NAVIGATION
94. Page
Sinar Ketujuh
Risalah Ayat Besar
بسم الله الرحمن الرحيم
Putusan peradilan tindak pidana Denizli dan peradilan tindak pidana Ankara –berdasarkan kesepakatan- yang menyatakan limaratus salinan risalah ini beserta penjelasan tambahannya, tidak bersalah sepuluh tahun silam (saat penulisan risalah ini, penerj.), kemudian dikembalikan lagi kepada saya setelah melalui verifikasi selama dua tahun penuh, menunjukkan bahwa risalah ini adalah hakikat Al-Qur'an dan benteng terbesar dalam menghadapi keruntuhan-keruntuhan besar pada zaman sekarang.
Untuk itu, kami menyodorkan risalah ini kepada lembaga peradilan, gubernur, dan biro keamanan kota yang diberkahi ini agar dicetak dengan huruf-huruf baru[1] jika memang menurut mereka sebagai langkah yang tepat untuk menyelamatkan para warga dari bahaya-bahaya maknawi yang datang dari luar.
Kali ini, saya membaca risalah ini secara seksama. Pada dasarnya saya tahu, risalah ini memiliki nilai tinggi dan agung yang patut diterima oleh kalangan yang punya ilmu dan hati, karena segala beban berat dan kesulitan yang kami hadapi saat ini, andaipun seratus kali lipat lebih berat, tentu terasa ringan, dan harus kita hadapi dengan senang, sabar dan bersyukur, bukan dengan sedih, berduka dan mengadu.
Peringatan dan Penjelasan Penting
Tidak semua orang memahami seluruh permasalahan risalah penting ini, namun bukan berarti tidak memahami sedikit pun di antaranya, karena orang yang memasuki sebuah taman besar, tentu saja tangannya tidak menggapai seluruh buah yang ada di sana. Buah-buah yang ia dapatkan sudah cukup baginya. Taman ini bukan diperuntukkan baginya semata, tapi mereka yang memiliki tangan-tangan panjang juga punya bagian.
Ada lima sebab yang membuat risalah ini sulit difahami;
Pertama; saya menulis kesaksian-kesaksian saya pribadi yang hanya saya fahami. Saya tidak menulis kitab ini menurut pemahaman orang lain seperti halnya kitab-kitab lain.
Kedua; tauhid hakiki ditulis dalam bentuknya yang agung berkat luapan nama paling agung, sehingga permasalahan-permasalahan tauhid menjadi luas, dalam, dan panjang sekali. Untuk itu, tidak semua orang mampu menguasai risalah ini secara langsung dan seketika.
Ketiga; seluruh permasalahan-permasalahan risalah ini yang merupakan hakikat besar dan panjang –demi menjaga kesatuan hakikat agar tidak terbagi-bagi- dimana satu halaman saja menjadi rangkaian kata yang panjang lebar, karena ada sejumlah mukadimah yang disampaikan, namun hanya setara satu dalil saja.
Keempat; setiap permasalahan –di antara sebagian besar permasalahan yang dibahas dalam risalah ini- memiliki banyak dalil dan hujah. Saat sesekali menyatukan
[1] Huruf-huruf baru adalah huruf-huruf latin yang menggantikan huruf-huruf Islami (huruf-huruf Arab) pada era republik Turki setelah khilafah Islamiyah dihapus.
95. Page
sepuluh atau duapuluh dalil untuk menyebutkan satu bukti, permasalahan yang dibahas menjadi panjang, tidak mampu difahami oleh pemahaman-pemahaman yang terbatas.
Kelima; meski saya mendapatkan penghormatan berupa cahaya-cahaya risalah ini berkat karunia bulan Ramadhan, namun risalah ini saya tulis dengan cepat, mengingat kondisi saya yang sedang tidak baik dari segala sisi, di samping tubuh saya yang lemah karena sakit. Untuk itu, saya cukup merujuk pada draft risalah ini.
Saat penulisan, saya merasa bahwa risalah ini ditulis bukan karena kehendak dan pilihan saja. Maka, saya menilai tidak tepat jika saya menata atau memperbaiki risalah ini sesuai pandangan saya. Untuk itu, risalah ini dalam batasan tertentu menjadi sulit difahami. Terlebih, pada alenia-alenia maqam pertama risalah ini ditulis dengan bahasa Arab.
Meski terdapat lima hal yang menyebabkan risalah ini sulit difahami, namun risalah ini sangat penting sekali.
Sinar ketujuh ini terdiri dari mukadimah dan dua maqam.
Bagian mukadimah menjelaskan empat permasalahan penting.
Maqam pertama ditulis dengan bahasa Arab untuk menjelaskan ayat besar.
Sementara maqam kedua menjelaskan bukti-bukti maqam pertama dan menjelaskan makna-maknanya.
Bagian mukadimah sedikit panjang dengan penjelasan panjang lebar. Ini semua bukan atas pilihan saya, sehingga saya harus mengimlakkan risalah ini dalam bentuk seperti ini, dan mungkin sebagian orang menilai panjangnya penjelasan risalah ini sebagai sebuah kekurangan.
Sa’id An-Nursi
Mukadimah
بسم الله الرحمن الرحيم
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْاِنْسَ اِلَّا لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat: 56)
Hikmah dan tujuan manusia diutus ke dunia ini sesuai rahasia ayat agung ini adalah mengenal Sang Pencipta jagad raya, beriman kepada-Nya, dan beribadah kepada-Nya. Tugas fitrah dan kewajiban tanggungan manusia adalah mengenal Allah, beriman kepada-Nya, membenarkan keberadaan dan keesaan-Nya dengan tunduk dan yakin.
Ya, manusia lemah dan malang yang secara fitrah menginginkan kehidupan abadi, yang memiliki harapan dan cita tanpa batas, juga duka derita tiada batas, bukan hal mustahil jika segala hal dan pelengkap selain keimanan kepada Allah, mengenal Allah dan segala wasilah untuk itu yang merupakan asas utama sekaligus kunci bagi kehidupan abadi, runtuh dan tiada bernilai baginya, bahkan sebagian besar di antaranya tiada berharga.
Mengingat hakikat ini sudah dijelaskan dalam Risalah-risalah An-Nur dengan bukti-bukti kuat, kami alihkan penjelasannya ke sana. Hanya saja, pada bagian ini kami
96. Page
akan menjelaskan dua kesalahan yang mengguncang keimanan serta memicu keraguan di zaman sekarang ini.
Ada dua permasalahan pada bagian ini;
Kesalahan pertama;
Dan jalan menyelamatkan diri dari kesalahan ini ada dua permasalahan;
Permasalahan pertama;
Seperti yang telah dijelaskan secara rinci dalam “kilauan ketigabelas” dari “catatan ketigapuluh satu” bahwa menafikan hal-hal yang sudah terbukti dalam permasalahan-permasalahan umum tiada bernilai. Dan kekuatan untuk menafikannya juga kecil sekali.
Contoh; ketika ada dua saksi dari kalangan awam bahwa keduanya telah melihat hilal awal Ramadhan, sementara ribuan kalangan berilmu menyatakan, “Kami tidak melihat hilal,” saat itu penafian mereka ini tiada bernilai dan tidak kuat, karena dalam penegasan, satu orang memperkuat yang lain, dan di dalam penegasan terdapat penguatan dan kesepakatan. Sementara dalam penafian, tidak ada bedanya antara satu orang ataupun seribu orang, sehingga masing-masing orang terpisah secara tersendiri, karena orang yang menegaskan melihat sesuatu yang berada di luar dan memutuskan sesuai apa adanya.
Contoh; misalkan ada orang berkata –seperti yang ada dalam contoh di atas-, “Itu dia hilalnya di langit.” Saat itu, temannya juga menunjukkan jari ke arah hilal, memperkuat dan mempertegas temannya, sehingga keduanya menyatu dan saling menguatkan.
Sementara dalam penafian dan pengingkaran, orang yang menafikan tidak melihat hal yang sama dan tidak bisa melihat, karena tidak mungkin menegaskan penafian yang tidak khusus dan tidak mengarah ke tempat tertentu. Ini adalah kaidah yang masyhur.
Contoh; ketika saya menegaskan keberadaan sesuatu di alam, sementara Anda mengingkari keberadaannya. Untuk membuktikan penafian sesuatu yang keberadaannya bisa ditegaskan dengan isyarat mudah dari saya, atau dengan kata lain untuk menegaskan sesuatu tersebut tidak ada, Anda harus mencari sesuatu itu di seluruh alam, dan Anda harus melihat seluruh bagian alam. bahkan, Anda harus melihat seluruh bagian zaman yang telah berlalu, setelah itu Anda baru bisa mengatakan, “Itu tidak ada.” Dan itu mustahil.
Mengingat orang-orang yang menafikan dan mengingkari tidak melihat hal yang sama, dan mereka hanya memutuskan hukum sesuai anggapan diri, akal dan pandangan, mereka tidak saling memperkuat satu sama lain, karena halangan-halangan dan sebab-sebab yang menghalangi mereka untuk melihat dan mengetahui berbeda satu sama lain, sehingga setiap orang bisa mengatakan, “Saya tidak melihatnya. Menurut pandangan dan keyakinan saya, hal itu tidak ada.” Namun ia tidak bisa mengatakan, “Ia tidak ada di alam nyata.” Jika ia mengatakan seperti itu –khususnya dalam masalah-masalah iman terkait alam raya- kata-katanya dusta besar sebesar dunia, sama sekali tidak benar, tidak mungkin dibenarkan sama sekali.
Kesimpulan;
Hasil dalam penegasan sama, dan di dalamnya terdapat penguatan satu sama lain, sementara hasil penafian tidak sama, berbeda-beda, dan tidak sepatutnya menimbulkan keraguan mutlak dalam keyakinan dan keimanan seorang mukmin. Hanya saja penafian dan pengingkaran para filosof Eropah pada zaman sekarang ini menimbulkan keraguan
97. Page
pada sejumlah pecinta mereka yang sengsara, sehingga melenyapkan keyakinan dan menghancurkan kebahagiaan abadi mereka, merubah kematian yang menimpa tigapuluh ribu umat manusia setiap hari dari arti yang sebenarnya, yaitu mengakhiri peran manusia di muka bumi, menjadi bentuk hukuman mati abadi dan batas akhir yang menakutkan. Kuburan yang pintunya tiada tertutup, meracuni kenikmatan-kenikmatan hidup si pengingkar, menyusahkan kehidupannya dengan duka derita yang menyakitkan, memperlihatkan ketiadaan menakutkan dan hukuman mati abadi padanya.
Untuk itu fahamilah;
Betapa agungnya iman dan alangkah besar nikmat iman! Fahamilah bagaimana iman adalah kehidupan bagi kehidupan!
Permasalahan kedua;
Dalam suatu permasalahan ilmu atau keahlian yang diperdebatkan, perkataan orang yang berada di luar lingkup ilmu dan keahlian tersebut tidak bisa dijadikan acuan, meski mereka adalah orang-orang besar, ilmuwan, dan pencipta. Putusan-putusan mereka tidak menjadi hujah, dan tidak termasuk dalam kesepakatan ilmuan di bidang tersebut.
Contoh; putusan seorang arsitek besar terkait diagnosa dan pengobatan terhadap suatu penyakit tidak diperdulikan, tidak seperti putusan seorang dokter kecil yang ahli di bidang penyakit tersebut. Dengan demikian, tentu lebih patut tidak diperdulikan jika perkataan filosof terbesar yang merasuk ke dalam materialisme yang mengisyaratkan pengingkaran sehingga menjauh dari hal-hal maknawi, bingung untuk mencari cahaya, buta untuk melihat cahaya, sehingga akalnya melorot ke matanya dan tiada memiliki nilai.
Lantas seberapa nilai perkataan-perkataan para filosof –yang tenggelam dalam sebagian besar masalah-masalah materi yang tidak jelas, membahas banyak sekali hal-hal mendetail dan kecil, mereka tenggelam di sana dan tertimpa pening kepala- terkait masalah-masalah tauhid, kesucian dan maknawi yang telah disepakati ratusan ribu ahli hakikat seperti Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani yang melihat Arsy terbesar sementara ia di bumi, yang memiliki kecerdasan luar biasa tiada banding, yang menapaki tingkat tinggi dalam hal-hal maknawi dan berusaha mencapainya selama sembilanpuluh tahun, mengungkap hakikat-hakikat iman secara ilmul yaqin dan ‘anilul yaqin, bahkan haqqul yakin?!
Bukankah pengingkaran dan penentangan mereka yang lemah dan tiada berharga laksana dengungan nyamuk bagi halilintar?
Esensi kekafiran yang menentang dan melawan hakikat-hakikat Islam adalah pengingkaran, kebodohan, penafian, dan berarti tidak ada meski secara zhahir ada wujudnya. Sementara iman adalah ilmu, wujud, penegasan, dan hukum, bahkan setiap permasalahan-permasalahan keimanan yang negatif adalah nama dan hijab bagi hakikat positif.
Para penganut kekafiran yang melawan keimanan kala berusaha menegaskan dan menerima keyakinan-keyakinan negatif dengan sejumlah permasalahan sulit laksana menerima dan membenarkan ketiadaan, pengingkaran ini bisa disebut sebagai ilmu tidak benar dan putusan keliru. Namun tidak menerima dan tidak membenarkan yang mudah untuk dilakukan, ini tidak lain adalah kebodohan mutlak dan tidak adanya hukum.
98. Page
Kesimpulan;
Keyakinan kafir ada dua bagian;
Pertama; keyakinan kafir terkait hakikat-hakikat Islam; kepercayaan keliru, keyakinan batil, penerimaan tidak benar, putusan zalim dari jenis khusus. Bagian ini di luar pembahasan kita dan tidak ada sangkut pautnya dengan kita.
Kedua; keyakinan kafir yang menentang hakikat-hakikat iman. Keyakinan ini juga ada;
Pertama; tidak menerima, yaitu semata tidak membenarkan sesuatu yang ada. Ini kebodohan dan bukan hukum. Ini mudah dilakukan, dan bagian ini juga berada di luar pembahasan kita.
Kedua; menerima ketiadaan, yaitu membenarkan ketiadaan dengan hati. Bagian ini adalah hukum, keyakinan, dan keharusan. Orang yang menempuh bagian ini terpaksa harus menegaskan apa yang ia nafikan untuk ia terapkan.
Sementara nafi juga ada dua bagian;
Bagian pertama menyatakan; sesuatu tertentu tidak ada di tempat dan di arah tertentu. Bagian ini bisa ditegaskan keberadaannya. Bagian ini juga berada di luar pembahasan kita.
Bagian kedua; penafian dan pengingkaran masalah-masalah iman nan suci yang bersifat umum dan meliputi terkait alam, jagad raya, akhirat, dan masa. Penafian ini tidak mungkin ditegaskan keberadaannya dengan cara apapun seperti yang telah kami jelaskan dalam permasalahan pertama, karena mengharuskan adanya penglihatan yang meliputi seluruh alam, melihat akhirat, menyaksikan seluruh bagian masa tiada batas, sehingga bisa menegaskan penafian seperti ini.
Kesalahan kedua dan cara menghindari kesalahan ini.
Ada dua permasalahan pada bagian ini;
Permasalahan pertama;
Akal yang terlalu sempit untuk menjangkau keagungan dan kebesaran tiada batas karena kelalaian, kemaksiatan, atau tenggelam dalam hal-hal materi, tidak mampu meliputi permasalahan-permasalahan agung, sehingga akal menyimpang pada pengingkaran karena perdaya ilmu dan menafikan permasalahan-permasalahan tersebut.
Ya, mereka tidak mampu memahami permasalahan-permasalahan iman nan luas, mendalam, dan meliputi dengan akal mereka yang sempit dan kasar. Dan dengan hati mereka yang rusak dan mati terkait hal-hal maknawi, mereka melemparkan diri dan tenggelam dalam kekafiran dan kesesatan.
Andai mereka mampu melihat secara seksama ke arah esensi kekafiran dan kesesatan mereka, tentu mereka melihat ratusan kelemahan kemustahilan yang tersembunyi di dalam kekafiran, sebagai kebalikan dari keagungan yang masuk akal, serasi, dan pasti yang ada dalam keimanan.
Risalah-risalah An-Nur telah menegaskan hakikat ini dengan ratusan perbandingan secara pasti, sepasti dua dikali dua sama dengan empat.
Contoh; orang yang tidak mampu menerima keberadaan Allah, keazalian, dan sifat-sifat-Nya yang meliputi karena memiliki keagungan, kemungkinan ia mengalihkan wujud-Nya yang wajib ada, keazalian dan sifat-sifat uluhiyah-Nya kepada wujud-wujud tanpa batas, bahkan kepada atom-atom tanpa batas, sehingga ia meyakini kekafiran. Dan mungkin ia melepaskan diri dari akal, mengingkari dan menafikan wujud Zat-Nya dan
99. Page
wujud jagad raya, seperti sophist (orang yang pandai memutar-balikkan fakta) yang bodoh.
Seperti itulah seluruh hakikat-hakikat iman dan Islam menyandarkan diri kepada keagungan yang merupakan konsekwensinya, menyelamatkan diri dari kemustahilan-kemustahilan kekafiran nan mencekam, khurafat-khurafat menakutkan, dan kebodohan-kebodohan nan kelam, serta memperkokoh kepatuhan secara sempurna, berserah diri dalam hati dan akal yang lurus.
Ya, keagungan dan kebesaran adalah keharusan yang tidak bisa diabaikan. Ini terlihat jelas melalui pemberitahuan akan keagungan dan kebesaran setiap saat dalam azan dan iqamat, juga di sebagian besar syiar-syiar Islam dengan mengumandangkan;
Allahu akbar Allahu akbar … Allahu akbar Allahu akbar
Juga terlihat jelas dalam hadits qudsi, “Keagungan adalah sarung-Ku dan kebesaran adalah baju-Ku.”[1]
Wahai Zat yang tiada kerajaan selain kerajaan-Nya
Wahai Zat yang para hamba tidak membatasi pujian untuk-Nya
Wahai Zat yang seluruh makhluk tiada mampu mensifati keluhuran-Nya
Wahai Zat yang segala pemahaman tidak menjangkau sifat-sifat-Nya
Wahai Zat yang seluruh penglihatan tidak menjangkau kesempurnaan-Nya
Wahai Zat yang seluruh fikiran tidak mencapai kebesaran-Nya
Wahai Zat yang manusia tidak bisa mensifati-Nya
Wahai Zat yang seluruh hamba tiada mampu menolak putusan-Nya
Wahai Zat yang tanda-tanda kebesaran-Nya nampak pada segala sesuatu
Maha Suci Engkau wahai tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain-Mu, berilah kami keamanan, berilah kami keamanan, selamatkanlah kami dari neraka; ini semua menunjukkan bahwa keagungan dan kebesaran merupakan dua hijab pasti.
[1] Bagian dari hadits riwayat Abu Hurairah r.a., dari Nabi Saw., dari Rabbul Izzah. Baca; Mushannaf Ibnu Abi Syaibah (V/329), Musnad Asy-Syihab (II/331).
100. Page
Maqam Kedua
بسم الله الرحمن الرحيم
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمٰوٰتُ السَّبْعُ وَالْاَرْضُ وَمَنْ فِيْهِنَّۗ وَاِنْ مِّنْ شَيْءٍ اِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهٖ وَلٰكِنْ لَّا تَفْقَهُوْنَ تَسْبِيْحَهُمْۗ اِنَّهٗ كَانَ حَلِيْمًا غَفُوْرًا
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Isra`: 44)
Maqam kedua ini menjelaskan dalil-dalil maqam pertama yang disampaikan dalam bahasa Arab, juga hujah dan terjemah makna-maknanya, di samping sebagai penafsiran ayat agung di atas.
Ayat-ayat Al-Qur'an seperti ayat agung yang memperkenalkan Pencipta alam raya ini, lebih dulu menyebut langit yang merupakan lembaran tauhid paling terang yang disaksikan segala sesuatu di setiap saat dengan kekaguman luar biasa dan menatapnya dengan daya rasa. Untuk itu, tepat kiranya jika permasalahan ini dibahas di awal.
Ya, siapapun yang datang sebagai tamu di kerajaan dunia ini dan menempati ruang jamuan, setiap kali membuka kedua mata dan menatap, pasti melihat;
Tuan rumah yang sangat mulia, pameran yang sangat indah, camp pelatihan yang sangat berwibawa, tempat wisata indah nan amat asri, pameran yang sangat menggugah kerinduan dan rasa bahagia, kita terbuka penuh makna nan sangat fasih dan bijak.
Kala si tamu pengelana ini ingin mengetahui dan mengenal si pemilik jamuan mulia ini, si penulis kitab besar ini, juga penguasa kerajaan nan sangat berwibawa ini, tiba-tiba wajah langit nan indah gemerlap dengan bintang-bintang terang, langit menurunkan hujan seraya menyeru, “Tataplah saya, saya akan memperkenalkanmu pada Siapa yang kau cari.”
Si pengelana ini kemudian menatap dan melihat;
Di balik ketinggiannya tanpa tiang ataupun sandaran, terdapat ratusan ribu bintang-bintang langit, di antaranya ada yang seribu kali lebih besar dari bumi kita, dan ada yang gerakannya tujuhpuluh kali lebih cepat dari peluru.
Pergerakan benda-benda langit secara bersamaan dengan kecepatan luar biasa tanpa berdesakan ataupun bertubrukan …
Lampu-lampu menggantung tiada batas yang menyala tanpa minyak dan tiada pernah padam …
Rotasi kelompok-kelompok beda besar tiada batas tanpa kekacauan, kegaduhan ataupun kerusakan …
Si pengelana juga melihat;
Ditundukkannya makhluk-makhluk besar untuk tugas tertentu, seperti matahari dan bulan yang tunduk untuk menjalankan tugas-tugas tanpa enggan dan lamban …
Diaturnya jumlah besar makhluk besar yang tiada terhitung oleh angkat di ruang nun jauh dan terbentang luas tanpa batas di sana di antara lingkup dua kutub, bergerak dalam waktu yang sama, dengan kekuatan yang sama, dengan model yang sama, dengan
101. Page
stempel yang sama, dengan bentuk yang sama dan menyeru tanpa adanya kekurangan atau kesalahan sedikitpun …
Pembiasan rububiyah yang ia lihat berikut membuatnya tercengang;
Benda-benda besar berotasi yang memiliki kekuatan besar dan melampaui batasan-batasannya ini tunduk dan patuh mengikuti aturan-aturan yang mengikatnya tanpa menerjang ataupun menyimpang.
Wajah langit yang dibuat jernih dan bersih, membersihkan kotoran akibat reruntuhan puing-puing benda-benda langit yang berdesakan, tanpa terlihat adanya suatu kotoran apapun.
Benda-benda langit digiring laksana manuver militer yang tertata rapi dan diperlihatkan di hadapan seluruh makhluk yang menyaksikan, seakan mereka semua melihat film cinema. Bumi berotasi mempergilirkan siang dan malam. Pemandangan-pemandangan hakiki manuver menawan nan menggugah hayalan yang nampak pada setiap malam sepanjang tahun yang selalu berganti dan berubah.
Rububiyah mulia dan hakikat jelas yang nampak di balik efektivitas rububiyah yang terdiri dari; penundukan, pengaturan, penataan, pembersihan, dan pemberian tugas, semuanya bersaksi akan wajibnya keberadaan Sang Pencipta langit, bersaksi akan keesaan-Nya, bersaksi akan keagungan rububiyah nan sangat berwibawa, cakupan rububiyah nan menyeluruh, juga bersaksi –seperti yang nampak dengan jelas- bahwa keberadaan-Nya lebih jelas dari keberadaan langit tersebut.
Makna ini sudah disampaikan dalam tingkatan pertama dari maqam pertama; la ilaha illallah (tiada tuhan -yang berhak diibadahi- selain Allah), Zat yang wajib ada, yang kewajiban keberadaan-Nya di dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh langit dengan segala sesuatu yang ada di dalamnya dengan kesaksian agung yang menyeluruh dan hakiki di balik penundukan, pengaturan, pe-rotasian, dan pemberian tugas nan luas dan disempurnakan oleh kesaksian ini.
Selanjutnya ruang angkasa yang merupakan tempat perkumpulan berbagai keajaiban, pameran hal-hal luar biasa yang disebut sebagai udara, dengan suara bergemuruh memanggil orang yang datang ke dunia, si tamu pengelana itu;
“Lihatlah saya, saya akan menunjukkanmu pada siang yang kau cari dengan sepenuh cinta dan kerinduan, saya akan memperkenalkanmu pada siapa yang mengirimmu ke mari.”
Ia kemudian menatap ke wajah ruang angkasa kelabu kala meneteskan rahmat (baca; hujan)! Mendengarkan gema menakutkan kala langit membawa minuman kabar gembira! Si tamu itu lalu mengetahui bahwa;
Awan yang bergantung di antara langit dan bumi, menyirami taman bumi dengan air yang memancarkan hikmah dan rahmat, memberikan air pembangkit kehidupan kepada para penduduk bumi, mendinginkan tingkat panas –panasnya kehidupan- dan selalu berada di tempat dimana ia diperlukan.
Meski awan berat dan besar menjalankan banyak sekali peran seperti ini, namun awan segera menghilang setelah memenuhi seluruh udara, ia kemudian menarik seluruh bagian-bagiannya untuk istirahat, lenyap dari pandangan tanpa meninggalkan jejak apapun laksana muncul dan menghilangnya pasukan tertata rapi sesuai perintah-perintah seketika yang disampaikan. Namun begitu menerima perintah, “Ayo, turunkan hujan!” seluruh awan langsung berkumpul dan memenuhi udara seketika itu juga, bahkan
102. Page
langsung menutupi udara dalam hitungan menit, bersiap-siap laksana prajurit yang menantikan perintah sang panglima.
Selanjutnya, si tamu pengelana itu menatap ke arah angin yang berhembus di udara, ia mengetahui udara dipergunakan untuk banyak peran yang sangat bijak dan mulia, seakan setiap bagian terkecil udara yang tidak memiliki perasaan ini, mendengar dan memahami segala perintah Penguasa alam raya yang ditujukan padanya.
Angin selanjutnya memberikan pelayanan dengan kekuatan Yang memberikan perintah, dan ia laksanakan perintah itu dengan sangat teratur dan jeli, tanpa terlambat sedikit pun, selanjutnya partikel-partikel udara paling kecil ini masuk ketika seluruh makhluk hidup bumi menghirup udara, atau memindahkan suara dan unsur-unsur utama yang diperlukan para makhluk hidup, seperti unsur panas, cahaya, dan gelombang elektromagnetik, atau bertugas sebagai perantara untuk menyerbukkan tanaman-tanaman, dan tugas-tugas serupa lainnya.
Udara dipergunakan untuk pelayanan-pelayanan ini oleh tangan gaib yang penuh dengan perasaan, ilmu, dan vitalitas.
Si tamu pengelana itu kemudian menatap ke arah hujan, ia mengetahui bahwa tetes-tetes lembut nan tawar yang dikirim dari simpanan rahmat gaib, yang dihiasi dengan hadiah-hadiah rahmani dan banyak sekali peran, hingga akan rahmat yang dihadiahkan tertuang dari mata air simpanan rabbani dalam wujud tetesan-tetesan yang turun dengan lebat.
Untuk itu, hujan dalam bahasa Arab disebut ghaits (yang secara harfiah berarti pertolongan) dan rahmat.
Si tamu pengelana itu kemudian menatap ke arah petir dan mendengar suara halilintar, ia kemudian mengetahui bahwa keduanya dipergunakan untuk hal-hal yang sangat luar biasa dan mengherankan.
Pandangannya kemudian kembali kepada akal, ia berbicara pada diri sendiri seraya berkata;
“Awan yang merupakan benda mati dan tidak memiliki perasaan, dihembuskan laksana anai-anai ini, tentu saja tidak mengenali kita, tidak mungkin bekerja sendiri untuk memberikan bantuan kepada kita karena mengasihi kita dan iba pada kondisi kita, tidak mungkin muncul dan lenyap di langit tanpa perintah. Ia pasti bekerja sesuai tugasnya berdasarkan perintah Sang Maha Kuasa yang berkuasa secara mutlak, Sang Maha Penyayang yang memiliki rahmat secara mutlak, dimana awan lenyap tanpa bekas, kemudian setelah itu muncul seketika, menerima pekerjaan yang harus dilaksanakan, selanjutnya memenuhi dan mengosongkan alam udara dari waktu ke waktu untuk melaksanakan perintah Sang Maha Kuasa, Maha Mulia, Maha Tinggi, Maha berbuat. Ia kemudian merubahnya menjadi papan penghapusan dan penegasan; papan penghapusan dengan pembebasan tugas dan papan penegasan dengan hikmah. Juga Ia rubah menjadi bentuk perhimpunan dan kiamat.
Awan menunggangi punggung angin berdasarkan pengaturan Sang Penguasa, Maha Pengatur, Maha Lembut yang sangat lembut, Maha berbuat baik yang sangat baik, Maha Mulia yang sangat mulia, dan Rabb yang berada di puncak rububiyah. Allah menyertakan simpanan-simpanan hujan bak gunung-gunung bersama angin, lalu angin mengantarkan simpanan-simpanan hujan itu ke tempat-tempat yang memerlukan, seakan ia iba pada tempat-tempat tersebut, datang ke sana dengan berderai air mata karena kondisinya, membuatnya tersenyum dengan bunga-bunga merekah, meredakan teriknya
103. Page
sinar matahari nan menyengat, menyiramkan air ke taman-tamannya, membasuh dan membersihkan wajah bumi.
Selanjutnya, si pengelana itu berbicara kepada akalnya;
“Semua hal ini, segala kebaikan, dan pertolongan yang meluapkan ribuan hikmah, rahmat, dan penciptaan, yang muncul ke alam nyata dengan tirai penutup dan juga wujud nyata berupa hawa yang tiada memiliki kehidupan dan perasaan, yang selalu bergerak dan tiada pernah diam, memiliki hembusan kencang dan guncangan, tiada memiliki keteguhan ataupun tujuan; secara pasti menunjukkan bahwa angin yang terus bergerak dan aktif ini tidak memiliki pergerakan sendiri, tapi ia bergerak berdasarkan perintah Yang Maha memerintahkan, Maha Kuasa secara mutlak, Maha mengetahui secara mutlak, Maha Bijaksana secara mutlak, Maha Mulia secara mutlak, seakan setiap partikel-partikel kecil udara memahami setiap perintah dan pekerjaan, memahami dan mendengar setiap perintah Sang Pemberi perintah itu, mendengar setiap perintah rabbani yang muncul di udara dan mematuhinya bak seorang prajurit.
Saya tahu bahwa partikel-partikel udara paling kecil yang tersusun dari dua materi sederhana; nitrogen dan oksigen, yang digunakan untuk pernafasan seluruh makhluk hidup, keberlangsungan hidup, juga untuk penyerbukan dan pertumbuhan segala tumbuh-tumbuhan, mengantarkan materi-materi penting untuk kehidupan tumbuh-tumbuhan, mengarak dan mengatur awan, menjalankan bahtera tanpa bahan bakar, khususnya untuk mengantarkan suara, dan khususnya lagi menyampaikan percakapan-percakapan tanpa kabel, telegram dan radio.
Di samping fungsi-fungsi menyeluruh secara umum ini, udara juga digunakan oleh tangan hikmah –dengan kemiripan satu sama lain- secara tertata rapi untuk ratusan ribu kreasi rabbani di muka bumi.”
Setelah itu si pengelana itu berkata dan menilai dengan yakin;
“Dengan demikian, Zat yang mengatur dan menggunakan angin dalam pekerjaan-pekerjaan rabbani tanpa batas, yang menundukkan dan menggunakan awan dalam urusan-urusan rahmani tanpa batas, yang menciptakan udara dalam bentuk seperti ini, tidak lain adalah Rabb Pemilik keluhuran dan kemuliaan, Zat yang wajib ada, Maha Kuasa atas segala sesuatu, Maha mengetahui segala sesuatu, seperti yang dinyatakan oleh ayat;
وَّتَصْرِيْفِ الرِّيٰحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِ بَيْنَ السَّمَاۤءِ وَالْاَرْضِ
“Dan pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi.” (QS. Al-Baqarah: 164)
Selanjutnya si pengelana menatap ke arah hujan, ia mengetahui bahwa di dalam hujan terdapat banyak sekali manfaat sebanyak tetesan-tetesannya, pembiasan-pembiasan rahmani sebanyak biji-bijian yang ditumbuhkan, terdapat hikmah sebanyak rintik-rintiknya.
Tetesan-tetesan lembut dan penuh berkah ini diciptakan secara menawan dan tertata rapi, dikirim dan diturunkan dengan takaran dan penataan suhu dingin yang muncul di musim panas secara khusus, dimana angin-angin kencang yang disertai topan badai dan membuat benda-benda besar saling bertubrukan satu sama lain, sama sekali tidak merusak takaran ataupun aturannya, tidak menjadikan tetes-tetes hujan sebagai hujan lebat yang membahayakan dengan mengumpulkan semuanya menjadi satu lalu semuanya saling bertubrukan satu sama lain.
104. Page
Air yang tersusun dari dua materi sederhana; uap dan oksigen yang keduanya merupakan benda mati tanpa perasaan, yang sama-sama dipergunakan dalam urusan-urusan bijak nan banyak, khususnya untuk makhluk hidup, dipergunakan dalam berbagai pelayanan dan ciptaan nan beragam yang memiliki ratusan ribu hikmah dan perasaan.
Dengan demikian, hujan yang merupakan inti rahmat yang berwujud ini secara diciptakan dalam simpanan rahmat gaib milik Sang Maha Pengasih lagi Penyayang.
Turunnya hujan menafsirkan ayat berikut secara materi;
وَهُوَ الَّذِيْ يُنَزِّلُ الْغَيْثَ مِنْۢ بَعْدِ مَا قَنَطُوْا وَيَنْشُرُ رَحْمَتَهٗ ۗوَهُوَ الْوَلِيُّ الْحَمِيْدُ
“Dan Dialah yang menurunkan hujan sesudah mereka berputus asa dan menyebarkan rahmat-Nya. Dan Dialah yang Maha pelindung lagi Maha Terpuji.” (QS. Asy-Syura: 28)
Ia kemudian mendengarkan suara halilintar, menatap petir, dan mengetahui bahwa kedua peristiwa udara nan luar biasa ini, selain secara sempurna memberikan penafsiran secara materi kedua ayat berikut;
وَيُسَبِّحُ الرَّعْدُ بِحَمْدِهٖ
“Dan guruh itu bertasbih dengan memuji Allah.” (QS. Ar-Ra’du: 13)
Dan firman-Nya;
يَكَادُ سَنَا بَرْقِهٖ يَذْهَبُ بِالْاَبْصَارِ ۗ
“Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.” (QS. An-Nur: 43) Juga mengabarkan datangnya hujan untuk menyampaikan kabar gembira bagi makhluk-makhluk yang memerlukan hujan.
Ya, halilintar dan kilat memukul kepala orang lalai bak palu melalui kondisi-kondisi keduanya nan bijak dan luar biasa, laksana membuat udara berbicara melalui gema besar yang muncul seketika yang sebelumnya sama sekali tidak ada, memenuhi udara nan gelap dengan cahaya dan api yang sangat kuat, menyalakan awan besar bak gunung-gunung, wujudnya yang mirip kapas, laksana pompa air, suhu dingin dan salju. Keduanya mengingatkan si pengelana tersebut seraya mengatakan, “Tegakkan kepalamu, lalu lihatlah urusan-urusan indah Yang Maha berbuat dan Pemilik kuasa yang ingin memperkenalkan diri. Seperti halnya engkau tidak dibiarkan bebas begitu saja, seperti itu juga peristiwa-peristiwa itu tidak akan dibiarkan begitu saja, karena masing-masing di antaranya digiring untuk menjalankan tugas-tugas yang sangat bijak, digunakan oleh Yang Maha mengatur lagi Maha Bijaksana.
Si pengelana ini mendengar kesaksian luhur dan nyata sebuah hakikat berupa awan yang ditundukkan di udara, angin yang berhembus, hujan yang turun, dan segala kejadian-kejadian udara yang diatur. Ia kemudian mengucapkan, “Saya beriman kepada Allah.”
Alenia “Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh udara dengan segala yang ada di dalamnya dengan kesaksian akan keagungan cakupan penguasaan (angin), pengaturan (awan), dan penurunan (hujan) nan luas dan terintegrasi secara nyata” yang disebutkan dalam “tingkatan kedua” dari “maqam pertama,” menunjukkan kesaksian-kesaksian si pengelana terkait udara.
105. Page
Perhatian;
Saya sebenarnya ingin menjelaskan tigapuluh tiga tingkatan tauhid yang tertera dalam maqam pertama. Namun saya terpaksa hanya menyebut dan menerjemahkan dalil-dalil singkat sekali karena kondisi saya saat ini yang tidak memungkinkan.
Sebagian di antara tigapuluh tiga tingkatan ini sudah dijelaskan dalam masing-masing dari tigapuluh risalah, bahkan seratus risalah di antara Risalah-risalah An-Nur dengan cara yang berbeda. Untuk itu penjelasannya saya alihkan ke sana saja.
Selanjutnya bumi dengan bahasa kondisionalnya berkata kepada si pengelana pemikir yang terbiasa menapaki perjalanan renungan ini, “Kenapa kau berkelana ke langit, angkasa dan udara?! Kemarilah, aku akan memperkenalkanmu pada siapa yang kau cari.
Perhatikan tugas-tugas yang saya jalankan, bacalah lembaran-lembaran saya!” Ia kemudian menatap dan mengetahui bahwa bumi ini dengan pergerakannya –laksana orang Maulawi yang tertarik cinta ruhani- mengelilingi padang Mahsyar terbesar, menggariskan lingkaran yang menyebabkan terjadinya hari, tahun, dan musim. Bumi adalah bahtera rabbani yang ditundukkan dengan ratusan ribu jenis makhluk hidup di dalamnya, lengkap dengan seluruh rizki dan keperluan mereka semua. Bahtera bumi ini membawa mereka mengarungi samudera ruang angkasa dengan sangat seimbang dan teratur, berotasi mengelilingi matahari.
Ia kemudian menatap lembaran-lembaran bumi, ia tahu bahwa setiap lembaran pintu-pintu bumi memperkenalkan kepada Rabb Penguasa bumi ini melalui ribuan tanda-tanda kebesarannya.
Karena si pengelana itu tidak punya waktu untuk membaca semua lembaran, ia hanya melihat satu lembaran saja; lembaran penciptaan dan penataan makhluk-makhluk hidup pada musim semi, ia kemudian menyaksikan bahwa wujud setiap anggota kelompok makhluk hidup tanpa batas dari seratus ribu jenis, merekah dari bahan dan unsur sederhana, merekah sangat teratur sekali, dirawat sepenuh kasih sayang, sebagian benih tanaman diberi sayap-sayap kecil yang sangat luar biasa, disebar dan ditata dengan sangat teratur, diberi rizki dan makanan dengan sepenuh kasih sayang. Rizki tanpa batas dan beraneka ragam yang nikmat, sampai kepada mereka dengan penuh rahmat, rizki dari ketiadaan dan berasal dari tanah kering, dari akar-akar yang mirip tulang, biji dan tetes-tetes air mani yang serupa dan tidak berbeda satu sama lain selain hanya sedikit saja, setiap musim semi yang laksana gerbong kereta yang memuat seratus ribu macam makanan dan kebutuhan utama dari simpanan gaib yang tertata dengan sempurna, yang dikirim kepada makhluk-makhluk hidup. Selanjutnya susu kemasan yang dikirim kepada anak-anak kecil para makhluk di dalam kemasan rizki-rizki khusus, dikirimnya pompa kecil untuk susu nan murni yang melekat di dada-dada para makhluk nan menyayangi anak-anaknya.
Saya katakan, si pengelana itu menyaksikan kasih sayang, rahmat, dan hikmah di balik semua ini, karena secara pasti menegaskan bahwa itu semua merupakan salah satu di antara sekian banyak pembiasan rahmat dan kebaikan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang yang berada di puncak kasih sayang dan perawatan.
106. Page
Kesimpulan;
Si pengelana itu mengerti bahwa sebagaimana lembaran hidup musim semi ini menafsirkan ayat berikut secara materi dan sangat jelas;
فَانْظُرْ اِلٰٓى اٰثٰرِ رَحْمَتِ اللّٰهِ كَيْفَ يُحْيِ الْاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَاۗ اِنَّ ذٰلِكَ لَمُحْيِ الْمَوْتٰىۚ وَهُوَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Maka perhatikanlah bekas-bekas rahmat Allah, bagaimana Allah menghidupkan bumi yang sudah mati. Sesungguhnya (Tuhan yang berkuasa seperti) demikian benar-benar (berkuasa) menghidupkan orang-orang yang telah mati. Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (QS. Ar-Rum: 50) Melalui seratus ribu contoh bagi perhimpunan makhluk terbesar yang diperlihatkan, ayat ini juga menunjukkan makna-makna lembaran tersebut secara luar biasa, menunjukkan “la ilaha illallah” disebut bersama besar dan kuatnya bumi.
Untuk mengungkapkan kesaksian-kesaksian tersebut dengan sebuah kesaksian singkat satu di antara duapuluh lembar bagi satu halaman di antara halaman-halaman besar bumi yang berjumlah lebih dari duapuluh halaman, makna-makna kesaksian si pengelana tersebut terkait lembaran-lembaran wajah lain telah disebut dalam tingkatan kedua dari maqam pertama sebagai berikut; “Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh bumi dengan segala sesuatu yang ada di dalam dan di atasnya melalui sebuah kesaksian agung cakupan hakiki penguasaan (angin), pengaturan (awan), perekahan (bunga-bunga), penyebaran benih, penjagaan, penataan, dan penghidupan bagi seluruh makhluk hidup, rahmaniyah dan rahimiyah menyeluruh yang disempurnakan oleh kesaksian ini.”
Selanjutnya, setiap kali si pengelana itu membaca satu lembaran, keimanannya yang merupakan kunci kebahagiaan, kian menguat, makrifatnya yang merupakan kunci peningkatan maknawi, kian bertambah, tingkatan lain hakikat keimanan kepada Allah yang merupakan asas dan bahan seluruh kesempurnaan, tersingkap.
Semakin kenikmatan dan daya rasa maknawi memberikan banyak sekali maknawi kepadanya –kala ia mendengar pelajaran-pelajaran kuat dan rapi yang diberikan langit, udara, dan bumi- keingintahuannya semakin bergejolak. Setiap kali membaca;
هَلْ مِنْ مَّزِيْدٍ
“Masih ada tambahan?” (QS. Qaf: 30) Ia mendengar gema zikir samudera dan sungai-sungai besar dalam gairah dan tarikan cinta ruhani, dengan suara-suara sendu nan nikmat. Dengan bahasa kondisi dan lisan, samudera dan sungai mengatakan, “Lihatlah dan bacalah kami!”
Si pengelana kemudian menatap, ia mengetahui bahwa samudera nan selalu bergelombang dengan gerakan turun-naik, yang mengelilingi bumi namun tidak memecah belah ataupun menariknya, meski samudera bergerak bersama bumi mengelilingi lingkaran seluas 25 ribu tahun dengan kecepatan luar biasa, samudera tetap tidak melampaui batas hingga menggenangi daratan bumi.
Dengan demikian, samudera ditenangkan, digerakkan, dan dijaga dengan perintah dan kekuatan Zat Pemilik kekuasaan dan keagungan mutlak.
Selanjutnya, si pengelana itu menatap ke dalam samudera, selain adanya batu-batu permata nan indah di dalamnya, ia juga tahu bahwa penghidupan, penataan, kelahiran dan kematian ribuan jenis hewan laut berlaku secara tertata rapi. Rizki dan makanan mereka semua yang muncul dari pasir-pasir bawah air, juga dari air yang sangat
107. Page
asin, secara pasti menunjukkan bahwa semua ini berlaku dengan penataan dan penghidupan yang diberikan Zat Maha Kuasa Pemilik keluhuran, Maha Penyayang Pemilik keindahan.
Selanjutnya si pengelana itu menatap ke arah sungai-sungai, ia mengetahui bahwa segala manfaat, tugas, hilir dan muaranya berlaku dengan hikmah dan rahmat, karena secara pasti menunjukkan bahwa seluruh sungai kecil, sumber mata air, aliran sungai, dan juga sungai-sungai besar memancarkan air dan mengalir dari simpanan rahmat Yang Maha Pengasih Pemilik keluhuran dan kemuliaan, bahkan semuanya menyimpan dan mengalirkan air secara luar biasa.
Bahkan dalam sebuah riwayat di sebutkan, bahwa empat sungai mengalir dari mata air surga. Artinya, sungai-sungai tersebut hanya memancarkan air dari simpanan surga maknawi, dari luapan mata air gaib yang tiada pernah mengering, karena ia mengalir melebihi kemampuan sebab-sebab lahiriah.
Contoh; sungai Nil yang merubah padang pasir Mesir menjadi taman, mengalir tiada henti dari sebuah gunung bernama gunung Qamar di sebelah selatan dan tidak pernah mengering, ia seakan sebuah lautan kecil. Andai air di hilir sungai ini dikumpulkan selama enam bulan dalam bentuk gunung dan dibekukan, tentu bentuknya lebih besar dari gunung tersebut, padahal tempat dan penyimpanan air yang berasal dari gunung tersebut tidak mencapai seperenamnya. Sementara air yang ada di hulunya sangat sedikit, karena hujan jarang turun di kawasan-kawasan panas tersebut, dan air yang sampai ke tempat penyimpanan juga sedikit, mengingat karakter tanah yang panas cenderung cepat menyerap air dan tidak mampu menjaga keseimbangan secara luas.
Untuk itu, yang dimaksud riwayat di atas adalah, sungai Nil yang mengalir dari surga gaib di luar batas kewajaran bumi, secara pasti menunjukkan hakikat nan mengatur dan kelembutan yang memiliki banyak sekali makna.
Seperti itulah si pengelana itu melihat sebuah kesaksian dan hakikat samudera dan sungai-sungai di antara ribuan kesaksian dan hakikat luas laksana samudera. Ia memahami bahwa semua ini sama-sama menyebut, “La ilaha illa huwa,” dengan kuat berbanding dengan besarnya samudera. Ia juga memahami bahwa samudera menampakkan kesaksian ini sebanyak bilangan makhluk-makhluk samudera.
Ungkapan makna kesaksian seluruh lautan dan sungai-sungai sudah disampaikan dalam “tingkatan keempat” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh seluruh samudera dan sungai beserta semua yang ada pada keduanya, dengan agung cakupan hakiki penguasaan (angin), pengaturan (awan), penjagaan, penyimpanan, penataan luas dan tertata rapi dengan kesaksian ini.”
Selanjutnya, gunung dan padang pasir memanggil si pengelana yang hanyut dalam wisata fikiran itu lalu berkata kepada, “Bacalah lembaran-lembaran kami juga!”
Ia kemudian menatap, ia memahami bahwa tugas-tugas dan pekerjaan yang dilakukan gunung secara menyeluruh, amat agung dan hikmah hingga pada batasan yang membingungkan akal.
Contoh; gunung muncul dari bumi berdasarkan perintah rabbani. Munculnya gunung meredakan gejolak dan amarah bumi yang muncul akibat gejolak-gejolak di dalam perut bumi. Bumi bernafas melalui letusan gunung-gunung tersebut, juga melalui
108. Page
celah-celah bumi, sehingga bumi terhindar dari segala guncangan dan gempa berbahaya, juga tidak merusak kenyamanan para penduduk bumi kala berotasi.
Dengan demikian, seperti halnya tiang-tiang perahu dipasang untuk menjaga agar perahu tidak berguncang, juga untuk menjaga keseimbangannya, demikian pula gunung juga merupakan pancang-pancang yang memiliki simpanan-simpanan bahtera bumi dengan makna yang sama, seperti yang disampaikan Al-Qur'an melalui banyak sekali ayat, di antaranya;
وَّالْجِبَالَ اَوْتَادًاۖ
“Dan gunung-gunung sebagai pasak?” (QS. An-Naba`: 7)
وَالْاَرْضَ مَدَدْنٰهَا وَاَلْقَيْنَا فِيْهَا رَوَاسِيَ
“Dan Kami menghamparkan bumi dan menjadikan padanya gunung-gunung.” (QS. Al-Hijr: 19)
وَالْجِبَالَ اَرْسٰىهَاۙ
“Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh.” (QS. An-Nazi’at: 32)
Contoh; di dalam gunung terdapat bermacam-macam sumber air, barang-barang tambang, bahan-bahan dan obat-obatan untuk makhluk-makhluk hidup. Semua kandungan ini disimpan, dihadirkan dan diletakkan dengan hikmah, pengaturan, kemuliaan, dan dipergunakan secara cermat, dimana si pengelana tersebut memahami bahwa semua itu secara pasti menunjukkan bahwa simpanan-simpanan tersebut adalah milik Yang Maha Kuasa dengan kuasa tanpa batas, Maha Bijaksana dengan hikmah tanpa batas.
Ia juga membandingkan kedua esensi tugas-tugas dan hikmah-hikmah besar yang ada pada padang pasir dan gunung ini, juga gunung dengan tugas-tugas dan hikmah-hikmah lainnya.
Ia mengetahui bahwa kesaksian gunung dan padang pasir dengan seluruh hikmahnya, khususnya hikmah cadangan yang ada di dalamnya, juga ungkapan tauhid “La ilaha illa huwa” sekuat dan sekokoh gunung, juga seluas dan selebar padang pasir, si pengelana akhirnya mengucapkan, “Saya beriman kepada Allah.”
Ungkapan makna ini, kesaksian berikut disebutkan dalam tingkatan kelima dari maqam pertama;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya ditunjukkan oleh seluruh gunung dan padang pasir beserta semua yang ada di dalamnya, juga kesaksian agung yang meliputi hakikat penyimpanan, pengaturan, penyebaran benih-benih, penjagaan, dan cadangan luas dan menyeluruh nan tertata rapi dan disempurnakan oleh kesaksian ini.”
Kala fikiran si pengelana ini menjelajah ke pegunungan dan padang pasir, pintu alam pepohonan dan tumbuh-tumbuhan terbuka di hadapan fikirannya, lalu memanggilnya dari dalam seraya mengatakan, “Jelajahilah alam kami dan bacalah tulisan-tulisan kami!”
Ia kemudian memasuki alam itu, ia mengetahui bahwa alam tersebut dibentuk sebagai sebuah majlis agung dengan hiasan tahlil dan tauhid, halaqah zikir dan syukur.
Melalui bahasa lisan seluruh jenis pepohonan dan tumbuhan, ia tahu bahwa seakan mereka semua secara bersama-sama membaca, “La ilaha illallah,” karena ia melihat tiga hakikat besar secara menyeluruh yang menunjukkan dan bersaksi bahwa
109. Page
seluruh pepohonan dan tumbuh-tumbuhan yang berbunga, bersaksi, bertasbih, dan mengucapkan, “La ilaha illa huwa” secara bersamaan melalui lisan dedaunan yang tertata dan fasih, melalui kata-kata bunga yang dirias rapi, dan melalui kata-kata buah nan tertata rapi.
Pertama; seperti halnya ia merasa bahwa masing-masing di antara pepohonan dan tumbuh-tumbuhan ini dimaksudkan dalam wujud yang sangat nyata, maka makna dan hakikat kebaikan serta karunia secara keseluruhan laksana cahaya matahari saat muncul.
Kedua; makna dan hakikat pembedaan kesengajaan bijak dan gambaran kehendak penuh kasih sayang nampak dengan jelas seterang siang hari di balik berbagai jenis dan kelompok pohon dan tumbuh-tumbuhan tanpa batas yang sama sekali tidak mungkin dialihkan pada faktor kebetulan. Ini menunjukkan bahwa tumbuh-tumbuhan dan pepohonan merupakan jejak-jejak dan ukiran Sang Pencipta Nan Maha Bijaksana.
Ketiga; si pengelana itu tahu bahwa merekahnya seratus ribu jenis biji-bijian dan benih yang terbatas dan terhitung dengan bentuk yang sama, membaur dan serupa persis atau dengan perbedaan kecil, dalam bentuk-bentuk dan ragam yang berbeda tanpa batas, ia tahu bahwa semua ini merupakan hakikat yang lebih terang dari matahari, ia tahu bahwa di luar sana terdapat banyak sekali bukti yang menegaskan hakikat tersebut sebanyak bilangan bunga-bunga, buah-buahan, dedaunan, dan semau wujud yang ada dalam musim semi. Ia akhirnya mengucapkan, “Segala puji bagi Allah atas nikmat iman.”
Makna ungkapan hakikat-hakikat dan kesaksian-kesaksian ini disebutkan dalam “tingkatan keenam” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaannya ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh jenis pepohonan dan tanaman yang bertasbih melalui kata-kata dedaunannya nan tertata dan fasih, melalui bunga-bunganya nan dihias rapi, melalui bunga-bunganya yang teratur dengan saksi keagungan cakupan hikmah nikmat, kemuliaan dan kebaikan dengan tujuan rahmat hakikat pembedaan, hiasan, gambaran kehendak dan hikmah, disertai kepastian petunjuk hakikat merekahnya seluruh bentuk benih dan biji-bijian yang terukur, dihias, dengan bentuk yang berbeda dan beragam tanpa batas, yang serupa dan mirip satu sama lain, dan dengan jumlah yang terbatas.
Kala si pengelana di bumi yang ingin tahu dan hanyut dalam wisata fikiran, yang daya rasa dan kerinduannya untuk menapak tinggi yang muncul dari taman musim semi kian meningkat, yang meraih rangkaian bunga makrifat dan keimanan seluas musim semi, tiba-tiba alam dunia hewan dan burung terbuka di hadapan akalnya nan menatap ke arah hakikat, di hadapan fikirannya yang merasa senang dengan makrifat.
Alam itu kemudian memanggil dan menyambut untuk masuk ke dalam dengan ratusan ribu suara dan bahasa yang berbeda. Ia kemudian masuk dan mengetahui bahwa seluruh jenis dan kelompok hewan dan burung, merubah wajah bumi menjadi ruang zikir dan majlis tahlil agung. Semuanya sepakat mengucapkan dengan bahasa lisan dan kondisi, “La ilaha illa huwa.”
Ia mengetahui bahwa masing-masing hewan dan burung laksana kasidah rabbani, kalimat subhani, huruf rahmani yang memiliki beragam makna, mensifati Sang Pencipta dan memuji-Nya, seakan perasaan hewan dan burung-burung tersebut, juga kekuatan, segala organ, bagian-bagian tubuh, serta semua peralatannya merupakan kata-kata yang tertata dan tersusun rapi, laksana kata-kata nan tersusun indah.
110. Page
Ia kemudian menyaksikan tiga hakikat agung nan menyeluruh yang secara pasti menunjukkan bahwa seluruh hewan dan burung bersyukur kepada Sang Pencipta dan Pemberi rizki dengan kalimat-kalimat ini, juga bersaksi akan keesaan-Nya.
Hakikat pertama;
Hakikat yang dari sisi manapun tidak mungkin disandarkan kepada faktor kebetulan yang membagi buta, kekuatan yang buta, dan faktor alam yang tidak memiliki kesadaran, yaitu hakikat penciptaan nan bijak, kreasi nan rapi, penciptaan atas kehendak dan ilmu dari ketiadaan.
Hakikat yang memberikan ruh dan kehidupan yang menunjukkan pembiasan ilmu, hikmah dan kehendak melalui duapuluh sisi yang bersaksi laksana bukti nyata bagi-Nya dengan kesaksian sebanyak makhluk hidup akan keberadaan Zat yang wajib ada, Maha Hidup, tiada henti mengurus makhluk, tujuh sifat-Nya, juga menunjukkan keesaan-Nya.
Hakikat kedua;
Penciptaan ratusan ribu bentuk yang merupakan mukjizat hikmah seluruh hewan tanpa batas, dari telur dan sel-sel telur, dari tetes-tetes air mani yang disebut nutfah –yang terbatas, memiliki bentuk yang sama ataupun berbeda sedikit-, kami katakan bahwa penciptaan semua bentuk ini secara tertata sempurna dan seimbang tanpa kesalahan sedikitpun, merupakan hakikat terang, dimana sinar terang hakikat ini merupakan dalil dan hujah sebanyak bilangan seluruh hewan.
Si pengelana itu mengetahui bahwa seluruh jenis hewan secara bersamaan mengucapkan, “La ilaha illa huwa” berdasarkan kesepakatan tiga hakikat ini, juga mengakui hal itu, seakan bumi yang laksana manusia besar ini mengucapkan, “La ilaha illa huwa” sebesar ukuran bumi, dan ucapan ini didengar para penghuni langit.
Seperti itulah ia mendapatkan pelajaran sempurna.
Hakikat-hakikat di atas disebutkan dalam “tingkatan ketujuh” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh jenis hewan dan burung yang memuji dan bersaksi dengan kata-kata perasaan, kekuatan, dan kelembutannya yang tersusun rapi dan fasih, dengan kata-kata seluruh organ, bagian-bagian tubuh, dan sarana-sarana pelengkap nan fasih, dengan kesaksian agung nan meliputi hakikat penciptaan dan kreasi atas kehendak dan hakikat pembedaan dan riasan yang dimaksudkan, juga hakikat penentuan dan pembentukan dengan hikmah dengan kepastian petunjuk hakikat penciptaan seluruh bentuk hewan dan burung-burung yang rapi, berbeda dan beraneka ragam tanpa batas dari telur dan tetes-tetes air mani yang mirip satu sama lain dengan jumlah yang terbatas.”
Selanjutnya, ketika si pengelana pemikir ingin memasuki alam insani dan dunia manusia untuk menapaki tingkatan-tingkatan tanpa batas pengetahuan ilahi lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, juga tingkatan daya rasa dan cahaya-cahaya tanpa batasnya, terlebih dahulu, para nabi mengajaknya menuju ke alam mereka.
Ia masuk dan yang lebih dulu ia lihat adalah tingkatan-tingkatan masa lalu, kemudian melihat bahwa seluruh nabi dan rasul –manusia paling bersinar dan paling
111. Page
sempurna- secara keseluruhan menyebut nama Allah seraya mengucapkan, “La ilaha illa huwa.”
Mereka menyerukan tauhid dengan kekuatan mukjizat nyata dan benar tanpa batas, mengajari umat manusia dengan menyeru mereka beriman kepada Allah untuk membawa mereka naik dari tingkatan hewan menuju tingkatan malaikat.
Ia kemudian duduk di atas kedua lutut di madrasah An-Nur itu, dan mengikuti pelajaran bersama mereka. Ia tahu dan mampu memahami, sebagaimana sebuah hakikat yang diputuskan dan dipercaya oleh seratus ribu orang-orang yang lurus dan tulus –berdasarkan ijma dan kesepakatan- begitu kuat dan pasti, karena di tangan masing-masing dari para guru tersebut –yang merupakan manusia-manusia paling masyhur dan terkenal- terdapat mukjizat-mukjizat sebagai tanda kebenaran yang diberikan oleh Sang Pencipta alam raya, dipercaya dan diimani oleh sekelompok besar umat manusia melalui pemberitahuan masing-masing dari mereka.
Ia memahami bagaimana para pengikut kesesatan –yang mengingkari hakikat yang diperkuat dan ditegaskan oleh begitu banyak para pemberitahu yang jujur dengan kekuatan ini dengan mukjizat-mukjizat tanpa batas- melakukan kesalahan dan kejahatan tanpa batas, dan mereka patut mendapat siksa tanpa batas.
Ia tahu bagaimana orang yang percaya dan beriman kepada mereka berada di atas kebenaran dan hakikat. Tingkatan agung kesucian iman lainnya nampak jelas baginya.
Ya, ijma dan kesepakatan mereka –ijma para pemberitahu yang lurus- terkait masalah-masalah pasti, kesepakatan mereka dalam menegaskan, terlebih mukjizat-mukjizat tanpa batas yang berasal dari Al-Haq Ta’ala sebagai pembenar perbuatan para nabi, tamparan-tamparan samawi yang turun menimpa pada penentang mereka yang menunjukkan bahwa mereka berada di atas kebenaran, kesempurnaan-kesempurnaan kepribadian mereka yang menunjukkan bahwa mereka benar, ajaran-ajaran mereka yang memiliki hakikat, kekuatan iman mereka yang mengakui kejujuran mereka, keseriusan mereka yang sempurna, pengorbanan mereka, tulisan dan lembaran-lembaran suci yang ada di tangan mereka, murid-murid mereka yang tak terbatas yang mampu mencapai hakikat, kesempurnaan dan cahaya karena mengikuti mereka, juga bersaksi bahwa jalan mereka benar dan haq, ini semua merupakan hujah dan kekuatan yang tak mampu dihadapi oleh kekuatan apapun di dunia ini, dan tidak meninggalkan ruang apapun untuk syubhat dan keraguan.
Ia memahami kenapa beriman kepada para nabi termasuk dalam rangkaian rukun-rukun iman, memahami bahwa keimanan ini merupakan sumber kekuatan besar, dan ia pun meraih luapan iman dari pelajaran-pelajaran mereka (para nabi dan rasul).
Makan pelajaran bagi si pengelana ini telah disebutkan dalam “tingkatan kedelapan” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh nabi dengan kekuatan mukjizat-mukjizat mereka yang nyata, yang membenarkan lagi dibenarkan.”
Selanjutnya, si murid pengelana yang merasakan kekuatan iman dengan daya rasa hakikat tinggi ini kala pulang meninggalkan majlis para nabi, ia dipanggil oleh para ahli tahqiq, ijtihad, dan orang-orang yang luas ilmunya dari kalangan ulama untuk menghadiri pelajaran mereka yang menegaskan dakwah para nabi dengan ‘ilmul yaqin dengan dalil-dalil qath’i dan kuat, yang mereka ini disebut sebagai orang-orang suci dan shiddiqun.
112. Page
Ia lantas masuk dan mengetahui bahwa ribuan orang-orang cerdas, ratusan ribu para peneliti dan ahli tahqiq mulia, menegaskan masalah-masalah iman –khususnya Zat yang wajib ada dan keesaan-Nya- dengan penelitian-penelitian mereka yang mendalam yang tidak menyisakan ruang apapun untuk syubhat, meski seukuran rambut sekalipun.
Ya, kesepakatan kuat mereka terkait rukun dan asas-asas iman, adanya masing-masing di antara mereka bersandar pada dalil-dalil jelas dan meyakinkan, meski kemampuan dan faham mereka berbeda-beda, ini merupakan bukti yang tak dapat dibantah oleh siapapun, kecuali jika memang ia memiliki kecerdasan dan pengetahuan setingkat kecerdasan dan pengetahuan mereka semua. Jika memang ia memiliki dalil-dalil setara dengan seluruh dalil-dalil para nabi dan rasul, berarti ia benar. Jika tidak, para pengingkar tersebut tidak bisa menentang para nabi dan rasul selain dengan kebodohan dan pengingkaran, juga tidak mungkin menentang masalah-masalah yang dinafikan yang tidak mungkin ditegaskan keberadaannya, selain dengan pembangkangan dan dengan menutup mata. Dan siapa yang menutup kedua mata, ia menjadikan siang harinya menjadi malam hari, namun hanya untuk dirinya saja.
Si pengelana ini mengetahui, bahwa cahaya-cahaya yang disebarkan para guru terhormat yang luas ilmunya di madrasah menawan dan luas yang menyinari separuh bumi sejak lebih dari satu millennium silam, juga menemukan kekuatan maknawi, dimana jika seluruh para pengingkar bersatu padu, mereka semua tidak mampu menyesatkan ataupun mengguncangnya barang seukuran satu helai rambut pun.
Isyarat singkat dari pelajaran yang dipetik si pengelana dari sekolah ini telah disebutkan dalam “tingkatan kesembilan” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan orang-orang pilihan dengan kekuatan dalil mereka yang bersinar terang, yang diteliti dan selaras.”
Selanjutnya, si pengelana perenung yang sangat rindu untuk melihat cahaya dan daya rasa di tengah kekuatan iman yang kian meningkat dan terlihat semakin jelas dan jelas, juga di balik peningkatan dari tingkatan ‘ilmul yaqin menuju tingkatan ‘ainul yaqin, kala ia pulang sekolah, ia dipanggil oleh ribuan bahkan jutaan para pembimbing suci yang berjalan menuju hakikat, mencapai kebenaran, dan sampai ke tingkatan ‘ainul yaqin di bawah naungan jalan besar dan Mi’raj Muhammad Saw. dalam jamuan dan rumah zikir, tempat bimbingan, ruang jamuan nan luas seluas padang pasir yang memiliki luapan dan cahaya-cahaya yang semakin meluas dengan sudut-sudut kecil yang saling bertemu. Mereka memanggilnya ke sudut-sudut mereka, ia pun masuk.
Ia mengetahui bahwa para pembimbing, ahli mukasyafah dan para pemilik karamah itu menyatakan keberadaan Zat yang wajib ada dan keesaan rabbani. Mereka sepakat menyatakan dengan bersandar pada mukasyafah, musyahadah dan karamah, “La ilaha illah huwa.”
Dengan ‘ainul yaqin, ia menyaksikan betapa jelas dan nyatanya hakikat yang diperkuat oleh ijma’ dan kesepakatan para pemimpin suci, para ‘arif An-Nur yang ada di dalam tujuhpuluh warna itu, bahkan di dalam berbagai warna sebanyak bilangan al-asma’ul husna yang membias dari cahaya mentari azali, juga di dalam warna-warna berbeda nan bersinar terang, laksana mengenali matahari dengan tujuh warna yang ada di dalam cahayanya, di dalam berbagai tarekat dan faham beragam yang benar.
113. Page
Ia mengetahui bahwa kesepakatan para nabi, kesepakatan orang-orang suci, kesepakatan para wali, dan kesepakatan ijma ini lebih terang dari cahaya siang hari yang menunjukkan adanya matahari.
Isyarat singkat yang didapatkan si musafir dari luapan tempat zikir sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan, mukasyafah, dan karamah para wali yang nyata lagi dibenarkan.”
Selanjutnya, si pengelana dunia yang mengetahui bahwa kesempurnaan insan yang paling utama dan paling agung, bahkan sebagai sumber dan asas seluruh kesempurnaan insani adalah cinta Allah yang muncul dari keimanan kepada Allah dan mengenal-Nya.
Ia mendongakkan kepala dan menatap ke langit dengan harapan semakin mencapai kekuatan iman lebih tinggi dan agar makrifat semakin tersingkap dengan mengerahkan segenap kekuatan dan kelembutan. Ia berbicara kepada akalnya dengan mengatakan, “Mengingat hal paling penting dan paling berharga di alam raya adalah kehidupan, dan seluruh wujud yang ada ditundukkan untuk kehidupan, mengingat hal paling penting dan paling berharga bagi makhluk hidup adalah mereka yang memiliki ruhani, mengingat hal paling penting dan paling berharga bagi mereka yang memiliki ruhani adalah mereka yang memiliki perasaan, mengingat bumi demi nilai penting dan berharga ini selalu diisi dan dikosongkan setiap masa dan setiap tahunnya untuk memperbanyak makhluk hidup, maka tidak diragukan bahwa di luar sana terdapat banyak sekali penghuni yang menempati langit nan menawan dan indah penuh hiasan yang tepat bagi mereka, dimana mereka ini adalah makhluk hidup yang memiliki ruhani dan perasaan, mengingat sejak dulu berita tentang melihat dan berbicara dengan para malaikat, sudah dinukil dan diriwayatkan, seperti Jibrail yang dilihat para sahabat di hadapan Nabi Saw.
Andai saja saya juga bertemu dengan para penghuni langit dan mengetahui fikiran-fikiran yang mereka miliki, karena penuturan paling penting terkait Pencipta alam raya adalah kata-kata mereka.
Kala si pengelana berfikir seperti ini, tiba-tiba ia mendengar suara dari langit mengatakan, “Karena kau ingin menemui kami dan mendengarkan pelajaran kami, maka ketahuilah bahwa kami adalah makhluk-makhluk pertama yang mengimani masalah-masalah keimanan yang diturunkan kepada para nabi melalui perantara kami, khususnya Muhammad Saw., juga Al-Qur'an.
Selanjutnya, ruh-ruh baik di antara kami yang menampakkan diri di hadapan manusia dan terlihat oleh mereka, bersaksi –menurut kesepakatan dan tanpa pengecualian- akan kewajiban adanya Pencipta alam raya ini, bersaksi akan keesaan dan sifat-sifat suci-Nya, semuanya disampaikan secara selaras satu sama lain.
Si pengelana itu tahu bahwa mereka mengatakan, “Kesamaan pemberitaan-pemberitaan tanpa batas merupakan petunjuk dan pembimbing bagimu laksana mentari,” sehingga cahaya keimanannya kian bersinar terang. Ia lalu naik dari bumi ke langit.
Isyarat singkat dari pelajaran yang diterima si pengelana dari para malaikat ini sudah disebut dalam “tingkat kesebelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
‘Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan para malaikat yang
114. Page
menampakkan diri di hadapan manusia, yang berbicara dengan manusia-manusia pilihan dengan pemberitaan-pemberitaan mereka yang selaras dan sama.”
Selanjutnya, si pengelana yang sangat merindukan alam nyata ini, karena ia telah menerima pelajaran jasmani dan materi melalui lisan kelompok-kelompok tertentu, juga melalui lisan kondisi mereka, ia ingin berkelana untuk mencari dan melihat hakikat alam gaib dan alam barzakh.
Tanpa diduga, terbuka di hadapannya pintu akal nan lurus dan bersinar terang dan hati bersih nan memburat terang yang terdapat di setiap kelompok umat manusia, yang merupakan buah alam raya, yang merupakan benih bagi manusia, dan yang secara maknawi mampu membesar sebesar alam raya meski bentuknya yang kecil.
Si pengelana itu kemudian melihat pintu-pintu tersebut sebagai sekat insani antara alam gaib dan alam nyata. Karena melihat adanya hubungan dan interaksi antara kedua alam ini bagi manusia berlaku dalam dua inti; akal dan hati, ia berbicara kepada akal dan hatinya seraya mengatakan;
“Kemarilah kalian berdua, karena jalan menuju hakikat melalui pintu seperti kalian berdua terlalu pendek. Kita harus memanfaatkan jalan ini tidak seperti pelajaran-pelajaran yang kita terima dari berbagai lisan dalam tarekat-tarekat lain, tapi melalui telaah kita terhadap sifat-sifat hati dan akal, esensi dan nuansanya dari sisi keimanan.”
Ia mulai menelaah lalu mengetahui bahwa keyakinan-keyakinan itu selaras dalam iman dan tauhid, mengakar kuat bagi akal yang lurus dan bersinar terang yang memiliki kemampuan dan faham yang berbeda satu sama lain, namun dengan pemikiran dan keyakinan kokoh dan tenang.
Dengan demikian, kesepakatan seluruh akal terhadap keimanan, kewajiban Zat yang wajib ada, dan tauhid merupakan rangkaian cahaya yang tidak terpisahkan, juga sebagai celah terang yang mengarah kepada hakikat.
Si pengelana itu juga mengetahui bahwa seluruh hati nan bersih dan bercahaya –yang menganut faham dan aliran yang berbeda-beda- memiliki mukasyafah dan musyahadah saling selaras satu sama lain –dalam kesepakatan, ketenangan, dan ketertarikan- terkait rukun-rukun iman, dan selaras dalam tauhid.
Dengan demikian, hati-hati nan bercahaya yang menerima dan sampai kepada kebenaran serta mencerminkan kebenaran yang merupakan Arsy kecil makrifat rabbani dan cermin shamadani nan menyeluruh. Hati-hati ini merupakan jendela terbuka yang mengarah kepada mentari hakikat.
Jika disatukan, semuanya merupakan cermin besar laksana lautan yang menjalankan peran cermin bagi matahari.
Kesepakatan dan ijma seluruh hati terkait wajibnya keberadaan Zat yang wajib ada dan keesaan merupakan penuntun paling sempurna dan pembimbing terbesar yang tidak akan tersesat ataupun menyesatkan, karena dari sisi manapun tidak mungkin jika ilusi atau fikiran yang tidak nyata, jika sifat yang tidak punya asas yang terus bertahan dan mengakar seperti ini, mampu memperdaya seluruh mata besar dan tajam, serta menipu pandangan semua mata itu.
Si pengelana itu memahami bahwa kalangan sophist dungu yang mengingkari alam raya ini dengan akal mereka yang rusak dan busuk, dan mereka yang melihat hakikat ini dalam lingkup kemungkinan, mereka juga tidak menerima dan menolaknya. Dengan akal dan hati, si pengelana itu berkata, “Saya beriman kepada Allah.”
115. Page
Isyarat singkat tentang makrifat keimanan yang didapatkan si pengelana ini dari akal nan lurus dan hati nan bersinar terang telah disebutkan dalam “tingkatan ketigabelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan akal-akal nan lurus dan bersinar terang dengan keyakinan-keyakinannya yang selaras meski dengan kemampuan dan faham yang berbeda-beda.
Yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya juga ditunjukkan oleh kesepakatan hati-hati nan bersih dan bercahaya melalui mukasyafah dan musyahadah nan selaras meski dengan faham dan aliran yang berbeda.”
Selanjutnya, si pengelana yang menatap ke alam gaib dari dekat, yang mengembara dalam akal dan hati, mengetuk pintu alam gaib dengan penuh kerinduan seraya berkata dalam hati, “Apa kiranya yang dikatakan alam gaib?!” Sementara ia mengusung fikiran; mengingat secara pasti difahami bahwa di luar sana ada yang ingin memperkenalkan diri melalui ciptaan-ciptaan indah dan menawan tiada batas di alam nyata ini, ingin membuat siapapun mencintai-Nya melalui beragam nikmat tiada batas, ingin memberitahukan tentang segala kesempurnaan tersembunyi-Nya melalui jejak-jejak mukjizat-Nya nan menawan dan tanpa batas, dimana Ia menginginkan hal itu dalam bentuk yang lebih jelas dari tutur kata, memperlihatkan bahwa Dia ada di balik tirai gaib melalui bahasa kondisional, maka tidak diragukan bahwa Ia berbicara dengan kata-kata, memperkenalkan diri dan membuat siapapun mencintai-Nya.
Untuk itu, kita harus mengenal-Nya melalui penampakan-Nya di alam gaib.”
Itulah yang ia katakan kala hatinya merasuk ke dalam, ia kemudian melihat dengan pandangan akal bahwa hakikat wahyu menguasai segala penjuru alam gaib setiap saat dengan penampakan yang sangat kuat, dan bahwa kesaksian wujud dan tauhid lebih kuat kesaksian seluruh alam raya yang muncul dari Yang Maha mengetahui hal gaib terkait hakikat wahyu dan ilham. Ia tidak hanya menyerahkan urusan diri-Nya, wujud dan kesatuan-Nya pada kesaksian seluruh ciptaan-Nya, tapi Ia berbicara dengan kalam azali yang patut bagi-Nya. Dia ada dan melihat setiap tempat dengan ilmu dan kuasa-Nya. Kalam-Nya tiada batas, kalam-Nya memperkenalkan diri-Nya dengan sifat-sifat-Nya, seperti halnya makna kalam-Nya juga memperkenalkan diri-ya.
Ya, si pengelana itu memahami wujud hakikat wahyu secara pasti melalui kabar mutawatir seratus ribu para nabi, juga kesamaan pemberitaan-pemberitaan mereka karena wahyu ilahi yang didapatkan, juga melalui serangkaian bukti dan mukjizat kitab-kitab suci dan lembaran-lembaran samawi yang merupakan wahyu yang disaksikan dan buah wahyu, yang dipercaya oleh sebagian besar umat manusia, sebagai pembimbing dan teladan bagi mereka.
Si pengelana itu memahami bahwa hakikat wahyu menjelaskan dan menyebarkan lima hakikat suci;
Hakikat pertama;
“Sikap-sikap mengalah ilahi untuk menyesuaikan akal manusia.” Maksudnya, kalam ilahi yang disesuaikan dengan tingkat akal dan pemahaman manusia merupakan sikap mengalah ilahi.
116. Page
Ya, Zat yang membuat seluruh makhluk yang memiliki ruhani berbicara dan Zat yang memahami bahasa mereka, tentu sebagai suatu tuntutan rububiyah-Nya mengharuskan untuk campur tangan dalam bahasa mereka dengan kalam-Nya.
Hakikat kedua;
Zat yang menciptakan alam raya dengan tindakan-tindakan tanpa batas, yang memenuhi alam raya dari yang paling atas hingga paling bawah dengan berbagai macam ciptaan menawan untuk memperkenalkan diri, membuat semua makhluk berbicara menuturkan segala kesempurnaan-Nya melalui ribuan bahasa, tentu memperkenalkan diri juga dengan kalam-Nya.
Hakikat ketiga;
Seperti halnya Ia menjawab munajat dan rasa syukur para ahli tahqiq dimana mereka adalah wujud terbaik, makhluk yang paling miskin, paling lembut, dan paling merindu, seperti itu juga jawaban dengan kalam merupakan bagian dari kondisi Sang Pencipta.
Hakikat keempat;
Sifat kalam yang merupakan konsekwensi pasti bagi ilmu dan kehidupan, juga sebagai pembiasan terang bagi kedua sifat tersebut, tentu ditemukan dalam wujud menyeluruh dan abadi dalam Zat yang memiliki ilmu menyeluruh dan kehidupan abadi.
Hakikat kelima;
Zat yang memberikan kelemahan, kerinduan, kemiskinan, keresahan terhadap masa depan, cinta dan ubudiyah kepada para makhluk tercinta-Nya yang merupakan makhluk-makhluk paling lembut, paling memiliki cinta, paling merasa resah dan memerlukan titik sandaran, paling merindukan untuk menemukan Sang Pemilik, dimana mereka adalah orang-orang fakir dan lemah, tentu saja membuat mereka merasakan keberadaan-Nya melalui kalam-Nya merupakan salah satu keharusan uluhiyah.
Si pengelana itu akhirnya mengerti bahwa petunjuk wahyu samawi menyeluruh yang berisi hakikat-hakikat sikap mengalah ilahi, pengenalan rabbani, pertemuan rahmani, pembicaraan subhani, dan perasaan shamadani terhadap kewajiban dan keesaan Zat wajib ada secara ijma, semua ini adalah hujah kuat, lebih kuat dari kesaksian sinar-sinar mentari di tengah siang hari yang menunjukkan keberadaan matahari itu sendiri.
Selanjutnya, si pengelana menatap ke arah ilham, ia kemudian mengetahui bahwa ilham yang benar merupakan semacam pembicaraan rabbani.
Meski mirip dengan wahyu dari sisi tertentu, namun ada dua perbedaan di antara keduanya;
Perbedaan pertama;
Sebagian besar wahyu –yang lebih luhur dari ilham- didapatkan melalui perantara para malaikat, sementara sebagian besar ilham didapatkan tanpa perantara.
Kedua; seperti halnya seorang sultan memiliki dua macam pembicaraan dan penyampaian perintah;
Cara pertama; mengirim wakil untuk menemui salah seorang gubernur dengan seremonial agung kesultanan dan kekuasaan secara umum, dan terkadang berkumpul melalui perantara untuk menunjukkan keagungan kuasa dan pentingnya persoalan, ia kemudian menyampaikan titah.
Cara kedua; sang sultan berbicara melalui telepon pribadi dengan salah seorang pelayan terdekat yang memiliki hubungan khusus maupun biasa dengannya, atau
117. Page
berbicara dengan salah seorang rakyat biasa, namun bukan atas nama kesultanan atau kerajaan secara umum, tapi berbicara sebagai pribadi si sultan saja.
Sama seperti contoh tersebut, seperti halnya Penguasa azali berbicara melalui wahyu dan ilham menyeluruh yang menjalankan peran wahyu atas nama Rabb seluruh alam, juga atas nama Pencipta jagad raya, seperti itu juga Ia memiliki pembicaraan khusus, namun dari balik tirai gaib sesuai kemampuan masing-masing dari mereka, dan dari sisi kapasitas-Nya sebagai Pencipta serta Rabb segala makhluk hidup.
Perbedaan kedua;
Wahyu tidak memiliki bayangan, ia bersifat bersih dan khusus bagi orang-orang khusus, sementara ilham memiliki bayangan, berbagai warna bercampur di sana dan bersifat umum. Di samping ilham juga banyak macamnya, seperti ilham malaikat, ilham manusia, ilham hewan, dan lainnya. Dan ilham mempermudah dalam menyampaikan kalimat-kalimat rabbani sebanyak bilangan tetes air samudera.
Si pengelana itu akhirnya memahami bahwa hal tersebut menjelaskan salah satu sisi penafsiran ayat;
قُلْ لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمٰتِ رَبِّيْ لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّيْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهٖ مَدَدًا
“Katakanlah, ‘Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109)
Selanjutnya, si pengelana itu memperhatikan esensi, hikmah dan kesaksian ilham, ia memahami bahwa esensi, hikmah, dan hasil ilham terbentuk dari empat cahaya;
Cahaya pertama;
Seperti halnya Ia membuat para makhluk mencintai-Nya melalui apa yang disebut sebagai daya tarik cinta ilahi (tawaddud ilahi), seperti itu juga daya tarik cinta melalui tutur kata, kehadiran dan kebersamaan-Nya merupakan keharusan wadudiyah (cinta) dan rahmaniah (kasih).
Cahaya kedua;
Seperti halnya Ia mengabulkan doa hamba-hamba-Nya, seperti itu juga jawaban melalui tutur kata di balik tirai gaib termasuk urusan rahmaniyah.
Cahaya ketiga;
Seperti halnya Ia memberikan bantuan kepada makhluk-makhluk-Nya yang tertimpa musibah-musibah berat, yang mengalami situasi-situasi sulit, menjawab permintaan pertolongan dan doa mereka, seperti itu juga bantuan yang Ia berikan dengan kata-kata ilham yang semacam kalam-Nya, termasuk salah satu keharusan rububiyah.
Cahaya keempat;
Seperti halnya Ia membuat makhluk-makhluk yang memiliki perasaan sangat lemah, membuat makhluk-makhluk lemah, miskin, sangat memerlukan bantuan, rindu untuk mencari Sang Pemilik, Penjaga, Pengatur dan Pemelihara, merasakan keberadaan dan pembelaan-Nya, seperti itu juga Ia membuat makhluk khusus dari balik tabir merasakan ilham-ilham benar yang merupakan salah satu jenis dialog rabbani merasakan kehadiran dan keberadaan-Nya secara khusus sesuai kemampuan dan bisikan hati, ini adalah suatu keharusan dan tuntutan kasih sayang uluhiyah, dan rahmat rububiyah. Seperti itulah si pengelana itu memahami.
Selanjutnya, si pengelana menatap ke arah kesaksian ilham, ia mengetahui bahwa seperti halnya matahari memiliki perasaan dan kehidupan –dengan asumsi mustahil- dan
118. Page
seandainya tujuh warna yang ada dalam cahayanya adalah tujuh sifatnya, tentu –dari sisi ini- matahari merupakan salah satu jenis dialog dengan sinar dan pembiasan-pembiasan yang ada di dalam cahayanya. Si pengelana akan melihat keberadaan wujud seperti matahari dan pembiasaannya di balik segala benda yang transparan, melihat pembicaraan si matahari di dalam setiap cermin dan benda-benda yang berkilau, di setiap potongan kaca, gelembung-gelembung air, tetes-tetes air, dan bahkan di dalam partikel-partikel kecil transparan sesuai kemampuan masing-masing, respon matahari terhadap segala kebutuhan mereka, kesaksian masing-masing akan keberadaan matahari, suatu hal tidak menghalangi hal lain, dan tutur katanya tidak mengacaukan tutur kata lain.
Persis seperti contoh ini, difahami secara pasti bahwa pembicaraan mentari abadi yang merupakan sultan azali dan abadi, Pemilik keluhuran, Pencipta seluruh wujud, Pemilik kedudukan dan keindahan, secara keseluruhan membias menyeluruh, seperti ilmu dan kuasa-Nya sesuai kemampuan yang dimiliki segala sesuatu.
Suatu permohonan tidaklah menghalangi permohonan lain, suatu pekerjaan tidaklah menghalangi pekerjaan lain, suatu perkataan tidaklah menghalangi atau mengusik perkataan lain.
Si pengelana itu akhirnya mengetahui secara ‘ilmul yaqin –sangat dekat dengan ‘anilul yaqin- bahwa seluruh pembiasan, pembicaraan, dan ilham itu satu persatu memperkuat dan menunjukkan keberadaan matahari azali, menunjukkan keberadaan-Nya yang wajib ada, menunjukkan kesatuan dan keesaan-Nya.
Isyarat singkat dari pelajaran makrifat tentang ilmu gaib yang didapatkan si pengelana ini telah disampaikan dalam “tingkatan keempatbelas” dan “tingkatan kelimabelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh wahyu yang benar yang mengandung sikap-sikap mengalah ilahi, pembicaraan-pembicaraan subhani, pengenalan-pengenalan rabbani, pertemuan-pertemuan rahmani, kala para hamba bermunajat kepada-Nya, juga mengandung perasaan-perasaan shamadani akan keberadaan-Nya bagi seluruh makhluk.
Seperti halnya keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan ilham-ilham nan tulus dan mengandung kasih sayang ilahi, jawaban-jawaban rahmani untuk permohonan para makhluk, juga mengandung bantuan-bantuan rabbani untuk para hamba, dan perasaan-perasaan subhani akan keberadaan-Nya untuk seluruh makhluk.”
Selanjutnya, si pengelana dunia ini berbicara kepada akalnya seraya mengatakan;
“Karena saya mencari Pemilik dan Pencipta saya melalui berbagai wujud alam raya ini, maka kita terlebih dahulu berkewajiban untuk secara bersama-sama pergi menuju masa bahagia untuk mengunjungi Muhammad Al-Arabi Saw., sosok paling terkenal dan paling sempurna di antara seluruh wujud, bahkan melalui pengakuan para musuhnya.
Beliau adalah pemimpin paling besar dan dikenal, tutur katanya paling luhur, akalnya paling terang bersinar, yang memberikan penerangan selama empat belas abad dengan keutamaan-keutamaan dan Al-Qur'an-nya, lalu kita tanyakan padanya tentang apa kita cari.”
Si pengelana ini kemudian memasuki masa itu dengan akalnya, ia mengetahui bahwa masa tersebut –benar-benar- merupakan masa bahagia bagi umat manusia karena keberadaan sosok tersebut, karena dalam waktu relatif singkat, ia mampu mencetak kaum
119. Page
yang paling lurus sebagai guru dan penguasa dunia dengan cahaya yang ia bawa, meski mereka sebelumnya adalah orang-orang primitif dan buta huruf.
Setelah itu si pengelana memulai pencarian seraya berkata kepada akalnya;
“Terlebih dahulu, kita harus mengetahui kadar dan nilai Rasul mulia luar biasa tiada duanya ini, Saw., kita harus mengetahui kebenaran kata-kata dan segala pemberitaannya hingga batasan tertentu, setelah itu kita bertanya kepada tentang Pencipta kita.”
Berikut ini akan disampaikan secara singkat tujuh dalil menyeluruh saja, di antara sekian banyak dalil-dalil pasti tanpa batas yang ia temukan.
Dalil pertama;
Adanya seluruh perangai dan sifat baik dalam sosok tersebut, bahkan atas pengakuan para musuhnya, juga munculnya ratusan mukjizat melalui tangannya yang dinukil secara qath’i, sebagian di antaranya secara mutawatir, seperti bulan terbelah kala ia tunjuk dengan jarinya, seperti disampaikan dalam ayat;
قْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ
“Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan.” (QS. Al-Qamar: 1)
Para pasukan musuh melarikan diri kala tanah-tanah yang ia lemparkan ke arah mereka, mengenai mata mereka semua, seperti yang disampaikan dalam ayat berikut;
وَمَا رَمَيْتَ اِذْ رَمَيْتَ وَلٰكِنَّ اللّٰهَ رَمٰىۚ
“Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar.” (QS. Al-Anfal: 17)
Air memancar bak telaga Kautsar dari jari-jemarinya untuk keperluan minum seluruh pasukan yang tengah dahaga hingga mereka semua puas.
Lebih dari tigaratus mukjizat-mukjizat ini lengkap dengan dalil-dalil qath’inya telah dijelaskan dalam “risalah mukjizat-mukjizat Muhammad,” yang luar biasa dan memiliki karamah. Risalah tersebut merupakan “catatan kesembilan belas.” Untuk itu si pengelana mengalihkan pembahasannya ke sana dan berkata, “Sosok yang memiliki mukjizat-mukjizat nyata hingga sedemikian rupa, di samping memiliki akhlak-akhlak baik dan berbagai kesempurnaan, tentu dia adalah orang yang paling jujur tutur katanya, pasti menjauhi tipuan dan kebohongan yang merupakan kondisi orang-orang rusak akhlak.
Dalil kedua;
Ia membawa firman Pemilik jagad raya yang diterima dan diimani lebih dari 350 juta manusia di setiap masanya, dan Al-Qur'an yang memiliki kedudukan agung yang merupakan firman, tidak lain merupakan mukjizat dari tujuh sisi.
Di dalam “risalah mukjizat-mukjizat Al-Qur'an,” yaitu “kalimat keduapuluh lima” yang merupakan risalah terkenal dan salah satu mentari Risalah-risalah An-Nur, telah dijelaskan dengan dalil-dalil kuat bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat dari empatpuluh sisi, dan Al-Qur'an adalah kalam Pencipta alam raya.
Untuk itu, si pengelana mengalihkan penjelasannya ke sana, lalu ia berkata, “Tidak mungkin orang tersebut –yang merupakan penerjemah dan penyampai firman-Nya, dan dialah inti kebenaran- berdusta yang berarti berbuat jahat terhadap firman ini dan mengkhianati pemiliknya.
120. Page
Dalil ketiga;
Beliau Saw. menampakkan syariat, Islam, ubudiyah, doa, iman, dan dakwah tiada banding. Tidak mungkin ada seorang pun yang sebanding dengan beliau. Tidak ada dan tidak akan pernah ada sesuatu yang lebih baik dari syariat Islam, karena syariat yang muncul dari sosok buta huruf, yang mampu menata umat manusia dengan keadilan dan kebenaran selama empat belas abad lamanya, dan mengatur dengan aturan-aturannya nan detail tanpa batas, tidak ada bandingnya.
Selanjutnya, Islam yang muncul melalui segala perbuatan, tutur kata, dan kondisi sosok orang buta huruf Saw., dalam kapasitasnya sebagai penuntun, penunjuk dan rujukan bagi 350 juta umat manusia di setiap masa, sebagai pembimbing dan guru bagi akal mereka, sebagai sosok yang menyinari dan menjernihkan hati mereka, sebagai pendidik dan pembersih jiwa mereka, pusat pengungkapan ruhani mereka, dan sumber peningkatan ruhani. Belum pernah ada dan tidak akan pernah ada bandingnya.
Selanjutnya, keunggulan dan posisi beliau yang terdepan di antara siapapun juga alam seluruh jenis ibadah dalam agama beliau, adanya beliau sebagai sosok paling bertakwa dan yang paling takut kepada Allah dari siapapun juga, adanya beliau menjaga rahasia-rahasia ubudiyah yang paling mendetail dan menjaganya secara sempurna dalam melakukan mujahadah tiada henti tanpa banding, di tengah situasi-situasi sulit, adanya beliau menunaikan semua itu tanpa mengikuti siapapun juga, hanya mengikuti wahyu yang beliau terima, beliau lakukan semua itu dengan sebaiknya, beliau kaitkan antara bagian awal dan akhir, mustahil ada bandingan seperti beliau, dan tidak akan pernah ada.
Selanjutnya, beliau mensifati Rabb dengan pengetahuan rabbani dalam jausyan kabir yang merupakan satu di antara ribuan doa dan munajat beliau dengan sifat-sifat yang para ahli makrifat dan para wali yang muncul dan berlalu sejak zaman itu, tidak akan mampu mencapai tingkatan makrifat tersebut, juga tidak akan mampu menggapai tingkat penuturan sifat seperti itu, meski dengan fikiran seperti apapun juga.
Ini menunjukkan, beliau tiada bandingnya dalam hal doa. Siapa yang memperhatikan bagian yang menjelaskan terjemah singkat makna-makna satu alenia di antara sembilanpuluh sembilan alenia jausyan kabir di bagian awal risalah munajat, pasti akan mengatakan, “Jausyan juga tidak ada bandingnya.”
Selanjutnya, beliau menampakkan keteguhan dan keberanian dalam menyampaikan risalah, menyeru umat manusia menuju kebenaran tanpa menunjukkan pengaruh keraguan, keresahan, dan rasa takut, menantang seluruh dunia seorang diri, mampu menghadapi dunia seorang diri, menjadikan Islam menguasai dunia meski negara-negara dan agama-agama besar memusuhi, bahkan permusuhan kaum, kabilah, dan paman beliau sendiri, ini semua menunjukkan, beliau juga tiada memiliki banding dalam hal menyampaikan risalah dan dakwah, dan tidak akan ada bandingnya.
Selanjutnya, dalam keimanan beliau membawa kekuatan, keyakinan, pengungkapan ruhani, dan keyakinan luhur secara luar biasa yang menerangi dunia, dimana seluruh pemikiran, akidah, hikmah orang-orang bijak, ilmu para penguasa spiritual yang menyebar pada masa itu, sama sekali tidak menimbulkan apapun syubhat, keraguan, kelemahan, ataupun was-was dalam keyakinan, akidah, sandaran dan ketenangan beliau, meski beliau mendapat penentangan dan pengingkaran.
Menyebarnya para wali –khususnya para sahabat- yang menapaki maknawi-maknawi dan tingkatan-tingkatan iman sepanjang waktu yang bersumber dari tingkat keimanan beliau, juga keberadaan mereka di tingkatan-tingkatan tertinggi bersama
121. Page
beliau, ini semua secara pasti menunjukkan bahwa beliau juga tiada banding dalam keimanan.
Si pengelana ini mengerti, tiada diragukan bahwa sang pemilik syariat seperti ini tentu tiada bandingya, Islam juga tidak ada padanannya, ubudiyah yang luar biasa, doa tiada banding, dakwah menyeluruh yang mencengangkan jagad raya, keimanan luar biasa yang tidak mungkin jika beliau berdusta, tidak mungkin beliau ditipu. Si pengelana memahami hal ini dan akalnya mempercayainya.
Dalil keempat;
Seperti halnya ijma’ para nabi adalah dalil yang sangat kuat yang menunjukkan keberadaan dan keesaan Allah, ia juga merupakan kesaksian pasti dan sangat kuat akan kebenaran dan risalah sosok ini Saw., karena kebenaran para nabi, sifat-sifat suci, mukjizat dan tugas-tugas mereka, ada dalam diri beliau dalam bentuk yang paling sempurna.
Ini adalah bukti sejarah kita. Artinya, para nabi telah mengabarkan kedatangan beliau melalui lisan mereka yang tertera dalam kitab Taurat, Injil, Zabur, dan dalam lembaran-lembaran mereka. Mereka sampaikan kabar gembira itu kepada umat manusia.
Lebih dari duapuluh bagian terkait isyarat-isyarat kabar gembira kitab-kitab suci telah dijelaskan secara lebih gamblang dalam “catatan kesembilan belas.”
Melalui bahasa kondisi–yaitu melalui pemberitaan dan mukjizat-mukjizat para nabi-, mereka juga memahami bahwa sosok tersebut Saw., yang lebih dikedepankan dari siapapun, yang paling sempurna dalam hal aliran dan tugas, mereka semua memperkuat dakwah beliau.
Seperti halnya mereka menyampaikan keesaan melalui bahasa lisan dan ijma, mereka juga bersaksi akan kebenaran beliau dengan bahasa kondisi dan kesepakatan. Si pengelana mengetahui hal itu.
Dalil kelima;
Seperti halnya ribuan para wali yang mencapai kebenaran, hakikat, kesempurnaan, karamah, mukasyafah, dan musyahadah dengan aturan-aturan dan pendidikan sosok ini –Saw.-, juga dengan mengikuti dan meneladani beliau, menunjukkan keesaan, mereka juga bersaksi berdasarkan ijma dan kesepakatan akan kebenaran risalah Rasul ini Saw., sebagai ustadz dan pembimbing bagi mereka.
Si pengelana ini mengetahui bahwa sebagian alam gaib yang dilihat para wali melalui cahaya kewalian yang disampaikan Rasul mulia, juga keyakinan dan pembenaran mereka terhadap semua yang beliau sampaikan melalui cahaya keimanan dengan ‘ilmul yaqin, ‘ainul yaqin, atau haqqul yaqin, menunjukkan dengan terang laksana matahari sejauh mana kebenaran Rasul mulia ini, sebagai ustadz dan pembimbing bagi mereka.
Dalil keenam;
Seperti halnya jutaan para peneliti nan suci, ahli tahqiq nan tulus, orang-orang bijak nan beriman dan cerdas yang mencapai maqam tertinggi dalam tingkatan keilmuan karena pelajaran hakikat-hakikat suci yang disampaikan Rasul mulia ini, juga melalui ilmu-ilmu yang beliau sampaikan dan makrifat ilahi yang beliau ungkap meski beliau buta huruf, yang menegaskan keesaan yang merupakan asas utama dakwah Rasul tersebut yang ditopang oleh dalil-dalil kuat, dan mereka sepakat membenarkannya, maka kesaksian mereka sepakat membenarkan guru terbesar dan ustadz paling agung ini, juga menyepakati sabda dan tutur kata beliau benar, ini merupakan hujah kebenaran risalah
122. Page
beliau nan begitu jelas, sejelas siang hari, dan Risalah-risalah An-Nur dengan seratus bagiannya merupakan salah satu bukti kebenaran belia.
Dalil ketujuh;
Si pengelana itu tahu bahwa pembenaran sekelompok agung yang disebut “keluarga dan para sahabat” dimana mereka adalah manusia-manusia paling terkenal setelah para nabi dalam hal firasat, pengetahuan, dan kesempurnaan, dan mereka adalah manusia yang paling patut untuk dihormati, paling dikenal, paling kokoh berpegang teguh pada agama dan paling jauh pandangannya; kami katakan, si pengelana itu mengetahui bahwa pembenaran mereka yang tidak tergoyahkan, dan keimanan kuat mereka berdasarkan kesepakatan dan ijma bahwa Rasul mulia Saw. ini adalah manusia paling jujur di dunia, paling luhur, paling banyak memiliki kebenaran.
Ini disebabkan karena mereka selalu mencari, mengungkap dan meneliti dengan penuh kerinduan, sangat jeli dan bersungguh-sungguh sepenuhnya demi mengetahui kondisi-kondisi, fikiran dan segala tingkah laku Rasul mulia ini, juga apa yang nampak dan tersembunyi dari perilaku beliau. Ini adalah dalil terang laksana siang hari yang menunjukkan adanya sinar matahari.
Dalil kedelapan;
Seperti halnya alam raya ini menunjukkan keberadaan Sang Pencipta, Penulis, Pengukir yang menciptakan, mengatur, menata, membentuk, menentukan kadar dan ukuran, seakan alam raya ini sebuah istana, kitab, pameran, tempat wisata dan pemandangan indah, demikian halnya alam raya juga menuntut, mengharuskan, dan menunjukkan dalam segala kondisi akan keberadaan seorang penyeru agung, pengungkap yang benar, ustadz peneliti, guru yang benar yang mengajarkan tujuan-tujuan ilahi dalam penciptaan alam raya.
Mengajarkan hikmah-hikmah rabbani dalam segala perubahan, mengajarkan hasil-hasil pergerakan alam raya yang menjalankan tugas, memberitahukan nilai esensi dan kesempurnaan segala wujud yang ada di dalamnya, mengungkapkan makna-makna kitab besar itu.
Si pengelana itu tahu, tidak diragukan bahwa jagad raya sesuai penjelasan yang telah disebut di atas, bersaksi akan kebenaran Rasul mulia Saw. sebagai manusia terbaik yang mengemban seluruh tugas tersebut, dan beliau adalah pegawai Sang Pencipta alam raya yang paling agung yang jujur.
Dalil kesembilan;
Mengingat di balik tirai gaib terdapat Zat yang ingin memperlihatkan segala kemahiran-Nya melalui ciptaan-ciptaan-Nya nan menawan dan penuh hikmah, melalui kesempurnaan-kesempurnaan kreasi-Nya, juga ingin memperkenalkan diri dan menarik cinta melalui makhluk-makhluk-Nya nan indah dan berhias, menginginkan para hamba bersyukur dan memuji-Nya melalui beragam nikmat tanpa batas, membuat mereka beribadah kepada-Nya sebagai imbalan dari rububiyah-Nya, dengan ibadah yang dipenuhi pujian dan syukur, ubudiyah dengan perawatan dan penghidupan menyeluruh penuh kasih sayang dan perlindungan, bahkan dengan makanan-makanan dan jamuan-jamuan rabbani yang telah dipersiapkan sedemikian rupa untuk menenangkan dan mengenyangkan daya rasa mulut, juga dengan berbagai macam keinginan, menjadikan mereka beriman, berserah diri, dan tunduk pada uluhiyah-Nya, menampakkan uluhiyah-Nya melalui perbuatan-perbuatan besar dan penuh wibawa, melalui tindakan dan penciptaan mencengangkan penuh bijak, seperti pergantian musim, pergilirian malam dan
123. Page
siang, menginginkan untuk memperlihatkan keadilan-Nya setiap saat, membenarkan kebenaran dengan menjaga kebaikan dan orang-orang baik, melenyapkan keburukan dan orang-orang jahat, membinasakan orang-orang zalim dan para pendusta melalui tamparan-tamparan langit setiap saat.
Maka tidak diragukan, bahwa makhluk yang paling dicintai oleh Zat yang tersembunyi di alam gaib, hamba yang paling jujur, sosok yang memecahkan teka-teki penciptaan jagad raya dengan menunaikan pelayanan dan tujuan-tujuan tersebut di atas secara sempurna, sosok yang selalu bertindak atas nama Sang Pencipta, sosok yang meminta bantuan dan taufiq kepada-Nya, sosok yang benar-benar mendapatkan bantuan dan taufiq, tentu saja dia adalah Rasul mulia ini; Muhammad Al-Qurasy Saw.
Selanjutnya, si pengelana itu berbicara kepada akalnya seraya mengatakan;
“Mengingat sembilan hakikat di atas bersaksi akan kebenaran Rasul mulia ini, maka tidak diragukan bahwa beliau adalah inti kemuliaan anak-anak Adam, inti kebanggaan alam, dan beliau layak disebut sebagai kebanggaan alam dan kemuliaan anak-anak Adam.
Juga tidak dapat diragukan, bahwa kekuasaan maknawi nan besar yang dimiliki Al-Qur'an –yang ada di tangan beliau dan yang merupakan firman Ar-Rahman- terhadap separuh bumi, juga kesempurnaan-kesempurnaan pribadi dan perangai-perangi luhur beliau, menunjukkan pribadi paling penting di alam ini adalah pribadi beliau, dan tutur kata paling penting terkait Pencipta kita adalah sabda beliau Saw.
Maka kemarilah dan pandanglah, bahwa asas seluruh dakwah pribadi nan luar biasa ini dan tujuan seluruh kehidupannya yang bersandar pada kekuatan ratusan mukjizat-mukjizat pasti dan nyata, juga pada ribuan hakikat luhur dan kuat dalam agama beliau, adalah bukti dan kesaksian akan keberadaan Zat yang wajib ada, keesaan, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, juga menegaskan dan mengumumkan keberadaan Zat yang wajib ada.
Dengan demikian, mentari maknawi jagad raya ini, bukti nyata dan terang keberadaan Pencipta kita adalah Rasul mulia dan kekasih Allah itu, karena ada tiga jenis keagungan ijma yang tidak menipu ataupun tertipu yang memperkuat, membenarkan, dan menegaskan kesaksian beliau;
Keagungan pertama;
Pembenaran kelompok bercahaya yang dikenal sebagai keluarga Muhammad Saw. di dunia ini, yang terdiri dari ribuan qutub dan wali besar yang memiliki pandangan tajam dan menebus yang mampu melihat alam gaib, seperti Imam Ali r.a. yang berkata, “Andai pun alam gaib tersingkap, tetap tidak membuat keyakinanku bertambah.”
Juga al-ghauts al-a’zham (Abdul Qadir Al-Jailani) yang menyaksikan Arsy agung –sementara ia berada di bumi, dan menyaksikan keagungan penjelmaan Israfil a.s.
Keagungan kedua;
Pembenaran kelompok yang masyhur di seluruh alam yang dikenal sebagai “para sahabat,” yang sepakat dengan keimanan kuat yang membuat mereka mengorbankan diri, harta benda, orang tua, dan kabilah.
Kelompok ini pada mulanya adalah kaum badui yang tinggal di lingkungan buta huruf, jauh dari kehidupan sosial, jauh dari pemikiran-pemikiran politik. Mereka tidak memiliki kitab, hidup dalam kegelapan masa fatrah (masa tidak adanya seorang rasul), dan dalam waktu relatif singkat, mereka menjelma menjadi guru, pembimbing, pemimpin, dan penguasa-penguasa adil bagi sebagian besar umat dan pemerintahan dari
124. Page
sisi peradaban dan ilmu. Mereka menjelma menjadi masyarakat paling agung dalam kehidupan sosial dan politik, menata dunia dari timur hingga ke barat dengan model penataan yang membuat dunia kagum.
Keagungan ketiga;
Pembenaran kelompok agung yang tak terbatas jumlahnya dari kalangan ulama ahli tahqiq nan meluas ilmunya yang tumbuh di tengah-tengah umatnya, yang jumlahnya mencapai ribuan di setiap masa, yang terdepan di bidang segala keilmuan dengan kecerdasan, bekerja di segala bidang yang berbeda. Mereka membenarkan secara sepakat dan dengan tingkat ‘ilmul yaqin.
Untuk itu, si pengelana memutuskan bahwa kesaksian pribadi ini –Saw.- akan keesaan, bukanlah kesaksian pribadi dan parsial, tapi merupakan kesaksian umum dan menyeluruh yang tak tergoyahkan. Setan-setan tidak akan mampu muncul untuk menghadapi kesaksian ini, meski mereka bersatu padu dan bahu membahu untuk menghadapi itu.
Isyarat singkat pelajaran yang didapatkan si pengelana bumi dan musafir kehidupan –yang berkelana dengan akalnya di masa kebahagiaan- dari madrasah An-Nur ini telah disebutkan dalam “tingkatan keenambelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada Tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kebanggaan alam, kemuliaan jenis anak cucu Adam dengan keagungan kuasa Al-Qur'an-nya, keindahan luasnya agamanya, kesempurnaan-kesempurnaannya nan begitu banyak, keluhuran akhlaknya bahkan atas pengakuan para musuh-musuhnya. Juga disaksikan dan dibuktikan oleh kekuatan ratusan mukjizat nyata yang membenarkan dan dibenarkan, dan dengan kekuatan ribuan hakikat-hakikat agamanya nan terang dan pasti berdasarkan ijma keluarganya yang memiliki cahaya, kesepakatan para sahabatnya yang memiliki pandangan mata hati, serta kesepakatan para ahli tahqiq umatnya yang memiliki bukti-bukti nyata dan pandangan-pandangan mata hati nan bercahaya terang.”
Selanjutnya, si tamu yang tidak pernah lelah dan puas, yang mengetahui bahwa tujuan hidup dan nyawa kehidupan di dunia ini adalah iman, berbicara kepada hatinya seraya mengatakan;
“Mari kita kembali kepada kitab yang ditandai dengan Al-Qur'an yang merupakan kalam dan perkataan Zat yang kita cari, ia adalah kitab paling terkenal, paling bersinar terang, dan paling bijak di dunia ini, yang menantang siapapun yang tidak tunduk padanya di setiap masa. Mari kita kembali pada kitab ini dan kita ketahui apa yang Ia firmankan. Namun terlebih dahulu jangan kita nyatakan bahwa kitab ini adalah kalam Pencipta kita.” Ia memulai pencarian.
Karena hidup di zaman sekarang, si pengelana terlebih dahulu melihat Risalah-risalah An-Nur yang merupakan kilauan-kilauan mukjizat maknawi Al-Qur'an. Ia mengetahui bahwa Risalah-risalah An-Nur –yang terdiri dari seratus tigapuluh risalah- merupakan noktah ayat-ayat Al-Qur'an, cahaya dan penafsiran kuat ayat-ayatnya, tidak mampu ditentang siapapun, padahal Risalah-risalah An-Nur menyebarkan hakikat-hakikat Al-Qur'an dimanapun juga dengan semangat jihad dan kecakapan berkuda di era pembangkangan hingga batasan tertentu.
Ini membuktikan bahwa Al-Qur'an yang merupakan guru, sumber, rujukan, mentari samawi bagi Risalah-risalah An-Nur, sama sekali bukan perkataan manusia,
125. Page
bahkan “kalimat keduapuluh lima” dan penutup “catatan kesembilanbelas” –yang merupakan hujah Al-Qur'an, merupakan satu di antara ratusan hujah Risalah-risalah An-Nur- telah menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat melalui empatpuluh sisi, dimana siapapun melihat mukjizat-mukjizat itu, ia tidak akan mampu mengkritik ataupun menentangnya. Sebaliknya, ia akan terpesona oleh penegasan mukjizat-mukjizat itu dan menanggapnya baik serta memberikan pujian menawan.
Si pengelana ini mengalihkan penjelasan tentang penegasan sisi kemukjizatan Al-Qur'an dan bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah sebenarnya kepada Risalah-risalah An-Nur. Namun si pengelana akan menyebut beberapa poin singkat yang menunjukkan keagungan Al-Qur'an;
Poin pertama;
Sebagaimana Al-Qur'an dengan seluruh mukjizat dan hakikatnya yang menunjukkan bahwa ia benar adanya adalah mukjizat Muhammad Saw., seperti itu pula Muhammad Saw. dengan seluruh mukjizat dan bukti-bukti kebenaran nubuwah serta kesempurnaan ilmunya adalah mukjizat Al-Qur'an serta hujah pasti bahwa Al-Qur'an adalah kalam Allah.
Poin kedua;
Al-Qur'an menciptakan revolusi di dunia ini di dalam jiwa, hati, ruhani, dan akal umat manusia, juga dalam kehidupan pribadi, sosial, maupun politik mereka. Al-Qur'an mempertahankan dan mengatur perubahan ini dengan merubah kehidupan sosial menjadi kehidupan bercahaya terang nan hakiki yang dipenuhi kebahagiaan, karena ayat-ayatnya yang mencapai 6666 ayat dibaca setiap menit sejak 14 abad silam dengan penuhi penghormatan oleh lebih dari minimal 100 juta lisan manusia, mendidik dan membersihkan jiwa manusia, menjernihkan hati mereka, memberikan pengungkapan dan peningkatan pada ruhani, memberikan keistiqamahan dan cahaya bagi akal, dan memberikan nyawa serta kebahagiaan bagi kehidupan.
Maka tidak diragukan bahwa kitab seperti ini yang tidak ada bandingnya ini adalah mukjizat luar biasa tiada duanya.
Poin ketiga;
Sejak masa itu hingga saat ini, Al-Qur'an tetap memperlihatkan kefasihan bahasa. Bahkan, Al-Qur'an meruntuhkan nilai kasidah-kasidah masyhur yang disebut sebagai al-mu’allaqat as-saba’ karya para sastrawan ternama yang ditulis dengan tinta emas dan ditempelkan di dinding Ka’bah.
Bahkan putri Labid berkata kala kasidah karya ayahnya diturunkan dari dinding Ka’bah, “Ayat-ayat sudah tiba, maka kau tidak lagi punya tempat di sini.”
Selanjutnya, seorang sastrawan pedalaman dan badui kala mendengar ayat ini dibaca;
فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu).” (QS. Al-Hijr: 94) Ia bersungkur sujud hingga orang-orang bertanya kepadanya, “Kau masuk Islam?”
“Tidak, aku hanya sujud karena kefasihan ayat ini,” jawabnya.
Selanjutnya, ribuan para imam terkemuka dan para sastrawan ahli seperti Abdul Qahir Al-Jurjani, As-Sakaki, dan Az-Zamakhsyari yang tergolong sebagai tokoh-tokoh
126. Page
ilmu balaghah, sepakat menyatakan bahwa tingkat kefasihan bahasa Al-Qur'an berada di atas kemampuan manusia dan tidak mungkin dicapai.
Selanjutnya, sejak saat itu, Al-Qur'an terus menantang, memukul senar perasaan para sastrawan dan para ahli bahasa yang terpedaya dan egois, mematahkan sikap terpedaya mereka, menyeru mereka untuk berhadapan seraya mengatakan kepada mereka, “Buatlah satu surah sepertinya, atau terimalah kebinasaan dan kehinaan dunia-akhirat.”
Pilihan jalan perlawanan panjang yang dijatuhkan para ahli bahasa penentang di masa itu, yang membuat harta benda dan nyata mereka beresiko tinggi terkena bahaya tidak mampu membuat satu surah seperti surah Al-Qur'an, adanya mereka meninggalkan jalan penentangan yang merupakan jalan pintas meski Al-Qur'an mengumumkan tantangan tersebut, ini menegaskan bahwa menempuh jalan pintas (menentang Al-Qur'an) tidak akan bisa dilakukan.
Selanjutnya, jutaan buku-buku dan kitab-kitab berbahasa Arab yang beredar luas dan ditulis sejak saat itu –dan hingga kini tetap ditulis- dengan kerinduan para pecinta Al-Qur'an untuk menyerupai dan menirunya, dan ditulis oleh para musuh-mush Al-Qur'an untuk membantah dan mengkritiknya, yang kian berkembang karena munculnya banyak pemikiran dimana buku-buku tersebut banyak beredar luas, namun tak satupun di antaranya yang mampu mencapai tingkatan Al-Qur'an.
Bahkan orang biasa sekalipun jika mendengar Al-Qur'an, pasti akan mengatakan, “Al-Qur'an ini sama sekali tidak sama seperti kitab-kitab itu, dan tidak setingkat dengan semua itu.”
Dengan demikian, Al-Qur'an berada di bawah seluruh kitab, atau di atas semuanya. Tak seorang pun di dunia ini, bahkan orang kafir sekalipun, atau bahkan orang paling dungu sekalipun, mengatakan bahwa Al-Qur'an berada di bawah semua kitab. Untuk itu, tingkat bahasa Al-Qur'an berada di atas seluruh kitab. Bahkan, seseorang membaca ayat ini;
سَبَّحَ لِلّٰهِ مَا فِى السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۚ وَهُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Semua yang berada di langit dan yang berada di bumi bertasbih kepada Allah (menyatakan kebesaran Allah). Dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Hadid: 1) Ia kemudian berkata, “Saya tidak bisa mengetahui kefasihan ayat ini, meski ayat ini luar biasa.”
Lalu ada yang berkata kepadanya, “Kembalilah ke masa si pengelana itu dan dengarkan ayat itu di sana.”
Ia kemudian membayangkan diri berada di masa itu sebelum Al-Qur'an diturunkan. Ia lantas mengetahui bahwa seluruh wujud di alam ini berada dalam kesengsaraan, kegelapan, dan kematian tanpa perasaan dan tanpa peran, berada di ruang sepi tanpa batas, di dunia fana nan tiada menetap.
Kala mendengar ayat ini dari lisan Al-Qur'an, ia seketika itu juga mengetahui ayat ini melenyapkan tirai penutup alam raya, penutup wajah dunia, dan menyinarinya. Ia menyaksikan bahwa kalam azali dan firman abadi ini memberikan pelajaran kepada mereka yang memiliki perasaan dan terpilih di antara barisan-barisan zaman, juga menjelaskan bahwa alam raya ini laksana masjid besar berisi seluruh makhluk –khususnya langit dan bumi- yang tengah berzikir, bertasbih, melakukan amal baik dengan kerinduan, cita-cita, semangat, kebahagiaan dan kerelaan.
127. Page
Ia merasakan tingkat kefasihan bahasa ayat ini, dan ia bandingkan seluruh ayat dengan ayat ini, ia memahami sebuah hikmah di antara ribuan hikmah untuk mempertahankan gema kefasihan bahasa Al-Qur'an nan begitu besar kuasanya dengan sepenuh penghormatan selama 14 abad –tanpa jeda- menguasai separuh bumi dan seperlima umat manusia.
Poin keempat;
Al-Qur'an menampakkan kenikmatan yang memiliki hakikat, karena membaca sesuatu secara berulang kali yang menimbulkan rasa jemu bahkan terhadap sesuatu yang paling nikmat sekalipun, tidak dialami oleh orang yang membaca Al-Qur'an. Bahkan, semakin diulang semakin terasa nikmat bagi orang yang hati dan daya rasanya tidak rusak. Ini merupakan hal diterima siapapun sejak dulu kala, bahkan menjadi sebuah perumpamaan.
Al-Qur'an juga menampakkan kesegaran, terlihat muda dan menakjubkan, karena Al-Qur'an tetap menjaga sisi kesegaran seakan baru diturunkan saat ini, meski Al-Qur'an sudah ada sejak 14 abad silam, difahami dengan mudah oleh siapapun.
Setiap masa melihat Al-Qur'an masih muda, seakan Al-Qur'an seakan langsung berbicara kepadanya, meski setiap kelompok ilmiah memetik manfaatnya setiap saat, mengikuti dan meniru cara penyampaiannya. Al-Qur'an tetap menjaga keanehannya dengan cara dan model penyampaian yang ia suguhkan.
Poin kelima;
Seperti halnya salah satu sayap Al-Qur'an berada di masa lalu sementara sayap yang satunya lagi berada di masa depan, seperti halnya akar dan salah satu sayap Al-Qur'an adalah hakikat-hakikat yang disepakati para nabi terdahulu, dipercaya dan dikuatkan, dan mereka juga membenarkan Al-Qur'an dengan bahasa kesepakatan, seperti itu juga seluruh tarekat kewalian sufi yang benar yang tumbuh dan hidup di bawah perlindungan sayap kedua Al-Qur'an yang menunjukkan bahwa pohon Al-Qur'an yang diberkahi memberikan kehidupan ruhani, juga menjadi inti hakikat melalui buah yang kehidupannya bersumber dari Al-Qur'an, seperti para wali dan orang-orang suci, juga berdasarkan kesempurnaan mereka yang menghidupkan jiwa, dan berdasarkan seluruh ilmu hakikat Islam, maka Al-Qur'an adalah inti kebenaran, perhimpunan seluruh hakikat, dan Al-Qur'an adalah satu-satunya dalam cakupannya nan menyeluruh yang tiada banding.
Poin keenam;
Enam sisi Al-Qur'an adalah cahaya yang menunjukkan kebenaran Al-Qur'an.
Ya, seperti halnya tiang-tiang hujah dan dalil yang ada di bawah Al-Qur'an, kilauan-kilauan stempel mukjizat yang ada di atasnya, hadiah-hadiah kebahagiaan dunia-akhirat sebagai tujuan yang ada di hadapannya, hakikat-hakikat wahyu samawi yang merupakan titik sandar yang ada di belakangnya, pembenaran-pembenaran akal nan lurus tanpa batas melalui dalil-dalil yang ada di sisi kanannya, ketenangan bagi hati nan lurus dan nurani nan bersih, juga tarikan murni dan penyerahan diri yang berada di sisi kanannya, semua ini menegaskan bahwa Al-Qur'an adalah benteng samawi nan kokoh yang ada di bumi, benteng luar biasa yang tidak mungkin diusik.
Seperti itu juga ada enam maqam yang memperkuat bahwa Al-Qur'an adalah inti hakikat, Al-Qur'an benar adanya, bukan perkataan manusia, tidak ada kesalahan di dalamnya, karena Zat yang mengatur alam ini yang menjadikan tampaknya keindahan di alam raya ini, perlindungan untuk kebaikan dan kebenaran, melenyapkan para penipu dan
128. Page
pendusta sebagai salah satu sunnatullah dan aturan segala aktivitas, Ia kuatkan dan benarkan dengan memberikan maqam penghormatan paling tinggi dan tingkatan taufiq untuk Al-Qur'an di alam ini.
Demikian halnya keyakinan Rasul mulia Saw. yang menjadi sumber mata air Islam, penerjemah Al-Qur'an, dan penghormatan beliau terhadap Al-Qur'an yang lebih besar dari siapapun juga, mengalami kondisi semacam tidur kala Al-Qur'an turun pada beliau, seluruh tutur kata beliau tidak mencapai tingkatan Al-Qur'an dan tidak mirip Al-Qur'an dalam batasan tertentu, penjelasan tentang hal gaib yang beliau sampaikan –meski beliau buta huruf- seperti peristiwa-peristiwa alam raya hakiki yang terjadi pada masa lalu dan yang akan terjadi pada masa depan melalui Al-Qur'an tanpa ragu dan tenang, keimanan dan kepercayaan si penerjemah–yang sama sekali tidak pernah menampakkan penipuan atau kesalahan karena berada dalam pengawasan mata-mata yang sangat tajam sekali- yang menerjemahkan setiap hukum-hukum Al-Qur'an dengan sepenuh kekuatan yang beliau miliki, tidak tergoyah oleh apapun, ini semua memperkuat bahwa Al-Qur'an adalah samawi, haq, kalam Pencipta kita Yang Maha Penyayang yang diberkahi.
Demikian halnya keterkaitan seperlima umat manusia, bahkan bagian terbesar dari mereka dengan Al-Qur'an yang terpampang di hadapan mereka, mereka tertarik, menjaga diri, dan diam mendengar penuturannya, mengikuti, mencintai, dan merindukannya.
Jin, para malaikat dan ruh berkumpul di sekitar Al-Qur'an kala dibaca, mereka laksana serangga menghampiri api, demi menuju kebenaran berdasarkan kesaksian banyak sekali pertanda, realita dan pengungkapan. Ini semua bukti nyata bahwa Al-Qur'an diterima seluruh wujud, dan Al-Qur'an berada di maqam yang paling tinggi dan paling luhur.
Demikian halnya setiap kalangan manusia –dari yang paling dungu hingga yang paling cerdas, dari yang paling bodoh hingga yang paling pintar- mengambil bagian masing-masing dari pelajaran Al-Qur'an secara utuh, mereka memahami hakikat-hakikat paling dalam, setiap kelompok mendapatkan seluruh yang mereka perlukan dan jawaban-jawaban terkait ilmu yang mereka kuasai –seperti ratusan kalangan ahli ijtihad besar di bidang pengetahuan-pengetahuan Islam, khususnya syariat terbesar, dan seperti para ahli tahqiq besar di bidang ushuluddin dan ilmu kalam. Ini menguatkan bahwa Al-Qur'an adalah sumber kebenaran dan bahan hakikat.
Demikian halnya para sastrawan Arab yang terdepan di bidang sastra, mereka tidak mampu untuk membuat satu surah pun seperti Al-Qur'an dari sisi tingkat bahasa hingga saat ini.
Ini adalah satu di antara sekian sisi kemukjizatan Al-Qur'an, dan tujuh di antaranya merupakan sisi terbesar, meski mereka sangat ingin menentang. Ketidakmampuan para ahli bahasa terkenal dan ilmuan terkemuka untuk meniru Al-Qur'an sejak diturunkan hingga saat ini, dan mereka yang ingin meraup reputasi dengan menentang Al-Qur'an untuk menyamai sisi manapun di antara sisi-sisi kemukjizatan Al-Qur'an, adanya mereka tidak berkutik dan tiada berdaya, tidak lain menguatkan bahwa Al-Qur'an adalah mukjizat dan berada di luar kemampuan manusia.
Ya, tidak mungkin ada bandingan untuk Al-Qur'an karena kalam ini meraih nilai, keluhuran, dan kefasihan dari sisi “siapa yang mengucapkannya,” “untuk siapa Al-Qur'an diucapkan,” dan “kenapa Ia mengucapkannya.” Tidak mungkin ada kalam yang mencapai tingkatan Al-Qur'an, karena Al-Qur'an adalah khitab, kalam dan pembicaraan Rabb dan
129. Page
Pencipta seluruh alam, yang di dalamnya sama sekali tidak ada satu pun ayat yang mengesankan tiruan dan dibuat-buat.
Tidak diragukan, mustahil membuat kalam seperti Al-Qur'an yang memiliki utusan atas nama seluruh manusia, bahkan atas nama seluruh makhluk, juga lawan bicara yang paling terkenal di antara seluruh manusia, agama Islam nan agung menyebar berkat kekuatan dan luasnya keimanan beliau, beliau pernah bawa naik ke langit hingga sampai maqam “sedekat dua busur panah,” lalu turun membawa kalam-kalam shamadani, yang menjelaskan permasalahan-permasalahan terkait kebahagiaan dunia-akhirat, hasil-hasil penciptaan alam raya, tujuan-tujuan rabbani di alam raya, keimanan paling tinggi dan paling luas –yang berisi seluruh hakikat-hakikat Islam- yang dimiliki lawan bicara Al-Qur'an ini, yang memperlihatkan seluruh bagian alam raya nan besar ini laksana sebuah peta, jam, atau rumah, menjelaskan dan mengajarkan tentang kondisi-kondisi Sang Pencipta.
Juga tidak diragukan, beliau tidak mungkin mampu mencapai tingkat kemukjizatan Al-Qur'an.
Demikian halnya ribuan ulama peneliti ahli –yang menafsirkan Al-Qur'an, sebagian di antara mereka mengarang kitab tafsir yang terdiri diri tigapuluh atau empatpuluh jilid kitab, bahkan sampai tujuhpuluh jilid- yang menyebutkan berbagai keistimewaan, rahasia, makna-makna luhur tanpa batas, pemberitaan-pemberitaan gaib dalam Al-Qur'an, semua ini mereka jelaskan dengan sanad dan dalil, khususnya terkait penegasan setiap kitab di antara 130 kitab Risalah-risalah An-Nur yang merupakan keistimewaan dan noktah Al-Qur'an dengan dalil-dalil qath’i, khususnya risalah “kemukjizatan-kemukjizatan Al-Qur'an,” maqam kedua dari “kalimat keduapuluh” yang mengeluarkan banyak hal luar biasa dari Al-Qur'an terkait kemajuan-kemajuan peradaban, seperti kereta api dan pesat.”
Juga disebutkan dalam “sinar pertama” yang disebut “isyarat-isyarat Al-Qur'an” yang menjelaskan isyarat-isyarat sejumlah ayat yang mengisyaratkan tentang listrik, serta delapan risalah kecil yang disebut “delapan rumus” yang menjelaskan bagaimana huruf-huruf Al-Qur'an tertata rapi dan menawan, memiliki serangkaian rahasia, makna and tujuan, juga risalah kecil yang menegaskan kemukjizatan ayat terakhir surah Al-Fath melalui lima sisi pemberitaan gaib.
Masing-masing bagian Risalah-risalah An-Nur menampakkan salah satu hakikat dan cahaya Al-Qur'an. Ini semua menegaskan bahwa Al-Qur'an tiada memiliki banding, Al-Qur'an adalah mukjizat luar biasa, Al-Qur'an adalah lisan alam gaib di alam nyata ini, dan Al-Qur'an adalah kalam Yang Maha mengetahui hal gaib.
Serangkaian keistimewaan dan karakteristik Al-Qur'an yang disinggung dalam enam poin, enam sisi, dan enam maqam di atas, kekuasaan cahaya nan agung, suci dan agung menerangi wajah seluruh masa, menyinari wajah bumi tanpa henti dengan sepenuh penghormatan selama 1300 tahun silam (saat risalah ini ditulis).
Karena serangkaian karakteristik ini, Al-Qur'an meraih keistimewaan-keistimewaan suci, seperti minimal sepuluh pahala dan sepuluh kebaikan untuk setiap huruf-hurufnya, memberikan sepuluh buah abadi, bahkan setiap huruf-huruf sebagian ayat-ayat dan surah-surahnya memunculkan seratus atau seribu buah, atau bahkan lebih. Pahala dan nilai setiap hurufnya juga bertambah pada waktu-waktu tertentu yang diberkahi, dari sepuluh menjadi ratusan.
130. Page
Seperti itulah si pengelana di dunia itu memahami, ia kemudian berbicara kepada akalnya seraya mengatakan;
“Al-Qur'an yang merupakan mukjizat dari segala sisinya ini, melalui bukti-buktinya menegaskan keberadaan Zat yang wajib ada, Yang Maha Esa, Maha Tunggal, menunjukkan keesaan, sifat-sifat, dan nama-nama-Nya berdasarkan kesepakatan seluruh surah dan ayat-ayatnya, berdasarkan keselarasan rahasia dan cahaya-cahayanya, kesesuaian buah dan jejak-jejaknya, bahkan kesaksian-kesaksian tanpa batas para ahli iman muncul dari kesaksian Al-Qur'an itu sendiri.”
Isyarat singkat yang dipetik si pengelana dari pelajaran tauhid dan iman dari Al-Qur'an ini telah disebutkan dalam “tingkatan ketujuhbelas’ dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh Al-Qur'an al-mu’jizul bayan, yang diterima dan dicintai para malaikat, manusia dan jin, yang setiap ayat-ayatnya dibaca setiap menit dengan penuh penghormatan oleh lisan ratusan juta umat manusia, yang kekuasaan dan kesuciannya tetap bertahan di seluruh belahan bumi dan alam raya, di seluruh wajah masa dan zaman, yang kekuasaan dan cahayanya berlaku di separuh bumi dan pada seperlima umat manusia selama 14 abad lamanya dengan sepenuh pengagungan. Juga disaksikan dan dibuktikan melalui kesepakatan surah-surahnya nan suci dan samawi, kesepakatan ayat-ayatnya yang merupakan cahaya-cahaya ilahi, keselarasan segala rahasia dan cahaya-cahayanya, kesamaan seluruh hakikat, buah, dan jejak-jejaknya yang disaksikan secara nyata.”
Selanjutnya, si pengelana pelintas jalan kehidupan itu mengetahui bahwa iman –yang tidak memberikan ladang dan rumah fana dan sesaat bagi manusia malang, tapi memberikan alam raya secara keseluruhan padanya, juga kerajaan abadi seukuran dunia, memberikan segala keperluan kehidupan abadi bagi manusia fana, menyelamatkan orang malang yang menanti tiang gantungan ajal dari ketiadaan abadi.
Ia kemudian berbicara kepada dirinya seraya mengatakan;
“Mari kita melangkah maju karena kita harus menatap ke seluruh alam raya ini untuk meraih tingkatan lain di antara tingkatan-tingkatan iman tanpa batas. Kita harus mendengarkan apa yang diucapkan iman, kita sempurnakan dan kita terangi pelajaran-pelajaran yang telah kita dapatkan dari rukun-rukun dan bagian-bagiannya.”
Si pengelana itu kemudian menatap dengan pandangan nan luas dan menyeluruh yang ia ambil dari Al-Qur'an, ia kemudian mengetahui bahwa alam raya ini punya makna, dan alam raya ini menawan serta tertata rapi, karena ia terlihat laksana kitab penjelmaan subhani, Al-Qur'an jasmani rabbani, istana indah shamadani, dan negeri rahmani nan tertata.
Seperti halnya seluruh surah, ayat dan kata-kata kitab ini, bahkan setiap huruf, bab, pasal, lembaran dan tulisan yang setiap saat dihapus dan ditetapkan, dengan bentuk yang punya makan dan tujuan, serta dirubah dalam bentuk nan bijak, secara pasti dan berdasarkan ijma menunjukkan keberadaan Zat Maha mengetahui segala sesuatu, Maha Kuasa atas segala-galanya, Penyusun dan Pengukir, Penulis yang memiliki kesempurnaan, Maha melihat segala sesuatu pada segala sesuatu, Maha mengetahui yang menjaga keselarasan dan hubungan segala sesuatu dengan segala sesuatu, seperti itu juga –berdasarkan kesepakatan- menjelaskan keberadaan dan keesaan Sang Pencipta, Maha Pembangun, Maha Luhur yang bekerja dengan kuasa tanpa batas berdasarkan seluruh
131. Page
tiang, jenis, bagian-bagian kecil, seluruh penduduk alam raya ini, segala kandungan, segala yang datang dan apapun yang digunakan, beserta segala perubahan-perubahan yang ada di dalamnya yang memiliki berbagai maslahat dan pembaruan.
Kesaksian dua hakikat agung nan luas yang sesuai dengan keagungan alam raya berikut, menegaskan keberadaan kesaksian agung alam raya tersebut;
Hakikat pertama;
Hakikat-hakikat “kemungkinan” dan “ketidakabadian” yang dianut para ulama ushuluddin, ilmu kalam, dan orang-orang bijak dari kalangan muslim, yang mereka tegaskan dengan dalil-dalil tanpa batas, dimana mereka menyatakan, “Karena di luar sana ada perubahan pada alam dan segala sesuatu, maka tidak diragukan bahwa alam ini fana dan tidak abadi, bukan azali.
Karena alam ini tidak abadi, maka tentu ada Pencipta yang menciptakannya. Karena segala sesuatu sama jika tidak ada sebab wujud atau ketiadaan dalam esensinya, maka tidak diragukan bahwa mustahil alam ini wajib ada dan azali.
Karena kemustahilan segala sesuatu menciptakan circle dan hirarchis satu sama lain yang keduanya ini mustahil dan batil, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, maka tidak diragukan bahwa Zat yang wajib ada harus ada, karena padanan Zat ini mustahil ada, apapun selain-Nya bersifat mungkin, dan apapun selain-Nya adalah makhluk.”
Ya, hakikat ketidakabadian menguasai alam raya ini. Mata melihat sebagian besar di antaranya, dan akal melihat sebagian yang tersisa di antaranya, karena alam mati di hadapan mata kita setiap tahunnya pada musim gugur, karena bersamaan dengan musim gugur, turut mati pula seratus ribu jenis tumbuh-tumbuhan, hewan-hewan kecil yang setiap jenisnya memiliki kelompok tanpa batas, dan masing-masing di antaranya dinilai sebagai wujud yang memiliki kehidupan.
Namun mereka mati secara teratur karena mereka meninggalkan pengganti di musim semi berupa benih, biji-bijian, dan telur yang menjadi inti perhimpunan dan kebangkitan mereka, juga sebagai mukjizat-mukjizat rahmat, hikmah, dan keindahan kuasa serta ilmu.
Mereka menyerahkan catatan pekerjaan dan program tugas-tugas mereka kepada biji, benih, dan telur-telur tersebut, mereka simpan di sana sebagai amanat di sisi hikmah Yang Maha menjaga, dan di bawah perlindungan-Nya. Setelah itu mereka mati, kemudian pepohonan dan sebagian hewan-hewan yang jenisnya mati, dihidupkan kembali di musim semi laksana seratus ribu contoh dan bukti perhimpunan terbesar.
Mereka hidup sebagai pengganti jenis mereka yang mati dalam bentuk sama persis.
Semua makhluk musim semi yang lalu menyebarkan –laksana iklan- lembaran catatan pekerjaan dan tugas yang mereka lakukan, serta menampakkan contoh ayat;
وَاِذَا الصُّحُفُ نُشِرَتْۖ
Dan apabila catatan-catatan (amal perbuatan manusia) dibuka.” (QS. At-Takwir: 10)
Demi sejumlah jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan, alam besar mati setiap musim gugur dan musim semi, selanjutnya alam segar muncul ke permukaan. Melalui kematian dan kehidupan ini, terjadi kematian dan penciptaan berbagai jenis makhluk hidup secara
132. Page
teratur dan tertata rapi secara sempurna, seakan dunia ini adalah ruang jamuan tamu, dan seakan wujud-wujud makhluk hidup singgah di sana sebagai tamu, seakan alam-alam kelana dan dunia yang berlalu datang ke sana, menjalankan peran masing-masing, setelah itu berlalu.
Secara pasti, keberadaan Zat yang wajib ada, kuasa tanpa batas-Nya, dan hikmah tiada akhir-Nya, terlihat oleh akal seperti terlihatnya matahari, menciptakan makhluk-makhluk hidup kecil seperti ini di dunia, menciptakan wujud-wujud yang memiliki peran sepenuh ilmu, hikmah, neraca, keseimbangan, keteraturan dan keselarasan, mempergunakan mereka dengan kuasa dan rahmat untuk tujuan-tujuan rabbani-ilahi, serta pelayanan-pelayanan rahmani.
Kami akhiri pembahasan ini dengan mengalihkan masalah-masalah ketidakabadian ke Risalah-risalah An-Nur, juga kitab-kitab para ahli tahqiq ilmu kalam.
Persoalan “kemungkinan” juga menguasai dan meliputi jagad raya, karena kita tahu bahwa segala sesuatu –baik bagian paling kecil maupun yang menyeluruh, kecil ataupun besar- dan semua wujud dari yang paling besar hingga yang paling kecil, dari atom hingga bintang, diutus ke dunia dengan memiliki suatu keistimewaan, dengan bentuk tertentu, kepribadian dan sifat-sifat tersendiri, dengan esensi yang menyimpan banyak hikmah, dan dengan serangkaian instrumen yang memiliki banyak manfaat.
Nyatanya, keistimewaan yang diberikan pada esensi khusus di antara seluruh kemungkinan tanpa batas, bentuk tertentu yang sesuai dengan demikian serangkaian ukiran dan tanda-tanda pembeda yang diberikan di antara sekian kemungkinan sebanyak bilangan bentuk-bentuk yang ada, keistimewaan yang secara khusus diberikan kepada wujud makhluk tertentu yang berada di antara sekian banyak kemungkinan sebanyak bilangan kelompok jenisnya, sifat-sifat khusus yang sesuai yang ditanamkan dan memiliki banyak maslahat bagi ciptaan yang tidak memiliki wujud yang berada di antara berbagai kemungkinan sebanyak bilangan sifat dan tingkatan-tingkatannya, esensi yang memiliki banyak hikmah dan berbagai organ pembantu yang diberikan kepada makhluk yang bingung tanpa tujuan yang berada di antara berbagai kemungkinan tanpa batas dari sisi kemungkinan wujudnya berdasarkan cara dan jenis-jenis tanpa batas;
Saya katakan, “Tidak diragukan bahwa isyarat, petunjuk dan kesaksian-kesaksian –sebanyak bilangan seluruh kemungkinan menyeluruh ataupun sebagian, sebanyak jumlah kemungkinan esensi, wujud, sifat, dan kondisi semua yang mungkin ada- semua ini menunjukkan wajibnya keberadaan Zat yang wajib ada yang mengkhususkan, menguatkan, menentukan, dan menciptakan. Juga menunjukkan kuasa dan hikmah tanpa batas-Nya.”
Tidak ada sesuatu pun atau kondisi apapun yang samar bagi-Nya, tidak ada sesuatu pun yang melemahkan-Nya, sesuatu yang paling besar mudah bagi-Nya laksana sesuatu yang paling kecil, Ia mampu menciptakan musim semi dengan mudah semudah menciptakan sebuah pohon, menciptakan sebuah pohon dengan mudah semudah menciptakan satu biji.
Saya katakan, “Tidak diragukan bahwa semua ini muncul dari hakikat kemungkinan, dan membentuk salah satu dari kedua sayap kesaksian agung untuk alam raya ini.”
Karena bagian-bagian Risalah-risalah An-Nur, khususnya “kalimat keduapuluh dua,” “kalimat ketigapuluh dua,” “catatan keduapuluh,” dan “catatan ketigapuluh tiga” telah menjelaskan kesaksian alam raya secara sempurna, juga menyebutkan kedua sayap
133. Page
kesaksian tersebut dengan hakikatnya, kami singkat kisah panjang ini sampai di sini saja, dan kami alihkan penjelasan panjang lebar masalah ini ke bagian-bagian Risalah-risalah An-Nur yang telah disebut di atas.
Hakikat kedua;
Hakikat yang menegaskan sayap kedua kesaksian agung dan menyeluruh yang muncul dari seluruh alam raya;
Hakikat kerja sama pada makhluk-makhluk yang berusaha menjaga keberadaan mereka, pelayanan dan tugas yang mereka lakukan dengan menjaga keberlangsungan hidup jika mereka tergolong makhluk hidup, disaksikan melalui serangkaian perubahan tanpa henti. Kerjasama ini berada di luar kemampuan seluruh makhluk tersebut.
Contoh; serangkaian contoh yang terjadi karena pengaturan rabbani dan penggunaan rahmani untuk hakikat kerjasama, seperti unsur-unsur yang bekerja untuk memberikan bekal bagi para makhluk hidup, khususnya awan yang bekerja untuk memberikan bekal bagi tumbuh-tumbuhan, tumbuh-tumbuhan bekerja untuk membantu hewan, hewan bekerja untuk membantu manusia, susu ibu laksana telaga Kautsar bekerja untuk memberikan gizi bagi anak.
Juga penyerahan berbagai macam kebutuhan dan rizki untuk para makhluk hidup –ini terjadi di luar kemampuan mereka- ke tangan mereka dari arah yang tidak mereka duga, bahkan partikel-partikel paling kecil makanan bekerja untuk memperbaiki sel-sel tubuh, semua ini secara langsung menunjukkan rububiyah menyeluruh dan rahmaniyah Rabb seluruh alam yang mengatur seluruh alam raya ini laksana mengatur sebuah istana.
Ya, kerjasama antara dua makhluk yang tidak memiliki perasaan dan simpati, yang bersikap layaknya memiliki kasih sayang satu sama lain, tidak diragukan bahwa mereka digiring untuk saling membantu satu sama lain dengan kekuatan Rabb Yang Maha Penyayang, Maha Bijaksana, Pemilik keluhuran, juga dengan rahmat dan perintah-Nya.
Kesaksian hakikat-hakikat agung seperti kerjasama menyeluruh yang terjadi di alam raya ini, keseimbangan dan penjagaan menyeluruh yang berlaku dengan teratur secara sempurna di dalamnya, dimulai dari bintang hingga ke organ-organ makhluk hidup dan partikel-partikel mereka yang paling kecil, riasan yang menggerakkan pena dalam segala sesuatu, dimulai dari wajah langit yang dirias indah, wajah bumi nan elok, hingga wajah-wajah bunga nan indah, penataan yang menguasai segala sesuatu, dimulai dari pergerakan galaksi dan rangkaian matahari, hingga pergerakan buah dan tanaman seperti jagung dan delima, pelaksanaan tugas yang membebankan tugas-tugas tertentu kepada segala sesuatu, dimulai dari matahari, bulan, berbagai unsur, awan, hingga lebah, semua ini menegaskan dan membentuk sayap kedua kesaksian alam raya sesuai keagungan hakikat-hakikat tersebut.
Mengingat Risalah-risalah An-Nur telah menegaskan dan menjelaskan kesaksian agung ini, kami rasa sudah cukup dengan isyarat singkat ini saja. Isyarat singkat dari pelajaran keimanan dari alam raya yang dipetik si pengelana ini telah di sebutkan dalam “tingkatan kedelapanbelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang wajib ada, yang mustahil ada banding-Nya, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh wujud-wujud ini sebagai kitab besar yang menjelma, ditunjukkan oleh Al-Qur'an nan tertata tapi, ditunjukkan oleh istana penuh riasan nan tertata rapi, negeri besar nan indah dan
134. Page
tertata, juga ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh surah, ayat, kata, huruf, bab, pasal, halaman, tulisan, ditunjukkan oleh kesepakatan rukun, jenis, bagian-bagian kecil, kandungan, semua yang masuk dan keluar, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan cakupan hakikat penciptaan, perubahan, dan kemungkinan, ditunjukkan oleh ijma ulama ilmu kalam, kesaksian hakikat perubahan bentuk dan kandungannya, ditunjukkan oleh hikmah, keteraturan, pembaruan huruf dan kata-katanya secara teratur, juga neraca, juga ditunjukkan oleh kesaksian keagungan cakupan hakikat kerjasama, komunikasi, saling menopang, merasuk, keseimbangan dan penjagaan dalam semua wujud yang ada, juga ditunjukkan oleh kesaksian dan pandangan mata.”
Selanjutnya, si pengelana –yang ingin menambah pengetahuan- yang datang ke dunia untuk mencari Sang Pencipta, yang menapaki delapanbelas tingkat, mencapai Arsy hakikat, naik dengan mi’raj keimanan dari pengetahuan yang tiada terlihat menuju maqam kehadiran dan pembicaraan, ia kemudian berbicara kepada ruhnya seraya mengatakan;
Seperti halnya dari awal surah Al-Fatihah hingga kata إياك memulai hudhur dengan pujian dan sanjungan yang tiada terlihat, lalu naik ke khitab إياك , maka kita juga harus meninggalkan pencarian yang tiada terlihat. Kita memohon apa yang kita inginkan langsung kepada Zat yang kita cari, karena pertanyaan tentang matahari yang menyinari segala sesuatu, harus terkait matahari itu sendiri.
Ya, Zat yang memperlihatkan segala sesuatu, tentu menampakkan diri-Nya melebihi segala sesuatu. Untuk itu, kita bisa berusaha mengetahui Pencipta kita melalui nama-nama-Nya nan indah dan sifat-sifat-Nya nan suci sesuai kemampuan kita, sama seperti kita melihat dan mengenali matahari melalui sinar-sinarnya.
Dalam risalah ini, akan kami jelaskan dua cara di antara sekian banyak cara tanpa batas yang dimiliki tujuan di atas, dua tingkatan di antara sekian banyak tingkatan tanpa batas kedua cara tersebut, dan dua hakikat di antara sekian banyak hakikat kedua tingkatan tersebut secara garis besar dan singkat, di antara sekian banyak rinciannya yang sangat panjang sekali.
Hakikat pertama;
Hakikat “perbuatan yang menguasai” yang menyeluruh, tiada henti, menawan, rapi, tertata, besar, disaksikan dengan mata kepala, yang mengatur seluruh wujud langit dan bumi, mengatur pergantian-pergantian yang ada, dan meliputi seluruh alam raya.
Hakikat ini adalah perasaan pasti akan hakikat “kemunculan rububiyah” yang terkandung dalam hakikat “perbuatan yang menguasai” bijak dengan seluruh sisi dan arahnya.
Hakikat ini adalah pengetahuan hakikat “penampakan uluhiyah” secara pasti yang terkandung dalam hakikat “kemunculan rububiyah” yang menyebarkan rahmat dari segala sisi dan arah.
Dari “perbuatan tiada henti” yang menguasai dari balik tirai, mengesankan perbuatan-perbuatan Sang Pelaku Yang Maha Kuasa lagi Maha mengetahui yang memiliki pembiasan dalam segala sesuatu.
Dari nama-nama-Nya nan indah yang membias dengan keluhuran dan keindahan dari balik tirai, memperkenalkan keberadaan tujuh sifat suci dengan tingkatan ‘ilmul yaqin, bahkan ‘ainul yaqin, dan bahkan haqqul yaqin.
135. Page
Melalui pembiasan tujuh sifat suci tanpa batas yang berciri hidup, kuasa, ilmu, mendengar, melihat, berkehendak, dan berbicara, serta melalui kesaksian seluruh ciptaan, diketahui –secara pasti dan dengan ‘ilmul yaqin- keberadaan Zat yang menyandang sifat wajib ada, yang disebut Maha Esa, Maha Tunggal, Maha berbuat, tempat meminta segala sesuatu. Semua itu menunjukkan dengan cara sangat jelas, lebih jelas dan lebih terang dari matahari, seakan nampak di hadapan mata keimanan yang ada di dalam hati.
Karena kitab nan indah dan bijak, kitab yang diturunkan, rapi dan menawan, secara pasti mengharuskan adanya penulisan dan pembuatan. Penulisan dan pembuatan nan rapi secara pasti mengharuskan tanda si penulis dan pembuat. Tanda si penulis dan pembuat secara pasti mengharuskan adanya tindakan dan sifat penulisan dan pembuatan, kedua tindakan dan sifat ini secara pasti mengharuskan adanya siapa yang menyandang sifat, mengharuskan adanya pembuat, pemilik nama dan pelaku.
Seperti halnya tidak mungkin ada perbuatan tanpa pelaku, ada nama tanpa penyandang nama, maka tidak mungkin pula ada sifat tanpa sesuatu yang disifati, adanya ciptaan dan Pencipta.
Berdasarkan kaidah hakiki ini, maka alam raya dengan seluruh wujud yang ada di dalamnya laksana kitab-kitab dan risalah-risalah bijak tanpa batas, ditulis dengan pena takdir, laksana bangunan dan istana-istana tanpa batas yang dibangun dengan alat kuasa, dimana masing-masing di antaranya, satu persatu mengisyaratkan ribuan wajah, semuanya menyatu dengan banyak sekali wajah tanpa batas, ini semua adalah isyarat dan kesaksian-kesaksian tanpa batas atas perbuatan-perbuatan rabbani dan rahmani tanpa batas, mengisyaratkan pada seribu satu nama-nama ilahi nan indah –yang muncul dari perbuatan-perbuatan tersebut-, mengisyaratkan seluruh pembiasan nama-nama tersebut, mengisyaratkan tujuh sifat subhani –yang menjadi sumber nama-nama nan indah (al-asma’ul husna)-, mengisyaratkan seluruh pembiasannya yang tak terbatas, mengisyaratkan kewajiban adanya Zaty wajib ada yang memiliki keluhuran azali dan abadi yang merupakan bahan tujuh sifat yang menyeluruh dan suci, serta penyandang sifat-sifat tersebut.
Demikian halnya seluruh jenis keindahan, keelokan, dan kesempurnaan yang ada dalam semua wujud itu juga bersaksi akan keindahan, kesempurnaan suci yang layak yang ada di dalam perbuatan-perbuatan rabbani, nama-nama ilahi, sifat-sifat shamadani, dan kondisi-kondisi subhani.
Seluruh hakikat-hakikat di atas, secara pasti bersaksi akan keindahan dan kesempurnaan suci Zat Maha Suci.
Demikian halnya hakikat rububiyah yang membias dalam hakikat perbuatan, hakikat ini menampakkan dan memperkenalkan diri melalui segala kondisi dan tindakan, seperti penciptaan yang berciri ilmu, hikmah, takdir, pembentukan, pengaturan, dan pemutaran yang teratur dan seimbang, juga perubahan, penggantian, dan penyempurnaan yang disengaja dan dikehendaki, serta pemberian makan, nikmat, kemuliaan dan kebaikan yang memperlihatkan kasih sayang dan rahmat.
Hakikat penampakan uluhiyah yang secara pasti mengesankan penjelmaan rububiyah dan yang berada di dalamnya, juga memperkenalkan dan memberitahukan dirinya melalui pembiasan-pembiasan rahmat dan kemuliaan al-asma’ul husna, juga pembiasan-pembiasan luhur dan indah tujuh sifat pasti; hayat (hidup), ‘ilm (ilmu), qudrah (kuasa), iradah (kehendak), sama’ (mendengar), bashar (melihat), dan kalam (berbicara).
136. Page
Ya, seperti halnya sifat kalam memperkenalkan Zat Maha Suci melalui wahyu dan ilham, seperti itu pula sifat qudrah juga secara pasti mengabarkan tentang-Nya, dimana sifat ini laksana kata-kata yang berwujud, menampakkan alam raya dari ujung ke ujung dalam esensi Al-Qur'an yang terwujud, lalu memperkenalkan Yang Maha Kuasa.
Demikian halnya sifat ‘ilm (ilmu) yang juga memperkenalkan Yang Maha Esa lagi Maha Suci yang disifati, sesuai dengan seluruh ciptaan nan bijak, tertata rapi dan terukur, juga sebanyak bilangan seluruh makhluk yang diatur, ditata, dihiasi, dan dibedakan dengan ilmu.
Sementara sifat hayat, seluruh jejak-jejak yang mengabarkan tentang kuasa, seluruh bentuk dan kondisi nan tertata rapi, indah, bijak, terukur dan dirias yang memberitahukan adanya ilmu, seluruh bukti-bukti yang memberitahukan tentang seluruh sifat dengan bukti-bukti sifat hayat, sifat ini menunjukkan keberadaan sifat tersebut, seperti halnya kehidupan dengan seluruh bukti-buktinya juga memperkenalkan Zat Yang Maha Hidup yang tiada pernah berhenti mengurus makhluk seraya mempersaksikan seluruh makhluk hidup yang merupakan cermin-cermin sifat ini, merubah alam raya dari ujung ke ujung menjadi cermin besar yang terdiri dari serangkaian cermin tanpa batas yang terus berganti dan berubah tanpa henti demi memperlihatkan pembiasan dan ukuran berbeda yang berganti setiap saat.
Berdasarkan analogi ini, masing-masing dari sifat bashar (melihat), sama’ (mendengar), iradah (berkehendak) dan kalam (berbicara), menunjukkan dan memperkenalkan Allah Yang Maha Suci, sebatas yang ditunjukkan dan yang diperkenalkan oleh alam raya.
Seperti halnya menunjukkan keberadaan Allah Yang Maha Luhur, sifat-sifat ini juga secara pasti menunjukkan adanya kehidupan dan menunjukkan bahwa Allah Maha Hidup, karena ilmu adalah tanda kehidupan, pendengaran juga tanda kehidupan, penglihatan khusus untuk apapun yang hidup, kehendak berlaku melalui kehidupan, kemampuan juga hanya dimiliki apapun yang hidup, dan berbicara adalah kondisi apapun yang memiliki kehidupan dan pengetahuan.
Melalui poin-poin ini terbukti bahwa sifat hidup memiliki serangkaian dalil dan bukti yang memperkenalkan dirinya, memperkenalkan Zat yang disifati, seukuran tujuh kali lipat dari alam raya ini, hingga menjadi asas dan sumber seluruh sifat, juga sumber dan inti nama yang paling agung.
Karena Risalah-risalah An-Nur dalam batasan tertentu telah menjelaskan hakikat pertama ini dengan bukti-bukti kuat, kiranya tetesan dari samudera hakikat ini sudah cukup kiranya.
Hakikat kedua;
Pembicaraan ilahi yang berasal dari sifat kalam. Kalam Allah tiada batasnya, berdasarkan rahasia ayat;
قُلْ لَّوْ كَانَ الْبَحْرُ مِدَادًا لِّكَلِمٰتِ رَبِّيْ لَنَفِدَ الْبَحْرُ قَبْلَ اَنْ تَنْفَدَ كَلِمٰتُ رَبِّيْ وَلَوْ جِئْنَا بِمِثْلِهٖ مَدَدًا
“Katakanlah, ‘Sekiranya lautan menjadi tinta untuk (menulis) kalimat-kalimat Tuhanku, sungguh habislah lautan itu sebelum habis (ditulis) kalimat-kalimat Tuhanku, meskipun Kami datangkan tambahan sebanyak itu (pula).” (QS. Al-Kahfi: 109)
137. Page
Karena tanda paling jelas keberadaan seseorang adalah pembicaraan orang tersebut. Artinya, hakikat ini memberikan kesaksian-kesaksian tanpa batas akan keberadaan dan keesaan Zat Yang Maha berbicara.
Dua saksi kuat hakikat ini sudah disebutkan sebelumnya, yaitu saksi jenis-jenis wahyu dan ilham yang telah disampaikan di “tingkatan keempatbelas” dan “kelimabelas” dari risalah ini.
Juga sudah disebutkan kesaksian lain nan luas; kesaksian kitab-kitab suci samawi yang telah diisyaratkan dalam “tingkatan kesepuluh” dari risalah ini. Juga ada kesaksian lain yang terang dan menyeluruh; kesaksian Al-Qur'an yang telah disebut dalam “tingkatan ketujuhbelas” dari risalah ini. Untuk itu, penjelasan hakikat dan kesaksian ini kami alihkan ke tingkatan-tingkatan tersebut.
Mengingat cahaya ayat berikut;
شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًاۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18) Juga rahasia-rahasia ayat ini yang memberitahukan tentang hakikat di atas secara mukjizat, menjelaskan kesaksian hakikat ini dengan kesaksian seluruh hakikat lain, sudah cukup dan memadai bagi si pengelana kita, maka ia tidak mampu melangkah lebih jauh lagi.
Isyarat tersirat dari pelajaran yang didapatkan si pengelana pada maqam suci ini telah disebutkan dalam “tingkatan kesembilanbelas” dari “maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah, yang wajib ada, Maha Esa, Maha Tunggal, memiliki nama-nama indah, sifat-sifat luhur, perumpamaan tertinggi, yang keberadaan-Nya dalam keesaan-Nya ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh sifat-sifat suci-Nya nan menyeluruh, seluruh nama-nama indah-Nya nan membias, ditunjukkan oleh kesepakatan seluruh kondisi dan perbuatan-Nya nan mengatur, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan hakikat penampakan uluhiyah dalam penjelmaan rububiyah, dalam perbuatan nan mengatur tiada henti, ditunjukkan oleh penciptaan dengan kehendak dan kuasa, ditunjukkan oleh penentuan, pengaturan, dan pemutaran dengan pilihan dan hikmah, ditunjukkan oleh penataan, penjagaan, penghidupan dengan tujuan dan rahmat, ditunjukkan oleh kesempurnaan aturan dan keseimbangan, juga ditunjukkan oleh kesaksian keagungan menyeluruh hakikat rahasia;
شَهِدَ اللّٰهُ اَنَّهٗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۙ وَالْمَلٰۤىِٕكَةُ وَاُولُوا الْعِلْمِ قَاۤىِٕمًاۢ بِالْقِسْطِۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan Dia (yang berhak disembah), Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 18)
138. Page
Perhatian
Seluruh hakikat yang menguatkan sembilan belas tingkatan bab pertama “maqam kedua” sebelumnya, seperti halnya menunjukkan kewajiban adanya Allah melalui perwujudan dan keberadaan semua hakikat tersebut, juga menunjukkan kesatuan dan keesaan melalui cakupan hakikat-hakikat tersebut. Namun karena hakikat-hakikat tersebut telah menunjukkan keberadaan Allah secara tegas sejak awal, semua hakikat tersebut dinilai sebagai dalil-dalil wajibnya keberadaan Allah.
Adapun “bab kedua” dari “maqam kedua” disebut sebagai “bukti-bukti tauhid,” karena bab ini pada bagian awal secara gamblang menegaskan kesatuan, dan secara eksplisit menegaskan keberadaan Allah.
Pada dasarnya, bab pertama dan kedua secara bersamaan menegaskan kesatuan dan keberadaan Allah. Untuk mengisyaratkan perbedaan antara keduanya, alenia “kesaksian keagungan cakupan hakikat” yang tertera pada bab pertama diulang kembali, juga alenia “kesaksian (mata hati) keagungan cakupan hakikat” yang tertera pada bab kedua sebagai isyarat munculnya kesatuan seakan disaksikan dengan mata kepala.
Sebenarnya saya bermaksud untuk menjelaskan tingkatan-tingkatan bab kedua seperti yang saya lakukan pada bab pertama. Namun satu-dua keadaan menghalangi saya untuk menjelaskan tingkatan-tingkatan tersebut.
Untuk itu, terpaksa saya harus menjelaskan secara ringkas dan garis besar saja, dan saya alihkan penjelasan memadai terkait masalah ini ke risalah-risalah lain di antara Risalah-risalah An-Nur.
Bab Kedua
Seputar Bukti-bukti Tauhid
Si tamu dunia yang dikirim ke dunia demi keimanan, yang berkelana di alam raya dengan fikirannya, bertanya kepada segala sesuatu tentang Sang Pencipta, mencari Rabbnya di mana-mana, dan menemukan Tuhannya dengan tingkatan haqqul yaqin dari sisi keberadaan-Nya yang bersifat wajib, berbicara kepada akalnya secara mengatakan;
“Mari kita pergi berwisata lagi untuk menyaksikan bukti-bukti kesatuan Pencipta kita yang wajib ada.”
Keduanya pergi bersama lalu pada tingkatan pertama, keduanya menemukan “empat hakikat suci” yang mengharuskan kesatuan secara pasti;
Hakikat pertama; uluhiyah mutlak.
Ya, kesibukan setiap kelompok umat manusia dalam menjalankan ibadah-ibadah tertentu seakan sudah melekat dalam fitrah dan instink, segala aktivitas seluruh makhluk hidup bahkan benda-benda mati serta pelayanan-pelayanan yang mereka lakukan sebagai salah satu bentuk ibadah, adanya setiap nikmat materi maupun spiritual di alam raya ini dikirim sebagai sarana cinta berat terhadap batasan ibadah dan syukur yang menuntun untuk memuji dan beribadah kepada Zat yang disembah, juga untuk memberitahukan seluruh tetesan-tetesan gaib dan pembiasan-pembiasan spiritual seperti wahyu dan ilham
139. Page
akan keberadaan Tuhan Maha Esa yang disembah. Tidak diragukan bahwa semua ini secara pasti menegaskan perwujudan dan kekuasaan uluhiyah mutlak.
Mengingat hakikat uluhiyah seperti ini, sudah barang tentu tidak menerima adanya intervensi, karena mereka yang menghadapi uluhiyah dengan syukur dan ibadah adalah buah-buah yang memiliki kesadaran dan pemahaman yang berada di puncak pohon alam raya.
Untuk itu, menyenangkan makhluk-makhluk lain yang memiliki kesadaran dan pemahaman, membuat mereka merasa mendapat nikmat dan bersyukur padanya, mengalihkan wajah mereka kepadanya, membuat mereka melupakan Zat yang disembah secara haqiqi yang memungkinkan untuk dilupakan dengan cepat karena terhalang dan tidak terlihat, ini menafikan esensi uluhiyah dan tujuan-tujuan sucinya, juga sama sekali tidak diterima oleh hakikat uluhiyah.
Untuk itu, adanya Al-Qur'an menolak intervensi (kesyirikan) dan ancaman neraka Jahanam terhadap orang-orang musyrik yang disampaikan berulang kali dan dengan tegas, tidak lain karena sisi ini.
Hakikat kedua; rububiyah mutlak.
Ya, perilaku menyeluruh yang muncul dari tangan gaib dengan hikmah dan rahmat di seluruh alam raya, khususnya makhluk-makhluk hidup, khususnya lagi terkait perawatan dan penghidupan mereka secara bersamaan dan dalam bentuk yang saling menyatu yang datang dari arah yang tidak diduga-duga dengan cara yang sama dan dimana-mana, tentu perilaku ini merupakan tetesan dan sinar rububiyah mutlak, juga bukti pasti akan keberadaan rububiyah.
Karena di luar sana terdapat rububiyah mutlak, maka tentu saja tidak menerima intervensi dan persekutuan, karena menampakkan keindahan rububiyah, memberitahukan kesempurnaannya, menunjukkan segala keelokannya nan berharga, memperlihatkan segala kemahirannya nan tersembunyi, juga tujuan-tujuan yang sangat penting lainnya, semuanya menyatu pada bagian-bagian kecil dan makhluk-makhluk hidup.
Untuk itu, jika intervensi (kesyirikan) ikut campur di sebagian besar hal-hal kecil dan makhluk hidup yang paling kecil, tentu merusak dan meruntuhkan tujuan-tujuan tersebut, serta mengalihkan wajah para makhluk hidup yang memiliki perasaan dari tujuan-tujuan itu, mengalihkan mereka dari Zat yang menginginkan tujuan-tujuan itu, serta mengalihkannya pada sebab-sebab.
Untuk itu, karena kondisi ini berseberangan dan memusuhi esensi rububiyah secara menyeluruh, maka rububiyah mutlak seperti ini sama sekali tidak mengizinkan adanya intervensi (kesyirikan). Adanya Al-Qur'an selalu membimbing menuju tauhid melalui serangkaian taqdis dan tasbih, melalui ayat-ayat dan kata-kata, bahkan dengan huruf-hurufnya, semata muncul dari rahasia besar ini.
Hakikat ketiga; kesempurnaan-kesempurnaan.
Ya, seluruh hikmah luhur alam raya ini, keindahan-keindahannya nan luar biasa, aturan-aturannya nan adil, tujuan-tujuannya nan bijak, secara pasti menunjukkan keberadaan hakikat kesempurnaan-kesempurnaan, khususnya kesaksian alam raya akan segala kesempurnaan Sang Pencipta yang menciptakan alam raya ini dari ketiadaan, yang mengatur alam dengan menawan dan penuh mukjizat dari segala sisi, serta menunjukkan
140. Page
kesempurnaan-kesempurnaan manusia sebagai cermin yang memiliki kesadaran dan pemahaman bagi Sang Pencipta. Ini jelas sekali.
Mengingat hakikat kesempurnaan-kesempurnaan ada, mengingat kesempurnaan-kesempurnaan Sang Pencipta yang menciptakan alam raya di dalam kesempurnaan benar adanya, mengingat kesempurnaan-kesempurnaan manusia yang merupakan buah utama alam raya, khalifah di bumi, ciptaan paling penting dan dicintai Sang Pencipta benar adanya dan memiliki hakikat, maka tentu tidak mungkin adanya intervensi (kesyirikan) yang merubah alam raya –yang memiliki kesempurnaan dan hikmah yang kita saksikan dengan mata kepala- menjadi mainan faktor kebetulan yang berputar-putar di antara ketiadaan dan kefanaan tanpa hasil apapun.
Merubah alam raya menjadi mainan faktor alam, tempat penyembelihan zalim bagi para makhluk hidup, tempat kesedihan nan menakutkan makhluk-makhluk yang punya perasaan.
Kesyirikan yang melemparkan manusia –yang kesempurnaan-kesempurnaannya nampak melalui jejak-jejaknya- ke tingkatan hewan yang paling lemah, tak berdaya dan hina, kesyirikan yang menutupi segala kesempurnaan Sang Pencipta –yang memiliki kesempurnaan-kesempurnaan suci tanpa batas berdasarkan kesaksian seluruh wujud yang merupakan cermin-cermin segala kesempurnaan-Nya- dan meruntuhkan hasil perbuatan dan penciptaan-Nya, tidak mungkin ada hakikatnya.
Seperti yang telah disebutkan dan dijelaskan dalam “maqam pertama” khusus terkait “buah ketiga” tauhid dari risalah “sinar kedua” dengan dalil-dalil kuat bahwa kesyirikan menafikan kesempurnaan-kesempurnaan ilahi, insani, dan alam raya, di samping meruntuhkan dan merusak seluruh kesempurnaan tersebut. Untuk itu, kami alihkan Pembaca pada penjelasan tersebut, dan topik ini dirasa sudah cukup sampai di sini saja.
Hakikat keempat; kekuasaan.
Ya, siapa memandang alam raya ini dengan pandangan menyeluruh dan memeriksa, pasti melihatnya laksana sebuah kerajaan yang amat agung dan besar, sangat aktif dan rajin, bahkan akan terlihat laksana sebuah kota yang tertata sangat bijak, memiliki kekuasaan yang sangat kuat. Ia pasti mendapati segala sesuatu dan semua jenis makhluk yang ada di sana sibuk menjalankan tugas tertentu.
Untuk itu, segala perintah-perintah kauniyah yang berkuasa, hukum-hukum yang memerintah, aturan-aturan agung nan menawan pada seluruh petugas yang amat kecil dan juga prajurit-prajurit yang sangat besar, dimulai dari prajurit partikel-partikel kecil, datasemen tumbuh-tumbuhan, dan batalion hewan, hingga prajurit bintang-bintang seperti yang disebutkan dalam ayat berikut;
وَلِلّٰهِ جُنُوْدُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ
“Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi.” (QS. Al-Fath: 4) Yang mengesankan makna keprajuritan, secara pasti menunjukkan adanya kekuasaan mutlak dan pemerintah menyeluruh.
Mengingat hakikat kekuasaan mutlak ada, maka hakikat kesyirikan tentu tidak ada, karena ketika banyak tangan ikut campur dalam suatu urusan secara seenaknya, tentu akan merusak urusan tersebut.
141. Page
Misalkan dalam satu kerajaan ada dua raja, atau bahkan ada dua kepala desa dalam satu desa, tentu kekuasaan akan rusak, tentu urusan birokrasi kacau balau, seperti yang ditunjukkan oleh ayat;
لَوْ كَانَ فِيْهِمَآ اٰلِهَةٌ اِلَّا اللّٰهُ لَفَسَدَتَاۚ فَسُبْحٰنَ اللّٰهِ رَبِّ الْعَرْشِ عَمَّا يَصِفُوْنَ
“Sekiranya ada di langit dan di bumi tuhan-tuhan selain Allah, tentulah keduanya itu rusak binasa. Maka Maha Suci Allah yang mempunyai 'Arsy daripada apa yang mereka sifatkan.” (QS. Al-Anbiya`: 22)
Faktanya, kita melihat sebuah aturan mulai dari dua sayap lalat hingga lentera-lentera langit, dari sel-sel tubuh hingga gugusan-gugusan bintang yang mustahil jika ada intervensi yang ikut campur di sana meski hanya sebesar partikel paling sekalipun.
Selanjutnya, kekuasaan merupakan maqam kemuliaan. Untuk itu, menerima adanya pesaing merusak kemuliaan kekuasaan tersebut.
Ya, ada orang –yang selalu memerlukan banyak pembantu karena ia lemah- membunuh saudara atau anak-anak sendiri secara zalim demi kekuasaan kecil, nyata dan sementara menunjukkan kekuasaan tidak menerima adanya pesaing.
Jika makhluk lemah melakukan tindakan seperti itu demi kekuasaan kecil, maka tidak mungkin sama sekali jika kekuasaan suci Yang Maha Kuasa secara mutlak dan Pemilik seluruh alam raya ini diintervensi yang lain, kekuasaan suci yang merupakan inti rububiyah dan uluhiyah hakiki serta menyeluruh. Mustahil membiarkan adanya sekutu.
Mengingat hakikat ini sudah disebutkan dengan dalil-dalil kuat dalam “maqam pertama” dari “sinar kedua” di sejumlah tempat dalam Risalah-risalah An-Nur, kami alihkan penjelasannya ke risalah-risalah tersebut.
Pengelana kita ini mengetahui keesaan ilahi hingga tingkatan syuhud karena menyaksikan empat hakikat ini, juga karena sinar iman nan terang. Dengan sepenuh tenaga, ia mengatakan, “Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.”
Isyarat singkat yang diterima si pengelana dari pelajaran di kediaman dunia ini telah disebutkan dalam “bab kedua” dari maqam pertama” sebagai berikut;
“Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah Yang Maha Esa, Maha Tunggal, yang keesaan dan keberadaan-Nya ditunjukkan oleh kesaksian keagungan hakikat penampakan uluhiyah mutlak, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan cakupan hakikat penampakan rububiyah mutlak yang mengharuskan keesaan, ditunjukkan oleh keagungan cakupan hakikat kesempurnaan-kesempurnaan yang muncul dari keesaan, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan menyeluruh hakikat kekuasaan mutlak yang menolak dan menafikan adanya intervensi (persekutuan).”
Selanjutnya, si pengelana yang bergerak aktif yang tidak pernah diam ini berkata kepada hatinya, bahwa zikir “la ilaha illallah” yang selalu dibaca ahli keimanan khususnya para penganut tarekat-tarekat sufi, juga zikir tauhid yang selalu mereka baca, menunjukkan bahwa tauhid memiliki banyak sekali tingkatan.
Selain itu, tauhid merupakan tugas suci, kewajiban fitrah, dan ibadah keimanan yang paling penting, nikmat, dan paling luhur.
Untuk itu kemarilah, mari kita membuka pintu rumah lain dari negeri pelajaran ini agar kita menemukan tingkatan lain, karena tauhid hakiki yang kita cari bukan sebatas pengetahuan konseptual semata, tapi tauhid adalah pembenaran yang disebut ilmu, sebagai hasil dari bukti dan dalil. Ini tentu saja jauh lebih penting dan lebih berharga dari
142. Page
pengetahuan konseptual, karena dalam ilmu mantiq (logika), ilmu adalah kebalikan dari konsep.
Tauhid hakiki adalah penetapan, pembenaran, kepatuhan dan penerimaan yang memungkinkan manusia menemukan Rabbnya di sela segala sesuatu, dan Rabb memperlihatkan jalan dalam segala sesuatu kepadanya yang mengantarkan menuju Sang Pencipta. Tidak ada sesuatupun yang menghalanginya dari kehadiran hati. Jika tidak demikian, tentu akan mendorong manusia mengoyak hijab alam raya, atau melenyapkan manusia setiap saat untuk sampai kepada Rabbnya.
Untuk itu, si pengelana berkata, “Mari kita maju ke depan.”
Ia kemudian mengetuk pintu kebesaran dan keagungan, masuk ke dalam rumah segala perbuatan dan jejak-jejak, masuk ke dalam alam penciptaan, lalu melihat “lima hakikat menyeluruh” yang menguasai dan mengatur jagad raya ini, serta secara pasti menegaskan tauhid.
Hakikat pertama; hakikat kebesaran dan keagungan
Hakikat ini beserta dalil-dalilnya sudah dijelaskan dalam “maqam kedua” dari “sinar kedua” di sejumlah tempat dalam Risalah-risalah An-Nur. Untuk itu kami cukup menjelaskan berikut ini saja;
Zat yang menciptakan bintang-bintang –yang satu sama lain berjarak ribuan tahun- dalam saat yang bersamaan dan dengan cara yang sama, Zat yang mengatur semua itu, yang menciptakan kelompok-kelompok tanpa batas bagi jenis suatu bunga di timur, barat, selatan, atau utara dalam saat yang bersamaan, yang Ia bentuk dengan ragam yang sama, yang menegaskan kejadian gaib luar biasa pada masa lalu; penciptaan langit dan bumi dalam enam masa dengan kejadian saat ini yang terpampang di hadapan mata kita, seperti disebutkan dalam ayat;
هُوَ الَّذِيْ خَلَقَ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضَ فِيْ سِتَّةِ اَيَّامٍ
“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa.” (QS. Al-Hadid: 4)
Zat yang menciptakan kelompok tumbuh-tumbuhan dan hewan –sebagai perbandingan luar biasa untuk peristiwa tersebut- yang jumlahnya lebih dari 200 ribu kelompok dalam lima atau enam pekan, seakan Ia memperlihatkan lebih dari 100 ribu contoh perhimpunan terbesar dalam musim semi di permukaan bumi, Ia atur, Ia rawat, Ia beri rizki dan Ia bedakan kelompok-kelompok tersebut satu sama lain, Ia hiasi semuanya secara bersamaan dengan sangat teratur dan terukur tanpa bercampur, tanpa kekurangan, dan tanpa kesalahan.
Zat yang memutar bumi, menciptakan lembaran malam dan siang, Ia bolak-balikkan keduanya seperti disebutkan dalam ayat;
يُوْلِجُ الَّيْلَ فِى النَّهَارِ وَيُوْلِجُ النَّهَارَ فِى الَّيْلِۗ وَهُوَ عَلِيْمٌ ۢبِذَاتِ الصُّدُوْرِ
“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha mengetahui segala isi hati.” (QS. Al-Hadid: 6)
Ia tulis kedua lembaran itu dengan berbagai peristiwa harian dan Ia ganti keduanya. Dalam saat yang bersamaan, Ia mengetahui lintasan-lintasan hati yang paling tersembunyi, dan yang paling banyak bagiannya. Ia atur semua itu dengan kehendak-Nya.
Mengingat semua perbuatan ini hanya satu perbuatan, maka Pelakunya yang Maha Esa lagi Maha Kuasa, yang tentu saja memiliki kebesaran dan keagungan, sama
143. Page
sekali tidak mungkin membiarkan adanya intervensi di bagian manapun dan pada sesuatupun. Ia cabut adanya intervensi hingga ke akar-akarnya.
Karena di luar sana ada kebesaran dan keagungan kuasa seperti ini, ada kebesaran yang sangat sempurna dan menyeluruh, maka sama sekali tidak mungkin jika kebesaran ini membiarkan adanya ruang bagi intervensi (kesyirikan) yang mengaitkan kelemahan atau kemiskinan pada kuasa tersebut, mengaitkan kelalaian pada kebesaran itu, mengaitkan kekurangan pada kesempurnaan ini, mengaitkan batasan pada cakupan menyeluruh itu dan memberikan batasan bagi kemutlakan itu. Tidak mungkin jika kebesaran dan keagungan membiarkan hal itu, dan tidak mungkin akal manapun yang fitrahnya tidak rusak, mau menerima persekutuan itu.
Kesyirikan adalah kejahatan, karena kesyirikan mencederai kebesaran dan kemuliaan Yang Maha Mulia, serta menentang agungnya kebesaran itu.
Untuk itu, Al-Qur'an al-mu’jizul bayan menyampaikan ancaman keras bahwa Allah tidak memaafkan dosa syirik sama sekali;
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَغْفِرُ اَنْ يُّشْرَكَ بِهٖ وَيَغْفِرُ مَا دُوْنَ ذٰلِكَ لِمَنْ يَّشَاۤءُ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS. An-Nisa`: 48)
Hakikat kedua;
Nampaknya perbuatan-perbuatan rabbani yang terlihat di jagad raya ini secara mutlak dan menyeluruh, juga dalam bentuk tanpa batas, tidak ada yang membatasi semua perbuatan tersebut selain hikmah dan kehendak, juga kemampuan segala fenomena dimana perbuatan-perbuatan rabbani terlihat. Mustahil jika faktor kebetulan yang acak, faktor alam yang buta, tidak memiliki kesadaran dan perasaan, kekuatan buta dan sebab-sebab yang mati, unsur-unsur tak terbatas yang menyebar di sana-sini dan percampuran segala urusan, ikut campur dalam perbuatan-perbuatan yang sangat terukur dan hikmah, yang muncul ke ranah wujud dengan penuh penglihatan dan vitalitas, tertata rapi, sempurna, dan kokoh. Bahkan semua ini digunakan sebagai hijab lahiriah kekuasaan atas perintah, kehendak, dan kekuatan Sang Pelaku yang memiliki keluhuran.
Berikut akan kami jelaskan tiga contoh hal tersebut di antara sekian banyak contoh tanpa batas, dengan menjelaskan tiga noktah di antara sekian banyak noktah tanpa batas untuk tiga perbuatan yang diisyaratkan dalam tiga ayat yang saling terhubung satu sama lain dalam satu halaman dalam surah An-Nahl;
Ayat pertama
وَاَوْحٰى رَبُّكَ اِلَى النَّحْلِ اَنِ اتَّخِذِيْ مِنَ الْجِبَالِ بُيُوْتًا وَّمِنَ الشَّجَرِ وَمِمَّا يَعْرِشُوْنَۙ
“Dan Tuhanmu mengilhamkan kepada lebah, ‘Buatlah sarang-sarang di bukit-bukit, di pohon-pohon kayu, dan di tempat-tempat yang dibuat manusia.” (QS. An-Nahl: 68)
Ya, lebah adalah mukjizat kuasa dari sisi fitrah dan tugas, bahkan surah An-Nahl yang panjang ini memakai nama hewan yang satu ini, karena penulisan serangkaian program nan sempurna untuk sebuah tugas penting mesin madu nan kecil yang ada di kepala lebah nan kecil sekecil jagung, peletakan dan pengolahan makanan paling enak di dalam perutnya yang kecil, penyusunan racun yang merusak dan membunuh organ-organ
144. Page
makhluk hidup yang ada di dalam sengatnya nan kecil tanpa membahayakan tubuhnya, semua ini terjadi secara jeli dan dengan ilmu, terjadi dengan hikmah dan kehendak, tertata rapi dan dengan ukuran yang sempurna.
Untuk itu, segala sesuatu yang tidak memiliki kesadaran, perasaan, aturan, dan ukuran, seperti faktor alam, faktor kebetulan, dan lainnya, dipastikan tidak mungkin ikut campur.
Munculnya ciptaan ilahi dan perbuatan rabbani –yang memiliki banyak sekali mukjizat dari tiga sisi- tanpa batas yang ada di dalam lebah yang ada di permukaan seluruh bumi dengan hikmah, kejelian, ukuran, waktu, dan bentuk yang sama, secara pasti menegaskan adanya kesatuan.
Ayat kedua;
وَاِنَّ لَكُمْ فِى الْاَنْعَامِ لَعِبْرَةً ۚ نُسْقِيْكُمْ مِّمَّا فِيْ بُطُوْنِهٖ مِنْۢ بَيْنِ فَرْثٍ وَّدَمٍ لَّبَنًا خَالِصًا سَاۤىِٕغًا لِّلشّٰرِبِيْنَ
“Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu benar-benar terdapat pelajaran bagi kamu. Kami memberimu minum dari pada apa yang berada dalam perutnya (berupa) susu yang bersih antara kotoran dan darah, yang mudah ditelan bagi orang-orang yang meminumnya.” (QS. An-Nahl: 66)
Ayat ini adalah sebuah desain yang memancarkan banyak pelajaran.
Ya, penempatan susu putih, murni, bersih, jernih, pemberi gizi, lembut, dan baik di buah dada para induk yang merupakan pabrik susu, khususnya sapi, unta, dan kambing yang berada di antara kotoran dan darah tanpa bercampur atau terkontaminasi oleh keduanya, dimana susu ini benar-benar berbeda dengan keduanya.
Pemberian sesuatu yang lebih baik, lebih lembut, lebih nikmat dan lebih bernilai dari susu; kasih sayang pengorbanan di dalam hati para induk terhadap anak-anaknya, secara pasti mengharuskan adanya rahmat, hikmah, ilmu, kuasa, kehendak, dan kejelian, dimana tidak mungkin juga keduanya (susu dan kasih sayang) muncul karena faktor kebetulan yang tidak stabil, bukan pula karena unsur-unsur yang bergejolak, ataupun karena kekuatan buta.
Kreasi rabbani dan pekerjaan ilahi yang berciri penuh kemukjizatan dan hikmah ini nampak di dalam hati dan buah dada para induk tanpa batas di antara ratusan ribu jenis makhluk hidup, perilaku rabbani dan tindakan ilahi yang ada pada keduanya dan mencakup keduanya secara bersamaan dalam saat yang bersamaan, dengan model, hikmah, dan perhatian yang sama, secara pasti menegaskan kesatuan.
Ayat ketiga;
وَمِنْ ثَمَرٰتِ النَّخِيْلِ وَالْاَعْنَابِ تَتَّخِذُوْنَ مِنْهُ سَكَرًا وَّرِزْقًا حَسَنًاۗ اِنَّ فِيْ ذٰلِكَ لَاٰيَةً لِّقَوْمٍ يَّعْقِلُوْنَ
“Dan dari buah kurma dan anggur, kamu buat minimuman yang memabukkan dan rezki yang baik. Sesunggguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang memikirkan.” (QS. An-Nahl: 76)
Ayat ini menarik perhatian yang merenung ke arah kurma dan anggur seraya mengatakan, “Pada kedua buah ini terdapat tanda-tanda kebesaran, dalil, dan hujah tauhid bagi orang-orang yang berfikir .”
Ya, kedua buah yang merupakan makanan, sumber kekuatan, buah, cemilan, sumber makanan-makanan nikmat, meski keduanya tumbuh di kawasan tandus dan kering, merupakan mukjizat kuasa dan hikmah, pabrik gula dan manisan, mesin minuman
145. Page
manis, ciptaan dengan neraca yang sensitif, aturan nan indah, dan hikmah nan jeli, karena siapapun yang memiliki akal meski hanya sebesar atom, terpaksa harus mengatakan;
Zat yang menciptakan hal-hal ini dengan cara seperti di atas, tentu Dialah yang menciptakan alam raya ini, karena –sebagai contoh- di tangkai anggur lembut laksana jari-jari yang ada di hadapan mata kita terdapat duapuluh tandan, dan di setiap tandannya terdapat seratus biji alat pemompa minuman manis. Setiap butir anggur dibentuk seperti tas lembut nan indah, lembut dan berwarna, biji anggur yang memiliki kulit keras sebagai kekuatan penyimpan segala program dan perjalanan hidup di dalam jantungnya nan lembut, pembuatan manisan laksana manisan surga dan madu laksana air telaga Kautsar di bagian dalam buah ini, penciptaan buah-buah semacam anggur yang menawan dan luar biasa di seluruh permukaan bumi dengan perhatian, hikmah, waktu, dan model yang sama, secara pasti menunjukkan bahwa pelaku semua ini adalah Sang Pencipta jagad raya, dan perbuatan yang mengharuskan adanya kuasa serta hikmah tanpa batas, tidak lain adalah perbuatan-Nya.
Ya, energi, faktor alam, sebab-sebab yang buta, bergerak tiada tentu, tidak memiliki kesadaran, dan tidak selaras satu sama lain, serta faktor membingungkan yang menguasai dan merusak, sama sekali tidak mampu ikut campur dalam neraca yang sangat sensitif ini, dalam ciptaan menawan dan aturan yang sangat bijak ini. Semua faktor tersebut tidak mampu menjulurkan tangan dalam penciptaan, bahkan semua faktor tersebut digunakan atas perintah rabbani dalam pekerjaan dan penerimaan, juga untuk menjalankan peran tirai penutup kuasa dan kemuliaan.
Seperti halnya tiga noktah tiga hakikat yang diisyaratkan tiga ayat ini menunjukkan tauhid, demikian halnya segala pembiasan dan tindakan tanpa batas bagi perbuatan-perbuatan rabbani tanpa batas, secara sepakat menegaskan kesatuan Yang Maha Esa lagi Maha Tunggal.
Hakikat ketiga;
Hakikat penciptaan seluruh wujud, khususnya tumbuh-tumbuhan dan hewan dengan jumlah yang sangat banyak secara mutlak, tertata secara mutlak, cepat secara mutlak, sangat indah, mahir, sempurna dan teratur dengan mudah secara mutlak, sangat bernilai dan baik, berbeda secara sepenuhnya satu sama lain di tengah jumlah yang banyak dan percampuran mutlak.
Ya, penciptaan yang sangat banyak, cepat, mudah, indah, mahir, jeli, teratur, sempurna, bernilai, baik, berbeda satu sama lain meski jumlahnya sangat banyak dan membaur namun tidak merusak, bercampur, dan mengusik. Ini semua tidak mungkin terjadi tanpa kuasa Yang Maha Esa lagi Maha Tunggal. Tidak ada sesuatu pun yang memberatkan kuasa ini.
Maka, penciptaan bintang-bintang bagi kuasa ini tentu sangat mudah, semudah menciptakan atom, menciptakan benda paling besar mudah bagi kuasa ini, semudah menciptakan sesuatu yang paling kecil, menciptakan satu jenis yang memiliki kelompok tanpa batas mudah bagi kuasa ini semudah menciptakan satu kelompok, menciptakan benda besar secara menyeluruh, besar, dan meliputi mudah bagi kuasa ini semudah menciptakan bagian khusus dan kecil.
Menghidupkan bumi nan besar ini mudah bagi kuasa ini semudah menghidupkan satu buah pohon, menumbuhkan sebuah pohon besar sebesar gunung mudah bagi kuasa
146. Page
ini semudah menghidupkan satu benih kecil seukuran kuku, hingga kuasa rabbani ini mampu menjalankan segala hal yang terjadi di hadapan mata kita.
Terungkapnya rahasia penting tingkatan tauhid, hakikat ketiga dan kalimat tauhid ini, maksudnya terungkapnya benda terbesar sama seperti bagian terkecil bagi kuasa rabbani, tidak ada bedanya antara sesuatu yang banyak dan sesuatu yang sedikit bagi kuasa ini, terungkapnya hikmah nan mencengangkan bagi tingkatan, hakikat, kalimat, dan teka-teki besar ini, terungkapnya rahasia yang berada di luar lingkup akal, terungkapnya asas Islam yang paling utama, lingkup keimanan yang paling dalam, dan asas tauhid yang terbesar, akhirnya teka-teki Al-Qur'an pun terungkap, rahasia penciptaan alam yang lebih rumit juga terungkap, rahasia yang tidak mampu diketahui oleh para filosof.
Untuk itu, saya bersyukur dan memuji Pencipta saya Yang Maha Penyayang dengan syukur dan pujian sebanyak ribuan kali huruf-huruf Risalah-risalah An-Nur, karena Risalah-risalah An-Nur mengungkap teka-teki luar biasa ini dengan dalil-dalil pasti, sepasti dua kali dua sama dengan empat. Juga mengungkap dan menegaskan makna luar biasa ini, khususnya terkait pembahasan;
إِنَّ ٱللَّهَ عَلَىٰ كُلِّ شَىْءٍ
“Dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu,” di bagian akhir “catatan keduapuluh,” dan dalam pembahasan “Maha Pelaku yang Maha Kuasa,” dalam “kalimat keduapuluh sembilan” yang secara khusus membicarakan tentang perhimpunan, juga dalam penegasan kuasa ilahi dari tingkatan-tingkatan “Allahu akbar” dalam “kilauan keduapuluh sembilan” yang ditulis dengan bahasa Arab.
Ya, Risalah-risalah An-Nur mengungkap dan menegaskan hal itu. Untuk itu, pembahasannya kami alihkan ke risalah-risalah tersebut.
Sebenarnya saya ingin menjelaskan secara garis besar asas-asas yang mengungkap rahasia ini, juga mengisyaratkan tigabelas rahasia sebagai tigabelas tingkatan. Rahasia pertama dan kedua sudah tuntas saya tulis. Namun sayang, ada dua hal kuat yang bersifat materi dan spiritual yang menghalangi saya untuk menjelaskan lanjutannya saat ini.
Rahasia pertama;
Jika ada sesuatu bersifat esensi, maka kebalikannya tidak mungkin menjadi sifat bagi sesuatu itu, karena itu berarti menyatunya dua kebalikan yang berbeda. Ini mustahil.
Berdasarkan rahasia ini;
Karena kuasa ilahi bersifat esensi dan keharusan bagi Zat Maha Suci, maka kelemahan yang merupakan kebalikan dari kuasa tersebut, tidak mungkin menjadi sifat bagi Yang Maha Kuasa itu.
Mengingat keberadaan tingkatan-tingkatan segala sesuatu hanya terjadi ketika adanya kebalikan yang masuk di dalam sesuatu itu. Jelasnya, tingkatan-tingkatan cahaya yang kuat dan lemah hanya terjadi ketika ada kegelapan masuk, tingkat panas yang tinggi dan rendah terjadi ketika ada udara dingin yang masuk, ukuran kuat dan lemahnya energi hanya terjadi ketika menghadapi sesuatu yang melawan, maka tentu tidak ada tingkatan-tingkatan dalam kuasa esensi tersebut. Bahkan, esensi itulah yang menciptakan segala sesuatu secara keseluruhan seakan sebagai satu hal saja.
147. Page
Karena dalam kekuasaan esensi tersebut tidak ada tingkatannya dan tidak mungkin ada kelemahan dan kekurangan di dalamnya, maka Ia tidak bisa dihalangi oleh apapun, dan tidak ada penciptaan apapun yang memberatkan-Nya.
Karena tidak ada sesuatupun yang memberatkan kekuasaan tersebut, maka tidak diragukan bahwa kekuasaan tersebut menciptakan perhimpunan terbesar dengan mudah semudah menciptakan musim semi, menciptakan musim semi dengan mudah semudah menciptakan sebuah pohon. Menciptakan pohon dengan mudah semudah menciptakan sekuntum bunga tanpa kesulitan dan keberatan sedikitpun.
Seperti halnya kekuasaan tersebut menciptakan sekuntum bunga nan sempurna bentuknya, sesempurna menciptakan sebuah pohon. Menciptakan pohon dengan bentuk yang penuh mukjizat seperti menciptakan musim semi yang penuh dengan mukjizat. Menciptakan musim semi secara keseluruhan dengan indah seindah perhimpunan. Bahkan kuasa ini menciptakan semua itu di hadapan mata kita.
Telah dijelaskan dengan bukti-bukti nyata dan kuat dalam Risalah-risalah An-Nur, andai bukan karena kesatuan dan tauhid, tentu penciptaan sekuntum bunga akan menghadapi kesulitan, sesulit menciptakan sebuah pohon, bahkan lebih sulit lagi, tentu penciptaan sebuah pohon menghadapi kesulitan, sesulit menciptakan musim semi, bahkan lebih sulit lagi, tentu nilai dan keindahan kuasa tersebut runtuh dan jatuh secara keseluruhan, tentu satu makhluk hidup yang diciptakan dalam satu menit saat ini, baru bisa diciptakan dalam satu tahun, bahkan tidak bisa diciptakan sama sekali.
Berdasarkan rahasia ini;
Buah-buahan, bunga, pohon, dan hewan yang diciptakan dengan indah dan sangat bernilai dengan jumlah yang sangat banyak sekali, dengan ciptaan dan keindahan luar biasa yang diciptakan sangat cepat dan mudah, nampak sempurna dan tertata rapi, bergegas melaksanakan tugas masing-masing, setelah menuntaskan dan menyempurnakan tasbih, mereka meninggalkan biji-bijian sebagai wakilnya, setelah itu mereka pergi berlalu.
Rahasia kedua;
Seperti halnya satu matahari membiaskan wujudnya yang bercahaya di satu cermin karena rahasia “cahaya,” “transparasi,” dan “kepatuhan,” juga karena pembiasan “kuasa esensial,” matahari juga mampu membias melalui banyak cermin, benda-benda berkilau, dan tetes-tetes air dengan mudah berdasarkan perintah ilahi dengan bentuk yang sama yang memiliki cahaya dan kehangatan dari sisi perbuatan kuasa yang luas tanpa batas, kuasa dimana sesuatu yang sedikit maupun banyak sama di hadapannya, tidak ada bedanya.
Demikian halnya ketika satu kata diucapkan, seperti halnya satu kata ini masuk ke dalam telinga satu orang dengan mudah dari sisi luasnya penciptaan tanpa batas, satu kata ini juga masuk ke dalam sejuta telinga dengan mudah atas izin rabbani. Satu pendengar tidak ada bedanya dengan jutaan pendengar.
Demikian halnya satu cahaya seperti mata atau wujud spiritual yang bersinar terang seperti Jibril a.s., seperti halnya wujud ini menatap ke suatu tempat, pergi sana dan berada di sana dengan mudah dari sisi kesempurnaan luasnya perbuatan rabbani yang nampak dalam rahmat, ia juga berada di ribuan tempat atas kuasa ilahi, menatap dan pergi ke sana. Sedikit maupun banyak tidak ada bedanya.
148. Page
Demikian halnya kuasa dzatiyah azaliyah, karena kuasa ini merupakan cahaya yang paling lembut dan murni, bahkan merupakan cahaya bagi segala cahaya.
Mengingat esensi, hakikat sesuatu, dan wajah segala kerajaan yang ada dalam kuasa ini transparan dan jernih laksana cermin, mengingat segala sesuatu dimulai dari partikel-partikel paling kecil, tumbuh-tumbuhan dan makhluk hidup, hingga bintang-bintang, matahari dan bulan, semuanya patuh dan tunduk pada putusan kuasa esensi tersebut, benar-benar patuh pada perintah-perintah kuasa azali tersebut, maka kuasa tersebut tentu menciptakan segala sesuatu tanpa batas seperti menciptakan satu obyek, kuasa tersebut ada di sana, sesuatu tidak menghalanginya untuk mengurus sesuatu yang lain.
Untuk itu, sesuatu yang besar dan kecil, banyak dan sedikit, bagian terkecil maupun yang menyeluruh, sama bagi kuasa tersebut. Tidak ada sesuatu pun yang memberatkannya.
Berdasarkan rahasia keteraturan, keseimbangan, kepatuhan pada kekuasaan, dan menjalankan segala perintah –seperti yang disebutkan dalam “kalimat kesepuluh” dan “kalimat keduapuluh sembilan”- maka mengatur dan memperjalankan sebuah kapal besar sebesar seratus rumah bisa dilakukan laksana anak kecil memainkan boneka dengan jari-jarinya.
Demikian halnya seorang komandan mampu menggiring sekelompok pasukan nan teratur dan patuh untuk menyerang berdasarkan rahasia “maju ke depan,” seperti halnya ia mampu menggiring satu prajurit untuk menyerang dengan perintah yang sama.
Demikian halnya jika di luar sana ada sebuah neraca besar nan sensitif, di kedua satu sisi timbangan terdapat dua gunung, dan ada neraca lain yang di kedua sisi timbangan tersebut ada dua butir telur, maka satu bintang saja mampu mengangkat salah satu dari dua sisi timbangan besar yang membawa gunung ke puncak gunung berdasarkan rahasia hikmah, dan menurunkan sisi lainnya ke lembah paling dasar, sama halnya ia juga mampu mengangkat salah satu dari dua sisi timbangan yang lainnya, dan menurunkan sisi yang satunya lagi.
Demikian halnya kuasa dzatiyah rabbani nan abadi, bercahaya, tiada terikat dan terbatas, karena di dalam kuasa ini terdapat hikmah tanpa batas dan keadilan ilahi yang sangat sensitif sekali, yang keduanya ini merupakan sumber segala keselarasan, dan aturan, dimana segala sesuatu, baik bagian kecil maupun menyeluruh, besar maupun kecil, tunduk pada putusan kuasa dan patuh pada perintahnya.
Demikian pula dengan pemilik kuasa ini, seperti halnya Ia memutar dan menggerakkan partikel-partikel kecil dengan mudah, Ia juga memutar dan menjalankan bintang-bintang dengan mudah berdasarkan rahasia aturan hikmah.
Seperti halnya Ia menghidupkan seekor lalat di musim semi dengan mudah berdasarkan satu perintah, Ia juga menghidupkan seluruh kelompok lalat, seluruh tumbuh-tumbuhan, pasukan-pasukan hewan kecil, yang Ia giring ke medan kehidupan dengan kemudahan dan perintah yang sama, juga berdasarkan rahasia hikmah dan keteraturan yang terdapat dalam kuasa ini.
Seperti halnya Ia menghidupkan satu pohon dengan cepat pada musim semi, memberikan kehidupan pada rangka-rangka pohon tersebut, Ia juga menghidupkan bumi yang besar ini dan menghidupkan jenazah bumi ini dengan mudah semudah menghidupkan pohon tersebut dengan kuasa mutlak dan adil.
149. Page
Dengan kuasa yang sama, Ia menciptakan ratusan ribu berbagai jenis contoh-contoh perhimpunan. Seperti halnya Ia menghidupkan bumi dengan perintah kauni, seperti itu juga dengan firman;
اِنْ كَانَتْ اِلَّا صَيْحَةً وَّاحِدَةً فَاِذَا هُمْ جَمِيْعٌ لَّدَيْنَا مُحْضَرُوْنَ
“Tidak adalah teriakan itu selain sekali teriakan saja, maka tiba- tiba mereka semua dikumpulkan kepada Kami.” (QS. Yasin: 53)
Ia berfirman, “Seluruh manusia dan jin akan dihadirkan di sisi Kami di padang Mahsyar dengan sekali teriakan dan sekali perintah saja.”
Demikian halnya firman;
وَمَآ اَمْرُ السَّاعَةِ اِلَّا كَلَمْحِ الْبَصَرِ اَوْ هُوَ اَقْرَبُۗ اِنَّ اللّٰهَ عَلٰى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْرٌ
“Tidak adalah kejadian kiamat itu, melainkan seperti sekejap mata atau lebih cepat (lagi).” (QS. An-Nahl: 77)
Ia berfirman, “Kejadian dan memberlakukan kiamat dan perhimpunan seperti sekejap mata saja, atau bahkan lebih cepat lagi.”
Demikian halnya ayat;
مَا خَلْقُكُمْ وَلَا بَعْثُكُمْ اِلَّا كَنَفْسٍ وَّاحِدَةٍ ۗاِنَّ اللّٰهَ سَمِيْعٌۢ بَصِيْرٌ
“Tidaklah Allah menciptakan dan membangkitkan kamu (dari dalam kubur) itu melainkan hanyalah seperti (menciptakan dan membangkitkan) satu jiwa saja.” (QS. Luqman: 28)
Ia berfirman, “Wahai manusia! Menciptakan, menghidupkan, mengumpulkan dan membangkitkan kalian itu mudah, laksana menghidupkan satu jiwa, dan itu tidak memberatkan kuasa-Ku.”
Seperti disebutkan dalam tiga ayat yang mengandung makna-makna di atas, Yang Maha Kuasa secara mutlak akan menghadirkan seluruh manusia, jin, hewan, ruhani, dan para malaikat ke padang Mahsyar terbesar, di hadapan neraca paling agung. Semuanya Ia lakukan dengan kemudahan dan perintah yang sama, sesuatu tidak menghalangi-Nya untuk melakukan sesuatu yang lain.
Penulisan rahasia-rahasia berikutnya, dari rahasia ketiga hingga tigabelas, ditunda lain waktu saja, tidak seperti yang saya inginkan.
Hakikat keempat;
Hakikat segala wujud memberitahukan tauhid secara pasti dari segala sisi kesatuan, seperti keberadaan semua wujud secara bersamaan dan saling merasuk satu sama lain, saling menyatu dan serupa, sebagian di antaranya menjadi contoh kecil bagi sebagian lainnya, atau contoh terbesarnya, sebagian di antara bersifat menyeluruh sementara yang lainnya hanya bagian-bagian kecil, semuanya sama dari sisi stempel fitrah, saling terkait satu sama lain dalam ukiran ciptaan, semuanya saling membantu, saling meneruskan tugas fitrah satu sama lain, semuanya menegaskan bahwa Pencipta mereka satu, semuanya menampakkan bahwa alam raya ini laksana satu kesatuan menyeluruh yang tidak terbagi-bagi dari sisi rububiyah.
Ya, penciptaan kelompok-kelompok tanpa batas untuk 400 jenis tumbuh-tumbuhan dan hewan di setiap musim semi secara bersamaan dan membaur, dengan model yang sama tanpa salah ataupun keliru, dengan sepenuh hikmah dan keindahan penciptaan, mengatur dan menghidupi semua itu, penciptaan kelompok-kelompok burung tanpa batas, di mulai dari lalat yang merupakan contoh kecil kelompok ini, hingga elang
150. Page
yang merupakan contoh terbesar kelompok ini, masing-masing diberi organ-organ yang membantu untuk berkelana dan hidup di udara, terbang dan melayang di sana, menghiasi dan meramaikan ruang udara dengan makhluk-makhluk ini, membubuhkan stempel penciptaan di wajah masing-masing dalam bentuk yang luar biasa, stempel hikmah di tubuh masing-masing dalam pengaturan, stempel keesaan dalam esensi masing-masing dalam perawatan, menggiring partikel-partikel makanan sebagai bantuan bagi sel-sel tubuh, menggiring tumbuh-tumbuhan sebagai bantuan bagi hewan, dan menggiring hewan sebagai bantuan bagi manusia, mengirim dan mengatur seluruh induk untuk membantu makhluk-makhluk kecil nan lemah dengan hikmah, rahmat, kontrol, dan aturan yang sama, dengan kesempurnaan yang sama, dengan tindakan yang sama, dengan sepenuh hikmah, dalam segala sesuatu baik bagian kecil maupun menyeluruh laksana lingkaran-lingkaran yang saling merasuk satu sama lain, dimulai dari galaksi, rangkaian matahari, unsur-unsur bumi, hingga selaput retina mata, dedaunan bunga mawar, kulit penutup jagung, biji buah melon dan lainnya.
Semua ini secara pasti menegaskan bahwa Zat yang melakukan semua perbuatan ini Satu dan Esa, Ia memiliki stempel di segala sesuatu, Ia berada di manapun meski suci dari segala tempat. Segala sesuatu jauh dari-Nya, namun Ia dekat dengan segala sesuatu laksana matahari.
Seperti halnya tidak sulit bagi-Nya untuk mengatur benda terbesar, seperti galaksi dan rangkaian matahari, seperti itu juga tidak samar baginya sel-sel yang ada di dalam darah, dan lintasan-lintasan fikiran yang tersimpan di dalam hati.
Segala sesuatu tidak ada yang menyimpang dari lingkaran tindakan-Nya. Segala sesuatu meski besar atau banyak, mudah baginya laksana sesuatu yang kecil dan sedikit, karena Ia menciptakan lalat dengan mudah dengan aturan elang, menciptakan biji-bijian dengan esensi pohon, menciptakan pohon dengan bentuk taman, menciptakan taman dengan keindahan musim semi, menciptakan musim semi laksana perhimpunan, memberi kita segala sesuatu yang sangat bernilai, namun sangat murah dari sisi penciptaan.
Harga yang Ia inginkan adalah “bismillah” dan “alhamdulillah.” Artinya, harta yang bisa diterima untuk nikmat-nikmat yang bernilai dan mahal ini adalah lebih dulu mengucapkan, “Bismillahirrahmanirrahim,” dan diakhiri dengan, “Alhamdulillah.”
Cukup sampai di sini isyarat yang sangat singkat ini, karena hakikat keempat ini juga sudah dijelaskan dalam risalah-risalah lain.
Hakikat kelima;
Hakikat yang dilihat oleh pengelana kita di rumah kedua;
Adanya keteraturan paling sempurna di alam raya ini secara keseluruhan, di bagian tiang-tiang besarnya, di bagian-bagian kecilnya, dan di dalam segala sesuatu yang ada di sana, adanya seluruh petugas dan segala unsur yang memutar kerajaan nan luas ini dan segala sesuatu yang terkait dengan kerajaan ini satu, adanya nama-nama dan perbuatan-perbuatan yang berlaku di tengah kota dan pameran besar ini satu, dengan esensi yang sama, dan saling merasuk satu sama lain, menyeluruh dan meliputi segala sesuatu meski nama dan perbuatan tersebut sama di setiap tempat, adanya unsur-unsur dan berbagai jenis yang diperlukan untuk mengatur, memakmurkan dan membangun istana indah ini satu, semua ini secara pasti menunjukkan, menguatkan, dan memperlihatkan bahwa Pencipta alam raya, Pengatur dan Penguasa kerajaan ini, Perawat, Pemilik, dan Pembangun istana ini satu dan tunggal, tiada banding-Nya, tiada memiliki
151. Page
menteri ataupun pembantu, tidak sekutu bagi-Nya, tidak terkena kelemahan dan kelalaian.
Ya, keteraturan nan sempurna adalah kesatuan yang mengharuskan adanya satu pengatur, tidak menerima adanya intervensi yang akan memicu pertikaian dan pertengkaran.
Mengingat di dalam segala sesuatu –baik yang menyeluruh ataupun bagian-bagian kecil- terdapat keteraturan bijak dan jeli, dimulai dari alam raya ini secara keseluruhan, dimulai dari perputaran bumi setiap hari dan sepanjang tahun, hingga rona-rona wajah manusia, rangkaian indera-indera di kepala, perputaran sel-sel darah merah dan putih yang mengalir di dalam darah, maka tidak mungkin bagi segala sesuatu untuk menjulurkan tangan dalam penciptaan ini selain Yang Maha Kuasa lagi Bijaksana secara mutlak, tidak mungkin ada yang ikut campur, semuanya cukup menerima perintah-Nya dan menjadi cermin yang menampakkan dan obyek yang dijalankan.
Mengingat penataan, khususnya tujuan-tujuan yang bertautan, yang menjaga berbagai maslahat hanya terjadi dengan ilmu dan hikmah, dilaksanakan dengan kehendak dan pilihan, maka tentu saja keteraturan bijak, tertatanya makhluk-makhluk yang beragam dan banyak tanpa batas yang terlihat di hadapan mata kita, yang berlaku dengan menjaga berbagai maslahat, semua ini secara pasti menunjukkan dan memperkuat bahwa Pencipta dan Pengatur segala wujud satu, Dia adalah Pelaku yang berbuat atas pilihan dan kehendak. Dengan kuasa-Nya, segala sesuatu muncul ke alam nyata. Dengan kehendak-Nya segala sesuatu memiliki bentuk tertentu satu persatu. Dan dengan pilihan-Nya, Ia memberikan bentuk yang sesuai kepada segala sesuatu.
Mengingat alat penghangat ruang tamu dunia ini satu, lampunya satu, lenteranya satu, mesin penggiling yang memiliki kasih sayang satu, dapurnya yang menyala-nyala satu, minumannya yang memberi kehidupan satu, ladangnya satu, dan begitu seterusnya hingga seribu kali, maka secara pasti kesatuan ini menunjukkan bahwa Pencipta dan Pemilik ruang tamu ini satu, Dia sangat mulia dan mencintai para tamu. Bahkan, Ia menundukkan para petugas besar untuk tamu-tamunya para makhluk hidup, menggunakan mereka semua demi kenyamanan tamu-tamu itu.
Mengingat nama-nama nan indah, seperti Al-Hakim (Maha Bijaksana), Ar-Rahim (Maha Penyayang), Al-Mushawwir (Maha Pembentuk rupa), Al-Mudabbir (Maha mengatur), Al-Muhyi (Maha menghidupkan), Al-Murabbi (Maha merawat), kondisi-kondisi seperti hikmah, rahmat, dan perhatian, dan perbuatan-perbuatan seperti membentuk rupa, memutar, dan merawat yang berlaku di seluruh belahan dunia yang pembiasan-pembiasan dan segala ukurirannya terlihat satu, mengingat nama dan perbuatan saling menyatu di satu ruang meski keduanya berada di puncak tingkat kesempurnaan dan meliputi secara menyeluruh, dimana masing-masing di antara keduanya menyempurnakan ukiran yang lain dalam bentuk seakan nama-nama dan perbuatan-perbuatan tersebut menyatu, kuasa menjadi inti hikmah dan rahmat, hikmah menjadi inti perhatian dan kehidupan, sehingga setiap kali perilaku nama Al-Muhyi (Maha menghidupkan) nampak pada sesuatu misalnya, pada saat yang bersamaan, perilaku-perilaku nama Al-Khaliq (Maha Pencipta), Al-Mushawwir (Maha Pembentuk rupa), Ar-Razzaq (Maha Pemberi rizki), dan lainnya juga nampak di tempat yang sama dan dengan bentuk yang sama.
152. Page
Untuk itu, secara pasti hal ini menguatkan bahwa penyandang nama-nama yang menyeluruh, dan pelaku perbuatan-perbuatan menyeluruh yang nampak di semua tempat dengan model yang sama ini Maha Esa, Tunggal. “Kami beriman dan kami percaya.”
Mengingat segala unsur yang merupakan bahan dan ragi segala ciptaan, meliputi bumi, mengingat setiap jenis makhluk hidup yang menyandang beragam stempel berbeda yang menunjukkan kesatuan, menyebar di seluruh permukaan bumi meski semuanya satu, maka tidak diragukan bahwa ini secara pasti menegaskan bahwa unsur-unsur tersebut dengan segala kandungannya dan seluruh jenis makhluk hidup beserta kelompok masing-masing, semua ini adalah milik Zat Yang Esa dan Tunggal, ciptaan Zat Yang Maha Esa, Maha Kuasa, dan semuanya adalah pelayan-pelayan-Nya, dimana unsur-unsur yang banyak dan menguasai ini digunakan sebagai pelayan yang sangat patuh dan tunduk, seluruh jenis makhluk hidup yang menyebar di permukaan bumi ini ditugaskan laksana seorang prajurit yang mematuhi aturan dengan kerelaan hati dan cinta.
Mengingat hakikat ini sudah ditegaskan dan dijelaskan dalam Risalah-risalah An-Nur, kami rasa isyarat singkat ini cukup sekian saja.
Si pengelana kita ini menyimpulkan kesaksian-kesaksian hati dan menerjemahkan perasaan-perasaannya karena dorongan cinta luapan iman dan daya rasa tauhid yang ia dapatkan dari lima hakikat ini. Ia kemudian berkata kepada hatinya;
Pandanglah lembaran berwarna kitab alam raya
Bagaimana pena emas kuasa membentuknya
Tidak lagi tersisa satu titik gelap pun bagi mereka yang memiliki mata hati
Seakan Allah menulis ayat-ayat-Nya dengan cahaya
Ketahuilah, ruang nun jauh tanpa batas adalah lembaran-lembaran kitab alam semesta
Masa-masa tiada terhitung adalah goresan peristiwa zaman
Semua ditulis dalam papan hakikat nan terjaga
Segala wujud di alam adalah lafazh menjelma nan sarat makna
Dengarkanlah!
Jau la ilaha illallah barabar midzanand har syai
Damadam juwaidand ya haq sarasar kuwaidand ya hayyu[1]
Ya, Ia memiliki tanda kebesaran dalam segala sesuatu
Yang menunjukkan Ia Maha Esa
Jiwa si pengelana membenarkan hatinya. Keduanya secara bersamaan mengatakan, “Benar, benar.”
Isyarat singkat lima hakikat tauhid yang disaksikan si tamu dunia dan si pengelana alam raya di kediaman kedua ini telah disebutkan dalam bab kedua dari maqam pertama sebagai berikut;
Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah, Maha Esa, Maha Tunggal, yang kesatuan-Nya dalam keberadaan-Nya ditunjukkan oleh kesaksian hakikat kebesaran dan keagungan dalam kesempurnaan dan cakupan menyeluruh, ditunjukkan oleh kesaksian hakikat penampakan perbuatan-perbuatan mutlak tanpa akhir yang tidak dibatasi apapun selain kehendak dan hikmah, ditunjukkan oleh kesaksian hakikat penciptaan segala wujud yang sangat banyak dengan cepat secara mutlak, ditunjukkan oleh penciptaan
[1] Artinya; segala sesuatu secara bersamaan mengucapkan, “La ilaha illallah,” senantiasa mengucapkan, “Ya Haqq,” memohon hak hidup, dan selalu mengucapkan, “Ya Hayyu!”
153. Page
seluruh makhluk dengan mudah secara mutlak dalam kesempurnaan mutlak, ditunjukkan oleh penciptaan segala sesuatu yang sangat banyak namun sangat indah dan bernilai, ditunjukkan oleh kesaksian hakikat wujud segala sesuatu secara keseluruhan, saling merasuk dan sesuai, ditunjukkan oleh kesaksian hakikat keteraturan menyeluruh yang menepis adanya intervensi (kesyirikan), disaksikan oleh kesatuan pengaturan seluruh wujud yang secara pasti menunjukkan keesaan Sang Pencipta, ditunjukkan oleh kesamaan nama-nama, perbuatan-perbuatan yang mengatur dan menyeluruh, ditunjukkan oleh kesatuan segala unsur dan jenis makhluk hidup yang menyebar di seluruh permukaan bumi.
Selanjutnya, kala si pengelana alam ini mengembara si ruang waktu, ia menemukan madrasah reformis millennium kedua, Imam Rabbani Ahmad Al-Faruqi rhu., ia kemudian masuk ke dalam madrasah ini, mendengarkan seakan sang imam tengah berkata kala menyampaikan pelajaran;
“Hasil utama seluruh tarekat sufi adalah terungkapnya hakikat-hakikat iman.”
“Terungkapnya satu masalah keimanan dengan jelas, lebih baik dari seribu karamah dan daya rasa kalbu.”
Ia juga berkata, “Para lama besar masa lalu mengatakan, ‘Kelak akan muncul seorang ahli ilmu kalam yang memperkuat hakikat-hakikat iman dan Islam dengan dalil-dalil akal dengan jelas sekali. Saya berharap saya-lah orangnya, dan mungkin saja saya orangnya.”[1]
Ia mengetahui bahwa iman dan tauhid adalah asas, cahaya dan kehidupan seluruh kesempurnaan insan, dan kaidah “berfikir sesaat lebih baik dari ibadah setahun,”[2] adalah kaidah yang mendorong untuk renungan iman, dan zikir rahasia dalam tarekat Naqsyabandiyah yang paling penting adalah semacam renungan penting dan agung ini.
Si pengelana itu mendengar semua yang dikatakan imam Al-Faruqi, setelah itu ia berbicara pada diri sendiri;
“Karena sang imam berkata seperti itu, karena peningkatan kekuatan iman meski seberat atom jauh lebih penting dan lebih berharga dari pengetahuan dan segala kesempurnaan, dan seratus kali lebih manis dari madu, dan mengingat bantahan-bantahan dan segala syubhat para filosof Eropah yang menumpuk sejak 1000 tahun silam melawan keimanan dan Al-Qur'an menemukan jalannya dan menyerang orang-orang beriman, ingin menggoyahkan iman yang merupakan kunci kebahagiaan, kehidupan, dan surga abadi, serta asas dan sebabnya, maka terlebih dahulu kita harus merubah iman kita dari sekedar ikut-ikutan menjadi iman tahqiqi, dan kita perkuat keimanan kita.
Untuk itu, wahai jiwaku mari kita maju ke depan, kita harus mengetuk pintu kehendak dan penghidupan rabbani, kita buka pintu itu di alam makhluk hidup dengan kunci “bismillahirrahmanirrahim,” supaya kita melihat rumah ketiga di negeri pelajaran ini, untuk menggapai duapuluh sembilan tingkatan iman yang kita temukan, yang masing-masingnya amat kuat sekuat gunung nan tinggi menjulang, hingga tigapuluh tiga tingkatan. Tigapuluh tiga merupakan bilangan tasbih dalam shalat.
Dengan segala penghormatan, ia kemudian mengetuk pintu rumah ketiga ini yang menjadi tempat berkumpulnya segala keajaiban dan keanehan, ia membuka pintu itu
[1] Perjalanan waktu menegaskan bahwa yang dimaksud bukanlah orang, tapi Risalah-risalah An-Nur.
[2] HR. Ibnu Hibban, kitab; keagungan, dari hadits Abu Hurairah dengan lafazh; “Enampuluh tahun,” Abu Manshur Ad-Dailami dalam Musnad Al-Firdaus, dari hadits Anas, dengan lafazh, “Delapanpuluh tahun,” Abu Syaikh, dari perkataan Ibnu Abbas dengan lafazh, “Lebih baik dari qiyamullail semalam penuh.”
154. Page
dengan menyebut nama Allah Yang Maha membentuk rupa. Rumah ketiga terlihat lalu ia masuk, dan ia mengetahui bahwa “empat hakikat agung nan menyeluruh” menerangi rumah itu, dan memperlihatkan tauhid sejelas matahari.
Hakikat pertama; hakikat fattahiyyah (pembentukan rupa).
Yaitu hakikat terbentuknya berbagai wujud nan beragam dan indah tanpa batas secara bersamaan dari unsur sederhana dengan satu perbuatan melalui pembiasan nama Al-Fattah dimana-mana dan dalam saat yang bersamaan.
Ya, seperti halnya kuasa pencipta memunculkan segala wujud yang beragam dan indah tanpa batas di taman alam raya secara keseluruhan laksana bunga-bunga, memberikan bentuk indah dan pribadi berbeda yang sesuai, seperti itulah kuasa yang sama juga memberikan wujud yang sama, namun dalam bentuk yang lebih menakjubkan, wujud nan terukur, indah, dan berbeda yang sangat indah dan penuh hikmah untuk setiap jenis di antara 400 ribu jenis makhluk hidup di taman bumi.
Ya, dalil paling kuat yang menunjukkan tauhid, dan mukjizat kuasa paling menawan adalah pembentukan rupa seperti yang ditunjukkan oleh ayat-ayat berikut;
خَلَقَكُمْ مِّنْ نَّفْسٍ وَّاحِدَةٍ ثُمَّ جَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَاَنْزَلَ لَكُمْ مِّنَ الْاَنْعَامِ ثَمٰنِيَةَ اَزْوَاجٍ ۗ يَخْلُقُكُمْ فِيْ بُطُوْنِ اُمَّهٰتِكُمْ خَلْقًا مِّنْۢ بَعْدِ خَلْقٍ فِيْ ظُلُمٰتٍ ثَلٰثٍۗ ذٰلِكُمُ اللّٰهُ رَبُّكُمْ لَهُ الْمُلْكُۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَۚ فَاَنّٰى تُصْرَفُوْنَ
“Dia menciptakan kamu dari seorang diri kemudian Dia jadikan daripadanya isterinya dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang (berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada Tuhan selain Dia; maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (QS. Az-Zumar: 6)
اِنَّ اللّٰهَ لَا يَخْفٰى عَلَيْهِ شَيْءٌ فِى الْاَرْضِ وَلَا فِى السَّمَاۤءِ, هُوَ الَّذِيْ يُصَوِّرُكُمْ فِى الْاَرْحَامِ كَيْفَ يَشَاۤءُ ۗ لَآ اِلٰهَ اِلَّا هُوَ الْعَزِيْزُ الْحَكِيْمُ
“Sesungguhnya bagi Allah tidak ada satupun yang tersembunyi di bumi dan tidak (pula) di langit. Dialah yang membentuk kamu dalam rahim sebagaimana dikehendaki-Nya. Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. Ali ‘Imran: 5-6)
Hakikat pembentukan rupa ini sudah disebutkan dan dijelaskan –berdasarkan hikmah ini- berkali-kali dalam Risalah-risalah An-Nur dalam bentuk yang beragam, khususnya “tingkatan keenam” dan “tingkatan ketujuh” dari “bab pertama” “maqam kedua” dari risalah ini. Untuk itu, penjelasannya kami alihkan ke sana, dan cukup kami jelaskan berikut ini;
Pembentukan rupa memiliki cakupan menyeluruh dan keindahan berdasarkan kesaksian ilmu tumbuh-tumbuhan, ilmu hewan, sesuai pembahasan-pembahasan kedua disiplin ilmu ini yang mendalam, dimana perbuatan yang menyeluruh ini tidak mungkin dimiliki siapapun selain Yang Maha Esa, Maha Tunggal, Maha Kuasa secara mutlak yang mampu melihat segala sesuatu di dalam segala sesuatu, dan dalam ciptaan-Nya, karena pembentukan rupa mengharuskan adanya hikmah, kejelian, perhatian, dan cakupan sempurna dalam kuasa tanpa batas yang ada di segala ruang dan waktu.
155. Page
Kuasa seperti ini mustahil dimiliki siapapun selain Zat yang mengatur alam raya secara keseluruhan.
Ya, seperti disampaikan dalam ayat-ayat di atas –misalnya-, fattahiyyah yang merupakan pembentukan rupa manusia, penciptaan wujud manusia dari bahan sederhana yang berbeda, terukur, rapi, indah, dan sempurna, namun tidak bercampur satu sama lain, dan hakikat pembentukan rupa ini meliputi seluruh umat manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan dengan kuasa yang sama, hikmah yang sama, dan penciptaan yang sama; ini merupakan bukti keesaan yang paling kuat, karena cakupan adalah kesatuan yang tidak menyisakan celah untuk kesyirikan.
Seperti halnya sembilanbelas hakikat dalam “bab pertama” yang memperkuat keberadaan Zat yang wajib ada, menegaskan keberadaan Sang Pencipta, seperti itu pula cakupan hakikat tersebut juga memperkuat kesatuan.
Hakikat kedua;
Hakikat yang dilihat kawan kita sang pengelana di rumah ketiga; hakikat rahmaniyah.
Yaitu, kita melihat dengan mata kepala bahwa di luar sana ada Zat Maha Esa yang memenuhi permukaan bumi dengan hadiah-hadiah rahmat untuk itu, menjadikan permukaan bumi sebagai ruang tamu dan meja makan yang berisi ratusan ribu hidangan makanan rahmani yang beragam dan nikmat, menjadikan bumi yang berputar sepanjang tahun laksana kapal dagang yang Ia kirim kepada kita dengan muatan terbaik di antara ratusan ribu jenis kebutuhan hidup untuk kita dari alam gaib sepanjang tahun.
Ia mengirim musim semi untuk kita laksana kereta api dengan membawa muatan rizki dan pakaian kita, Ia memberi kita rizki dengan sepenuh rahmat. Agar kita bisa memanfaatkan pemberian, hadiah, dan nikmat itu, Ia memberi kita ratusan selera, kebutuhan, perasaan, dan indera, bahkan ribuan.
Ya, Allah memberi kita lambung yang menikmati makanan-makanan tanpa batas, seperti yang telah dijelaskan dan ditegaskan dalam “sinar keempat” yang secara khusus membahas ayat hasbiyah;
حَسْبُنَا اللّٰهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ
“Cukuplah Allah menjadi penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung.” (QS. Ali ‘Imran: 173)
Ia memberi kita kehidupan yang memanfaatkan berbagai makanan tanpa batas melalui indera-indera di alam jasmani nan besar seakan sebuah jamuan nikmat. Ia memberi kita kemanusiaan yang menikmati hadiah-hadiah alam materi dan spiritual tanpa batas melalui serangkaian alat seperti akal dan hati, mengantarkan kita menuju Islam yang menerima cahaya dari simpanan-simpanan alam gaib dan nyata tanpa batas, menunjukkan kita kepada keimanan yang memburatkan cahaya dari sinar dan hadiah-hadiah tanpa batas dari alam dunia dan akhirat, dan membuat kita memanfaatkannya, seakan alam raya ini istana yang dihiasi rahmat dengan hadiah dan banyak hal menawan tanpa batas, iman yang merupakan kunci-kunci untuk membuka seluruh peti dan rumah yang ada di dalam istana ini yang telah diserahkan kepada manusia, dan di dalam fitrah manusia disematkan sejumlah kebutuhan dan indera yang membuat manusia memanfaatkan semua pemberian itu.
156. Page
Rahmat seperti ini yang meliputi dunia dan akhirat, juga meliputi segala sesuatu, merupakan salah satu pembiasan kesatuan di dalam lingkup keesaan. Artinya;
Seperti halnya cakupan cahaya matahari terhadap segala benda yang memantulkan merupakan contoh keesaan, dan kandungan cahaya, suhu panas, warna-warni spectrum matahari yang membias dalam setiap benda berkilau, bercahaya, dan transparan sesuai kemampuan yang dimiliki benda-benda tersebut merupakan contoh kesatuan, maka orang yang melihat cahaya yang meliputi ini pasti akan memutuskan bahwa matahari bumi ada satu, dan orang yang sama yang melihat pantulan sinar matahari pada setiap benda berkilau, bahkan pada setiap tetes air, bisa mengatakan kesatuan matahari.
Artinya, ia bisa mengatakan, “Matahari dekat dengan segala sesuatu melalui sifat-sifatnya, ia ada di cermin hati segala sesuatu.”
Seperti itu pula rahmat nan luas milik Allah Yang Maha Pengasih Pemilik keindahan, yang meliputi segala sesuatu laksana cakupan cahaya matahari terhadap segala sesuatu, menunjukkan keesaan Allah Yang Maha Pengasih, juga menunjukkan bahwa Ia tidak memiliki sekutu dari sisi manapun.
Seperti halnya kehidupan yang Allah berikan kepada setiap makhluk hidup menjadikan setiap kelompok makhluk hidup terkait dengan alam raya ini secara keseluruhan karena keberadaan sebagian besar cahaya nama-nama-Nya dan semacam pembiasan Zat-Nya pada segala sesuatu, khususnya dalam setiap makhluk hidup, khususnya manusia yang berada di bawah tirai rahmat nan menyeluruh, menegaskan keesaan Allah Yang Maha Pemurah, Ia ada di segala sesuatu, mengatur segala urusan dan segala sesuatu.
Ya, seperti halnya Allah Yang Maha Pemurah menampakkan keagungan keluhuran-Nya pada seluruh alam dan juga permukaan bumi melalui kesatuan rahmat dan cakupannya, Ia juga menyatukan contoh-contoh seluruh nikmat pada setiap makhluk hidup khususnya manusia melalui pembiasan kesatuan tersebut, melalui serangkaian nikmat yang Ia tanamkan di dalam organ-organ tubuh setiap satu jenis makhluk hidup, yang Ia tanamkan dalam bagian-bagian tubuh makhluk tersebut dan Ia atur, Ia berikan alam raya ini secara keseluruhan tanpa terbagi-bagi untuk satu jenis makhluk hidup tersebut, seakan alam raya ini adalah rumahnya. Ini secara transparan menunjukkan keindahan khusus-Nya, dan memberitahukan bahwa berbagai macam nikmat terpusat pada manusia.
Seperti halnya buah melon terpusat pada setiap biji-bijinya misalnya, maka Pencipta satu biji buah melon pasti Pencipta melon tersebut, Ia memeras biji melon tersebut, lalu ia satukan dengan neraca khusus sesuai ilmu dan aturan hikmah-Nya yang khusus, lalu Ia jadikan biji tersebut menjelma dalam sosok melon.
Tidak ada yang mampu menciptakan biji buah melon tersebut selain Penciptanya Yang Maha Esa, Maha Tunggal, mustahil yang lain.
Seperti itu juga karena alam raya ini laksana sebuah pohon atau tanam melalui pembiasan-pembiasan rahmani, bumi yang laksana buah atau laksana semangka, makhluk hidup dan manusia yang laksana biji, maka Pencipta dan Rabb makhluk paling kecil, tentu saja Pencipta bumi secara keseluruhan, Pencipta alam raya secara keseluruhan.
157. Page
Kesimpulan;
Seperti halnya penciptaan bentuk seluruh wujud nan sempurna dan tertata tapi dari bahan sederhana berdasarkan hakikat fattahiyah (pembentukan rupa) nan menyeluruh secara pasti menegaskan kesatuan, seperti itu pula hakikat perawatan dan penghidupan rahmaniyah nan menyeluruh dengan sepenuh keteraturan terhadap seluruh makhluk hidup yang muncul ke alam nyata dan memasuki kehidupan dunia, khususnya bagi para pendatang baru, segala kebutuhan dan keperluan dipenuhi dan diantarkan pada mereka semua tanpa melupakan satu pun di antara mereka, bantuan yang diberikan rahmat tersebut pada setiap individu kelompok makhluk dimanapun dan kapanpun, secara pasti menunjukkan kesatuan dan keesaan yang ada dalam kesatuan.
Mengingat Risalah-risalah An-Nur meraih pembiasan-pembiasan nama Al-Hakam dan Ar-Rahim, dan mengingat noktah-noktah dan pembiasan hakikat rahmat juga telah dijelaskan di sejumlah tempat dalam Risalah An-Nur, dengan tetesan ini kami isyaratkan kepada lautan tersebut, dan kisah panjang ini kami ringkas sampai di sini saja.
Hakikat ketiga; hakikat pengaturan.
Hakikat ini disaksikan kawan kita si pengelana itu di rumah ketiga;
Yaitu hakikat pengaturan benda-benda langit yang sangat besar dan bergerak cepat, juga unsur-unsur yang sangat tidak stabil dan terguncang, juga pengaturan makhluk-makhluk bumi yang sangat miskin dan lemah dengan sepenuh keteraturan dan ukuran, mendorong semuanya saling bekerjasama satu sama lain, mengatur semuanya dalam keselarasan, perpaduan, dan kesepakatan sempurna di antaranya, menjadikan alam besar ini laksana sebuah kerajaan indah, kota menawan, dan istana penuh hiasan.
Mari kita tinggalkan lingkup-lingkup besar pengaturan rahmani nan menguasai ini, dan kita akan menjelaskan dalam satu lembar dan satu halaman saja terkait pengaturan yang berlaku pada musim semi saja di muka bumi dan gambaran singkatnya lengkap dengan contoh, karena Risalah-risalah An-Nur sudah menjelaskan dan menegaskan persoalan ini dalam risalah-risalah penting, seperti “kalimat kesepuluh.”
Contoh dan asumsi;
Misalkan ada seseorang luar biasa penguasa dunia membentuk sekelompok pasukan yang terdiri dari 400 ribu bangsa dan kelompok yang berbeda, selanjutnya si panglima luar biasa yang memiliki banyak mukjizat ini memberikan pakaian, persenjataan, makanan, aturan, pelayanan, dan pembebasan tugas untuk setiap individu seluruh bangsa dan kelompok, membekali setiap prajurit dengan berbagai perlengkapan yang bermacam-macam tanpa adanya kekurangan, kelalaian, ataupun kesalahan, dan diberikan pada waktu yang tepat tanpa terlambat dan tanpa bercampur, semuanya dilakukan dengan sepenuh keteraturan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya, maka tentu saja setiap sebab selain kuasa luar biasa milik sang panglima tersebut tidak akan mampu ikut campur melakukan pengaturan nan luas, membaur, jeli, selaras, adil, dan banyak sekali jumlah. Andai selain panglima ikut campur, tentu akan merusak keseimbangan.
Demikian halnya dengan mata kita melihat tangan gaib yang menciptakan dan mengatur sekelompok pasukan menawan dan mencengangkan di musim semi yang terdiri dari 400 ribu jenis berbeda, 300 ribu di antaranya dibebas-tugaskan pada musim gugur yang merupakan contoh kiamat dalam bentuk kematian.
158. Page
Selanjutnya pada musim semi yang merupakan contoh perhimpunan dan kebangkitan, 300 ribu contoh kebangkitan terbesar dalam rentang waktu beberapa pekan dengan penuh keteraturan dan kesempurnaan, bahkan Allah menampakkan empat jenis perhimpunan kecil pada satu pohon.
Artinya, Allah menampakkan kebangkitan pohon, dedaunan, bunga-bunga, dan buah-buah yang sama seperti pada musim semi yang lalu, memberikan beragam rizki, senjata pertahanan, bahasa yang berbeda, pembebasan tugas yang tidak sama, dan berbagai keperluan yang berbeda pada setiap jenis dan setiap kelompok pasukan subhani yang jumlahnya mencapai 400 ribu jenis, Ia memberikan semua ini dengan sepenuh kesempurnaan dan keteraturan, tanpa lupa dan salah, tanpa bercampur satu sama lain, tanpa melupakan satu pun di antara mereka, dalam waktu yang tepat, dari arah yang tidak diduga-duga.
Dengan demikian, keesaan, kesatuan, kuasa dan rahmat tanpa batas-Nya terbukti dalam kesempurnaan rububiyah, hakimiyah, dan hikmah.
Seperti itulah desain tauhid ditulis dengan pena takdir di atas lembaran setiap musim semi di permukaan bumi.
Setelah pengelana kita membaca satu halaman saja dari desain ini dalam satu musim semi, ia berbicara pada diri sendiri;
Yang Maha Kuasa, Perkasa, Pemilik kemuliaan, menciptakan ribuan jenis perhimpunan setiap kali musim semi yang lebih aneh dan mengherankan dari perhimpunan terbesar.
Seluruh nabi menyampaikan ribuan janji bahwa kelak perhimpunan akan dimunculkan, yang bagi kuasa-Nya lebih mudah dari musim semi. Ia akan mendatangkan hari kiamat untuk pemberian pahala dan hukuman, di samping ribuan isyarat yang mengisyaratkan terjadinya perhimpunan. Allah secara gamblang menegaskan terjadinya perhimpunan melalui seribu ayat di antara ayat-ayat Al-Qur'an, Allah menjanjikan dan mengancamkan hal itu. Untuk itu, siksa Jahanam tentu saja adil bagi pelaku kesalahan mengingkari adanya perhimpunan yang artinya sama seperti mendustakan janji-janji Yang Maha Kuasa, Maha Perkasa, Maha memaksa, Pemilik kemuliaan, serta mengingkari kekuasaan-Nya.
Seperti itulah si pengelana itu memutuskan, lalu jiwanya berkata, “Kami beriman.”
Tingkatan ketigapuluh tiga yang merupakan hakikat keempat;
Hakikat ini disaksikan si pengelana dunia ini di rumah ketiga; hakikat rahimiyah dan razzaqiyah.
Artinya, hakikat pemberian segala rizki materi maupun non materi bagi seluruh makhluk hidup, khususnya bagi makhluk-makhluk yang memiliki ruhani, khususnya makhluk lemah dan tak berdaya, khususnya makhluk-makhluk kecil di permukaan seluruh bumi, baik di dalam bumi, di udara maupun laut, yang terbuat dari tanah kering yang sederhana, dari potongan kayu nan mati dan kering seperti tulang, khususnya rizki yang keluar di antara kotoran dan darah yang merupakan gizi paling lembut, juga ribuan rithel gizi yang terbuat dari satu biji kuat seperti potongan tulang kecil.
Semua rizki ini diberikan dengan penuh kasih sayang dari tangan gaib yang ada di hadapan mata kita, pada waktu yang tepat dan dengan bentuk yang sempurna, tanpa melupakan satu pun di antara seluruh makhluk, dan tanpa kesalahan sedikitpun.
159. Page
Ya, seperti halnya ayat;
اِنَّ اللّٰهَ هُوَ الرَّزَّاقُ ذُو الْقُوَّةِ الْمَتِيْنُ
“Sesungguhnya Allah Dialah Maha pemberi rezki yang mempunyai kekuatan lagi sangat kokoh,” (QS. Adz-Dzariyat: 58) khusus terkait penghidupan dan nafkah yang terangkum dalam kuasa Allah.
Sementara ayat;
وَمَا مِنْ دَاۤبَّةٍ فِى الْاَرْضِ اِلَّا عَلَى اللّٰهِ رِزْقُهَا وَيَعْلَمُ مُسْتَقَرَّهَا وَمُسْتَوْدَعَهَا ۗ كُلٌّ فِيْ كِتٰبٍ مُّبِيْنٍ
“Dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezkinya, dan Dia mengetahui tempat berdiam binatang itu dan tempat penyimpanannya. Semuanya tertulis dalam Kitab yang nyata (Lauh mahfuzh),” (QS. Hud: 6) mengisyaratkan bahwa rezki seluruh manusia dan hewan berada dalam penjagaan dan tanggungan rabbani.
Sementara ayat;
وَكَاَيِّنْ مِّنْ دَاۤبَّةٍ لَّا تَحْمِلُ رِزْقَهَاۖ اللّٰهُ يَرْزُقُهَا وَاِيَّاكُمْ وَهُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ
“Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rezkinya sendiri. Allah-lah yang memberi rezki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha mendengar lagi Maha Mengetahui,” (QS. Al-‘Ankabut: 60) menyampaikan bahwa Allah benar-benar menjamin rizki makhluk-makhluk lemah, tak berdaya, malang yang tidak mampu memenuhi rizki mereka sendiri, Allah memberi mereka rizki secara nyata dan dari arah yang tidak mereka duga-duga, bahkan berasal dari alam gaib, dan bahkan dari ketiadaan.
Contoh; Allah memberi rizki dari ketiadaan untuk makhluk-makhluk kecil di dasar lautan, memberi rizki untuk anak-anak dari arah yang tidak mereka duga-duga, memberikan rizki seluruh hewan setiap musim semi seakan dikirim dari alam gaib. Dengan demikian, ayat ini menegaskan dan menyampaikan bahwa Allah-lah yang memberi rizki para penyembah sebab-sebab yang juga berada di bawah tirai sebab.
Masih banyak lagi ayat-ayat Al-Qur'an terkait kesaksian-kesaksian kauniyah yang secara bersama-sama mengisyaratkan bahwa setiap makhluk hidup diberi rizki oleh kasih sayang Yang Maha Pemberi rizki, Maha Esa, dan Maha Tunggal, Pemilik keluhuran.
Ya, rizki berjalan menghampiri pepohonan yang mencari rizki dengan berdiam diri di tempat seraya bertawakal karena pohon tidak memiliki kuasa dan kehendak. Rizki anak-anak kecil yang tiada berdaya mengalir ke mulut mereka dari alat pemompa kecil namun luar biasa, selanjutnya susu berhenti ketika anak-anak kecil ini sudah mulai kuat dan memiliki sebagian kehendak. Anak-anak kecil, khususnya anak-anak manusia diberi kasih sayang ibu sebagai bantuan mereka. Ini semua cara pasti menunjukkan bahwa rizki halal tidak berbanding lurus dengan kuasa dan kehendak, tapi berbanding lurus dengan kelemahan dan ketidakberdayaan yang mendorong untuk bertawakal.
Kemampuan, kehendak dan kecerdasan –yang memicu sifat tamak dan umumnya menyebabkan kerugian- mendorong sejumlah sastrawan besar meminta-minta dalam batasan tertentu, sementara kelemahan dalam tawakal mendorong kalangan awam, dungu dan kasar lagi bodoh pada kekayaan.
Perumpamaan menyebutkan;
Betapa banyak orang berilmu dilemahkan (miskin karena) madzhab-madzhabnya
Sementara orang bodoh terlihat mendapatkan rizki
160. Page
Ini semua menegaskan bahwa rizki halal tidak didapatkan karena kekuatan kemampuan dan kehendak, juga tidak didapatkan dengan mudah olehnya. Rizki diberikan dari sisi rahmat yang menerima amal dan usaha siapapun yang berupaya, diberikan dari sisi kasih sayang yang iba karena kebutuhan makhluk yang memerlukan.
Hanya saja, rizki ada dua;
Pertama; rizki hakiki dan fitrah untuk kehidupan. Rizki ini berada di bawah jaminan rabbani.
Rizki ini sangat sempurna dan tertata rapi, karena rizki fitrah yang tersimpan di dalam tubuh dalam bentuk lemak dan lainnya, memungkinkan manusia untuk hidup tanpa memakan apapun minimal lebih dari duapuluh hari, dan minimal untuk mempertahankan hidup.
Dengan demikian, orang yang mati kelaparan secara lahiriah sebelum mencapai duapuluh atau tigapuluh hari sebelum menghabiskan rizki fitrah yang tersimpan dalam tubuh, mereka tidak mati karena tidak adanya rizki, tapi mati karena penyakit yang dipicu oleh kebiasaan tidak baik atau karena meninggalkan kebiasaan.
Rizki kedua; rizki majazi-buatan yang seakan penting karena sudah terbiasa bagi manusia, digunakan secara berlebihan dan tidak baik.
Rizki ini bukan berada di bawah jaminan rabbani, tapi mengikuti kebaikan-Nya. Ia sesekali memberi dan sesekali pula mencegah.
Orang bahagia dalam hal rizki jenis kedua ini adalah orang yang tahu bahwa berusaha untuk hemat dan menerima apa adanya yang merupakan sebab kebahagiaan dan kenikmatan di balik rizki halal merupakan ibadah dalam batasan tertentu, juga doa nyata untuk meminta rizki. Ia menerima nikmat ini dengan syukur dan menyebut-nyebut karunia-Nya, melalui kehidupan dengan bahagia dan senang.
Orang sengsara adalah orang yang tidak mau berusaha mencari rizki halal melalui sikap berlebihan dan tamak yang menyebabkan kesengsaraan, kerugian dan derita, mengetuk setiap pintu, melalui atau menghabiskan hidup dalam kemalasan, kezaliman, dan pengaduan.
Seperti halnya lambung mencari rizki, organ-organ lembut dan indera manusia, seperti hati, ruhani, akal, mata, telinga, dan mulut juga mencari rizki dari Sang Pemberi rizki Yang Maha Penyayang.
Meraih rizki dengan sepenuh rasa syukur. Rizki tertentu untuk masing-masing di antaranya, rizki yang cocok, yang membuat senang dan nikmat, semata berasal dari simpanan-simpanan rahmat. Bahkan, Sang Pemberi rizki Yang Maha Penyayang, menciptakan masing-masing dari organ-organ lembut dan indera seperti mata, telinga, jantung, hayalan, dan akal, laksana kunci bagi simpanan-simpanan rahmat, selanjutnya Ia berikan rizki itu pada organ-organ tersebut secara lebih luas dan lebih banyak.
Contoh; seperti halnya mata merupakan kunci bagi simpanan-simpanan permata berharga bagi segala kebaikan dan keindahan yang tersebar di wajah seluruh wujud, seperti itu pula setiap kelembutan dan indera juga merupakan kunci bagi alam tertentu. Indera-indera dan organ-organ lembut manusia memanfaatkannya melalui iman.
Selanjutnya kita kembali lagi pada pembahasan inti;
Seperti halnya Yang Maha Kuasa, Bijaksana, Pencipta alam raya ini menciptakan kehidupan sebagai inti menyeluruh yang disarikan dari alam raya, Ia jadikan kehidupan di bagian inti tempat terpusatnya seluruh tujuan, nama-nama, dan pembiasan-pembiasan-Nya, maka seperti itu pula Ia menjadikan rizki di alam kehidupan sebagai pusat yang
161. Page
menyatukan segala kondisi. Ia menciptakan selera dan daya rasa rizki dalam diri para makhluk hidup. Ia menjadikan rububiyah dan daya tarik cinta-Nya dibalas dengan syukur dan ibadah tiada henti lagi menyeluruh yang merupakan tujuan dan hikmah utama penciptaan alam raya ini.
Seperti halnya Ia meramaikan setiap sisi kerajaan rabbani nan begitu luas sekali, khususnya langit yang Ia ramaikan dengan para malaikat dan makhluk-makhluk ruhani, alam gaib Ia ramaikan dengan ruh-ruh, seperti juga dorongan Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana terhadap hewan dan manusia untuk berusaha mencari rizki -demi hikmah agar alam materi juga diramaikan, khususnya udara dan bumi dengan segala penjurunya setiap saat dengan adanya makhluk-makhluk bernyawa khususnya burung- dengan menjadikan kebutuhan akan rizki dan daya rasa rizki laksana cambuk kuat yang mendorong mereka untuk mencari rizki.
Adanya mereka dihindarkan dari rasa malas dan menganggur, serta menjadikan mereka berusaha dan berlari mengejar rizki, semata merupakan bagian dari hikmah kondisi rabbani.
Andai bukan karena hikmah penting seperti ini, juga hikmah-hikmah lainnya, tentu Sang Kuasa yang Maha Bijaksana menjadikan rizki yang dibagi rata untuk seluruh hewan, tentu Ia jadikan segala kebutuhan fitrah berusaha menghampiri rizki tanpa susah payah, seperti ia menjadikan rizki-rizki datang menghampiri pohon.
Andai ada mata yang mampu melihat dan menyaksikan wajah bumi secara keseluruhan sekali saja untuk akan melihat keindahan nama Ar-Rahim (Maha Penyayang) dan Ar-Razzaq (Maha Pemberi rizki), serta kesaksian kedua nama ini yang memperkuat kesatuan dengan pandangan menyeluruh, tentu akan melihat sejauh mana keindahan, kelembutan, dan keelokan yang ada di balik pembiasan kasih sayang Sang Pemberi rizki yang Maha Penyayang yang mengirim makanan sangat lezat, sangat banyak, dan sangat beragam dari simpanan-simpanan rahmat gaib murni.
Makanan-makanan yang tersimpan di tangan tumbuh-tumbuhan, tersimpan di ujung pepohonan, tergantung di buah dada para induk dan ibu, sebagai bantuan gaib dan kebaikan rahmani bagi kafilah hewan yang rizki mereka nyaris habis di akhir musim dingin.
Dan tentu mata yang melihat seluruh permukaan bumi –andai ada- itu mengetahui bahwa Zat yang menciptakan satu buah apel dan Ia berikan pada seseorang sebagai rizki hakiki, tentu hanya berasal dari Zat yang memutar musim demi musim silih berganti, mempergilirkan malam dan siang, menjalankan bumi ini laksana kapal dagang, mempersembahkan hasil-hasil panen setiap musim kepada tamu-tamu-Nya di bumi yang memerlukan, karena stempel fitrah, hikmah, shamadaniyah, dan rahmat yang ada di wajah apel tersebut, juga ada di seluruh apel, seluruh buah-buahan, tumbuh-tumbuhan dan hewan.
Untuk itu, Pemilik dan Pencipta hakiki buah apel tersebut tidak lain adalah Maha Raja, Maha Penguasa, Pemilik keluhuran, Maha Pencipta yang memiliki keindahan bagi seluruh penduduk bumi lain seperti mereka dan juga jenis-jenis makhluk hidup lain.
Pemilik dan Pencipta bumi nan besar yang merupakan taman bagi buah apel tersebut, juga pohon apel yang merupakan pabrik pembuat apel, musim apel yang merupakan laboratorium apel, musim semi dan musim panas yang merupakan tempat perawatan dan pertumbuhan, tidak mungkin selain-Nya
162. Page
Untuk itu, setiap buah merupakan stempel kesatuan yang memperkenalkan Pencipta bumi yang merupakan pohon kesatuan, menunjukkan Penulis kitab alam raya yang merupakan taman kesatuan. Juga menampakkan dan menunjukkan kesatuan-Nya, serta mengisyaratkan bahwa desain keesaan dibubuhi banyak sekali stempel dan cap sebanyak bilangan buah-buahan.
Mengingat Risalah-risalah An-Nur merupakan pembiasan nama Ar-Rahim (Maha Penyayang) dan Al-Hakim (Maha Bijaksana), dan kilauan-kilauan hakikat rahmaniyah ini sudah dijelaskan di sejumlah bagian risalah-risalah tersebut, maka kami mengalihkan pembahasannya ke sana, dan isyarat singkat berikut dirasa sudah cukup mengingat kondisi saya yang sedang sakit.
Kawan kita si pengelana itu berkata;
Segala puji bagi Allah. Saya telah melihat dan mendengarkan tigapuluh tiga hakikat yang memperkuat keberadaan Zat yang wajib ada, Pencipta dan Pemilik saya yang saya cari dimana-mana dan yang saya tanyakan pada segala sesuatu.
Masing-masing dari setiap hakikat ini laksana mentari nan terang yang tidak menyisakan celah kegelapan sedikit pun. Hakikat-hakikat ini kuat dan tak tergoyahkan, laksana gunung nan tinggi menjulang. Masing-masing hakikat ini melalui pengkajiannya, memperkuat keberadaan Allah dengan kesaksian yang sangat dogmatis. Cakupan hakikat-hakikat ini menunjukkan keesaan-Nya secara nyata, dan secara tersirat memperkuat rukun-rukun iman lainnya, karena keseluruhan dan kesepakatan hakikat-hakikat ini mengangkat keimanan kita dari keimanan sekedar ikut-ikutan menjadi iman tahqiqi, dari iman tahqiqi menuju iman ‘ilmul yaqin, dari iman ‘ilmul yaqin menuju iman ‘ainul yaqin hingga mencapai haqqul yaqin.
Segala puji bagi Allah, ini adalah karunia Rabbku.
وَقَالُوا الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ هَدٰىنَا لِهٰذَاۗ وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْلَآ اَنْ هَدٰىنَا اللّٰهُ ۚ لَقَدْ جَاۤءَتْ رُسُلُ رَبِّنَا بِالْحَقِّۗ
“Segala puji bagi Allah yang Telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran.” (QS. Al-A’raf: 43)
Isyarat singkat cahaya-cahaya iman yang didapatkan si pengelana yang merindukan pengetahuan tentang empat hakikat agung yang ia saksikan di rumah ketiga ini sudah disebutkan dalam bab kedua dari maqam pertama sebagai berikut;
Tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah yang keesaan-Nya dalam keberadaan-Nya yang wajib ada, ditunjukkan oleh kesaksian agung cakupan hakikat pembentukan rupa, dengan membentuk 400 ribu rupa jenis makhluk hidup secara sempurna tanpa adanya suatu kelalaian dan kekurangan sedikitpun, ditunjukkan oleh kesaksian seni tumbuh-tumbuhan dan hewan, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan cakupan hakikat rahmaniyah nan luas dan tertata rapi tanpa adanya suatu kekurangan, ditunjukkan oleh kesaksian dan pandangan mata, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan hakikat pengaturan menyeluruh untuk seluruh makhluk hidup secara tertata rapi tanpa adanya kesalahan ataupun kekurangan, ditunjukkan oleh kesaksian keagungan cakupan hakikat rahimiyah dan penghidupan menyeluruh untuk seluruh makhluk yang diberi rizki secara rata pada saat yang diperlukan tanpa lalai ataupun lupa dari Sang Pemberi rizki,
163. Page
Yang Maha Pengasih, Penyayang, dan Maha Pemberi, karunia dan kebaikannya menyeluruh, tiada tuhan (yang berhak diibadahi) selain Allah.
سُبْحٰنَكَ لَا عِلْمَ لَنَآ اِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا ۗاِنَّكَ اَنْتَ الْعَلِيْمُ الْحَكِيْمُ
“Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. Al-Baqarah: 32)
Ya Rabb! Dengan hak bismillahirrahmanirahim, ya Allah, Yang Maha Pemurah lagi Penyayang, limpahkanlah rahmat dan kesejahteraan kepada junjungan kami, Muhammad keluarga dan para sahabatnya sebanyak bilangan huruf-huruf Risalah-risalah An-Nur yang menggoreskan huruf-huruf itu dalam puluhan menit seluruh usia kami di dunia dan akhirat, dengan tulisan seluruh rangkaian Risalah-risalah An-Nur dalam atom-atom keberadaan saya selama masa hidup.
Ampunilah saya, juga siapapun yang membantu saya dalam menyebarkan dan menulis Risalah-risalah An-Nur dengan tulus sebanyak bilangan doa rahmat yang ada di dalam risalah-risalah ini. Ampunilah orang tua, para pemimpin, syaikh, dan saudara-saudari saya, juga murid-murid Risalah-risalah An-Nur nan tulus, khususnya yang menulis dan menggandakan risalah ini, dengan rahmat-Mu wahai Maha Penyayang di antara para penyayang. Amin.
Dan penutup doa mereka adalah segala puji bagi Allah, Rabb seluruh alam.
Perhatian;
Tidak semua bagian Risalah-risalah An-Nur ada di lingkungan negeri yang merupakan tempat munculnya Risalah-risalah An-Nur ini. Untuk itu, saya menulis risalah ini di sini tanpa ke hendak dan pilihan saya, sehingga ada sejumlah permasalahan penting yang disebutkan dalam seluruh “kalimat-kalimat” dan “kilauan-kilauan” kembali disebutkan dalam risalah-risalah ini, seperti risalah “ayat besar.”
Permasalahan-permasalahan ini diimlakkan seperti ini karena sebuah hikmah, agar masing-masing dari risalah-risalah ini menjadi Risalah-risalah An-Nur kecil untuk para murid Risalah-risalah An-Nur di sini.
Dengan Nama-Nya
Dalam beberapa hari belakangan, saya mendengarkan sebuah pertanyaan dan jawaban dalam dialog spiritual. Berikut saya jelaskan intinya;
Seseorang di antara mereka berkata, “Konsentrasi-konsentrasi besar dan pembekalan-pembekalan menyeluruh Risalah-risalah An-Nur seputar iman dan tauhid kian meningkat dan berkembang secara terus menerus. Lantas kenapa Anda membuat konsentrasi-konsentrasi baru dengan tingkat semangat dan dorongan seperti ini, meski satu di antara seratus konsentrasi-konsentrasi ini sudah cukup untuk mengalahkan atheis yang sangat membangkang?”
164. Page
Mereka memberikan jawaban padanya;
“Risalah-risalah An-Nur tidak hanya memperbaiki kerusakan-kerusakan parsial saja, tidak hanya membenahi rumah kecil saja, tapi risalah-risalah ini memperbaiki dan membenahi benteng yang melindungi Islam laksana gunung secara menyeluruh.
Risalah-risalah An-Nur tidak hanya berusaha untuk membenahi hati dan nurani secara khusus, tapi dengan mukjizat Al-Qur'an, risalah-risalah ini berusaha untuk mengobati hati dan fikiran secara umum yang terkena luka-luka menganga lebar dan berbahaya melalui alat-alat perusak yang telah dipersiapkan dan sudah menumpuk sejak 1000 tahun silam, juga untuk mengobati nurani secara umum yang mulai mengalami kerusakan akibat benturan asas, aliran, dan syiar-syiar Islam yang menjadi sandaran bagi semua pihak, khususnya bagi kalangan orang-orang mukmin awam, serta berusaha untuk mengobati semua luka menganga itu dengan obat-obat Al-Qur'an dan iman.
Untuk menangangi berbagai kerusakan, luka, dan serangan menyeluruh nan mencekam seperti ini, diperlukan adanya hujah, persiapan dan perlengkapan kuat setingkat haqqul yaqin dan sekuat gunung, juga obat-obatan mujarab tanpa batas yang memiliki komposisi ribuan antibiotic.
Risalah-risalah An-Nur yang muncul dari kemukjizatan spiritual Al-Qur'an al-mu’jizul bayan di zaman sekarang ini menjalankan peran tersebut, di samping sebagai wasilah peningkatan dalam tingkatan-tingkatan iman tanpa batas.”
Seperti itulah perbincangan dan dialog panjang ini terjadi. Saya mendengar perbincangan ini secara utuh, rasa syukur tanpa batas saya panjatkan kepada Allah, dan saya singkat perbincangan ini cukup sampai di sini saja.
Dengan Nama-Nya
Jejak-jejak ini adalah jejak yang cerdas, menyala dan berkobar …
Kecerdasan inilah yang dinantikan oleh seluruh masa …
Cahaya-cahaya ini adalah cahaya yang meluap menyinari alam insani …
Kebenaran tentu saja nampak bersinar di sela serangkaian hakikat-hakikat ini …
Wahai guru dan pembimbing kami, seluruh umat manusia kagum akan luapan dan cahayamu …
Orang-orang cerdas yang menemukan kebenaran karena jejak-jejakmu mengatakan, “Kami tidak menemukan kelalaian sedikit pun di dalamnya.”
Mereka yang membaca cahaya-cahaya ini (Risalah-risalah An-Nur), dengan kelembutan Al-Haq mereka menemukan alam baru nan bersinar terang …
Allah jua yang menciptakan hakikat-hakikat dari cahaya dalam hati mereka …
Murid Anda,
Husrau
Dengan sepenuh ruh dan jiwa, kami membenarkan resensi saudara tua kami yang namanya tersebut di atas.
Kami juga menyatakan;
Ia (Risalah-risalah An-Nur) adalah pencegah datangnya keraguan dan was-was
165. Page
Ia (Risalah-risalah An-Nur) meraih decak kagum berbagai disiplin ilmu pengetahuan dan filsafat
Tiada tersisa satu pun titik gelap bagi mereka yang punya akal fikiran di dalamnya
Ia (Risalah-risalah An-Nur) adalah wasilah untuk menggapai luapan dan kenaikan
Ia (Risalah-risalah An-Nur) meraih penghormatan tarekat dan hakikat
Tiada tersisa satu pun titik gelap bagi mereka yang punya akal fikiran di dalamnya
Dari murid-murid An-Nur,
Thahiri, Zubair, Jailan, Bairam, Abdul Muhsin
Jawaban Sangat Penting, Untuk Pertanyaan Sangat Penting
Berikut ini kami tuliskan sebuah jawaban penting sebagai tanggapan untuk sebuah pertanyaan penting terkait permasalahan yang kita bahas. Kami menulis jawaban ini karena Sa’id “lama” sudah menyampaikan empatpuluh tahun silam bahwa Risalah-risalah An-Nur memiliki serangkaian pelajaran dan pengaruh luar biasa seakan ia melihatnya secara langsung dan nyata sebelum semuanya terjadi. Jelasnya demikian;
Banyak yang bertanya kepada saya, mereka juga bertanya pada saudara-saudara An-Nur saya, dan mereka terus bertanya;
Kenapa Risalah-risalah An-Nur tidak kalah menghadapi banyak sekali para penentang, filosof pembangkang, dan para pengikut kesesatan?
Meski dalam batasan tertentu, mereka melarang penyebaran jutaan kitab-kitab iman dan Islam nan berharga, melarang sebagian besar orang khususnya kaum muda nan malang untuk mendapatkan hakikat-hakikat iman dengan mengalihkan mereka pada kebodohan dan berbagai kenikmatan kehidupan dunia, meski mereka berusaha mematahkan pengaruh Risalah-risalah An-Nur, meneror banyak orang dengan banyak sekali serangan, perlakuan kasar, kebohongan-kebohongan paling buruk, dan berbagai propaganda anti Risalah-risalah An-Nur, agar menjauhi risalah-risalah tersebut, namun Risalah-risalah An-Nur tetap menyebar luas dengan penyebaran yang tidak pernah diraih kitab-kitab lain, terlebih 600 ribu salinan di antaranya digandakan secara manual (dengan tulisan tangan), menyebar secara rahasia dengan sepenuh kerinduan dan semangat.
Lantas apa rahasia daya tarik Risalah-risalah An-Nur yang membuat banyak orang membacanya baik di dalam maupun di luar negeri dengan sepenuh kerinduan dan semangat? Apa hikmahnya? dan apa sebabnya?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti ini yang sering kali disampaikan, kami tanggapi;
Risalah-risalah An-Nur yang merupakan tafsir hakiki Al-Qur'an dengan rahasia kemukjizatannya, menjelaskan bahwa di dalam kegelapan terhadap jahanam maknawi di dunia ini, seperti halnya Risalah-risalah An-Nur juga menjelaskan bahwa di dalam keimanan terdapat surga maknawi di dunia ini, di dalam segala keburukan, kehinaan, dan kenikmatan-kenikmatan haram terdapat derita maknawi nan memilukan. Juga menegaskan bahwa di dalam segala kebaikan, keutamaan, sifat-sifat terpuji, dan penerapan hakikat-hakikat syariat terdapat kenikmatan-kenikmatan maknawi laksana
166. Page
kenikmatan-kenikmatan surga, sehingga Risalah-risalah An-Nur menyelamatkan orang-orang bodoh, mereka yang jatuh dalam kegelapan, dan mereka yang sama sekali belum hilang kesadaran dari sisi ini, mengingat zaman sekarang ini dikuasai oleh dua kondisi yang mencekam;
Kondisi mencekam yang pertama;
Perasaan-perasaan insani yang tidak melihat akibat dan lebih mengedepankan kenikmatan sesaat yang tidak seberapa dari pada kenikmatan-kenikmatan akhirat, menguasai akal dan fikiran.
Untuk itu, satu-satunya solusi untuk menyelamatkan orang-orang bodoh dari kebodohan mereka adalah memperlihatkan duka derita di dalam kenikmatan-kenikmatan mereka, dan dominasi kenikmatan-kenikmatan tersebut terhadap perasaan-perasaan mereka.
Satu-satunya solusi untuk menyelamatkan manusia dari bahaya lebih memilih potongan ka cara dunia yang mudah patah dari pada kenikmatan-kenikmatan akhirat nan sangat berharga dan mahal laksana intan di zaman ini, meski sebenarnya manusia mengetahui nilai kenikmatan-kenikmatan ini melalui isyarat ayat;
الَّذِيْنَ يَسْتَحِبُّوْنَ الْحَيٰوةَ الدُّنْيَا عَلَى الْاٰخِرَة
“(Yaitu) orang-orang yang lebih menyukai kehidupan dunia dari pada kehidupan akhirat.” (QS. Ibrahim: 3)
Bahaya mengikuti orang-orang sesat karena cinta dunia dan rahasia yang tertera dalam ayat ini, padahal ia termasuk ahli iman. Satu-satunya solusi untuk mengatasi bahaya ini adalah menjelaskan dan memperlihatkan siksa dan derita jahanam di dunia ini. Inilah jalan yang ditempuh Risalah-risalah An-Nur.
Jika tidak seperti itu, maka solusi untuk menghadapi pembangkangan kekafiran mutlak dan kesesatan yang muncul dari ilmu pengetahuan, serta kecanduan yang muncul dari pembangkangan kebodohan pada zaman sekarang ini adalah dengan mengalihkan manusia dari segala kehinaan dan keburukan dengan menegaskan keberadaan neraka Jahanam setelah memperkenalkan Allah kepada mereka, dan dengan menakuti mereka dengan siksa Jahanam. Hanya saja cara ini hanya dimanfaatkan oleh satu dari duapuluh orang atau satu dari sepuluh orang.
Itupun setelah memetik pelajaran dan sadar, ia berkata, “Allah Maha Pengampun lagi Penyayang, neraka Jahanam masih lama sekali,” sehingga ia kembali meneruskan kebodohannya. Hati dan ruhaninya kalah melawan perasaan-perasaan diri.
Sebagian besar perbandingan-perbandingan dalam Risalah-risalah An-Nur mendorong jiwa untuk membenci segala kenikmatan dan berbagai macam kebodohan, bahkan terhadap para penyembah jiwa dari kalangan pembangkang keras, dengan menampakkan hasil-hasil pedih kekafiran dan kesesatan di dunia nan mencekam, juga mendorong orang-orang lurus untuk bertaubat.
Perbandingan-perbandingan kecil yang disebutkan dalam “kalimat keenam,” “kalimat ketujuh,” dan “kalimat kedelapan,” dan perbandingan panjang yang disebutkan dalam “sikap ketiga” dari “kalimat ketigapuluh dua,” meneror bahkan orang yang paling dungu dan terus menerus berada dalam kesesatan, serta menundukkan mereka untuk mempelajari risalah-risalah tersebut.
167. Page
Satu dari dua contoh di antara ribuan contoh kenikmatan surga yang tersimpan di dalam pembiasan-pembiasan iman, seperti yang terdapat dalam amalan-amalan yang disyariatkan.
Berikut akan kami sampaikan isyarat singkat terkait kondisi-kondisi yang dilihat Sa’id “lama” secara hakiki dalam wisata hayalan ayat cahaya.[1]
Bagi yang ingin mengetahui penjelasan rincinya, silahkan membaca kitab “catatan-catatan” di bagian awal “khutbah Syam.”
Di antara kondisi-kondisi itu adalah ketika saya melihat alam hewan yang memerlukan rizki, saya melihatnya dengan pandangan filsafat materi, lalu kelemahan dan ketidakberdayaan mereka, padahal mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan tanpa batas dan sangat lapar, memperlihatkan kepada saya alam makhluk hidup dalam wujud amat memilukan.
Saya lantas meneriakkan duka dan tangisan karena saya menatap dengan pandangan orang-orang sesat dan lalai.
Seketika itu juga saya menatap dengan pandangan iman dan hikmah Al-Qur'an, lalu saya mengetahui bahwa nama Ar-Rahman (Maha Pengasih) muncul di atas menara nama Ar-Razzaq (Maha Pemberi rizki) laksana mentari nan terang, lalu dengan cahaya rahmat, nama itu menerangi tiga alam nan kelaparan dan malang itu.
Selanjutnya, di alam hewan saya melihat alam lain nan sedih dan pilu dalam kegelapan yang membangkitkan perasaan iba dan kasihan pada semuanya. Alam dimana makhluk-makhluk kecil berbolak-balik dalam kelemahan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan. Saya kemudian meratap dan merintih karena saya melihat dengan pandangan orang-orang sesat.
Seketika itu juga iman memberikan kacamata kepada saya, melalui kacamata ini saya kemudian melihat nama Ar-Rahim (Maha Penyayang) muncul di atas menara kasih sayang, lalu merubah alam nan memilukan dan menyedihkan itu menjadi alam nan indah, terang, bersinar, dalam bentuk lembut dan nikmat, merubah air mata saya yang muncul karena pengaduan, iba dan sedih, menjadi tetes air mata bahagia dan syukur.
Selanjutnya, nampaklah oleh saya alam manusia laksana layar cinema. Saya kemudian melihat alam ini dengan kacamata orang-orang sesat, saya melihat alam ini gelap dan mencekam hingga saya berteriak dan menangis dari hati yang paling dalam.
Saya mengatakan, “Oh ruginya! Oh menyesalnya!” Karena selain manusia memiliki banyak sekali keinginan dan harapan yang terbentang hingga ke alam abadi, memiliki konsep dan fikiran yang meliputi seluruh alam raya, memiliki cita-cita, obsesi, dan kemampuan-kemampuan fitrah yang sangat menginginkan untuk hidup abadi, bahagia selamanya, dan surga, memiliki kekuatan-kekuatan fitrah yang dilepas bebas tanpa batas. Manusia selain memiliki keinginan-keinginan yang mengarah pada tujuan-tujuan tanpa batas, ia juga lemah, tidak berdaya, banyak sekali musibah menimpa dan musuh tanpa batas yang siap menyerang.
[1] Maksudnya ayat berikut;
اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
168. Page
Orang tersebut menatap kuburan yang terlihat di hadapan orang-orang lalai dalam wujud pintu terbuka yang mengarah pada kegelapan-kegelapan abadi dalam kehidupan penuh guncangan di bahwa serangan keresahan kematian setiap hari dan sepanjang waktu dalam rentang waktu yang pendek, di tengah beban berat kehidupan nan amat sulit, duka derita ketiadaan dan perpisahan abadi yang sangat memukul dan memilukan hati serta nurani.
Saya melihat mereka dilemparkan ke dalam sumur kegelapan satu persatu, satu kelompok demi satu kelompok.
Kala saya melihat alam manusia tenggelam dalam kegelapan, hati, ruhani dan akal saya nyaris mengisi pilu dan berteriak merintih bersama seluruh bagian-bagian lembut insani dalam diri saya, bahkan bersama seluruh bagian-bagian paling kecil tubuh saya, tiba-tiba cahaya dan kekuatan yang muncul dari Al-Qur'an menghancurkan kacamata kesesatan ini, dan memasang mata di kepala saya. Dengan mata ini, saya melihat nama Allah Al-‘Adil (Maha Adil) muncul laksana mentari di menara nama Al-Hakim (Maha Bijaksana), dan nama Ar-Rahman (Maha Pengasih) di menara Al-Karim (Maha Mulia), nama Ar-Rahim (Maha Penyayang) di menara Al-Ghafur (Maha Pengampun), nama Al-Ba’its (Maha membangkitkan)di menara Al-Warits (Maha mewarisi), nama Al-Muhyi (Maha menghidupkan) di menara Al-Muhsin (Maha berbuat baik), nama Ar-Rabb (Pemilik, Penguasa, Pengatur) di menara nama Al-Malik (Maha Pemilik), maksudnya dalam makna nama-nama tersebut.
Masing-masing dari nama-nama ini menerangi alam manusia nan gelap secara keseluruhan, meramaikannya di antara banyak sekali alam, melenyapkan kondisi-kondisi Jahanam, membuka jendela-jendela cahaya dari alam akhirat. Cahaya-cahaya tertuang dan menyebar di alam manusia nan malang. Saat itu saya berkata sebanyak bilangan atom seluruh wujud, “Segala puji bagi Allah, puji syukur untuk Allah.”
Dengan ‘ainul yaqin, saya mengetahui bahwa di dalam iman terdapat surga maknawi bahkan di dunia ini. Dan saya tahu pasti bahwa di dalam kegelapan terdapat Jahanam maknawi bahkan di dunia ini.
Selanjutnya, terlihat oleh saya alam bumi. Aturan-aturan ilmiah filsafat nan kelam yang tidak patuh pada agama nampak di hadapan hayalan saya sebagai alam nan mencekam dan menakutkan dalam kelana hayalan ini, karena terlihat oleh saya kondisi bangsa manusia nan sengsara, malang, dan berkelana di ruang hampa tanpa batas di bumi nan sudah tua renta penuh guncangan di dalam perutnya, yang menempuh jarak 15 ribu tahun dalam satu tahun, berputar dengan gerakan yang tujuhpuluh ribu kali lebih cepat dari gerakan peluru, bumi yang siap meledak dan terpecah belah setiap saat.
Golongan manusia pengelana di atas kapal besar ini nampak oleh saya dalam kondisi mencekam dan menakutkan dalam kegelapan di atas kegelapan. Kepala saya terasa pening, dan dunia terasa gelap di hadapan kedua mata saya. Saya akhirnya membanting kacamata filsafat ke tanah dan saya pecahkan kacamata itu.
Selanjutnya, seketika itu juga saya memandang dengan mata nan memancarkan hikmah Al-Qur'an, saya melihat bahwa nama-nama Pencipta bumi dan langit seperti Al-Qadir (Maha Kuasa), Al-‘Alim (Maha mengetahui), Ar-Rabb (Pemilik, Penguasa, Pengatur), Allah, Rabb langit dan bumi, Yang menundukkan matahari bulan, muncul laksana mentari di menara rahmat, keagungan dan rububiyah, lalu menerangi alam yang saya lihat gelap, sepi, dan menakutkan itu hingga terlihat terang, dimana saya menatap bumi dengan pandangan iman dalam kondisi tersebut yang laksana kapal pesiar nan
169. Page
tertata rapi, indah, ditundukkan, menawan, baik, dan sangat aman, dimana rizki seluruh makhluk hidup diletakkan di sana, laksana kereta api yang siap untuk berwisata, istirahat, dan berdagang, laksana pesawat terbang untuk membawa makhluk-makhluk yang memiliki ruhani terbang mengitari matahari dalam kerajaan rabbani, untuk mendatangkan hasil-hasil panen musim panas, musim semi, dan musim gugur bagi yang mencari rizki.
Saya kemudian mengucapkan, “Segala puji bagi Allah atas nikmat iman,” sebanyak bilangan atom-atom bumi.
Mengacu pada analogi di atas, di dalam Risalah-risalah An-Nur telah disebutkan banyak sekali perbandingan bahwa orang-orang dungu dan sesat merasakan siksa neraka Jahanam maknawi bahkan di dunia ini, dan ahli keimanan, orang-orang baik bisa merasakan kenikmatan-kenikmatan maknawi surga bahkan di dunia ini melalui pembiasan-pembiasan iman, bahkan memungkinkan mereka untuk memetik manfaat dari pembiasan-pembiasan itu sesuai tingkatan iman yang mereka miliki.
Hanya saja arus dan aliran zaman sekarang ini dipenuhi oleh topan badai yang meruntuhkan perasaan, memecah belah pandangan manusia ke berbagai penjuru dunia, memicu membuat manusia bodoh dan gila karena segala perasaannya runtuh, karena untuk sesaat, orang-orang sesat tidak merasakan siksa maknawi secara sempurna. Sementara para pengikut petunjuk, mereka didominasi oleh kelalaian, tidak menghormati kenikmatan-kenikmatan hakiki yang mereka rasakan dengan sebenarnya.
Kondisi mencekam kedua yang menguasai zaman sekarang;
Kesesatan-kesesatan yang muncul karena kekafiran mutlak dan ilmu-ilmu pengetahuan, juga berbagai macam pembangkangan yang muncul karena kekafiran yang membangkang, hanya sedikit pada masa lalu jika dibandingkan dengan zaman sekarang.
Untuk itu, pelajaran dan hujah-hujah para ahli tahqiq Islam terdahulu sudah cukup dan memadai untuk menghadapi berbagai macam kesesatan dan pembangkangan pada zaman itu, di samping mampu melenyapkan kekafiran dengan cepat. Karena keimanan kepada Allah menyebar pada masa itu, mereka mampu mengalihkan banyak orang dari kebodohan dan kesesatan dengan memperkenalkan mereka kepada Allah, dan mengingatkan mereka pada siksa Jahanam.
Namun sekarang, dalam satu perkampungan mungkin ada duapuluh orang-orang kafir, bukannya satu orang kafir secara mutlak dalam satu negeri pada masa lalu. Jumlah orang-orang yang jatuh dalam kesesatan karena ilmu pengetahuan dan seni kian bertambah, mereka menentang hakikat-hakikat iman karena pembangkangan dengan jumlah 100 kali lipat jika dibandingkan dengan masa lalu.
Para pembangkang itu menentang hakikat-hakikat iman dengan sikap terpedaya hingga pada tingkatan Fir’aun, juga dengan kesesatan mereka yang kasar dan mencengangkan.
Untuk itu, diperlukan adanya hakikat suci laksana bom atom yang mampu menghancurkan pondasi-pondasi mereka, dan melenyapkan mereka di dunia ini, agar segala pelanggaran kesewenang-wenangan mereka berhenti, dan agar sebagian di antara mereka digiring menuju iman.
Puji syukur kepada Allah tanpa batas saya panjatkan, karena Risalah-risalah An-Nur yang merupakan obat mujarab untuk luka-luka zaman sekarang, mukjizat maknawi Al-Qur'an al-mu’jizul bayan, dan sebagai salah satu kilauan Al-Qur'an, menundukkan pembangkang-pembangkang paling menentang, meruntuhkan hujah-hujah mereka
170. Page
Empat Poin
Untuk bahasan pertama dari “kalimat keduapuluh tiga” yang merupakan dalil bahwa di dalam iman terdapat biji surga, bahkan di dunia
بسم الله الرحمن الرحيم
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ, ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ, اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Tin: 4-6)
Bahasan Pertama;
Pada bahasan ini akan kami jelaskan lima kebaikan saja di antara ribuan kebaikan iman dalam lima poin.
Poin pertama;
Dengan cahaya iman, manusia naik ke tingkatan ‘illiyyun paling atas, lalu meraih nilai yang membuatnya patut bagi surga, dan dengan kegelapan kekafiran, manusia turun ke tingkatan orang-orang rendah paling bawah, sehingga berada dalam situasi yang membuatnya laik bagi neraka Jahanam, karena iman mengaitkan manusia kepada Sang Pencipta.
Iman adalah keterkaitan, karena dengan iman, manusia meraih nilai dari sisi ciptaan ilahi yang nampak padanya, dan dari sisi ukiran nama-nama rabbani yang membias pada dirinya.
Sementara kekafiran memutuskan kaitan ini, sehingga ciptaan rabbani tersembunyi akibat putusnya ikatan tersebut, sehingga hanya bernilai materi semata.
Sementara karena materi merupakan kehidupan hewani nan fana, lenyap dan sesaat, ia tidak bernilai apapun.
Berikut kami jelaskan rahasia ini dengan tamsil;
Contoh; nilai materi dan nilai karya cipta benda-benda ciptaan manusia mungkin berbeda, kadang keduanya sama, kadang materi memiliki nilai lebih banyak, dan kadang karya cipta memiliki nilai 500 lira yang terbuat dari materi senilai 5 lira. Bahkan, kadang keindahan seni memiliki nilai satu juta lira, padahal materi dan bahannya tidak senilai 5 lira.
Ketika karya seni dibawa ke pasar para pemilik barang-barang berharga, kemudian dipamerkan dengan sentuhan seninya yang dinisbatkan kepada seorang seniman mahir, dengan menyebut nama si seniman tersebut, barang berharga ini dijual dengan harga satu juta lira. Namun jika dibawa ke pasar para tukang besi, mungkin akan dibeli dengan harga besi sebesar lima lira.
Sama seperti tamsil di atas, manusia adalah karya seni nan sangat berharga milik Al-Haq Ta’ala, manusia adalah mukjizat paling lembut bagi kuasa-Nya, karena penciptaan manusia dalam wujud yang menampakkan pembiasan seluruh nama-nama-Nya, sebagai pusat ukiran nama-nama-Nya, dan miniatur alam raya, ketika cahaya iman masuk ke dalamnya, seluruh ukiran penuh makna akan terbaca melalui cahaya dan sinar
171. Page
tersebut. Orang mukmin membacanya dengan kesadaran dan pemahaman, juga membacakannya dengan penisbatan itu.
Dengan kata lain, kreasi rabbani nampak dalam diri manusia dengan sejumlah makna, seperti; saya adalah ciptaan Sang Pencipta, saya adalah makhluk-Nya, pembiasan rahmat dan kemuliaan-Nya.
Dengan demikian, iman yang merupakan penisbatan manusia kepada Sang Pencipta, memperlihatkan seluruh jejak-jejak penciptaan yang ada di dalam dirinya, dan nilai manusia ditentukan oleh kreasi rabbani tersebut karena wujud manusia adalah cermin shamadani.
Untuk itu, manusia yang tidak memiliki nilai, menjadi lawan bicara ilahi di atas seluruh makhluk, menjadi tamu rabbani yang patut bagi surga karena pertimbangan ini.
Sementara ketika kekafiran yang memutuskan keterkaitan, masuk ke dalam diri manusia, ukiran nama-nama ilahi yang sarat makna bertahan dalam kegelapan dan tidak terbaca, karena ketika Sang Pencipta dilupakan, sisi-sisi maknawi yang mengarah kepada-Nya tidak difahami, seakan sisi-sisi tersebut terjungkir, sebagian besar ciptaan nan luhur bernilai tinggi dan ukuran-ukiran maknawi tersebut tersembunyi. Sementara bagian yang nampak di hadapan mata dikaitkan pada sebab-sebab rendahan, faktor alam dan faktor kebetulan, yang pada akhirnya runtuh juga, sehingga masing-masing di antara ukiran-ukiran rabbani ini menjadi potongan kaca semata setelah sebelumnya adalah intan berkilau, dan nilai pentingnya hanya terdapat pada materi hewani semata.
Tujuan dan buah materi –seperti yang telah kami jelaskan- adalah agar manusia melalui kehidupan parsial dalam rentang waktu yang sangat pendek sekali. Manusia adalah hewan paling lemah, paling miskin, paling sedih, kemudian setelah itu merusak dan lenyap.
Seperti itulah kekafiran meruntuhkan esensi manusia dan merubahnya dari intan menjadi arang.
Poin kedua;
Seperti halnya iman merupakan cahaya yang menerangi manusia dan membaca seluruh catatan-catatan shamadani yang ditulis padanya, iman juga menyinari alam raya, melepaskan masa lalu dan masa depan dari serangkaian kegelapan.
Berikut kami jelaskan rahasia ini dengan tamsil yang saya lihat dalam realita nyata seputar rahasia ayat;
اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman). Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
Dalam hayalan, saya melihat dua gunung menjulang tinggi saling berhadapan, sebuah jembatan besar dipasang di atasnya, dan di bawah jembatan ini terdapat lembah yang sangat curam. Saya berada di atas jembatan itu. Kala itu, seluruh penjuru dunia diliputi kegelapan nan kelam. Saya menatap ke kanan, lalu saya melihat kuburan besar mendekam dalam kegelapan-kegelapan tanpa batas –maksudnya, saya membayangkan
172. Page
seperti itu- lalu saya menatap ke kiri, saya melihat seakan topan badai, gelombang tinggi, dan berbagai petaka telah disiapkan dalam gelombang kegelapan-kegelapan nan mencengangkan.
Saya kemudian melihat ke bawah jembatan, lalu saya mengira saya melihat sebuah jurang nan curam. Untuk menghadapi kegelapan-kegelapan nan mencengangkan ini, saya membawa lentera redup. Dengan cahayanya yang redup, saya melihat sekeliling, lalu terlihatlah oleh saya sebuah situasi nan amat mencengangkan. Di ujung jembatan yang ada di hadapan saya dan sekitarnya, terlihat banyak sekali ular, singa dan binatang-binatang liar lain nan mencengangkan dan menakutkan yang membuat saja berkata, “Andai saja saya tidak membawa lampu ini dan tidak melihat hal-hal menakutkan ini.” Kemanapun lampu ini saya arahkan, saya merasa tercengang dan ketakutan lalu saya mengatakan, “Celaka saya! Lampu ini adalah musibah bagi saya.” Akhirnya saya marah pada lampu itu lalu saya banting ke tanah dan saya hancurkan. Dengan menghancurkan lampu redup itu, saya seakan-akan menekan saklar lampu listrik besar nan menerangi dunia, lalu seluruh kegelapan tersebut lenyap, berbagai penjuru kini penuh dengan cahaya lampu itu, dan memperlihatkan hakikat segala sesuatu.
Saya kemudian melihat, lalu saya tahu bahwa jembatan itu ternyata jalan yang amat mudah dilalui di sebuah tempat yang begitu teratur, lalu saya merasakan bahwa kuburan besar yang saya lihat di sebelah kanan itu dari ujung ke ujung lain adalah majlis-majlis ibadah, dakwah, pertemuan, dan zikir, di bawah bimbingan murid-murid an-Nur di taman-taman hijau nan indah. Saya melihat jurang yang saya kira terjal penuh topan, ternyata ia adalah sebuah ruang tamu nan besar, taman nan indah, tempat rekreasi menawan di balik gunung penuh hiasan nan lembut dan menarik.
Sementara makhluk-makhluk yang saya kira hewan-hewan liar yang suka menyerang dan ular-ular menakutkan, ternyata semua itu adalah hewan-hewan jinak seperti unta, sapi, dan kambing. Saya kemudian membaca ayat;
اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kekafiran) kepada cahaya (iman).” (QS. Al-Baqarah: 257)
Seraya mengucapkan, “Segala puji bagi Allah atas karunia cahaya iman,” lalu aku tersadar dari alam hayalan itu.
Dua gunung besar itu merupakan awal dan akhir kehidupan, yaitu alam bumi dan alam barzakh, jembatan itu adalah jembatan kehidupan, sisi kanan itu adalah masa lalu, sisi kiri itu adalah masa depan, sementara lampu yang ada di tangan tersebut adalah sifat ego manusia yang merasa kagum pada dirinya sendiri, bertumpu pada pengetahuan yang dimiliki tanpa mau tunduk pada wahyu langit, dan hal-hal saya kira hewan-hewan liar itu adalah fenomena alam dan makhluk-makhluk menakjubkan.
Untuk itu, manusia yang bertumpu pada keegoan diri, jatuh dalam gelapnya kelalaian, dan tertimpa gelapnya kesesatan, mirip kondisi saya yang pertama dalam kejadian di atas, karena melihat masa lalu berdasarkan pengetahuan-pengetahuannya yang kurang dan bercampur kesesatan yang nilainya sama seperti lampu pegangan, laksana kuburan besar di balik ke kegelapan-kegelapan bercampur ketiadaan, -pengetahuan-pengetahuan yang kurang- tersebut memperlihatkan masa depan sebagai
173. Page
sebuah alam liar, penuh topan badai yang erat dengan kebetulan, menggambarkan berbagai peristiwa dan wujud-wujud yang ada –dimana masing-masing dari semua wujud itu merupakan petugas yang tunduk pada Zat Yang Maha Bijaksana lagi Penyayang- laksana hewan-hewan liar berbahaya. Kami katakan, “Putusan berikut berlaku bagi manusia seperti ini;
اَللّٰهُ وَلِيُّ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا يُخْرِجُهُمْ مِّنَ الظُّلُمٰتِ اِلَى النُّوْرِۗ وَالَّذِيْنَ كَفَرُوْٓا اَوْلِيَاۤؤُهُمُ الطَّاغُوْتُ يُخْرِجُوْنَهُمْ مِّنَ النُّوْرِ اِلَى الظُّلُمٰتِۗ اُولٰۤىِٕكَ اَصْحٰبُ النَّارِۚ هُمْ فِيْهَا خٰلِدُوْنَ
“Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka daripada cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.” (QS. Al-Baqarah: 257)
Sementara ketika hidayah ilahi datang menolong, iman masuk ke dalam hati, ke-Fir’aun-an dalam diri patah, dan mau mendengarkan kitab Allah, maka ia akan menyerupai kondisi kedua dalam realita di atas. Saat itu seluruh jagad raya akan terang benderang, penuh dengan cahaya ilahi, dan alam pun membaca ayat;
اَللّٰهُ نُوْرُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ
“Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi.” (QS. An-Nur: 35)
Saat itulah, ia tidak melihat masa lalu sebagai kuburan besar, bahkan dengan mata hati, ia melihat setiap masanya sebagai sekumpulan ruh suci yang menjalankan tugas ubudiyah di bawah bimbingan seorang nabi atau wali, selanjutnya menapak naik ke maqam-maqam nan tinggi, selanjutnya berjalan menuju sisi masa depan dengan meneruskan tugas-tugas kehidupannya seraya mengucapkan, “Allahu akbar!”
Saat melihat ke sisi kiri, dengan cahaya iman ia melihat dari kejauhan bahwa semua yang ada di balik peralihan dan perubahan alam barzakh dan akhirat di balik gunung nan besar itu sebagai jamuan rahmani yang dipasang di balik istana-istana kebahagiaan yang ada di taman-taman surga, ia tahu bahwa kejadian-kejadian seperti topan, gempa bumi, dan wabah penyakit, semua itu hanya petugas yang tunduk pada perintah. Ia melihat angin topan musim semi, hujan, dan kejadian-kejadian lain yang terlihat kasar dan keras, pada hakikatnya merupakan inti hikmah lembut secara makna. Bahkan ia melihat kematian sebagai permulaan bagi kehidupan abadi, melihat kubur sebagai pintu kebahagiaan abadi. Silahkan Anda analogikan sendiri lainnya, dan silahkan Anda terapkan realita sesuai perumpamaan ini.
Poin Ketiga;
Iman adalah cahaya dan kekuatan. Ya, manusia yang meraih iman secara hakiki mampu menantang jagad raya, mampu melepaskan diri dari berbagai himpitan kejadian-kejadian sesuai kadar kekuatan iman yang dimiliki seraya mengatakan, “Aku bertawakal kepada Allah.” Dengan penuh rasa aman, ia berjalan di antara gelombang besar kejadian-kejadian dunia laksana gunung saat ia berada dalam bahtera kehidupan, menitipkan seluruh barang-barangnya kepada tangan kekuasaan mutlak Yang Maha Kuasa, berjalan melalui dunia dengan aman dan tentram, istirahat di dalam barzakh, selanjutnya terbang ke surga untuk meraih kebahagiaan abadi. Jika tidak bertawakal, beban-beban dunia akan menyeretnya ke tingkatan paling bawah, alih-alih bisa terbang.
Untuk itu, iman mengharuskan tauhid, tauhid mengharuskan penyerahan diri, penyerahan diri mengharuskan tawakal, tawakal mengharuskan kebahagiaan dunia-akhirat. Tapi jangan disalahfahami, tawakal bukan menolak sebab-sebab secara total, tapi tawakal adalah memohon hasil kepada Al-Haq semata, dan mengetahui apapun hasil
174. Page
yang didapat semata berasal dari-Nya, dan memperlihatkan karunia pemberian-Nya. Tawakal itu memahami bahwa melakukan sebab-sebab –dengan mengetahui bahwa sebab-sebab merupakan tabir yang ada di tangan kuasa serta berada di bawah pengawasannya- adalah bagian dari doa dalam wujud amalan nyata.
Perumpamaan orang yang bertawakal dan yang tidak bertawakal mirip kisah berikut ini;
Ada dua orang membeli tiket suatu ketika, keduanya kemudian masuk ke dalam kapal besar, keduanya membawa barang-barang berat di kepala dan pundak, salah satunya –setelah masuk kapal- langsung meletakkan barang-barangnya di kapal, ia duduki dan ia awasi.
Sementara yang satunya –karena bodoh dan terperdaya- tidak meletakkan barang-barang bawaannya di lantai kapal, lalu dikatakan kepadanya, “Letakkan barang-barang bawaanmu yang berat itu dan silahkan istirahat!”
Ia justru menjawab, “Tidak! aku tidak akan meletakkan barang-barang ini, karena bisa jadi hilang. Aku kuat dan aku akan tetap menjaga harta bendaku di kepala dan pundakku.”
Lalu dikatakan kepadanya, “Kapal kekuasaan nan aman ini mampu mengangkut kami dan juga Anda sekalian, ia lebih kuat dari kita, mampu menjaga banyak sekali barang-barang, lebih dari kemampuan kita. Anda bisa saja terkena mabuk laut lalu Anda jatuh ke laut bersama barang-barang bawaan Anda. Anda akan kehilangan kekuatan Anda sedikit demi sedikit. Jika mualim kapal melihat Anda dalam kondisi seperti ini, mungkin ia akan menganggap Anda orang gila lalu mengusir Anda, atau memerintahkan agar Anda ditahan seraya mengatakan, “Si pengkhianat ini menuduh kapal kita yang bukan-bukan dan mencemooh kita!” sehingga Anda akan menjadi bahan ejekan orang, karena sikap sombong Anda menunjukkan kelemahan Anda, sikap terpedaya Anda mengisyaratkan Anda tiada berdaya, dan tindakan Anda yang menyingkap sikap riya’ dan hina –di mata orang-orang yang bisa melihat segala sesuatu secara mendalam- membuat Anda menjadi bahan tertawaan orang, semua akan menertawakan Anda.
Setelah diberi penjelasan seperti itu, si malang ini baru sadar. Ia kemudian meletakkan barang-barang bawaannya ke lantai dan ia duduki seraya mengucapkan, “Aduh!” Semoga Allah meridhai Anda. Anda telah terbebas dari beban berat, penjara, dan ejekan.
Seperti itulah wahai Anda yang tidak punya tawakal, segeralah sadar, kondisi Anda seperti orang ini. Bertawakallah agar Anda tidak meminta-minta kepada makhluk, agar Anda tidak terguncang dan gemetar menghadapi seluruh peristiwa, terlepas dari sikap dibuat-buat, riya’, dan hinaan, terlepas dari kesengsaraan akhirat dan penjara kesulitan-kesulitan duniawi.
Poin Keempat;
Iman membuat manusia menjadi insan sejati, bahkan menjadikannya sebagai raja. Untuk itu, tugas utama manusia adalah beriman dan berdoa. Sebaliknya, kekafiran membuat orang menjadi hewan buas dalam puncak kelemahan.
Perbedaan antara manusia dan hewan saat keduanya muncul di dunia ini, sudah menjadi satu dalil dan bukti nyata –di antara ribuan bukti-bukti nyata lain- akan kebenaran permasalahan ini.
175. Page
Ya, perbedaan keberadaan hewan dan manusia di dunia ini mengisyaratkan sekaligus menunjukkan bahwa hanya dengan iman, manusia akan menjadi insan hakiki, karena ketika hewan muncul di dunia ini, ia sudah memiliki kesiapan-kesiapan yang diperlukan, ia seakan telah dibentuk secara sempurna di alam lain, maksudnya dikirim dari alam berbeda, lalu dalam jangka dua jam, dua hari, atau dua bulan, ia sudah bisa mempelajari seluruh persyaratan hidup, hubungannya dengan alam sekitar, dan aturan-aturan hidupnya, sehingga ia memiliki bakat.
Kemampuan hidup dan kecakapan bekerja didapatkan manusia dalam rentang waktu duapuluh tahun, sementara kemampuan yang sama didapatkan hewan –misalkan burung pipit dan lebah- hanya dalam duapuluh hari saja, maksudnya melalui ilham.
Dengan demikian, peran utama hewan bukanlah menyempurnakan diri dengan belajar, mencapai peningkatan dengan belajar, ataupun memohon bantuan dan berdoa dengan menampakkan kelemahan, tapi tugasnya adalah berusaha dan bekerja sesuai kesiapan yang dimiliki, dan menjalankan ubudiyah nyata.
Berbeda dengan manusia, ia perlu mempelajari segala sesuatu saat muncul di dunia ini, tidak mengetahui aturan-aturan hidup, bahkan tidak mampu mempelajari syarat-syarat kehidupan secara keseluruhan dalam waktu duapuluh tahun. Bahkan manusia masih perlu belajar sampai akhir usia.
Di samping itu, manusia dikirim ke alam dunia dalam kondisi amat lemah dan tiada berdaya. Manusia baru mampu berdiri di atas kedua kaki setelah satu atau dua tahun, baru bisa membedakan mana yang berbahaya dan yang bermanfaat setelah menginjak usia limabelas tahun, tidak mampu mendatangkan manfaat atau melindungi diri dari bahaya, kecuali melalui kerjasama dengan masyarakat.
Dengan demikian, tugas manusia menurut fitrah adalah belajar dan beribadah dengan berdoa. Yaitu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut; dengan rahmat siapa aku diatur dengan sangat bijak seperti ini? dengan kemuliaan siapa aku diasuh dengan penuh kasih sayang seperti ini? dengan kelembutan seperti apa aku diberi makan dan dipelihara selembut ini?! Semua ini adalah permohonan, doa, dan permintaan kepada yang menuntaskan segala keperluan dengan bahasa kelemahan dan kemiskinan akan semua kebutuhan yang tidak bisa didapatkan oleh tangannya sendiri, meski hanya satu saja di antara ribuan kebutuhan lain, yaitu terbang menuju maqam-maqam ubudiyah dengan sayap kelemahan dan kemiskinan.
Dengan demikian, manusia datang ke alam ini untuk menyempurnakan diri melalui ilmu dan doa. Segala sesuatu berkaitan erat dengan ilmu dari sisi esensi dan kesiapan yang dimiliki. Asas seluruh ilmu hakiki, bahan dasar, cahaya dan spiritnya adalah makrifatullah, dan asas utama makrifat adalah beriman kepada Allah.
Manusia rentan menghadapi berbagai musibah tanpa batas, diuji beragam serangan musuh tanpa batas, padahal ia lemah secara mutlak. Ia juga diuji dengan berbagai macam kebutuhan tanpa batas, memerlukan banyak hal yang tidak terbatas, padahal ia miskin tanpa batas. Untuk itu, tugas utama manusia secara fitrah adalah berdoa setelah beriman, dan doa merupakan pondasi utama ubudiyah.
Seperti halnya anak kecil yang baru bisa mendapatkan apa yang diinginkan dengan cara menangis atau meminta. Artinya, si anak memohon dengan bahasa kelemahan melalui tindakan, atau dengan kata-kata, sehingga keinginannya tercapai.
Seperti itu juga manusia. Ia sama seperti anak kecil lemah dan sensitif di alam kehidupan secara keseluruhan. Karenanya, manusia harus menangis memperlihatkan
176. Page
kelemahan dan ketidakberdayaan, atau harus berdoa memohon di hadapan Yang Maha Pengasih lagi Penyayang agar keinginannya diberikan, atau menunaikan rasa syukur atas kenikmatan yang diberi.
Jika tidak, ia akan berkata –layaknya anak kecil bodoh, tak berpengalaman, menangis dan berteriak hanya karena seekor lalat-, “Dengan kekuatanku sendiri, aku mampu menundukkan hal-hal luar biasa yang tidak bisa disepelekan ini. Bahkan segala sesuatu yang tingkatannya seribu kali di atasnya, semua itu adalah hasil pemikiran dan rancanganku, semuanya tunduk padaku.” Ia menyimpang mengingkari nikmat. Orang seperti ini menafikan fitrah asli manusia, terlebih membuatnya patut mendapatkan siksa keras.
Kesimpulan;
Kebahagiaan dunia-akhir ada di dalam iman.
Ya Allah! Jadikanlah kami termasuk orang-orang yang beriman dan bertakwa. Amin, amin, amin!
Sa’id An-Nursi
Bahasan Kedua
Dari poin kedua mauqif ketiga kalimat ketigapuluh dua
Ketika perwakilan para pengikut kesesatan tidak menemukan sesuatu untuk dijadikan pegangan, sebagai asas kesesatan, dan kalah, ia mengatakan;
“Menurut saya, kebahagiaan dunia, kenikmatan hidup, kemajuan peradaban, dan kesempurnaan penciptaan ada di balik tidak mengingat akhirat, tidak mengenal Allah, cinta dunia, kebebasan, dan bertumpu pada diri sendiri. Untuk itu, saya menggiring sebagian besar manusia ke jalan ini dengan idealisme setan, dan hingga kini saya terus menggiring mereka.”
Jawab;
Dengan peran kami, kami mengatakan atas nama Al-Qur'an;
Wahai manusia yang sengsara dan malang! Sadarlah dan jadilah manusia yang berakal. Janganlah kau dengarkan penyeru para golongan kesesatan. Jika kau mendengarkan kata-katanya, kerugianmu akan sangat besar sekali, yang membuat ruh, akal, dan hati merinding membayangkannya. Di hadapanmu ada dua jalan;
Pertama; jalan penuh kesengsaraan yang diperlihatkan oleh perwakilan para pengikut kesesatan.
Kedua; jalan penuh kebahagiaan yang ditunjukkan Al-Qur'an Al-Hakim kepadamu.
Anda telah mengetahui dan memahami banyak sekali perbandingan-perbandingan di antara kedua jalan ini di sebagian besar kalimat-kalimat –yaitu dalam Risalah-risalah An-Nur- khususnya “kalimat-kalimat kecil.”
177. Page
Berkenaan dengan permasalahan yang kita bahas, sekarang pandanglah satu perbandingan di antara seribu perbandingan di antara kedua jalan tersebut dan fahamilah. Berikut perbandingan itu;
Jalan kesyirikan, kesesatan, kebodohan dan kefasikan melemparkan manusia hingga ke tingkat paling bawah, melemparkan beban sangat berat ke pundak Anda yang lemah dan tak berdaya itu, beban berat penuh derita tanpa batas, karena ketika manusia tidak mengenal Al-Haq Ta’ala dan tidak berserah diri kepada-Nya, ia menjadi hewan fana, menderita, dan sedih dalam kelemahan dan ketidakberdayaan puncak, sangat miskin, beresiko terkena musibah-musibah tanpa batas, senantiasa merasakan derita-derita perpisahan dari apapun dan siapapun yang ia cintai dan yang berkenaan dengannya, dan pada akhirnya akan meninggalkan orang-orang tercinta yang masih tersisa melalui sebuah perpisahan memilukan, pergi menuju kegelapan-kegelapan kubur seorang diri, berusaha dan berjuang sepanjang hidup tanpa manfaat dengan usaha dan kehendak parsial dan kecil sekali, dengan kemampuan tidak seberapa, dalam hidup yang sangat singkat, dengan usia yang pendek, dengan fikiran bingung penuh derita dan angan tanpa batas, berusaha untuk mewujudkan segala keinginan dan tujuan tanpa batas secara sia-sia tanpa guna, memikulkan beban-beban dunia nan besar ke pundak dan kepalanya nan malang itu, padahal dia sendiri tiada berdaya untuk memikul beban-beban diri sendiri, sehingga harus merasakan siksa Jahanam (di dunia) sebelum memasukinya (di akhirat).
Ya, para pengikut kesesatan tidak merasakan derita pedih dan siksa maknawi nan menakutkan ini untuk sementara, karena mereka meruntuhkan segala perasaan mereka dengan mabuk kelalaian.
Namun kala mereka merasakannya, yaitu ketika mereka sudah dekat dengan kuburan, mereka dikejutkan oleh derita itu, karena ketika seseorang tidak menjadi hamba hakiki bagi Al-Haq Ta’ala, ia pasti mengira sebagai pemilik dirinya sendiri, padahal dengan usaha dan kemampuan kecilnya, ia lemah untuk mengatur dirinya sendiri di dunia yang kondisinya selalu berubah- kala ia melihat ribuan kelompok musuh –mulai dari mikroba berbahaya hingga gempa bumi- siap menyerang kehidupannya, hingga setiap saat ia menatap pintu kuburan yang terlihat menakutkan di hadapannya dengan perasaan takut dan pedih.
Lebih dari itu, di dunia ini manusia terguncang oleh berbagai huru-hara dunia nan menakutkan dan kondisi-kondisi manusia setiap saat, karena ia tidak membayangkan bahwa dunia dan manusia –dimana ia sendiri terkait dengan golongan manusia dan dunia dari sisi kemanusiaan- berada dalam genggaman pengaturan Zat Yang Maha Bijaksana, Maha mengetahui, Maha Kuasa, Maha Penyayang dan Maha Mulia, tapi ia alihkan urusan manusia dan dunia kepada faktor kebetulan dan faktor alam, sehingga ia harus merasakan duka derita manusia, di samping duka deritanya sendiri, ia tersiksa oleh gempa bumi, wabah penyakit, topan badai, kemarau panjang, harta-harga kebutuhan membumbung tinggi, kefanaan, dan ketiadaan dalam wujud musibah yang sangat menakutkan dan gelap.
Dalam kondisi seperti ini, manusia seperti dia tidak patut mendapat rahmat dan kasih sayang, karena dia sendiri yang menjatuhkan diri dalam kondisi yang menakutkan ini.
178. Page
Untuk itu kami sampaikan seperti yang telah dijelaskan dalam perbandingan kondisi dua bersaudara yang sama-sama masuk ke dalam sumur dalam “kalimat kedelapan;”
Seperti halnya ketika seseorang tidak puas dengan kenikmatan dan kerinduan suci, manis, mulia, jauh dari dosa, lembut, dan syar’i di taman nan harum di tengah jamuan mulia bersama orang-orang tercinta nan lembut, lalu ia menenggak khamr najis dan kotor demi kenikmatan kotor yang tidak syar’i, ia kemudian mabuk hingga mulai membayangkan berada di sebuah tempat kotor di musim dingin, bahkan di tengah-tengah hewan-hewan buas pemangsa, ia mulai gemetar, berteriak dan merintih.
Seperti halnya orang ini tidak patut mendapat rahmat dan kasih sayang, karena ia membayangkan teman-temannya yang mulia dan baik sebagai hewan-hewan buas sehingga menghina mereka semua, membayangkan makanan-makanan nikmat dan gelas-gelas bersih dalam jamuan sebagai batu-batu kotor lalu ia pecahkan gelas-gelas itu, membayangkan kitab-kitab dan risalah-risalah berharga sebagai ukiran biasa tiada makna, lalu ia robek dan ia injak-injak dengan kakinya; kami katakan bahwa seperti halnya orang seperti ini tidak patut mendapat kasih sayang, tapi pantas mendapat tamparan, demikian halnya dengan orang-orang sesat, mereka tidak patut mendapatkan rahmat dan kasih sayang, tapi pantas mendapatkan siksa nan berat.
Dari sisi manapun, mereka tidak pantas mendapatkan rahmat, karena disebabkan oleh mabuk kekafiran dan kata-kata ngelantur kesesatan yang dipicu pilihan tidak baik, mereka mengira dunia yang merupakan ruang jamuan milik Sang Pencipta Yang Maha Bijaksana hanya mainan kebetulan dan faktor alam.
Mereka membayangkan peralihan berbagai ciptaan –yang terus mengganti pembiasan-pembiasan al-asma’ul husna- menuju alam gaib setelah tugasnya selesai seiring perjalanan waktu sebagai ketiadaan dan peniadaan.
Mereka membayangkan gema tasbih sebagai suara rintihan ketiadaan dan perpisahan abadi.
Mereka membayangkan lembaran-lembaran semua wujud yang merupakan tulisan-tulisan shamadani ini sebagai kekacauan tanpa makna.
Mereka membayangkan pintu kubur yang membuka jalan menuju alam rahmat sebagai pintu kegelapan-kegelapan ketiadaan.
Mereka membayangkan ajal yang merupakan undangan cinta dan pertemuan dengan orang-orang tercinta sebagai saat perpisahan dengan orang-orang tercinta secara keseluruhan, sehingga mereka menganggap diri berada dalam siksaan pedih dan berat. Mereka mengingkari, memalsukan, dan menyepelekan semua wujud, nama-nama Al-Haq Ta’ala, dan tulisan-tulisan shamadaniyah.
Untuk itu, wahai orang-orang sesat, dungu, dan celaka, mana kemajuan kalian, mana ilmu pengetahuan kalian, mana kesempurnaan kalian, mana peradaban kalian, mana perkembangan kalian yang mampu melawan dan menghadapi kejatuhan nan menakutkan ini, yang mampu menghadapi putus asas nan melenyapkan dan membunuh ini?
Dimana kalian bisa menemukan hiburan hakiki yang sangat dibutuhkan ruh manusia?
Mana faktor alam kalian, mana hukum kausalitas kalian, mana sekutu kalian, mana penemuan-penemuan kalian, mana kaum kalian, mana nasionalisme kalian, mana sembahan batil kalian yang kalian jadikan tumpuan dan pegangan, yang jejak-jejak ilahi
179. Page
dan kebaikan-kebaikan rabbani kalian kaitkan dengannya, yang mampu menyelamatkan kalian dari kegelapan-kegelapan kematian yang bagi kalian merupakan ketiadaan abadi, yang mampu membawa kalian melintasi batas-batas kubur, alam barzakh, padang mahsyar, shirath, dengan menguasai semua itu dan menjadikan kalian meraih kebahagiaan abadi?
Kalian jelas akan menempuh jalan ini, karena kalian tidak mampu menutup pintu kubur. Musafir seperti ini pasti menyandarkan semua itu pada Zat yang seluruh lingkup besar dan batasan-batasan nan luas ini berada di bawah perintah dan kendali-Nya.
Untuk itu, wahai orang-orang sesat, lalai, celaka dan sengsara! Kalian mengalihkan kemampuan cinta, makrifat, segala perangkat syukur dan ibadah yang ada dalam fitrah kalian, yang sepatutnya kalian serahkan kepada Al-Haq Ta’ala, sifat-sifat dan nama-nama-Nya, kalian alihkan untuk diri sendiri dan dunia dengan cara yang tidak syar’i, sehingga kalian tersiksa dan patut mendapatkan siksa berdasarkan rahasia kaidah;
“Cinta tidak syar’i akan berakibat siksa pedih tanpa belas kasih.”
Karena kalian mempersembahkan cinta pada diri kalian yang sepatutnya hanya untuk Al-Haq Ta’ala, kalian merasakan berbagai derita tanpa batas gara-gara diri kalian yang kalian cintai, karena kalian tidak membiarkan diri kalian, tidak kalian beri ketenangan hakiki, tidak kalian serahkan urusannya kepada Yang Maha Kuasa mutlak yang merupakan kekasih hakiki melalui tawakal, sehingga kalian selalu menderita.
Selanjutnya, kalian memberikan cinta untuk dunia yang seharusnya dipersembahkan kepada nama-nama dan sifat-sifat Al-Haq Ta’ala, kalian menyatakan bahwa jejak-jejak penciptaan-Nya muncul karena faktor kausalitas alam sehingga kalian merasakan deritanya, karena sejumlah orang-orang tercinta kalian mundur dan meninggalkan kalian tanpa pamitan, sebagian lainnya sama sekali tidak mengenali kalian, hingga ketika mereka mengenal kalian, mereka tidak mencintai kalian, dan bahkan jika pun mereka mencintai kalian, cinta itu tidak membawa manfaat bagi kalian, sehingga kalian selalu tersisa oleh perpisahan tanpa batas, dan ketiadaan tanpa bisa kembali lagi.
Inilah hakikat dan esensi apa yang disebut orang-orang sesat sebagai kebahagiaan dunia, kemajuan umat manusia, kebaikan-kebaikan peradaban, dan nikmatnya kebebasan, karena kebodohan dan mabuk diri adalah tirai dan hijab yang menghalangi untuk merasakan derita itu untuk sementara waktu. Maka katakanlah, “Celakalah akal mereka-mereka itu!”
Jalan cahaya Al-Qur'an mengobati seluruh luka-luka yang dialami orang-orang sesaat dengan hakikat-hakikat iman, melenyapkan seluruh kegelapan di jalan yang sudah disebut di atas, menutup seluruh pintu-pintu kesesatan dan kebinasaan.
Karena jalan ini mengobati kelemahan, ketidakberdayaan, dan kemiskinan insani dengan bertawakal kepada Yang Maha Kuasa lagi Maha Penyayang, menyerahkan segala beban berat kehidupan dan wujud kepada kuasa dan rahmat-Nya, bukan memikulkan semua itu kepada manusia, tapi membuat manusia menemukan tempat yang melegakan seakan ia menunggangi kehidupan dan dirinya sendiri, juga mengajari manusia bahwa dia bukanlah hewan yang berbicara, tapi manusia dengan sebenarnya, dan tamu agung bagi Allah Yang Maha Penyayang.
Jalan Al-Qur'an juga manjur mengobati luka-luka insani yang muncul dari kefanaan dunia, lenyapnya segala sesuatu, dan mencintai segala yang fana dengan memperlihatkan bahwa dunia adalah ruang jamuan tamu Allah Yang Maha Penyayang, dengan menjelaskan bahwa segala wujud yang ada di dunia ini adalah cermin nama-nama
180. Page
ilahi, dan semua ciptaan yang ada di sana adalah tulisan-tulisan shamadaniyah yang terus berganti setiap saat dan menyelamatkan manusia dari kegelapan segala ilusi.
Juga mengobati luka-luka yang muncul akibat kematian yang dialami orang-orang sesat yang dianggap sebagai perpisahan abadi dari seluruh orang-orang tercinta, seraya menjelaskan bahwa kematian dan ajal merupakan pendahuluan hubungan dan pertemuan dengan orang-orang tercinta yang telah pergi menuju alam barzakh, dan mereka yang sudah berada di alam baqa, serta menegaskan bahwa perpisahan itu merupakan inti pertemuan.
Jalan Al-Qur'an juga mengobati ketakutan terbesar umat manusia dengan menegaskan bahwa kuburan adalah pintu terbuka menuju alam rahmat, menuju negeri kebahagiaan, menuju taman-taman surga, menuju negeri cahaya milik Allah Yang Maha Pengasih, dengan menjelaskan bahwa perjalanan alam barzakh yang lebih menyakitkan, kasar, dan sulit bagi umat manusia, adalah wisata yang sangat menyenangkan dan membahagiakan, menutup mulut ular dengan kuburan, membuka pintu menuju taman indah.
Dengan kata lain, jalan Al-Qur'an menjelaskan bahwa kuburan bukan mulut ular, tapi pintu terbuka menuju alam taman rahmat, dan berkata kepada orang mukmin;
Jika pilihanmu parsial, maka serahkan urusanmu kepada kehendak Pemilikmu secara keseluruhan.
Jika kemampuanmu terbatas dan lemah, maka bertumpulah pada kuasa Yang Maha Kuasa secara mutlak.
Jika kehidupanmu pendek, maka fikirkan kehidupan abadi.
Jika umurmu pendek, maka jangan resah, karena kau memiliki umur abadi selamanya.
Jika fikiranmu redup, masuklah di bawah cahaya mentari Al-Qur'an, dan pandanganlah dengan cahaya iman bahwa setiap ayat-ayat Al-Qur'an memberimu cahaya dan sinar laksana bintang-bintang, sebagai ganti fikiranmu yang mirip kunang-kunang itu.
Jika kau punya angan dan derita tanpa batas, maka pahala dan rahmat tanpa batas tengah menantimu.
Jika kau punya keinginan dan tujuan-tujuan tanpa batas, maka jangan resah memikirkannya karena dunia ini tidak memuat seluruh keinginan dan tujuan itu, tempatnya ada di negeri lain, dan yang memberikan negeri itu bukan manusia, tapi pemberi lain.
Jalan Al-Qur'an juga mengatakan;
Wahai manusia! Kau bukan pemilik dirimu, tapi kau adalah budak milik Zat yang memiliki kemuliaan, Zat Maha Kuasa dengan kekuasaan mutlak, Maha Penyayang dengan kasih sayang mutlak.
Untuk itu, jangan kau letihkan dirimu dengan membebankan kehidupanmu pada dirimu, karena yang memberi kehidupan, Dialah yang mengaturnya.
Selanjutnya, dunia ini bukan tanpa pemilik. Untuk itu, jangan resah dan sedih dengan memikul dunia di atas kepalamu dengan memikul segala beban beratnya dan memikirkan segala hal-hal dunia yang menakutkan, karena pemilik dunia ini Maha Bijaksana, Maha mengetahui. Engkau tidak lain hanyalah tamu-Nya, maka jangan pernah ikut campur dalam segala urusan.
181. Page
Selanjutnya, segala wujud seperti manusia dan hewan bukan bebas liar, tapi semuanya mendapat perintah, punya tugas, berada di bawah pengawasan dan perhatian Zat Yang Maha Bijaksana, Maha Penyayang.
Untuk itu, jangan kau tenggakkan derita pada ruhanimu dengan memikirkan beban berat dan derita mereka, jangan kau kedepankan belas kasihmu pada mereka melebihi rahmat Pencipta mereka Yang Maha Penyayang.
Selanjutnya, kendali segala sesuatu, dimulai dari mikroba-mikroba yang memusuhimu, hingga wabah penyakit, topan badai, kemarau panjang, dan gempa bumi, berada di tangan Zat Yang Maha Penyayang, Maha Bijaksana. Dialah Yang Maha Bijaksana, tidak melakukan sesuatupun sia-sia tanpa guna, Maha Penyayang yang amat luas rahmat-Nya. Apapun yang Ia lakukan mengandung kelembutan.
Jalan Al-Qur'an juga mengatakan;
Meski alam ini fana, namun ia mempersiapkan segala yang diperlukan untuk alam abadi. Meski alam ini akan lenyap dan hanya sementara, namun ia memberikan buah-buah abadi, menampakkan pembiasan nama-nama abadi Sang Maha Abadi.
Meski kenikmatan-kenikmatan alam ini sedikit dan duka deritanya banyak, namun kelembutan-kelembutan Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang adalah kenikmatan-kenikmatan hakiki yang tiada akan pernah lenyap. Duka derita dunia menimbulkan kenikmatan-kenikmatan maknawi dari sisi pahala. Untuk itu, selagi lingkup syar’i sudah memadai untuk seluruh kenikmatan, cinta, kenikmatan ruhani, hati, dan jiwa yang ada di dalam diri Anda, maka jangan pernah memasuki lingkup yang tidak syar’i, karena satu kenikmatan saja dalam lingkup ini, kadang menimbulkan seribu derita, terlebih kenikmatan tersebut menghalangi kelembutan-kelembutan Yang Maha Penyayang yang merupakan kenikmatan abadi dan hakiki.
Selanjutnya, jalan kesesatan seperti yang telah kami jelaskan sebelumnya, menghempaskan manusia ke tingkatan paling bawah, hingga tidak ada suatu peradaban dan filsafat pun yang mampu memberikan jalan keluar baginya, tidak ada kemajuan manusia apapun dan kemajuan ilmiah apapun yang mampu mengeluarkannya dari sumur kegelapan-kegelapan nan jauh.
Sementara Al-Qur'an Al-Hakim, dengan iman dan amal shalih menyelamatkan manusia dari kejatuhan ke tingkatan paling bawah dan mengangkatnya ke ‘illiyyun paling atas. Al-Qur'an menegaskan hal itu dengan dalil-dalil qath’i, mengisi sumur nan dalam itu dengan tingkatan-tingkatan maknawi dan perangkat-perangkat penyempurna ruhani.
Selanjutnya, Al-Qur'an –hingga batasan yang besar- mempermudah perjalanan panjang manusia nan berat, penuh guncangan dan topan menuju alam abadi, menunjukkan perantara-perantara yang memungkinkan untuk digunakan menempuh jarak 1000 tahun, bahkan 50 ribu tahun dalam satu hari saja.
Selanjutnya, Al-Qur'an memperkenalkan manusia pada Al-Haq Ta’ala Pemilik keluhuran yang merupakan Penguasa azali-abadi, sehingga menjadikan manusia sebagai hamba yang diperintah, tamu yang diberi mandat, menempatkannya sebagai tamu yang mendapat mandat, memungkinkannya berkelana dengan sepenuh rasa nyaman di dunia yang menjadi ruang jamuan tamu baginya, dan berkelana ke rumah-rumah barzakh-akhirat.
Seperti halnya manusia adalah petugas yang lurus dan tulus milik Sang Sultan yang berkelana dalam lingkup kerajaan Sultan tersebut, beralih dan melintas dengan mudah melintasi batasan-batasan setiap kekuasaan-Nya dengan perantara-perantara nan
182. Page
cepat seperti pesawat terbang, kapal dan kereta api, maka seperti itu juga manusia yang mengaitkan diri pada Sultan azali melalui iman, dan taat pada-Nya dengan melakukan amal shalih, ia melintas dengan cepat secepat kilat dan Burak dari rumah-rumah dunia, negeri jamuan tamu, dari lingkup alam barzakh dan padang mahsyar, melintasi batasan-batasan nan luas terbentang di setiap alamnya setelah alam kubur, hingga menemukan kebahagiaan abadi. Al-Qur'an menegaskan hakikat ini secara qath’i, dan menampakkannya kepada orang-orang pilihan dan para wali.
Hakikat Al-Qur'an juga berkata;
Wahai orang mukmin! Jangan kau alihkan kemampuan cinta tanpa batas yang ada dalam dirimu pada nafsu amarah-mu yang selalu memerintahkan keburukan, kekurangan, dan kejahatan, juga berbahaya bagimu, jangan kau jadikan nafsumu sebagai kekasih yang kau cintai, jangan kau jadikan hawa nafsumu sebagai tuhan yang kau sembah. Alihkan kemampuan cinta tanpa batas yang ada dalam dirimu kepada Zat Pemilik cinta tanpa batas, Zat yang mampu berbuat baik padamu dengan kebaikan tanpa batas, Zat Maha Kuasa untuk membahagiakanmu di masa depan dengan kebahagiaan tanpa batas, membahagiakan siapapun yang punya hubungan denganmu, dan siapapun membuatmu bahagia karena kebahagiaan mereka. Alihkan cintamu pada Zat yang memiliki segala kesempurnaan mutlak dan keindahan di puncak kesucian dan keluhuran, keindahan yang suci dari kekurangan, kelalaian, dan kefanaan. Alihkan cintamu pada Zat yang seluruh nama-nama-Nya berada di puncak keindahan, Zat yang seluruh nama-nama-Nya merupakan cahaya-cahaya keindahan dan keelokan, Zat yang surga dengan seluruh keindahan dan kenikmatannya menunjukkan keindahan rahmat-Nya dan rahmat keindahan-Nya. Alihkan cintamu kepada Zat yang seluruh keindahan, keelokan, kebaikan, kesempurnaan yang disukai dan menimbulkan rasa suka di alam raya ini, menunjukkan keindahan dan kesempurnaan-Nya.
Hakikat Al-Qur'an juga mengatakan;
Wahai manusia! Janganlah kau berikan kesiapan cinta yang khusus untuk nama-nama dan sifat-sifat Al-Haq Ta’ala kepada wujud-wujud yang tidak abadi, jangan kau bagikan cintamu pada makhluk-makhluk tanpa guna, karena jejak-jejak dan seluruh makhluk fana belaka, sementara al-asma’ul husna yang segala pembiasan dan ukirannya yang nampak pada jejak-jejak dan ciptaan-ciptaan tersebut tetap kekal abadi selamanya, di samping dalam setiap al-asma’ul husna dan dalam setiap sifat-sifat suci, terdapat ribuan tingkat kebaikan dan keindahan, ribuan tingkat kesempurnaan dan cinta.
Tataplah nama Ar-Rahman (Maha Pengasih) saja, Anda pasti mengetahui bahwa surga hanyalah salah satu pembiasan nama ini, kebahagiaan abadi hanya satu di antara sekian banyak kilauan-kilauan nama ini, dan seluruh rizki serta nikmat yang ada di dunia ini hanyalah satu tetes saja di antara sekian banyak tetes nama ini.
Renungkan ayat-ayat berikut dengan seksama;
لَقَدْ خَلَقْنَا الْاِنْسَانَ فِيْٓ اَحْسَنِ تَقْوِيْمٍۖ, ثُمَّ رَدَدْنٰهُ اَسْفَلَ سَافِلِيْنَۙ, اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ فَلَهُمْ اَجْرٌ غَيْرُ مَمْنُوْنٍۗ
“Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Kemudian Kami kembalikan dia ke tempat yang serendah-rendahnya (neraka), kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh; maka bagi mereka pahala yang tiada putus-putusnya.” (QS. At-Tin: 4-6) Ayat-ayat ini mengisyaratkan
183. Page
perbandingan antara esensi orang-orang sesat dan orang-orang beriman dari sisi kehidupan dan tugas.
Renungkan ayat berikut;
فَمَا بَكَتْ عَلَيْهِمُ السَّمَاۤءُ وَالْاَرْضُۗ وَمَا كَانُوْا مُنْظَرِيْنَ ࣖ
“Maka langit dan bumi tidak menangisi mereka dan merekapun tidak diberi tangguh,” (QS. Ad-Dukhan: 29) yang mengisyaratkan kesudahan masing-masing dari kedua golongan manusia ini, bagaimana kedua ayat di atas dengan bahasa mukjizat dan luhur, mengungkapkan tentang perbandingan yang telah kami jelaskan di atas.
Penjelasan hakikat yang disebutkan ayat pertama dengan gaya bahasa mukjizat dan singkat, kami alihkan kepada “kalimat kesebelas,” karena hakikat ini sudah dijelaskan secara rinci di sana.
Sementara ayat kedua, berikut ini akan kami isyaratkan secara singkat sejauh mana petunjuk hakikat luhur yang disampaikan;
Ayat ini melalui mafhum muwafiq menyebutkan bahwa langit dan bumi tidak menangisi kematian orang-orang sesat, sementara melalui mafhum mukhalif menunjukkan bahwa langit dan bumi menangisi kepergian orang-orang beriman dari dunia ini.
Artinya, karena orang-orang sesat mengingkari tugas-tugas langit dan bumi, tidak mengetahui makna-makna keduanya, mengurangi hak keduanya, tidak mengenal Pencipta keduanya, merendahkan dan memusuhi keduanya, maka tentu saja langit dan bumi tidak menangisi kematian mereka, bahkan keduanya akan mendoakan keburukan pada mereka, dan merasa lega karena kematian mereka.
Ayat ini secara mafhum mukhalif juga mengatakan;
Langit dan bumi menangisi kematian orang-orang beriman, karena mereka mengetahui tugas-tugas langit dan bumi, membenarkan hakikat-hakikat keduanya dengan sebenarnya, mengetahui makna-makna yang ditunjukkan oleh keduanya melalui iman, dan mereka mengatakan, “Betapa indah Pencipta langit dan bumi!” “Betapa indah peran yang dijalankan langit dan bumi!”
Mereka memuliakan langit dan bumi dengan sebenarnya, menghargai dan mencintai keduanya, juga mencintai nama-nama-Nya karena Allah Ta’ala, karena langit dan bumi adalah cermin-cermin yang membiaskan nama-nama itu. Karena rahasia inilah, langit dan bumi sedih atas kehilangan orang-orang yang beriman, seakan keduanya mengisi kepergian mereka.
184. Page
Sinar Kesembilan
اللَّهِ حِينَ تُمْسُونَ وَحِينَ تُصْبِحُونَ (١٧) وَلَهُ الْحَمْدُ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَعَشِيًّا وَحِينَ تُظْهِرُونَ (١٨) يُخْرِجُ الْحَيَّ مِنَ الْمَيِّتِ وَيُخْرِجُ الْمَيِّتَ مِنَ الْحَيِّ وَيُحْيِي الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَكَذَلِكَ تُخْرَجُونَ (١٩) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَكُمْ مِنْ تُرَابٍ ثُمَّ إِذَا أَنْتُمْ بَشَرٌ تَنْتَشِرُونَ (٢٠) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُمْ مِنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجًا لِتَسْكُنُوا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ (٢١) وَمِنْ آيَاتِهِ خَلْقُ السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَاخْتِلافُ أَلْسِنَتِكُمْ وَأَلْوَانِكُمْ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِلْعَالِمِينَ (٢٢)وَمِنْ آيَاتِهِ مَنَامُكُمْ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَابْتِغَاؤُكُمْ مِنْ فَضْلِهِ إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَسْمَعُونَ (٢٣) وَمِنْ آيَاتِهِ يُرِيكُمُ الْبَرْقَ خَوْفًا وَطَمَعًا وَيُنَزِّلُ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَيُحْيِي بِهِ الأرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا إِنَّ فِي ذَلِكَ لآيَاتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُونَ (٢٤) وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ تَقُومَ السَّمَاءُ وَالأرْضُ بِأَمْرِهِ ثُمَّ إِذَا دَعَاكُمْ دَعْوَةً مِنَ الأرْضِ إِذَا أَنْتُمْ تَخْرُجُونَ (٢٥) وَلَهُ مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ كُلٌّ لَهُ قَانِتُونَ (٢٦) وَهُوَ الَّذِي يَبْدَأُ الْخَلْقَ ثُمَّ يُعِيدُهُ وَهُوَ أَهْوَنُ عَلَيْهِ وَلَهُ الْمَثَلُ الأعْلَى فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ وَهُوَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ
“Maka bertasbihlah kepada Allah pada petang hari dan pada pagi hari (waktu subuh), dan segala puji bagi-Nya baik di langit, di bumi, pada malam hari dan pada waktu zuhur (tengah hari). Dia mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan menghidupkan bumi setelah mati (kering). Dan seperti itulah kamu akan dikeluarkan (dari kubur). Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu rasa kasih dan sayang. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang berpikir. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah penciptaan langit dan bumi, perbedaan bahasamu dan warna kulitmu. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah tidurmu pada waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karunia-Nya. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mendengarkan. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya, Dia memperlihatkan kilat kepadamu untuk (menimbulkan) ketakutan dan harapan, dan Dia menurunkan air (hujan) dari langit, lalu dengan air itu dihidupkannya bumi setelah mati (kering). Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang mengerti. Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah berdirinya langit dan bumi dengan kehendak-Nya. Kemudian apabila Dia memanggil kamu sekali panggil dari bumi, seketika itu kamu keluar (dari kubur). Dan milik-Nya apa yang di langit dan di bumi. Semuanya hanya kepada-Nya tunduk. Dan Dialah yang memulai penciptaan, kemudian mengulanginya kembali, dan itu lebih mudah bagi-Nya. Dia memiliki sifat yang Mahatinggi di langit dan di bumi. Dan Dialah Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.” (QS. Ar-Rum: 17-27)
Dalam sinar kesembilan ini akan dijelaskan sebuah noktah dan hujah agung ayat-ayat samawi yang mengisyaratkan salah satu kutub iman dan dalil-dalil agung nan suci yang menegaskan keberadaan perhimpunan.