NAVIGATION
25. Page
Biografi Ahmad Hasrau Afandi
Ahmad Hasrau Efendi lahir di desa Sinerce, di bilangan Isparta pada tahun 1899 M./1315 H.
Beliau adalah cucu Efendi bin Sayyid Haji Adham, sesepuh kota Isparta di ujung kekuasaan Daulah Utsmaniyah. Ayah kakek beliau bernama Muhammad, dan ibu kakek beliau bernama Aisyah.
Keturunan ayah beliau dikenal sebagai kalangan Sorban Hijau dari keturunan Rasulullah. Isparta terkait dengan Abu Bakar. Dari garis ibu, beliau dikenal dari keturunan terhormat dari cucu-cucu Rasulullah Saw. Para leluhur beliau dikenal sebagai para penghafal Al-Qur'an.
Pada tahun 1926 kala Badiuzzaman Sa’id An-Nursi dibuang ke Barla, Harsau Efendi mengunjungi beliau setelah mengalami suatu mimpi. Setelah itu, beliau menjadi salah seorang muridnya. Dalam perjuangan An-Nur, beliau merupakan rekan diskusi sekaligus asisten Badiuzzaman Sa’id An-Nursi. Beliau adalah tangan kanan Badiuzzaman Sa’id An-Nursi yang amat penting.
Husrau Afandi di Mata Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi
Badiuzzaman Sa’id An-Nursi biasa menyebut murid-murid beliau sebagai Hasrau Efendi.
Sebagai contoh, Hasan Feyzi, almarhum, disebut Badiuzzaman Sa’id An-Nursi sebagai Harsau dari Denizli. Sementara Hasrau dari Aydin dan sekitarnya adalah Ahmad Fayzi Efendi. Muhammad Feyzi menyenangkan hati Badiuzzaman Sa’id An-Nursi karena pengabdiannya di Kostamanu, ia juga disebut sebagai Hasrau kecil. Beliau membawa gelar tersebut dengan penuh rasa bangga. Surat-surat yang ditulisnya menyebut nama Hasrau Kecil, Muhammad Feyzi.
Beliau sering kali menyebut maqam spiritual dan pengabdian Husaru Afandi. Beliau mengajak murid-murid beliau untuk memuliakan dan menghormatinya.
Agar para muridnya tidak terjebak dalam rencana dan permainan yang penuh tipu daya musuh yang memahami betul kedudukan istimewa Hasrau Efendi dalam risalah An-Nur juga kedudukannya yang mulia bagi para murid-murid An-Nur lain, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi mengingatkan para muridnya sebagai berikut;
“Musuh-musuh kita yang terselubung melakukan dua rencana;
Pertama; melumpuhkan saya dengan pengkhianatan mereka.
Kedua; menyusupkan permusuhan di antara kita.
Mula-mula mereka memisahkan kita satu sama lain dengan mengkritik, membantah, dan menimbulkan iri hati kepada Hasrau. Saya tegaskan kepada kalian bahwa sekiranya ada seribu kesalahan pada Hasrau, saya tetap mengkhawatirkan kritik-kritik yang diarahkan kepadanya, membantahnya sama dengan membantah Risalah An-Nur, di samping akan menguntungkan pihak-pihak yang mempersulit kita.”
Kita harus menerima kata-kata Imam An-Nursi ini bukan sebagai pujian biasa yang disampaikan pada siapapun, karena Imam An-Nursi juga memuji sebagian besar murid-murid beliau yang memberikan pengabdian untuk agama dan berjasa. Namun beliau tidak menyebutkan kata-kata seperti ini pada siapapun.
26. Page
Imam Badiuzzaman meminta murid-murid beliau untuk menghormati dan mengunjungi Husrau Afandi yang beliau tempatkan sebagai perisai spiritual dalam menghadapi berbagai macam bahaya dan fitnah dari dalam maupun luar. Juga meminta murid-murid beliau agar tidak marah karena memberikan sikap istimewa padanya.
Kata-kata Badiuzzaman Sa’id An-Nursi berikut menjadi peringatan dan wasiat untuk murid-murid beliau;
“Oleh karena Husrau berada pada kedudukan saya dan karena beliau merepresentasikan sebagai pribadi Islami An-Nur yang sangat penting, maka perlu bagi kita marah pada seorang pahlawan An-Nur seperti beliau.”
Kata-kata Imam An-Nursi begitu jelas dan tidak lagi memerlukan bukti apapun. Risalah-risalah An-Nur milik siapapun, bukan monopoli seorang pun.
Imam An-Nursi dalam wasiatnya menuturkan kata-kata berikut terkait Imam Husrau Afandi;
“Perlu saya sampaikan dan tegaskan, bahwa Hasrau yang menghadapi perilaku dingin, dituduh berbahaya bagi bangsa dan negara, ia sebenarnya adalah pahlawan spiritual bangsa Turki yang pembebas tanah air kita. Beliau juga orang yang tulus berkorban dan bangsa Turki selalu bangga kepadanya, karena beliau adalah simbol keikhlasan dari sisi tindakan, tidak mementingkan diri sendiri, tidak menyukai popularitas, hingga banyak sekali pengabdian yang ia berikan kepada tahan air dan bangsa.”
“Sosok mulia ini telah menulis hampir enamratus Risalah An-Nur dengan pena ajaibnya yang menawan. Dengan menyebarkan Risalah-risalah An-Nur ke berbagai penjuru negeri, beliau telah meruntuhkan anarkhisme yang berusaha kekacauan di bahwa tabir komunisme dan menghentikan laju-lajunya. Untuk menyelamatkan tanah air dan bangsa dari racun tersebut, beliau menyampaikan penawar-penawar mengesankan di manapun juga. Beliau menjadi perantara yang menyelamatkan para pemuda Turki dan generasi masa depan dari bahaya besar.
Kini seorang pahlawan An-Nur telah dianugerahkan kepada kalian. Sampai detik ini, saya belum pernah memperkenalkan Husrau kepada penduduk dunia.
Beliau menilai sikap memusuhi Husrau sama seperti memusuhi Risalah-risalah An-Nur dan memusuhi beliau secara pribadi. Beliau juga sering mengingatkan sebagian murid-murid beliau dari kemungkinan berkhianat karena rencana-rencana musuh terselubung.
Husrau Afandi adalah tokoh terdepan murid-murid Risalah-risalah An-Nur yang berperan menonjol di seluruh fase dakwah Risalah-risalah An-Nur, dijatuhi berbagai macam dakwahan di sejumlah peradilan, dan yang memikul beban-beban berat karena dakwah ini sejak awal hingga Imam An-Nursi pindah ke Darul Baqa (akhirat). Bahkan di akhir hembusan nafas mereka selepas kepergian Imam An-Nursi.
Tidak heran jika nama Husrau Afandi lebih sering disebut dalam serial Risalah-risalah An-Nur dari pada murid-murid lain.
Lebih dari itu, sumber-sumber resmi menegaskan kedudukan Husrau Afandi dalam dakwah Risalah-risalah An-Nur yang disebut-sebut Imam Badiuzzaman memiliki keikhlasan sempurna.
Kedudukan Hasrau Efendi dalam pengabdian terhadap Risalah An-Nur ini dikuatkan oleh sumber-sumber lisan maupun tulisan resmi. Seperti disebutkan dalam delik-delik dakwaan yang disampaikan kepada Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi dan diputuskan oleh wakil kekuasaan Isparta berikut ini;
27. Page
“Terdakwah, Saudara Hasrau Altinbasak, mengenal Sa’id An-Nursi sejak 22 tahun silam, membaca kitab-kitabnya, memperbanyak dan mendistribusikan tulisan-tulisan tersebut, memperbanyak risalah yang ditulis An-Nursi dan mengantarkannya kepada siapapun yang meminta, ia menyebut dirinya sebagai murid An-Nur kepada mereka yang membaca karya dan tulisan-tulisan tersebut. Hasrau mengenal Sa’id An-Nusri sebagai guru dan menyebut kelompok mereka sebagai madrasah Az-Zahra. Ia beberapa kali bersama Sa’id An-Nursi ke mahkamah sampai beliau ditahan. Berdasarkan penyidikan dan penggeledahan, terbukti bahwa karya-karya tulisan Sa’id An-Nursi beliau antarkan ke salah seorang terdakwah lainnya, atas nama Saudara Thahir Mutlu, untuk diperbanyak. Selanjutnya tulisan-tulisan ini dikirimkan kepada Rusydi Cakin yang merupakan murid An-Nur paling lama, paling aktif, dan dikenal sebagai guru kedua setelah An-Nursi.
Semua informasi ini terbukti berdasarkan pengakuan kedua terdakwah di atas, berdasarkan kesaksian sejumlah saksi, juga berdasarkan bukti-bukti yang ditemukan selama proses penyidikan.”
Sikap tulus Husrau Afandi terhadap sang guru dan teman-teman seperjuangan tetap tidak berubah, mengingat perhatian Imam Badiuzzaman padanya dan sikap hormat murid-murid An-Nur kepadanya.
Surat-surat yang ditulis Husrau Afandi kepada sang guru menjelaskan nilai Risalah-risalah An-Nur. Sebagai risalah-risalah abad yang menjelaskan kepada murid-murid An-Nur tentang bagaimana bersikap sopan dan hormat terhadap guru, serta Risalah-risalah An-Nur. Juga sebagai risalah-risalah keikhlasan yang mengakui pengaruh Risalah-risalah An-Nur –nan mengalir deras dari samudera Al-Qur'an yang tiada bertepi- di dalam ruh manusia.
Surat yang ditulis kepada gurunya berikut merupakan contoh terbaik. Dalam surat ini, Husrau Afandi mengatakan;
“Murid tuan yang dalam segala sisi dan kondisinya penuh dengan kelalaian dan kekurangan ini telah membentangkan keberadaannya di bahwa kaki sang guru mulia. Bahkan andai setiap harinya diperlakukan lebih keras dari perlakuan ini dan ia (Husrau Afandi) memiliki seribu nyawa, ia siap tanpa ragu. Ini bukan basa-basi, tapi pengakuan dari hati.
Murid tuan yang bersalah ini memohon seorang pembela kepada Sang Khaliq sejak bertahun-tahun lamanya. Sekiranya buku catatan amal saya penuh dengan warna hitam dari awal hingga akhir, tentu akan terlihat banyaknya permohonan dan derai air mata saya. Andai saja saya memiliki nyawa sebanyak penduduk bumi, mengorbankan satu persatu nyawa ini bagi saya adalah sebuah kebahagiaan dan kemuliaan besar dalam pengabdian Al-Qur'an.
Wahai guru saya yang tercinta, wahai syaikh saya yang mulia, wahai pembimbing saya yang agung yang sudah sekian lamanya saya cari-cari, wahai da’i mulia yang mengajak siapapun menuju Al-Qur'an, saya merasa segala beban berat saya berubah menjadi kesenangan dan kebahagiaan.