentu tidak mungkin menjadi suatu keajaiban laksana ciptaan rumit dan perangkat-perangkat sensitif yang ada di dalam
159. Page
tubuh kecilku ini, karena ayat berikut akan membuat kalian diam tanpa mampu menjawab;
اِنَّ الَّذِيْنَ تَدْعُوْنَ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ لَنْ يَّخْلُقُوْا ذُبَابًا وَّلَوِ اجْتَمَعُوْا لَهٗ ۗوَاِنْ يَّسْلُبْهُمُ الذُّبَابُ شَيْـًٔا لَّا يَسْتَنْقِذُوْهُ مِنْهُۗ ضَعُفَ الطَّالِبُ وَالْمَطْلُوْبُ
‘Sesungguhnya segala yang kamu seru selain Allah tidak dapat menciptakan seekor lalat pun, walaupun mereka bersatu untuk menciptakannya. Dan jika lalat itu merampas sesuatu dari mereka, mereka tidak akan dapat merebutnya kembali dari lalat itu. Sama lemahnya yang menyembah dan yang disembah’.” (QS. Al-Hajj: 73)
Selanjutnya, jika keajaiban-keajaiban peradaban tersebut pergi menuju lingkup rububiyah dan menuntut haknya, tentu akan mendapatkan jawaban berikut;
“Hubungan kalian dengan kami sangat kecil sekali. Kau tidak mungkin memasuki lingkup kami dengan mudah, karena program kami adalah; dunia adalah negeri jamuan, dan manusia tinggal di sana untuk sementara waktu saja. Dengan demikian, manusia adalah tamu yang punya banyak tugas. Dibebankan untuk melaksanakan banyak sekali kewajiban penting untuk kehidupan abadi dalam usia nan pendek.
Dalam rentang waktu usia sependek itu, manusia harus mempersembahkan amalan paling penting dan paling wajib. Namun kalian nampaknya –berdasarkan keajaiban-keajaiban peradaban- dibuat dengan motif cinta dunia di bawah tirai kelalaian oleh orang-orang yang menilai dunia fana ini sebagai tempat menetap abadi.
Oleh karenanya, bagian kalian dari ubudiyah yang dibangun di atas asas prinsip mencari dan menjaga kebenaran, di atas prinsip memikirkan akhirat, sangat minim sekali. Andaipun di antara kalian ada di belakang kalian ada para ahli seni mulia atau penemu yang mendapat ilham, mereka ini hanya kalangan minoritas. Demikian halnya orang-orang yang bekerja demi kepentingan hamba-hamba Allah, demi kepentingan dan kenyamanan bersama, serta demi kesempurnaan kehidupan sosial, juga hanya sedikit.
Simbol dan isyarat-isyarat Al-Qur'an ini sudah cukup mendorong orang-orang yang memiliki perasaan tajam untuk berusaha, bekerja, dan menghargai keahlian-keahlian yang mereka punya.
Pertanyaan kedua;
Jika Anda berkata; tidak tersisa lagi apapun syubhat dalam diri saya setelah mendapat semua penjelasan dan tahqiq ini. Anda benar bahwa di dalam Al-Qur'an terdapat serangkaian isyarat dan simbol keajaiban-keajaiban peradaban, bahkan hingga batasannya yang paling jauh, terlebih terkait hakikat-hakikat lain. Di dalam Al-Qur'an terdapat penjelasan segala yang diperlukan manusia untuk kebahagiaan dunia-akhirat sesuai nilai si manusia itu sendiri. Namun kenapa Al-Qur'an tidak secara tegas menyebutnya agar orang-orang kafir terpaksa harus percaya, di samping agar hati kami menjadi tenang?
Jawab;
Agama dan taklif ilahi adalah ujian untuk membedakan antara ruh nan tinggi dan ruh nan rendah di arena pacuan. Seperti halnya bahan mentah dibakar untuk membedakan antara intan dan arang, antara emas dan tanah. Seperti itu pula taklif-taklif ilahi di dunia ini merupakan ujian dan dorongan untuk berlomba guna
160. Page
membedakan antara batu-batu berharga yang ada di dalam kesiapan manusia dengan bahan-bahan tiada guna.
Mengingat Al-Qur'an turun di negeri ujian ini sebagai suatu ujian untuk menyempurnakan manusia di arena pacuan, maka tidak diragukan bahwa Al-Qur'an akan memberikan isyarat semata pada hal-hal duniawi ini secara gaib yang akan terlihat jelas bagi siapapun juga pada masa depan, akan membuka pintu bagi akal hingga menegaskan hujah baginya. Andai Al-Qur'an secara jelas menyebut hal-hal duniawi ini, tentu rahasia taklif rusak belaka, dan tentu menjadi hal-hal yang sudah pasti, misalkan menempelkan tulisan la ilaha illallah secara jelas pada bintang-bintang di wajah langit, saat itu suka ataupun tidak seluruh manusia percaya dan beriman, tidak ada lagi perlombaan, dan tentu saja tidak ada bedanya antara ruh seperti arang dengan ruh seperti intan.
Kesimpulan;
Al-Qur'anul Hakim bijaksana, memberikan maqam pada segala sesuatu sesuai nilainya.
Al-Qur'an melihat hasil kemajuan ilmiah dan kreasi manusia yang tersembunyi di dalam kegelapan-kegelapan masa depan sejak 1300 tahun silam sebelum semuanya terjadi, memperlihatkannya kepada kita dalam bentuk lebih baik dari yang kita lihat dan yang akan kita lihat.
Dengan demikian, Al-Qur'an adalah kalam Zat yang melihat seluruh zaman lengkap dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya dalam saat yang bersamaan. Inilah kilau kemukjizatan Al-Qur'an nan berkelip di wajah mukjizat para nabi.
Ya Allah! Buatlah kami memahami rahasia-rahasia Al-Qur'an, berilah kami pertolongan untuk mengabdi padanya di setiap waktu
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْم
“Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sungguh, Engkaulah Yang Maha Mengetahui, Mahabijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami melakukan kesalahan.” (QS. Al-Baqarah: 286)
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat, berkah, dan muliakanlah junjungan serta maula kami Muhammad, hamba, nabi, dan rasul-Mu, nabi ummi.
Limpahkanlah pula kepada keluarga, para sahabat, istri-istri dan keturunan beliau. Limpahkanlah pula kepada para nabi dan rasul,
para malaikat yang didekatkan, para wali, dan orang-orang shalih; rahmat terbaik, kesejahteraan paling suci, dan berkah paling berkembang sebanyak bilangan surah, ayat, kata, makna, isyarat, simbol, dan petunjuk-petunjuk Al-Qur'an.
161. Page
Ampunilah kami, rahmatilah kami, sayangilah kami, wahai Tuhan kami, wahai Pencipta kami dengan setiap doa shalawat, dengan rahmat-Mu wahai Maha Penyayang di antara para penyayang
Segala puji hanya bagi Allah, Rabb seluruh alam. Amin.
162. Page
Penjelasan Tambahan Ketiga;
Kalimat Keduabelas
بسم الله الرحمن الرحيم
وَمَنْ يُّؤْتَ الْحِكْمَةَ فَقَدْ اُوْتِيَ خَيْرًا كَثِيْرًا ۗ
“Barangsiapa diberi hikmah, sesungguhnya dia telah diberi kebaikan yang banyak.” (QS. Al-Baqarah: 269)
Bagian ini berisi perbandingan secara garis besar antara hikmah suci Al-Qur'anul Hakim dan hikmah filsafat. Berisi intisari singkat pelajaran yang disampaikan hikmah Al-Qur'an kepada kehidupan pribadi dan sosial umat manusia. Dan isyarat terkait keutamaan Al-Qur'an di atas seluruh kalimat ilahi dan seluruh perkataan lain.
Di dalam kalimat ini terdapat empat asas.
Asas pertama;
Lihatlah perbedaan antara hikmah Al-Qur'an dan hikmah ilmu-ilmu pengetahuan melalui kacamata kisah perumpamaan berikut;
Suatu hari, seorang hakim ternama, taat beragama, punya keahlian dan kreasi hendak menulis Al-Qur'an dengan khath yang laik dengan kesucian yang ada pada makna-maknanya, sesuai dengan kemukjizatan yang ada pada kata-katanya, dan memberinya pembungkus luar biasa dan menawan.
Si hakim pengukir ini menulis Al-Qur'an dalam bentuk yang sangat menakjubkan. Ia menggunakan berbagai batu berharga dan mulia dalam penulisan ini. Untuk mengisyaratkan keragaman hakikat-hakikat Al-Qur'an, ia menggunakan sebagian huruf-huruf timbul dengan intan dan zamrud, sebagian lainnya menggunakan permata dan batu akik, sebagian lainnya dengan batu parlente dan merjan, dan sebagian lainnya menggunakan emas dan perak.
Ia merias dan mengukir kata-kata Al-Qur'an dalam bentuk yang membuat siapapun berdecak kagum saat melihatnya, entah mereka bisa baca-tulis ataupun tidak. Keindahan tersebut, khususnya di mata ahli hakikat, menjadi hadiah begitu berharga karena mengisyaratkan makna keindahan dan hiasan nan begitu lembut yang ada di dalamnya.
Si hakim ini selanjutnya memperlihatkan Al-Qur'an indah itu kepada seorang filosof Eropah dan seorang ilmuan muslim. Untuk menguji dan memberi penghargaan, si hakim berkata kepada keduanya;
“Masing-masing dari kalian berdua hendaknya menulis sebuah kitab seputar hikmah ini!”
Si filosof terlebih dulu menulis sebuah kitab seputar topik ini, lalu setelah itu disusul si ilmuan muslim. Hanya saja kitab karya si filosof membicarakan tentang ukiran huruf-huruf, hubungan huruf-huruf satu sama lain, bentuk, karakteristik-karakteristik batu berharga dan memberikan penjelasan terkait hal-hal tersebut saja tanpa menyinggung makna, karena orang Eropah ini sama sekali tidak dapat membaca aksara Arab. Bahkan ia tidak tahu Al-Qur'an indah itu sebuah kitab, dan tulisan tersebut punya makna. Ia hanya memandangnya sebagai hadiah seni nan berukir indah saja.
163. Page
Meski tidak bisa bahasa Arab, namun ia seorang arsitek unggul, pelukis cekatan, ahli kimia, dan ahli pembentuk batu berharga. Dia ini menulis kitab tersebut sesuai profesi, pekerjaan, dan seni yang ia kuasai.
Sementara si ilmuan muslim saat melihat tulisan tersebut, ia tahu tulisan tersebut adalah kitab yang nyata dan Al-Qur'an nan penuh hikmah. Si ilmuan nan mencintai kebenaran ini tidak terlalu memperdulikan hiasan luar, dan tidak terlalu memikirkan ukiran huruf-huruf. Tapi ia memikirkan sesuatu yang sejuta kali lebih luhur, berharga, lembut, mulia, bermanfaat, dan lebih lengkap dari hal-hal yang sibuk dipikirkan si filosof Eropah tersebut.
Ia kemudian mengarang tafsir berharga, membahas tentang hakikat-hakikat suci dan cahaya rahasia-rahasia di balik tirai ukiran huruf-huruf tersebut.
Setelah itu masing-masing di antara keduanya menyerahkan kitab karyanya kepada si hakim yang punya kedudukan itu. Hakim lebih dulu mengambil kitab karya filosof dan membacanya. Hakim tahu bahwa si filosof yang kagum pada diri sendiri dan menyembah alam itu sudah bekerja maksimal. Hanya saja ia tidak menulis sedikit pun tentang hikmah hakiki dari kitab tersebut, tidak memahami sedikitpun maknanya. Bahkan, ia lebih mengacaukan, mencampuraduk, dan memperlakukannya secara tidak baik. Bahkan, si filosof juga bersikap tidak sopan pada kitab tersebut, karena dikiranya Al-Qur'an yang merupakan sumber segala hakikat itu hanya ukiran tanpa makna. Sehingga ia menghinanya dengan menuduh makna di dalamnya tidak berarti. Imbasnya, si hakim memukul filosof tersebut dengan buku karyanya itu dan mengusirnya keluar dari kantor.
Setelah itu si hakim membaca kitab si ilmuan muslim nan meneliti dan mencintai kebenaran itu. Hakim tahu, kitab tersebut adalah tafsir yang sangat bernilai dan berguna, karangan bijak dan lurus. Hakim memberikan ucapan selamat kepadanya sambil berkata, “Bagus. Semoga Allah memberkahimu.
Inilah yang disebut hikmah. Penulis kitab ini benar-benar orang berilmu dan bijak. Orang kedua ini adalah seniman dan pencipta yang melampaui batasannya.”
Setelah itu si hakim memerintahkan agar si ilmuan muslim itu diberi sepuluh dirham emas dari simpanan hartanya yang tiada pernah habis sebagai upah dari setiap huruf dalam kitab karyanya.
Jika Anda sudah memahami kisah perumpamaan ini, silahkan Anda perhatikan juga agar melihat wajah hakikat berikut;
Al-Qur'an indah berhias itu adalah alam raya nan menawan ini. Hakim itu adalah Al-Hakim azali. Salah satu dari kedua orang itu (orang Eropah maksudnya) adalah filsafat dan para filosof. Sementara orang yang satunya lagi adalah Al-Qur'an dan murid-muridnya.
Ya, Al-Qur'anul Hakim adalah penafsir Al-Qur'an agung paling luhur –maksudnya alam raya- dan penerjemahnya yang paling fasih.
Ya, Al-Furqan itulah yang mengajarkan ayat-ayat takwiniyah yang ditulis dengan pena kuasa di atas lembaran-lembaran alam raya dan kertas-kertas waktu kepada jin dan manusia. (Al-Qur'an) memandang seluruh wujud –yang masing-masing huruf di antaranya memiliki makna tersendiri- dengan makna harfiah. Maksudnya memandang seluruh wujud demi Sang Pencipta dan berkata, “Alangkah indah sekali ciptaan-Nya! Betapa elok petunjuknya akan keindahan ciptaan-Nya!” Sehingga keindahan hakiki alam raya pun nampak.
164. Page
Adapun filsafat yang merupakan ilmu hikmah –menurut pernyataan mereka – tenggelam dalam hiasan huruf dan wujud dalam kaitan satu sama lain, hingga akhirnya tidak sadarkan diri dan tersesat dari jalan hakikat. Padahal seharusnya huruf-huruf kitab besar ini dilihat dengan makna harfiah, maksudnya karena Allah. Filsafat tidak mau melakukan itu, tapi melihatnya dengan makna kata. Maksudnya memandang seluruh wujud demi wujud itu sendiri, membicarakannya dalam bentuk seperti itu, sambil mengatakan, “Alangkah indahnya!” bukanya, “Alangkah indah ciptaan-Nya!”
Dengan demikian, filsafat justru membuat kitab alam raya ini buruk, menghina seluruh wujud, dan membuat semuanya mengeluh.
Ya, filsafat atheis pandai memutar-balik kata dan tidak nyata, di samping menghina seluruh wujud.
Asas kedua;
Perbandingan antara pendidikan akhlak yang diberikan hikmah Al-Qur'an kepada kehidupan pribadi, dan pelajaran yang disampaikan hikmah filsafat;
Murid tulus filsafat adalah Fir’aun. Hanya saja Fir’aun yang ini hina dan menyembah benda paling tidak berharga demi kepentingan pribadi, dan menjadikan segala sesuatu yang bermanfaat sebagai tuhan.
Si murid atheis ini membangkang. Hanya saja ia malang, menerima kehinaan tanpa batas hanya demi satu kenikmatan. Ia pembangkang hina yang rela mencium kaki orang-orang seperti setan demi satu kepentingan yang hina.
Si murid atheis ini terpedaya dan semena-mena. Hanya saja ia tinggi hati, terpedaya, dan lemah sekali, karena di dalam hatinya tidak ada titik sandar.
Selanjutnya, si murid ini penyembah kepentingan dan hanya memikirkan diri sendiri, karena ia egois dan penyusup yang hanya mencari kepentingan-kepentingan pribadi di antara kepentingan-kepentingan umat. Yang dipikirkan hanya memenuhi segala keinginan jiwa, perut, dan kemaluan.
Berbeda dengan murid tulus hikmah Al-Qur'an. Ia adalah seorang hamba, namun derajatnya terangkat tinggi, jauh dari penyembahan terhadap makhluk paling besar sekalipun. Ia adalah seorang hamba mulia yang tidak menjadikan kepentingan terbesar seperti surga misalnya sebagai tujuan ibadah.
Selanjutnya, ia adalah murid yang rendah hati, lemah lembut, dan murah hati. Hanya menundukkan diri kepada Sang Pencipta dalam lingkup izin-Nya.
Selanjutnya, ia miskin dan lemah. Ia menyadari kemiskinan dan kelemahan diri. Namun ia tidak memerlukan apapun karena Sang Raja Nan Maha Mulia sudah menyediakan kekayaan akhirat untuknya. Ia kuat karena bersandar pada kuasa tanpa batas milik Tuannya.
Selanjutnya, ia bekerja dan bersungguh-sungguh demi menggapai wajah dan ridha Allah. Juga untuk mencapai segala keutamaan semata.
Seperti itulah yang dipahami dari pelajaran yang diberikan kedua hikmah tersebut dengan membuat perbandingan di antara dua murid di atas.
165. Page
Asas ketiga;
Pendidikan yang diberikan hikmah filsafat dan hikmah Al-Qur'an bagi kehidupan sosial umat manusia.
Hikmah filsafat menilai kekuatan sebagai titik sandar dalam kehidupan sosial, bertujuan untuk mencapai kepentingan, dan menjadikan persaingan sebagai aturan hidup.
Filsafat meyakini bahwa rasial dan nasionalisme negatif menjadi ikatan kelompok. Di antara tujuannya adalah bermain-main untuk memenuhi keinginan jiwa dan meningkatkan kebutuhan-kebutuhan umat manusia.
Padahal seperti diketahui, kekuatan umumnya melampaui batas. Kepentingan umumnya mengundang persaingan, mengingat kepentingan tidak dapat memenuhi segala keinginan. Aturan persaingan umumnya pertarungan. Rasial umumnya pelanggaran, karena semua unsur ini menguat dengan menelan orang lain.
Peradaban seperti ini –sebagai imbas dari aturan-aturannya dengan kebaikan-kebaikan yang ada- hanya memberikan kebahagiaan secara formalitas dan lahiriah semata pada duapuluh persen umat manusia, dan mendorong delapanpuluh persen lainnya menuju kesengsaraan dan kemiskinan.
Sementara menurut hikmah Al-Qur'an, kebenaran dinilai sebagai titik sandar, bukannya kekuatan. Menjadikan nilai keutamaan dan ridha ilahi sebagai tujuan, bukannya kepentingan. Menjadikan aturan kerjasama sebagai asas kehidupan, bukannya aturan persaingan. Menerima ikatan agama, golongan, dan tanah air sebagai ikatan kebersamaan, bukannya ikatan rasial ataupun nasionalisme. Bertujuan membendung segala pelanggaran ilegal atas dasar dorongan jiwa. Mendorong ruhani untuk menggapai hal-hal tinggi, memenuhi segala perasaan ruhani nan luhur, mendorong umat manusia menuju kesempurnaan-kesempurnaan insani hingga menjadi manusia sebenarnya.
Kebenaran umumnya disepakati. Nilai-nilai utama umumnya didukung. Kerjasama umumnya berupaya untuk membantu orang lain. Agama umumnya memicu persaudaraan dan daya tarik. Mengekang nafsu amarah umumnya mendorong ruhani untuk menggapai segala kesempurnaan dan kebahagiaan dunia-akhirat.
Asas keempat;
Jika Anda ingin memahami keluhuran Al-Qur'an di antara seluruh kalimat-kalimat ilahi dan keunggulannya di atas seluruh perkataan-perkataan lain, silahkan Anda perhatikan dua perumpamaan berikut;
Pertama;
Sultan memiliki dua jenis dan cara percakapan. Salah satunya melalui telepon pribadi dengan orang biasa di antara para rakyat seputar masalah kecil dan keperluan pribadi. Yang kedua melalui salah seorang utusan atau salah seorang pegawai besarnya atas nama kesultanan dan khilafah besar dengan cara pandang nan bijak dan menyeluruh untuk menyampaikan pengumuman, menyebarkan perintah ke segala penjuru, dan berbicara dengannya melalui firman luhur yang menampakkan keagungan dan keindahannya.
Kedua;
Seseorang memegang cermin yang di arahkan ke matahari. Cermin ini mendapatkan cahaya dan sinar yang berisi tujuh warna sesuai ukuran lebar cermin
166. Page
tersebut. Cermin tersebut akhirnya punya hubungan dengan matahari melalui kaitan ini dan berbincang dengannya.
Apabila ia mengarahkan cermin itu ke rumahnya yang gelap atau ke tamannya yang tertutup atap, ia dapat memanfaatkan cahaya matahari tersebut bukan sesuai nilai matahari, tapi sesuai kemampuan cermin tersebut.
Seseorang membuka jendela-jendela rumah atau atap tamannya, membuka jalan menuju matahari yang ada di langit, berbicara dengan cahaya abadi matahari hakiki, berbisik kepada matahari dengan bisikan penuh dengan ucapan rasa syukur melalui bahasa kondisional, “Wahai mentari nan lembut, wahai ratu keindahan dunia, wahai kelembutan langit, wahai Zat yang menjadikan bumi bersinar karena cahaya-Mu, yang memberikan senyum dan kebahagiaan pada wajah-wajah bunga.”
Sementara orang sebelumnya, si pemilik cermin, tidak dapat mengucapkan kata-kata seperti ini, karena pengaruh pantulan sinar matahari terbatas oleh batasan cermin.
Oleh karenanya, pandanglah Al-Qur'an melalui kacamata kedua perumpamaan ini agar Anda melihat kemukjizatannya dan mengetahui kesuciannya.
Ya, Al-Qur'an mengatakan;
وَلَوْ اَنَّ مَا فِى الْاَرْضِ مِنْ شَجَرَةٍ اَقْلَامٌ وَّالْبَحْرُ يَمُدُّهٗ مِنْۢ بَعْدِهٖ سَبْعَةُ اَبْحُرٍ مَّا نَفِدَتْ كَلِمٰتُ اللّٰهِ ۗاِنَّ اللّٰهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
“Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah (kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat Allah. Sesungguhnya Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Luqman: 27)
Alasan kenapa Al-Qur'an diberi maqam tertinggi di antara seluruh kata-kata tanpa batas adalah karena Al-Qur'an datang dari nama paling agung, dari tingkatan nama paling agung bagi setiap al-asma`ul husna. Al-Qur'an adalah kalam Allah dalam kapasitas-Nya sebagai Rabb seluruh alam, firman Allah dalam kapasitas-Nya sebagai Tuhan seluruh wujud, khitab Allah dalam kapasitas-Nya sebagai Pencipta langit dan bumi, pembicaraan Zat dari sisi rububiyah mutlak, khutbah azali kekuasaan menyeluruh subhani, buku lirikan-lirikan rahmani dari sisi rahmat nan luas dan menyeluruh, kumpulan korespondensi yang bagian awalnya berisi simbol dan terkadang mata senjata, kitab suci nan memancarkan hikmah yang turun dari cakupan nama paling agung yang menatap ke segala sesuatu yang diliputi Arsy terbesar, memeriksa dan mengawasi semuanya.
Karena rahasia inilah Al-Qur'an menyandang tanda sebagai kalam Allah dengan sepenuh kelayakan.
Adapun kata-kata ilahi lainnya, sebagian di antaranya berupa kalam yang nampak dengan pertimbangan tersendiri, tanda kecil, dengan penampakan kecil untuk sebuah nama khusus di antara al-asma`ul husna, dengan rububiyah, kekuasaan, dan rahmat khusus, dengan tingkatan berbeda dari sisi kekhususan dan cakupan yang menyeluruh. Sebagian besar ilham-ilham berasal dari bagian ini, namun dengan tingkatan yang berbeda secara signifikan.
Contoh; ilham-ilham yang paling bersifat parsial dan sederhana adalah ilham hewan, berikutnya ilham kalangan awam, berikutnya ilham kalangan malaikat awam, berikutnya ilham para wali, selanjutnya ilham para tokoh malaikat.
Berdasarkan rahasia inilah seorang wali Allah yang bermunajat kepada Rabb melalui hati berkata, “Hatiku bercerita kepadaku dari Rabbku,” bukan mengatakan, “Hatiku bercerita kepadaku dari Rabb seluruh alam.” Dan berkata, “Hatiku adalah
167. Page
cermin Rabbku dan Arsy-Nya,” bukan mengatakan, “Hatiku adalah cermin Rabbku dan Arsy Rabb seluruh alam,” karena hati dapat menjadi pembias khitab sesuai kadar kemampuannya untuk menyingkap hampir 70 ribu tabir penghalang.
Seperti halnya firman Sang Sultan dari sisi kesultanan besar-Nya nampak begitu tinggi dan luhur dari sisi pembicaraan kecil bersama orang biasa. Seperti halnya manfaat yang didapatkan dari luapan cahaya matahari di langit jauh lebih besar dari manfaat yang didapatkan dari pantulan sinar matahari di cermin, seperti itu juga Al-Qur'an unggul di atas seluruh kata dan kitab berdasarkan kaitan ini.
Kitab-kitab suci dan lembaran-lembaran samawi unggul di atas seluruh kata –setelah Al-Qur'an- sesuai tingkatan-tingkatannya, memiliki bagian rahasia keunggulan yang diisyaratkan. Andai seluruh kata-kata indah jin dan manusia yang tidak bersumber dari Al-Qur'an disatukan, tentu tidak mampu mencapai tingkat kesucian Al-Qur'an, dan tidak dapat menjadi padanannya.
Jika Anda ingin memahami bahwa Al-Qur'an bersumber dari nama paling agung dan dari tingkatan nama paling setiap al-asma`ul husna, maka silahkan Anda perhatikan ungkapan-ungkapan menyeluruh nan luhur ayat-ayat berikut:
اَللّٰهُ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ اَلْحَيُّ الْقَيُّوْمُ ەۚ لَا تَأْخُذُهٗ سِنَةٌ وَّلَا نَوْمٌۗ لَهٗ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَمَا فِى الْاَرْضِۗ مَنْ ذَا الَّذِيْ يَشْفَعُ عِنْدَهٗٓ اِلَّا بِاِذْنِهٖۗ يَعْلَمُ مَا بَيْنَ اَيْدِيْهِمْ وَمَا خَلْفَهُمْۚ وَلَا يُحِيْطُوْنَ بِشَيْءٍ مِّنْ عِلْمِهٖٓ اِلَّا بِمَا شَاۤءَۚ وَسِعَ كُرْسِيُّهُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَۚ وَلَا يَـُٔوْدُهٗ حِفْظُهُمَاۚ وَهُوَ الْعَلِيُّ الْعَظِيْمُ
“Allah, tidak ada tuhan selain Dia. Yang Mahahidup, Yang terus menerus mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Milik-Nya apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. Tidak ada yang dapat memberi syafaat di sisi-Nya tanpa izin-Nya. Dia mengetahui apa yang di hadapan mereka dan apa yang di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui sesuatu apa pun tentang ilmu-Nya melainkan apa yang Dia kehendaki. Kursi-Nya meliputi langit dan bumi. Dan Dia tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Dia Mahatinggi, Mahabesar.” (QS. Al-Baqarah: 255)
قُلِ اللّٰهُمَّ مٰلِكَ الْمُلْكِ تُؤْتِى الْمُلْكَ مَنْ تَشَاۤءُ وَتَنْزِعُ الْمُلْكَ مِمَّنْ تَشَاۤءُۖ وَتُعِزُّ مَنْ تَشَاۤءُ وَتُذِلُّ مَنْ تَشَاۤءُ ۗ بِيَدِكَ الْخَيْرُ ۗ اِنَّكَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Katakanlah, ‘Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu ‘.” (QS. Ali ‘Imran: 26)
وَعِنْدَهٗ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَآ اِلَّا هُوَۗ وَيَعْلَمُ مَا فِى الْبَرِّ وَالْبَحْرِۗ وَمَا تَسْقُطُ مِنْ وَّرَقَةٍ اِلَّا يَعْلَمُهَا وَلَا حَبَّةٍ فِيْ ظُلُمٰتِ الْاَرْضِ وَلَا رَطْبٍ وَّلَا يَابِسٍ اِلَّا فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Dan kunci-kunci semua yang gaib ada pada-Nya; tidak ada yang mengetahui selain Dia. Dia mengetahui apa yang ada di darat dan di laut. Tidak ada sehelai daun pun yang gugur yang tidak diketahui-Nya. Tidak ada sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak pula sesuatu yang basah atau yang kering, yang tidak tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” (QS. Al-An’am: 59)
يُغْشِى الَّيْلَ النَّهَارَ يَطْلُبُهٗ حَثِيْثًاۙ وَّالشَّمْسَ وَالْقَمَرَ وَالنُّجُوْمَ مُسَخَّرٰتٍۢ بِاَمْرِهٖٓ ۙاَلَا لَهُ الْخَلْقُ وَالْاَمْرُۗ تَبٰرَكَ اللّٰهُ رَبُّ الْعٰلَمِيْنَ
“Dia menutupkan malam kepada siang yang mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakan-Nya pula) matahari, bulan dan bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada
168. Page
perintah-Nya. Ingatlah, menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Tuhan semesta alam.” (QS. Al-A’raf: 54)
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا “Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra`: 44)
مَا خَلْقُكُمْ وَلَا بَعْثُكُمْ اِلَّا كَنَفْسٍ وَّاحِدَةٍ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
“Menciptakan dan membangkitkan kamu (bagi Allah) hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja (mudah). Sesungguhnya Allah Maha Mendengar, Maha Melihat.” (QS. Luqman: 28)
اِنَّا عَرَضْنَا الْاَمَانَةَ عَلَى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِ وَالْجِبَالِ فَاَبَيْنَ اَنْ يَّحْمِلْنَهَا وَاَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْاِنْسَانُۗ اِنَّهٗ كَانَ ظَلُوْمًا جَهُوْلًاۙ
“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)
يَوْمَ نَطْوِى السَّمَاۤءَ كَطَيِّ السِّجِلِّ لِلْكُتُبِۗ
“(Yaitu) pada hari Kami gulung langit sebagai menggulung lembaran-lembaran kertas.” (QS. Al-Anbiya`: 104)
وَمَا قَدَرُوا اللّٰهَ حَقَّ قَدْرِهٖۖ وَالْاَرْضُ جَمِيْعًا قَبْضَتُهٗ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ وَالسَّمٰوٰتُ مَطْوِيّٰتٌۢ بِيَمِيْنِهٖ ۗسُبْحٰنَهٗ وَتَعٰلٰى عَمَّا يُشْرِكُوْنَ
“Dan mereka tidak mengagungkan Allah sebagaimana mestinya padahal bumi seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari Kiamat dan langit digulung dengan tangan kanan-Nya. Mahasuci Dia dan Mahatinggi Dia dari apa yang mereka persekutukan.” (QS. Az-Zumar: 67)
لَوْ اَنْزَلْنَا هٰذَا الْقُرْاٰنَ عَلٰى جَبَلٍ لَّرَاَيْتَهٗ خَاشِعًا مُّتَصَدِّعًا مِّنْ خَشْيَةِ اللّٰهِ ۗوَتِلْكَ الْاَمْثَالُ نَضْرِبُهَا لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُوْنَ
“Sekiranya Kami turunkan Al-Qur'an ini kepada sebuah gunung, pasti kamu akan melihatnya tunduk terpecah belah disebabkan takut kepada Allah. Dan perumpamaan-perumpamaan itu Kami buat untuk manusia agar mereka berpikir.” (QS. Al-Hasyr: 21)
Cermati pula bagian awal-awal surah yang dimulai dengan الحمد لله atau بسبح agar Anda melihat obor rahasia agng ini.
Selanjutnya silahkan Anda melihat permulaan surah-surah yang diawali dengan ألم , ألر dan حم agar Anda memahami sejauh mana urgensi Al-Qur'an bagi Allah.
Jika Anda memahami rahasia bernilai “asas keempat” ini, Anda akan memahami bahwa sebagai besar wahyu yang diturunkan kepada para nabi melalui perantara malaikat, sementara sebagian besar ilham tanpa perantara. Anda akan memahami rahasia kenapa para wali tidak dapat mencapai tingkatan seorang nabi pun. Anda akan memahami keagungan Al-Qur'an, mulianya kesucian Al-Qur'an, rahasia keluhuran mukjizat Al-Qur'an. Anda akan memahami rahasia mi’raj Nabi Saw. ke langit, Sidratul Muntaha, tingkatan sedekat dua busur panah, dan bermunajat dengan Zat yang;
اَقْرَبُ اِلَيْهِ مِنْ حَبْلِ الْوَرِيْدِ
“Lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya.” (QS. Qaf: 16) Lalu kembali lagi ke tempat semula dalam sekejap mata.
Ya, seperti halnya terbelahnya bulan merupakan salah satu mukjizat risalah beliau karena nubuwah beliau nampak jelas di hadapan para jin dan manusia, maka
169. Page
seperti itu pula mi’raj juga mukjizat ubudiyah beliau karena nampak jelas beliau dicintai para ruh dan malaikat.
Ya Allah! Limpahkanlah rahmat dan salam kepada beliau dan keluarga beliau seperti yang layak bagi rahmat-Mu dan kehormatan beliau.
Amin.
Sa’id An-Nursi
170. Page
Dengan Nama-Nya
وَإِن مِّن شَىْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ
“Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya.”
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
Bagian ini dikutip dari “kilauan keenambelas.”
Saudara-saudaraku yang mulia dan tulus dari Sinirje;[1] Sadah Ibrahim, Hafizh Husain, dan Hafizh Rajab! Para atheis sejak dulu selalu menentang “tiga permasalahan” yang kalian kirim kepada saya melalui Hafizh Taufik.
Pertama; ayat menyebutkan, bahwa Dzul Qarnain melihat matahari terbenam di antara mata air yang tanahnya lembab dan panas, seperti disebutkan makna tekstual ayat;
حَتّٰىٓ اِذَا بَلَغَ مَغْرِبَ الشَّمْسِ وَجَدَهَا تَغْرُبُ فِيْ عَيْنٍ حَمِئَةٍ
“Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam.” (QS. Al-Kahfi: 86)
Kedua; dimana tembok penghalang Dzul Qarnain?
Ketiga; seputar turunnya nabi Isa di akhir zaman dan pembunuhan yang ia lakukan terhadap Dajjal.
Jawaban untuk pertanyaan-pertanyaan ini amat panjang. Namun bisa kami sampaikan secara singkat sebagaimana berikut;
Ayat-ayat Al-Qur'an mengungkapkan sesuai gaya bahasa Arab dan pandangan lahiriah, sehingga bisa difahami semua orang. Untuk itu, Al-Qur'an sering kali menjelaskan segala hal dalam bentuk perumpamaan.
تَغْرُبُ فِيْ عَيْنٍ
“Matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam,” maksudnya Dzul Qarnain melihat matahari terbenam di antara pesisir samudera Atlantik yang terlihat seperti mata air yang panas dan berlumpur, atau di puncak gunung berapi yang mengeluarkan asap tebal. Artinya, Dzul Qarnain melihat matahari terbenam secara lahiriah di bagian samudera Atlantik yang dimatanya terlihat laksana danau besar di balik uapan air ketika air danau yang ada di dekat pesisir samudera Atlantik menghangat akibat pengaruh musim panas yang hebat. Atau ia melihat terbenamnya matahari di antara magma gunung berapi yang baru dimuntahkan di atas puncak gunung bercampur dengan bebatuan, tanah, dan air.
Ungkapan-ungkapan fasih Al-Qur'an memberitahukan banyak sekali permasalahan dengan rangkaian kata seperti ini. Seperti disebutkan dalam ayat di atas, Dzul Qarnain menempuh perjalanan jauh ke arah barat, dan saat itu udara sangat terik. Saat matahari terbit, Dzul Qarnain mengarah ke rawa-rawa di saat gunung berapi meletus. Karena itulah Al-Qur'an mengisyaratkan permasalahan-permasalahan besar dengan ungkapan-ungkapan yang besar pula, seperti kekuasaan penuh yang diraih Dzul Qarnain di belahan benua Afrika. Seperti diketahui, pergerakan matahari seperti
[1] Sebuah perkampungan di bilangan Isparta.
171. Page
yang terlihat adalah pergerakan nyata, menunjukkan pergerakan bumi yang tak nampak, dan bukan bermaksud memberitahukan hakikat tenggelamnya matahari.
Berikutnya, kata عين adalah tasybih, karena lautan besar terlihat seperti danau kecil dari kejauhan. Ayat di atas menyamakan lautan yang terlihat di balik uap udara dan awan tipis yang membumbung tinggi yang muncul disebabkan karena hawa panas, di balik rawa-rawa, disamakan seperti mata air di balik tanah. Kata عين sendiri dalam bahasa memiliki banyak makna, di antaranya mata air, matahari, penglihatan, dan lainnya. Kata yang disebut ini sangat tepat dari sisi rahasia-rahasia balaghah.
Seperti halnya matahari terlihat di mata Dzul Qarnain dari kejauhan dalam wujud seperti sudah diterangkan di atas, maka khitab Al-Qur'an yang turun dari Arsy menunjukkan bahwa matahari yang bertugas memberi penerangan di rumah jamuan rahmaniyah terbenam dan tenggelam di dekat lautan rabbaniyah, yaitu samudera Atlantik. Al-Qur'an menyebut lautan dengan gaya bahasa mengandung mukjizat, yaitu disebut sebagai mata air yang hangat, mata air yang berasap. Seperti itulah yang terlihat oleh mata yang berada di langit.
Kesimpulan; samudera Atlantik disebut dan digambarkan sebagai mata air yang hangat, maksudnya Dzul Qarnain melihat lautan luas dan besar itu seperti mata air, karena dilihat dari kejauhan.
Berbeda dengan pandangan Al-Qur'an yang dekat dengan segala sesuatu. Tidak mungkin Al-Qur'an melihat seperti penglihatan Dzul Qarnain yang bisa disebut sebagai tipuan perasaan. Al-Qur'an menyaksikan dari langit, kadang melihat bumi seperti lapangan, istana, buaian, dan terkadang pula seperti lembaran kertas. Adanya Al-Qur'an menyebut samudera Atlantik nan luas diselumuti awan tipis dan uap, menyamakannya dengan mata air, tidak lain hanya menunjukkan keagungan dan keluhuran samudera luas yang satu ini. Karena Al-Qur'an turun seraya menyaksikan langit. Ia melihat bumi kadang seperti lapangan luas, sesekali seperti istana, sesekali pula seperti hamparan luas, dan terkadang pula seperti lembaran.
172. Page
Kilauan Ketujuh
Kilauan ini membahas seputar tujuh jenis kabar gaib yang disebutkan dalam ayat-ayat terakhir surah Al-Fath.
بسم الله الرحمن الرحيم
لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ ۚ لَتَدْخُلُنَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ اٰمِنِيْنَۙ مُحَلِّقِيْنَ رُءُوْسَكُمْ وَمُقَصِّرِيْنَۙ لَا تَخَافُوْنَ ۗفَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا - ٢٧ هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ ۗوَكَفٰى بِاللّٰهِ شَهِيْدًا - ٢٨ مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا ۖ سِيْمَاهُمْ فِيْ وُجُوْهِهِمْ مِّنْ اَثَرِ السُّجُوْدِ ۗذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ ۖوَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗوَعَدَ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ مِنْهُمْ مَّغْفِرَةً وَّاَجْرًا عَظِيْمًا ࣖ - ٢٩
“Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya bahwa kamu pasti akan memasuki Masjidilharam, jika Allah menghendaki dalam keadaan aman, dengan menggundul rambut kepala dan memendekkannya, sedang kamu tidak merasa takut. Maka Allah mengetahui apa yang tidak kamu ketahui dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat. Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Dan cukuplah Allah sebagai saksi. Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya. Pada wajah mereka tampak tanda-tanda bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan di antara mereka, ampunan dan pahala yang besar.” (QS. Al-Fath: 27-29)
Tiga ayat dalam surah Al-Fath ini memiliki banyak sekali sisi kemukjizatan. Terlihat tujuh atau delapan sisi pemberitahuan gaib dalam ketiga ayat ini yang merupakan salah satu sisi kemukjizatan Al-Qur'an secara menyeluruh.
Pertama;
لَقَدْ صَدَقَ اللّٰهُ رَسُوْلَهُ الرُّءْيَا بِالْحَقِّ
“Sungguh, Allah akan membuktikan kepada Rasul-Nya tentang kebenaran mimpinya” dan seterusnya. Ayat ini secara pasti mengabarkan tentang penaklukan Makkah setelah peristiwa tersebut terjadi. Penaklukan Makkah terjadi dua tahun setelah pemberitahuan ini.
Kedua;
فَعَلِمَ مَا لَمْ تَعْلَمُوْا فَجَعَلَ مِنْ دُوْنِ ذٰلِكَ فَتْحًا قَرِيْبًا
“Dan selain itu Dia telah memberikan kemenangan yang dekat,” ayat ini mengabarkan bahwa meski secara kasat mata perjanjian Hudaibiyah tidak menguntungkan pihak Islam dan kaum Quraisy menang dalam batasan tertentu, namun sejatinya perjanjian Hudaibiyah akan menjadi penaklukan maknawi yang amat besar, perjanjian ini akan menjadi kunci penaklukan-penaklukan lainnya.
Meski pedang-pedang materi tersimpan rapi dalam warangkai untuk sesaat seiring pemberlakuan perjanjian Hudaibiyah, namun pedang emas Al-Qur'an nan amat
173. Page
berkilau telah dihunus, menaklukan hati dan akal manusia, hingga hati dan akal menyatu melalui perjanjian ini, kebaikan dan cahaya-cahaya Al-Qur'an memberlakukan hukum-hukumnya, menembus dinding-dinding kesewenang-wenangan dan sekat-sekat fanatisme golongan.
Sebagai contoh; pakar perang jenius, Khalid bin Walid, pakar politik jenius, Amr bin Ash, dan lainnya yang tak terbiasa menerima kekalahan, ternyata kalah juga oleh pedang Al-Qur'an yang nampak dengan jelas dalam perjanjian Hudaibiyah. Mereka datang ke Madinah dengan tunduk sepenuhnya, hingga Khalid bin Walid setelah ini menjadi salah satu pedang Allah, dan menjadi pedang bagi penaklukan-penaklukan Islam.
Pertanyaan penting; apa hikmah di balik kekalahan para sahabat Rasulullah Saw. yang menjadi kebanggaan seluruh alam dan kekasih Rabb semesta alam, di tangan kaum musyrikin di bagian akhir perang Uhud dan permulaan perang Hunain?
Jawaban; di kalangan kaum musyrikin kala itu terdapat orang-orang seperti Khalid bin Walid yang kelak akan menjadi sahabat-sahabat besar. Hikmah ilahi mengharuskan untuk memberikan balasan yang disegerakan demi kebaikan-kebaikan masa depan, agar kemuliaan mereka tidak runtuh secara total demi masa depan mulia yang tengah menanti. Artinya, para sahabat saat itu mengalami kekalahan di tangan para sahabat masa depan, hingga para sahabat masa depan masuk Islam karena merindukan kilauan hakikat, bukan karena takut kilauan pedang, di samping agar keluhuran fitrah mereka tidak banyak terinjak-injak.
Ketiga; dengan batasan “Sedang kamu tidak merasa takut,” ayat ini memberitahukan bahwa kalian akan thawaf mengelilingi Ka’bah dengan rasa aman yang sempurna, meski saat itu sebagian besar kabilah Arab, Jazirah Arab, orang-orang di sekitar Ka’bah dan sebagian besar kaum Quraisy masih memusuhi. Namun kalian pasti berthawaf di dekat Ka’bah tanpa merasa takut sedikitpun. Pemberitaan ini menunjukkan bahwa Jazirah Arab akan tunduk kepada kaum muslimin, kaum Quraisy secara keseluruhan akan masuk Islam, dan rasa aman secara menyeluruh akan menyebar. Dan benar, pemberitaan Al-Qur'an ini nyata terjadi.
Keempat;
هُوَ الَّذِيْٓ اَرْسَلَ رَسُوْلَهٗ بِالْهُدٰى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهٗ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهٖ
“Dialah yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar dimenangkan-Nya terhadap semua agama,” ayat ini secara pasti mengabarkan bahwa agama yang dibawa Rasul Saw. akan unggul di atas seluruh agama, agama yang dibawa Muhammad Al-Araby Saw. yang pada mulanya tak mampu menampakkan diri secara utuh, kelak akan menang dan unggul di atas seluruh agama, mengalahkan seluruh Daulah, meski saat itu Nasrani, Yahudi, dan Majusi dianut sekitar 100 juta orang, juga menjadi agama-agama resmi di sejumlah negara besar dan masing-masing di antaranya dianut oleh 100 juga orang, seperti di Roma, China dan Italia. Ayat ini secara tegas dan pasti memberitahukan kemenangan agama ini. Masa depan membenarkan pemberitaan gaib ini kala pedang Islam membentang luas dari lautan teduh di bagian timur, hingga lautan samudera atlantik di bagian barat.
Kelima;
مُحَمَّدٌ رَّسُوْلُ اللّٰهِ ۗوَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ
“Muhammad adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia bersikap keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. Kamu melihat mereka rukuk dan sujud,” dan seterusnya.
174. Page
Bagian awal ayat ini menuturkan sifat-sifat luhur dan keistimewaan-keistimewaan tak ternilai pada sahabat yang membuat mereka menjadi manusia terbaik setelah para nabi. Melalui makna yang tegas, ayat ini juga menyebut beragam sifat-sifat khusus para sahabat pada masa yang akan datang, juga secara tersirat menunjukkan para khulafaur rasyidin yang akan menggantikan posisi Nabi Saw. sepeninggal beliau, sesuai urutan masing-masing dalam khilafah seperti yang ditegaskan oleh para ahli tahqiq. Ayat ini juga memberitahukan sifat menonjol yang membedakan masing-masing dari mereka.
وَالَّذِيْنَ مَعَهٗٓ
“Dan orang-orang yang bersama dengan dia” mengisyaratkan Abu Bakar yang memiliki keistimewaan selalu bersama dan mendampingi Nabi Saw. secara khusus, di samping ia lebih dulu menyusul Nabi Saw.
اَشِدَّاۤءُ عَلَى الْكُفَّارِ
“Bersikap keras terhadap orang-orang kafir,” mengabarkan Umar yang pada masa berikutnya akan mengalahkan negara-negara dunia melalui serangkaian penaklukan, meluruskan orang-orang zalim dengan keadilannya yang laksana halilintar.
رُحَمَاۤءُ بَيْنَهُمْ
“Tetapi berkasih sayang sesama mereka,” mengabarkan Utsman yang pada masa berikutnya rela mengorbankan nyawa karena kesempurnaan kasih sayang yang ia miliki, demi menghindari pertumpahan darah di antara sesama kaum muslimin saat terjadi fitnah besar. Ia lebih memilih gugur sebagai syahid yang dianiaya saat membaca Al-Qur'an.
تَرٰىهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَّبْتَغُوْنَ فَضْلًا مِّنَ اللّٰهِ وَرِضْوَانًا
“Kamu melihat mereka rukuk dan sujud mencari karunia Allah dan keridaan-Nya,” mengabarkan kondisi-kondisi Ali pada masa mendatang yang meraih kekuasaan dan khilafah secara layak dan penuh keberanian. Namun ia lebih memilih hidup zuhud, ibadah, miskin dan hemat. Ia senantiasa rukuk dan banyak sujud, seperti halnya sifat ini juga berlaku untuk semua sahabat. Ayat ini juga mengabarkan bahwa Ali tidak bertanggung jawab dalam peperangan-peperangan yang ia jalani demi meredam segala gejolak yang terjadi, dan niat serta tujuan Ali hanyalah demi mencari karunia ilahi.
Keenam;
ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ
“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat,” poin ini menyebut pemberitahuan gaib melalui dua sisi;
Pertama; memberitahukan sifat-sifat para sahabat yang tertera dalam kitab Taurat. Pemberitahuan ini bersifat gaib bagi orang ummi seperti Rasulullah Saw.
Alenia berisi sifat-sifat para sahabat yang akan muncul di akhir zaman ini tertera dalam kitab Taurat, “Orang-orang suci yang selalu membawa panji-panji mereka,” seperti yang telah dijelaskan dalam “tulisan kesembilan belas.” Artinya, para sahabat adalah ahli ketaatan, ibadah, keshalihan dan para wali. Sifat-sifat ini disebut dalam Taurat sebagai sosok orang-orang suci. Meski kita Taurat banyak dirubah karena diterjemahkan ke berbagai bahasa yang berbeda, namun tetap membenarkan ayat;
ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ
“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat.”
175. Page
Kedua;
ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ
“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat” mengabarkan bahwa para sahabat dan tabi’in akan mencapai tingkatan ibadah dimana wajah mereka memancarkan cahaya yang ada dalam ruhani, pada wajah mereka akan muncul tanda-tanda memburat terang seperti stempel kewalian yang didapatkan karena banyak sujud. Dan benar, masa depan memastikan hal itu secara pasti dan jelas.
Banyak sekali sosok yang memperlihatkan rahasia;
ذٰلِكَ مَثَلُهُمْ فِى التَّوْرٰىةِ
“Demikianlah sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Taurat” di tengah gejolak dan perubahan-perubahan politik, seperti Zainal Abidin[1] yang dalam sehari-semalam shalat sebanyak seribu rakaat, dan Thawus Al-Yamani[2] yang shalat fajar dengan wudhu shalat isya selama empatpuluh tahun.
Ketujuh;
وَمَثَلُهُمْ فِى الْاِنْجِيْلِۚ كَزَرْعٍ اَخْرَجَ شَطْـَٔهٗ فَاٰزَرَهٗ فَاسْتَغْلَظَ فَاسْتَوٰى عَلٰى سُوْقِهٖ يُعْجِبُ الزُّرَّاعَ لِيَغِيْظَ بِهِمُ الْكُفَّارَ ۗ
“Dan sifat-sifat mereka (yang diungkapkan) dalam Injil, yaitu seperti benih yang mengeluarkan tunasnya, kemudian tunas itu semakin kuat lalu menjadi besar dan tegak lurus di atas batangnya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin),” bagian ini menyebutkan pemberitaan gaib melalui dua sisi;
Pertama; pemberitahuan tentang kabar yang disampaikan kitab Injil tentang para sahabat Nabi Saw. Berita ini adalah hal gaib bagi nabi ummi Saw.
Di dalam kitab Injil terdapat ayat-ayat yang menyebut sifat Nabi Saw. yang akan muncul di akhir zaman, seperti, “Ia selalu membawa tongkat dari besi, dan umatnya juga seperti itu.” Maksudnya, kelak di akhir zaman akan muncul seorang nabi yang memiliki pedang, ia diperintahkan untuk berjihad, tidak seperti nabi Isa yang tidak memiliki pedang. Para sahabat nabi tersebut –Nabi Saw.- juga memiliki pedang, mereka diperintahkan untuk berjihad. Nabi yang memiliki tongkat dari besi itu kelak akan menjadi pemimpin dunia, karena dalam Injil disebutkan, “Aku akan pergi hingga seorang pemimpin dunia tiba.”
Melalui dua alenia dari kitab Injil di atas bisa difahami, bahwa pada mulanya, para sahabat terlihat sedikit dan lemah. Mereka ibarat biji yang akan tumbuh berkembang dan menjadi banyak, kelak mereka akan menundukkan umat manusia dengan pedang dan menegaskan bahwa Rasul Saw. pemimpin mereka, dialah pemimpin dunia.
Semua sifat-sifat yang tertera dalam kitab Injil ini sama seperti makna yang disebutkan dalam surah Al-Fath.
Kedua; bagian ayat di atas memberitahukan, bahwa meski para sahabat menerima perjanjian Hudaibiyah karena jumlah mereka masih kecil dan lemah, namun jumlah mereka akan berkembang pesat dalam waktu relatif singkat. Kelak mereka akan memiliki keagungan, wibawa, dan kekuatan. Jumlah mereka akan kian banyak, kuat, membuahkan
[1] Zainal Abidin, Ali bin Husain bin Ali bin Abi Thalib Al-Hasyimi Al-Qurasyi, Abu Hasan, imam keempat menurut syiah Itsna asyariyah, salah seorang yang dijadikan ikon kesabaran dan sikap wara’, lahir di Madinah tahun 38 H., dan wafat di tempat yang sama tahun 94 H.
[2] Thawus bin Kaisan Al-Khaulani Al-Hamdani, Abu Abdurrahman, salah satu tokoh tabi’in, memiliki pemahaman mendalam dalam agama, perawi hadits, hidup miskin, berani dalam memberikan nasehat di hadapan para khalifah dan raja, asli dari Persia, lahir di Yaman tahun 33 H., tumbuh dewasa di sana, wafat tahun 106 H. saat tengah menunaikan ibadah haji, tepatnya di Muzdalifah atau Mina. Pada tahun itu, Hisyam bin Abdul Malik juga menunaikan ibadah haji. Ia menshalatkan jenazahnya.
176. Page
hasil, dan diberkahi jika dibandingkan dengan bulir-bulir tanaman silsilah manusia. Bulir-bulir ini pendek, lemah, dan tidak sempurna karena kelalaian mereka pada masa itu, bulir-bulir yang ditumbuhkan oleh tangan kuasa di ladang permukaan bumi, kelak mereka akan meninggalkan negara-negara besar dengan penuh amarah karena kedengkian. Dan benar, masa depan menampakkan pemberitaan gaib ini dengan jelas sekali.
Di balik kabar ini juga terdapat isyarat lembut sebagai berikut;
Ayat ini memberikan pujian kepada para sahabat dengan menyebut sifat-sifat besar, sehingga rangkaian kalimat ini mengharuskan adanya janji berupa balasan yang besar. Hanya saja balasan ini diisyaratkan oleh kata, “Ampunan” yang menunjukkan para sahabat akan kelalaian kala berbagai macam fitnah terjadi pada masa depan, karena ampunan tentu menunjukkan adanya kesalahan dan kelalaian. Saat itulah ampunan akan menjadi permintaan terbesar di mata para sahabat, dan puncak kebaikan yang mereka raih adalah ampunan. Balasan besar untuk mereka berupa ampunan dan tidak dihukum.
Seperti halnya kata “Ampunan” juga memberikan isyarat lembut, karena kata ini memiliki kaitan dengan rangkaian kata di bagian awal surah yang sama;
لِّيَغْفِرَ لَكَ اللّٰهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْۢبِكَ وَمَا تَاَخَّرَ
“Agar Allah memberikan ampunan kepadamu (Muhammad) atas dosamu yang lalu dan yang akan datang.” (QS. Al-Fath: 2)
Ampunan yang disebut di awal surah bukanlah ampunan untuk dosa sebenarnya, karena Rasulullah Saw. ma’shum dan tidak punya dosa. Arti ampunan di sini adalah yang sesuai dengan maqam nubuwah, dan kabar gembira ampunan untuk para sahabat di bagian akhir surah, semakin melembutkan isyarat ini.
Terkait tiga ayat terakhir surah Al-Fath ini, ada “tujuh sisi” di antara puluhan sisi lain yang sudah kami bahas terkait pemberitaan hal gaib yang menjadi salah satu sisi kemukjizatan Al-Qur'an.
Kilauan mukjizat di balik huruf-huruf ayat terakhir ini sudah dibahas dalam “kalimat keduapuluh enam” yang secara khusus membahas sisi pilihan dan takdir. Ayat terakhir ini di samping secara keseluruhan mengarah kepada para sahabat, sifat-sifat ini juga mengarah pada kondisi-kondisi mereka. Di samping kata-kata dalam ayat ini menjelaskan sifat-sifat para sahabat, bilangan huruf ayat ini juga mengisyaratkan jumlah tingkatan para sahabat yang masyhur, seperti para sahabat yang ikut serta dalam perang Badar, perang Hunain, Baiatur Ridhwan, dan masih banyak rahasia lain yang diisyaratkan oleh ayat ini berdasarkan perhitungan abjad, juga sesuai keselarasan yang merupakan bagian dan kunci dari ilmu tulisan rahasia.
سُبْحَٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَآ ۖ إِنَّكَ أَنتَ ٱلْعَلِيمُ ٱلْحَكِيمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
177. Page
Tambahan
Pemberitaan gaib serupa juga disebutkan dalam ayat berikut. Dan kita akan membahasnya secara singkat.
Berikut akan kami sampaikan dua di antara ribuan noktah di balik ayat berikut;
وَّلَهَدَيۡنٰهُمۡ صِرَاطًا مُّسۡتَقِيۡمًا , وَمَنۡ يُّطِعِ اللّٰهَ وَالرَّسُوۡلَ فَاُولٰٓٮِٕكَ مَعَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيۡقِيۡنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِيۡنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰٓٮِٕكَ رَفِيۡقًا
“Dan pasti Kami tunjukkan kepada mereka jalan yang lurus. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul (Muhammad), maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa`: 68-69)
Noktah pertama; seperti halnya menjelaskan hakikat-hakikat melalui konsep dan makna-makna yang tegas, Al-Qur'an juga menjelaskan makna-makna isyarat melalui gaya bahasa, karena setiap ayat memiliki banyak sekali tingkatan-tingkatan makna. Mengingat Al-Qur'an bersumber dari ilmu yang menyeluruh, maka seluruh makna yang disarikan dari Al-Qur'an memiliki maksud tersendiri, tidak terbatas pada satu dua makna layaknya perkataan manusia yang bersumber dari pemikiran parsial dan kehendak pribadi.
Berdasarkan rahasia inilah, banyak sekali hakikat-hakikat tanpa batas di balik ayat-ayat Al-Qur'an dijelaskan oleh para ahli tafsir, dan masih banyak hakikat lain yang belum dijelaskan, khususnya rahasia di balik huruf dan isyarat-isyarat ayat-ayat Al-Qur'an yang mengandung banyak sekali ilmu penting, terlebih makna tegas yang terkandung di dalamnya.
Noktah kedua;
مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيۡقِيۡنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِيۡنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰٓٮِٕكَ رَفِيۡقًا
“(Yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa`: 68-69) Ayat ini menjelaskan, di antara seluruh manusia, ada kelompok para nabi, kafilah shiddiqun, golongan syuhada hakiki, juga secara jelas mengisyaratkan bahwa lima golongan ini adalah kelompok terbaik dan paling sempurna di dunia Islam, selanjutnya menunjukkan para pemimpin dan sifat-sifat kelima golongan ini. Dan berdasarkan kilauan mukjizat yang merupakan bagian dari pemberitahuan gaib, ayat ini menyebutkan bagian khusus kondisi para pemimpin kelompok-kelompok ini yang akan muncul di kemudian hari.
“(Yaitu) para nabi,” secara jelas mengisyaratkan Rasulullah Saw., “Para pencinta kebenaran,” mengisyaratkan Abu Bakar ash-Shiddiq, juga mengisyaratkan bahwa dia adalah orang kedua setelah Rasulullah Saw., dan ia akan menggantikan posisi Rasulullah Saw. Kata Shiddiq secara khusus disebut untuk Abu Bakar, dan dialah yang tampil di barisan depan orang-orang yang mencintai kebenaran.
“Orang-orang yang mati syahid,” mengisyaratkan Umar, Utsman, dan Ali secara keseluruhan, dan secara gaib mengisyaratkan bahwa mereka bertiga akan meraih khilafah nubuwah pasca Abu Bakar ash-Shiddiq, mereka bertiga akan
178. Page
mati syahid, dan keutamaan kematian mereka akan digabungkan dengan keutamaan-keutamaan mereka lainnya.
“Dan orang-orang saleh,” mengisyaratkan orang-orang istimewa, seperti para sahabat tinggal di sekitar masjid Nabi Saw. (ashabush shuffah), para sahabat yang ikut serta dalam perang Badar, Baitur Ridhwan, dan lainnya.
“Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya,” makna tegas bagian ini mendorong untuk mengikuti dan meneladani mereka dengan baik. Secara tersirat, kata-kata ini mengisyaratkan Hasan sebagai khalifah kelima, hingga urgensi dan kebesaran khilafahnya terlihat jelas, meski hanya berlaku cukup singkat, sebagai bukti kebenaran hadits, “Khilafah sepeninggalku (berlangsung selama) tigapuluh tahun.”[1]
Kesimpulan;
Seperti halnya bagian akhir surah Al-Fath mengisyaratkan khulafaur rasyidin, ayat di atas juga mengisyaratkan sebagian kondisi masa depan mereka berdasarkan pemberitahuan gaib.
Kilauan mukjizat pemberitahuan gaib yang merupakan bagian dari kemukjizatan Al-Qur'an, banyak sekali terdapat dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan tak terbatas. Ahli zhahir menyebut sekitar empatpuluh atau limapuluh ayat berdasarkan pandangan lahiriah. Namun pada hakikatnya lebih dari seribu, kadang dalam satu ayat saja terdapat lima jenis pemberitahuan gaib.
Tambahan Kedua;
Ayat;
فَاُولٰٓٮِٕكَ مَعَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ مِّنَ النَّبِيّٖنَ وَالصِّدِّيۡقِيۡنَ وَالشُّهَدَآءِ وَالصّٰلِحِيۡنَ ۚ وَحَسُنَ اُولٰٓٮِٕكَ رَفِيۡقًا
“Maka mereka itu akan bersama-sama dengan orang yang diberikan nikmat oleh Allah, (yaitu) para nabi, para pencinta kebenaran, orang-orang yang mati syahid dan orang-orang saleh. Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.” (QS. An-Nisa`: 68-69) Ayat ini memperkuat isyarat gaib yang tertera di akhir surah Al-Fath, juga menjelaskan siapa yang dimaksud dalam ayat surah Al-Fatihah;
فَاُولٰٓٮِٕكَ مَعَ الَّذِيۡنَ اَنۡعَمَ اللّٰهُ عَلَيۡهِمۡ
“(Yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka.” (QS. Al-Fatihah: )
Ayat di atas juga mengisyaratkan bahwa golongan-golongan ini adalah yang paling banyak pengikutnya dalam meniti jalan keabadian nan amat panjang, di samping mendorong orang-orang beriman dan mereka yang punya kesadaran untuk bergabung dan mengikuti kafilah ini.
Ayat ini juga sama seperti ayat terakhir surah Al-Fath, mengisyaratkan empat khalifah dan khalifah kelima, Hasan, melalui makna-makna tersurat yang dalam disiplin ilmu balaghah disebut “kata-kata kiasan,” di samping makna yang dimaksudkan.
[1] Hadits dengan teks seperti ini diriwayatkan Ibnu Hibban dalam kitab shahihnya, dan dengan teks-teks serupa lainnya diriwayatkan Abu Dawud, hadits nomor 4028, At-Tirmidzi, hadits nomor 2152, Ahmad, hadits nomor 20918, An-Nasa`i, hadits nomor 8155, Hakim, hadits nomor 4680, Thabrani, hadits nomor 12, 134, dan Ibnu Hibban, hadits nomor 7029.
179. Page
Ayat di atas mengabarkan hal-hal gaib melalui sejumlah sisi berikut;
Seperti halnya menurut makna yang tegas, ayat ini mengisyaratkan bahwa para peniti jalan yang lurus adalah mereka yang mendapatkan nikmat ilahi di antara sekian umat manusia, mereka adalah kafilah para nabi, golongan shiddiqun, kelompok syuhada, golongan orang-orang shalih, tabi’in dan orang-orang yang berbuat baik. Ayat ini juga mengisyaratkan pemberitaan gaib untuk kelompok pewaris pada nabi yang terangkai dari pewaris nubuwah nabi akhir zaman, mengisyaratkan kafilah shiddiqun yang terangkai dari sumber kebenaran Abu Bakar ash-Shiddiq, juga kafilah syuhada yang terangkai bersama tingkatan syhadah tiga khalifah Rasulullah Saw., dan kafilah orang-orang shalih yang berpegang teguh pada rahasia;
وَٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّٰلِحَٰتِ
“Dan orang-orang yang beriman serta beramal saleh.” (QS. Al-Baqarah: 82) Juga golongan para tabi’in yang mewakili rahasia;
قُلْ اِنْ كُنْتُمْ تُحِبُّوْنَ اللّٰهَ فَاتَّبِعُوْنِيْ يُحْبِبْكُمُ اللّٰهُ وَيَغْفِرْ لَكُمْ ذُنُوْبَكُمْ ۗ وَاللّٰهُ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ
“Katakanlah, ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” (QS. Ali ‘Imran: 31) Mereka inilah yang mendampingi para sahabat dan khulafaur rasyidin.
Kalimat “para pencinta kebenaran” secara tersirat juga mengabarkan tentang Abu Bakar ash-Shiddiq yang akan menggantikan posisi Rasulullah Saw. sepeninggal beliau dan menjadi khalifah beliau. Ia akan dikenal oleh umat dengan nama ash-Shiddiq, dan akan menjadi pemimpin kafilah orang-orang yang mencintai kebenaran.
“Orang-orang yang mati syahid,” mengisyaratkan kematian tiga di antara empat khulafaur rasyidin sebagai syahid setelah Abu Bakar ash-Shiddiq, karena syuhada` adalah kata jamak, dan jamak itu minimal tiga. Artinya, Umar, Utsman, dan Ali akan memimpin kaum muslimin setelah Abu Bakar ash-Shiddiq, dan mereka semua akan mati syahid. Dan benar, pemberitaan gaib ini terjadi tepat seperti yang disampaikan.
“Dan orang-orang saleh,” mengabarkan bahwa di kemudian hari akan banyak orang-orang shalih, bertakwa, dan ahli ibadah yang meraih pujian dalam kitab Taurat karena ketaatan dan ibadah yang mereka tekuni, di antaranya para sahabat yang tinggal di sekitar masjid nabawi (ahlush shuffah).
“Mereka itulah teman yang sebaik-baiknya,” mengisyaratkan para tabi’in yang mendampingi para sahabat dan mengikuti ilmu serta amal mereka dengan baik dalam meniti jalan keabadian.
Meski masa khilafah Hasan singkat sekali karena hanya berlangsung dalam hitungan beberapa bulan saja, namun ayat di atas juga memberikan perhatian terhadap rentang masa khilafah Hasan yang singkat ini, juga dikuatkan oleh pemberitaan gaib yang disampaikan Nabi Saw. dalam hadits, “Sesungguhnya anakku ini adalah seorang pemimpin. Dengannya, Allah akan mendamaikan dua kelompok besar.”[1] Hasan-lah yang mewujudkan perdamaian di antara dua pasukan dan kelompok besar kaum muslimin, melenyapkan pertikaian di antara keduanya yang berlangsung berlarut-larut.
Ayat di atas melalui ungkapan kata-kata kiasan rahasia juga mengisyaratkan nama khalifah kelima, tepatnya di balik kata-kata, “Mereka itulah teman yang sebaik-
[1] Baca: Al-Bukhari, hadits nomor 2557, dan At-Tirmidzi, hadits nomor 3773.
180. Page
baiknya.” Menurut makna tersirat pemberitaan gaib, Hasan akan muncul sebagai khalifah kelima pasca empat khalifah sebelumnya.
Ayat ini masih memiliki banyak rahasia, di antaranya seperti pemberitaan-pemberitaan tersirat di atas. Hanya saja masalah ini belum kita saat ini, karena belum waktunya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur'an yang menyampaikan pemberitaan-pemberitaan gaib dari banyak sisi.
Penutup
Salah satu noktah kemukjizatan yang nampak dari sisi keselarasan kata menawan dalam Al-Qur'an sebagai berikut;
Jumlah total lafazh Allah, Ar-Rahman, Ar-Rahim, Ar-Rabb, dan Huwa yang menggantikan lafzhul jalalah dalam Al-Qur'an berjumlah empat ribu sekian.
Lafazh بسم الله الرحمن الرحيم terdiri dari empat ribu sekian kali berdasarkan jenis kedua perhitungan abjad sesuai urutan huruf hijaiyah. Perbedaan-perbedaan kecil tidaklah merusak keselarasan di antara kata-kata lain yang banyak jumlahnya. Untuk itu perbedaan kecil ini tidak kami perhatikan.
Berikutnya huruf ألم berjumlah 280 sekian, termasuk wawu ‘athaf yang tercakup. Jumlah ini sama persis dengan jumlah lafzhul jalalah yang mencapai 280 sekian yang terdapat dalam surah Al-Baqarah, dimana jumlah ayatnya juga mencapai 280 sekian. Jumlah ini juga setara dengan empat ribu sekian sesuai hitungan abjad kedua. Dan bilangan ini juga selaras dengan jumlah lima nama yang disebut sebelumnya. juga selaras dengan bilangan بسم الله الرحمن الرحيم tanpa memandang perbedaan kecil pada setiap kata. Dengan kata lain, الم adalah kata yang menunjukkan nama sesuai rahasia keselarasan ini.
Di sisi lain, kata ini juga merupakan nama surah Al-Baqarah, nama Al-Qur'an, catatan kaki, contoh, ringkasan, dan intinya sekaligus. Juga sebagai ringkasan kalimat بسم الله الرحمن الرحيم . Kalimat basmalah sendiri memiliki kesamaan bilangan dengan kata Ar-Rabb sesuai salah satu perhitungan abjad yang masyhur. Jika ra’ bertasyhid yang ada dalam kata الرحمن الرحيم dihitung sebagai dua ra’, berarti jumlah totalnya mencapai 770 kali, sehingga menjadi inti sebagian besar rahasia penting, di samping sebagai kunci 19 ribu alam.
Di antara keselarasan lembut lafzhul jalalah dalam Al-Qur'an, sebagaimana 80 lafzhul jalalah memiliki kesamaan di awal-awal baris lembaran mushaf, seperti itu juga kesamaan di bagian akhir baris-baris lembaran yang juga berjumlah 80 kali. Dan 55 lafzhul jalalah sama-sama terletak di bagian tengah baris, hingga seakan menyatu. Jika di tambah lagi 25 keselaran lainnya –biasanya dipisah oleh kata pendek yang kadang terdiri dari tiga huruf- di baris awal bagian akhir dengan 55 lafzhul jalalah yang ada di bagian tengah, maka jumlahnya tepat 80 kali kesamaan pada baris-baris paruh pertama lembaran mushaf, dan 80 kali kesamaan pada baris-baris paruh kedua pada lembaran mushaf.
Mungkinkah keselarasan-keselarasan lembut, tepat, dan seimbang yang memiliki sisi kemukjizatan ini tak memiliki noktah ataupun manfaat?! Tentu tidak mungkin. Keselarasan ini justru bisa digunakan untuk membuka simpanan agung yang penting.
181. Page
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” (QS. Al-Baqarah: 286)
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
182. Page
Bagian dari Penjelasan Tambahan Keempat;
Penjelasan Singkat Kemukjizatan Al-Qur'an
Suatu hari, saya bermimpi berada di bawah gunung Erarat.[1] Gunung ini kemudian terbelah secara tiba-tiba, memuntahkan batu-batu besar laksana gunung ke berbagai penjuru dunia dan mengguncang dunia.
Tiba-tiba seseorang muncul di samping saya lalu berkata;
“Jelaskan secara singkat dan singkatlah secara garis besar apa yang kau ketahui tentang jenis-jenis kemukjizatan Al-Qur'an.”
Saya selalu memikirkan ta’bir mimpi ini dan saya berkata;
Terbelahnya gunung dalam mimpi itu adalah perumpamaan untuk perubahan yang akan terjadi di tengah-tengah umat manusia. petunjuk Al-Qur'an suatu ketika akan berkuasa di mana saja dalam perubahan itu. Akan tiba masa penjelasan kemukjizatan Al-Qur'an.
Seraya memberikan jawaban, saya berkata kepada si penanya itu;
Kemukjizatan Al-Qur'an nampak pada tujuh sumber menyeluruh, dan terdiri dari tujuh unsur.
Sumber dan unsur pertama;
Penjelasan terang dari perpaduan antara kefasihan dan kelembutan kata, kefasihan rangkaian kata, kefasihan makna, keindahan pemahaman, keindahan kandungan, dan rangkaian kata nan luar biasa. Kemukjizatan memadukan semua unsur ini. Di balik ciri khas kemukjizatannya, muncul ukiran kefasihan nan luar biasa, dan muncul ciptaan menawan pada lisannya, sehingga pengulangan Al-Qur'an tiada pernah membuat jemu.
Sumber dan unsur kedua;
Simpanan ilmu gaib samawi dan lisan alam gaib samawi yang secara garis besar mengandung asas-asas gaib samawi terkait masalah-masalah kauniyah, rahasia-rahasia gaib samawi dalam hakikat-hakikat ilahi, hal-hal gaib samawi nan terlipat di dalam masa lalu, dan kondisi-kondisi gaib samawi yang tertutup pada masa depan.
Berkomunikasi dengan alam nyata dan menjelaskan segala rukun melalui simbol dengan sasaran golongan manusia. Ini merupakan kilauan terang kemukjizatan Al-Qur'an.
Sumber dan unsur ketiga;
Al-Qur'an memiliki kelengkapan luar biasa dari lima sisi; kata, makna, hukum, ilmu, dan keseimbangan tujuan-tujuannya.
Dari sisi kata; kata Al-Qur'an mengandung banyak sekali kemungkinan dan sisi, dimana setiap sisinya bagus menurut pandangan balaghah, dan benar menurut ilmu bahasa Arab. Karena itulah rahasia pemberlakuan syariat menerima fenomena ini.
Dari sisi makna; kefasihan nan luar biasa meliputi aliran para wali, daya rasa kalbu para ‘arif, madzhab para salikin, tarekat para ahli ilmu kalam, manhaj orang-orang
[1] Sebuah gunung di sisi timur Turki.
183. Page
bijak, karena di dalam petunjuk-petunjuknya terdapat cakupan menyeluruh dan di dalam maknanya terdapat kelapangan.
Dari sisi cakupan hukum; syariat nan terang dan menawan ini disimpulkan dari Al-Qur'an, karena gaya bahasa penjelasannya mengandung aturan kebahagiaan dunia-akhirat, faktor-faktor keamanan dan ketentraman dunia-akhirat, segala ikatan kehidupan sosial, media-media pendidikan, dan hakikat-hakikat kondisi kalbu.
Ilmu Al-Qur'an nan mendalam; benteng surah-surah Al-Qur'an meliputi segala taman, karena di dalamnya terdapat serangkaian petunjuk, simbol, dan isyarat-isyarat ilmu alam serta ilmu-ilmu ilahi. Masing-masing berdasarkan tingkatannya.
Ilmu Al-Qur'an menjaga keseimbangan, keteraturan, dan keselarasan dengan aturan-aturan fitrah secara sempurna dalam maksud dan tujuan. Itulah kenapa ilmu Al-Qur'an selalu menjaga keseimbangan.
Kelengkapan nan agung ini nampak pada cakupan lafal, kelapangan makna, cakupan hukum, ilmu nan mendalam, dan keseimbangan tujuan.
Sumber dan unsur keempat;
Al-Qur'an meluapkan cahaya kepada setiap masa manusia sesuai tingkat pemahaman dan sastra yang ada. Juga kepada setiap lapisan masyarakat sesuai tingkat kesiapan, dan menata kemampuan itu.
Pintu Al-Qur'an selalu terbuka untuk setiap masa dan setiap lapisan masyarakat, seakan kalam rahmani itu baru turun di setiap ruang dan waktu.
Semakin menua zaman, Al-Qur'an semakin muda, dan simbol-simbolnya semakin dekat, karena khitab ilahi itu mengoyak tirai alam dan sebab-sebab, memancarkan cahaya tauhid dari setiap ayatnya di setiap waktu, melenyapkan tirai penghalang alam nyata dari alam gaib.
Keluhuran khitab Al-Qur'an menarik perhatian manusia untuk berpikir dan merenung, karena Al-Qur'an adalah lisan gaib yang berbicara dengan alam nyata.
Dari unsur ini dapat disimpulkan bahwa kelembaban luar biasa Al-Qur'an meliputi bak samudera, karena di dalamnya terdapat serangkaian sikap mengalah ilahi hingga ke tingkat akal manusia agar selaras dengan pikiran. Variasi dalam gaya bahasa inilah yang menjadikan Al-Qur'an begitu disukai sehingga manusia dan jin pun mencintai Al-Qur'an.
Sumber dan unsur kelima;
Al-Qur'an mengingatkan manusia dengan menggunakan gaya bahasa nan menawan dan penuh makna kala menyebut poin-poin penting dalam pemberitaannya dalam rangkaian nukilan dan kisah laksana saksi yang hadir.
Maksud nukilan-nukilan Al-Qur'an adalah kisah orang-orang terdahulu, kondisi orang-orang berikutnya, rahasia-rahasia surga dan neraka, hakikat-hakikat gaib, rahasia-rahasia alam nyata, rahasia-rahasia ilahi, dan ikatan-ikatan kauniyah. Berita-berita yang disaksikan mata ini tidak dibantah oleh kenyataan dan tidak didustakan oleh logika. Bahkan logika tidak mampu menolak meski tidak menerimanya.
Terkait nukilan-nukilan ini, Al-Qur'an menuturkan semua itu seraya membenarkan kitab-kitab samawi –yang merupakan tujuan alam- yang hampir disepakati. Al-Qur'an membahas berita-berita ini seraya meluruskan bagian mana saja yang diperselisihkan.
184. Page
Bukankah munculnya nukilan-nukilan seperti ini dari seorang buta huruf merupakan keajaiban zaman!
Sumber dan unsur keenam;
Al-Qur'an adalah pendiri sekaligus mengandung agama Islam. Jika Anda mengamati ruang dan waktu, tentu Anda mengetahui bahwa masa lalu ataupun masa depan tidak mampu memunculkan agama seperti agama Islam.
Al-Qur'an adalah rajutan samawi yang memegang bumi kita ini dan memutarnya dalam rotasi tahunan dan harian, menguasai dan menunggangi bumi, serta menghalangi bumi untuk bersikap durhaka.
Sumber dan unsur ketujuh;
Enam cahaya yang menyebar dari enam sumber sebelumnya saling menyatu satu sama lain, sehingga memunculkan kebaikan dan perkiraan yang merupakan perantara nan terang.
Selain memunculkan daya rasa kemukjizatan yang dirasa, namun tidak dapat diungkapkan oleh lisan kita, dan pikiran kita tidak mampu menggapainya.
Itulah bintang-bintang langit yang dapat dilihat namun tidak dapat dipegang.
Selama 13 abad lamanya,[1] musuh-musuh Al-Qur'an memendam keinginan untuk menantang, sementara keinginan untuk meniru muncul di dalam jiwa para pembelanya.
Ini merupakan salah satu bukti kemukjizatan Al-Qur'an, karena berkat kedua keinginan kuat ini muncul jutaan buku berbahasa Arab di perpustakaan wujud.
Ketika jutaan buku tersebut dibandingkan dengan Al-Qur'anul Karim, tentu seorang yang berilmu nan tiada duanya, dan bahkan orang awam biasa pun akan berkata, “Buku-buku ini manusiawi, sementara (Al-Qur'an) ini samawi.”
Ia pasti akan menilai bahwa buku-buku tersebut tidak seperti Al-Qur'an dan tidak mungkin setingkat dengan Al-Qur'an.
Al-Qur'an mungkin lebih rendah dari semua buku-buku dan kitab-kitab tersebut. Dan ini jelas sekali tidak benar. Atau mungkin sebaliknya.
Dengan demikian, Al-Qur'an berada di atas seluruh kitab.
Al-Qur'an membuka lebar pintu kandungan-kandungannya untuk manusia, mewakafkannya untuk mereka dalam rentang waktu nan panjang, menyeru ruh dan pikiran untuk datang menghampiri, selanjutnya manusia mempergunakan kandungan-kandungan ini. Namun demikian, mereka tidak mampu meniru Al-Qur'an dan tidak mungkin mampu, karena masa ujian sudah berakhir.
Al-Qur'an tidak sama seperti kitab-kitab lain dan tidak dapat dibandingkan dengan semua kitab, karena Al-Qur'an turun dalam rentang waktu selama duapuluh tiga tahun secara bertahap karena hikmah rabbani dan berdasarkan kebutuhan.
Sebab-sebab turunnya ayat-ayat Al-Qur'an pun berbeda-beda. Pertanyaan-pertanyaan yang berulang dan kejadian-kejadian yang berbeda dalam satu topik yang sama. Hukum-hukumnya beragam dan berbeda. Waktu turunnya pun tidak sama.
Kondisi-kondisi penerimaan ayat-ayat Al-Qur'an juga berbeda, golongan para lawan bicara pun beragam dan berbeda. Tujuan tuntunan-tuntunannya disampaikan
[1] Saat penulisan risalah ini.
185. Page
secara bertahap dan berbeda. Penjelasan, jawaban yang diberikan, dan khitab Al-Qur'an bersandar pada asas-asas tersebut.
Karena itulah Al-Qur'an memperlihatkan kehalusan, keselamatan, keselarasan, dan kerjasama.
Buktinya adalah ilmu bayan dan ilmu ma’ani.
Al-Qur'an memiliki ciri khas yang tidak ditemukan pada kalam lain, karena ketika Anda mendengar suatu perkataan seseorang, Anda dapat melihat siapa sebenarnya yang berbicara, karena gaya bahasa merupakan cermin manusia. sementara Al-Qur'anul Karim tidak seperti itu.
Wahai penanya teladan! Anda meminta penjelasan singkat, dan saya sudah mengisyaratkan penjelasan tersebut.
Jika Anda meminta penjelasan rinci, itu berada di atas batasan dan kemampuan saya, karena lalat tidak dapat melihat langit.
Kitab “isyarat-isyarat mukjizat” menjelaskan satu saja di antara empatpuluh jenis kemukjizatan Al-Qur'an; kefasihan rangkaian kata. Kitab ini tidak muat untuk menjelaskan secara rinci. Seratus halaman penjelasan saya pun tidak akan cukup untuk itu.
Saya sendiri menginginkan makhluk halus seperti Anda yang memiliki banyak ilham untuk memberikan penjelasan rinci tentang kemukjizatan Al-Qur'an.
“Tangan ahli sastra Barat yang penuh hawa nafsu, kepentingan, dan rekayasa tidak akan mencapai kedudukan sastra Al-Qur'an nan abadi yang penuh cahaya, petunjuk, dan penawar.”
Kondisi yang menyenangkan para memiliki daya rasa tinggi bagi orang-orang sempurna tentu tidak menyenangkan dan tidak diinginkan para pemilik hawa nafsu kekanak-kanakan dan tabiat-tabiat bodoh, juga tidak membuat mereka senang.
Berdasarkan hikmah ini, daya rasa bodoh dan rendah dicekoki dengan hawa nafsu jiwa dan syahwat, serta tumbuh besar di bawah suasana seperti itu tanpa mengenal daya rasa spiritual.
Sastra saat ini yang bersumber dari sastra Eropah di sela pandangan kisah tidak mampu melihat kelembutan-kelembutan tinggi dan keistimewaan-keistimewaan menawan di dalam Al-Qur'an, juga tidak mampu merasakannya, sehingga tidak dapat membuat standar untuk menilai keistimewaan-keistimewaan sastra Al-Qur'an.
Sastra memiliki tiga ranah sebagai ruang gerak dimana sastra tidak bisa keluar dari sana;
Ranah cinta dan kebaikan.
Ranah semangat dan keberanian.
Ranah konsepsi hakikat.
Terkait sastra asing;
Di ranah semangat;
Tidak mencari kebenaran, tapi mengajarkan dan mendorong perasaan-perasaan tergoda oleh kekuatan, memberikan tepuk tangan pada kesewenang-wenangan manusia nan zalim.
186. Page
Di ranah kebaikan dan cinta;
Sastra asing tidak mengenal cinta hakiki, tapi mengajarkan and menyebarkan daya ras syahwat nan deras di dalam jiwa.
Di ranah konsepsi hakikat;
Sastra asing tidak memandang alam raya sebagai ciptaan ilahi, tidak dapat melihatnya sebagai format rahmani, tapi hanya menyebut dan menggambarkan alam dari sisi natural. Sastra asing tidak dapat terlepas dari konsep ini. Tidak heran jika sastra asing mengajarkan untuk mencintai alam, menanamkan cinta dan penyembahan terhadap materi di dalam relung kalbu, sehingga siapapun takkan terlepas dari cinta dan penyembahan ini dengan mudah.
Sastra asing hanya menemukan satu obat saja, apalagi kalau bukan kisah-kisah hidup namun mati seperti buku, mayat-mayat hidup seperti cinema, mayat yang tidak dapat memberikan kehidupan, wujud-wujud mirip reinkarnasi kuburan nan luas yang disebut masa lalu seperti drama. Sastra asing tidak mampu untuk menuturkan tiga jenis sastra ini.
Sastra asing memasang lidah palsu di mulut manusia, memasang mata fasik di wajah manusia, memakaikan gaun murahan kepada dunia, sehingga tidak mengenal keindahan hakiki.
Bahkan andai ingin memperlihatkan mentari, sastra asing mengingatkan pada aktris blonde yang cantik.
Secara lahir sastra asing mengatakan, “Kebodohan itu buruk dan tidak laik bagi manusia,” selanjutnya menunjukkan dampak-dampak berbahaya dari kebodohan. Hanya saja sastra ini menggambarkan kebodohan dalam bentuk yang menggoda dan membuat ngiler. Akal hilang kekuasaan dan kendali karena sastra ini membangkitkan syahwat dan hawa nafsu, hingga dominasi ini membuat segala perasaan dalam jiwa lenyap.
Sementara sastra Al-Qur'anul Karim;
Sastra Al-Qur'an tidak membuka ruang untuk hawa nafsu. Sebaliknya, sastra Al-Qur'an memberikan perasaan cinta kepada Al-Haq, mencintai keindahan hakiki, merasakan keindahan, rindu pada cinta hakikat dan tidak pernah menipu.
Sastra Al-Qur'an tidak memandang alam raya ini dari sisi natural, tapi sebagai ciptaan ilahi dan format rahmani, sehingga tidak membingungkan akal. Sastra Al-Qur'an mengajarkan cahaya makrifatullah dan memperlihatkan tanda-tanda kebesaran-Nya di segala sesuatu.
Kedua sastra memang sama-sama menimbulkan kesedihan nan lembut. Hanya saja kedua kesedihan tersebut tidak sama.
Sastra Barat buatan Eropah menimbulkan sedih dan duka karena keterasingan, hilangnya orang-orang tercinta dan kawan. Sastra ini tiada mampu menimbulkan kesedihan nan suci dan luhur.
Mengingat sastra barat –dengan perasaan sedih yang disulut oleh alam nan tuli dan kekuatan nan buta- memandang alam raya ini tempat sepi dan hanya memperlihatkan alam dalam bentuk seperti itu.
Sastra ini membiarkan insan nan sedih berada di tengah-tengah orang-orang asing sendirian tanpa pelindung, dan tiada memberikan harapan kepadanya.
Karena dorongan perasaan-perasaan nan deras seperti ini –yang dipicu di dalam diri-, orang sedikit demi sedikit sampai pada atheisme dan pengabaian hingga sulit
187. Page
baginya untuk kembali ke jalan yang benar, dan bahkan mungkin sama sekali tidak bisa.
Berbeda dengan sastra Al-Qur'an;
Sastra Al-Qur'an menimbulkan kesedihan luhur yang disebut kesedihan pecinta, bukan kesedihan anak yatim yang muncul karena ditinggal orang-orang tercinta, bukan karena kehilangan mereka.
Sastra Al-Qur'an memandang dan membahas alam raya ini sebagai ciptaan ilahi yang memiliki perasaan dan belas kasih. Bukan memandangnya sebagai alam nan buta. Sastra Al-Qur'an tidak menyinggung dan sama sekali tidak sibuk dengan urusan naturalisme.
Sastra Al-Qur'an memperlihatkan kuasa ilahi nan bijak yang memiliki pertolongan menyeluruh, bukannya sebagai kekuatan buta. Untuk itu, sastra Al-Qur'an tidak mengenakan gaun keterasingan pada alam raya dalam pandangannya. Bahkan, alam menurut pandangan lawan bicara nan sedih bagi Al-Qur'an, berubah menjadi sekelompok orang-orang tercinta. Terjadi komunikasi dan ikatan cinta di setiap sudutnya sehingga tidak menimbulkan kesulitan. Muncul kebahagiaan di setiap sisinya dengan menempatkan orang sedih di tengah-tengah kelompok ini.
Sastra Al-Qur'an memunculkan kesedihan penuh cinta, perasaan luhur dan tinggi, bukan kesedihan pilu penuh duka.
Kedua sastra ini juga sama-sama memberikan kebahagiaan dan kesenangan.
Karena kebahagiaan dan kesenangan itu, jiwa berada dalam cinta nan menyenangkan. Jiwa merasakan cinta dan hawa nafsu di dalamnya membentang akibat gairah yang ditimbulkan sastra (Barat) nan sepi itu. Hanya saja sastra ini tiada mampu memberikan kesenangan dan kebahagiaan bagi ruhani.
Berbeda dengan cinta yang diberikan Al-Qur'anul Karim. Cinta ini membangkitkan ruhani hingga memberinya rasa cinta pada segala keluhuran.
Berdasarkan rahasia ini, syariat Muhammad Saw. tidak menerima senda gurau, mengharamkan sebagian alat-alat musik dan membolehkan sebagian lainnya.
Artinya, alat-alat yang membangkitkan rasa sedih dan cinta ala Al-Qur'an tidak dilarang.
Namun manakala alat-alat ini menimbulkan kesedihan ala anak yatim dan cinta ala hawa nafsu, alat-alat seperti ini haram hukumnya.
Kondisi seperti ini tidak sama, tergantung pada orang perorang, karena semau orang tidak sama dalam hal ini.
Sebuah Poin dari Penjelasan Tambahan Tentang Cinta
Perlu diketahui! Salah satu kelembutan mukjizat Al-Qur'an dan bukti bahwa Al-Qur'an rahmat menyeluruh bagi semua adalah;
Seperti halnya setiap orang di dunia ini punya alam tersendiri, seperti itu pula setiap pemahaman Al-Qur'an seseorang merupakan Al-Qur'an tersendiri baginya yang mendidik dan mengobatinya.
Di antara keistimewaan kelembutan petunjuk Al-Qur'an;
Di samping selaras dengan sempurna, sangat terkait dan berhubungan, ayat-ayat Al-Qur'an juga mudah untuk dijadikan petunjuk dan penawar bagi siapapun yang ia
188. Page
petik dari berbagai surah, seperti kutipan para penganut berbagai aliran dan ahli berbagai disiplin ilmu.
Saat Anda melihat ayat-ayat Al-Qur'an berbeda dari sisi tingkatan, namun ayat-ayat tersebut terlihat laksana kalung nan tersusun rapi yang saling menyatu dan terhubung dengan saudari-saudarinya yang baru. Dipisah sejak awal tidak membuatnya berkurang, dihubungkan dengan ayat-ayat lain pun tidak membuatnya terasing.
Rahasia ini mengisyaratkan bahwa sebagian besar ayat-ayat Al-Qur'an terkait dengan ayat-ayat lain yang boleh disebut dan dihubungkan dengannya.
Seperti halnya surah Al-Ikhlash mengandung tigapuluh surah dengan merangkai kata-katanya satu sama lain sebagai bukti dan kesimpulan seperti disebutkan dalam risalah “kilauan-kilauan,” seperti itu pula Al-Qur'an baik secara menyeluruh ataupun sebagian, mengandung sejuta Al-Qur'an di dalam Al-Qur'an berdasarkan kandungan banyak sekali makna dan keterkaitan karena kelengkapan ayat-ayatnya. Untuk itu, setiap pemilik hakikat Al-Qur'an memiliki kitab khusus dan para pengikut.
Ya Allah! Wahai yang menurunkan Al-Qur'an! Dengan hak Al-Qur'an, jadikanlah Al-Qur'an sebagai pendamping saya di dalam kehidupan saya dan setelah tiada nanti. Jadikanlah Al-Qur'an cahaya di hati dan kubur saya.
Tiada Tuhan (yang berhak diibadahi dengan sebenarnya) selain Allah, Muhammad utusan Allah.
Dua Bukti Kebenaran Tauhid dan Sebuah Noktah Mukjizat Surah Al-Ikhlash
Seluruh alam raya ini adalah bukti kebenaran nan besar, bertasbih dan mengesakan (Allah) dengan lisan gaib dan nyata.
Ya, alam raya berzikir mengesakan Ar-Rahman dengan suara besar mengucapkan; لا إله إلا الله
Setiap atom dan sel-sel alam raya, setiap sendi, dan bagian tubuhnya adalah lisan yang berzikir. Dengan suara melengking tinggi semuanya mengucapkan; لا إله إلا الله
Lisan-lisan tersebut beragam dan suara-suara tersebut bertingkat. Hanya saja semuanya menyatu pada satu titik. Zikir dan gema suara mereka semua menuturkan; لا إله إلا الله
Alam raya ini adalah manusia besar yang berzikir dengan suara melengking tinggi, setiap bagian kecil dan atom-atomnya turut mengatakan dengan suara-suara nan lembut; لا إله إلا الله
Alam raya ini membaca ayat-ayat Al-Qur'an dalam halaqah zikir agung, membaca Al-Qur'an nan terang bercahaya. Setiap makhluk bernyawa berpikir dan turun mengucapkan; لا إله إلا الله
Al-Furqan nan luhur kedudukannya ini merupakan bukti kebenaran yang menuturkan tauhid. Setiap ayat-ayatnya merupakan lisan nan jujur. Obor-obornya merupakan kilatan iman. Semuanya secara bersama-sama mengucapkan; لا إله إلا الله
Ketika Anda melekatkan telinga ke dada Al-Furqan ini, dari relung yang paling dalam Anda akan mendengarkan gema samawi dengan jelas mengucapkan; لا إله إلا الله
Suara tersebut sangat tinggi, sangat serius, sangat tulus dan ikhlas, sangat menyenangkan, dan dikuatkan dengan bukti kebenaran. Suara itu berulang kali mengucapkan; لا إله إلا الله
189. Page
Bukti kebenaran nan terang ini, keenam arah mata anginnya transparan karena di bagian luarnya terdapat cap kemukjizatan nan berukir terang. Cahaya hidayah nan berkilau di dalamnya mengucapkan; لا إله إلا الله
Di bawahnya ada tenunan logika nan bergerak dan bukti kebenaran. Di sisi kanannya membuatnya akal berbicara, menggerakkan semua sisinya, dibenarkan pikiran, dan mengucapkan; لا إله إلا الله
Di sisi kirinya membuat perasaan bersaksi, di bagian depannya terdapat kebaikan dan kebajikan. Kebahagiaan menjadi tujuan, dan kuncinya adalah; لا إله إلا الله
Sandaran di sisi belakangnya adalah samawi, yaitu sebagai wahyu rabbani murni.
Keenam arah ini bersinar terang, dan di seluruh menaranya nan terang nampak jelas; لا إله إلا الله
Bagaimana waswas nan mencuri, syubhat nan datang, dan bagaimana si penyimpang itu dapat memasuki istana nan berkilau terang itu?!
Benteng surah-surahnya begitu tinggi menjulang, dan setiap katanya adalah malaikat nan mengucapkan; لا إله إلا هو
Dengan, Al-Qur'an nan agung kedudukannya itu adalah samudera tauhid. Satu surahnya saja yang laksana setetes air samudera itu merupakan simbol singkat di antara sekian banyak simbolnya tanpa batas, menolak kesyirikan dengan segala jenisnya, dan menegaskan tujuh jenis tauhid dalam enam rangkaian kata; tiga di antaranya menegaskan, dan tiga sisanya menafikan.
Rangkaian kata pertama (قل هو) adalah isyarat dan tanda. Maksudnya menyebut secara mutlak. Dan di dalam sebutan tersebut terdapat penentuan. Maksudnya لا هو إلا هو
Ini mengisyaratkan tauhid syuhudi. Andaikan pandangan nan menembus menatap hakikat tenggelam dalam tauhid, pasti akan mengatakan; لا مشهود إلا هو
Rangkaian kata kedua (الله أحد) secara tegas menyebut tauhid uluhiyah, karena hakikat melalui lisan kebenaran mengatakan; لا معبود إلا هو
Rangkaian kata ketiga (الله الصمد) merupakan rumah kerang untuk dua mutiara di antara mutiara-mutiara tauhid.
Mutiara pertama; tauhid rububiyah. Ya, lisan tatanan alam raya mengucapkan; لا خالق إلا هو
Mutiara kedua; tauhid qayyumiyah. Artinya, lisan kebutuhan akan pengaruh di dalam wujud, keabadian, dan seluruh alam raya mengatakan; لا قيوم إلا هو
Rangkaian kata keempat (لم يلد); di dalam rangkaian kata ini tersembunyi tauhid jalali, menolak segala macam kesyirikan, memutuskan kekafiran dan syubhat. Artinya, sesuatu tidak berubah, berketurunan, dan terbagi tidak mungkin pencipta, pengurus seluruh makhluk, ataupun Tuhan.
(لم) membantah konsep anak tuhan, mengkafirkan anggapan bahwa Allah memiliki anak, dan memutuskan anggapan tersebut sekaligus. Karena kesyirikan ini, banyak manusia tersesat, karena terkadang kesyirikan anggapan Isa dan Uzair anak Allah, atau kesyirikan malaikat dan akal, menguasai manusia.
Rangkaian kata kelima (ولم يولد) merupakan isyarat tauhid abadi. Di dalam rangkaian kata ini tertera penjelasan berikut;
Tuhan tidaklah menjadi Tuhan jika Ia tidak wajib Ada, Tidak Ada sejak dulu kala, dan tidak azali.
190. Page
Dengan kata lain, jika ia makhluk, terikat waktu, muncul dari suatu unsur, atau terpisah dari aslinya, maka ia tidak mungkin menjadi tempat berlindung dan bernaung bagi alam raya ini.
Penyembahan terhadap sebab, bintang, berhala, dan alam adalah jenis kesyirikan. Semua ini merupakan sumur tak berguna dalam kesesatan.
Rangkaian kata keenam (ولم يكن) merupakan tauhid menyeluruh. Artinya, tidak ada padanan dalam Zat-Nya, tidak ada sekutu dalam perbuatan-perbuatan-Nya, tidak ada yang serupa dalam sifat-sifat-Nya. Ini semua tercakup dalam kata (لم).
Masing-masing dari keenam rangkaian ini merupakan kesimpulan satu sama lain secara eksplisit. Masing-masing di antaranya merupakan bukti kebenaran bagi yang lain, karena bukti-bukti kebenaran di dalam rangkaian kata-kata ini saling terhubung dan kesimpulan-kesimpulannya tersusun rapi. Semuanya ada dalam surah Al-Ikhlash ini.
Dengan demikian, di dalam surah Al-Ikhlash terdapat tigapuluh surah nan terangkai, dan surah ini menjadi tempat munculnya seluruh surah tersebut.
Tiada yang mengetahui gaib selain Allah.
191. Page
Permasalahan Kesepuluh dari Risalah Buah
Bunga Emirdag (Sinar Kesebelas)
Jawaban kuat untuk bantahan-bantahan terkait pengulangan-pengulangan Al-Qur'an
Saudara-saudara saya sekalian yang mulia dan tulus!
Meski permasalahan ini terasa rumit dan tidak jelas karena kondisi saya yang malang, saya tahu pasti bahwa di bawah kata-kata yang rumit ini ada semacam mukjizat yang sangat bernilai.
Sayangnya, saya tidak bisa mengungkapkan mukjizat itu. Meski kata-katanya samar, namun merupakan ibadah fikiran, rumah karang esensi suci nan luhur dan berkilau, karena kata-kata ini milik Al-Qur'an. Untuk itu, silahkan diperhatikan intan yang ada di tangan kata-kata ini, jangan melihat pakaiannya yang usang. Jika dirasa tepat, silahkan kalian jadikan “permasalahan kesepuluh.” Jika tidak tepat, anggap saja kata-kata ini sebagai balasan atas surat-surat ucapan selamat (hari raya) yang kalian kirimkan.
Saya terpaksa menulis risalah ini secara garis besar dan sangat singkat dalam sehari atau dua hari di bulan Ramadhan kala saya sedang sakit dan dalam kondisi kesehatan yang menurun, juga di saat saya tidak bisa makan dengan baik, seraya menyelipkan sejumlah hakikat dan hujah dalam satu rangkaian kalimat.
Untuk itu, mohon dimaafkan kiranya, kekeliruan yang ada tolong dibetulkan dan tolong menutup mata atas kekurangan yang ada.[1]
Risalah ini merupakan bunga kecil Emirdag nan bersinar dan juga bulan mulia Ramadhan kali ini. Risalah ini adalah “masalah kesepuluh” dari buah penjara Denizli yang menghilangkan segala ilusi para pengikut kesesatan nan busuk dan beracun, dengan menjelaskan satu di antara sekian banyak hikmah pengulangan-pengulangan Al-Qur'an.
Permasalahan Kesepuluh
Saudara-saudara saya sekalian yang mulia dan tulus!
Ketika saya membaca Al-Qur'an al-mu’jizul bayan di bulan Ramadhan, saya merenungkan makna-makna tigapuluh tiga ayat yang isyarat-isyaratnya terhadap Risalah-risalah An-Nur telah disebutkan dalam “sinar pertama.” Saya kemudian memahami bahwa setiap ayatnya –bahkan ayat-ayat dan pembahasan pada halaman mushaf- seakan memuji Risalah-risalah An-Nur dan murid-murid An-Nur dari sisi karena mereka meraih sebagian luapan dan makna-maknanya- khususnya ayat An-Nur dalam surah An-Nur yang mengisyaratkan Risalah-risalah An-Nur dengan sepuluh jari, dan sepuluh ayat kegelapan setelahnya yang mengisyaratkan para penentangnya, dan
[1] Anda bisa membenahi bagian ini. Usahakan untuk menjadikan rangkaian-rangkaian kata yang panjang menjadi beberapa kalimat agar mudah difahami (penulis).
192. Page
memberi mereka bagian lebih, seakan maqam ini muncul dari bagian kecil namun meraih bagian menyeluruh.
Saya merasa bawa satu bagian dari bagian-bagian menyeluruh itu yang ada di masa sekarang adalah Risalah-risalah An-Nur dan para murid-muridnya.
Ya, khitab Al-Qur'an menampakkan mukjizat dan cakupan menyeluruh nan luhur dari sisi keleluasaan, keluhuran, dan peliputan yang diraih dari maqam rububiyah umum nan luas milik Zat Yang Maha berbicara dan azali, juga maqam luas bagi siapa yang menjadi lawan bicara atas nama umat manusia, bahkan atas nama alam raya, juga dari maqam tuntunan-tuntunan seluruh umat manusia dan anak cucu Adam sepanjang masa yang sangat luas sekali, dari maqam penegasan undang-undang ilahi yang menyeluruh, luhur dan sangat tinggi terkait pengaturan dunia dan akhirat, bumi dan langit, azali dan abadi, juga rububiyah Pencipta alam raya dan seluruh makhluk, karena tingkatan lahiriah dan sederhana, bahkan tingkatan-tingkatan khitab yang memanjakan pemahaman-pemahaman sederhana kalangan awam sebagai kalangan mayoritas di antara mereka yang menjadi lawan bicara pelajaran Al-Qur'an, juga memberikan bagian sempurna bagi tingkatan-tingkatan teratur.
Al-Qur'an tidak hanya sekedar menuturkan kisah dan pelajaran dari penuturan sejarah, bahkan Al-Qur'an seakan baru diturunkan, berbicara kepada setiap tingkatan umat manusia sepanjang masa sebagai bagian dari aturan menyeluruh, khususnya ancaman-ancaman yang menyebut, “Orang-orang zalim” “Orang-orang zalim,” yang diulang berkali-kali, dan pernyataan tegas terkait beratnya petaka-petaka langit dan bumi yang menjadi hukuman bagi kezaliman mereka, menarik perhatian siapapun kepada perilaku-perilaku zalim tiada banding pada masa sekarang ini dengan menyebutkan berbagai macam siksa yang turun kepada kaum Ad, Tsamud, dan Fir’aun, juga memberikan hiburan bagi orang-orang beriman yang teraniaya dengan menyebut selamatnya para nabi seperti Ibrahim dan Musa.
Ya, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang memperlihatkan masa lalu secara utuh layaknya pementasan layar cinema, memperlihatkan masa-masa lalu yang mati yang menurut pandangan kelalaian dan kesesatan sebagai alam ketiadaan nan sepi, menyakitkan dan kuburan memilukan yang lenyap. Al-Qur'an memperlihatkan setiap masa lalu dan setiap tingkatan manusia laksana lembaran hidup sebagai pelajaran, alam menakjubkan yang memiliki ruh dan kehidupan dari ujung ke ujung, kerajaan rabbani yang nyata, wujud yang memiliki hubungan dengan kita.
Untuk itu, Al-Qur'an menyampaikan pelajaran kepada kita dengan kemukjizatan tinggi, kadang membawa kita ke masa-masa lalu itu dan kadang pula menyampaikan berita tentang masa-masa lalu itu kepada kita.
Al-Qur'an nan agung kedudukannya yang memperlihatkan alam raya dengan kemukjizatan yang sama yang menurut pandangan kesesatan mati, sengsara, dan tempat sepi tanpa batas, berguling dalam perpisahan dan ketiadaan. Al-Qur'an memperlihatkan alam raya laksana sebuah kitab shamadani, kota rahmani, pameran ciptaan-ciptaan rabbani, membangkitkan kehidupan pada benda-benda mati itu dan menjadikannya laksana para petugas yang saling berbincang satu sama lain, dan berusaha untuk menolongnya.
Dengan demikian, Al-Qur'an mengajarkan hikmah nan hakiki, bersinar dan menyenangkan kepada manusia, jin, dan para malaikat. Sehingga tidak diragukan, Al-Qur'an memiliki keistimewaan-keistimewaan suci, seperti setiap huruf-hurufnya memiliki sepuluh kebaikan, dan kadang seribu kebaikan, bahkan ribuan kebaikan,
193. Page
selain itu jin dan manusia secara keseluruhan tidak mampu untuk membuat sepertinya, meski mereka bersatu padu, Al-Qur'an berbicara kepada seluruh umat manusia dan alam raya dengan kata-kata yang patut dengan maqam mereka, Al-Qur'an terukir dengan manis di hati jutaan para penghafal setiap waktu dan setiap saat, tidak membuat jemu dan bosan meski terus diulang dan dibaca, Al-Qur'an tertanam dalam otak-otak sederhana anak-anak, meski di dalamnya terdapat beberapa bagian dan rangkaian kalimat yang mungkin saja tidak jelas bagi mereka, Al-Qur'an terasa nikmat di telinga orang-orang sakit dan mereka yang menderita, bahkan bagi orang-orang sekarat, seakan Al-Qur'an air zamzam.
Keistimewaan-keistimewaan suci Al-Qur'an ini memberikan kebahagiaan dunia-akhirat para murid-muridnya, dan menampakkan kehalusan fitrah. Al-Qur'an datang dari langit secara langsung tanpa membuka celah apapun untuk sikap memaksakan diri, dibuat-buat ataupun pamer, menampakkan kemukjizatan sangat lembut, dan tuntunan dengan membuka lembaran-lembaran yang paling jelas dan paling pasti seperti langit dan bumi –berdasarkan rahasia hikmah kelembutan untuk menyesuaikan pemahaman-pemahaman sederhana kalangan awam sebagai kalangan mayoritas- memberitahukan mukjizat-mukjizat kuasa-Nya nan menawan, tulisan-tulisan hikmah-Nya yang sarat makna.
Al-Qur'an juga menampakkan mukjizat memahamkan banyak sekali makna dalam satu rangkaian kata dan dalam satu kisah bagi seluruh tingkatan lawan bicara yang berbeda, dengan mengulang rangkaian-rangkaian kata nan indah, karena Al-Qur'an adalah kitab doa, dakwah, zikir dan tauhid yang menjadikan pengulangan dan memetik pelajaran sebagai suatu keharusan, bahkan untuk kejadian-kejadian sederhana yang dialami para sahabat dalam rangka mendirikan Islam dan membukukan syariat, karena pemberitaan segala sesuatu –bahkan untuk hal-hal paling sederhana dan kurang penting dalam peristiwa parsial dan biasa- berada di bawah pengawasan rahmat-Nya, dalam lingkup aturan dan kehendak-Nya.
Al-Qur'an menampakkan mukjizat ini dari sisi adanya aturan-aturan menyeluruh yang ada di dalamnya, membuat kejadian-kejadian kecil tersebut membuahkan hasil-hasil yang sangat penting sekali –seakan sebagai benih- dalam mendirikan Islam dan syariat secara umum dan menyeluruh.
Ya, kebutuhan yang terus terulang mengharuskan adanya pengulangan. Untuk itu, pengulangan sebagian rangkaian kata yang sekuat ribuan hasil, pengulangan sejumlah ayat yang merupakan hasil dalil-dalil tanpa batas dalam memicu perubahan besar, luas, dan penting tanpa batas, yang menyampaikan pelajaran dan jawaban atas sekian pertanyaan yang terus berulang kepada banyak sekali tingkatan berbeda selama duapuluh tahun, yang menegaskan bahwa di luar sana ada Zat yang menghancurkan alam raya nan besar ini dan merubah bentuknya pada hari kiamat, melenyapkan dunia dan digantikan dengan akhirat nan besar, yang menegaskan bahwa seluruh bagian-bagian kecil dan bagian-bagian menyeluruh, dimulai dari atom hingga bintang, semuanya berada di tangan Zat Yang Maha Esa dan Tunggal, berada di bawah kendali-Nya, yang menampakkan murka ilahi dan sikap tegas rabbani untuk memperhitungkan kezaliman manusia yang membuat marah alam raya, langit, bumi dan seluruh unsur sebagai hasil penciptaan alam raya.
Ya, pengulangan kata dan ayat bukanlah suatu kekurangan, bahkan sebagai mukjizat yang sangat kuat, tingkat bahasa yang sangat tinggi, kefasihan yang cocok dengan tuntutan keadaan.
194. Page
Contoh;
Rangkaian kata;
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
“Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang,” yang diulang sebanyak 114 kali meski kata-kata ini satu ayat, ini merupakan hakikat yang mengaitkan antara serangga sebagai makhluk paling kecil dengan Arsy sebagai makhluk yang paling besar, menerangi alam raya, diperlukan setiap manusia setiap saat, seperti yang telah dijelaskan dalam “kilauan keempatbelas” dari Risalah-risalah An-Nur, dimana seandainya kata-kata ini diulang jutaan kali, tentu kebutuhan terhadap kata-kata ini tetap tidak tuntas.
Kata-kata ini bukan hanya diperlukan setiap hari layaknya roti, tapi kebutuhan terhadap kata-kata ini merupakan kebutuhan kerinduan setiap saat layaknya udara dan cahaya.
Contoh;
Pengulangan ayat;
وَإِنَّ رَبَّكَ لَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلرَّحِيمُ
“Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang,” sebanyak delapan kali dalam surah Tha Sin Mim[1] yang berisi tentang selamatnya para nabi dan siksaan yang menimpa kaum mereka dimana kisah mereka disampaikan sebagai perhitungan hasil penciptaan alam raya dan atas nama rububiyah secara umum.
Andai ayat ini –yang sekuat ribuan hakikat- diulang sebanyak ribuan kali untuk memberitahukan bahwa keperkasaan rabbani mengharuskan untuk menyiksa kaum-kaum zalim itu dan rahmat ilahi mengharuskan untuk menyelamatkan para nabi, tetap saja kebutuhan dan kerinduan pengulangan ayat ini tidak akan berakhir. Bahkan pengulangan ayat ini merupakan gaya bahasa tingkat tinggi yang memiliki ijaz (kata-kata singkat) dan i’jaz (mengandung mukjizat).
Contoh;
Ayat;
فَبِاَيِّ اٰلَاۤءِ رَبِّكُمَا تُكَذِّبٰنِ
“Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?” dalam surah Ar-Rahman, dan ayat;
وَيْلٌ يَوْمَئِذٍ لِّلْمُكَذِّبِينَ
“Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang mendustakan,” dalam surah Al-Mursalat yang menyampaikan kepada masa, bumi dan langit seraya memberikan peringatan bahwa kekafiran bangsa manusia dan jin, pengingkaran nikmat, kezaliman dan perlakuan semena-mena yang mereka lakukan terhadap seluruh hak-hak makhluk yang membuat alam raya marah, memancing amarah langit dan bumi, merusak hasil-hasil penciptaan alam, membalas keagungan kekuasaan ilahi dengan pengingkaran dan penghinaan, andaikan kedua ayat ini diulang sebanyak ribuan kali dalam pelajaran umum sekuat ribuan permasalahan, yang memiliki hubungan dengan ribuan hakikat seperti ini, tentu kebutuhan akan pengulangan kedua ayat tersebut tidak tuntas. Ini adalah ijaz (kata-kata singkat) yang memiliki kemuliaan dan i’jaz (kemukjizatan) yang memiliki kefasihan dan keindahan.
[1] Maksudnya surah Asy-Syu’ara`.
195. Page
Contoh;
Pengulangan kalimat;
“Maha Suci Engkau, tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain-Mu, berilah kami aman, berilah kami aman, bebaskanlah kami, lindungilah kami, dan selamatkanlah kami dari neraka,” sebanyak seratus kali dalam munajat nabawi bernama al-jausyan al-kabir, yang merupakan salah satu jenis munajat Al-Qur'an yang hakiki dan sempurna, bersumber dari Al-Qur'an, dan yang merupakan salah satu intisari Al-Qur'an karena berisi hakikat terbesar di alam raya ini seperti tauhid, juga berisi tiga tugas makhluk yang paling penting terhadap rububiyah, seperti tasbih, tahmid dan taqdis, adanya persoalan manusia yang paling penting; selamat dari kesengsaraan abadi, adanya hasil ubudiyah yang mengharuskan, dan adanya kelemahan manusia.
Saya katakan, andaikan kalimat ini diulang sebanyak ribuan kali, tetap terasa seakan belum diulang.
Dengan demikian, pengulangan-pengulangan Al-Qur'an semata mengacu pada asas ini, bahkan kadang mengungkapkan tentang hakikat tauhid secara tersurat maupun tersirat sebanyak duapuluh kali dalam satu halaman sesuai tuntutan situasi, pemahaman dan kefasihan penjelasan, di samping pengulangan tidak menimbulkan rasa jemu, bahkan memberikan kekuatan dan membangkitkan kerinduan.
Dalam Risalah-risalah An-Nur telah dijelaskan lengkap dengan dalil-dalilnya bagaimana pengulangan-pengulangan Al-Qur'an tepat pada tempatnya, sesuai, dan diterima dari sisi gaya bahasa.
Terkait rahasia hikmah perbedaan antara surah-surah Makkiyah dan Madaniyah dalam Al-Qur'an al-mu’jizul bayan dari sisi gaya bahasa, kemukjizatan, penjelasan rinci dan garis besar adalah sebagai berikut;
Golongan pertama di antara para lawan bicara dan penentang Al-Qur'an di Makkah adalah kaum musyrik dan kalangan buta huruf Quraisy, sehingga situasi ini mengharuskan adanya gaya bahasa tingkat tinggi dan kuat, kata-kata global dan singkat yang memuaskan dan memberikan ketenangan, pengulangan untuk memperkuat (makna).
Untuk itu, sebagian besar surah-surah Makkiyah mengulang rukun-rukun iman dan tingkatan-tingkatan tauhid, menyampaikan poin tersebut secara berulang secara singkat, sangat kuat, dengan tingkat gaya bahasa yang tinggi dan mengandung mukjizat, juga menegaskan prinsip permulaan dan pengembalian, menegaskan keberadaan Allah dan akhirat yang bukan hanya dalam satu halaman, ayat, kalimat, atau satu kata saja, bahkan kadang dalam satu huruf, juga dalam kondisi-kondisi tertentu, seperti mendahulukan kata-kata yang seharusnya diletakkan di belakang, dan mengakhirkan kata-kata yang seharusnya disebut di depan, menyebut kata dalam bentuk makrifat (definite noun) dan nakirah (indefinite noun), pembuangan kata dan penyebutan dalam bentuk yang sangat kuat yang membingungkan para ahli dan pakar bahasa.
Risalah-risalah An-Nur khususnya “kalimat keduapuluh lima” dengan penjelasan-penjelasan tambahannya, yang menyebutkan empatpuluh sisi kemukjizatan Al-Qur'an secara garis besar, serta penafsiran “isyarat-isyarat kemukjizatan” yang menyebut sisi-sisi kemukjizatan dalam rangkaian kata Al-Qur'an secara menawan dan ditulis dalam bahasa Arab, menunjukkan bahwa surah-surah dan ayat-ayat Makkiyyah memiliki gaya bahasa yang lebih tinggi dari gaya bahasa balaghah, dan mukjizat kata-kata singkat yang paling luhur.
196. Page
Sementara surah-surah dan ayat-ayat Madaniyah, golongan pertama di antara para lawan bicara dan penentang Al-Qur'an adalah ahli kitab dari kalangan Yahudi dan Nasrani yang percaya kepada Allah, sehingga situasi ini mengharuskan untuk menjelaskan asas-asas agama dan rukun-rukun iman kepada para ahli kitab.
Penjelasan cabang-cabang syariat dan hukum yang menjadi sebab perbedaan pandangan, penjelasan bagian-bagian kecil yang menjadi sumber dan aalsan hukum-hukum menyeluruh dengan gaya bahasa yang halus, jelas dan rinci sesuai tuntutan keindahan bahasa, tuntunan dan kesesuaian antara tutur kata dan kondisi.
Untuk itu, dalam surah-surah dan ayat-ayat Madaniyah dalam rangkaian kasus parsial, Al-Qur'an menuturkan dengan gaya bahasa tiada banding yang hanya dimiliki Al-Qur'an dalam lingkup penjelasan dan penuturan sederhana pada umumnya. Inilah kesimpulan, tanda dan hujah yang kuat dan tinggi, rangkaian kata tauhid, iman, dan akhirat yang menjadikan kasus parsial syar’i tersebut menjadi kasus menyeluruh. Mengamalkan kasus tersebut mengandung keimanan kepada Allah, sehingga maqam tersebut bersinar terang, bernilai tinggi dan luhur.
Risalah-risalah An-Nur menjelaskan sejauh mana kesimpulan dan tanda yang mengungkapkan tauhid dan akhirat, yang banyak disebutkan di bagian-bagian akhir ayat, seperti;
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ قَدِيرٌ
“Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
وَهُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Dan Dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana.”
هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
“Dan Dialah Maha Perkasa lagi Penyayang.”
Ini adalah bagian dari gaya bahasa, kefasihan, keistimewaan, dan noktah tingkat tinggi, serta menegaskan bahkan terhadap para penentang bahwa di balik kesimpulan-kesimpulan ayat ini terdapat mukjizat besar, dimana sepuluh di antara noktah, keistimewaan, intisari, dan tanda ini telah dijelaskan dalam “cahaya kedua” dari “sinar kedua” dalam “kalimat keduapuluh lima.”
Ya, Al-Qur'an seketika itu juga mengalihkan perhatian lawan bicaranya kepada poin-poin luhur dan menyeluruh yang ada dalam cabangan-cabangan syariat dan aturan-aturan sosial tersebut, merubah gaya bahasa yang biasa-biasa saja menjadi gaya bahasa tingkat tinggi, mengalihkan perhatian lawan bicara dari pelajaran syariat menuju pelajaran tauhid.
Dengan demikian terbukti bahwa Al-Qur'an adalah kitab syariat, hukum, hikmah, akidah, iman, zikir, fikir, doa dan dakwah. Dalam satu kesempatan, Al-Qur'an mengajarkan banyak sekali tujuan-tujuan tuntunan Al-Qur'an. Untuk itulah kefasihan luar biasa dan berbagai mukjizat gaya bahasa balaghah ayat-ayat Makkiyah nampak dengan jelas.
Contoh;
Pada dua kalimat berikut (رب العالمين) dan (ربك); (ربك) menjelaskan tentang keesaan, sementara (رب العالمين) menjelaskan kesatuan. Keesaan juga mengungkapkan tentang kesatuan.
197. Page
Bahkan dalam satu kalimat, Allah memasukkan matahari dalam pupil mata langit dengan ayat yang sama, seperti halnya Ia melihat satu atom dalam pupil mata, memasukkan atom tersebut ke sana dan Ia susun. Ia juga membuat mata untuk langit. Sebagai contoh, Ia berfirman;
وَهُوَ عَلِيۡمٌۢ بِذَاتِ الصُّدُوۡرِ
“Dan Dia Maha mengetahui segala isi hati,” setelah ayat;
يُوۡلِجُ الَّيۡلَ فِى النَّهَارِ وَيُوۡلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيۡلِؕ
“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam.”
Juga firman;
يُوۡلِجُ الَّيۡلَ فِى النَّهَارِ وَيُوۡلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيۡلِؕ
“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam,” setelah ayat;
وَهُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi.”
Dialog sederhana dan parsial ini menarik perhatian tingkatan buta huruf dan pemahaman awam menuju daya tarik hati nan tinggi dan tuntunan serta dialog luhur dari sisi gaya bahasa dan kefasihan, seakan ayat-ayat ini mengatakan, “Dia Maha mengetahui lintasan-lintasan hati di tengah keagungan penciptaan langit dan bumi, Ia mengatur dan membolak-balikkannya.
Soal;
Di dalam Al-Qur'an disinyalir adanya kekurangan karena kadang hakikat penting tidak nampak di hadapan pandangan-pandangan dangkal, juga disebabkan karena (orang) tidak memahami kaitan dalam penjelasan intisari tauhid tingkat tinggi atau aturan menyeluruh dari kejadian parsial dan biasa pada maqam-maqam tertentu.
Sebagai contoh, menurut pandangan ilmu balaghah, tidak ada kaitan antara menyebut aturan yang sangat luhur dalam ayat;
وَفَوْقَ كُلِّ ذِيْ عِلْمٍ عَلِيْمٌ
“Dan di atas tiap-tiap orang yang berpengetahuan itu ada lagi yang Maha Mengetahui.” (QS. Yusuf: 76) Dengan langkah Yusuf yang mengambil saudaranya melalui sebuah akal-akalan. Apa rahasia dan hikmahnya?
Jawab;
Esensi Al-Qur'an di sebagian besar surah-surah panjang dan sedang yang masing-masing di antaranya merupakan Al-Qur'an kecil, juga di sebagian besar halaman dan maqam yang tidak hanya mengandung dua atau tiga maksud saja, tapi mengandung banyak sekali kitab seperti kitab zikir, iman, fikir, kitab syariat, hikmah, tuntunan, dan berbagai pelajaran lain.
Dengan demikian, Al-Qur'an yang merupakan bagian dari membaca kitab alam raya nan besar dari sisi cakupan rububiyah ilahi terhadap segala sesuatu, dan dari sisi ungkapan tentang keagungan pembiasan-pembiasan rububiyah, di samping karena Al-Qur'an mengajarkan makrifatullah, tingkatan-tingkatan tauhid, hakikat-hakikat iman, menjaga banyak sekali tujuan dalam satu kesempatan, bahkan dalam satu halaman; maka tidak diragukan bahwa Al-Qur'an dalam satu kesempatan saja membahas pelajaran baru lainnya meski dengan kaitan yang lemah namun jelas terhadap suatu permasalahan, sehingga permasalahan-permasalahan lain yang sangat kuat disertakan
198. Page
dengan kaitan lemah ini, cocok dengan kesempatan tersebut, dan tingkat bahasanya terangkat tinggi.
Soal lain;
Apa hikmah penegasan adanya akhirat dan tauhid, penegasan adanya balasan untuk umat manusia secara tersurat dan tersirat yang disebut ribuan kali dalam Al-Qur'an, menarik segala perhatian ke sana, mengajarkan hakikat tersebut melalui setiap surah, setiap halaman, dan di setiap kesempatan?
Jawab;
Dari sisi pengajaran masalah-masalah besar, menghilangkan syubhat-syubhat tanpa batas, meruntuhkan pengingkaran dan pembangkangan berat dalam lingkup kemungkinan, dalam perubahan-perubahan terkait kejadian-kejadian di dalam raya, terkait permasalahan-permasalahan paling besar dan penting terkait tugas manusia yang memikul amanat besar dan sebagai khalifah di bumi. Tugas yang menjadi inti kesengsaraan dan kebahagiaan abadi.
Maka tidak diragukan, tentu tidak berlebihan jika Al-Qur'an mengalihkan segala perhatian menuju permasalahan-permasalahan tersebut sebanyak ribuan bahkan jutaan kali agar manusia mempercayai perubahan-perubahan mencengangkan tersebut, menerima permasalahan-permasalahan besar yang pasti bagi manusia dalam perubahan-perubahan tersebut, karena permasalahan-permasalahan ini dibaca berulang sebanyak jutaan kali dalam Al-Qur'an, namun tidak membuat jemu dan bosan, juga tidak menghilangkan kebutuhan akan pengulangan itu sendiri.
Sebagai contoh; hakikat kabar gembira kebahagiaan abadi yang ditunjukkan ayat;
اِنَّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ لَهُمْ جَنّٰتٌ تَجْرِيْ مِنْ تَحْتِهَا الْاَنْهٰرُ ەۗ ذٰلِكَ الْفَوْزُ الْكَبِيْرُۗ
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh bagi mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai. Itulah keberuntungan yang besar.” (QS. Al-Buruj: 11)
Dan ayat;
خٰلِدِيْنَ فِيْهَا
“Mereka kekal di dalamnya.” (QS. An-Nisa`: 57)
Andai ayat yang mengatakan, “Hakikat kematian yang memperlihatkan dirinya setiap saat di hadapan manusia yang malang, menyelamatkan manusia dan dunianya, menyelamatkan seluruh orang-orang tercinta dari ketiadaan abadi, dan memberikan kekuasaan abadi padanya,” diulang sebanyak milyaran kali dan diberi perhatian besar sebesar alam raya ini, tentu tidak berlebihan, dan tentu tidak mengurangi nilainya.
Dengan demikian, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan yang mengajarkan masalah-masalah penting hingga batas yang paling jauh seperti masalah-masalah tersebut di atas, yang berusaha untuk meyakinkan, menegaskan, dan mendorong untuk beriman dengan menegaskan perubahan-perubahan mencengangkan yang merubah alam raya laksana rumah, tidak diragukan bahwa tidak berlebihan jika Al-Qur'an ribuan kali mengalihkan perhatian pada masalah-masalah tersebut secara tersurat maupun tersirat, bahkan pengulangan-pengulangan ini memperbarui keindahan yang setara dengan kebutuhan-kebutuhan utama seperti roti, obat, udara, dan cahaya.
199. Page
Contoh lain; hikmah Al-Qur'an menyebut ayat-ayat ancaman keras, tegas, kuat, dan berulang seperti;
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا مِنْ اَهْلِ الْكِتٰبِ وَالْمُشْرِكِيْنَ فِيْ نَارِ جَهَنَّمَ خٰلِدِيْنَ فِيْهَاۗ اُولٰۤىِٕكَ هُمْ شَرُّ الْبَرِيَّةِۗ
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir yakni ahli Kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka jahannam; mereka kekal di dalamnya. mereka itu adalah seburuk-buruk makhluk.” (QS. Al-Bayyinah: 6)
وَإِنَّ ٱلظَّٰلِمِينَ لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan sesungguhnya orang-orang yang zalim itu akan memperoleh azab yang amat pedih.” (QS. Asy-Syura: 21) Hikmahnya adalah kekafiran dan pengingkaran manusia adalah pelanggaran terhadap hak-hak alam raya dan sebagian besar makhluk-makhluk, seperti yang telah dijelaskan secara pasti dalam Risalah-risalah An-Nur –karena kekafiran dan pengingkaran memicu amarah langit dan bumi, juga seluruh unsur-unsur lama raya, sehingga mereka menimpakan tamparan-tamparan kepada orang-orang zalim. Neraka Jahanam marah terhadap orang-orang pengingkar lagi zalim hingga hampir-hampir pecah dan terputus karena luapan amarah, seperti secara tegas disampaikan dalam ayat berikut;
اِذَآ اُلْقُوْا فِيْهَا سَمِعُوْا لَهَا شَهِيْقًا وَّهِيَ تَفُوْرُۙ ,
تَكَادُ تَمَيَّزُ مِنَ الْغَيْظِۗ كُلَّمَآ اُلْقِيَ فِيْهَا فَوْجٌ سَاَلَهُمْ خَزَنَتُهَآ اَلَمْ يَأْتِكُمْ نَذِيْرٌۙ
“Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, Hampir-hampir (neraka) itu terpecah-pecah lantaran marah.” (QS. Al-Mulk: 7-8)
Kejahatan menyeluruh dan pelanggaran-pelanggaran tanpa batas seperti ini, andai diulang tidak hanya sebanyak seribu kali, bahkan jutaan dan milyaran kali oleh Penguasa alam raya dalam firman-Nya terkait kejahatan dan hukumannya yang keras dan berat, bukan dari sisi kecilnya manusia atau tidak pentingnya mereka, tapi dari sisi besarnya kejahatan mereka dan pelanggaran-pelanggaran kekafiran yang mengerikan, juga dari sisi pentingnya hak-hak para hamba, menampakkan keburukan tanpa batas yang terkandung di dalam kekafiran dan kezaliman para pengingkar, tentu pengulangan sebanyak itu tidaklah berlebihan ataupun sebagai kekurangan, karena ratusan juta umat manusia membacanya setiap hari sejak seribu tahun silam dengan sepenuh kerinduan dan kebutuhan tanpa jemu ataupun bosan.
Ya, alam setiap orang berlalu setiap hari dan setiap saat, berikutnya alam baru terbuka untuknya. Seperti halnya “la ilaha illallah” menjadikan lentera bagi setiap tirai yang selalu berubah melalui pengulangan kalimat “la ilaha illallah” sebanyak seribu kali karena kebutuhan dan kerinduan untuk menerangi seluruh alam sesaat, maka seperti itu pula Al-Qur'an menyampaikan pengulangan-pengulangan yang memiliki tujuan karena sebuah hikmah agar manusia –dengan membaca Al-Qur'an- benar-benar memperhatikan hukuman atas tindak-tindak kejahatan dan ancaman keras dari Sang Maha Penguasa azali, ancaman yang mematahkan pembangkangan kuat, agar manusia melepaskan diri dari kesewenang-wenangan jiwa, agar mengenakan banyak sekali penutup sesaat, juga wujud-wujud yang berotasi dan berganti, agar manusia tidak memperburuk bentuk wujud-wujud yang ada yang membias pada cermin kehidupan manusia, agar manusia tidak menjadikan kondisi-kondisi yang sepintas lalu itu memusuhinya yang semestinya bisa digunakan untuk kepentingannya.
Bahkan, setan pun mengelak jika ancaman Al-Qur'an yang diulang-ulang dengan kuat dan tegas seperti ini tidak ada hakikat nyatanya. Selain itu, Al-Qur'an
200. Page
menunjukkan bahwa siksa neraka adalah inti keadilan bagi para pengingkar yang tidak mau mendengarnya.
Contoh; pengulangan kisah Musa a.s. yang mengandung banyak hikmah dan manfaat, seperti tongkat Musa a.s., pengulangan kisah-kisah para nabi karena sejumlah hikmah, seperti; nubuwah seluruh nabi menyampaikan hujah kebenaran risalah Muhammad Saw., dimana siapa yang tidak mampu mengingkari mereka semua, ia juga tidak akan mampu mengingkari risalah sosok ini (Muhammad Saw.) dari sisi hakikat.
Karena siapapun tidak mampu membaca Al-Qur'an secara keseluruhan setiap saat, maka pengulangan kisah-kisah tersebut, seperti halnya pengulangan rukun-rukun iman yang penting, bertujuan menjadikan setiap surah-surah yang panjang dan sedang seperti Al-Qur'an kecil.
Saya sampaikan, pengulangan kisah-kisah karena serangkaian hikmah seperti tersebut di atas, tidaklah berlebihan, tapi sebagai kefasihan dalam kemukjizatan, juga mengingatkan bahwa peristiwa Muhammad Saw. adalah peristiwa paling besar untuk seluruh umat manusia, juga permasalahan terbesar bagi alam raya.
Ya, di dalam Risalah-risalah An-Nur telah disebutkan banyak sekali hujah dan pertanda secara qath’i seputar pemberian maqam tertinggi dalam Al-Qur'an yang diberikan kepada Muhammad Saw., hakikat “Muhammad utusan Allah” yang setara dengan rukun “la ilaha illallah,” dengan kandungan empat rukun iman, risalah Muhammad Saw. adalah hakikat alam raya yang paling besar, Muhammad Saw. adalah yang paling mulia di antara seluruh makhluk, sosok maknawi menyeluruh yang disebut sebagai hakikat Muhammad dan maqam suci beliau merupakan mentari terang bagi seluruh alam, dan beliau layak mendapatkan maqam nan menawan ini.
Satu di antara seribu hujah qath’i itu adalah;
Zat Yang Maha mengetahui alam gaib melihat dan mengetahui bahwa hakikat Muhammad yang merupakan sosok maknawi Muhammad Saw., di masa depan akan menjadi seperti pohon Thuba bagi surga karena seluruh kebaikan umat beliau di setiap zaman disatukan dalam catatan kebaikan-kebaikan beliau sesuai aturan “sebab sama seperti pelaku.”
Dengan cahaya yang beliau bawa, beliau menerangi hakikat-hakikat seluruh alam raya. Beliau tidak hanya membuat golongan jin, manusia, para malaikat dan makhluk hidup bersyukur kepada-Nya, tapi juga seluruh alam raya, langit dan bumi juga bersyukur kepada-Nya.
Doa rahmat dan fitrah yang dipanjatkan jutaan bahkan milyaran orang-orang shalih di antara umat beliau yang diterima –berdasarkan bukti diterimanya doa tumbuh-tumbuhan dengan bahasa kesiapan, doa hewan dengan bahasa kebutuhan fitrah yang terpampang di hadapan mata kita- untuk Nabi Saw. setiap hari, hadiah amal maknawi yang mereka persembahkan untuk beliau terlebih dahulu, tercantumnya berbagai cahaya tanpa batas dalam catatan kebaikan-kebaikan beliau dari sisi bacaan Al-Qur'an semata, karena setiap huruf Al-Qur'an yang mencapai 300 ribu huruf –yang dibaca umat- ada pahalanya, dimulai dari sepuluh kali lipat, seratus kali lipat, dan bahkan kadang hingga ribuan kali lipat kebaikan.
Karena maqam inilah Zat Yang Maha mengetahui hal gaib memberikan nilai-nilai penting nan agung itu untuk beliau dalam Al-Qur'an, Ia menjelaskan melalui firman-Nya, bahwa untuk mengikuti dan mendapatkan syafaat beliau, hanya diraih dengan mengikuti sunnah beliau yang merupakan persoalan umat manusia yang paling penting, Ia memperhatikan sisi kemanusiaan beliau dari waktu ke waktu yang
201. Page
merupakan biji pohon Thuba nan agung dan tabiat manusiawi beliau di awal pertumbuhan beliau.
Mengingat hakikat-hakikat yang diulang dalam Al-Qur'an berisi urgensi dan nilai ini, maka fitrah lurus mengakui bahwa di dalam pengulangan hakikat-hakikat tersebut terdapat mukjizat maknawi nan kuat dan luas, kecuali bagi mereka yang terkena penyakit hati dan nurani akibat wabah penyakit materialisme, dan mereka termasuk dalam kaidah;
Orang mungkin mengingkari cahaya matahari karena matanya pedih
Mulut mungkin mengingkari rasa air karena sakit
Dua Catatan Kaki Penutup Permasalahan Kesepuluh
Catatan kaki pertama;
Duabelas tahun silam, saya mendengar atheisme yang paling berbahaya mulai memperlihatkan niat tidak baik terhadap Al-Qur'an melalui penerjemahan Al-Qur'an. Mereka merancang sebuah rencana secara matang dengan mengatakan, “Al-Qur'an harus diterjemahkan agar nilainya diketahui. Artinya, agar semua orang tahu pengulangan-pengulangan tambahan dalam Al-Qur'an, dan agar terjemahnya dibaca, sebagai ganti Al-Qur'an.”
Namun hujah-hujah Risalah-risalah An-Nur yang tak terbantahkan secara pasti menegaskan bahwa Al-Qur'an tidak mungkin diterjemahkan secara hakiki, tidak mungkin ada bahasa yang mampu menjaga segala keistimewaan dan noktah-noktah Al-Qur'an selain bahasa Arab sebagai bahasa nahwu. Terjemah-terjemah manusia yang biasa dan parsial tidak mungkin mengungkapkan ungkapan-ungkapan mukjizat menyeluruh kata-kata Al-Qur'an yang setiap hurufnya memiliki pahala sepuluh hingga seribu kebaikan, tidak mungkin dibaca di masjid-masjid.
Risalah-risalah An-Nur membantah rencana besar ini melalui penyebarannya dimana-mana. Namun saya kira, “permasalahan kesepuluh” ini diilhamkan kepada saya kala saya berada dalam situasi sulit, gelisah dan resah karena usaha kaum munafik yang menerima pelajaran dari orang zindiq layaknya orang bodoh dan gila yang berupaya untuk memadamkan mentari Al-Qur'an dengan tipuan mulut –laksana anak-anak kecil yang bodoh- demi kepentingan setan. Saya tidak mengetahui hal ini, karena saya tidak bisa menemui siapapun.
Catatan kaki kedua;
Suatu ketika saya duduk di tingkat atas hotel Syahr yang terkenal itu setelah kami keluar dari penjara Denizli. Di hadapan saya terlihat taman-taman indah pohon poplar seakan mereka berada dalam halaqah zikir dalam bentuk lembut dan sangat manis.
Tarian, ranting dan dedaunan pohon-pohon itu –karena saya berpisah dengan semua saudara-saudara saya dan saya tinggal seorang diri- memicu kesedihan hati saya nan berduka dengan gerakan-gerakan yang menarik cinta dengan sentuhan angin.
Tiba-tiba musim gugur dan dingin terlintas di benak saya, kelalaian menarik saya hingga menimbulkan rasa iba terhadap pepohonan lembut dan hidup yang bersikap manja sepenuh cinta, hingga kedua mata saya berlinangan, kesedihan-kesedihan perpisahan dan ketiadaan nan luas seluas alam raya menumpuk sesak di
202. Page
kepala saya dengan mengingat dan merasakan ketiadaan perpisahan pepohonan nan hidup itu di bawah tirai alam raya yang berhias indah.
Tanpa diduga, sebuah cahaya yang disampaikan hakikat Muhammad Saw. menolong saya, lalu merubah duka dan kesedihan tanpa batas itu menjadi bahagia dan ceria.
Saya akhirnya terus memuji Muhammad Saw. karena bantuan cahaya dan hiburan yang diberikan kepada saya, karena kondisi ini hanya bertepatan dengan zaman itu saja dalam bentuk sebagai berikut –ini merupakan satu di antara jutaan luapan yang nampak di hadapan saya, seperti halnya sebuah luapan untuk setiap orang beriman-;
Tatapan lalai pada kesempatan pertama menampakkan kelembutan-kelembutan yang muncul pada suatu musim itu seakan tanpa tugas dan hasil, seakan gerakan-gerakannya tidak muncul dari rasa cinta, bahkan seakan semuanya jatuh dari ketiadaan dan perpisahan.
Kondisi ini melukai segenap perasaan saya yang mencintai hidup abadi, keindahan, kasih sayang terhadap sesama manusia dan kehidupan, hingga nyaris merubah dunia menjadi neraka maknawi, merubah akal menjadi alat penyiksaan.
Di tengah situasi seperti ini, cahaya yang dibawa Muhammad Saw. sebagai hidayah bagi umat manusia, melenyapkan tirai dan menampakkan adanya serangkaian hikmah dan makna pohon-pohon tersebut sebanyak bilangan dedaunan masing-masing di antaranya, bukannya kematian, ketiadaan, kerusakan, kesia-siaan, dan perpisahan.
Cahaya ini memiliki tiga bagian hasil dan kelembutan seperti yang telah disebutkan dalam Risalah-risalah An-Nur sebagai berikut;
Bagian pertama;
Terkait nama-nama Sang Pencipta.
Contoh; seperti halnya ketika ada seseorang menciptakan sebuah mesin menawan, semua orang tentu bertepuk tangan untuknya seraya mengucapkan, “Masyaallah,” dan, “Barakallah.” Bahkan mesin tersebut juga memberikan ucapan selamat kepada dan bertepuk tangan kepada si pencipta melalui bahasa kondisional dengan menampakkan hasil-hasil yang menjadi tujuan mesin diciptakan.
Dengan demikian, setiap makhluk hidup dan segala sesuatu adalah mesin seperti mesin dalam contoh di atas yang memberikan ucapan selamat dan bertepuk tangan kepada Pemiliknya.
Bagian kedua;
Di antara sederetan hikmah, ada yang mengarah kepada pandangan para makhluk hidup dan makhluk-makhluk yang punya perasaan, sehingga pandangan-pandangan mereka menjadi alat untuk membaca dan kitab ilmu pengetahuan bagi mereka, selanjutnya meninggalkan makna-maknanya dalam lingkup wujud dalam otak makhluk-makhluk yang memiliki perasaan, meninggalkan bentuk-bentuk mereka dalam memori, dalam papan-papan permisalan, dalam buku-buku catatan alam gaib, selanjutnya meninggalkan alam nyata dan kembali lagi ke alam gaib.
Artinya, mereka meninggalkan wujud formalitas dan mendapatkan banyak sekali jenis dari wujud maknawi.
Ya, karena Allah ada, dan ilmu-Nya meliputi segala sesuatu, maka tidak diragukan bahwa ketiadaan, kematian, penghapusan dan kefanaan tidak memiliki
203. Page
ruang di alam orang-orang yang beriman dari sisi hakikat, dan alam orang-orang kafir dipenuhi ketiadaan, perpisahan, kematian, dan kefanaan.
Berikut sebuah perumpamaan yang beredar luas yang mengajarkan hakikat tersebut;
“Siapa punya Allah, ia punya apa saja, dan siapa tidak punya Allah, ia tidak punya apapun.”
Kesimpulan;
Seperti halnya iman menyelamatkan manusia dari ketiadaan abadi saat kematian, seperti itu juga iman menyelamatkan alam khusus setiap orang dari ketiadaan dari kegelapan ketiadaan. Sementara kekafiran –khususnya kekafiran mutlak- melenyapkan si manusia dan melenyapkan alam khususnya melalui kematian, untuk selanjutnya dilemparkan menuju kegelapan neraka maknawi, merubah kenikmatan-kenikmatan hidup menjadi racun pahit.
Untuk itu, silahkan mengiang telinga orang-orang yang lebih memilih kehidupan dunia dari pada akhirat, silahkan mereka mencari solusi untuk mengatasi kondisi tersebut, atau mereka harus masuk ke dalam keimanan dan selamat dari dua kerugian besar tersebut.
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada Kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
Saudara kalian yang sangat memerlukan dan merindukan doa kalian,
Sa’id An-Nursi