NAVIGATION
1. Page
Isyârat al-I'jâz
fi Madlânn al-Îjâz
Oleh
Badiuzzaman
Said Nursi
Penerjemah
Ahm
2. Page
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحِيْم
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
Segala puji bagi Allah, Rabb alam semesta, yang berfirman di dalam Kitab-Nya yang Mulia:
وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّـهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ
"Dan jika kamu (tetap) dalam keraguan tentang al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba Kami (Muhammad), buatlah satu surah (saja) yang semisal al-Qur'an itu dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar." (Qs. al-Baqarah [2]: 23)
Semoga salawat dan salam tercurah kepada [Nabi Muhammad] yang diberi al-Qur'an sebagai jawâmi’ al-kalam (keringkasan kalam), juga kepada keluarganya, sahabatnya yang suci terpelihara (dari berbuat dosa), serta para pengikutnya yang baik-baik hingga akhir masa. Amma ba'du.
Al-Qur'an Mulia adalah Kitab Allah dan hidangan-Nya, yang keajaibannya tidak habis-habisnya. Ia tidak diciptakan karena banyaknya penolakan. Allah menantang para pakar balaghah dan ahli bahasa yang fasih untuk mendatangkan satu surah yang sepertinya, bahkan cukup satu ayat saja, atau sekedar satu kalimat. Namun, mereka tak akan mampu mendatangkan kitab yang seperti [al-Qur’an], sebab ia Kalam Allah. Mereka tak akan mampu mendatangkan kitab yang sepertinya, sebab ia sebuah bahasa unik, dan sebaik-baik bahasa adalah bahasanya.
Para ulama dan sarjana sejak turunnya al-Qur'an hingga masa kira sekarang telah berusaha sungguh-sungguh mempelajari dan mengajarkannya, dan berupaya memahami aspek-aspek kemukjizatannya. Berapa banyak baris yang telah mereka tulis, dan berapa banyak kitab yang telah mereka karang. Di antara ulama paling masyhur yang mengembangkan bidang penting dan mulia ini adalah Imam Abd al-Qahir al-Jurjani, penulis kitab al-Dalâil dan al-Asrâr, yang mengembangkan teori nadzam -- yang dikenal dalam turats Arab -- dengan kemampuannya. Dia menerangkannya secara jelas di dalam kitabnya, Dalâil al-I'jâz. Banyak ulama lainnya, yang memberikan perhatian pada Kitab Allah, mengikuti langkahnya. Mereka mengembangkan ilmu dengan mengikuti jalur pemikirannya, dan mengikuti pendapatnya. Di antara ulama terkemuka, terhormat dan mulia itu adalah imam alim pekerja Badiuzzaman Said Nursi, yang mewakafkan seluruh hidupnya dari awal hingga akhir untuk khidmat atau pelayanan pada al-Qur'an Mulia. Gerak dan diamnya dengan al-Qur'an, dan demi al-Qur'an. Pengajarannya dan dektenya semuanya seputar al-Qur'an dan hakekat kebenaran al-Qur'an. Maka karya-karya dan karangannya yang dikumpulkan dalam Risalah al-Nur hadir berupa risalah-risalah mengenai hakekat al-Qur'an, sebuah tafsir modern atas al-Qur'an di satu sisi. Betapa tidak. Risalah-risalah itu bersumber darinya, membahas tentangnya, dan menguraikan isinya?!
Di antara jilid-jilid Risalah al-Nur yang membahas tema tafsir dan yang paling mendekatinya adalah kitab ternama, Isyârat al-I'jâz fi Madlânn al-Îjâz. Inilah kitab yang balutan karangannya merupakan suatu keajaiban pada dirinya. Ustadz Badiuzzaman telah mendektekan isinya saat dia berada di medan jihad dalam Perang Dunia I. Dia berada dalam dua front sekaligus di saat bersamaan. Front jihad melawan musuh yang tampak kelihatan dengan pedang dan bedil, front satunya lebih hebat lagi, lebih penting perannya karena berada di dua tempat dan masa sekaligus, yaitu front jihad melawah ateisme, keragu-raguan, dan kekufuran terhadap kitab mulia al-Qur'an yang agung.
Ustadz Badiuzzaman mendektekan kitabnya ini kepada para murid dan pelajarnya saat dia berjihad di medan pertempuran, menunggu saat-saat antara selamat atau tewas mati syahid bertemu dengan Tuhannya. Itulah saat ketika manusia berada di posisi tertinggi, berada di tempat paling dekat dengan Tuhannya, dan dalam keikhlasan beramal. Sebab, dia melihat kematian senantiasa tampak di depan matanya secara pribadi dan sangat dekat. Maka dia melepaskan seluruh dunia dan isinya dengan seikhlas-
3. Page
ikhlasnya tanpa harapan kembali, dan menghadap kepada Allah satu-satu-Nya dengan seluruh amal yang diperbuatnya dan seluruh perkataan yang diungkapnya, dengan harapan penerimaan dari-Nya.
Itulah kondisi ustadz Badiuzzaman di tengah-tengah penulisan dan pendektean kitab ini.
Hal lain yang patut disebut ialah, dalam kondisi seperti itu, seseorang tidak ditemani sebuah buku atau catatan. Tapi dia ditemani senjata dan perangkat militernya. Maka, ustadz Badiuzzaman mendektekan langsung apa yang ada dalam pikirannya tanpa rujukan kepada sumber atau mempelajari suatu rujukan. Dia hanya mengandalkan apa yang pernah dipelajarinya atau yang dihafalnya di masa lalu, serta bergantung pada limpahan-limpahan dan percikan-percikan dari al-Qur'an atas dirinya. Keistimewaannya dalam penguasaan teks ini telah dimilikinya sebelum keistimewaan sosoknya.
Bersama kondisi dan balutannya tersebut, di tengah situasi dan keadaannya tadi, hasil dektenya hadir sebagai sebuah tafsir mendalam yang menakjubkan, atas surah al-Fatihah, dan tiga puluh satu ayat dari surah al-Baqarah. Di dalamnya ustadz Badiuzzaman mengungkap aspek-aspek kemukjizatan al-Qur'an Mulia berupa nadzam, gaya bahasa, susunan kalimat demi kalimat, kata demi kata, dan huruf demi huruf. Dia berusaha mengambil kesimpulan yang dimungkinkannya, dari dekat atau jauh, berupa nuktah-nuktah atau kelembutan-kelembutan, dari ayat-ayat yang diuraikannya. Dia berharap dan mengangankan apa yang didektekannya menjadi dasar dan metode yang dapat diikuti para pengarang seputar Kitab Allah yang agung sesudahnya. Demikianlah dia berdoa kepada Allah agar pada saatnya datang seseorang yang memahami ini dan menyempurnakannya baik secara pribadi maupun kelompok.
Kitab Isyarat al-I'jaz didektekan dan ditulis dengan Bahasa Arab, bahasa al-Qur'an Mulia. Sementara lingkungan ustadz dan murid-muridnya adalah Turki dan anak bangsanya kala itu. Maka, terdapat tuntutan untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Ustmani. Tugas penting ini dilakukan Abdul Majid, saudara kandung ustadz. Ustadz sendiri bersekempatan menelaah hasil terjemahan ini, dan dia tidak menyukainya. Sekali lagi tugas penerjemahan dilakukan muridnya yang pertama, ustadz Ahmad Khosrou, yang ikut serta mengalami berbagai cobaan, sehingga mampu menyelami jiwa Risalah al-Nur. Dia termasuk murid yang bekerja keras dan sungguh-sungguh, sehingga disenangi gurunya, dan hasil karyanya disukainya.
Kami sekarang menyajikan teks tafsir ini kepada Anda -- wahai pembaca mulia -- dengan memohon bantuan kepada Allah agar ia tampil dalam bentuk terbaik dan menawan, dengan hiasan paling bagus dan indah. Hal itu menuntut dari kita beberapa hal yang perlu dijelaskan sebagai berikut:
Pertama: Kami sebisa mungkin mengumpulkan semua naskah yang ditulis dalam Bahasa Arab dan menghadirkannya ke hadapan ustadz Badiuzzaman. Beliau memeriksanya sendiri. Kami juga mengumpulkan terjemahan-terjemahan dan pamflet-pamflet yang memuat catatan-catatan atau penjelasan-penjelasan yang dapat kami manfaatkan. Jumlahnya cukup memadai bagi kami, sebagai berikut:
1- Naskah manuskrip dengan tulisan tangan Abdul Majid al-Nursi, saudara pengarang. Naskah ini sudah diperbaiki dan dipelajari langsung oleh ustadz Badiuzzaman. Kami menganggap naskah ini sebagai rujukan utama tahqiq (verifikasi naskah).
2- Naskah manuskrip lainnya karya salah seorang murid pengarang, yang ditulis dengan kaligrafi indah, dirangkai sangat menawan. Di dalamnya terdapat banyak ditemukan tawafuq naskah dan tulisan tangan. Ustadz Badiuzzaman telah menelaahnya, dan memberikan komentar terhadap tawafuq tersebut. Naskah ini sama sekali tidak berbeda dengan naskah sebelumnya.
3- Naskah manuskrip dengan tulisan kalifragi Thahir bin Muhammad al-Syusyi. Kami banyak mengambil manfaat dari naskah ini karena memuat komentar-komentar, penjelasan-penjelasan, dan pandangan-pandangan yang baik atas naskah-naskah. Kami memberi tanda (T) jika ada bagian yang kami kutip darinya.
4- Terjemahan Bahasa Turki, yang dilakukan Abdul Majid, saudara ustadz Nursi. Kami juga mengambil manfaat dari komentar-komentar yang tersedia di sana, dan jika ada yang kami ambil darinya, kami beri kode (T).
4. Page
5- Terjemahan Bahasa Turki, yang dilakukan ustadz Ahmad Khosrou, yang dianggap ustadz Badiuzzaman sejalan dengan semangat Risalah al-Nur. Kami juga mengambil manfaat berupa komentar-komentar darinya, dan mencari penjelasan darinya untuk hal-hal yang sulit kami pahami di naskah aslinya. Kami beri kode (K) untuk bagian komentar yang kami ambil darinya.
6- Naskah tahqiq yang dilakukan Syeikh Shadruddin al-Badilisi. Kami juga mengambil manfaat dari sebagian komentar dan catatannya, dan kami beri kode (B) untuk bagian yang kami ambil darinya.
Kedua: Kami berusaha memperjelas kata-kata dan kalimat yang menyulitkan pembaca atau menimbulkan pemahaman berbeda-beda, sehingga dapat memperjelas maknanya dan menghilangkan pemahaman ganda.
Ketiga: Kami mengusahakan takhrij terhadap semua yang ditulis berupa teks nash dari ayat-ayat al-Qur'an, hadits Nabi, syiir, tamsil, ungkapan, kalimat peristilahan, masalah nahwu, kebahasaan, dan sebagainya. Kami berusaha memperjelas nama-nama yang muncul di dalamnya. Semua itu kami lakukan sesuai tuntutan metode verifikasi ilmiah.
Keempat: Kami merunut kata-kata unik dan asing, atau yang mungkin menimbulkan pemahaman lain pada pembaca, dan kami perjelas makna dan maksudnya.
Di sini layak disebutkan bahwa, selain situasi yang dihadapi penulis saat mengarang kitab ini, serta lingkungan tempat penulis mengarang -- Turki -- satu hal yang turut berpengaruh besar ialah penggunaan banyak kata-kata Turki yang bentuknya menyerupai Bahasa Arab, namun penulis menginginkan maknanya yang Turki ketimbang makna Arabnya. Inilah yang menimbulkan kemungkinan kesalahan makna pada pembaca, dengan memahami perkataan yang bukan maksudnya. Bahkan, bisa jadi dia tidak memahami sesuatu dari perkataan itu menurut pengertian aslinya, yang bukan maksudnya dan yang tidak dimaksudkannya. Salah satu contohnya ialah penggunaan kata "namus" oleh penulis. Dalam Bahasa Arab, "namus" berarti kanun, sementara dalam Bahasa Turki maknanya "kemuliaan," dan inilah yang dimaksud penulis.
Kami telah berusaha menjelaskan penggunaan kata-kata seperti ini, sejak dari awal kemunculannya di teks, selain kami kembali menampilkannya di akhir kitab.
Kelima: Kami menyebutkan muatan terjemahan yang berupa komentar-komentar penjelas di tempatnya. Sebab, perannya begitu besar dalam memperjelas banyak bagian teks yang sulit dipahami.
Keenam: Di akhir kitab, kami sertakan kesaksian para filosuf dan sarjana Eropa tentang al-Qur'an Mulia dan kebenarannya, sebagaimana disertakan oleh penulisnya. Kami tidak menggantikannya dengan yang lainnya sebagaimana dilakukan salah satu penerbit kitab ini sebelumnya. Sebab, jika penulis menginginkan tambahan di luar apa yang sudah ditambahkannya, tentu dia sudah melakukannya sendiri. Tidak seorang pun berhak mengubah dan mengganti isi kitabnya kecuali dia. Karena itu, kami membiarkan apa yang sudah ditambahkannya di kitabnya seperti adanya, dengan memohon bantuan kepada Allah dalam penerjemahannya sesuai syarat dan ketentuan penerjemahan, serta kami lakukan peninjauan ulang atasnya secara cermat, yang kami wajibkan pada diri kami untuk juga kami lakukan pada sisa bagian-bagian Risalah al-Nur.
Ketujuh: Kami memuat indeks rinci tema-tema kitab, nuktah-nuktah dan poin-poinnya, untuk memudahkan pembaca memperoleh apa yang dicarinya dengan mudah dan gampang.
Terakhir, wahai pembaca mulia, tak boleh tidak kami harus mengakui bahwa penerbitan kitab agung ini bisa terlaksana berkat limpahan karunia, yang hanya berasal dari Allah Yang Maha Tinggi Maha Agung. Dialah satu-satunya Yang Maha Suci Maha Tinggi pemberi kesuksesan dan bantuan. Segala kesalahan, kelemahan, dan kekurangan yang terdapat di dalamnya berasal dari kami, dan itu sudah merupakan adat dan kebiasaan manusia. Kami memohon kepada Allah untuk memecah kesulitan, mempermudah pencarian, dan menghilangkan kesalahan.
Kami memohon Allah menerima amal ibadah.
Amin!
Lajnah Penerjemahan dan Pembahasan Ilmiah
5. Page
بسْمِ الله الرَّحْمَن الرَّحِيْم
Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih Maha Penyayang
وبه نستعين
Kepada-Nya kami meminta pertolongan
Peringatan: Tafsir Isyârat al-I'jâz ini ditulis pada tahun pertama Perang Dunia Pertama, dalam kondisi perang, ketika buku atau sumber rujukan tidak tersedia. Karya ini ditulis dengan sangat padat dan ringkas, selain karena perang, juga disebabkan empat alasan. Surah al-Fatihah dan bagian pertama ditulis jauh lebih padat dan ringkas.
Pertama: Waktu tidak mengizinkan untuk memberikan keterangan dan penjelasan; Said pun harus menyatakan apa yang dimaksudkannya dengan sangat ringkas dan padat.
Kedua: Dia mengungkap tingkat pemahaman murid-muridnya yang sangat cerdas; dan dia tidak memikirkan pemahaman orang lain.
Ketiga: Karena menguraikan kemukjizatan dari nadzam (susunan kata) al-Qur'an yang begitu halus dan tinggi, Said Lama (memutuskan) untuk menulis singkat dan padat. Tapi saya telah membacanya ulang sekarang dengan mata Said Baru: saya dapatkan, penelitian Said Lama dan diskusinya yang mendalam mengenai tafsir ini ini termasuk salah satu mahakarya, betapa pun banyak kesalahan (yang dilakukannya selama ini).
Selama menulis, dia sudah siap mati syahid dalam pertempuran setiap saat. Karena itu, dia menulisnya dengan niat tulus ikhlas, dengan sangat memperhatikan aturan balaghah (retorika) dan ketentuan ilmu-ilmu Bahasa Arab, sehingga sekarang saya sama sekali tidak bisa menyalahkan dan membantah setiap bagian darinya. Semoga Allah S.w.t menjadikan karya ini sebagai kafarah bagi dosa-dosa Said Lama, dan dengan izin-Nya akan membangkitkan orang-orang untuk memahami tafsir ini sepenuhnya.
Jika hambatan seperti Perang Dunia tidak muncul, jilid pertama dari tafsir ini pasti sudah menjelaskan kemukjizatan nadzam al-Qur'an, salah satu aspek dari kemukjizatannya, dan sudah pasti juz-juz dan risalah-risalah lainnya memuat hakikat tafsir lain yang sangat beragam, sehingga karya ini menjadi satu karya tafsir yang cemerlang dan komprehensif meliputi al-Qur'an yang bayannya (penjelasannya) penuh mukjizat.
Saya berdoa kepada Allah S.w.t, semoga suatu tim yang beruntung dapat menulis suatu tafsir seperti ini di masa yang akan datang dengan mengambil (bahan-bahan) dari al-Kalimât dan al-Maktûbât sebagai sumbernya bersama-sama dengan tafsir parsial ini.
Said Nursi
6. Page
Terdapat rahasia (mengapa) di dalam tafsir cemerlang ini disebutkan banyak hubungan (di antara kata-kata dalam ilmu) balaghah berupa nuktah-nuktah yang tidak penting yang mungkin tidak dipahami banyak orang dan tidak menguntungkan bagi mereka, yang dimasukkan dalam penjelasan dua ayat yang khusus mengenai orang-orang kafir bandel, dan (yang dimasukkan dalam) uraian rinci dua belas ayat yang khusus mengenai orang-orang munafik. Juga terdapat hikmah (mengapa) sikap kekufuran dan keragu-raguan yang dipegang teguh oleh orang-orang munafik hanya disebutkan secara singkat pada sisa ayat, berbeda dengan ayat-ayat lain yang memuat pembahasan, penjelasan, dan perinciannya. (Alasan dan hikmah itu dapat dijelaskan dalam) tiga nuktah berikut:
Nuktah Pertama: Dari percikan pemikiran yang terinspirasi oleh ajaran al-Qur'an, Said Lama merasakan bahwa pada saat ini akan muncul orang-orang yang mirip dengan mereka yang tampil di tahun-tahun awal Islam dari kalangan kaum munafik kafir yang mengikuti suatu kitab serta dari kalangan munafik agama lama. Maka, dia pun menguraikan ayat-ayat tentang orang-orang munafik berikut penjelasan nuktah-nuktah yang ada di dalamnya secara rinci. Agar tidak mengeruhkan pikiran pembaca, dia menyebutkan aliran yang mereka tempuh dan poin-poin yang menjadi sandaran mereka secara global saja, tanpa menjelaskannya.
Pada hakikatnya, berbeda dengan ulama lainnya, cara yang ditempuh Risalah al-Nur adalah menyangkal keragu-raguan (syubhat) para penentang tanpa menyebut keragu-raguan itu agar tidak meninggalkan bekas buruk pada pikiran (pembaca), sehingga tidak tersisa ruang bagi kecurigaan atau keraguan sesudahnya.
Sesuai metode yang ditempuh Risalah al-Nur, agar tidak membingungkan pikiran pembaca, Said Lama dalam tafsirnya ini hanya memberikan perhatian penting kepada indikasi dan isyarat kata-kata dalam hal (kefasihan) balaghah saja.
Nuktah Kedua: Membaca satu huruf di antara hururuf-huruf al-Qur'an memiliki nilai dan pahala besar yang dapat menghasilkan untuk setiap hurufnya sepuluh, seratus, seribu, atau bahkan ribuan manfaat dan buah akhirat yang kekal. Karena itu, tak syak lagi bahwa dalam tafsirnya ini Said Lama menguraikan nuktah-nuktah yang berhubungan dengan kata-kata al-Qur'an dengan cara sebaik-baiknya sebagaimana rambut atau atom. Itu (dianggapnya) bukan pemborosan atau tidak relevan, tetapi sangat berharga seperti bulu mata (begitu penting) bagi mata dan atom bagi kelopak mata. Dia harus merasakan demikian, sebab bom-bom musuh di medan tempur dalam Perang (Dunia) yang mengerikan ini tidak (boleh) lantas membingungkannya serta tidak (harus) membuatnya meninggalkan pemikiran dan penulisan.
Nuktah Ketiga: Terjemahan tafsir ini ke dalam Bahasa Turki (yang dilakukan adik bungsu penulis, Abdûl-mecid) tak mampu menjaga kefasihan, balaghah, dan nilai yang luar biasa dari Bahasa Arab, dan juga kadang-kadang disingkat. Karena itu, saya bertekad untuk tidak mempublikasikan bagian dari diskusi panjang tentang orang-orang munafik. Tapi, karena ini tentang al-Qur'an, maka satu atom saja yang khusus terkait al-Qur'an memiliki nilai tinggi, dan mungkin itu akan berguna bagi sebagian orang.
Said Nursi
7. Page
Al-Qur'an merupakan cakupan dari keseluruhan ragam ilmu, dan merupakan firman (ilahi) bagi semua tingkatan (umat manusia) di sepanjang masa. Karena itu, sulit dicapai suatu tafsir layak yang berasal dari pemahaman individu yang sangat jarang bisa terbebas dari sikap fanatik terhadap pola pemikiran dan sumbernya. Pemahaman seseorang bersifat unik baginya. Dia tidak bisa mengajak orang lain untuk menerimanya. Hasil kesimpulannya yang terkait dengan tindakannya hanya mengikat bagi dirinya sendiri, dan tidak bisa menjadi hujjah atas orang lain, kecuali disetujui oleh semacam ijma’.
Demikianlah, untuk mengatur dan menyeleksi ketentuan hukumnya, serta untuk menghindari kekacauan -- yang timbul dari kebebasan berpikir, selain pengabaian konsensus -- harus dibentuk komite tinggi terdiri dari para ulama otoritatif yang -- melalui mereka akan diperoleh kepercayaan dan keyakinan dari masyarakat umum -- secara implisit memikul tanggung jawab bagi umat. Dengan demikian, mereka menjadi sumber otoritatif untuk menampilkan rahasia kehujahan konsensus yang, hanya melalui pengakuan implisit dan sikap diamnya, hasil ijtihad dalam syariah dan hukum umum dapat terwujud. Demikian pula, untuk mengungkap makna rumit al-Qur'an dan poin-poin baiknya yang tersebar di tafsir-tafsir lain, serta untuk memastikan kebenarannya -- yang terkuak melalui penemuan sains dan perjalanan waktu -- harus dibentuk komite tinggi terdiri dari para ulama spesialis, dengan beragam aspek spesialisasi yang dikuasainya, selain memiliki pandangan mendalam dan pemikiran luas untuk tafsirnya.
Seorang mufasir (penafsir) al-Qur'an memang harus memiliki kecerdasan tinggi, ijtihad yang berdaya tembus, dan kewalian yang sempurna. Tapi, untuk masa sekarang ini, kondisi tersebut hanya dapat dipenuhi dengan sosok brilian kolektif yang lahir dari gabungan jiwa dan saling dukungnya, penyatuan pikiran dan gotong-royongnya, serta perpaduan hati, ketulusan, dan daya rekatnya, yang terjadi di antara anggota komite tersebut.
Sebab, sesuai ketentuan, "Apa yang tak terdapat pada bagian (sesuatu) bisa ditemukan pada keseluruhan," sifat-sifat yang tidak mungkin ditemukan pada seorang individu bisa ditemukan pada kelompok.
Sementara menunggu dan mengarah pada tujuan tersebut dengan dibentuknya komite tadi -- obsesi yang saya harapkan betul-betul bisa dilaksanakan oleh Kerajaan Saudi Arabia sejak lama sekali -- timbul firasat dalam hati saya bahwa akan terjadi gempa hebat,[1] tak lama sebelum peristiwa itu betul-betul terjadi. Maka saya segera berinistif -- dengan segala kelemahan, keterbatasan, dan pembungkaman terhadap mulut saya -- untuk mulai menulis sebisa mungkin isyarat-isyarat kemukjizatan al-Qur'an yang terdapat pada nadzamnya, dan menjelaskan sebagian hakikatnya. Saat itu, tidak mudah bagi saya untuk merujuk (kitab-kitab) tafsir. Jika inspirasi saya sesuai dengannya, itu berarti karunia. Jika tidak, itu terjadi karena keterbatasan saya.
Kemudian, Perang Besar itu pun meledak. Ketika saya sedang melakukan tugas jihad di tengah kondisi yang penuh gejolak itu, saat berada di lembah dan pegunungan (Erzurum dan Pasinler), saya menggunakan setiap kesempatan untuk menulis apa yang terbetik dalam hati saya dengan ungkapan-ungkapan yang tidak selalu seiring satu sama lain. Meskipun tampak ungkapan-ungkapan itu memerlukan pembetulan dan perbaikan, namun hati saya tidak berkenan mengubah dan menggantinya. Sebab, itu muncul dalam kondisi ketulusan niat yang tak ditemukan lagi sekarang. Saya mengemukakan karya ini kepada pandangan para ahli kesempurnaan bukan karena ia merupakan suatu tafsir (sebenarnya) terhadap (al-Qur'an) yang diturunkan, tapi agar -- jika beruntung diterima -- ia menjadi semacam model
[1] Berkali-kali saat memberi pelajaran, beliau mengabarkan tentang bakal terjadinya gempa hebat (maksudnya, Perang Dunia), dan itu betul-betul terjadi. (Hamzah, Muhammad Syafiq, dan Muhammad Mahdi) dari murid Penulis.
8. Page
rujukan dalam beberapa aspek tafsir (yang akan ditulis pada masa mendatang). Kerinduan telah mengantarkan saya menjalankan pekerjaan yang berada di luar kemampuan saya ini. Jika mereka berbaik hati menerimanya, itu akan memberi saya keberanian untuk meneruskannya.
Taufik (kesuksesan) senantiasa berasal dari Allah.
Said Nursi
9. Page
Jika engkau bertanya: Apa itu al-Qur’an?
Jawaban untukmu: (Al-Qur’an) adalah terjemahan azali (kitab besar) alam semesta, penerjemah abadi bagi beragam lisannya yang membaca ayat-ayat penciptaan, penafsir kitab alam, penyingkap perbendaharaan maknawi nama-nama ilahi yang terselubung di lembaran bumi dan langit, kunci hakikat-hakikat yang tersembunyi di antara rangkaian terjadinya peristiwa, lisan kegaiban di alam nyata, perbendaharaan perhatian azali Tuhan Maha Pengasih dan titah azali Tuhan Maha Suci yang terdapat di balik tirai alam nyata ini, yang datang dari sisi alam gaib. Al-Qur’an juga merupakan matahari alam maknawi Islam, pilarnya dan rekayasanya. Selain itu, al-Qur’an merupakan peta suci alam-alam ukhrawi, ucapan penjelas, tafsir terang, argumen kuat, serta penerjemah cemerlang bagi Dzat, Sifat, Nama, dan Keadaan Allah. Al-Qur’an merupakan pendidik bagi alam insani ini, juga air dan cahaya bagi Islam yang merupakan kemanusiaan paling besar, serta hikmah hakiki bagi spesies manusia, pembimbing manusia dan penunjuk sesungguhnya bagi mereka, yang mengantarkan mereka menuju (kebahagiaan) sebagai maksud penciptaannya.
Demikian pula, bagi manusia, al-Qur’an merupakan kitab syariah, kitab hikmah, kitab doa, kitab ubudiyah, kitab perintah dan dakwah, kitab dzikir, juga kitab pikir. Ia adalah kitab suci menyeluruh satu-satunya, yang menghimpun banyak kitab yang menjadi rujukan segenap kebutuhan maknawi seluruh manusia. Demikian pula, al-Qur’an merupakan kitab samawi melalui kedudukannya sebagai pustaka suci yang memperlihatkan – kepada berbagai aliran dari beragam kelompok seluruh wali, shiddiqin, kaum arif, serta para ulama ahli peneliti, berikut jalan-jalan yang mereka tempuh – sebuah risalah yang sesuai dengan rasa batin masing-masing aliran tersebut, yang cocok untuk perjalanan masing-masing jalan yang ditempuh tersebut, selain juga mampu menerangkannya, seolah-olah ia kumpulan sejumlah risalah.
Said Nursi