AL-BAQARAH AYAT 16

95. Page

Ayat 16

 

﴿أُولَئِكَ الَّذِينَ اشْتَرَوُا الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُمْ وَمَا كَانُوا مُهْتَدِين

(Ula ika alladzîna isytaraw al-dlalâlata bi'l-hudâ famâ rabihat tijâratuhum wa mâ kânû muhtadîn)

Mereka itulah orang yang membeli kesesatan dengan petunjuk, maka tidaklah beruntung perniagaan mereka dan tidaklah mereka mendapat petunjuk.

 

Ketahuilah, aspek nadzam ayat ini terkait dengan yang mendahuluinya, sebagai berikut:

Ayat ini merupakan fadzlakah atau ringkasan dari penjelasan rinci sebelumnya, serta penggambaran darinya dalam format gaya bahasa yang tinggi dan efektif. Perniagaan dipilih sebagai [bahan] perumpamaan karena orang pertama yang dihadapinya pernah mengalami kenikmatan dan kesulitan perdagangan yang mereka hadapi dalam perjalanan musim dingin dan musim panas.

Aspek kesesuaian ayat ini adalah: Spesies manusia dikirim ke dunia ini tidak untuk menjadikan dunia sebagai tanah air mereka, tetapi untuk perdagangan menggunakan modal panca indera bawaan dan kemampuan mereka; untuk mengolahnya, kemudian menjual hasil produknya dengan bebas.

Aspek nadzam frasa ayat ini adalah:

Susunan [kalimat] ini sangat alami dan fasih, yang dibuat menurut gaya bahasa perumpamaan. Yaitu, begini: Ada seorang pedagang gagal yang tertipu. Dia diberi modal uang yang sangat banyak, tapi dia menggunakannya hanya untuk membeli racun dan hal lain yang berbahaya baginya. Dia menjalankan modalnya, tetapi tak menghasilkan keuntungan dan tidak berguna baginya; bahkan, modal itu membawanya pada kerugian yang semakin besar. Akhirnya dia kehilangan semua itu, kemudian tersesat jalan sampai dia tidak bisa kembali.

Aspek nadzam bagian-bagian dari frasa ini:

Kata ganti demonstratif أُولَئِكَ﴿ - ulâ'ika (“mereka itu”) menghadirkan sesuatu yang terasakan dan jauh:

Adapun 'penghadiran' (ihdlâr), ini merupakan isyarat bahwa setiap pendengar, begitu mendengar kejahatan yang disebutkan [dalam ayat di atas], dalam hatinya sedikit demi sedikit timbul perasaan benci dan kemarahan yang meningkat secara bertahap, sehingga dia ingin melihat orang-orang munafik melampiaskan kemarahannya, serta menghadapi mereka dengan kebencian dan penghinaan.

Sedangkan 'sesuatu yang terasakan' (mahsûsiyyah), ini mengisyaratkan bahwa pengkualifikasian [mereka] dengan sifat-sifat luar biasa ini menghadirkan mereka dalam pikiran [pendengar], sehingga mereka [hampir] terasa nyata dalam imajinasi [pendengar].

Hal ini juga menunjukkan alasan pernyataan tersebut, sesuai rahasia [ungkapan]: [perbuatan] maksiat akan membawa pada maksiat berikutnya.

Adapun 'jarak' (bu'diyyah) yang ditandai dengan kata أُولَئِكَ﴿ - ulâ'ika, ini merupakan isyarat betapa jauhnya jarak mereka dari jalan yang benar; mereka telah pergi menuju ke titik di mana mereka tak bisa kembali; mereka pergi atas kemauan sendiri, tapi mereka tak bisa kembali.

Kata ganti penghubung الَّذِينَ﴿ - alladzîna (“orang-orang yang”) menunjukkan bahwa perniagaan semacam ini aneh dan merugikan. Baru ini saja ia muncul, lalu menjadi prinsip dan jalan hidup yang diadopsi orang. Sebab, seperti disebutkan di atas, kata ganti penghubung menunjukkan fakta-fakta anyar yang baru saja dibentuk.

Kata kerja اشْتَرَوُا﴿ - isytaraw (“mereka membeli”) menyatakan penolakan terhadap alasan mereka [ketika mereka mengatakan], "Sudah kodrat kami melakukan hal ini." Seolah-olah al-Qur'an mengatakan kepada mereka: "Tidak! Allah telah memberi umur pada kalian sebagai modal, menaruh di dalam ruh kalian potensi sempurna, dan telah menanam di hati nurani kalian benih kebenaran, yang merupakan petunjuk fitri (hidâyah fithriyyah), agar kalian dapat membeli kebahagiaan. Namun, bukan membelinya -- bahkan meninggalkannya -- kalian malah membeli kesenangan sementara dan manfaat duniawi. Dengan 

96. Page

kehendak kalian yang buruk, kalian memilih jalan kesesatan ketimbang jalur petunjuk. Maka, kalian pun merusak petunjuk fitri, dan kalian kehilangan modal kalian.

Frasa الضَّلاَلَةَ بِالْهُدَى﴿ - al-dlalâlata bi'l-hudâ (“kesesatan dengan petunjuk”) mengisyaratkan bahwa mereka mengalami kerugian demi kerugian, sebab sebagaimana mereka merugi karena kesesatan, mereka pun rugi karena meninggalkan nikmah tertinggi, yaitu petunjuk (hidâyah).

Adapun kalimat فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُم﴿ - fa-mâ rabihat tijâratuhum (“tidaklah beruntung perniagaan mereka”), maka ketahuilah bahwa penggunaan kata negatif - padahal mereka bukan hanya mengalami kerugian, tapi juga kehilangan modal -- menunjukkan bahwa ciri orang berakal hendaknya dia tidak memasui perdagangan yang tidak menguntungkan, terutama perdagangan yang menyebabkan kerugian, bahkan kehilangan modal.

Selain itu, dengan menyandarkan kata kerja pada perdagangan, padahal aslinya kata kerja itu disandarkan pada diri mereka sendiri, yakni melalui kalimat, فَمَا رَبِحَتْ تِجَارَتُهُم﴿ - fa-mâ rabihat tijâratuhum, itu merupakan tanda bahwa perdagangan mereka ini, dengan seluruh bagiannya, segala kondisinya, sampingannya, dan permukaannya, tidak menghasilkan manfaat apa pun, secara parsial maupun universal; ini tidak seperti beberapa bisnis lainnya yang produknya mungkin tidak memberikan keuntungan tetapi sejumlah manfaat masih bisa diperoleh dari sampingan atau jasanya. Perdagangan orang-orang munafik sama sekali kejahatan murni dan sepenuhnya berbahaya. Menyandarkan kata kerja pada perdagangan di sini menyerupai kata: "نامَ لَيْلُهُ - nâma layluhu (malamnya tidur)" bukan "نام في الليل - nâma fi'l-layl (dia tidur pada malam hari)." Kalimat pertama berarti, selain dirinya tidur, malam itu sunyi dan diam seolah-olah tidur, dan tidak ada yang mengganggunya.

وَمَا كَانُوا مُهْتَدِينَ﴿ - wa mâ kânû muhtadîn (“dan tidaklah mereka mendapat petunjuk”), yakni, sebagaimana mereka telah kehilangan modal, demikian pula mereka telah tersesat. Hal ini merupakan tarsyîh,[1] gaya bahasa tamsil yang dikenakan pada اشْتَرَوُا﴿ - isytaraw, seperti kalimat sebelumnya.

Ini juga mengandung isyarat rahasia tentang هُدىً لِلْمُتَّقِين﴿ - hudan li al-muttaqîn (“petunjuk bagi orang-orang yang bertakwa”) pada permulaan surah. Seolah-olah ia hendak mengatakan: "Al-Qur'an menawarkan petunjuk kepada mereka, tetapi mereka tidak mau menerimanya."

 


[1] Tarsyîh merupakan gaya bahasa dengan menyebutkan sesuatu yang sesuai dengan perumpamaannya. Lihat penjelasannya di al-Kulliyyat 302, juga di Mu'jam al-Musthalahat al-Balaghiyyah wa Tathawwuriha 2/133.