NAVIGATION
48. Page
Sinar Keempat[h1]
Tingkatan dan makna sinar ini sama seperti “kilauan kelima,” bentuk dan kedudukannya sama seperti “sinar keempat” dari “kilauan ketigapuluh satu” “catatan ketigapuluh satu.” Sinar ini merupakan noktah penting ayat hasbiyah;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Perhatian;
Pada mulanya, Risalah-risalah An-Nur terasa rumit, namun secara perlahan mulai tersingkap dan jelas, berbeda dengan kitab-kitab lain, khususnya “tingkatan pertama” risalah ini yang amat jeli dan mendalam, meski sebagai sebuah hakikat besar dan amat penting.
“Tingkatan pertama” ini muncul sebagai obat untuk segala duka dan penyakit saya nan beragam dan mendalam dalam bentuk peradilan pemikiran dan perasaan yang amat penting, juga sebagai interaksi keimanan yang sangat enerjik, dialog kalbu yang amat tersembunyi sebagai privasi saya. Siapa yang memiliki kondisi dan perasaan seperti saya, mungkin bisa merasa perasaan ini secara sempurna. Jika tidak, tidak akan bisa merasakannya secara sempurna.
بسم الله الرحمن الرحيم
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Ketika para pecinta dunia menjauhkan saya dari segala sesuatu dalam lima jenis keterasingan, saya mengalami lima jenis penyakit yang muncul karena kesedihan di masa tua.
Disebabkan oleh kelalaian yang muncul dari beban derita dan kesulitan, saya menatap langsung ke dalam hati, saya memeriksa ruhani saya tanpa memandang cahaya-cahaya yang memberikan hiburan dan bantuan dari Risalah-risalah An-Nur, saya kemudian melihat ruhani menguasai diri saya, keinginan untuk hidup abadi begitu kuat terasa dalam diri, kecintaan kuat terhadap wujud dan kehidupan, ruhani ini lemah tanpa batas, miskin tiada akhir. Hanya saja kefanaan menakutkan memadamkan keabadian ini. Ketika berada dalam kondisi seperti ini, saya mengucapkan seperti kata-kata seorang pujangga yang mabuk cinta;
Hati ini merindukan untuk hidup abadi
Namun al-Haq telah menetapkan kefanaan pada semua wujud
Penyakit yang sulit untuk disembuhkan menimpa saya
Orang bijak nan cerdas juga tidak tahu apa obatnya
Kepala saya tundukkan dalam rasa putus asa, namun tiba-tiba, ayat;
[h1]4
49. Page
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung,” (QS. Ali ‘Imran: 173) datang untuk menolong saya dengan mengatakan, “Bacalah saya dengan renungan dan dengan seksama!”
Saya kemudian membaca ayat ini sebanyak limratus kali sehari, dan kini secara ringkas saya hanya menulis “sembilan cahaya dan tingkatan” di antara sekian banyak cahaya-cahaya nan begitu bernilai yang tersingkap oleh saya secara ‘ainul yaqin. Penjelasan rincinya secara ‘ilmul yaqin, bukan ‘ainul yaqin, saya alihkan ke Risalah-risalah An-Nur.
Tingkatan cahaya hasbiyah pertama;
Keinginan untuk hidup abadi dalam diri saya bukan untuk keabadian saya sendiri, bahkan dalam esensi saya terdapat salah satu bayangkan pembiasan satu nama al-Haq Pemilik kesempurnaan dan keindahan yang memiliki kesempurnaan secara mutlak, yang dicintai secara esensi tanpa sebab ataupun faktor apapun.
Untuk itu, cinta yang ada dalam fitrah saya dan yang mengarah kepada keberadaan Maha Sempurna secara mutlak, mengarah kepada kesempurnaan dan keabadian-Nya yang sejak dulu tidak saya temukan jalannya, hanya berpegangan pada bayangan, dan merindukan keabadian cermin karena faktor kelalaian. Akhirnya datang juga;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Tirai terangkat, lalu saya melihat dan merasakan dengan haqqul yaqin, bahwa kenikmatan dan kebahagiaan keabadian saya sudah ada dalam bentuk yang lebih baik di balik kepercayaan, keimanan, kepatuhan, dan keyakinan saya akan keabadian yang Maha Abadi, dan keberadaan-Nya sebagai Rabb dan Tuhan saya, karena dengan keabadian-Nya, hakikat abadi yang takkan pernah mati terwujud untuk saya, karena esensi saya menjadi salah satu bayangkan nama yang kekal abadi, tidak pernah mati, bahkan akan terus bertahan berdasarkan kesadaran iman.
Dengan kesadaran iman –yang mengantarkan menuju pengetahuan akan keberadaan kesempurnaan mutlak; kekasih mutlak- cinta kuat dalam diri dan fitrah terpuaskan.
Dengan kesadaran iman yang menunjukkan keabadian dan keberadaan Yang Maha Abadi, segala kesempurnaan wujud diketahui, segala kesempurnaan jenis manusia diraih, godaan fitrah akan kesempurnaan terlepas dari segala duka derita tanpa batas, untuk selanjutnya merasakan kenikmatan dan kesenangan.
Dengan kesadaran iman, penisbatan kepada Yang Maha Kekal Abadi bisa diraih, dan dengan penisbatan iman ini, hubungan dengan seluruh kuasa-Nya bisa digapai.
Dengan kesadaran iman, penisbatan dan hubungan ini, pemilik kesadaran iman bisa berhubungan dengan seluruh wujud dalam batasan tertentu. Dalam kondisi seperti ini, muncul wujud dalam tingkatan kedua dengan jumlah tanpa baas yang berbeda dengan wujud pribadinya, wujud ini seakan merupakan wujudnya dari sisi kesadaran iman, penisbatan, dan hubungan ini, sehingga kerinduan fitrahnya terhadap wujud mereda dan menjadi tenang.
50. Page
Dengan kesadaran iman, penisbatan, dan hubungan, muncul persaudaraan dengan seluruh pemilik kesempurnaan dalam dirinya. Ketika pemilik kesadaran iman ini tahu dalam kondisi ini bahwa para pemilik kesempurnaan jumlahnya tak terbatas, dan mereka tidak akan hilang sia-sia karena adanya Yang Maha Abadi, dimana kekekalan orang-orang tercinta yang jumlahnya tak terbatas, yang ia memiliki ikatan penghormatan dan rasa kagum kepada mereka, serta kesempurnaan mereka nan tetap abadi, menimbulkan daya rasa nan tinggi.
Di sela kesadaran iman, penisbatan, hubungan, kaitan, dan persaudaraan ini, saya bisa merasakan kebahagiaan tanpa batas dalam diri saya, seperti rasa bahagia yang dirasakan orang-orang tercinta dan teman-teman saya dimana saya rela mengorbankan kehidupan saya dengan senang hati dan kerelaan demi kebahagiaan mereka. Bahkan setiap orang bisa merasakan itu, karena teman penyayang merasa bahagia dan senang karena kebahagiaan temannya yang tulus.
Dalam kondisi ini –di sela kesadaran iman akan kekekalan dan keberadaan Yang Maha Abadi- saya merasa bahwa para nabi, wali, dan orang-orang pilihan adalah para pemimpin dan kekasih saya, khususnya rasul mulia Saw., para sahabat, dan para kekasih saya yang tak terhitung jumlahnya, mereka semua terhindar dari ketiadaan abadi, meraih kebahagiaan abadi, saya merasa bahwa kebahagiaan mereka membias dalam diri saya dan membuat saya bahagia karena hubungan, ikatan, persaudaraan dan cinta ini.
Dengan kesadaran iman, saya terhindar dari berbagai duka derita tanpa batas yang muncul dari rasa iba saya terhadap umat manusia, rasa iba terhadap orang-orang dekat, sehingga saya merasakan kenikmatan ruhani tanpa batas, karena dengan kesadaran iman ini, saya merasa bahwa seluruh orang-orang dekat saya, baik karena ikatan keturunan, nasab, maupun maknawi –khususnya para ayah dan ibu yang saya ingin mengorbankan hidup demi mereka, juga agar mereka terhindar dari apapun yang berbahaya- selamat karena keabadian Yang Maha Abadi dan hakiki, terhindar dari kebinasaan dan ketiadaan abadi, terhindar dari berbagai derita tanpa batas, mereka meraih rahmat-Nya yang tak terbatas. Saya merasa bahwa rahmat tanpa batas menjaga mereka dan melindungi mereka, bukannya rasa iba saya yang hanya bersifat bagian dan tidak memberikan pengaruh apapun yang justru menjadi sebab duka dan derita saya.
Saya merasakan kenikmatan dan kesenangan atas selamatnya seluruh orang yang saya cintai, yang berada dalam penjagaan rahmat, seperti kenikmatan yang dirasakan seorang ibu ketika anaknya merasa senang dan nyaman.
Rasa syukur tak terkira saya panjatkan kepada Allah dari lubuk hati yang paling dalam.
Dengan kesadaran dan penisbatan iman ini, saya mengetahui bahwa Risalah-risalah An-Nur –yang merupakan hasil dari kehidupan saya, sebab kebahagiaan saya dan tugas fitrah saya- selamat dari ketiadaan, kesia-siaan, dan kekeringan maknawi. Risalah-risalah ini akan terus membuahkan hasil. Saya merasa puas dengan hal itu. Saya merasakan kenikmatan maknawi yang jauh lebih banyak dari kenikmatan yang saya rasa dari kehidupan saya.
Saya merasakan hal itu secara sempurna, karena saya percaya Risalah-risalah An-Nur –seiring kekekalan dan keberadaan Yang Maha Abadi- tidak tercabut dari memori dan hati banyak orang. Bahkan jika mendapat ridha ilahi, Risalah-risalah An-Nur akan tertulis di Lauhul Mahfuzh dan berhias dengan buah pahala, terlebih risalah-risalah ini akan menjadi bahan kajian makhluk-makhluk nurani yang memiliki perasaan, juga
51. Page
meraih penerimaan nabawi dan ridha ilahi, insya Allah. Ini jauh lebih berharga dari penghargaan seluruh pecinta dunia.
Saya siap mengorbankan hidup kapan pun juga demi keberlangsungan seluruh bagian Risalah-risalah An-Nur yang menegaskan hakikat-hakikat keimanan, demi kesinambungan, manfaat dan agar risalah-risalah ini diterima.
Saya tahu, kebahagiaan saya ada pada pengabdian saya terhadap risalah-risalah Al-Qur'an. Dengan penisbatan iman ini saya tahu bahwa Risalah-risalah An-Nur dalam situasi seperti ini akan meraih penghargaan dan penilaian baik berdasarkan keabadian ilahi, seratus kali lebih tinggi dari penghargaan dan penilaian baik siapapun juga. Dengan segenap kekuatan yang saya punya, saya mengucapkan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Dengan kesadaran iman, saya tahu bahwa keimanan akan keabadian dan keberadaan Yang Maha Abadi yang memberikan keabadian dan kehidupan kekal, dan hasil-hasil iman seperti amal-amal shalih yang merupakan buah abadi kehidupan fana ini, juga sebagai sarana untuk keabadian. Saya juga menyadarkan diri saya untuk meninggalkan kulit dunia nan fana ini demi buah abadi yang paling berharga, laksana biji yang meninggalkan kulitnya agar menjadi pohon berbuah. Saya katakan pada diri saya;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Keabadian-Nya sudah cukup bagi kami.
Dengan kesadaran iman, saya secara kuat merasakan dan dengan ‘ilmul yaqin saya tahu bahwa ketika keinginan untuk hidup abadi yang begitu kuat, yang tertanam dalam fitrah saya mengarah kepada keabadian dan keberadaan Yang Maha Abadi dari dua sisi, saat itu egoisme diri menurunkan tirai yang menutupi keinginan itu, lalu saya melihat diri saya laksana orang yang hilang akal karena terhalang dari seorang kekasih, dan berubah menjadi orang bila yang berpegangan pada cermin kekasih itu, saya merasa bahwa kesempurnaan mutlak Sang Kekasih, Zat yang disembah, tanpa sebab telah menguasai esensi diri saya melalui bayangan salah satu nama-Nya, hingga menimbulkan rasa cinta nan kuat dan mendalam, saya juga tahu bahwa kesempurnaan esensi yang tidak menunjukkan adanya sebab dan tujuan cinta selain Zat-Nya, sementara kesempurnaan esensi sudah cukup dan memadai untuk disembah, karena ketika saya mendapatkan karunia berupa buah-buah abadi seperti yang disinggung sebelumnya –dimana masing-masing di antara buah-buah tersebut patut diraih dengan mengorbankan ribuan kehidupan dunia dan ribuan keabadian, bukan hanya satu kehidupan dan satu keabadian saja- ternyata cinta fitrah ini sudah tertanam dalam setelah saya merasakannya. Andai punya keleluasaan, tentu akan saya katakan dengan seluruh atom-atom tubuh saya;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Niat ini sudah cukup bagi saya.
Kesadaran iman yang mencari keabadian, lalu menemukan keabadian ilahi, yang sebagian di antara manfaat-manfaatnya sudah saya singgung sebelum, memberikan
52. Page
kenikmatan dan cinta kepada saya, dimana dengan segenap ruhani dan kekuatan dari lubuk hati dan jiwa, saya mengucapkan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Tingkatan cahaya hasbiyah kedua;
Kala saya merasakan beban masa tua, terasing, seorang diri, dijauhkan dari segala sesuatu tanpa batas dalam fitrah saya bersamaan dengan kelemahan saya, para pecinta dunia menyerang saya dengan berbagai macam muslihat dan memata-matai saya. Saya kemudian bilang dalam hati, “Sekelompok pasukan menyerang seorang lemah, sakit, dan dengan kedua tangan terbelanggu?” Bukankah saya yang malang ini memiliki titik sandaran untuk saya jadikan tumpuan?
Saya kemudian merujuk ayat;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Lalu ayat ini memberitahukan kepada saya;
Dengan piagam penisbatan iman, kau menisbatkan diri pada Penguasa yang memiliki kuasa mutlak, yang memberikan seluruh perlengkapan pasukan hewan-hewan dan tumbuh-tumbuhan yang terdiri dari 400 ribu jenis dengan tertata rapi di setiap musim semi di muka bumi, memperbarui pakaian dua pasukan besar di antara para pasukan-Nya setiap tahun; pepohonan dan burung, mengenakan pakaian baru untuk keduanya, merubah pakaian dan seragam kedua pasukan ini, mengganti cadar seluruh gunung dan padang luas, juga memperbarui gaun setiap ayam, burung, dan kelompok masing-masing dari kedua jenis hewan ini. Ia juga memberikan rizki pasukan besar makhluk hidup, khususnya manusia, bukan hanya seperti sari daging, gula dan makanan-makanan lain yang ditemukan pada saat ini saja, tapi memberikan berbagai jenis makanan dalam sari-sari rahmani yang seratus kali lebih indah dari sari-sari makanan modern yang ada saat ini, sari-sari itu bernama biji-bijian dan benih.
Sari-sari makanan ini kemudian dilipat dalam definisi-definisi takdir khusus untuk kematangan dan pertumbuhan makhluk-makhluk dalam kotak-kotak mikro, dimana kota-kotak penyimpanan ini dibuat dalam pabrik kun fayakun dengan cepat, mudah dan dalam jumlah yang sangat banyak, dimana Al-Qur'an menuturkan, pembuatannya cukup dengan satu perintah saja;\
اِنَّمَآ اَمْرُهٗٓ اِذَآ اَرَادَ شَيْـًٔاۖ اَنْ يَّقُوْلَ لَهٗ كُنْ فَيَكُوْنُ
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, ‘Jadilah!’ Maka terjadilah ia.” (QS. Yasin: 82)
Meski seluruh sari-sari makanan yang memiliki bentuk serupa dan terdiri dari bahan yang sama tidak bisa memenuhi kebutuhan satu kota secara keseluruhan, namun beragam makanan nikmat yang dimatangkan Sang Pemberi rizki dalam satu kali musim panas, sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan seluruh kota di bumi.
Dengan piagam penisbatan iman, kau menemukan titik sandaran seperti ini, sehingga kau bisa bersandar pada kekuatan tanpa batas, dan kuasa tanpa akhir.
53. Page
Ketika menerima pelajaran dari ayat ini, saya menemukan kekuatan maknawi, dimana saya merasakan kekuatan iman mampu menantang dunia secara keseluruhan, bukan hanya menantang musuh-musuh saya saat ini saja. Dengan sepenuh ruhani, saya mengatakan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Berikutnya, untuk bersandar pada titik bantuan dari sisi kemiskinan dan kebutuhan tanpa batas, saya sekali lagi berlindung kepada ayat ini, lalu ayat ini berkata kepada saya;
Kau menisbatkan diri kepada Raja Mulia melalui ubudiyah dan statusmu sebagai hamba, namamu terdaftar dalam jajaran para makhluk penerima jatah rizki, karena Ia membentangkan meja makan bumi ini sebanyak seratus kali setiap musim dingin dan musim panas, Ia hiasi meja makan tersebut dengan berbagai macam makanan, Ia angkat dan Ia turunkan dari alam gaib, dari ketiadaan, dari arah yang tidak disangka-sangka oleh seorang hamba, dari tanah mati, hingga seakan tahun-tahun dan hati-hati setiap tahun merupakan piring-piring dan gelas-gelas buah nikmat dan makanan-makanan rahmat yang datang silih berganti, juga sebagai pameran segala tingkatan nikmat Sang Pemberi rizki Nan Maha Penyayang baik yang bersifat menyeluruh ataupun hanya bagian kecil.
Kau adalah hamba Sang Maha Kaya secara mutlak. Jika kau sadar dengan ubudiyahmu, maka kemiskinanmu nan menyakitkan akan terasa menggugah selera dan nikmat.
Saya menerima pelajaran ini, dan saya berkata dalam diri; ya, ya, inilah kebenaran itu sendiri, dan saya katakan kala berserah diri;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Tingkatan cahaya hasbiyah ketiga;
Kala saya merasa hubungan saya dengan dunia sudah terputus karena himpitan berbagai macam keterasingan, penyakit dan perilaku semena-mena, keimanan berbisik kepada saya bahwa saya calon bahagia abadi di alam abadi, di negeri abadi.
Terbayang oleh saya untuk melepaskan teriakan-teriakan keluh kesah, lalu saya mulai mengucapkan kata-kata yang menyeruakkan kebahagiaan dan kesenangan.
Hanya saja saya berfikir, bahwa puncak hayalan, tujuan ruhani, dan hasil fitrah ini tidak mungkin bisa diwujudkan tanpa kuasa tanpa batas milik Yang Maha Kuasa secara mutlak yang mengetahui seluruh pergerakan, kondisi, pekerjaan baik berupa tutur kata ataupun perbuatan seluruh makhluk, selanjutnya Ia catat, menjadikan manusia nan amat kecil dan lemah secara mutlak ini sebagai kekasih dan lawan bicara-Nya, memberinya sebuah kedudukan di atas seluruh makhluk, juga tidak mungkin tanpa pertolongan dan perhatian yang Ia berikan kepada manusia dalam bentuk tak terbatas.
Kala memikirkan hal-hal ini, saya mencari penjelasan yang bisa menuntun untuk mengungkapkan keimanan dan ketenangan kalbu dalam dua titik ini; pekerjaan kuasa
54. Page
seperti ini dan urgensi hakiki manusia yang secara kasat mata tidak memiliki nilai penting.
Akhirnya saya kembali merujuk ayat ini, lalu ayat ini bilang kepada saya; pandanglah secara seksama kata نا dalam حسبنا dan renungkan dengan baik. Ayat ini memerintahkan saya seraya mengatakan; dengarkan mereka yang sama-sama mengucapkan حسبنا bersamamu dengan bahasa kondisional dan bahasa tutur kata.
Saya kemudian memperhatikan, lalu saya melihat burung-burung besar dan kecil, juga lalat-lalat tanpa batas, hewan-hewan besar dan kecil tanpa batas, tumbuh-tumbuhan dan sayur-sayuran tanpa batas, pohon-pohon besar dan kecil tanpa batas, bersama saya dan dengan bahasa kondisional mengucapkan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Juga mengingatkan ayat ini pada yang lain, karena mereka punya wakil (Allah) yang menjamin seluruh keperluan hidup, dimana Ia menciptakan jenis burung dengan jumlah mencapai seratus jenis dari telur-telur yang mirip dan tersusun dari bahan-bahan yang sama, dari tetes-tetes air mani yang hampir serupa, seakan sama persis, dari biji-bijian yang mirip seakan satu sama lain sama saja, dari benih-benih yang mirip satu sama lain, seakan satu sama lain sama pula, dan dari bahan yang sama, Ia membentuk hewan-hewan hingga mencapai 100 ribu bentuk, berbagai jenis tumbuh-tumbuhan yang mencapai 100 ribu jenis, berbagai kelompok pepohonan yang mencapai 100 kelompok, Ia menciptakan semua itu di depan mata kita, khususnya di musim semi, dalam lingkup yang amat luas sekali, sangat cepat, sangat mudah, sangat banyak, tanpa adanya satu kesalahan, kekurangan, ataupun kesamaran, ciptaan nan indah, elok, terukur, sempurna, tertata rapi, dan bisa dibedakan satu sama lain, dengan sejumlah tanda yang bisa membedakan satu sama lain.
Penciptaan seluruh makhluk tersebut secara bersamaan, mirip dan membaur satu sama lain, dengan satu bentuk yang sama dalam lingkup keagungan dan keluhuran kuasa-Nya, memperlihatkan keesaan dan kesatuan-Nya kepada kita, mengajarkan dan memberitahukan kepada kita, mustahil jika ada intervensi dan persekutuan dalam pekerjaan rububiyah dan penciptaan yang menampakkan mukjizat-mukjizat tanpa batas seperti ini.
Saya memahami hakikat ini melalui ayat di atas. Selanjutnya saya merenungkan أنا dalam kata نا pada kalimat حسبنا , maksudnya saya merenungkan diri saya sendiri, selanjutnya saya mengerti bahwa Ia menciptakan saya dari setetes air yang menjadi cikal bakal saya, Ia menciptakan saya dalam bentuk luar biasa, Ia membelah telinga saya, menyusun kedua mata saya, menyisipkan otak ke dalam kepala saya, hati ke dalam dada saya, lisan di mulut saya.
Ia menciptakan ratusan neraca sangat detail dan ukuran-ukuran lembut di dalam otak, hati, dan lisan, dimana neraca dan ukuran ini mampu mengukur dan mengetahui seluruh pemberian Yang Maha Pengasih yang tersimpan di penyimpanan-penyimpanan rahmat ilahi, karunia-karunia-Nya nan murah hati. Ia juga menyisipkan ribuan peralatan di bagian-bagian tubuh tersebut yang bisa membuka simpanan pembiasan nama-nama ilahi yang tak terbatas, Ia bekali peralatan-peralatan dan organ-organ tersebut berbagai pengetahuan pembantu sebanyak bilangan aroma, rasa, dan warna.
55. Page
Allah juga menyisipkan perasaan dan indera batin dengan sangat rapi, menyisipkan kelembutan-kelembutan maknawi nan lembut dengan begitu rapi dan sempurna, khususnya bagian-bagian tubuh nan begitu menawan dan penting bagi kehidupan manusia yang Ia ciptakan sepenuh hikmah, agar saya bisa merasakan berbagai jenis kenikmatan dan berbagai bentuk tanda-tanda kebesaran-Nya, agar saya memahami dan mengenali pembiasan-pembiasan al-asma’ul husna-Nya dengan berbagai fenomenanya yang beragam melalui perasaan-perasan nan jeli dan indera-indera nan lembut, serta mendorong saya untuk merasakan menikmati semua itu.
Lebih dari itu, Ia menjadikan wujud saya –yang terlihat hina, miskin, dan tidak berguna- seperti wujud setiap mukmin dalam bentuk yang paling sempurna, sebagai miniatur alam besar, sebagai contoh kecil dunia ini, sebagai mukjizat ciptaan-ciptaan Allah nan berkilau, sebagai pelanggan yang mencari berbagai jenis kenikmatan-Nya yang tak terbatas, sebagai pusat segala aturan rububiyah, sebagai sarana untuk melaksanakan segala titah dan perintah-Nya, sebagai contoh taman bunga segala karunia hikmah dan rahmat-Nya, sebagai lawan bicara yang memahami khitab subhani, karena Ia memberi saya kehidupan, untuk memperbesar wujud –yang merupakan nikmat besar- dalam keberadaan saya, karena nikmat keberadaan saya ini bisa saja membentangkan kehidupan sebesar alam nyata.
Ia juga memberikan kemanusiaan kepada saya, lalu dengan kemanusiaan ini wujud saya di alam materi dan maknawi nampak dengan jelas, dan dengan indera-indera yang secara khusus dimiliki manusia, saya membuka jalan untuk memetik manfaat dari berbagai jamuan makan nan ramai dan luas itu.
Ia memberikan nikmat Islam kepada saya, lalu dengan nikmat ini keberadaan saya kian meluas, seluas alam gaib dan nyata.
Ia memberikan keimanan hakiki kepada saya, lalu dengan nikmat ini, keberadaan saya menyatukan dunia dan akhirat.
Makrifat dan cinta Ia karuniakan kepada saya melalui keimanan ini, Ia memberikan suatu tingkatan kepada saya yang memungkinkan keberadaan saya untuk membentangkan tangan dari lingkup kemungkinan menuju alam wajib, menuju lingkup al-asma’ul husna untuk memetik puji dan syukur dari sana.
Dengan ilmu Al-Qur'an dan hikmah keimanan, Ia mengistimewakan saya dan melebihkan saya di antara sekian banyak makhluk, Ia anugerahkan komplisitas melalui banyak sekali sisi seperti yang telah disampaikan pada poin-poin sebelumnya, lalu Ia memberi saya cermin ahadiyah dan shamadaniyah nan sempurna kepada saya, juga kemampuan yang membuat saya mampu membalas rububiyah-Nya nan suci dan menyeluruh dengan ubudiyah nan luas dan menyeluruh.
Dengan ‘ilmul yaqin dan keimanan sempurna, saya mengerti bahwa Ia membeli keberadaan, kehidupan, dan jiwa saya –seperti yang disebutkan dalam Al-Qur'an- yang Ia sematkan dalam diri saya yang merupakan hadiah dan pemberian untuk saya berdasarkan kesepakatan seluruh kitab, lembaran-lembaran, dan perintah-perintah suci yang Ia kirim bersama para nabi agar disampaikan kepada umat manusia, juga berdasarkan kesepakatan seluruh nabi, wali, dan orang-orang pilihan. Selanjutnya Ia simpan nyawa, kehidupan, dan wujud saya, semuanya tidak akan lenyap sia-sia.
Saya juga tahu, Ia secara pasti berjanji secara berulang kali untuk memberikan kebahagiaan abadi dan surga sebagai pengganti jual-beli ini, untuk Ia kembalikan lagi.
Melalui ayat hasbiyah berikut;
56. Page
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung,” (QS. Ali ‘Imran: 173) saya memahami bahwa saya memiliki Rabb yang dengan nama-Nya, al-Fattah, ia membentuk ratusan ribu jenis hewan dan tumbuh-tumbuhan tanpa batas dari bahan dasar tetesan-tetesan air (sperma) dan biji-biji tanpa batas yang memiliki kesamaan, dengan sangat mudah dan cepat. Memberikan perhatian besar kepada manusia dalam bentuk yang amat mencengangkan akal, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, menjadikan manusia sebagai inti segala kondisi penting rububiyah.
Ia kelak akan menciptakan perhimpunan yang amat mudah dan pasti terjadi, semudah menciptakan musim semi yang akan datang, Ia kelak akan memberikan kenikmatan berupa surga, dan menciptakan kebahagiaan abadi.
Andai saya punya kuasa, tentu saya katakan dengan lisan seluruh makhluk
; حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Namun karena tidak bisa, saya cukup mengatakannya dengan niat, bayangan, dan hayalan. Saya ingin selalu membaca ayat ini hingga selama-lamanya.
Tingkatan cahaya hasbiyah keempat;
Suatu ketika, beragam halangan yang mengguncang eksistensi diri menimpa saya, seperti masa tua, terasing, berbagai penyakit, dan kegagalan kala saya masih lalai. Saya memikirkan jasad dan eksistensi saya –yang membuat saya terpedaya dan sangat saya cintai- akan pergi menuju ketiadaan, bahkan jasad seluruh makhluk hidup pun akan pergi menuju ketiadaan. Fikiran ini memunculkan keresahan dan kepedihan. Saya lantas merujuk ayat hasbiyah lagi, lalu ayat ini berkata;
Renungkan makna-makna saya secara seksama, tataplah melalui kacamata iman.
Saya kemudian menatap dengan mata iman, saya pun tahu secara ‘ilmul yaqin bahwa tubuh saya yang kecil sekecil atom ini merupakan cermin wujud tanpa batas, sarana untuk meraih tubuh tanpa batas yang membentang tanpa batas, laksana kata bijak yang membuahkan berbagai macam jasad abadi yang jauh lebih baik dan lebih penting dari dirinya sendiri. Kehidupannya yang hanya berlangsung satu kali dari sisi penisbatan, memiliki nilai penting dan amat bernilai sebagai wujud abadi, karena berdasarkan kesadaran iman, saya tahu bahwa tubuh saya ini merupakan jejak, ciptaan, dan pembiasan Zat yang wajib ada ini terhindar dari serangkaian kegelapan waham-waham liar tanpa batas, seperti derita perpisahan tanpa batas, saya tahu ada ikatan abadi di balik perpisahan sementara dengan semua wujud yang saya cintai dengan perantara ikatan persaudaraan sebanyak bilangan nama-nama ilahi, melalui perbuatan-perbuatan yang terkait dengan semua wujud, khususnya perbuatan-perbuatan terkait makhluk-makhluk hidup.
Seperti diketahui, mereka yang tersambung oleh ikatan-ikatan kehidupan, seperti ikatan kekerabatan yang sama, berasal dari satu kota yang sama atau satu negeri yang sama, atau berasal dari satu kelompok militer yang sama, dari satu guru yang sama, dan lainnya, tentu mereka saling merasa sebagai saudara dan teman yang dipenuhi rasa cinta.
57. Page
Namun mereka yang tidak memiliki ikatan-ikatan seperti ini, tentu selalu tersiksa dalam gelapnya kepedihan.
Andai saja setiap buah pepohonan punya kesadaran dan perasaan, tentu masing-masing merasa sebagai saudara, teman, dan padanan bagi buah yang lain. Namun jika seandainya pohon tidak ada, atau seluruh buah-buahan yang ada dipetik, masing-masing pasti mereka perpisahan sebanyak bilangan buah-buahan yang dipetik.
Untuk itu, dengan iman dan ikatan keimanan, wujud saya juga meraih cahaya-cahaya tanpa adanya perpisahan dengan semua wujud tanpa batas, sama seperti yang didapatkan setiap mukmin. Andai pun ia pergi, tentu merasa rela dan tenang seakan hidup abadi seperti halnya wujud-wujud tanpa batas tersebut.
Meski demikian, seperti yang telah dijelaskan dalam “catatan keduapuluh empat” secara pasti dan rinci, wujud setiap makhluk hidup khususnya makhluk hidup tidak ubahnya seperti kata yang diucapkan dan ditulis, setelah itu lenyap menghilang, meninggalkan pengganti wujudnya dalam jumlah yang amat banyak, dimana keberadaan wujud pengganti ini dinilai seperti wujud aslinya dari tingkatan kedua dengan makna yang hampir sama, pergi meninggalkan identitas ideal, segala hasil, dan pahala, jika memang termasuk kata-kata yang diberkahi dan termasuk hakikat, setelah itu masuk melalui tabir.
Saya sampaikan, jika wujud saya ini, juga wujud seluruh makhluk hidup pergi meninggalkan wujud lahiriah, tentu meninggalkan ruh –jika memang punya ruh-, makna, hakikat, contoh, hasil-hasil duniawi esensi kepribadiannya, buah-buah akhirat, identitas dan bentuknya dalam memori, Lauhul Mahfuzh, pita-pita film pemandangan abadi, pameran-pameran ilmu azali, juga meninggalkan tasbih-tasbih fitrah yang mirip dengan wujudnya, dan memberikan keabadian dalam buku catatan amal perbuatan, meninggalkan cahaya wujud pembiasan nama-nama ilahi dan segala petunjuknya dalam lingkup al-asma’ul husna.
Ya, saya tahu dengan pasti, ia pergi meninggalkan banyak sekali contoh-contoh seperti yang telah kami sebutkan di atas, meninggalkan wujud-wujud maknawi yang jauh lebih bernilai dari wujud lahiriahnya, setelah itu pergi berlalu.
Maka dengan iman, kesadaran dan penisbatan yang terdapat dalam lingkup iman, berbagai jenis wujud maknawi abadi tersebut bisa dimiliki. Andai tanpa iman, siapapun tentu terhalang untuk mendapatkan berbagai jenis wujud tersebut, terlebih ia akan menyia-nyiakan wujud lahiriah, seakan pergi menuju ketiadaan dan kefanaan.
Suatu ketika, saya merasa menyesal dan sedih karena bunga-bunga musim semi pergi begitu cepat, bahkan saya sangat sedih kehilangan kelembutan-kelembutan itu. Lalu hakikat iman yang dijelaskan di bagian ini, memperlihatkan bunga-bunga tersebut merupakan biji-bijian di alam makna, hasil-hasilnya dari sisi cahaya wujud sebanyak seratus banding satu, laksana pohon dan bulir yang mengeluarkan buah. Semua wujud tersebut merupakan bonus bagi ruh yang telah kami sebutkan di atas, sementara wujud lahiriahnya tidak terhapus, hanya bersembunyi saja.
Selanjutnya, wujud lahiriah tersebut merupakan bentuk-bentuk yang terus diperbarui karena hakikat jenisnya tetap bertahan abadi, karena semua wujud pada musim semi tahun lalu seperti dedaunan, bunga, dan buah-buahan, tidak lain adalah contoh-contoh yang ada pada musim semi tahun ini. Bedanya hanya nominal saja.
58. Page
Perbedaan nominal ini menjadikan merubah kata-kata hikmah dan rahmat, juga huruf-huruf takdir mengungkapkan serangkaian makna berbeda. Ketika mengetahui ini, saya mengucapkan, “Ma sya’Allah,” “Barakallah,” bukannya merasa sedih.
Dengan kesadaran dan ikatan iman, dari kejauhan saya merasakan betapa berharganya makhluk dari sisi penisbatan kepada Sang Pencipta sebagai jejak-Nya, jejak Pencipta bumi dan langit yang Ia hiasi dengan bintang-bintang, menciptakan bumi dan Ia perindah dengan beragam bunga dan makhluk menawan. Dalam satu ciptaan, Ia perlihatkan ratusan mukjizat, dan menjadi jejak ciptaan Sang Pencipta yang memiliki banyak sekali kemukjizatan tanpa batas.
Betapa hal tersebut menjadi kebanggaan dan kehormatan bagi makhluk yang memiliki kesadaran dan perasaan! Terlebih, Sang Pencipta yang memiliki banyak sekali mukjizat tanpa batas itu ketika menulis kitab besar berupa langit dan bumi yang begitu besar dalam salinan kecil seperti wujud manusia. Lebih dari itu, ketika Ia menjadikan manusia sebagai inti dan pilihan menawan dari kitab besar tersebut, betapa manusia menjadi inti kemuliaan, kesempurnaan, nilai agung, sosok yang memperlihatkan keagungan tersebut melalui iman, pemilik kemuliaan tersebut karena kesadaran dan penisbatan diri!
Setelah menerima pelajaran ini dari ayat hasbiyah, saya mengucapkan dengan lisan seluruh wujud melalui niat dan bayangkan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Tingkatan cahaya hasbiyah kelima;
Suatu ketika, kehidupan saya terguncang karena berbagai himpitan berat dan beban-beban besar, hingga mengarahkan perhatian saya kepada usia dan kehidupan. Saya melihat usia saya berlalu dengan cepat dan hampir mencapai titik akhir, kehidupan saya juga mulai meredup karena berbagi himpitan.
Namun saya berfikir dengan merasakan kepedihan, bahwa tugas-tugas kehidupan nan penting, segala keistimewaan hidup nan besar, dan segala manfaatnya yang amat bernilai yang telah dijelaskan dalam risalah berkenaan dengan nama Al-Hayyu (Maha Hidup), tidak patut bagi keredupan secepat ini, tapi seharusnya patut bagi kehidupan yang lama. Saya kembali merujuk ayat hasbiyah;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung,” (QS. Ali ‘Imran: 173) sebagai guru dan pembimbing saya, lalu ayat ini berkata;
Lihatlah kehidupan melalui pandangan Yang Maha Hidup dan tiada berhenti mengurus makhluk yang memberimu kehidupan.
Saya kemudian menatap, saya melihat bahwa ketika kehidupan saya ini menatap dan mengarah kepada saya dari satu sisi, ternyata ia mengarah kepada Yang Maha Hidup dan tiada berhenti mengurus makhluk melalui seratus sisi. Ketika satu hasilnya mengarah kepada saya, seribu kali hasil ini mengarah kepada Sang Pencipta. Sisi ini tidak
59. Page
memerlukan waktu lama, bahkan sama sekali tidak memerlukan waktu. Cukup hidup sesaat saja.
Mengingat hakikat ini sudah dijelaskan dalam Risalah-risalah An-Nur, berikut ini hanya akan saya jelaskan secara singkat dalam empat permasalahan;
Permasalahan pertama;
Saya menatap kehidupan dari sisi esensi dan hakikatnya yang mengarah kepada Maha Hidup yang tiada berhenti mengurus makhluk, lalu saya melihat bahwa esensi kehidupan saya ini merupakan tempat penyimpanan sekaligus kunci-kunci untuk membuka simpanan nama-nama ilahi, peta kecil ukiran nama-nama ilahi, catalog pembiasan nama-nama ilahi, ukuran dan neraca sensitif hakikat-hakikat jagad raya nan amat besar, kata hikmah yang berisi tulisan; ketahuilah, belajarlah, dan fahamilah nama-nama Yang Maha Hidup yang tiada berhenti mengurus makhluk nan begitu bernilai dan sarat akan makna. Saya akhirnya mengerti.
Hakikat kehidupan seperti ini memberikan seribu tingkatan nilai, durasi sesaat saja dari kehidupan seperti ini meraih nilai laksana sepanjang umur. Panjang atau pendeknya umur bukan masalah dari sisi keterkaitannya dengan Zat azali yang tidak mengenal waktu.
Permasalahan kedua;
Saya memperhatikan hak-hak hakiki kehidupan saya, lalu saya melihat bahwa kehidupan saya ini merupakan tulisan rabbani yang membacakan dirinya sendiri untuk seluruh makhluk yang memiliki perasaan, dimana mereka semua adalah saudara-saudara saya, juga sebagai pusat telaah yang memperkenalkan Sang Pencipta.
Kehidupan saya merupakan papan pemberitahuan yang memperlihatkan kesempurnaan-kesempurnaan Sang Pencipta. Di antara hak kehidupan saya adalah memperlihatkan keimanan, kesadaran, dan rasa syukur di hadapan pandangan kepemilikan tanpa bandingnya yang terus berulang setiap hari dengan hiasan berbagai macam hadiah bernilai yang diberikan Sang Pencipta kehidupan. Hak lainnya adalah mengetahui salam-salam penghormatan yang disampaikan makhluk-makhluk hidup tanpa batas yang menuturkan seperti apa Pencipta mereka, mengetahui hadiah-hadiah tasbih, musyahadah, dan pemberitahuan yang mereka sampaikan dengan memberikan kesaksian. Hak lainnya adalah menampakkan keindahan-keindahan rububiyah Zat Yang Maha Hidup yang tiada henti mengurus makhluk dengan bahasa kondisional maupun bahasa tutur kata, juga bahasa ubudiyah.
Hak-hak luhur kehidupan seperti ini tentu tidak memerlukan waktu yang lama, di samping hak-hak ini menjadikan kehidupan seribu kali lebih luhur dan mulia. Hak-hak ini seratus kali lebih penting dan lebih berharga dari hak-hak kehidupan dunia.
Kala mengetahui hakikat ini secara ‘ilmul yaqin, saya mengucapkan, “Subhanallah! Begitu bernilainya iman! Begitu dinamisnya iman! Alangkah berharganya iman! Betapa lebih dinamisnya iman!” Setiap kali memasuki sesuatu, iman pasti membangkitkan kehidupan di sana. Secercah cahaya iman mampu memberikan kehidupan fana seperti ini seperti kehidupan abadi, menghapus kefanaan yang bersarang di sana.
60. Page
Permasalahan ketiga;
Saya memperhatikan peran-peran kehidupan fitrah saya dan juga manfaat-manfaat maknawinya yang mengarah kepada Sang Pencipta, lalu saya melihat bahwa kehidupan saya menjalankan tugas pembiasan Sang Pencipta kehidupan melalui tiga sisi;
Sisi pertama;
Dengan kelemahan, ketidakberdayaan, kemiskinan, dan segala kebutuhannya, kehidupan saya menjadi cermin kuasa, kekuatan, kekayaan dan rahmat Sang Pencipta kehidupan.
Seperti halnya tingkatan rasa lapar memberitahukan tingkat kenikmatan makanan, tingkat kegelapan memberitahukan tingkat cahaya, tingkat suhu dingin memberitahukan tingkat suhu panas, seperti halnya kebutuhan tanpa batas saya yang terpenuhi, musuh-musuh tanpa batas saya yang tertangkal meski saya tiada berdaya dan miskin tanpa batas dalam kehidupan ini, saya bisa mengenal kuasa dan rahmat tanpa batas Sang Pencipta. Saya memahami peran-peran permohonan, doa, berlindung, merendahkan diri, dan ubudiyah.
Sisi kedua;
Kehidupan saya dengan segenap maknanya, seperti ilmu, kehendak, pendengaran dan penglihatan parsial, adalah cermin sifat-sifat Pencipta saya, juga kondisi-kondisi-Nya yang menyeluruh.
Melalui serangkaian makna dalam kehidupan pribadi saya, di balik segala perilaku saya yang sadar dan berperasaan, seperti mengetahui, mendengar, melihat, mencintai, dan berkehendak, saya mengetahui sifat-sifat Sang Pencipta nan menyeluruh, seperti mendengar, melihat, kuasa, hidup, dan segala kondisinya, seperti mencintai, membenci, dan mengasihi.
Saya mengetahui hal tersebut dalam ukuran sebesar jagad raya tentang diri saya, dan dengan standar yang lebih besar. Saya beriman, percaya, dan mengakui hal itu, hingga saya menemukan jalan lain menuju makrifat.
Sisi ketiga;
Kehidupan saya adalah cermin nama-nama ilahi yang punya banyak sekali ukiran dan pembiasan dalam kehidupan saya.
Setiap kali memperhatikan kehidupan pribadi dan tubuh, saya melihat banyak sekali jejak-jejak, ukiran, ciptaan, dan keindahan-keindahan mukjizat. Saya merasa mendapat kasih sayang, untuk itu dengan cahaya iman saya mengetahui bahwa yang menciptakan dan menghidupkan saya, Dia Maha murah hati, Maha Pengasih, Maha menciptakan dan Maha Lembut, sangat mampu, mahir, mawas, dan sempurna.
Kami berlindung kepada Allah dari segala aib yang tidak patut bagi-Nya. Maha Suci keagungan-Nya.
Saya mengetahui hakikat tugas-tugas fitrah, tujuan penciptaan dan hasil-hasil kehidupan, seperti tasbih, taqdis, tahmid, syukur, takbir, ta’zhim, tauhid, dan tahlil.
Saya tahu makhluk di jagad raya yang paling penting adalah kehidupan, saya mengetahui rahasia kenapa segala sesuatu ditundukkan untuk kehidupan, saya mengetahui hikmah adanya cinta fitrah setiap makhluk hidup terhadap kehidupan, dan kehidupan hakiki adalah iman.
61. Page
Permasalahan keempat;
Apa kenikmatan dan kebahagiaan hakiki kehidupan saya di dunia ini?
Saya sekali lagi memperhatikan ayat berikut;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung,” (QS. Ali ‘Imran: 173) untuk mendapatkan jawaban. Lalu saya tahu bahwa kenikmatan hidup yang paling suci dan kebahagiaan hidup yang paling murni ada dalam keimanan. Dengan kata lain, keimanan saya yang pasti bahwa saya ini makhluk Rabb Maha Penyayang yang menciptakan dan menghidupkan saya, saya ini ciptaan, hamba, berada di bawah perawatan, pengawasan dan penjagaan-Nya, saya memerlukan-Nya setiap saat, dan Rabb tersebut adalah Rabb dan Tuhan saya, Dia Maha Pengasih dan menyayangi saya, inilah kenikmatan dan kebahagiaan yang sudah cukup dan memadai, tanpa terkotori oleh derita apapun dalam bentuk yang tidak bisa diukirkan dengan kata-katanya.
Melalui ayat di atas, saya tahu bagaimana hakikat “Segala puji hanya bagi Allah atas nikmat iman” tepat berada pada tempatnya.
Empat permasalahan terkait hakikat, hak, peran, dan kenikmatan-kenikmatan maknawi iman ini memperlihatkan bahwa ketika kehidupan mengarah kepada Yang Maha Hidup, tiada henti mengurus makhluk, dan Maha Abadi, iman akan menjadi nyawa bagi kehidupan, kehidupan menemukan keabadian, membuahkan hasil-hasil abadi, menapak naik hingga meraih pembiasan keabadian. Saat itu pendek atau panjangnya usia bukan lagi jadi permasalahan.
Seperti itulah pelajaran yang saya dapatkan dari ayat ini. Atas nama seluruh jenis kehidupan dan seluruh makhluk hidup melalui niat, bayangan, dan hayalan, saya mengucapkan;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Tingkatan cahaya hasbiyah keenam;
Menginjak masa tua yang mengingatkan perpisahan di balik serangkaian peristiwa akhir zaman yang mengisyaratkan runtuhnya dunia sebagai waktu perpisahan menyeluruh, kala rasa cinta akan keindahan, keelokan, dan daya tarik kesempurnaan tersingkap dalam fitrah saya karena faktor perasaan tidak lazim menjelang akhir-akhir usia, saya melihat melalui perasaan tajam dan kesedihan puncak, bahwa kefanaan dan kehilangan yang senantiasa meruntuhkan, juga kematian dan ketiadaan yang terus memisahkan; menampar, menendang, mematahkan, dan memporak-porandakan kehidupan dunia nan indah ini, makhluk-makhluk nan menawan ini, serta merusak keindahannya secara menakutkan.
Kala cinta palsu dalam fitrah saya bergolak, mendidih, memperlihatkan sikap sangat menolak dan membangkang terhadap kondisi ini, saya kembali merujuk ayat hasbiyah kali ini;
62. Page
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173) Dengan harapan bisa mendapatkan hiburan, lalu ayat ini mengatakan;
Bacalah saya, dan perhatikan makna-makna saya dengan baik!
Saya kemudian masuk ke dalam teropong ayat cahaya dalam surah an-Nur, lalu dengan kacamata iman saya men atap ke tingkatan ayat hasbiyah yang paling jauh, menggunakan mikroskop kesadaran iman untuk mengamati rahasia-rahasia mikro ayat ini, lalu saya melihat seperti halnya cermin, kaca, dan benda-benda transparan, bahkan gelembung-gelembung air, menampakkan beragam keindahan cahaya matahari yang tersembunyi, menampakkan beragam keindahan tujuh warna cahaya ini, dan keindahan ini tetap muncul seiring pergerakan dan kemampuan benda-benda tersebut untuk memantulkan cahaya matahari juga tujuh warnanya, demikian halnya makhluk-makhluk indah, lembut, dan wujud-wujud menawan ini datang dan pergi dengan cepat, agar menjadi cermin-cermin keindahan suci Yang Maha Indah yang merupakan menteri azali-abadi, cermin yang membiaskan keindahan abadi al-asma’ul husna yang begitu indah dan selalu memantulkan pembiasan-pembiasannya. Juga mengingatkan bahwa keelokan dan keindahan yang terlihat pada benda-benda yang memantulkan cahaya matahari, bukanlah milik benda-benda tersebut, tapi hanya sebagai isyarat, kilauan, dan pembiasan keindahan abadi dan suci yang ingin terlihat.
Mengingat hakikat-hakikat ini sudah dijelaskan secara rinci lengkap dengan banyak sekali dalil yang kuat dalam Risalah-risalah An-Nur, berikut ini hanya akan kami singgung tiga bukti saja secara singkat;
Bukti pertama;
Seperti halnya keindahan jejak ciptaan menujukkan keindahan ciptaan-Nya, keindahan ciptaan menunjukkan keindahan tanda ciptaan yang muncul dari ciptaan tersebut, keindahan tanda ciptaan Sang Pencipta menunjukkan keindahan sifat-Nya terkait ciptaan tersebut, keindahan sifat-Nya menunjukkan keindahan kemampuan-Nya, keindahan kemampuan-Nya menunjukkan keindahan ruh, Zat dan hakikat-Nya secara pasti, seperti itu juga dengan keelokan dan keindahan yang ada dalam seluruh makhluk di jagad raya ini dengan bentuknya yang indah yang secara pasti bersaksi akan keelokan dan keindahan perbuatan-perbuatan Sang Pencipta.
Keelokan dan keindahan yang ada pada perbuatan-perbuatan-Nya jelas menunjukkan keelokan dan keindahan tanda-tanda terkait perbuatan-perbuatan tersebut, maksudnya nama-nama ilahi. Keelokan dan keindahan nama-nama ilahi secara pasti menunjukkan sifat-sifat suci yang menjadi sumber nama-nama ilahi. Keelokan dan keindahan sifat-sifat secara pasti menunjukkan keelokan dan keindahan kondisi-kondisi Zat yang merupakan sumber segala sifat. Keelokan dan keindahan segala kondisi secara pasti menunjukkan keelokan dan keindahan Zat yang merupakan pelaku, penyandang nama, dan penyandang sifat. Keelokan dan keindahan segala kondisi secara pasti menunjukkan kesempurnaan suci esensi-Nya, dan keindahan suci hakikat-Nya.
Artinya, Sang Pencipta memiliki keelokan dan keindahan mutlak yang patut bagi Zat-Nya yang suci, dimana satu bayangkan keelokan dan keindahan ini mampu menghiasi seluruh wujud yang ada. Ia memiliki keindahan suci, dimana satu pembiasan
63. Page
saja di antara keindahan ini sudah bisa menghiasi jagad raya secara keseluruhan, dari ujung ke ujung, menghiasi dan menyinari lingkup segala kemungkinan dengan kilauan-kilauan keelokan dan keindahan.
Seperti halnya jejak ciptaan tidak mungkin ada tanpa perbuatan, seperti itu juga perbuatan tidak mungkin ada tanpa pelaku. Seperti halnya keberadaan nama-nama dan penyandang nama mustahil, seperti itu juga sifat-sifat tidak mungkin ada tanpa sesuatu yang menyandang sifat.
Seperti halnya keberadaan ciptaan atau jejak secara pasti menunjukkan perbuatan orang yang menciptakan obyek tersebut, keberadaan perbuatan tersebut menunjukkan adanya pelaku, tanda, sifat dan nama yang menimbulkan jejak, maka kesempurnaan dan keindahan jejak juga secara pasti dan dengan ‘ilmul yaqin menunjukkan kesempurnaan dan keindahan perbuatan khusus-Nya.
Ini menunjukkan keindahan sifat yang laik-Nya, menunjukkan keindahan kemampuan yang patut untuk-Nya, ini menunjukkan kesempurnaan dan keindahan Zat dan hakikat, namun dalam bentuk yang sesuai dengan Zat dan hakikat. Seperti itu juga dengan seluruh perbuatan tiada henti yang berlaku di balik tirai jejak-jejak tersebut mustahil ada tanpa adanya pelaku, seperti halnya nama-nama yang pembiasan dan ukiran-ukirannya terpampang jelas di hadapan mata juga mustahil ada tanpa adanya penyandang nama.
Untuk itu, sifat-sifat yang dirasakan keberadaannya hingga mencapai tingkatan syuhud, seperti kuasa dan kehendak, mustahil ada tanpa adanya penyandang sifat. Dengan demikian, seluruh jejak, makhluk, ciptaan yang ada di jagad raya ini melalui keberadaannya yang tanpa batas, secara pasti menunjukkan adanya perbuatan-perbuatan Sang Pencipta dan Sang Pelaku, menunjukkan adanya nama-nama-Nya, sifat-sifat-Nya, kondisi-kondisi dzatiyah-Nya, menunjukkan adanya Zat Suci secara wajib. Demikian halnya berbagai macam kesempurnaan, keindahan, dan keelokan yang terlihat pada semua ciptaan secara jelas, juga secara pasti menunjukkan kesempurnaan-kesempurnaan, keelokan-keelokan tanpa batas, nama-nama dan sifat-sifat, segala kondisi dan Zat Sang Pencipta, juga menunjukkan keindahan ciptaan-ciptaan tersebut yang melebihi keindahan seluruh jagad raya dalam bentuk khusus dan patut untuk masing-masing di antaranya, juga sesuai dengan keberadaan-Nya yang bersifat wajib, serta kesucian-Nya.
Bukti kedua;
Bukti ini terdiri dari lima noktah;
Noktah pertama;
Para pemimpin ahli hakikat yang berbeda dan saling berjauhan satu sama lain dari sisi pemahaman dan pandangan, semuanya percaya dan memutuskan berdasarkan ijma’ dan kesepakatan mengacu pada daya rasa dan mukasyafah, bahwa seluruh keelokan dan keindahan dalam segala wujud merupakan bayangan keelokan dan keindahan Zat suci yang wajib ada, juga sebagai kilauan dan pembiasan keindahan-Nya di balik hijab dan tirai.
Noktah kedua;
Seluruh makhluk-makhluk indah datang dan pergi satu kelompok demi satu kelompok dengan cepat, lalu masuk ke alam fana dan lenyap. Hanya saja keindahan luhur
64. Page
yang tak berubah nampak dan memperlihatkan diri pada cermin-cermin yang menjadi pembiasan-pembiasannya. Ini secara pasti menunjukkan, bahwa keindahan tersebut bukan milik makhluk-makhluk itu, bukan keindahan cermin-cermin tersebut, tapi keindahan dan keelokan ini merupakan sinar-sinar keindahan abadi, seperti halnya keindahan kilauan-kilauan matahari terlihat di gelembung-gelembung air yang mengalir.
Noktah ketiga;
Seperti halnya cahaya muncul dari sinar, wujud muncul dari keberadaan, kebaikan berasal dari kekayaan, kemurahan hati muncul dari kekayaan, pengajaran muncul dari ilmu secara pasti, maka keelokan dan keindahan tentu berasal dari sesuatu yang elok dan indah.
Mengacu pada hakikat ini, kami percaya bahwa seluruh jenis keindahan yang terlihat di jagad raya ini berasal dari Yang Maha Indah, dimana jagad raya yang selalu berganti tanpa henti ini menuturkan dan memberitahukan keindahan Yang Maha Indah melalui seluruh wujud dan dengan lisan-lisan yang membiaskan keindahan-Nya.
Noktah keempat;
Seperti halnya jasad bersandar pada ruh untuk bisa tegak berdiri dan hidup, kata bergantung pada makna agar bisa bersinar sesuai tingkatan makna tersebut, gambaran bergantung pada hakikat agar mendapatkan nilai, seperti itu juga dengan alam nyata, materi, dan jasmani ini juga jasad, kata, dan gambaran yang bergantung pada nama-nama ilahi yang ada di balik tabir alam gaib. Dengan nama-nama itu, alam nyata ini hidup, bergantung dan bergantung kepadanya, juga menata ke arah nama-nama itu hingga mendapatkan keindahan.
Seluruh jenis keindahan materi memberikan keindahan maknawi bagi hakikat dan makna esensialnya. Sementara hakikat-hakikatnya bersumber dari nama-nama ilahi, dimana hakikat-hakikat tersebut merupakan bayangan nama-nama ilahi dalam batasan tertentu.
Hakikat ini sudah dijelaskan dalam Risalah-risalah An-Nur secara pasti.
Dengan demikian, seluruh jenis keindahan yang ada di alam raya ini tidak lain merupakan pembiasan, isyarat, dan pertanda keindahan nan suci dari segala kekurangan dan kelalaian, suci dari materi yang terlihat dari balik alam gaib dengan perantara nama-nama ilahi.
Hanya saja seperti halnya Zat suci Zat yang wajib ada tidak sama dengan yang lain dari sisi manapun, sifat-sifat-Nya yang luhur juga berbeda dengan sifat-sifat makhluk yang mungkin ada hingga mencapai tingkatan tanpa batas, seperti itu juga keindahan suci-Nya tidak sama dengan keindahan segala kemungkinan dan seluruh makhluk. Keindahan-Nya jauh lebih tinggi dan lebih luhur tanpa batas.
Keindahan abadi dimana surga nan besar dengan seluruh keelokan dan keindahan yang ada di sana tidak lain hanya merupakan salah satu pembiasannya, yang melihat keindahan ini meski hanya sesaat, membuat para penghuni surga melupakan surga, tentu tidak ada batasnya, tidak ada padanan ataupun bandingnya sama sekali.
Seperti diketahui, keindahan sesuatu bergantung pada sesuatu tersebut, keindahan itu sendiri bisa saja memiliki ribuan contoh dan bentuk, dan keindahan memiliki banyak ragam dan warna, sama seperti perbedaan jenis.
65. Page
Contoh; keindahan yang dirasakan melalui mata tentu berbeda dengan keindahan yang dirasakan melalui telinga, keindahan akal yang difahami melalui akal tentu tidak sama seperti keindahan makanan yang dirasakan dengan mulut. Demikian halnya keindahan yang dirasakan hati, ruhani, dan seluruh indera lain baik indera lahir maupun batin, tentu berbeda-beda sesuai perbedaan indera-indera tersebut.
Contoh lain; seperti halnya keindahan iman, keindahan hakikat, keelokan cahaya, keelokan bunga, keindahan ruhani, keindahan gambaran, keindahan kasih sayang, keindahan keadilan, keelokan rahmat, dan keelokan hikmah jenisnya berbeda-beda, seperti itu juga keindahan nama-nama Yang Maha Indah juga berbeda dan beragam. Dengan demikian, jenis-jenis keelokan dan keindahan yang ada dalam seluruh wujud juga berbeda dan beragam.
Jika Anda berminat untuk mengetahui salah satu pembiasan keindahan nama-nama Yang Maha Indah di balik cermin semua wujud, silahkan menatap dengan mata hayalan nan luas, niscaya Anda menyaksikan muka bumi ini seakan sebuah taman kecil, dan ketahuilah ungkapan-ungkapan seperti rahmaniyah, rahimiyah, hakimiyah, dan ‘adiliyah mengisyaratkan nama-nama, perbuatan, sifat-sifat, dan segala kondisi al-Haq Ta’ala.
Perhatikan rizki seluruh makhluk hidup, khususnya manusia, rizki-rizki yang datang dari balik tirai gaib secara teratur, dan tataplah keindahan rahmani ilahi.
Perhatikan jatah rizki yang diberikan kepada anak-anak seluruh makhluk dalam bentuk nan menakjubkan, perhatikan pula air susu yang memancar deras, manis, lembut, murni dan bersih laksana air telaga Kautsar yang muncul dari dua pompa kecil yang tergantung di dada para ibu dan induk anak-anak kecil yang berada di atas kepala mereka. Perhatikan keindahan rahmaniyah rabbani nan begitu menarik.
Perhatikanlah keindahan tiada banding hakimiyah ilahi yang menjadikan jagad raya ini dengan berbagai jenisnya sebagai kitab hikmah nan besar, kitab seperti apa gerangan! Kala Ia menjadikan setiap huruf-hurufnya laksana seratus kata, setiap katanya laksana seratus baris kalimat, setiap baris kalimatnya laksana seribu bab, dan setiap babnya laksana ribuan kitab-kitab kecil.
Perhatikan keindahan menawan ‘adiliyah yang meletakkan seluruh jagad raya dengan seluruh wujud yang ada di bawah neracanya, yang menjaga keseimbangan seluruh bintang-bintang atas dan bawah, yang memberikan keselarasan sebagai asas utama keelokan dan keindahan, yang memberikan kondisi terbaik bagi segala sesuatunya, yang memberikan hak hidup untuk setiap makhluk hidup, yang menghentikan apapun saat melampaui batas, lalu memberikan hukuman padanya.
Perhatikan kitab sejarah kehidupan masa lalu setiap manusia dalam memori kecil sekecil biji gandum, perhatikan kitab sejarah kehidupan masa depan kokoh setiap tumbuh-tumbuhan dan pohon di dalam biji-bijiannya, perhatikan segala perlengkapan dan peralatan yang diperlukan setiap makhluk hidup demi menjaga keberlangsungan hidup. Sebagai contoh, silahkan Anda memperhatikan sayap-sayap lebah dan sengatnya yang beracun, perhatikan pertahanan diri bunga-bunga berduri, perhatikan kulit-kulit keras berbagai macam biji-bijian, perhatikan keindahan lembut rabbani nan menjaga ini.
Perhatikan beragam aroma nikmat berbagai makanan tanpa batas yang disediakan ar-Rahman dan ar-Rahim dari sisi rahmat-Nya untuk para tamu di atas meja makan bumi, perhatikan warna-warninya nan indah dan beragam, perhatikan rasa manisnya nan lembut dan beragam, perhatikan bagian-bagian tubuh setiap makhluk hidup, bagaimana mereka
66. Page
bagian-bagian tubuh tersebut membantu untuk merasakan dan menikmati makanan, perhatikan keindahan lembut dan keelokan manis kemuliaan rabbani.
Selanjutnya perhatikan pembiasan-pembiasan nama Al-Fattah (Maha membuka, Maha memberi keputusan) dan Al-Mushawwir (Maha membentuk rupa), lalu perhatikan bentuk-bentuk seluruh makhluk hidup, khususnya manusia, bentuk-bentuk hikmah dengan banyak sekali makna yang berasal dari tetesan-tetesan air (sperma), perhatikan wajah-wajah bunga musim semi nan menarik, semuanya merekah, berasal dari biji dan benih, perhatikan keindahan menakjubkan keterbukaan dan pembentukan rupa ilahi ini.
Mengacu pada contoh-contoh ini, setiap nama di antara al-asma’ul husna memiliki keindahan suci yang bersifat khusus, dimana satu pembiasan nama saja sudah bisa menghiasi alam besar dan jenis tanpa batas.
Anda bisa melihat pembiasan satu nama pada sekuntum bunga. Demikian halnya dengan musim semi yang juga merupakan bunga, surga yang juga merupakan bunga yang belum pernah terlihat padanannya. Jika Anda bisa menatap musim semi secara keseluruhan, dan jika Anda bisa menatap surga dengan mata iman, maka lihat, perhatikan, dan fahamilah tingkat keagungan keindahan abadi.
Jika Anda membalas keindahan tersebut dengan keindahan iman dan keelokan ubudiyah, berarti Anda adalah makhluk yang berada di puncak keelokan dan keindahan. Sebaliknya, jika Anda membalas keindahan itu dengan kesesatan tanpa batas dan dengan buruknya kemaksiatan, berarti Anda adalah makhluk paling buruk, sasaran kemarahan seluruh wujud nan indah secara maknawi.
Noktah kelima;
Seperti halnya ketika seseorang yang memiliki ratusan keahlian, kreasi, ciptaan, kesempurnaan, dan keindahan membangun sebuah istana menawan dan luar biasa bertujuan untuk memamerkan seluruh keahlian, kreasi, ciptaan, keindahan dan kesempurnaannya yang tersembunyi, juga untuk memperlihatkan dan memperkenalkan semua yang ia miliki ini sesuai kaidah; “Setiap keahlian ingin mempertunjukkan diri, setiap kreasi dan ciptaan ingin menarik penghargaan dan penilaian baik, setiap kesempurnaan ingin menampakkan diri, dan setiap keindahan ingin memperlihatkan diri,” sehingga siapapun yang menyaksikan istana luar biasa ini akan segera mengalihkan perhatian kepada keahlian, kreasi, dan keindahan siapa yang membangun dan memiliki istana ini, pasti percaya padanya seakan melihat langsung di hadapan mata, dan menyatakan bahwa siapa yang tidak indah dan tidak mahir dalam ukuran apapun, tentu jejak nan amat indah dari sisi manapun ini bukan hasil kreasinya, yang membuatnya pun tidak akan bisa membangun istana ini tanpa meniru orang lain. Bahkan, segala keindahan dan kesempurnaan maknawinya telah menjelma dalam wujud istana ini.
Seperti itu juga dengan orang yang melihat keindahan dunia yang disebut alam raya ini, melihat keindahan istana besar yang merupakan tempat pameran segala keajaiban, pasti melihat istana ini sebagai cermin yang dihias sedemikian rupa agar memperlihatkan keindahan dan kesempurnaan pemiliknya, jika memang akal dan hatinya masih belum rusak.
Mengingat istana alam raya ini tidak ada bandingnya sehingga segala keindahannya tidak bisa ditiru, maka yang membangun dan menciptakan istana ini tentu memiliki keindahan dan keelokan secara esensi, memiliki nama-nama yang patut, dimana
67. Page
beragam jenis keindahan alam raya ini berasal dari-Nya, alam ini diciptakan sesuai ukurannya, dan sudah ditulis layaknya sebuah kitab untuk mengungkapkan keindahan itu.
Bukti ketiga;
Bukti ini terdiri dari tiga noktah;
Noktah pertama;
Noktah ini merupakan sebuah hakikat yang sudah dijelaskan dalam “mauqif kedua” dari “kalimat ketigapuluh dua” secara rinci, cukup, dan tuntas, lengkap dengan hujah-hujah yang kuat. Untuk itu, rincian hakikat ini kami alihkan ke sana saja. Dan berikut ini hanya akan kami singgung secara singkat;
Mari sama kita perhatikan ciptaan-ciptaan ini, khususnya hewan dan tumbuh-tumbuhan. Kita akan melihat hiasan tiada henti berkuasa di sana, hiasan yang menunjukkan adanya maksud, pilihan, dan memberitahukan tentang ilmu, hikmah, keteraturan dan keindahan yang mustahil jika semua ini diciptakan oleh faktor kebetulan. Ciptaan lembut, hikmah detail, hiasan luhur, tata letak penuh kasih sayang, kondisi manis terlihat dalam segala sesuatu, agar Sang Pencipta menarik simpati dan cinta siapapun yang menatap ciptaan-Nya, juga untuk menarik perhatian, menyenangkan ciptaan dan juga yang menyaksikan ciptaan tersebut. Dengan demikian secara pasti bisa difahami, bahwa di balik hijab gaib terdapat Pencipta yang ingin memperkenalkan diri kepada makhluk-makhluk yang punya kesadaran dan perasaan, karena Ia ingin memperlihatkan ciptaan, keahlian, dan kesempurnaan-Nya, sehingga mendorong para makhluk untuk mencintai-Nya, sehingga meraih pujian dan sanjungan.
Ia memberikan berbagai macam kenikmatan kepada para makhluk yang memiliki kesadaran dan perasaan, dimana mustahil jika perbuatan ini dialihkan pada faktor kebetulan, agar mereka berada dalam kenikmatan, bahagia, dan memberikan loyalitas pada-Nya. Selanjutnya interaksi dan pengenalan maknawi yang terlihat, menuturkan kasih sayang mendalam, rahmat nan luhur, dialog cinta dengan bahasa kondisional, dan sambutan hangat untuk seluruh permohonan mereka.
Untuk itu, kenikmatan yang diberikan, yang nampak di balik esensi pengenalan diri dan penarikan simpati yang terlihat amat jelas sejelas mentari, muncul dari karsa kasih sayang nan mendalam, muncul dari keinginan rahmat nan kuat. Adanya karsa kasih sayang dan rahmat nan kuat dalam diri Yang Maha Kaya secara mutlak, yang sama sekali tidak memiliki keperluan apapun, secara pasti menunjukkan keindahan tiada banding nan amat sempurna, menunjukkan keelokan azali-abadi yang tetap ingin melihat dan memperlihatkan diri melalui cermin-cermin.
Memperlihatkan diri merupakan bagian dari keharusan esensi dan hakikat-Nya, dimana keindahan tersebut mengenakan wujud rahmat dan kasih sayang, agar bisa melihat dan memperlihatkan diri di berbagai cermin, selanjutnya memberikan kenikmatan dan kebaikan melalui cermin-cermin para makhluk yang memiliki perasaan dan kesadaran, setelah itu menempuh cara untuk menarik simpati dan memperkenalkan diri. Maksudnya, memperkenalkan diri kepada makhluk-makhluk yang punya perasaan dan kesadaran. Kemudian mengirim cahaya riasan dan keindahan untuk seluruh ciptaan-Nya.
68. Page
Noktah kedua;
Kerinduan ilahi tanpa batas dan cinta rabbani yang ada dalam manusia, khususnya manusia tingkatan tertinggi, tertanam dengan kuat meski faham mereka berbeda satu sama lain. Ini secara pasti mengisyaratkan adanya keindahan tanpa tanding, bahkan sebagai saksi kuat untuk keindahan tersebut. Lebih dari itu, seluruh pujian dan sanjungan yang diangkat dari seluruh wujud melalui bahasa kondisional dan tutur kata, mengarah dan naik menuju keindahan azali.
Bahkan, seluruh daya tarik, ketertarikan hati karena cinta, dan hakikat-hakikat yang menarik, semua ini adalah isyarat akan adanya hakikat azali-abadi yang menarik. Pergerakan dan perputaran karena daya tarik yang mendorong benda-benda langit dan seluruh wujud untuk mendengar laksana seorang Maulawi, pergerakan ini merupakan balasan cinta dan peran untuk pembiasan-pembiasan keindahan suci hakikat nan menarik yang memaksa, seperti pandangan sebagian pecinta, seperti At-Tabrizi.[1]
Noktah ketiga;
Wujud adalah kebaikan murni dan cahaya, sementara ketiadaan merupakan keburukan murni and kegelapan berdasarkan ijma’ seluruh ahli hakikat.
Para tokoh ahli akal dan hati sepakat, bahwa seluruh kebaikan, kebajikan, keindahan, dan kenikmatan –setelah melalui analisa- muncul dari wujud, dan seluruh keburukan, kejahatan, musibah, dan derita, bahkan kemaksiatan, bermuara pada ketiadaan.
Jika Anda mengatakan;
Di alam wujud juga ada kekafiran dan egoisme diri.
Jawab; karena kekafiran mengingkari hakikat-hakikat keimanan, berarti kekafiran adalah ketiadaan yang mengenakan pakaian dan bentuk wujud.
Mengingat sumber seluruh keindahan adalah wujud, bahan dasar seluruh keburukan adalah ketiadaan, maka Zat yang wajib ada –dimana Dia adalah wujud yang paling kuat, paling luhur, paling bersinar, dan paling jauh dari ketiadaan- mengharuskan adanya keindahan paling kuat, paling luhur, paling bersinar, dan paling jauh dari kekurangan ataupun kelalaian. Wujud tersebut mengungkapkan keindahan yang dimaksud, bahkan sebagai keindahan itu sendiri. Zat yang wajib ada mengharuskan adanya keindahan abadi, dan dengan keindahan ini Ia menyebarkan cahaya, seperti matahari yang mengharuskan adanya cahaya yang mengelilingi.
Segala puji bagi Allah atas nikmat iman.
رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَآ اِنْ نَّسِيْنَآ اَوْ اَخْطَأْنَا ۚ
“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah..” (QS. Al-Baqarah: 286)
[1] Syamsuddin At-Tabrizi, lahir di Tabriz, berguru pada tokoh sufi, Baba Kamaluddin Al-Jundi, selanjutnya pindah ke Kutia dan bertemu Maulana Jalaluddin Ar-Rumi, ia mendampingi Ar-Raumi dalam waktu yang relatif lama, dan meninggal dunia tahun 645 H.
69. Page
ُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
Perhatian;
Sebetulnya kami berniat untuk menulis sembilan tingkatan di antara sekian banyak tingkatan ayat hasbiyah, namun karena satu dua hal, kami harus menunda penulisan tiga di antaranya.
Perhatian;
Mengingat Risalah-risalah An-Nur merupakan bukti nyata Al-Qur'an yang bersumber dari Al-Qur'an, risalah-risalah ini menyebutkan penjelasan-penjelasan berulang yang diperlukan, bahkan penting sifatnya demi serangkaian maslahat, sama seperti pengulangan-pengulangan Al-Qur'an nan jeli, bijak, dan sebagai keharusan yang tidak membuat jemu.
Mengingat Risalah-risalah An-Nur merupakan bukti-bukti kalimat tauhid yang selalu dibaca dan diulang dengan daya rasa dan cinta tanpa jemu, maka pengulangan-pengulangan yang bersifat penting sama sekali bukan sebagai kekurangan ataupun kelalaian, tidak membosankan, bahkan selaiknya tidak membosankan.