NAVIGATION
1. Page
Serial Risalah-risalah An-Nur
Dzulfiqar
Penulis;
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi
Markaz At-Tarjamah wal Buhuts Al-‘Ilmiyyah
2. Page
Pendahuluan
بسم الله الرحمن الرحيم
Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam yang telah menurunkan Al-Qur'an, kitab yang hakikat-hakikatnya tetap bertahan abadi hingga hari kiamat, kitab yang menyampaikan pesan kepada seluruh tingkatan umat manusia sepanjang masa, kitab yang muncul sebagai warisan penuh berkah Rasulullah Saw. dari ahlul bait sebagai bantuan bagi umat kala musibah dan kesulitan mendera. Bagi-Nya segala puji sebanyak bilangan bagian-bagian terkecil seluruh wujud yang ada.
Shalawat teriring salam semoga terlimpah kepada kebanggaan seluruh alam yang menyampaikan kabar gembira bahwa di setiap penghujung seratus tahun, Allah mengutus seseorang yang memperbarui agamanya. Sosok yang memuliakan ulama melalui tutur katanya, “Ulama umatku laksana nabi-nabi Bani Israil.”[1] Semoga doa shalawat dan salam terlimpah kepada beliau sebanyak bilangan huruf yang digoreskan pena-pena dan membias pada kata-kata.
Wa ba’du,
Al-Qur'an adalah harta simpanan yang tak pernah lekang dan lenyap, karena Al-Qur'an adalah kalam Allah, furqan ilahi yang datang dari zaman azali yang akan terus bertahan hingga selamanya. Di setiap zamannya, ratusan penafsiran ditulis untuk menjelaskan sisi-sisi terdalam Al-Qur'an dengan tujuan agar seluruh umat manusia bisa memetik manfaat. Penafsiran-penafsiran berisi serangkaian pengakuan akan hukum-hukum Al-Qur'an. Ulama peneliti dan pengkaji menuliskan serangkaian resep yang menyampaikan pesan kepada akal dan pemahaman setiap zaman bersumber dari ilham dan luapan Al-Qur'an, mereka melenyapkan kegelapan-kegelapan zaman, menyinarinya dengan obat-obatan tak tertandingi yang mereka racik dari apotik menawan kalam ilahi.
Pada abad terakhir dan abad sebelumnya, umat manusia terseret menuju kehancuran dan petaka-petaka maknawi dalam bentuk yang belum pernah terlihat sebelumnya sepanjang sejarah, karena pengaruh fitnah akhir nan begitu kuat seperti diisyaratkan dalam sejumlah hadits, karena pemikiran pengingkaran terhadap keberadaan Tuhan berubah menjadi kurikulum yang dengan lancangnya membantah rukun-rukun iman atas nama filsafat dan ilmu-ilmu modern, di samping karena pemikiran ini menemukan ladang yang subur untuk menyebar luas dalam skala nasional.
Pemikiran ini merasuk dengan cepat hingga ke titik-titik paling jauh di dunia melalui media-media massa yang kini kian berkembang dengan pesat, laksana penyebaran penyakit-penyakit menular dari satu sisi, di samping dekadensi moral dan kebohongan berubah menjadi ancaman akhlak serius yang menyebar luas melalui berbagai media dari sisi lain. Ini semua menjadi faktor-faktor penting krisis maknawi.
Dunia Islam yang kini tak lagi memiliki seorang khalifah pasca runtuhnya Daulah Utsmaniyah, didorong menuju dua kondisi mencengangkan yang dipersembahkan oleh umat manusia secara keseluruhan melalui media-media internal yang digunakan dunia Barat –yang memendam akumulasi kedengkian sejak seribu
[1] Al-Mustadrak ‘alash Shaihain, hadits nomor 8592 (IV/567).
3. Page
tahun silam terhadap dunia Islam- tanpa bersikap obyektif dan dengan strategi-strategi ala setan.
Dengan kekuatan yang tiada pernah mengenal kata berhenti, Imam Reformis Badiuzzaman Sa’id An-Nursi, memerangi aksi-aksi pengrusakan yang ia saksikan dari dekat pada tahun-tahun terakhir yang sarat akan ribuan beban berat di pundak Khilafah Islam. Beliau menjelaskan cara untuk melepaskan diri dari situasi seperti itu melalui sebuah ceramah yang beliau sampaikan di Damaskus pada tahun 1910 sebagai berikut;
“Resep untuk zaman, unsur dan bagian tubuh yang sakit adalah mengikuti Al-Qur'an. Dan resep untuk sebuah benua besar yang bernasib buruk, resep untuk sebuah negara luhur yang berpenampilan buruk, resep untuk bangsa mulia yang tiada memiliki pelindung ataupun kawan adalah; persatuan Islam.”
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi lahir di desa Nurs, distrik Khaizan, provinsi Betlis, tahun 1290 H./1873 M., tepatnya di sebelah timur Turki. Setelah tinggal bersama keluarga hingga menginjak sembilan tahun usia, beliau mulai mengenyam pendidikan pertama melalui sang kakak kandung, Mulla Abdullah. Seluruh perhatian tertuju pada Sa’id kecil karena kekuatan hafalan, kecerdasan, dan keberanian yang ia miliki dalam rentang waktu belajar yang relatif singkat di hadapan para ulama terhormat di sejumlah tempat pendidikan kawasan timur Turki. Orang-orang mulai menerima keunggulan beliau di bidang keilmuan, karena beliau berhasil menuntaskan seluruh kurikulum pendidikan ulama Utsmaniyah pada waktu itu dalam waktu yang amat singkat yang membuat banyak orang bingung tak percaya, hanya dalam waktu tiga bulan. Beliau lulus dalam semua ujian yang diberikan guru-guru beliau, juga dalam perdebatan-perdebatan ilmiah yang beliau ikuti.
Guru beliau, Mulla Fathullah memberi beliau julukan Badiuzzaman saat beliau masih anak-anak karena kekuatan hafalan dan kecerdasan beliau yang tiada duanya. Julukan ini diterima seluruh ulama kawasan timur Turki.
Beliau bepergian ke provinsi Van atas permintaan gubernur setempat untuk mengajari, memberikan nasehat dan tuntunan bagi sejumlah kabilah selama beliau berada di sana. Selama berada di kediaman gubernur Thahir Basha, beliau menyibukkan diri dengan ilmu-ilmu modern. Di sela-sela itu, beliau membaca sebuah berita yang di koran yang menimbulkan revolusi dalam kehidupan beliau, yaitu ketika menteri imperialis Inggris, Goldstone berkata seraya menunjuk ke arah mushaf yang ada di tangannya, “Selama Al-Qur'an ini masih berada di tangan kaum muslimin, kita takkan pernah bisa menguasai mereka. Untuk itu, kita harus berusaha untuk merebut kitab ini dari mereka, atau menjauhkan mereka dari kitab ini, semahal apapun harganya.”
Berita ini sangat membekas dalam benak beliau, hingga akhirnya beliau memutuskan dengan menyatakan, “Akan saya buktikan dan saya perlihatkan kepada dunia bahwa Al-Qur'an adalah mentari maknawi yang takkan pernah padam dan takkan bisa dipadamkan.” Beliau akhirnya mewakafkan seluruh kehidupan beliau untuk menegaskan hal ini.
4. Page
Madrasah Az-Zahra
Menurut pemikiran Imam Badiuzzaman, solusi untuk menghadapi strategi Eropah untuk meruntuhkan Daulah Utsmaniyah dan selanjutnya menghapus Islam, adalah menyebarkan pendidikan mengakar kuat yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan zaman, dan menjadikan kaum muslimin mengungguli Barat dari sisi pemikiran dan keilmuan. Melalui titik tolak ini, beliau mengusung pemikiran pentingnya mendirikan sebuah Jamaah Islam di timur Turki yang beliau beri nama “Madrasah Az-Zahra.” Untuk merealisasikan pemikiran ini, beliau datang ke Istanbul. Sejumlah surat kabar yang ada saat itu memberitakan kedatangan beliau untuk para pembaca dengan menyatakan, “Dari ufuk Istanbul, muncul sebuah suluh bersih yang bisa disebut sebagai manusia yang jarang ada bandingnya.”
Di depan pintu kamar Hotel Sekerci yang beliau tempati, beliau memasang papan bertuliskan; “Di sini, segala persoalan akan dituntaskan, seluruh pertanyaan akan dijawab, dan siapapun takkan ditanya.” Beliau menjawab sejumlah pertanyaan ulama Istanbul yang mendengar ketenaran dan reputasi beliau, mereka antusias datang untuk mengunjungi beliau. Langkah ini beliau tempuh dengan maksud agar pusat khilafah mengalihkan perhatian ke rakyat kawasan timur Turki, juga untuk mencari dukungan untuk Madrasah Az-Zahra yang beliau canangkan di kota Van atau Diyar Bakr.
Imam Badiuzzaman menilai, satu-satunya solusi untuk melepaskan diri dari rutinitas daulah Utsmaniyah adalah mengajar secara intens. Baginya, pengabdian seperti ini akan membuat warga negara daulah Utsmaniyah –yang memerankan tugas memanggul panji Islam selama beberapa masa sebelumnya- kembali kepada nilai-nilai awal sebagai asas penopang kehidupan.
Melalui perantara menteri dalam negeri, sultan memberikan gaji dan sumbangan-sumbangan besar kepada Imam Badiuzzaman. Hanya saja menolak semua itu karena beliau bukan mengincar kepentingan pribadi. Beliau hanya menginginkan sultan membantu untuk mendirikan universitas “madrasah Az-Zahra” yang mengajarkan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu modern secara bersamaan. Namun tak seorangpun menaruh perhatian terhadap rencana ini.
Beliau tidak berhasil mendapat dukungan yang dibutuhkan dari pusat pemerintahan Utsmaniyah yang pada awal dasawarsa kedua sudah menjadi ajang permainan dunia Barat, hingga lebih bangga dengan capaian-capaian duniawi semata. Akhirnya dengan pertimbangan untuk melakukan dakwah melalui jalur politik, beliau memutuskan menetap di Istanbul yang menjadi pusat pemerintahan khilafah Islam dari pada harus pulang ke kampung halaman.
Beliau banyak menulis artikel di surat kabar dan sering bertemu dengan para politisi, memberi mereka nasehat dan berusaha untuk menyadarkan mereka. Beliau juga berperan penting dalam berbagai forum dan pertemuan. Setelah itu beliau dengan berbagai kolega mendirikan organisasi Ittihad Muhammadi. Organisasi ini tersebar luas dalam waktu relatif singkat, sampai-sampai hanya dengan satu ceramah yang beliau sampaikan, ada limapuluh ribu orang bergabung dengan organisasi ini di kota Adbazar, Izmit, dan kota-kota lainnya.
5. Page
Peradilan Militer
Di sela waktu ini, terjadilah peristiwa 31 Maret, Imam Badiuzzaman ditangkap atas tuduhan terlibat dalam aksi ini, beliau dibawa ke pengadilan militer, beliau membela diri dengan tegas dan berani, hingga akhirnya dibebaskan.
“Mereka bertanya kepada saya seperti halnya yang lain, ‘Anda juga menuntut penegakan Syariat.’
Saya bilang, ‘Andaikan saya memiliki seribu nyawa, tentu saya siap untuk mengorbankan semuanya demi satu hakikat di antara hakikat-hakikat syariat, karena syariat adalah faktor kebahagiaan. Syariat adalah keadilan murni dan keutamaan.’
Saya sampaikan, ‘Syariat hakiki bukan seperti yang dituntut para pemberontak.’
Mereka juga bertanya kepada saya, ‘Anda bergabung dengan organisasi Persatuan Muhammad?’
Saya jawab, ‘Ya, dengan sepenuh kebanggaan dan kemuliaan! Saya adalah anggota tingkat bawah. Namun dengan cara yang sama ketahui. Coba kalian katakan kepada saya, bukankah orang yang menyimpang dari persatuan ini tidak lain adalah orang-orang atheis?”
Pasca insiden ini, beliau meninggalkan Istanbul dan beralih ke Tiflis melalui rute Batum, setelah itu Van. Beliau berkunjung dari kabilah ke kabilah untuk memberikan arahan-arahan keilmuan, sosial, dan peradaban. Kata-kata yang beliau sampaikan ke sejumlah kabilah ini selanjutnya dibukukan dengan judul Al-Munazharat.
Setelah beberapa lama tinggal di Van, beliau pergi ke Syam. Atas desakan beberapa ulama Syam, beliau menyampaikan pidato luar biasa di hadapan jamaah yang berjumlah 10 ribu orang, di antara mereka terdapat 100 lebih ulama masjid Umawi. Pidato ini mendapat sambutan dan pujian luar biasa. Teks pidato ini selanjutnya dicetak dan disebarkan dengan judul Khutbah Syamiyah. Selanjutnya dari Syam, beliau ke Beirut, dan dari sana beliau kembali lagi ke Istanbul.
Ketika Sultan Rasyad berada dalam perjalanan ke Rumeli, Badiuzzaman bertindak sebagai perwakilan negeri-negeri Timur. Dan dengan cara ini, beliau mengusulkan untuk membuka beberapa cabang dan perwakilan Madrasah Az-Zahra kepada Sultan Rasyad, dan usulan beliau ini diterima. Dengan demikian, beliau berhasil membangun pondasi Madrasah yang menjadi keinginan bekliau selama bertahun-tahun di Edremid yang tepatnya terletak di tepian danau Van. Sayangnya, waktu perang dunia pertama meletus, sehingga proses pendirian Madrasah ini tak bisa diteruskan.
Seiring perjalanan waktu, beliau teringat bahwa doa tulus beliau untuk berdirinya “madrasah Az-Zahra” benar-benar dikabulkan, karena madrasah ini berdiri dalam bentuk madrasah-madrasah An-Nur di berbagai penjuru Turki. Alhamdulillah.
Tahun-tahun Perang Dunia Pertama
Di awal perang dunia pertama, Badiuzzaman turut terlibat sebagai komandan pasukan relawan yang terdiri dari para pelajarnya. Beliau bertempur melawan Rusia dan Armenia di wilayah timur.
Beliau berperang melawan musuh di gunung dan lembah Pasinler, terusan Avci, di bahwa derasnya hujan peluru, di tengah para syuhada, dan di tengah situasi yang sangat dekat dengan kematian, yang secara kasat mata sepertinya mustahil, namun melalui ilham dan lintasan hati serta pertolongan Allah, beliau mampu menulis sebuah
6. Page
tafsir berjudul Isyaratul I’jaz yang bisa dinilai sebagai mahakarya beliau di bidang ilmu tafsir.
Ketika Bitlis dikuasai Rusia, beliau terluka dan tertangkap lalu dibawa ke bagian Timur Laut Rusia pada tahun 1916. Beliau menjadi tawanan selama dua tahun setengah di Kosturma yang terletak di tebing sungai Volga. Selama berada dalam tahanan, beliau banyak menyampaikan nasehat kepada para narapidana yang berada di sekitarnya, dan memotivasi mereka agar segera sadar. Setelah itu, beliau berhasil melarikan diri dari penjara melalui jalan Pittersburg, Warsawa, dan Vienna, lalu beliau sampai di Istanbul pada tanggal 26 Juni 1918.
Sebagian besar masyarakat menjenguk beliau, demikian pula tentara dan para pejabat kerajaan. Mereka senang atas kepulangan beliau.
Atas keinginan Syaikhul Islam Musthafa Shabri setelah kepulangan beliau ini, beliau terpilih menjadi anggota dewan hikmah Islamiyah. Sebuah jabatan yang bertugas memberi fatwa dan melakukan permusyawaratan yang beranggotakan para ulama seperti Muhammad Akif, Izmirlir Ismail Haqqi dan Elmalili Hamdi.
Pada penghujung perang dunia pertama, negara-negara yang berada di bawah khilafah Utsmaniyah mengalami kekalahan telak. Tidak lama setelah itu, Inggris, Perancis, Italia dan Yunani beramai-ramai menguasai negara-negara tersebut. Upaya untuk memerdekakan negara-negara ini kian gencar. Pada tahun ketika Anatolia dijajah Inggris, Badiuzzaman memberikan perlawanan yang menyulitkan Inggris, dan beliau memberi konstribusi besar bagi gerakan rakyat Anatolia. Kerajaan di Ankara memberikan apresiasi atas perjuangan beliau dan mengundang beliau untuk datang ke istana kerajaan. Akhirnya beliau ke Ankara. Beliau mendapat perhatian dan sambutan meriah. Sebuah upacara khusus diadakan untuk beliau pada salah satu rapat parlemen tahun 1922.
Meski demikian, Badiuzzaman tak berhasil menggapai apa yang dicita-citakannya. Hal ini disebabkan karena beliau menyaksikan mayoritas anggota parlemen tidak perduli terhadap agama, di samping mereka juga banyak yang tidak mengerjakan shalat. Beliau menjelaskan kepada mereka tentang urgensi shalat, statemen yang beliau tulis yang mencakup sepuluh hal. Dengan statemen ini, jumlah orang yang menunaikan shalat kian bertambah. Para elit negara tidak senang terhadap tindakan beliau yang amat berpengaruh ini. Akhirnya tidak terjadi kesepakatan antara beliau dengan para pejabat teras negara.
Perlawanan pembebasan negeri berhasil beliau menangkan, namun beliau tetap berkeyakinan bahwa meski penjajah telah berhasil diusir, namun pemikiran dan gaya hidup Eropah makin tersebar di seantero Anatolia karena ikatan Islam kian longgar dan lemah. Hal ini membuat beliau sangat sedih sekali.
Beliau tidak suka terhadap kondisi yang ada di Ankara. Oleh sebab itu, beliau memutuskan untuk pulang ke Van. Beliau menolak jabatan dan tawaran gaji tinggi serta menggiurkan semacam menjadi seorang wakil rakyat, menjadi penasehat kantor agama, atau menjadi seorang penceramah umum di wilayah Timur, karena dengan jabatan tersebut beliau senantiasa berada di bawah kendali mereka. Beliau tetap pada keputusannya.
Di Van, beliau mulai mengasingkan diri dari masyarakat dan banyak menghabiskan waktu di gunung Erek. Di sana, beliau mengintrospeksi diri. Di satu sisi, beliau merasa sudah tua dan merasa belum mempersiapkan diri untuk kehidupan ruhani. Dan di sisi lain dengan semua usaha dan perjuangan yang sudah dilalui, beliau
7. Page
merasa belum mendapatkan prestasi yang memuaskan hatinya. Inilah yang menguatkan niat beliau untuk mengisolasi diri dari masyarakat. Dan inipun sudah direncanakan sejak beliau menjadi tawanan Rusia. Secara spiritual, beliau merasa seakan terjadi sebuah perubahan besar. Selanjutnya beliau tinggal menantikan tugas yang akan diberikan takdir.
Tak lama setelah itu, meletuslah peristiwa Syaikh Sa’id yang ditandai dengan tumpahnya banyak darah. Beliau sendiri tak setuju dengan aksi itu dan tidak terlibat di dalamnya, seperti yang beliau sampaikan dalam kata-katanya, “Tidak boleh ada pedang yang diacungkan ke kepala sesama bangsa sendiri yang telah mengusung panji Al-Qur'an selama bertahun-tahun.”
Pada tahun 1925, beliau dibawa ke Istanbul dan di sana beliau dibuang ke kawasan Burdur dan Isparta. Namun akibat kecurigaan politik, dan dengan tujuan untuk menghalangi pertemuan beliau dengan masyarakat, beliau ditangkap dan dipaksa tinggal sendirian di sebuah kampung kecil bernama Berla, Isparta.
Kehidupan Sa’id Badiuzzaman terbagi menjadi dua fase; “Sa’id baru” dan “Sa’id lama.” Bagian dari kehidupan beliau yang terkait dengan politik beliau sebut sebagai “Said lama” sementara fase “Sa’id baru” dimulai ketika beliau menulis risalah-risalah dan ketika beliau mengumumkan tugas reformasi sebagai misi utama.
Era Sa’id Baru dan Penulisan Risalah-risalah An-Nur
Imam Badiuzzaman membagi rentang kehidupan beliau menjadi dua bagian; Sa’id lama dan Sa’id baru. Rentang kehidupan yang beliau habiskan untuk berkecimpung dalam politik dunia beliau sebut sebagai era Sa’id lama. Sementara rentang kehidupan kala beliau mulai menulis Risalah-risalah An-Nur yang memerankan tugas reformasi dalam pengabdian iman dan Al-Qur'an beliau sebut sebagai era Sa’id baru.
Selama delapan tahun menjalani pengasingan di Barla, beliau menulis tiga perempat serial risalah An-Nur yang sebagian besarnya mengetengahkan tema keimanan. Selama masa ini, beliau juga menulis sebagian besar kumpulan tulisan Kalimat (kata-kata), Maktubat (kalimat-kalimat), dan Lama’at (kilauan-kilauan cahaya).
Terkait tugas pembaruan yang dimulai, Badiuzzaman menetapkan syarat kepada siapa saja yang ingin menjadi muridnya, yaitu agar menulis risalah An-Nur dengan huruf-huruf Al-Qur'an. Di samping menulis dan memperbanyak risalah ini. Murid-murid risalah An-Nur yang berada di sekitar Barla dan Isparta juga turut menyebarkan tulisan-tulisan ini ke berbagai pelosok Anatolia hingga seakan kota ini sudah menjadi Madrasah An-Nur.
Peradilan Eskisehir dan Diasingkan ke Kastamonu
Risalah An-Nur yang mulai banyak dikenal masyarakat luas membuat sebagian kalangan masyarakat merasa tidak senang. Pada tahun 1934, Badiuzzaman dipindahkan dari Bala ke Isparta. Setahun setelahnya, beliau dituduh membuat organisasi rahasia yang menentang kerajaan dan berupaya menggulingkannya. Bersama 120 muridnya, beliau dibawa ke penjara Ekisehir pada tahun 1935.
8. Page
Secara massal mereka diinterogasi di pengadilan tindak kejahatan, kendati tidak ada bukti kuat atas keterlibatan mereka dengan semua yang dituduhkan ataupun kesalahan yang mereka lakukan. Peradilan menjadikan risalah tasattur (risalah tentang menutup aurat) sebagai alasan untuk menjatuhkan penjara selama sebelas bulan. 15 dari 220 murid beliau dihukum 6 bulan penjara, sementara lainnya dibebaskan.
Setelah keluar dari penjara Ekisehir, Badiuzzaman diasingkan ke kawasan Kastamonu tahun 1936 setelah dipaksa tinggal di kantor polisi untuk waktu yang cukup lama. Di sana, beliau menjalani hidup sebagai orang buangan selama delapan tahun. Di sana pula, murid-murid beliau berkumpul bersama beliau. Ketika Risalah An-Nur mulai tersebar dari satu tangan ke tangan lain, risalah-risalah yang baru juga sedang ditulis. Yang baru ditulis mula-mula dikirim ke Isparta, dan oleh murid-murid beliau disebarkan ke pelosok Anatolia hingga menembus ke pelosok paling dalam. Kelompok kajian beliau makin lama makin tersebar luas.
Orang-orang yang oleh Badiuzzaman sebut sebagai musuh-musuh agama yang terselubung, tidak bisa menahan diri. Beberapa kali mereka melancarkan serangan ke rumah yang beliau singgahi. Beliau dipindahkan dari satu peradilan ke peradilan lain. Dibuang ke satu tempat ke tempat lain. Beliau juga bahkan pernah diracun sebanyak duapuluh tiga kali. Namun karena perlindungan Allah semata, beliau selamat dari pengaruh racun di setiap kali percobaan. Kendati begitu banyak tekanan, gerakan dakwah Islam tak bisa dihentikan dan dihalangi.
Peradilan Denizli dan Afion, dan Diasingkan ke Emirdag
Pada tahun 1943, Badiuzzaman bersama seratus duapuluh enam orang anak didiknya diadukan ke Mahkamah Tinggi di Denizli. Kumpulan risalah An-Nur telah diteliti dan dikaji oleh sebuah forum pakar yang terdiri dari para professor dan ilmuwan kredibel. Berdasarkan temuan positif yang menyatakan bahwa Badiuzzaman tak memiliki tujuan politik dan risalah An-Nur merupakan tafsir Al-Qur'an didasarkan pada ilmu dan keimanan. Juga pada beberapa argumentasi yang dikemukakan di Mahkamah pada tahun 1944, akhirnya mereka diputuskan bebas karena tuduhan yang dialamatkan kepada mereka tidak berdasar.
Selama delapan bulan berada dalam penjara, Badiuzzaman tidak diperkenankan bertemu dengan murid-muridnya. Beliau dibiarkan berada dalam banyak tekanan dan diracuni. Meski demikian, beliau tetap sabar dan dengan pertolongan Allah, beliau selamat dari pengaruh racun ini. Setelah bebas, beliau tinggal di Denizli selama dua bulan sebelum dipindahkan secara paksa ke tempat lain, yaitu Emirdag pada tanggal 20 Juli 1944.
Meski mengalami banyak tekanan, dakwah Risalah An-Nur tetap berjalan di sana. Seperti halnya di tempat-tempat pembuangan lainnya. Emirdag juga menjadi gempar karena kehadiran beliau. Walaupun terdapat berbagai halangan, orang yang datang mengujungi beliau tak pernah berhenti. Para murid beliau membawa risalah yang mereka tulis lalu beliau koreksi. Ada waktu bagi beliau untuk pergi ke luar kota yang tentu dengan pengawasan dan pengawalan, seakan beliau selalu berada dalam hukuman pengawasan.
Di pintu rumah beliau, selalu ada polisi yang menjaga dan mengawasi.
Di awal tahun 1948, bersama para muridnya, beliau ditangkap dan dibawa ke Afion. Tuduhannya masih sama, yaitu menentang Kerajaan dan mengadakan
9. Page
pertemuan politik rahasia. Penyidikan berjalan selama duapuluh bulan dan hukuman yang diputuskan atas permohonan banding memutuskan mereka tidak bersalah.
Konon, putusan banding ini hanya dijadikan alasan untuk memperbaiki kekurangan yang ada pada Mahkamah yang memang sengaja menunda-nunda proses hukum selang berapa lama hingga masanya habis. Setelah itu beliau dan murid-murid beliau lepas.
Tahun 1950, Turki memasuki era multi partai politik. Karena memenangkan pemilu, partai Demokrat berhasil menguasai pemerintahan. Perubahan yang terjadi dalam dunia politik sedikit menghembuskan angin kebebasan dan rela pada Badiuzzaman dan murid-murid beliau. Namun nyatanya, tekanan-tekanan masih saja berlanjut.
Setelah bebas dari penjara Afyon, beliau dipaksa tinggal di Emirdag. Etika partai Demokrat berkuasa, beliau pergi ke Ekisehir. Akhirnya Sa’id Nursi pindah ke Isparta dan sibuk bersama murid-muridnya di sana.
Tahun 1952, bersama dengan dicabutnya dakwaan yang dialamatkan kepada risalah “Mursyidusy Syabab” yang beliau tulis 27 tahun silam, beliau kembali ke Istanbul. Hotel tempat beliau menginap menerima kunjungan murid-murid dan sahabat-sahabat yang tak pernah putus. Tanpa penahanan, beliau dihadapkan atas dakwaan yang memakan waktu selama tiga bulan, yang pada akhirnya beliau diputuskan tidak bersalah.
Dari Mahkamah, beliau kembali ke Emirdag. Saat beliau berjalan seorang diri di luar kota dan tidak mengenakan topi, polisi menangkap dan membawa beliau ke kantor polisi pada tahun 1953. Karena itu, beliau merasa perlu untuk mengajukan surat permohonan yang ditujukan kepada pejabat menteri keadilan dan menteri dalam negeri.
Oleh murid-muridnya, surat tersebut disebarkan melalui media massa di kota Samsun. Akhirnya, dakwaan kembali dialamatkan kepada beliau dan beliau dipanggil ke kota tersebut. Meski sudah disampaikan bahwa beliau tidak dapat hadir ke kota tersebut karena alasan kesehatan dan usia yang sudah tua, namun pihak pengadilan tetap bersikukuh untuk mendatangkan beliau. Sewaktu berangkat ke Istanbul untuk selanjutnya menuju Samsun, kesehatan beliau kian memburuk.
Padahal, ada keterangan dari dinas kesehatan bahwa kesehatan beliau sudah tidak memungkinkan untuk menempuh perjalanan darat, laut, ataupun udara. Akhirnya beliau diantar sampai Samsun, dan di Mahkamah sekali lagi beliau dinyatakan tidak bersalah.
Pada tahun 1953, beliau menetap di Istanbul selama tiga bulan. Beliau turut memberikan sambutan pada hari ulang tahun kota Istanbul yang ke-500. Setelah itu, beliau secara berurutan pergi ke Emirdag, Ekisehir, dan Isparta. Dan dari sana, beliau bersama murid-murid beliau pergi ke Barla yang merupakan tempat pengasingan pertamanya dan tempat dimana risalah-risalah beliau ditulis.
Perjalanan Terakhir
Di awal tahun 1960, kehidupan politik Turki kacau-balau. Dengan tujuan untuk memberikan peringatan dan teguran kepada kerajaan ketika itu dan mengantisipasi bencana yang akan datang, Badiuzzaman pergi ke Ankara sebanyak tiga kali. Meski demikian, beliau tidak mendapat respon yang seharusnya.
10. Page
Pada tanggal 11 Januari 1060, Menteri Dalam Negeri menghalangi Badiuzzaman memasuki Ankara untuk terakhir kalinya, dan menyarankan beliau untuk putar balik ke kota Golbasi. Atas desakan Partai Rakyat (Partai Attaturk), Menteri Dalam Negeri meminta beliau untuk menetap di Emirdag.
Oleh karena itu, beliau kembali ke Emirdag untuk beberapa lama. Setelah itu, beliau pergi ke Isparta. Kemudian secara pelan namun pasti, Sa’id Nursi mengucapkan selamat tinggal kepada orang-orang di sekitarnya. Dalam beberapa nasehat yang disampaikan beliau sering berbicara tentang kematian, wasiat, dan alam kubur.
Sering beliau sampaikan bahwa beliau tengah bersiap-siap menuju alam akhirat dengan tenang. Sebab, tangan-tangan penerus dakwah iman dan Al-Qur'an bagi risalah An-Nur telah menulisnya. Kondisi kesehatan beliau kian mengkhawatirkan.
Akhirnya, dengan keputusan yang terkesan tiba-tiba, dari Isparta beliau keluar menuju Urfa. Karena sakit beliau kian parah, dan polisi terus memata-matai beliau. Setelah menempuh duapuluh lima jam perjalanan yang melelahkan, beliau sampai juga di Urfa. Meski dengan kesehatan yang memburuk, beliau yang menginap di Hotel Ipek Palace tetap menemui para tamu yang berkunjung dan mengucapkan selamat tinggal kepada mereka. Pada saat yang sama pihak penguasa dengan berbagai upaya menginginkan agar beliau keluar dari Urfa dengan mengerahkan polisi dan polisi militer.
Badiuzzaman akhirnya kembali ke rahmatullah pada Shubuh tanggal 25 Ramadhan 1379, bertepatan dengan tanggal 23 Maret 1960. Semoga Allah merahmati beliau.
Pada hari kamis tanggal 24 Maret 1960, setelah dishalatkan oleh jamaah yang penuh sesak memadati masjid jami’ Urfa, beliau yang dianggap sebagai imam abad ini dibawa ke hadirat ilahi, lalu jenazah beliau disemayamkan di tempat yang telah dipersiapkan. Dua bulan pasca beliau meninggal dunia, tepatnya pada tanggal 27 Mei 1960, terjadi kudeta kekuasaan. Era kegelapan politik kembali menaungi Turki. Karena kondisi yang terjadi kian memburuk, akhirnya pada tanggal 12 Juli 1960, kuburan beliau dibongkar.
Mereka yang selalu mengusik dan tidak memberikan kesempatan kepada beliau untuk merasa nyaman semasa hidup, tetap takut kepadanya meski beliau telah meninggal dunia. Mereka membongkar jasad beliau dan memindahkankannya ke sebuah tempat yang tidak diketahui di Isparta.
Penulisan Risalah An-Nur
Pasca perang pembebasan, atas undangan kerajaan saat itu, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi pergi ke Ankara. Beliau membicarakan tentang fitnah dahsyat yang menimpa kaum muslimin sebagai berikut;
“Pada tahun 1838, saya pergi ke Ankara. Dalam pandangan orang-orang beriman yang bergembira karena kemenangan orang-orang Islam terhadap Yunani, saya melihat ada suatu upaya makar untuk merasukkan fitnah atheisme yang amat berbahaya bagi kaum muslimin yang berusaha untuk merusak dan meracuni. Saya katakan, ‘Ular-ular (atheisme) ini akan merusak sendi-sendi keimanan’.”
11. Page
Sangat disayangkan sekali, apa yang dikhawatirkan Sa’id Nursi ini benar-benar terjadi. Fitnah atheisme merusak sendi-sendi keimanan, lebih dahsyat dari yang beliau khawatirkan.
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi mulai menulis Risalah An-Nur di kampung kecil di kaki bukit. Setiap risalah yang beliau tulis merupakan obat yang bersumber dari Al-Qur'an untuk penyakit ruhani zaman tersebut dan menjadi sarana untuk kejayaan akhirat serta kebahagiaan bagi orang-orang mukmin. Karya-karya ini menjelaskan secara rinci, dan karya-karya ini sendiri disebarluaskan ke berbagai pelosok Anatolia oleh murid-murid An-Nur. Risalah-risalah An-Nur menjadi penawar ruhani bagi jutaan umat manusia. Segala rencana jahat mereka pun sia-sia belaka.
Imam Badiuzzaman menuturkan pengaruh dan tujuan yang ingin dicapai Risalah An-Nur sebagai berikut;
“Risalah An-Nur tidak hanya mengatasi upaya-upaya pemusnahan kecil terhadap sebuah rumah terpencil saja. Namun juga mengatasi upaya pemusnahan menyeluruh terhadap sebuah benteng besar yang mengelilingi Islam dengan batu-batunya yang sebesar gunung.”
Risalah An-Nur tidak hanya menyembuhkan sekeping hati dan sanubari tertentu. Bahkan, ia juga mengobati seluruh hati yang mengalami kerusakan hebat, sekaligus semua sarana perusak yang telah disiapkan sejak seribu tahun. Termasuk memperbaiki pemikiran, terutama dasar-dasar Islam yang menjadi pijakan bagi golongan mukmin pada umumnya, serta hati yang kecewa akibat gagalnya upaya penyebaran syiar dengan mukjizat Al-Qur'an.
Sudah barang tentu, untuk memperbaiki kerusakan dan luka-luka parah diperlukan argumentasi dan bukti-bukti nyata dan kuat serta obat mujarab dan penawar luar biasa. Untuk itu, Risalah An-Nur menampakkan sisi kemukjizatan Al-Qur'an yang memainkan peran pada zaman ini. Di samping itu, Risalah An-Nur turut menjadi dasar bagi peningkatan nilai-nilai keimanan.
Risalah-risalah An-Nur dan dakwah An-Nur menyandarkan seluruh kekuatan pada Al-Qur'an untuk meraih pertolongan ilahi dan kejayaan besar untuk mengatasi kekejaman dan kezaliman.
Beliau menuturkan tentang kekuatan tafsir Al-Qur'an sebagai berikut;
“Risalah An-Nur tidak akan pernah padam dan tidak akan pernah bisa dipadamkan. Risalah An-Nur adalah cahaya yang terang apabila ditiup untuk dipadamkan. Risalah An-Nur menguak dan menjelaskan rahasia agung alam semesta.”
Karena dakwah suci ini, Sa’id Nursi diracuni, dipenjara, dan beliau menghabiskan sebagian besar usia dalam pengasingan. Namun, roda kezaliman dan kekejaman yang beliau hadapi tidak mampu menghalangi dakwah beliau yang menjadi obat dan penawar bagi penyakit dalam hati orang mukmin.
Beliau tak pernah menghiraukan kezaliman yang beliau hadapi selama ini. Pada tahun 1952, saat usia beliau menginjak 76 tahun, beliau menyampaikan kepada para tokoh Arab sebagai berikut;
“Saya rela menghadapi seribu kesulitan seperti ini, asalkan masa depan Islam berada dalam keselamatan.” Beliau mendatangi pusat-pusat kezaliman. Ini membuktikan, bahwa beban berat yang menimpa beliau sejak lebih dari setengah abad silam tetap berlanjut dan belum berakhir.
12. Page
Tugas Pembaruan (Reformasi)
Imam Badiuzzaman dan Risalah An-Nur meraih kemuliaan yang tertera dalam hadits, “Sungguh, Allah mengutus seseorang di penghujung setiap seratus tahun untuk memperbarui (urusan-urusan) agamanya,” karena pengaruh yang mengena dalam hati dan akal, juga karena menyampaikan Al-Qur'an dengan metode yang sesuai dengan pemahaman kontemporer.
Imam Badiuzzaman menjelaskan kemuliaan pembaruan yang beliau raih ini yang mendapat sambutan baik di kalangan ulama sebagai berikut;
“Zaman sekarang ini memerlukan seorang ulama mujaddid demi menjaga iman dan agama, menjaga kehidupan bermasyarakat, menegakkan syariat dan hak-hak publik, serta menjaga politik Islam. Hanya saja, pembaruan dari sisi penjagaan terhadap hakikat-hakikat keimanan –yang menjadi poin paling penting dalam hal ini- merupakan pembaruan paling suci, agung dan paling mulai, karena menegakkan syariat, kehidupan sosial, dan politik menempati urutan kedua, ketiga dan keempat jika dibandingkan dengan pembaruan terhadap hakikat iman.
Perhatian besar yang tertera dalam riwayat-riwayat hadits terkait pembaruan agama tidak lain dimaksudkan untuk memperbarui hakikat-hakikat iman. Hanya saja ruang lingkup kehidupan sosial Islam, kehidupan sosial agama yang secara kasat mata terlihat amat luas dan menarik dari sisi kekuasaan, menurut opini publik terlihat lebih penting, juga bagi mereka yang menilai kehidupan sebagai sisi yang paling penting, karena melalui persepsi inilah mereka memahami hadits di atas.
Ketika tiga peran di atas menyatu pada sosok seseorang –peran pembaruan hakikat-hakikat iman, kehidupan sosial dan politik- atau dalam suatu kelompok, untuk selanjutnya dijalankan dengan baik tanpa mengabaikan satu pun di antara ketiga unsur tersebut, sepintas lalu terlihat mustahil dan tidak mungkin, karena tiga peran tersebut hanya menyatu dalam sosok Al-Mahdi yang mencerminkan jamaah di kalangan ahlul bait Nabi Saw., juga dalam sosok maknawi kelompoknya.
Puji syukur tiada henti untuk Allah karena telah menjadikan kepribadian Islami para pelajar dan pengikut sejati Risalah An-Nur, melakukan tugas pembaruan dengan menjaga hakikat dan nilai-nilai iman pada masa ini.
Sebanyak 40 ribu orang mengakui bahwa Risalah An-Nur telah bertarung habis-habisan melawan serangan sesat atheisme berbahaya melalui penyebaran yang berkesan dan penuh keterbukaan sejak 20 tahun silam. Lantas dapat menyelamatkan iman ratusan ribu kaum mukminin.
Namun perlu diperhatikan, jangan sampai menilai sosok yang lemah dan tiada berdaya seperti saya ini mampu memikul beban berat yang ribuan kali melebihi kapasitas dan batasan diri saya.
Risalah An-Nur Sebagai Tafsir Maknawi Al-Qur'an
Menurut ulama, tafsir adalah upaya untuk mengungkap, mengurai, dan menampakkan kandungan dan makna Al-Qur'an.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali menyamakan Al-Qur'an dengan lautan tak bertepi. Di dasarnya terdapat mutiara, yaqut, dan permata yang tak terhitung. Ilmu tafsir adalah ilmu yang mengeluarkan mutiara dan hakikat yang tersembunyi itu. Dari
13. Page
sisi ini, setiap ilmu yang membahas rincian dan hakikat Al-Qur'an bisa dikategorikan sebagai ilmu tafsir. Dan dalam dunia Islam, banyak terdapat karya tulis dengan tujuan yang sama.
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi menjelaskan, bahwa risalah An-Nur merupakan tafsir, seperti yang belia sampaikan;
“Seperti yang telah kami sampaikan berulang kali, Risalah An-Nur adalah tafsir Al-Qur'an yang kuat dan benar. Mengingat sebagian orang tidak memahami keseluruhan maknanya, maka saya memutuskan untuk menguraikan suatu hakikat. Hakikat yang dimaksud adalah tafsir.
Tafsir sendiri ada dua macam;
Pertama; tafsir-tafsir seperti yang kita ketahui pada umumnya. Yaitu tafsir yang menjelaskan, menerangkan, dan membuktikan ungkapan Al-Qur'an, makan kalimat dan ayat-ayatnya.
Kedua; tafsir yang menerangkan dan membuktikan hakikat keimanan dalam Al-Qur'an dengan hujah yang kuat. Ini sangat penting. Sebagian tafsir biasa membahas masalah ini secara ringkas. Namun Risalah An-Nur menjadikan bagian yang kedua ini sebagai dasar utama kajian. Risalah An-Nur adalah tafsir makna Al-Qur'an yang membungkam para ahli filsafat dengan cara yang unik.
Dijelaskan pula, bahwa Risalah An-Nur biasanya merupakan lintasan fikiran dan hasil menggali Al-Qur'an yang datang ke dalam hati dan dengan limpahan makna yang menjadi bukti kebenaran Al-Qur'an, tafsir yang kuat, kilau mukjizat maknanya jelas, titisan lautan tak bertepi, sinar matahari dan terjemah makna yang diambil dari sumber ilmu hakikat dari limpahan Al-Qur'an.
Imam Badiuzzaman hanya menggali dari Al-Qur'an saat menulis risalah An-Nur, beliau menjelaskan bagaimana beliau menulis karya ini;
“Imam rabbani, Syaikh Ahmad Al-Faruqi, selalu berpesan dalam risalah-risalahnya dengan menyatakan, ‘Jadikan kiblatmu hanya satu saja.’ Maksudnya berguru hanya pada seseorang saja, ikuti dan teladanilah dia, dan jangan menyibukkan diri dengan yang lain.’ Pesan ini tidak selaras dengan kapasitas dan kondisi-kondisi spiritual saya. Setelah berfikir berulang kali, apakah saya ikuti yang ini dan yang lain, atau yang lain lagi? Saya bingung, karena masing-masing guru memiliki keistimewaan tersendiri dan sifat-sifat yang menarik. Saya merasa tidak bisa berguru pada seseorang saja. Di balik rasa heran ini, tanpa diduga rahmat Allah datang menghampiri hati saya, bahwa permulaan bagi semua tarekat yang berbeda, sumber bagi semua aliran air dan matahari bagi planet-planet ini adalah Al-Qur'an. Penyatuan kiblat hanya ada dalam Al-Qur'an saja. Dengan demikian, Al-Qur'an adalah pembimbing paling agung dan guru paling suci. Saya menjadikan Al-Qur'an sebagai pegangan. Namun sudah barang tentu, kemampuan saya kurang memadai dan tidak bisa menyedot ataupun mengambil limpahan pembimbing sejati yang bagaikan air kehidupan itu. Tapi, kami masih bisa menunjukkan limpahan air kehidupan itu dengan tingkatan ahli tasawuf dan tarekat.
Untuk itu, kata-kata dan cahaya yang muncul dari Al-Qur'an bukan hanya masalah-masalah ilmiah dan rasional semata, tapi sebagai masalah-masalah keimanan hati, ruhani, dan kalbu, laksana pengetahuan-pengetahuan ilahi nan luhur dan amat bernilai.
14. Page
Risalah An-Nur Sebagai Kajian Ilmu Kalam
Sejak dulu kala, ilmu kalam didefinisikan dari sisi topik dan tujuannya sebagai berikut;
Pertama; berdasarkan temanya, ilmu kalam ialah ilmu yang membahas dzat dan sifat-sifat Allah, masalah yang terkait dengan nubuwah dan risalah, permulaan dan akhiran, tabiat penciptaan dari sisi dunia dan akhirat menurut prinsip-prinsip Islam.
Kedua; berdasarkan tujuannya, ilmu kalam adalah ilmu yang membuktikan akidah dan kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qath’i, serta menghapus segala syubhat.
Para ulama secara singkat menjelaskan bahwa tujuan ilmu kalam dan semua disiplin ilmu Islam lain adalah memastikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada saat yang sama, pada ulama Islam juga membahas sejumlah tujuan dan manfaat ilmu kalam sebagai berikut;
Ilmu kalam meningkatkan keimanan seseorang dari tingkatan taqlid menuju tingkat keimanan hakiki, membimbing manusia yang mencari jalan lurus, mengalahkan alasan dan hujah orang-orang kafir dan ahli bid’ah, menyelamatkan dasar-dasar akidah dari guncangan akibat keraguan yang disebarkan oleh para ahli bid’ah.
Disiplin-disiplin ilmu agama lain bertumpu dan bersandar pada ilmu kalam. Untuk itu, tak mungkin membahas disiplin ilmu tafsir, fiqh, ataupun ilmu hadits selama ilmu kalam tidak membahas keberadaan Allah, hakikat nubuwah, dan kitab-kitab samawi.
Karena itu, ilmu kalam memiliki tujuan penting dan luhur, yaitu sebagai sandaran bagi seluruh disiplin ilmu Islam lainnya.
Risalah-risalah An-Nur juga mencakup ilmu kalam. Hanya saja dari sisi prinsip, risalah ini berbeda dengan ilmu kalam klasik. Sebagai contoh, ilmu kalam menggunakan dalil huduts (penciptaan) dan imkan (kemungkinan), sementara Risalah An-Nur lebih menggunakan dalil nizham (aturan) dan tujuan penciptaan yang merupakan gaya bahasa Al-Qur'an.
Metode Risalah-risalah An-Nur; Pengabdian Iman dan Al-Qur'an
Ustadz Imam Badiuzzaman menuturkan tentang pemikiran atheisme yang muncul pada era beliau yang berasal dari luar negeri;
“Tidak ada membuat saya sakit selain bahaya-bahaya yang melingkupi Islam, karena bahaya-bahaya sebelumnya muncul dari luar dan mudah dilawan. Namun saat ini, bahaya justru muncul dari dalam dimana cacing-cacing mulai merayap menyusup ke dalam tubuh sehingga sulit dilawan.
Saya khawatir masyarakat Islam tidak mampu mengidap penyakit seperti ini karena si penderita tidak merasakan adanya musuh. Orang yang memotong rongga-rongga darah dan menghisap darah dikiranya teman.
Kalau pandangan masyarakat sudah sedemikian buta, artinya benteng iman berada dalam bahaya. Inilah satu-satunya yang membuat saya sakit.”
“Saya melihat kepala-kepala besar kini kebingungan dalam kelalaian, karena benteng iman sama sekali tidak bersandar pada tiang-tiang kekafiran. Untuk itulah saya mencurahkan segala tenaga dan upaya demi iman semata. Saya menyuarakan inti
15. Page
kehidupan masyarakat, eksistensi spiritual, emosi, dan keimanan. Seluruh kesibukan saya fokus pada asas tauhid dan iman yang dibangun Al-Qur'an, karena inilah yang menjadi tiang utama masyarakat. Jika tiang ini terguncang, lenyaplah masyarakat.”
“Saya punya satu tujuan. Di usai yang sudah mendekati kuburan ini, di tengah-tengah negeri yang merupakan negeri Islam ini, kita mendengar oakan burung hantu bolshivisme. Oakan ini mengancam asas iman di dunia Islam, menggiring rakyat khususnya kaum muda menuju paham ini setelah sebelumnya mencabut keimanan dari diri mereka. Dengan segala yang saya miliki, saya memerangi mereka-mereka ini. Saya menyeru kaum muslimin khususnya kaum muda untuk beriman. Saya senantiasa berjihad melawan kelompok atheis ini. Saya ingin tubuh saya dipotong-potong –insya Allah- di hadapan Allah dengan memegang panji jihad. Seluruh aktivitas saya terfokus pada upaya ini.”
Kita bisa memahami metode Risalah An-Nur di balik kata-kata Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi berikut saat membahas tentang asas, kaidah, spirit dan hakikat Risalah An-Nur;
“Asas, kaidah, spirit dan hakikat Risalah An-Nur adalah membenarkan hakikat-hakikat iman –dari sisi keimanan terhadap hal gaib, luapan rahasia wahyu, dan dengan gaya bahasa rabbani-qur’ani, serta dengan perpaduan akal dan hati- berdasarkan ilmu yang mencapai tingkatan kepastian dalam kekuatan haqqul yaqin.”
Risalah An-Nur adalah pelajaran ilmu kalam dan tafsir maknawi yang mengantar menuju inti sari Al-Qur'an yang meliputi manusia dengan dua sayapnya; akal dan hati. Risalah ini memiliki kekuatan ilmu dan pemikiran yang bisa memenuhi segala kebutuhan-kebutuhan maknawi saat ini dan juga masa depan, terlebih Risalah An-Nur mengandung banyak sekali kekayaan alam pemikiran yang pernah tampil dalam sejarah Islam.
Berdasarkan hal ini, Risalah An-Nur memiliki kekuatan untuk menangkal segala macam bantahan dan syubhat yang dihembuskan di sekitar hakikat-hakikat iman, juga membuat para penentang tak berkutik dibuatnya.
Dustur Iqna’
Risalah An-Nur menjelaskan, masyarakat-masyarakat Islam dikendalikan oleh dua kondisi menakutkan sebagai berikut;
Pertama; kekafiran mutlak menyebar luas akibat ilmu-ilmu filsafat yang bertumpu pada sendi-sendi materialisme.
Kedua; orang-orang lebih memilih potongan kaca dunia dari pada emas akhirat karena dominasi orientasi-orientasi kemanusiaan terhadap akal dan hati, meski sebenarnya mereka tahu betul nilai emas.
Risalah An-Nur meresepkan obat untuk mengatasi dua kondisi di atas sebagai berikut;
Nasehat-nasehat para ulama klasik mengena di hati kaum muslimin kala itu, karena kekafiran mutlak belum menyebar luas seperti sekarang ini. Bahkan tunduk dan menerima pandangan-pandangan ulama adalah pemandangan umum yang berlaku di seluruh masyarakat Islam kala itu.
Namun sekarang, kekafiran menyebar luas dan kepatuhan pada pandangan para ulama kian melemah. Untuk itu, pengaruh yang bisa sampai ke dalam hati banyak orang saat ini adalah dengan cara menyampaikan dalil dan hujah-hujah dogmatis.
16. Page
Risalah An-Nur melalui tulisan-tulisan yang tertera di dalamnya menegaskan, bahwa untuk mengalahkan masyarakat yang beradab harus dilakukan dengan membuat mereka puas menerima dalil dan hujah, bukan dengan cara dipaksa ibarat hewan buas yang tak mengerti kata-kata. Kita semua rela mati demi cinta, dan kami tidak punya waktu untuk bermusuhan.
Risalah An-Nur menyebutkan serangkaian permasalahan iman dengan hujah dan dalil-dalil kuat serta dogmatis. Membantah dan meruntuhkan pandangan-pandangan para pengingkar hakikat-hakikat iman, sehingga keimanan sebagian besar orang kian kokoh.
Untuk itu, satu-satunya solusi untuk menyelamatkan manusia dari petaka peradaban seperti yang disampaikan Risalah An-Nur ini adalah dengan menegaskan bahwa iman dan Islam adalah kenikmatan surga yang bisa dirasakan seseorang bahkan di dunia, sementara di balik serangkaian keburukan dan dosa terdapat derita-derita neraka Jahanam yang bisa dirasakan seseorang, bahkan di dunia.
Tugas Pembaruan (Reformasi)
Imam Badiuzzaman dan Risalah An-Nur meraih kemuliaan yang tertera dalam hadits, “Sungguh, Allah mengutus seseorang di penghujung setiap seratus tahun untuk memperbarui (urusan-urusan) agamanya,” karena pengaruh yang mengena dalam hati dan akal, juga karena menyampaikan Al-Qur'an dengan metode yang sesuai dengan pemahaman kontemporer.
Imam Badiuzzaman menjelaskan kemuliaan pembaruan yang beliau raih ini yang mendapat sambutan baik di kalangan ulama sebagai berikut;
Sebelum perang dunia pertama terjadi dan di sela-sela meletusnya peperangan ini, saya bermimpi;
Saya berada di kaki gunung Agri yang dikenal sebagai gunung Ararat. Tiba-tiba, gunung ini meletus. Bongkahan pecahan bertaburan ke berbagai penjuru dunia. Dalam situasi genting ini, saya melihat almarhumah ibunda berada di samping saya. Saya bilang;
“Ibu, jangan takut! Ini sudah menjadi kehendak Allah. Dia Ar-Rahim dan Al-Hakim.” Tiba-tiba, saya melihat seseorang bertubuh besar menyuruh saya, “Terangkan mukjizat Al-Qur'an.”
Saya terbangun and memahami bahwa akan terjadi sebuah letusan besar yang setelah itu akan terjadi perubahan, dimana tembok-tembok di sekitar Al-Qur'an runtuh. Al-Qur'an akan mempertahankan dirinya sendiri. Serangan terhadap Al-Qur'an digalakkan. Mukjizatnya akan menjadi tameng penutup wajah. Dan seorang seperti saya ini akan menunjukkan mukjizat tersebut pada masa saat ini, namun ia berada di atas kemampuan saya. Saya mengerti bahwa saya disiapkan untuk itu.
Ya, keimanan, agama, kehidupan masyarakat, syariat, hak-hak orang, dan kondisi politik sangat memerlukan seorang mujaddid abad ini. Tapi, tajdid (reformasi) paling penting adalah tajdid dari sisi menjaga hakikat, nilai keimanan dan menjadikan tajdid itu sendiri paling suci dan benar. Jika dibandingkan dengan tajdid ini, wilayah syariat, kehidupan bermasyarakat, dan berpolitik berada pada peringkat kedua, ketiga, atau keempat.
Perhatian besar yang tertera dalam riwayat-riwayat hadits tentang pembaruan agama berarti pembaruan dalam hakikat-hakikat iman. Hanya saja, lingkup kehidupan
17. Page
sosial Islam dan kehidupan politik dunia nan luas secara lahir dan menarik secara dari sisi kekuasaan, terlihat lebih penting menurut pandangan publik. Juga menurut pandangan mereka yang menaruh perhatian besar pada kehidupan, karena mereka hanya memandang melalui sisi ini. sehingga mereka hanya memahami hadits di atas berdasarkan pandangan ini.
Puji syukur tiada henti untuk Allah karena telah menjadikan kepribadian Islami para pelajar dan pengikut sejati Risalah An-Nur, melakukan tugas pembaruan dengan menjaga hakikat dan nilai-nilai iman pada masa ini.
Sebanyak 40 ribu orang mengakui bahwa Risalah An-Nur telah bertarung habis-habisan melawan serangan sesat atheisme berbahaya melalui tulisan-tulisan yang berkesan dan penuh keterbukaan rabbani sejak 20 tahun silam dan menyelamatkan iman ratusan ibu orang-orang mukmin.
Namun jangan menjadikan orang lemah seperti saya ini memikul beban sendirian yang ribuan kali melebihi kapasitas saya.
Pada risalah lainnya, Imam Badiuzzaman mengatakan bahwa era sekarang merupakan era berjamaah, era fokus untuk tajdid terhadap Risalah-risalah An-Nur dan kepribadian maknawi para murid Risalah-risalah An-Nur. Beliau menekankan sejumlah poin berikut;
Kelebihan-kelebihan yang kalian lihat sesungguhnya bukan kelebihan saya, saya semua itu adalah milik Risalah-risalah An-Nur yang merupakan tafsir salah satu hakikat Al-Qur'an. Seperti halnya para mujaddid di setiap abad yang berjuang untuk Islam dan nilai-nilai keimanan. Terkadang terjadi kekacuan pada suatu masa. Ada invasi kekuasaan dan kegersangan spiritual. Semua ini merupakan kondisi yang membutuhkan datangnya seorang mujaddid. Setiap zaman tidak sama kondisinya. Sehebat apapun seseorang di masa sekarang ini, ia akan kalah bila berhadapan dengan pribadi maknawi.
Karena kemungkinan Risalah-risalah An-Nur menjadi mujaddid dari sisi ini sangatlah besar, maka sifat-sifat utama ini bukan milik saya pribadi. Bahkan, seperti yang sudah berulang kali saya tuangkan dalam sejumlah tulisan, kehidupan saya ini laksana benih saja bila dibandingkan Risalah-risalah An-Nur. Berkat limpahan Al-Qur'an dan karunia Allah, biji ini berubah menjadi pohon Risalah-risalah An-Nur yang berbuah dan tinggi nilainya. Sementara saya sendiri tidak lain hanya satu benih yang hancur dan lenyap. Untuk itu, seluruh keistimewaan dan kebaikan ini semata milik Risalah-risalah An-Nur yang merupakan tafsir Al-Qur'anul Hakim.
Menjauhi Dunia Politik
Imam Badiuzzaman selalu menjauhkan dakwah Risalah-risalah An-Nur dan para murid-murid An-Nur dari dunia politik yang penuh dengan tipu daya. Sebab, beliau melihat bahwa berjuang demi agama dan ilmu melalui jalur politik pada zaman yang tidak stabil, tidak akan membuahkan hasil dan tidak ada gunanya.
Beliau yakin bahwa sarana paling efektif untuk mendapatkan kehidupan abadi adalah berjuang untuk mendapatkan kehidupan abadi dengan perjuangan menegakkan keimanan dan berusaha menuju ke sana dengan penuh tekad.
Terkait poin ini, beliau mengatakan;
“Bahaya terbesar bagi umat Islam pada zaman ini adalah kerusakan hati dan lemahnya iman akibat kesesatan yang muncul dari ilmu sains dan filsafat. Solusi
18. Page
tunggal bagi masalah ini adalah Risalah-risalah An-Nur dan memperlihatkan risalah-risalah tersebut kepada hati, agar hati dapat disembuhkan dan keimanan dapat diselamatkan.
Jika mereka dikendalikan dan dikalahkan oleh hegemoni politik, orang-orang kafir akan berubah menjadi orang-orang munafik. Orang-orang munafik sebelumnya lebih berbahaya dari pada orang-orang kafir. Artinya, jika kondisi seperti ini terjadi, maka hegemoni politik tidak akan mampu menyembuhkan hati yang rusak. Dan pada saat yang bersamaan, kekufuran akan merasuk ke dalam hati dan bersembunyi di sana, lalu berubah menjadi kemunafikan.
Pada zaman sekarang ini, orang lemah seperti saya tidak mampu melakukan kedua tugas ini sekaligus berhadapan dengan kekacauan politik. Sebaiknya justru fokus pada Risalah-risalah An-Nur dengan segenap kekuatan dan kondisi. Dan selayaknya saya tidak berbenturan langsung dengan dunia politik.”
Dengan menjauhkan diri dari politik, beliau telah mengalihkan perhatian banyak mata buta karena kecenderungan kepada politik dan bercahaya dari cahaya Al-Qur'an. Beliau tidak mendistorsi hakikat Al-Qur'an hanya karena tudingan propaganda politik. Beliau paham bahwa politik yang berlangsung berdiri di atas landasan pragmatisme adalah binatang buas. Saat menyebut dampak-dampak negatif politik, beliau mengucapkan;
“Saya berlindung kepada Allah dari setan dan politik,” lalu beliau tidak terlibat dalam dunia politik.
Risalah-risalah An-Nur Sebagai Tafsir Maknawi Al-Qur'an
Secara sederhana, tafsir adalah upaya untuk mengungkap, mengurai, dan menampakkan kandungan dan makna Al-Qur'an.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali menyamakan Al-Qur'an dengan lautan tak bertepi. Di dasarnya terdapat mutiara, yaqut, dan permata yang tak terhitung. Ilmu tafsir adalah ilmu yang mengeluarkan mutiara dan hakikat yang tersembunyi itu. Dari sisi ini, setiap ilmu yang membahas rincian dan hakikat Al-Qur'an bisa dikategorikan sebagai ilmu tafsir. Dan dalam dunia Islam, banyak terdapat karya tulis dengan tujuan yang sama.
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi menjelaskan, bahwa risalah An-Nur merupakan tafsir, seperti yang belia sampaikan;
“Seperti yang telah kami sampaikan berulang kali, Risalah An-Nur adalah tafsir Al-Qur'an yang kuat dan benar. Mengingat sebagian orang tidak memahami keseluruhan maknanya, maka saya memutuskan untuk menguraikan suatu hakikat. Hakikat yang dimaksud adalah tafsir.
Tafsir sendiri ada dua macam;
Pertama; tafsir-tafsir seperti yang kita ketahui pada umumnya. Yaitu tafsir yang menjelaskan, menerangkan, dan membuktikan ungkapan Al-Qur'an, makan kalimat dan ayat-ayatnya.
Kedua; tafsir yang menerangkan dan membuktikan hakikat keimanan dalam Al-Qur'an dengan hujah yang kuat. Ini sangat penting. Sebagian tafsir biasa membahas masalah ini secara ringkas. Namun Risalah An-Nur menjadikan bagian yang kedua ini sebagai dasar utama kajian. Risalah An-Nur adalah tafsir makna Al-Qur'an yang membungkam para ahli filsafat dengan cara yang unik.
19. Page
Dengan demikian, Risalah-risalah An-Nur menurut penuturan sang penulis adalah sari-sari Al-Qur'an yang umumnya terlintas di dalam hati berkat luapan dan bantuan Al-Qur'an.
Risalah-risalah An-Nur adalah tafsir yang kuat, kilau mukjizat maknanya jelas, titisan lautan tak bertepi, sinar matahari dan terjemah makna yang diambil dari sumber ilmu hakikat dari limpahan Al-Qur'an.
Imam Badiuzzaman hanya menggali dari Al-Qur'an saat menulis risalah An-Nur, beliau menjelaskan bagaimana beliau menulis karya ini;
“Imam rabbani, Syaikh Ahmad Al-Faruqi, selalu berpesan dalam risalah-risalahnya dengan menyatakan, ‘Jadikan kiblatmu hanya satu saja.’ Maksudnya berguru hanya pada seseorang saja, ikuti dan teladanilah dia, dan jangan menyibukkan diri dengan yang lain.’ Pesan ini tidak selaras dengan kapasitas dan kondisi-kondisi spiritual saya. Setelah berfikir berulang kali, apakah saya ikuti yang ini dan yang lain, atau yang lain lagi? Saya bingung, karena masing-masing guru memiliki keistimewaan tersendiri dan sifat-sifat yang menarik. Saya merasa tidak bisa berguru pada seseorang saja. Di balik rasa heran ini, tanpa diduga rahmat Allah datang menghampiri hati saya, bahwa permulaan bagi semua tarekat yang berbeda, sumber bagi semua aliran air dan matahari bagi planet-planet ini adalah Al-Qur'an. Penyatuan kiblat hanya ada dalam Al-Qur'an saja. Dengan demikian, Al-Qur'an adalah pembimbing paling agung dan guru paling suci. Saya menjadikan Al-Qur'an sebagai pegangan. Namun sudah barang tentu, kemampuan saya kurang memadai dan tidak bisa menyedot ataupun mengambil limpahan pembimbing sejati yang bagaikan air kehidupan itu. Tapi, kami masih bisa menunjukkan limpahan air kehidupan itu dengan tingkatan ahli tasawuf dan tarekat.
Untuk itu, kata-kata dan cahaya yang muncul dari Al-Qur'an bukan hanya masalah-masalah ilmiah dan rasional semata, tapi sebagai masalah-masalah keimanan hati, ruhani, dan kalbu, laksana pengetahuan-pengetahuan ilahi nan luhur dan amat bernilai.
Yang berbicara dalam Al-Kalimat –maksudnya seluruh Risalah-risalah An-Nur- bukan saya, tapi hakikat jua yang berbicara atas nama isyarat-isyarat Al-Qur'an. Hakikat Al-Qur'an menuturkan kebenaran dan menyampaikan kejujuran.
Untuk itu, jika Anda melihat adanya kekeliruan, Anda harus yakin bahwa pemikiran saya mencampuraduk dan memperkeruh pembahasan ini, serat keliru tanpa kesengajaan.
Risalah An-Nur Sebagai Kajian Ilmu Kalam
Sejak dulu kala, ilmu kalam didefinisikan dari sisi topik dan tujuannya sebagai berikut;
Pertama; berdasarkan temanya, ilmu kalam ialah ilmu yang membahas dzat dan sifat-sifat Allah, masalah yang terkait dengan nubuwah dan risalah, permulaan dan akhiran, tabiat penciptaan dari sisi dunia dan akhirat menurut prinsip-prinsip Islam.
Kedua; berdasarkan tujuannya, ilmu kalam adalah ilmu yang membuktikan akidah dan kepercayaan agama dengan dalil-dalil yang qath’i, serta menghapus segala syubhat.
Para ulama secara singkat menjelaskan bahwa tujuan ilmu kalam dan semua disiplin ilmu Islam lain adalah memastikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pada saat
20. Page
yang sama, pada ulama Islam juga membahas sejumlah tujuan dan manfaat ilmu kalam sebagai berikut;
Ilmu kalam meningkatkan keimanan seseorang dari tingkatan taqlid menuju tingkat keimanan hakiki, membimbing manusia yang mencari jalan lurus, mengalahkan alasan dan hujah orang-orang kafir dan ahli bid’ah, menyelamatkan dasar-dasar akidah dari guncangan akibat keraguan yang disebarkan oleh orang-orang sesat.
Risalah-risalah An-Nur juga mencakup ilmu kalam dari sisi tujuan-tujuan tersebut. Hanya saja dari sisi prinsip, risalah ini berbeda dengan ilmu kalam klasik. Sebagai contoh, ilmu kalam menggunakan dalil huduts (penciptaan) dan imkan (kemungkinan), sementara Risalah An-Nur lebih menggunakan dalil nizham (aturan) dan tujuan penciptaan yang merupakan gaya bahasa Al-Qur'an. Risalah-risalah An-Nur selalu menemukan jalan menuju Al-Haq Ta’ala.
Dalam suatu jawaban yang beliau sampaikan kepada seorang murid, Imam Badiuzzaman menjelaskan keistimewaan dakwah Risalah-risalah An-Nur dari sisi ilmu kalam sebagai berikut;
“Dalam suratmu, kamu ingin belajar ilmu kalam dari saya. Semua kata yang kau tulis itu merupakan pengajaran ilmu kalam yang bercahaya dan benar.
Sebagian ulama muhaqqiq seperti Imam Rabbani Syaikh Ahmad Al-Faruqi mengatakan, “Pada akhir zaman, seseorang menerangkan ilmu kalam; masalah-masalah keimanan dan akidah yang merupakan madzhab para pengikut kebenaran dengan jelas, hingga menyebabkan cahaya-cahaya itu menyebar luas, melebihi penyebaran cahaya oleh para ahli kasyaf dan tarekat.”
Tidak diragukan, ini merupakan isyarat-isyarat gaib untuk Risalah-risalah An-Nur.
Perang Melawan Bid’ah
Salah satu dakwah utama Risalah-risalah An-Nur adalah memerangi bid’ah.
Dalam bahasan “sunnah saniyyah” Imam Badiuzzaman menyatakan bahwa membuat-buat hal baru dalam hukum-hukum ibadah, bid’ah dan tertolak karena berseberangan dengan rahasia ayat;
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِيْ وَرَضِيْتُ لَكُمُ الْاِسْلَامَ دِيْنًاۗ
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al-Ma`idah: 3)
Saat membicarakan tentang lingkup teman, saudara dan murid Risalah-risalah An-Nur, mereka yang bergabung dengan bid’ah tidak lagi kembali menemui beliau, bahkan teman Risalah-risalah An-Nur sekalipun. Beliau mengatakan;
“Syarat untuk menjadi teman adalah harus serius mendukung langkah kami untuk menyebarkan Risalah-risalah An-Nur dan cahaya-cahaya Al-Qur'an, tidak condong pada kebatilan, bid’ah, ataupun kesesatan hati, dan berupaya untuk bermanfaat bagi diri sendiri.”
“Saya menatap kafilah-kafilah umat manusia yang menempuh perjalanan menuju masa lalu. Saya melihat kafilah para nabi mulia, shiddiqun, syuhada`, para wali dan orang-orang shalih, menyinari kafilah-kafilah ini dengan terang, hingga cahayanya
21. Page
melenyapkan kegelapan-kegelapan masa depan karena mereka meniti jalan lurus dan besar nan membentang menuju keabadian.
Saya lantas berkata, “Ya subhanallah! Betapa rugi dan binasa orang yang tidak menyusul kafilah terang nan agung yang berlalu dengan selamat dan aman ini, menyingkirkan tabir kegelapan-kegelapan masa lalu dan menyinari masa depan!
Siapapun yang memiliki perasaan meski sekecil apapun, pasti mengetahui hal ini. Dan siapa yang menyimpang dari jalur kafilah agung ini dengan membuat-buat bid’ah, kemana lagi mereka akan mencari cahaya penerang dan mana lagi jalan yang akan mereka tempuh?
Teladan kita, Rasul mulia Saw. bersabda, ‘Setiap bid’ah sesat, dan setiap kesesatan berada di neraka.’ Maslahat apa kiranya yang akan didapatkan orang-orang celaka yang layak disebut ‘ulama jahat’ terhadap hadits shahih ini. Pasalnya, mereka menyampaikan fatwa yang berseberangan dengan sebagian syiar-syiar Islam, di samping membahayakan padahal tidak perlu. Mereka menilai, syiar-syiar tersebut bisa dirubah?!
Jika pun ada sesuatu yang berarti, mungkin hanya kesadaran sesaat yang muncul dari kilauan terang cahaya sesaat yang memperdaya mereka.”
Di antara bid’ah muncul pada era penulisan Risalah-risalah An-Nur adalah huruf-huruf asing (latin). Bahkan, Risalah-risalah An-Nur menganggapnya bid’ah akhir zaman terbesar dan fitnah terbesar.
Risalah-risalah An-Nur menyatakan;
Orang-orang jahat yang muncul di akhir zaman –masa penyebaran bid’ah dan huruf-huruf asing (latin)- adalah ulama jahat yang mendukung dan membolehkan bid’ah demi mengisi perut dengan makanan haram akibat keserakahan.
Risalah-risalah An-Nur menentang huruf-huruf baru (latin) dan menilai pembelaan serta penjagaan terhadap huruf-huruf Al-Qur'an sebagai salah satu tugas penting murid-muridnya.
Melalui sejumlah risalah, Imam Badiuzzaman menjelaskan bahwa Risalah-risalah An-Nur berupaya untuk menjaga hakikat-hakikat iman melawan ke-zindiq-an. Menjaga dan menulis dengan huruf-huruf Al-Qur'an (Arab) melawan bid’ah (huruf-huruf latin) merupakan tugas Risalah-risalah An-Nur.
Menurut Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi, kecenderungan untuk melakukan bid’ah bukan sekedar dosa besar mata, tapi sebagai dosa terbesar. Dalam sebuah risalah yang beliau tulis di Barla, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi menyebutkan;
“Kalian menanyakan tentang tujuh dosa besar kepada saya, dan dosa-dosa besar itu sendiri banyak jumlahnya. Dosa yang disebut sebagai dosa paling besar atau tujuh dosa yang membinasakan, adalah sebagai berikut; membunuh, berbuat zina, khamr, durhaka kepada kedua orang tua, berjudi, bersaksi palsu, cenderung pada bid’ah yang membahayakan agama.”
Perjuangan Untuk Terus Membaca dan Menulis dengan Huruf-huruf Al-Qur'an
Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi dan murid-muridnya menaruh perhatian besar untuk mengajarkan dan menyebarkan bahasa Utsmaniyah di tengah-tengah bangsa Turki. Pekerjaan ini tidak lain adalah membaca dan menulis dengan aksara-aksara Al-Qur'an.
22. Page
Pekerjaan ini memiliki jangkauan ilmiah, keilmuan, dan politik yang penting, karena penjelasannya memerlukan ratusan halaman yang sudah kami isyaratkan dalam judul; perang melawan bid’ah. Pada bagian ini, kami akan membahas permasalahan ini melalui sejumlah poin utama. Selanjutnya kami mengalihkan Pembaca pada penjelasan Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi dalam risalah-risalahnya yang disebut Risalah-risalah An-Nur. Di sana, beliau menulis ratusan halaman untuk menjelaskan pentingnya permasalahan yang dilupakan anak-anak para pemegang panji Islam sejak seribu tahun silam.
Imam Badiuzzaman menaruh perhatian besar terhadap aksara-aksara Arab, dan menganggapnya sebagai salah satu permasalahan utama, yang ia bela, dan ia didik murid-muridnya di atas prinsip ini, karena beliau mencurahkan segenap perhatian untuk membela sunnah nabawi, syiar-syair Islam, menghidupkan sunah, dan memerangi bid’ah. Untuk itulah beliau menyebut aksara-aksara yang digunakan bangsa Turki sejak seribu tahun sebagai aksara-aksara Al-Qur'an atau huruf-huruf Islam. Beliau tidak menyebut aksara-aksara Arab atau huruf-huruf Utsmani kecuali hanya sesekali saja dan diperlukan sesuai konteks.
Beliau mengatakan, “Salah satu tugas penting Risalah-risalah An-Nur adalah menjaga aksara-aksara Arab yang merupakan tulisan mayoritas negara-negara dunia Islam.
Perhatian ini bukan hanya mengakar dalam tanpa berujung bagi Imam An-Nursi saja, tapi juga membentang hingga jauh melebihi masa beliau, karena ulama kaum muslimin juga menaruh perhatian yang sama di berbagai negara, bahasa, dan masa, karena setiap kali ada kaum non Arab masuk Islam, mereka mempelajari aksara-aksara Al-Qur'an dan mereka anggap sebagai salah satu persoalan terkait Islam di samping sekian banyak persoalan Islam lainnya, mengingat aksara-aksara Al-Qur'an bagi mereka merupakan salah satu syiar Islam yang mengingatkan mereka pada agama, Al-Qur'an dan Rasul. Mengalihkan perhatian mereka pada titik persatuan dan kesatuan di antara mereka meski dengan negara dan bahasa berbeda. Sampai tibalah masa imperialisme, hubungan di antara kaum muslimin dan berbagai macam persoalan lain pun terputus. Sehingga permasalahan aksara-aksara Al-Qur'an seakan terlupakan.
Itulah kenapa Anda menemukan kaum-kaum di timur jauh, seperti Malaysia, Indonesia, Thailand, dan lainnya menulis dan membaca dengan aksara-aksara Al-Qur'an meski bahasa mereka bukan bahasa Arab. Demikian halnya kaum muslimin China, Turkistan timur, Pakistan, Afghanistan, Iran, negara-negara Asia tengah dan negara-negara Afrka terpengaruh oleh aksara-aksara Al-Qur'an yang digunakan sebagai tulisan daulah Utsmaniyah sepanjang masa, meski daulah ini adalah daulah Turki.
Berikut akan kami sebutkan sebuah percakapan penting antara mufti Uzbekistan –ia adalah mufti umum seluruh negara-negara Asia tengah- dengan seorang Turki pasca runtuhnya Uni Soviet. Ia bilang kepada si mufti, “Jika Anda menyebarkan huruf-huruf latin di negara-negara Asia tengah yang menggunakan bahasa Turki, langkah ini akan mempersatukan 150 juta orang Turki.”
Mufti ini kemudian memberikan jawaban bersejarah, “Jika kalian menerima dan menyebarkan aksara-aksara Al-Qur'an, satu setengah milyar kaum muslimin akan bersatu.”
Bersama para murid, Imam An-Nursi mencurahkan segenap upaya tiada banding untuk persoalan ini, dimana beliau mengarang karya-karya beliau yang mencapai empat belas jilid, seluruhnya menggunakan aksara-aksara Al-Qur'an dan
23. Page
ditulis secara manual. Hingga jumlah jilid kitab-kitab ini yang salin secara rahasia dan secara manual menjadi lebih dari satu juta eksemplar. Beliau baru mengizinkan kitab-kitab ini dicetak menggunakan huruf-huruf latin pada masa-masa akhir hidup beliau dan sebatas hanya diperlukan saja, hingga menarik perhatian generasi-generasi baru pada aksara-aksara Al-Qur'an.
Menulis dan menyalin hakikat-hakikat iman dan Al-Qur'an yang tertera dalam Risalah-risalah An-Nur, beliau jadikan sebagai salah satu syarat utama bagi para murid Risalah-risalah An-Nur. Beliau menuturkan;
“Tugas utama bagi siapapun yang bergagung dengan Risalah-risalah An-Nur adalah menulis dan menyalinnya, atau membuat orang lain menulis, menyalin, dan berusaha untuk menyebarkannya. Orang yang menyalin atau membuat orang lain menyalin Risalah-risalah An-Nur akan mendapatkan prediket murid Risalah-risalah An-Nur.”
Untuk itu, seluruh murid Imam An-Nursi, baik lelaki maupun perempuan, anak-anak, remaja, maupun dewasa sibuk belajar dan mengajarkan membaca dan menulis dengan aksara-aksara Arab yang mereka sebut aksara-aksara Al-Qur'an.
Penyebaran Dakwah Risalah An-Nur
Tahun-tahun pertama pasca runtuhnya Daulah Utsmaniyah merupakan saat-saat yang menyesakkan. Kebanyakan orang masih belum berani untuk bermujahadah secara terbuka. Melakukan tindakan sekecil apapun atas nama Islam akan dihukum berat.
Untuk itu, selama masa kegersangan tenaga da’i ini, Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi dan para murid An-Nur yang berada di sekelilingnya menentang dan menghadapi semua aliran sesat melalui perjuangan yang merambah ke seluruh dunia Islam. Di saat banyak yang terjerumus dan putus asa, mereka memandang masa depan dengan penuh harapan dan optimisme. Mereka berupaya sekuat tenaga untuk menyelamatkan orang-orang beriman terutama generasi yang akan d tang dari fitnah akhir zaman yang sudah menanti. Demi menjaga dan menyebarkan nilai keimanan dan syiar-syiar Islam dengan jalan ini, mereka dituduh mendirikan organisasi terlarang dan terlibat dalam kegiatan mengganti dasar-dasar kerajaan dengan tujuan menegakkan syariat Islam dan khilafah Islamiyah.
Mereka selalu dibawa dari satu peradilan ke peradilan lain. Mereka sering kali dihukum dan dipenjara bertahun-tahun dengan keputusan di luar batas undang-undang. Karena perjuangan menegakkan iman, para murid An-Nur membayarnya dengan harga yang amat mahal, yaitu dengan menjalani hukuman penjara dan pengasingan. Kehidupan sosial dan ekonomi mereka terjerembab pada kelumpuhan. Walau demikian, dengan kekuatan yang didapatkan dari Risalah An-Nur, mereka tetap tabah dalam mempertahankan perjuangan.
Dalam biografi kehidupannya, Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi merupakan sasaran penderitaan. Beliau menggambarkan ringkasan penderitaan sebagai berikut;
“Lebih dari delapanpuluh tahun dalam kehidupan, saya tidak pernah merasakan sedikitpun kenikmatan dunia. Seluruh kehidupan saya berada di medan perang, menjadi tawanan, atau penjara dan peradilan negara. Tak ada penderitaan dan siksaan yang belum saya alami. Di mahkamah militer, saya diperlakukan seperti pesakitan.
24. Page
Layaknya penjahat, saya dibuang dari satu tempat ke tempat lain. Di penjara negara, saya dilarang berhubungan dengan siapapun selama berbulan-bulan lamanya. Selain diracuni beberapa kali, saya juga mengalami berbagai bentuk penghinaan.”
Badiuzzaman mengantarkan Risalah-risalah An-Nur dalam bentuk surat kepada Hasrau Efendi yang berada di Isparta yang merupakan pusat perjuangan An-Nur. Rasulullah Saw. ini ditulis saat beliau berada di pengasingan dan tahanan dalam kondisi yang amat getir dan menguji kesabaran. Di bahwa pengawasan Ahmad Hasrau, karya-karya Badiuzzaman ditulis dengan tangan oleh para murid An-Nur dan juga diperbanyak dengan mesin cetak, untuk selanjutnya didistribusikan ke seluruh pelosok Anatolia.
Melalui beliau, surat-surat yang ditulis para An-Nur yang berada di berbagai pelosok negeri disampaikan kepada Badiuzzaman Sa’id An-Nursi. Biasanya, beliau sendiri yang menulis jawaban seperti yang disampaikan Imam Badiuzzaman Sa’id An-Nursi. Dengan perantara ini, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi akhirnya menjuluki Ahmad Husrau Efendi sebagai “Pabrik pembuatan bunga mawar.” Saat mengantar dan mengurus perjuangan An-Nur, Badiuzzaman Sa’id An-Nursi menjelaskan tugas Ahmad Hasrau sebagai berikut;
“Kami mengucapkan selamat dan mendoakan kesuksesan untuk Hasrau dalam tugas-tugas menyimak, mendengar, mengurus, menghubungi, menyebar dan menyampaikan Risalah-risalah An-Nur. Bersama tugas-tugas penting ini, kita masih bisa melihat tulisan pena Hasrau yang indah dan bercahaya dalam bentuk risalah.”
“Pikiran Hasrau yang selalu mengagumkan, tepat, bermanfaat, dan amat tinggi selalu bernilai dalam pengabdian Al-Qur'an.”
Imam Badiuzzaman memberikan wewenang kepada Ustadz Husau yang tidak beliau berikan kepada murid-murid lain. Wewenang yang dimaksud adalah wewenang untuk mengintervensi Risalah-risalah An-Nur.
Beliau menyatakan, “Hasrau bisa memperbaiki, mengganti, dan merevisi bagian yang menurutnya tidak sesuai.”
Badiuzzaman Sa’id An-Nursi memperlihatkan kepada kita tentang kedudukan Hasrau yang penting dalam perjuangan Risalah An-Nur dengan memberi izin yang belum pernah beliau berikan pada murid lain. Yaitu izin untuk menyertakan buah fikiran ke dalam karya-karya beliau. Dengan jawaban seperti berikut terhadap Ahmad Hasrau atas permintaan beliau untuk menggantikan Badiuzzaman Sa’id An-Nursi ketika beliau berada di Emirdak, sekali lagi Badiuzzaman Sa’id An-Nursi membenarkan masalah ini.
“Tokoh Risalah An-Nur, Ahmad Hasrau secara serius dan bersungguh-sungguh untuk menggantikan saya. Saya sampaikan, ‘Sekarang ini bukan waktu untuk menulis. Kehidupanmu amat bermanfaat dan berguna dalam dakwah Risalah An-Nur, jauh lebih bermanfaat dari kehidupan saya yang penuh dengan siksaan dan kesulitan, seperti banyaknya tulisan dan manfaat yang kau berikan dalam menyebarkan Risalah-risalah An-Nur, melebihi dari tulisan tangan saya sendiri. Andai saya bisa memberikan kehidupan dan kesehatan saya padamu, tentu akan saya berikan dengan senang hati.”