Mukadimah Terjemah

31. Page

Mukadimah Terjemah

 

 

بسم الله الرحمن الرحيم

 

Segala puji hanya bagi Allah, pujian tiada terkira, puji syukur hanya untuk Allah, syukur nan banyak, yang telah memisahkan antara berbagai pemahaman dan keyakinan, seperti memisahkan antara wujud dan bentuk.

Doa rahmat dan kesejahteraan semoga terlimpah kepada nabi ummi, penuntun menuju cahaya dan lentera terang, pemegang panji kebenaran nan nyata, menyalahkan kebatilan para pengikut kebatilan.

Wa ba’du, dengan memeras keringat, jerih payah, dan beban berat yang tidak mudah, akhirnya terjemah ini tuntas sudah sesuai standar dan ukuran-ukuran yang tidak sederhana.

Berikut rinciannya;

 

Arahan dan Tuntunan;

Ustadz Ahmad Hasrau –semoga Allah merahmati beliau-, penulis mushaf, murid ustadz Badiuzzaman Sa’id An-Nursi, sekaligus khalifah pertamanya, mendorong dan mengarahkan akan pentingnya menerjemahkan Risalah-risalah An-Nur bukan hanya ke dalam satu bahasa saja, tapi ke berbagai bahasa, khususnya bahasa Al-Qur'an, agar cahayanya menyebar dan bisa dimanfaatkan siapapun.

Arahan ustadz Ahmad Hasrau ini bukannya tidak menggunakan kaidah ataupun standar, tapi arahan yang bersandar pada aturan dan juga detail.

Buktinya, orang-orang Turki yang menguasai bahasa-bahasa terjemahan melakukan perbandingan, dan dalam saat yang bersamaan, sejumlah ahli bahasa terjemah yang punya kemampuan berbahasa Turki secara memadai, juga membantu pekerjaan penerjemahan ini.

Untuk itulah muncul sejumlah pemakai bahasa asli Risalah-risalah An-Nur (bahasa Turki) menguasai terjemahan bahasa lain, mereka fahami, teliti, dan salami bagian-bagian terdalamnya. Mereka mempelajari bahasa-bahasa Al-Qur'an, mengorbankan segalanya untuk memantapkan versi terjemah, mencermati bagian-bagian rumit dan gaya-gaya bahasanya. Untuk tujuan ini, mereka rela meninggalkan negeri kampung halaman, tinggal di kawasan-kawasan Arab, pindah dari satu tempat ke tempat lain, agar bisa hidup berdampingan dengan para pengguna bahasa Arab, di samping untuk mencermati tradisi dalam berbahasa dan gaya-gaya bahasa yang mereka gunakan.

Pada saat yang bersamaan, mereka dibantu sejumlah orang Arab yang mengenyam pendidikan di Madrasah An-Nur. Mereka ini menguasai bahasa Turki dan bahasa Utsmani secara memadai yang menjadi bahasa asli penulisan Risalah-risalah An-Nur.

 

Filsafat yang Mendalam;

 Siapapun yang membaca Risalah-risalah An-Nur pasti mengetahui kedalaman sisi filsafatnya, karena Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi saat menulis atau mengimlakkan Risalah-risalah ini, beliau tidak menulis berdasarkan tingkatan normal 

32. Page

akal manusia, tapi hanya ketika berada dalam kondisi-kondisi kesiapan khusus di atas rata-rata tingkat akal normal, jika pun tidak ketika mendapat ilham secara spontan. Sehingga Risalah-risalah An-Nur muncul laksana cangkul yang meruntuhkan dinding-dinging filsafat Barat yang menentang akidah fitrah Islam. Risalah-risalah An-Nur berisi dalil-dalil logika dan bukti-bukti nyata yang berbicara langsung dengan akal dan berpengaruh ke dalam hati. Pemikiran dan esensi Risalah-risalah ini merasuk ke dalam jiwa manusia.

Karena itulah gaya bahasa risalah-risalah ini amat sensitif, mendalam dan sulit ditandingi.

Itulah kenapa mempelajari dan menerjemahkan risalah-risalah ini amat sulit dan berat.

 

Dua Versi Terjemahan;

Ada dua versi terjemahan Risalah-risalah An-Nur dalam bahasa Arab yang bisa dibaca;

Versi pertama; diterjemahkan secara harfiah dan lemah dari sisi bahasa. Meski dengan niat tulus dan ikhlas dalam penerjemahan versi ini, hanya saja tidak ditakdirkan tersebar luas, selain sangat terbatas sekali.

Versi kedua; terjemah ini berjasa besar untuk memperkenalkan Risalah-risalah An-Nur kepada para pembaca dari kalangan Arab, karena terjemahan versi ini tersebar luas. Hanya saja, versi terjemahan ini hanya menjaga sisi gaya bahasa Arab dengan mengesampingkan makna Risalah-risalah An-Nur yang sebenarnya, karena memperpanjang kata-kata yang tidak seharusnya, atau mempersingkat kata-kata secara tidak tepat. Bisa kami katakan, bahwa terjemahan versi ini lebih banyak menyisipkan penjelasan dengan mengesampingkan maksud penulis aslinya.

Masalah ini memang perlu dijelaskan secara panjang lebar, namun tidak akan kami bahas di sini. Hanya saja, siapapun yang menelaah versi terjemahan dan teks asli, pasti akan menemukan banyak sekali contoh-contoh seperti yang kami sebut di atas.

Namun untuk menjunjung tinggi amanat, sikap adil, dan membenarkan kebenaran, kami sampaikan sekali lagi bagi terjemah versi kedua ini berjasa atas penyebaran Risalah-risalah An-Nur dan memperkenalkan karya ini pada para pembaca Arab. Ini menunjukkan para pihak yang terkait memiliki keikhlasan, jasa dan tujuan mulia.

 

Terjemah Versi Kami;

Melalui penerjemahan baru ini, kami berusaha untuk menempuh jalan tengah di antara kedua versi terjemah sebelumnya. Sebisa mungkin, kami menjauhi kata-kata yang lemah dan terjemah secara harfiah, dengan berusaha untuk memperhatikan sisi kefasihan bahasa Arab, memperhatikan gaya-gaya bahasa Arab secara mumpuni, namun bukan dengan mengesampingkan makna. Sekuat tenaga, kami berusaha untuk mentransformasikan makna asli secara detail seperti yang diinginkan ustadz, imam mujaddid, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi.

Tidak berlebihan jika kita katakan bahwa dalam penerjemahan ini kami menjaga makna asli teks, namun tetap memperhatikan sisi gaya-gaya bahasa Arab dan tuntutan-tuntutan kefasihannya.


33. Page

Kesulitan dan Halangan;

Teks asli Risalah-risalah An-Nur sama sekali tidak mudah, bahkan sebaiknya, karena risalah-risalah ini memiliki sisi keistimewaan yang tidak terdapat pada teks-teks karya Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi lainnya dengan bahasa yang sama. Jelasnya sebagai berikut;

 

Pertama; wawasan penulis.

Imam mujaddid, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi adalah seorang ulama dengan wawasan luas. Di sela Risalah-risalah An-Nur, belia sering kali membahas berbagai disiplin ilmu dan pengetahuan baik yang bersifat kuno maupun modern. Wawasan ini sendiri tentunya memerlukan usaha tidak sederhana dalam proses penerjemahannya, dan harus selalu fokus, karena setiap disiplin ilmu memiliki karakteristik tersendiri untuk dibahas dan diketahui sisi-sisi detailnya, sehingga mengharuskan penerjemah untuk terus berusaha mencapai tingkat wawasan penulis. Di samping mengharuskan untuk menguasai disiplin-disiplin dan arah pandang ilmu-ilmu tersebut.

 

Kedua; karakteristik teksnya sendiri.

Risalah-risalah An-Nur merupakan teks hujah dan bukti tingkat tinggi. Teks ini berbicara kepada akal, menyampaikan hujah padanya, dan juga mendebat jiwa. Jelas sekali teks-teks seperti ini sulit difahami mengingat bertumpu pada penyimpulan, alasan, dan sela-sela pemikiran yang mungkin saja membuat pembaca kebingungan saat membaca, membuat inti pembicaraan tidak tertangkap, serta tidak mampu mencermati bagian awal dan akhir suatu pembahasan. Jika pembaca saja sudah seperti itu, lantas bagaimana halnya dengan penerjemah yang dituntut untuk menukil makna dengan tetap menjaga permasalahan-permasalahan rumit di bagian awal dan akhirnya.

 

 

Ketiga; istilah-istilah unik.

Ustadz mujaddid Badiuzzaman Sa’id An-Nursi memiliki sejumlah istilah-istilah tersendiri, sama seperti para imam mujaddid sebelum-sebelumnya, seperti Imam Abu Hamid Al-Ghazali, Imam Fakhruddin Ar-Razi dan lainnya.

Istilah-istilah ini digunakan di hampir sebagian besar Risalah-risalah An-Nur. Istilah-istilah ini sendiri memiliki makna dalam yang perlu diterjemahkan secara mendalam pula agar seimbang.

Mengacu kepada sejumlah kesulitan inilah kami menempuh jalan tengah dalam proses penerjemahan. Cara ini mengacu pada kaidah “tidak berlebihan, pun tidak asal-asalan.” Artinya, tidak berlebihan untuk menerjemahkan kata per-kata sehingga mengabaikan makna, juga tidak mengabaikan makna demi gaya bahasa.

 

Editing dan Pembacaan Ulang;

Komite terjemah membentuk komite editing untuk meningkatkan kejelian dan kepekaan setiap kata dan rangkaian kata Risalah-risalah An-Nur.

Hasil terjemah dianalisa oleh para pakar bahasa dengan jumlah mencapai lebih dari limapuluh ahli bahasa. Lebih dari puluhan tahun, mereka ini berguru pada Risalah-risalah An-Nur dan memahaminya, dan masing-masing dari mereka ini menguasai bahasa Arab. Mereka berasal dari berbagai kawasan Turki, mereka mengadakan evaluasi, akurasi, dan lebih banyak menolak dari pada menerima. Tim ini bekerja tanpa 

34. Page

kenal waktu, rela meninggalkan segala sesuatu, meski mereka sendiri memiliki banyak pekerjaan, kesibukan, dan tanggung jawab, demi tujuan yang satu ini.

Setiap kata Risalah-risalah An-Nur pasti pernah mereka baca. Untuk pekerjaan ini, mereka menggunakan cara unik. Mereka membentuk semacam lembaga pengadilan, atau komisi banding ataupun grasi. Meski jumlahnya terbilang banyak, mereka duduk satu sisi, sementara para penerjemah berada di sisi lainnya, mereka seakan pihak terdakwah yang berada di hadapan mereka. Setelah itu penerjemah versi bahasa Arab menyebut kata per-kata, rangkaian kata demi rangkaian kata. Setelah itu terjemahan tersebut harus diterjemahkan ulang ke bahasa Turki secara langsung tanpa melihat teks aslinya. Setelah itu para editor Turki menilai, jika makna yang mereka alihkan melalui penerjemahan secara langsung dari bahasa Arab ke bahasa Turki ini sesuai dengan makna yang ada pada teks asli, mereka terima. Jika tidak, mereka kembalikan untuk diperbaiki dan direvisi.

Anda bisa melihat seberapa letihnya para penerjemah, dan seberapa tinggi tingkat akurasi dan kejelian penerjemahan ini, karena harus diterjemahkan lebih dulu dari bahasa Turki ke bahasa Arab, selanjutnya dari bahasa Arab ke bahasa Turki lagi. Seperti itulah yang harus dikerjakan para penerjemah dalam setiap kata dan rangkaian kata.

Semoga Allah berkenan memperbesar pahala dan menerima amalan ini.

 

Akurasi Bahasa;

Pada bagian lain, komite umum editing menyertakan komite bahasa Arab secara khusus yang bertugas mengevaluasi pekerjaan dari awal hingga akhir, ikut terlibat dalam semua proses editing untuk mengamati revisi-revisi baru, dan membetulkan kekeliruan bahasa dan gaya bahasa jika diperlukan, membenahi kekeliruan yang ada, dan mengembalikan rangkaian kata ke dalam bentuk bahasa dengan memperhatikan sisi kefasihan, mencermati sisi-sisi kelemahan bahasa para penerjemah dan editor dengan niat baik. Selain itu, komite ini juga berusaha sebisanya untuk menjelaskan kata-kata yang mungkin dirasa sulit oleh pembaca biasa. Penjelasan dicantumkan pada bagian catatan kaki. Juga bertugas menyebutkan surah dan ayat Al-Qur'an yang tertera dalam teks, juga mentakhrij hadits-hadits dan atsar sesuai metode penelitian warisan ilmiah.

 

Membaca dengan Suara;

Semua pihak yang terkait dalam penerjemahan ini tidak cukup dengan hasil dalam bentuk tulisan saja, tapi juga harus menyerahkannya tokoh bahasa dan sastra untuk membaca kata-kata dan risalah-risalah secara keseluruhan, dengan memperhatikan sisi makhraj huruf, intonasi, tata bahasa dan grammer (nahwu). Risalah-risalah An-Nur ini dibacakan di hadapan komite bahasa Arab saat proses perekaman suara, agar risalah ini menjadi teks bahasa dalam bentuk audio yang mempermudah proses pembacaan dengan cara mendengar dari satu sisi, dan dari sisi lain bisa turut andil dalam mengajarkan bahasa Arab bagi kalangan asing.

 

Kembali ke Awal;

Pekerjaan besar yang meletihkan kami ini kami awali dari “Kalimat.” Dari risalah ini kami telah menuntaskan judul “Tongkat Musa,” “Dzul Fiqar,” dan “Al-Matsnawi Al-Arabi An-Naurani.” Selanjutnya kami teruskan dengan “Lama’at” (kilauan-kilauan).


35. Page

Semoga Allah berkenaan memberikan pertolongan untuk menuntaskan penerjemahan bagian Risalah-risalah An-Nur berikutnya, insya Allah.

Meski kaidah “Segala sesuatu yang telah mencapai titik kesempurnaan pasti mengalami kekurangan” merupakan kaidah baku yang tak dipungkiri dan dilalaikan siapapun, namun kami tidak memungkiri sisi kemanusiaan, kekurangan, dan kekeliruan kami. Yang pasti, kami sudah berusaha semaksimal mungkin dan dengan niat tulus. Terjemah ini bukan kami maksudkan untuk persaingan ataupun perbandingan. Bagi kami, pekerjaan ini merupakan medan ijtihad, dan setiap ahli ijtihad di bidang ini sudah mencurahkan segenap kemampuan yang dimiliki.

Titilah kebenaran dan mendekatlah pada kebenaran itu.

Ya Allah! Benahilah kekeliruan kami, maafkan kesalahan kami, hilangkanlah kesalahan dan terimalah amal kami.

Doa terakhir kami adalah segala puji hanya bagi Allah, Rabb semesta alam.

Allah jua yang berada di balik niat kami, dan Dialah yang menunjukkan jalan.

 

 

Komite Terjemah dan Riset Ilmiah